Pedoman perencanan teknis Konstruksi Lantai Menerus pada Sistem Jembatan Balok di
Atas Dua Tumpuan (Link Slab) merupakan acuan yang dapat digunakan dalam
perencanaan agar memudahkandalam perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan
jembatan sedemikan rupa guna tercapainya kelancaran pembangunan jembatan di
Indonesia.
Acuan yang digunakan pada Pedoman ini mengacu pada ketentuan yang ada pada standar,
pedoman, dan manual yang diterbitkan baik oleh Direktorat Jenderal maupun oleh
Kementerian Pekerjaan Umum yang berkaitan dengan perencanaan teknis jembatan.
Pedoman ini diharapkan agar menjadi acuan dalam perencanaan teknis Konstruksi Lantai
Menerus pada Sistem Jembatan Balok di Atas Dua Tumpuan (Link Slab).Penyempurnaan
dan perbaikan pedoman ini akan terus dilakukan berkaitan dengan perkembangan teknologi.
Djoko Murjanto
i
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................. i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
1. Ruang Lingkup . ............................................................................................. 1
2. Acuan Normatif ............................................................................................. 1
3. Istilah dan Definisi .......................................................................................... 1
4. Ketentuan Umum ........................................................................................... 7
4.1 Gelagar Beton Pratekan ...................................................................... 8
4.1.1 Gelagar Beton Pratekan ........................................................... 8
4.1.2 Pelat Lantai Kendaraan ............................................................ 9
4.1.3 Diaphragma .............................................................................. 9
4.1.4 Perletakan ................................................................................ 9
4.2. Gelagar Beton Bertulang Tipe “T” ........................................................ 9
4.2.1 Gelagar Beton Bertulang Tipe “T” ............................................. 10
4.2.2 Diaphragma Gelagar Beton Bertulang Tipe “T” ......................... 11
4.2.3 Perletakan Gelagar Beton Bertulang ........................................ 11
5. Kriteria Perencanaan ...................................................................................... 12
6. Dasar-dasar Perencanaan ............................................................................. 12
7. Dasar-dasar Pelaksanaan .............................................................................. 14
8. Persyaratan Material ...................................................................................... 14
8.1. Beton Bertulang ................................................................................... 14
8.2. Baja Tulangan ..................................................................................... 15
8.3. Kabel Prategang (untuk Girder Pratekan) ............................................ 15
8.4. Perletakan ........................................................................................... 17
8.5. Expansion Joint ................................................................................... 17
9. Persyaratan Pelaksanaan............................................................................... 20
9.1. Umum .................................................................................................. 20
9.2. Pelaksanaan Gelagar Beton ................................................................ 22
9.2.1 Pemasangan Bekisting ............................................................. 22
9.2.2 Pemasangan Kabel (khusus untuk Gelagar Balok Pratekan) .... 22
9.2.3 Pemasangan Tulangan ............................................................. 23
9.2.4 Pengecoran Beton .................................................................... 23
9.2.5 Penarikan Kabel (Khusus untuk Gelagar Balok Pratekan) ......... 24
9.3. Sistem Pelaksanaan ............................................................................ 25
9.3.1 Cor di Tempat (bekisting di Tempat) ........................................ 25
9.3.2 Cor di Plant (dengan pengangkatan) ........................................ 25
9.4. Pekerjaan Penyelesaian Jembatan ...................................................... 26
9.4.1 Pemasangan Perletakan .......................................................... 27
ii
9.4.2 Lantai Kendaraan dan Trotoar .................................................. 27
9.4.3 Expansion Joint ........................................................................ 28
9.4.4 Perkerasan ............................................................................... 29
Daftar Gambar
Gambar 1 Penampang Gelagar Beton Pratekan ....................................... 9
Gambar 2 Potongan Melintang Balok Beton Bertulang Tipe “T” ................ 10
Gambar 3 Perletakan Elastomer Laminasi ................................................ 11
Gambar 4 Skema Konstruksi Link Slab ..................................................... 12
Gambar 5 Panjang Debonding Zone Konstruksi Link Slab ........................ 12
Gambar 6 Jenis-jenis Angkur Mati ............................................................. 17
Gambar 7 Detail Bearing Pad .................................................................... 19
Gambar 8 Sistem Pelaksanaan Konstruksi Link Slab ................................ 21
Daftar Tabel
Tabel 1 Dimensi Gelagar ....................................................................... 9
Tabel 2 Kelas, Panjang dan Lebar Jembatan ........................................ 10
Tabel 3 Dimensi Balok Beton Bertulang Tipe “T” ................................... 10
Tabel 4 Jarak dan Dimensi Diafragma ................................................... 11
Tabel 5 Berat Satu Gelagar Pada Tiap Bentang .................................... 26
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Analisa Link Slab ...................................................................... 30
Lampiran 2 Analisa Gelagar Prestressed .................................................... 33
Lampiran 3 Analisa Gelagar Komposit ........................................................ 38
Lampiran 4 Analisa Gelagar Beton Bertulang .............................................. 41
Lampiran 5 Rekapitulasi Beban-beban yang Bekerja pada Link Slab .......... 43
Lampiran 6 Cek Penampang Link Slab ....................................................... 44
Lampiran 7 Analisa Gelagar Prestressed Akibat Pengaruh Temperatur ...... 47
Lampiran 8 Analisa Gelagar Beton Bertulang Akibat Pengaruh Temperatur 52
Lampiran 9 Cek Penampang Link Slab ....................................................... 54
iii
Pedoman Perencanaan Teknis Konstruksi Lantai Menerus pada Sistem
Jembatan Balok di Atas Dua Tumpuan (Link Slab)
1. Ruang lingkup
Pedoman perencanan teknis Konstruksi Lantai Menerus pada Sistem Jembatan Balok di
Atas Dua Tumpuan (Link Slab) merupakan acuan yang dapat digunakan dalam perencanaan
agar memudahkandalam perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan jembatan
sedemikan rupa guna tercapainya kelancaran pembangunan jembatan di Indonesia.
Pedoman ini memuat kriteria perencanaan, persyaratan material, peryaratan pelaksanaan
serta dilengkapai dengan contoh perhitungan.
2. Acuan Normatif.
3.2.
agregat
material granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku pijar yang digunakan
bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan
semen hidraulik.
3.3.
agregat halus
pasir alam sebagai hasil desintegrasi ‘alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm.
1 dari 57
3.4.
agregat kasar
kerikil sebagai hasil desintegrasi ‘alami’ batuan atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh
industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5,0 – 40,0 mm.
3.5.
agregat ringan
gregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat 1100 kg/m3 atau kurang.
3.6.
angkur
suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon kepada komponen struktur beton
dalam sistem pasca tarik atau suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon
selama proses pengerasan beton dalam sistem pratarik.
