DAN PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR WILAYAH
BPSDM, KEMENTERIAN PUPR
PENDAHULUAN
PERANCANGAN TEKNIS
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ............................................................ 1
BAB I KONSEP PERANCANGAN JEMBATAN ............................................. 2
1.1 Pengertian Jembatan ............................................................................ 3
1.2 Perencanaan Teknis ............................................................................. 3
1.3 Tahapan Perancangan Teknis Jembatan............................................. 4
1.3.1 Perancangan teknis awal ............................................................... 4
1.3.2 Kajian Kelayakan Jalan .................................................................. 4
1.3.3 Perancangan teknis akhir ............................................................... 4
1.4 Dasar Perancangan .............................................................................. 5
1.4.1 Standar Acuan Pedoman ............................................................... 5
1.4.2 Umur Rencana Jembatan .............................................................. 6
1.4.3 Rencana Keadaan Batas ............................................................... 7
1.4.4 Bentang Jembatan ......................................................................... 7
1.5 Persyaratan Geometrik ......................................................................... 8
1.5.1 Lebar Struktur ................................................................................. 9
1.5.2 Ruang Bebas Horizontal .............................................................. 10
1.5.3 Ruang Bebas Vertikal................................................................... 11
1.5.4 Kemiringan Jembatan dan Lantai Jembatan ............................... 12
1.5.5 Ruang Bebas (Clearance) Vertikal dan Horizontal pada Bawah
Jembatan ............................................................................................... 14
1.5.6 Perancangan geometrik jembatan ............................................... 15
1.5.7 Lokasi dan Tata Letak Jembatan ................................................. 15
1.5.8 Penentuan Bentang Jembatan berdasarkan Karakteristik Sungai
............................................................................................................... 16
v
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
vi
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
vii
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
DAFTAR TABEL
viii
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kemiringan melintang lantai jembatan. ...................................... 13
Gambar 2 Ilustrasi klasifikasi jembatan berdasarkan tipe struktur: a) gelagar;
b) rangka batang; c) pelengkung; d) balok pelengkung; e) gantung; f) beruji
kabel. 23
Gambar 3 Material konstruksi bangunan atas jembatan ............................ 25
Gambar 4 Gaya yang bekerja pada elemen jembatan. .............................. 27
Gambar 5 Gaya-gaya yang bekerja pada elemen pelengkung (elemen C)
sebagai konsekuensi dari elemen aksial yang mengalami deviasi/pergeseran
sumbu. 29
Gambar 6 Distribusi tegangan pada penampang: a) elemen tipe aksial (A);
b) elemen tipe lentur/bending (B). ................................................................ 29
Gambar 7 Ilustrasi load path akibat beban hidup dan beban mati yang
bekerja pada jembatan. ................................................................................ 34
Gambar 8 Ilustrasi redundansi pada struktur yang memiliki karakteristik
statis tak tentu. .............................................................................................. 36
Gambar 9 Konfigurasi kabel prategang dengan layout parabola............ 38
Gambar 10 Gaya in-plane per-satuan Panjang pada Elemen Pelat ........... 41
Gambar 11 Momen out-of plane per-satuan Panjang pada Elemen Pelat.. 42
Gambar 12 Contoh Penulangan Pelat Sederhana ...................................... 43
Gambar 13 Detail Penulangan Pelat Potongan Memanjang ....................... 43
Gambar 14 Detail Penulangan Pelat Potongan Melintang Area Tepi ......... 44
Gambar 15 Detail Penulangan Pelat Potongan Melintang Area Tengah .... 44
Gambar 16 Gambaran daya dukung tanah .................................................. 54
Gambar 17 Usulan klasifikasi metode konstruksi jembatan. ....................... 59
Gambar 18 Berbagai variasi metode konstruksi untuk metode cor di tempat:
konstruksi bentang ke bentang..................................................................... 61
Gambar 19 Berbagai variasi metode konstruksi untuk metode cor di tempat:