3.7.
bahan tambahan
suatu bahan berupa bubuk atau cair, yang ditambahkan ke dalam campuran beton selama
pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya.
3.8.
beban hidup
semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas kendaraan
sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan jalan raya yang berlaku.
3.9.
beban kerja
beban rencana yang digunakan untuk merencanakan komponen struktur.
3.10
beban mati
berat semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban
tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan.
3.11.
beban terfaktor
beban kerja yang telah dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
2 dari 57
3.12.
beton
campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat
kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat.
3.13.
beton bertulang
beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai
minimum yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja.
3.14.
beton normal
beton yang mempunyai berat isi 2200 –2500 kg/m3 dan dibuat dengan menggunakan
agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah.
3.15.
beton pracetak
elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih dahulu
sebelum dirakit menjadi jembatan.
3.16.
beton prategang
beton bertulang yang diberi tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial
dalam beton akibat beban kerja.
3.17.
beton polos
beton tanpa tulangan atau mempunyai tulangan tetapi kurang dari ketentuan minimum.
3.18.
beton ringan pasir
beton ringan yang semua agregat halusnya merupakan pasir normal.
3.19.
beton ringan struktur
beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat isi tidak lebih dari 1900
kg/m3.
3 dari 57
3.20.
beton ringan total
beton ringan yang agregat halusnya bukan merupakan pasir alami.
3.21.
friksi kelengkungan
friksi yang diakibatkan oleh bengkokan atau lengkungan di dalam profil tendon prategang
yang disyaratkan.
3.22.
friksi wobble
friksi yang disebabkan oleh adanya penyimpangan yang tidak disengaja pada penempatan
selongsong prategang dari kedudukan yang seharusnya.
3.23.
gaya jacking
gaya sementara yang ditimbulkan oleh alat yang mengakibatkan terjadinya tarik pada tendon
prategang dalam beton prategang.
3.24.
kuat tarik leleh
kuat tarik leleh minimum yang disyaratkan atau titik leleh tulangan dalam mega-pascal
(MPa).
3.25.
kuat nominal
kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan
dan asumsi metoda perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai factor resuksi kekuatan
yang sesuai.
3.26.
kuat perlu
kekuatan sutau komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan beban
terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu
kombinasi seperti yang ditetapkan dalam tata cara ini.
3.27.
kuat rencana
kuat nominal dikalikan dengan suatu factor reduksi kekuatan Φ;
4 dari 57
3.28.
kuat tarik belah fct
kuat tarik beton yang ditentukan berdasarkan kuat tekan belah silinder beton yang ditekan
pada sisi panjangnya.
3.29.
kuat tekan beton yang disyaratkan f’c
kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton,
dinyatakan dalam satuan mega paskal (MPa). Bila nila f’c di dalam tanda akar, maka hanya
nilai numeric dalam tanda akar saja yang dipakai, dan hasilnya tetap mempunyai satuan
mega paskal (MPa).
3.30.
modulus elastisitas
rasio tegangan normal tarik atau tekan terhadap yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai
rasio ini berlaku untuk tegangan di bawah batas proporsional material.
3.31.
panjang penyaluran
panjang tulangan tertanam yang diperlukan untuk mengembangkan kuat rencana tulangan
pada suatu penampang kritis.
3.32.
panjang penanaman
panjang tulangan tertanam yang tersedia dari suatu tulangan diukur dari suatu penampang
kritis.
3.33.
pasca tarik
cara pemberian tarikan, dalam sistem prategang dimana tendon ditarik sesuadah beton
mengeras.
3.34.
perangkat angkur
perangkat yang digunakan pada sistem prategang pasca tarik untuk menyalurkan gaya
pasca tarik dari tendon ke beton.
5 dari 57
3.35.
perangkat angkur strand majemuk
perangkat angkur yang digunakan untuk strand, batang atau kawat majemuk, atau batang
tunggal berdiameter > 16 mm dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tatacara ini.
3.36.
perangkat angkur strand tunggal
perangkat angkur yang digunakan untuk strand tunggal atau batang tunggal berdiameter 16
mm atau kurang yang sesuai dengan tata cara ini.
3.37.
pratarik
pemberian gaya prategang dengan menarik tendon sebelum beton di cor.
3.38.
prategang efektif
tegangan yang masih bekerja pada tendon setelah semua kehilangan tegangan yang terjadi,
di luar pengaruh beban mati dan beban tambahan.
3.39.
sengkang
tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam suatu komponen
struktur, terbuat dari batang tulangan, kawat baja atau jarring kawat baja las polos atau ulir,
berbentuk kaki tunggal atau dibengkokkang dalam bentuk L, U atau persegi dan dipasang
tegak lurus atau membentuk sudut, terhadap tulangan longitudinal, dipakai pada komponen
struktur lentur balok.
3.40.
sengkang ikat
sengkang tertutup penuh yang dipakai pada komponen struktur tekan.
3.41.
tendon
elemen baja misalnya kawat baja, kabel batang, kawat untai atau suatu bundle berkas dari
elemen-elemen tersebut, yang digunakan untuk memberi gaya prategang pada beton.
3.42.
tegangan
intensitas gaya per satuan luas.
6 dari 57
3.43.
tinggi efektif penampang (d)
jarak yang diukur dari serat tekan terluar hingga titik berat tulangan tarik.
3.44.
transfer
proses penyaluran tegangan dalam tendon prategang dari jack atau perangkat angkur pasca
tarik kepada komponen struktur beton.
3.45.
tulangan
batang baja berbentuk polos atau ulir atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya tarik
pada komponen struktur, tidak termasuk tendon prategang, kecuali bila secara khusus diikut
sertakan.
3.46.
tulangan polos
batang baja yang permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip atau berukir.
3.47.
tulangan spiral
tulangan yang dililitkan secara menerus membentuk suatu ulir lingkat silindris.
3.48.
tulangan ulir
batang baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, yang berbentuk bersirip atau berukur.
3.49.
zona angkur
bagian komponen struktur prategang pasca tarik dimana gaya prategang terpusat disalurkan
ke beton dan disebarkan secara lebih merata ke seluruh bagian penampang.
4. Ketentuan Umum.
Bangunan atas jembatan dalam pedoman ini adalah bangunan atas tipe :
1. Gelagar Beton Pratekan
Standar Gelagar Beon Pratekan yang dipergunakan adalah mengacu pada •tipe balok I
dari beton pratekan dengan bentang 22 s/d 40m mempergunakan Standar Bangunan
Atas Jembatan Gelagar Beton Pratekan Tipe I – Kelas A (GPI/I-A) dari Direkorat Bina
Program Jalan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Bentang
7 dari 57
yang dipergunakan dalam petunjuk teknis ini adalah terdiri dari Gelagar Beton Pratekan
untuk bentang : 22m, 25m, 30m, 33m dan 40m.
2. Gelagar Balok Beton Bertulang
Tipe balok T dari beton bertulang dengan bentang 5m s/d 20 meter mempergunakan
spesifikasi konstruksi jembatan tipe balok T bentang s/d 25 m untuk beban BM 100
SKBI 4.4.28.1987 UDC 624.21.02/07(083.7) dari Departemen Pekerjaan Umum yang
diterbitkan oleh Yayasan Badan Penerbit PU. Gelagar Balok Beton Bertulang yang
dipergunakan dalam sandar ini adalah terdiri dari bentang : 15m dan 20m.
3. Gelagar Balok Komposit
Standar Balok Komposit yang dipergunakan adalah mengacu dari gambar yang
diberikan oleh pemberi pekerjaan untuk bentang 30m, 35m dan 40m.
Penarapan Konstruksi Lantai Menerus pada Sistem Jembatan Balok di Atas Dua Tumpuan
ini dimaksudkan untuk :
1. Perbaikan jembatan lama dengan penggantian sistem Ekspansion Join dengan
sistem konstruksi lantai menerus (link slab)
2. Pembangunan jembatan diatas dua tumpuan yang baru dengan menggunakan
sistem konstruksi lantai menerus (link slab).
Pada struktur beton bertulang, baja mengalami tegangan tarik yang cukup besar akibat
adanya gaya-gaya luar. Tegangan tarik yang ditimbulkan oleh gaya-gaya luar tersebut
ditahan oleh tulangan tarik yang ada pada struktur beton bertulang atau ditahan oleh suatu
kabel yang disebut tendon yaitu sekelompok strand yang diberi tegangan awal guna
menahan tarik yang akan tenjadi. Struktur beton bertulang yang mendapat tegangan awal ini
disebut BETON PRATEKAN.
Bangunan atas standar tipe Gelagar Beton Pratekan I ini direncanakan menurut kelas A
dengan panjang dan lebar jembatan sebagai berikut :
Panjang Bentang : 22 m, 31 m, 40 m.
Lebar lantai kendaraan : 7,00 m
Trotoar : 1,00 + 1,00 m
Lebar total : 9,00 m
Berdasarkan cara penegangan kabel tendon, tipe gelagar beton pratekan dapat disebut jenis
post-tensioned bila beton dicor dulu, kemudian dipratekankan setetah mencapai kuat desak
yang cukup.
Gelagar beton pratekan ini direncanakan komposit dengan pelat lantai yang dicor kemudian
di atasnya.
Bentang, tinggi gelagar, tebal flens atas dan bawah serta tebal badan dapat dilihat pada
tabel 1.
8 dari 57
Tabel 1. Dimensi gelagar
H h1 h2 h3 h4 H5 Ba Bb Tb
L (m)
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
22 1350 100 100 750 200 200 550 650 200
25 1500 100 100 900 200 200 550 650 200
30 1800 150 200 900 250 300 700 700 200
33 2000 150 200 1100 250 300 700 700 200
40 2350 200 200 1400 250 300 800 700 250
4.1.3. Diaphragma.
Diaphragma adalah balok yang berada diantara dua gelagar yang berfungsi sebagai
pengikat antar gelagar dan penyebaran beban hidup.
Tebal diaphragma untuk semua bentang adalah 200 mm.
Pada diaphragma ini dapat dipilih dengan menggunakan kabel atau tulangan saja yang
detailnya bisa dilihat pada gambar kerja.
4.1.4. Perletakan.
Perletakan adalah bagian dari jembatan yang berada diantara bangunan atas dan bangunan
bawah jembatan yang berfungsi untuk meneruskan beban dan gerakan antara bangunan
atas dan bangunan bawah.
Perletakan yang digunakan dalam standar ini adalah jenis perletakan elastomer laminasi.
9 dari 57
Jembatan gelagar beton bertulang balok “T” dalam standar ini sanggup menerima beban
Bina Marga 100%.
Gelagar beton bertulang dalam buku standar ini adalah gelagar beton bertulang yang
monolit. Bangunan atas jembatan standar tipe Gelagar Beton Bertulang direncanakan
menurut kelas, panjang dan lebar jembatan seperti terlihat pada Tabel 2.
10 dari 57
4.2.2. Diaphragma Gelagar Beton Bertulang Tipe ”T”
Diafragma adalah balok yang berada diantara dua gelagar yang berfungsi sebagai pengaku
gelagar dan penahan torsi. Jarak dan dimensi diafragma yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 4
11 dari 57
5. Kriteria Perencanaan.
Pembebanan yang diterapkan mengacu kepada muatan atau aksi lain (beban perpindahan
dan pengaruh lainnya) yang timbul pada suatu jembatan berdasarkan peraturan yang ada
dalam RSNI T-02-2005 yang merupakan revisi dari SNI 03-1725-1989 yang membahas
masalah beban dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan
jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait
dengan jembatan. Perhitungan Beton Bertulang SNI2002 Pemilihan Model Konstruksi Link
Slab : Skema konstruksi link dapat dipakai 2 model seperti pada gambar berikut :
MODEL 1
MODEL 2
6. Dasar-dasar Perencanaan.
Penentuan Panjang Debonding Zone konstruksi Link Slab adalah seperti pada gambar
berikut :
12 dari 57
Analisa pembebanan yang digunakan adalah seperti berkut :
1. Sistem Cor setempat, yaitu untuk balok “T” dengan bentang 5-20m. Dalam sistem ini
balok dan pelat dicor secara bersamaan ditempat. Sehingga pemodelan beban yang
akan dipikul adalah seperti berikut :
2. Sistem Balok Precast Prestress, yaitu untuk balok “I” precast prestress dengan
bentang 22-40m. Dalam sistem ini balok dan pelat dicor secara bersamaan ditempat.
Sehingga pemodelan beban yang akan dipikul adalah seperti berikut :
13 dari 57
7. Dasar-dasar Pelaksanaan.
Skema pelaksanaan konstruksi lantai menerus diterapkan untuk dua kondisi yaitu :
1). Konstruksi lantai menerus (link slab) yang dipergunakan untuk perbaikan dan
penggantian sistem expantion joint.
Untuk sistem perbaikan harus diperhatikan :
Panjang untuk link slab diambil sebesar 10% dari bentang
Jika panjang link slab melebihi dari spasi antara girder yang akan disambung
dengan pelat menerus, maka perlu untuk dilakukan pengupasan pelat jembatan
sampai tercapai panjang link slab yang diinginkan.
2). Konstruksi lantai menerus (link slab) yang dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan jembatan.
Untuk sistem pelaksanaan link slab yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
jembatan, perlu untuk diperhatikan beberapa hal seperti berikut :
Jembatan batok komposit dengan menggunakan baja, beton bertulang,
prestress ini dirancang untuk dapat diangkat dan dipasangkan pada bentang
jembatan dengan sistem balok perbalok, atau dapat pula dirakit dengan cara
bekisting ditempat yang menggunakan perancah sementara.
Pada balok-balok tersebut telah dipasang tulangan penghubung (shear
connector) sebagai pengikat balok dengan pelat lantai agar menjadi komposit.
Pada saat pembuatan pelat lantai, harus diperhatikan pemasangan bekisting
secara baik sehingga tidak terjadi pergeseran relatif pada balok-balok gelagar.
Pelaksanaan Jembatan harus dilaksanakan terlebih dahulu.
Selanjutnya untuk overtopping jembatan dilakukan sampai dengan batas dari
konstruksi link slab.
Sampai umur yang ditentukan, dilakukan pelaksanaan konstruksi link slab.
8. Persyaratan Material
8.1. Beton Bertulang.
- Berdasarkan kuat tekan karakteristik beton pada umur 28 hari, kuat tekan untuk pelat
telah mencapai 250 kg/cm2 dan pada balok telah mencapai 300 kg/cm2 dengan uji desak
kubus beton atau menggunakan benda uji silinder yang diameternya 150 mm dan
tingginya 300 mm yang telah berumur 28 hari.
- Density (kepadatan) beton sebesar : 2500 kg/rn3
- Tinggi slump diijinkan : 5 - 7 cm
Semua meterial yang dipakai dalam campuran beton agar menghasilkan kekuatan seperti
yang disyaratkan harus
- Semen - memenuhi ketentuan dan syarat yang ditentukari dalam NI-8.
- Agregat halus (pasir) - harus berupa butiran halus yang tajam-tajam dan keras serta
tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca. Agregat halus tersebut tidak
boleh mengandung lumpur lebih dan 5% (ditentukan terhadap berat kering) dan bahan-
bahan organik.
- Agregat kasar (kerikit dan batu pecah) - harus berupa batu pecah yang diperoleh dan
pemecahan batu. Agregat kasar ini harus bersifat keras dan tidak berpori serta tidak
mudah pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.
- Air - tidak boleh mengandung minyak, asam, akali, garam, bahan-bahan organik atau
bahan-bahan lain yang merusak beton dan/atau baja tulangan.
- Bahan pembantu - untuk memperbaiki mutu beton, sifat-sifat pengerjaan, waktu
pengikatan dan pengerasan ataupun untuk maksud-maksud lain, dapat dipakai bahan-
14 dari 57
bahan pembantu. Jenis dan jumlah bahan pembantu yang dipakai harus disetujui lebih
dahulu oleh direksi.
c. Wedges
Terdiri dan sepasang baji berbentuk kerucut terbelah dan bagian dalamnya bergerigi.
d. Casting
Bagian dan angker yang tertanam dalarn beton. Permukaan luar casting berfungsi untuk
meneruskan gaya prategang kedalam beton. Sama halnya dengan anchor head, ukuran
casting ini sesuai dengan besar gaya yang ditahan. Pasangan anchor head dengan
casting biasa dikenal sebagai angker hidup.
e. Bursting Steel
Berupa rangkaian tulangan besi dipasang dan tertanam dibelakang casting. Berfungsi
sebagai perkuatan untuk menahan penyebaran gaya arah radial yang terjadi akibat gaya
prategang yang bekerja pada casting.
Sambungan antara bagian saluran harus merupakan sambungan logam dan harus
disegel dengan menggunakan pita tahan air untuk. mencegah kebocoran adukan.
Sambungan harus bebas dari retak, dan saling mengikat rapat dengan adukan.
15 dari 57
g. Grout Vent
Pipa untuk lobang memasukan bahan grout atau dapat juga sebagai lobang ventilasi
pada saat pekerjaari grouting dilakukan. Biasanya dipasang pada posisi tertinggi dan
posisi teendah.
16 dari 57
Gambar 6 Jenis-jenis Angkur Mati
Catatan : Apabila jenis angker hidup atau angker mati diatas tidak tersedia, boleh
digunakan yang sejenis dengan persetujuan direksi atau yang berwenang.
8.4. Perletakan.
- Jenis Perletakan : Elastometer Laminasi
- Bahan : karet alam dan pelat baja yang diikat bersatu selama vulkanisasi, dengan
kekerasan HRD 53 ± 5
- Selimut minimum untuk elastomer untuk melindungi pelat baja bagian atas dan bawah
sebesar 4 mm, dibagian sisi sebesar 6 mm.
17 dari 57
Menggunakan asphaltic plug dengan daerah muai sekitar 30 - 50 mm.
Agregat, untuk ini disyaratkan bahwa agregat yang dipakal harus single size 20 mm. Jenis
agregat ini harus merupakan bahan pilihan dan basalt, gabro atau granit dan termasuk
dalam daftar BS 812 dan mempunyai karakteristik sebaga berikut :
18 dari 57
Gambar 7 Detail Bearing Pad
19 dari 57
20 dari 57
9. Persyaratan Pelaksanaan.
9.1. Umum
Persyaratan Pelaksanaan merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana
dalam pembuatan jembatan secara keseluruhan. -Persyaratan pelaksanaan ini secara garis
besar terbagi dalam :
* Pelaksanaan pembuatan balok gelagar
* Sistem pelaksanaan
* Pelaksanaan penyelesaian jembatan
* Pelaksanaan Konstruksi Link Slab
2). Sistem 2 : Konstruksi lantai menerus (link slab) yang dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan jembatan.
21 dari 57
PELAKSANAAN
KONSTRUKSI LINK SLAB
SISTEM 1 SISTEM 2
Pemasangan Debonding
Layer
Pemasangan Bekisting
Pembesian
Konstruksi Link SLab
Finishing
Konstruksi Link SLab
22 dari 57
9.2. Pelaksanaan Gelagar Beton.
Dalam pembuatan batok gelagar, tahapan-tahapan pelaksanaan yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut
- Persiapan-persiapan bahan dan material yang diperlukan termasuk juga kabel-kabel dan
komponennya.
- Persiapan-persiapan pembesian yaitu pemotongan dan pembengkokan besi-besi
tulangan sesuai keperluan.
- Pemasangan pelat bekisting dan baut-baut pengikatnya serta sekur-sekur yang
diperlukan.
- Perakitan tulangan dan kabel
- Pengecoran beton.
- Perawatan beton dan pembukaan bekisting gelagar.
- Penarikan kabel/stressing
- Grouting/finishing
Sedangkan untuk gelagar beton balok komposit perlu untuk diperhatikan sistem sambungan
pada gelagar baja.
23 dari 57
c. Setelah pekerjaan instalasi selesai diakukan pemeriksaan posisi ordinat tiap kabel apakah
sudah sesuai dengan seperti yang tertera dalam gambar kerja. Selanjutnya dapat
dilaksanakan pekerjaan pengecoran beton.
Pekerjaan penggetaran pada pengecoran beton harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari pergesaran kabeL kawat, kelongsong atau tulangan baja.
b. Tulangan harus ditempatkan secara tepat sesuai dengan Gambar dan dengan
persyaratan selimut minimum yang ditetapkan.
c. Tulangan harus diikat kuat dengan menggunakan kawat ikat baja, sehingga tidak dapat
bergeser oleh operasi pengecoran beton. Pengelasan dan batang melintang atau begel
pada tulangan baja tarik utama tidak akan diperkenankan.
d. Semua tutangan baja harus disediakan dalam ukuran panjang sepenuhnya yang
ditunjukan pada gambar. Penyambungan batang baja, kecuali terlihat pada gambar,
tidak akan diizinkan tanpa ada persetujuan dan engineer (Penanggung Jawab
Proyek/Direksi). Setiap sambungan yang dapat disetujui harus diselang-seling sejauh
mungkin dan harus terletak pada titik dengan tegangan tarik minimum.
e. Simpul dan kawat pengikat harus diarahkan meninggatkan permukaan beton yang
terbuka.
b. Pengecoran beton harus diteruskan tanpa henti sampai suatu sambungan kontruksi
yang sebelumnya disetujui oleh Direksi atau sampai pekerjaan tersebut selesai.
c. Beton harus dicor dengan cara tertentu untuk menghinidari pemisahaan partikel halus
dan kasar dalam campuran. Beton harus dicor dalam bagian bekisting sedekat mungkin
sampai posisi akhir untuk menghindari pengaliran dan tidak boleh mengalir tebih dan I
meter setetah pengecoran.
d. Bila dicor kedalam struktur yang mempunyai bekisting yang sulit dan tulangan baja yang
rapat, maka beton harus dicor dalam lapisan horizontal yang tidak tebih dan tebal 15
cm.
e. Semua beton lantai jembatan harus dituangkan secara terus menerus pada panjang
totat bagian struktur.
Segera sebelum pengecoran beton lantai jembatan, maka harus diperhatikan penurunan
yang terjadi yang disebabkan beton tantai jembatan tidak boteh melebihi lendutan
minimum.
24 dari 57
f. Beton dipadatkan dengan penggetar mekanis, yang digerakan sedemikian rupa untuk
mengerjakan beton sepenuhnya sekitar tulangan dan peralatan tetap yang tertanam
serta pada tepi dan sudut bagian bekisting.
g. Konsistensi (slump) - diisyaratkan sesuai dengan cara pelaksanaan slump test. Tinggi
slump yang diijinkan adalah antara 20 mm - 60 mm untuk gelagar maupun untuk tantai.
Dibelakang angker dipasang pembesian bursting sesuai dengan gaya stressing yang
bekerja. Selanjutnya dilakukan penarikan kabel. Pekerjaan ini dilaksanakan setelah mutu
beton mencapai mutu sesuai yang ditetapkan.
Segera sebelum penarikan, semua kabel prategang harus bebas untuk bergerak antara titik
penegangan dan bagian itu bebas untuk menampung geser horisontal dan vertikal yang
disebabkan oleh pelaksanaan prategang.
Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan stressing adalah :
b. Stressing jack dipasang dan dirapatkan kearah casting sehingga posisi casting, anchor
head dan stressing head rapat. Selanjutnya stressing dapat dilaksanakan.
c. Selama stressing dicatat pembacaan manometer dan perpanjangan strand yang terjadi
pada formulir stressing.
Data yang tercatat dibandingkan dengan perhitungan teoritis dan ada batasan bahwa
deviasi terhadap teoritis tidak boleh lebih (+) atau kurang (-) dari 5 persen.
Jika terjadi deviasi (-) 5 prosen, maka langsung diadakan penarikan ulang tanpa
melepas/menghllangkan gaya yang sudah ada.
Dan jika terjadi deviasi lebih besar dan (4-) 5 prosen maka hasil stressing akan
digambarkan pada sebuah grafik untuk melihat penyebab terjadinya penyimpangan
tersebut.
d. Setelah pengangkeran, tegangan dalam kabel prategang tidak boleh lebih dan 70% dari
beban yang ditetapkan. Selama penegangan. maka nilai tersebut tidak boleh melebihi
80%. Hasil pencatatan stressing akan diserahkan kepada pihak perencana untuk
dievaluasi dan pekerjaan setanjutnya baru dapat dilaksanakan setelah pekerjaan
stressing disetujui dan diterima oleh perencana.
e. Pekerjaan selanjutnya adalah memotong sisa perpanjangan strand diuar anchor head
dan menutupnya dengan adukan semen untuk persiapan pekerjaan grouting.
Pekerjaan grouting ini adalah mengisi rongga udara antara strand dengan kelongsong
dan rongga pada bagian dalam casting dengan bahan grout. Tujuannya adalah untuk
menjaga bahaya korosi juga untuk mengikat strand dengan beton disekelilingnya
menjadi suatu kesatuan.
25 dari 57
Digunakan campuran semen dengan air dan ditambahkan non shrikage additives.
Bahan grout ini dimasukan kedatam kelongsong dengan menggunakan pompa grouting
yang bertekanan sebesar 5 kg/cm2 dan salah satu titik angker sampai keluar diujung
angker tainnya.
Pada kepala jembatan atau pilar yang dibuat pada sistem bekisting ditempat ini, back waIl-
nya tidak dibuat dahuu. Karena tempatnya digunakani untuk tempat penarikan kabel
(stressing).
Tetapi untuk pembuatan back wall ini telah dipersiapkan tulangan-tulangan yang merupakan
terusan dan kepala jembatan atau pilarnya, yang dibengkokan keluar untuk sementara,
sehingga pekerjaan penanikan kabel ini tidak terganggu tulangan-tulangan tersebut.
Selanjutnya dilakukan pengerjaan pelat lantai yang dimulai dengan pemasangan bekisting,
perakitan tulangan, dan pengecoran kemudian dilanjutkan dengan perawatan beton.
Casting bed terbuat dan beton Bo, sedangkan dudukannya dan beton K-250 dan keduanya
dihubungkan dengan stek-stek.
26 dari 57
Selanjutnya dilakukan persiapan pembuatan gelagar dengan menyiapkan alat dan material
yang diperlukan antara lain bekisting beserta baut-baut dan skur-skur yang diperlukan, besi
tulangan, triplek dan oh khusus. Oh ini dioleskan pada sisi daham bekisting untuk
memudahkan melepas balok gelagar dan bekistingnya.
Pembuatan gelagar ini dimulai dengan memasang tniplek yang telah diolesi oh diatas
dudukan sebagai alas gelagar dilanjutkan dengap memasang satu sisi bekisting dan merakit
tulangan sesuai gambar rencana, pemeniksaan letak sheet dan diafragma. Kemudian
bekisting sisi lainnya dipasangkan dengan diperkuat baut-baut dan skur-skurnya.
Pada saat setelah penarikan, akan terjadi lendutan (camber) yang besar, dimana ujung-
ujung gelagar menekan alasnya yang bila kita biarkan akan menyebabkan balok pecah.
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, sebelum penarikan balok didongkrak setinggi
camber sebelum dilakukan penarikan..
Pada gelagar dipasang kabel untuk mengikat cincin gantung dan alat pengangkat (crane).
Kemudian setelah gelagar siap, pecsiapkan untuk pengangkatan gelagar ke atas kepala
kepala jembatan dan pilar.
Pada balok kepala jembatan atau pilar ini telah dipasang penumpu perletakan sementara
dan kayu, seperti diuraikan pada bagian 3.4.1.
Alat pengangkatan yang diperlukan adalah crane dengan kapasitas yang sesuai. Berikut
diberikan dattar berat gelagar pada setiap benang
Setelah ujung-ujung bentang mencapai kepala jembatan atau pilar, bentang harus ditumpu
dengan ganjal kayu sebagai penumpu sementara. Penempatan gelagar harus dilakukan
secermat mungkin sehingga gelagar dapat diletakan pada posisi yang telah ditentukan.
Selanjutnya dapat dilakukan pembuatan pelat lantai dan setelah pelat lantai selesai,
dilakukan perawatan tantai beton.
27 dari 57
9.4.1 Pemasangan Perletakan.
Pemasangan elastomer sebagai pertetakan dilakukan setetah pekerjaan pengecoran lantai.
Penggantian tumpuan sementara harus dilakukan sekaligus pada setiap ujung, dengan
langkah pelaksanaan sebagal berikut :
- Sisipkan pelat dongkrak (jack) pada kedua ujung gelagar melintang tepi dibawah titik
pendongkrakan dan letakan dongkrak diatas abutment.
- Operasikan kedua dongkrak (jack) secara bersamaan, naikkan ujung bentang sedikit ± 2
cm untuk melepaskan perletakan sementara, dan bersihkan daerah perletakan juga
bagian bawah perletakan serta keringkan.
- Labur permukaan atas perletakan permanen dan lem karet yang telah disetujui dan
lekatkan kebagian bawah pelat perletakan, tempatkanperletakan kedalam daerah ± 0.2
cm dan titik pusat perletakan. Ganjal perletakan-perletakan tersebut pada tempatnya
sampai mengeras.
- Persiapan spesi (mortar) dengan perbandingan 1 (satu) bagian semen dan 3 (tiga) bagian
pasir bersih, aduk dengan air sampai mencapai plastis.
- Ratakan permukaan spesi setebal 2 cm didalam daerah blok landasan beton yang telah
dibasahi seb&umnya.
- Selanjutnya lepas ganjal-ganjal kayu dan lepaskan kunci dongkrak serta turunkan
jembatan perlahan-lahan sampai penletakan sedikit menahan permukaan mortar (spasi).
Kedua perletakan harus mempunyai elevasi yang sama ± 0,5 cm. Pada tahap ini beban
masih bertumpu pada dongkrak (jack).
- Tempatkan ganjal-ganjal dibawah gelagar dan dongkrak dikunci.
- Rapikan kelebihan spesi sehingga terbentuk rapi. Setelah terjadi pengikatan awal,
tutupi spesi dengan pasir basah sampai mencapai kekuatan minimum 200 kg/cm3
(minimal 3 han)
- Setelah kekuatan spesi tercapai baru dilepaskan ganjal-ganjal dan dongkrak-dongkrak
yang ada.
- Ulangi langkah-langkah diatas untuk ujung bentang lainnya.
28 dari 57
Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan tulangan penghubung (conector) dan gelagar
sehingga pelat lantai dan pelat panel ini bekerja secara monolit.
Selanjutnya dilakukàn pengecoran, dalam hal ini panel-panel yang terpasang berfungsi
sebagai bekisting sehingga pada pelaksanaan pembuatan Lantai ini tidak diperlukan
perancah dan bawah.
Pemberhentian pengecoran (construction joint) arah memanjang dan melintang harus
mengikuti Peraturan Beton Indonesia.
Perawatan beton harus dilakukan segera setelah terjadi pengerasan awal beton kemudian
pengecoran dilanjutkan setelah tujuh hari. Paling tidak beton harus berumur 7 hari sebelum
dilakukan pengecoran tahap selanjutnya. Dalam keadaan ini bekisting lantai dibiarkan
jangan diganggu sampai umur 14 hari setelah pengecoran.
Pengecoran trotoar dilakukan setelah selesai pengecoran lantai jembatan. Permukaan atas
beton harus dibentuk sesuai profit dan diberi kemiringan sesuai dengan gambar pengerjaan
beton.
Pemberian tanda : tempat yang akan dipasang expansion joint diberi tanda sesuai dengan
lebar dan ukurannya.
Pembersihan : bersihkan permukaan daerah yang akan dipasangi expansion joint dengan
baik dan keringkan dengan udara panas dan kompresor sesaat sebelum dilakukan
pelaksanaan pengisian expansion joint pada tempatnya. Bersihkan kotoran-kotoran yang
ada pada celah expansion joint.
Penutup celah : penutupan celah expansion joint dilakukan dengan tali rami atau tambang
yang mempunyai ukuran sedemikian rupa sehingga dapat menutup celah tersebut dan
ditekan sampai 3 cm atau 4 cm di bawah permukaan lantai.
Penyelesaian :
Tahap 1: Isi celah di atas tambang tersebut dengan binder sampai penuh
di atas lantai dan kemudian pasanglah pelat baja dengan pen.
29 dari 57
Tahap 2 Isi bagian atas lantai yang sudah disediakan untuk joint tersebut dengan agregat
yang mempunyai ukuran yang sama, agregat tersebut digelar sampai ketebatan kurang lebih
3 cm, lalu disiram dengan binder sampai binder tersebut mengisi semua rongga.
Tahap 3 : Campurkan agregat dengan binder dalam mixing sesuai dengan persyaratan
untuk kemudian digelar sampal penuh (rata dengan permukaan jalan).
Kemudian bagian ini dipadatkan dengan vibrator dalam keadaan panas untuk mendapatkan
kepadatan dan permukaan yang rata. Dan akhirnya bagian tersebut dilapisi kembali dengan
binder dengan lebar masing-masing diberi tambahan sebesar 5 cm.
9.4.4 Perkerasan.
Jembatan ini telah direncanakan untuk memakai lapisan aspal setebal 5 cm dan
penambahan lapisan aspal (overlay) setebal 5 cm.
Apabila lapisan aspal dipertinggi, maka beberapa detail akan terpengaruh dan harus
disesuaikan termasuk disini :
- detail pipa drainase
- elevasi expansion joint
- kerb
30 dari 57
Lampiran 1.
Analisa Link Slab.
Beban dianalisa menggunakan program SAP 2000 solid 3 dimensi, dengan mengambil 1
gelagar memanjang dan memberikan beban sesuai dengan RSNI T-02-2005. Hasil
kombinasi berfaktor dari beban-beban yang bekerja diberikan dengan hasil pembacaan
tegangan titik tengah penampang link slab pada serat atas dan serat bawah, dari
pembacaan tersebut dicari beban terbesar dengan membandingkan besarnya beban yang
bekerja pada sisi tepi dan tengah link slab.
1 2 3
Metode Analisa
Peraturan : RSNI T-02-2005 Tentang Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan juga
peraturan pembebanan dari luar negeri yang relevan jika ada bagian kriteria desain yang
tidak tercakup dalam BMS 1992
Perencanaan struktur dengan tegangan kerja (working stress design) dan tegangan
batas (ultimate strength design)
Asumsi perilaku struktur adalah linear elastik untuk material dan geometrik.
Model Pembebanan :
a. Jembatan dibangun baru : beban hidup + aspal + rangkak+ Susut Temperatur
b. Linkslab untuk perbaikan jembatan : rangkak dan susut sudah terjadi. Beban yang
dipikul beban hidup+temperatur.
c. Link slab hanya menerima beban lalu lintas saja pada saat roda kendaraan ada di
atas struktur link slab. Sedangkan beban mati dan beban hidup ketika roda
kendaraan tidak berada di atas link slab sepenhnya diterima oleh aksi komposit balok
dan sistem lantai.
Batasan Analisis
a. Dalam kajian awal ini, struktur lantai jembatan yang dibuat menerus dibatasi hanya
pada dua bentang saja, mengingat untuk jumlah bentang yang lebih banyak sudah
terjadi perilaku rangkak susut dan beton yang cukup besar, sehingga analisis berada
diluar koridor asumsi awal yaitu perpindahan linear elastik dan tanpa memandang
perilaku non geometrik yang berkaitan langsung dengan large deformation. Perlu
31 dari 57
kajian lebih mendalam untuk menentukan jumlah bentang dan/atau panjang
maksimum lantai jembatan yang disatukan dengan struktur link slab.
b. Dalam analisis link slab ini tidak memperhitungkan masalah gempa.
Kombinasi Pembebanan
Beban hidup 2 bentang
32 dari 57
Beban hidup 1 bentang
Beban Aspal
Temperatur (oC)
40°
8.42° 0.1
0.2
0°
0.2
15°
Beban LinkSlab
Beban Rem
M(-)maxdan M(+)maxLS
N(-)
1.8 m
33 dari 57
Lampiran 2 :
ANALISA GELAGAR PRESTRESSED
Prestressed Bentang 40 m
Tegangan (kN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng
+ Temperatur tanpa temperatur
34 dari 57
bawah atas
M W P basah M / W ) A
2
1.791 6.79 - 43217712.0
M 17280000 P 1.8 432000
2 17280000
= -43.2 kNm = 1854.042 kN
35 dari 57
Analisa momen dan tarik aksial pada perbaikan jembatan
bawah atas
KEL-UDL Terfaktor (KN/m2) M W
Sisi Serat Beban Hdp
2
1.291 5.08
2 bntng 1 bntng M 17280000
2
= -32.7 kNm
atas 5076.37 3804.22
1
bawah 1291.47 2615.24 P basah M / W ) A
- 32701536.0
atas 1628.86 1636.31 P 1.29 432000
2 17280000
bawah 3946.44 4045.66
= 1375.453 kN
atas 4902.83 4300.70
3
bawah 1286.20 2016.80
36 dari 57
Prestressed Bentang 33 m
37 dari 57
1.744 6.80 - 43656796.8
M 17280000 P 1.744 432000.00
2 17280000
= -43.7 kNm = 1844.694 kN
38 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
5221.36 kN/m2 = 5.221 MPa
M atas
W P
A
M bawah 1317.6 kN/m2 = 1.3176 MPa
W
1.318 5.22
M 17280000
2
= -33.7 kNm
- 33728486.4
P 1.32 432000.00
17280000
= 1412.42 kN
39 dari 57
Prestressed Bentang 30 m
40 dari 57
1.42 6.79 - 46376582.4
M 17280000 P 1.4 432000.00
2 17280000
= -46.4 kNm = 1772.842 kN
41 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
5264.77 kN/m2 = 5.265 MPa
M atas
W P
A
M bawah 1093.34 kN/m2 = 1.093 MPa
W
1.09334 5.26
M 17280000
2
= -36.0 kNm
- 36041155.2
P 1.09 432000.00
17280000
= 1373.35 kN
42 dari 57
Prestressed Bentang 25 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
43 dari 57
0.87 7.34 - 55900108.8
M 17280000 P 0.9 432000.00
2 17280000
= -55.9 kNm = 1773.39 kN
44 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
5738.18 kN/m2 = 5.73818 MPa
M atas
W P
A
M bawah 693.4 kN/m2 = 0.6934 MPa
W
0.6934 5.74
M 17280000
2
= -43.6 kNm
- 43586899.2
P 0.69 432000.00
17280000
= 1389.22 kN
45 dari 57
Prestressed Bentang 22 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
46 dari 57
1.191 5.72 - 39152764.8
M 17280000 P 1.2 432000.00
2 17280000
= -39.2 kNm = 1493.158 kN
47 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
4515.60 kN/m2 = 4.516 MPa
M atas
W P
A
M bawah 951.04 kN/m2 = 0.951 MPa
W
0.95104 4.52
M 17280000
2
= -30.8 k Nm
- 30797798.4
P 0.95 432000.00
17280000
= 1180.79 kN
48 dari 57
Lampiran 3 :
ANALISA GELAGAR KOMPOSIT
Komposit Bentang 40 m
Tegangan Kombinasi Berfaktor (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
49 dari 57
- 12.8 19.42 - 247337625. 6
M 15360000 P - 13 384000.00
2 15360000
= -247.3 kNm = 1275.226 kN
50 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
14460.24 kN/m2 = 14.46 MPa
M atas
W P
A
M bawah -9483.88 kN/m2 = -9.48 MPa
W
- 9.4839 14.46
M 15360000
2
= -183.9 kNm
- 183890841.6
P - 9.48 384000.00
15360000
= 955.46 kN
51 dari 57
Komposit Bentang 35 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
52 dari 57
- 16.2 21.51 - 289324185. 6
M 15360000 P - 16 384000.00
2 15360000
= -289.3 kNm = 1026.735 kN
53 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
16340.45 kN/m2 = 16.340 MPa
M atas
W P
A
M bawah -12272.27 kN/m2 = -12.272 MPa
W
- 12.272 16.34
M 15360000
2
= -219.7 kNm
- 219745689. 6
P - 12.272 384000.00
15360000
= 781.09 kN
54 dari 57
Komposit Bentang 30 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
55 dari 57
- 16.4 21.33 - 289865088. 0
M 15360000 P - 16 384000.00
2 15360000
= -289.9 kNm = 942.537 kN
56 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
16524.15 kN/m2 = 16.524 MPa
M atas
W P
A
M bawah -12736.22 kN/m2 = -12.736 MPa
W
- 12.736 16.52
M 15360000
2
= -224.7 kNm
- 224719641.6
P - 12.7 384000.00
15360000
= 727.282 kN
57 dari 57
Lampiran 4:
ANALISA GELAGAR BETON BERTULANG
58 dari 57
- 1.19 10.48 - 46678280.0
M 8000000 P - 1.2 240000.00
2 8000000
= -46.7 kNm = 1114.734 kN
59 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
8327.38 kN/m2 = 8.327 MPa
M atas
W P
A
M bawah -929.31 kN/m2 = -0.929 MPa
W
- 0.9293 8.33
M 8000000
2
= -37.0 kNm
- 37026760.0
P - 0.9 240000.00
8000000
= 887.768 kN
60 dari 57
Beton Bertulang Bentang 15 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
61 dari 57
- 6.26 11.46 - 70870400.0
M 8000000 P - 6.3 240000.00
2 8000000
= -70.9 kNm = 624.278 kN
62 dari 57
Analisa momen ultimate akibat beban hidup berfaktor
9337.89 kN/m2 = 9.338 MPa
M atas
W P
A
M bawah -5090.99 kN/m2 = -5.09 MPa
W
- 5.091 9.34
M 8000000
2
= -57.7 kNm
- 57715520.0
P - 5.1 240000.00
8000000
= 509.63 kN
63 dari 57
Lampiran 5 :
Rekapitulasi beban-beban yang bekerja pada linkslab dengan 2 tipe asumsi
pembebanan pada model solid dengan jarak antar perletakan balok sebesar 1
m dan bentang linkslab 10% dari bentang jembatan
1 2 3
10% L
1m
Interaksi momen negatif (M-) dengan aksial Tarik (Pu) yang terjadi akibat beban-
beban bekerja di berikan dalam tabel berikut :
Interaksi beban bekerja diatas dikontrol terhadap kemampuan kapasitas penampang dalam
diagram interaksi menggunakan program PCACOL sebagai berikut :
64 dari 57
Lampiran 6 :
Cek Penampang Link Slab
65 dari 57
Cek penampang link slab pada jembatan Komposit
66 dari 57
Cek penampang link slab pada jembatan Beton Bertulang
Selain menerima kombinasi Momen(-) dan Aksial tarik, Linkslab juga menerima
Kombinasi Momen(+) dan Aksial tekan pada elemen balok beton akibat pengaruh
temperatur, sedangkan pada balok komposit tidak terjadi karena beban temperatur (M+)
lebih kecil dari beban hidup yang menyebabkan M-
67 dari 57
Lampiran 7 :
ANALISA GELAGAR PRESTRESSED
Prestressed Bentang 40 m
Tegangan (kN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng
+ Temperatur tanpa temperatur
68 dari 57
bawah atas
M W P basah M / W ) A
2
- 11.8 (-17.62) 50688633.6
M 17280000 P - 12 432000
2 17280000
=50.7 kNm = -6343.59 kN
69 dari 57
70 dari 57
Prestressed Bentang 33 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
71 dari 57
- 7.95 (-13.95) 51843196.8
M 17280000 P - 7.9 432000.00
2 17280000
= 51.8 kNm = -4729.44 kN
72 dari 57
73 dari 57
Prestressed Bentang 30 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
74 dari 57
- 8.29 (-13.25) 42863299.2
M 17280000 P - 8.3 432000.00
2 17280000
= 42.9 kNm = -4653.1 kN
75 dari 57
76 dari 57
Prestressed Bentang 25 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
77 dari 57
- 5.05 (-10.48) 46913040.0
M 17280000 P - 5.1 432000.00
2 17280000
= 46.9 kNm = -3355.79 kN
78 dari 57
79 dari 57
Prestressed Bentang 22 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
80 dari 57
- 3.86 (-10.57) 57954787.2
M 17280000 P - 3.9 432000.00
2 17280000
= 58 kNm = -3116.51 kN
81 dari 57
82 dari 57
Lampiran 8 :
ANALISA GELAGAR BETON BERTULANG
83 dari 57
- 1.69 (-10.64)
M 8000000
2
= 35.8 kNm
35818000.0
P - 1.7 240000.00
8000000
= -1479.52 kN
84 dari 57
Beton Bertulang Bentang 15 m
Tegangan (kN/m2) KEL-UDL Terfaktor (KN/m2)
Sisi Serat Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Bbn Hdp 2 bntng Bbn Hdp 1 bntng Beban Hdp
+ Temperatur tanpa temperatur 2 bntng 1 bntng
6.873 (-12.83)
M 8000000
2
= -78.8 kNm
78794840.0
P 6.9 240000.00 = -714.215 kN
8000000
o Interaksi momen positif (M+) dengan aksial tekan (Pu) yang terjadi akibat
beban-beban bekerja di berikan dalam tabel berikut :
85 dari 57
Lampiran 9
Cek Penampang Link Slab
86 dari 57
Beban Truck di tengah LS + Beban LS
Sisi Serat Tegangan (kN/m2)
Chek bentang terpanjang dari
Linkslab pada pada jembatan atas 1059.09
prestressed bentang 40 m dengan 1
bawah -1065.89
linkslab 4 m
atas -1737.65
2
bawah 1735.45
atas 1058.82
3
- Pada Link Slab bawah -1065.72
Sisi 1
Beban maksimum terjadi saat kombinasi beban tidak dipengaruhi oleh beban
temperatur
bawah atas
M W
2
1.735 (1.738)
M 17280000
2
= 30 kNm
P basah M / W ) A
30007584.0
P 1.738 432000 = -0.4752 kN
17280000
disimpulkan pada hasil tersebut beban aksial tekan sangat kecil sehingga yang perlu
dikontrol hanya momen positif yang terjadi sebesar 30 kNm yang kurang dari momen
kapasitas penampang linkslab sebesar 280 kN atau dapat dilihat dalam diagram
interaksi berikut :
87 dari 57
Tidak menentukan
Prestressed 40 m
88 dari 57
Komposit 40 m
Beton Bertulang 20 m
89 dari 57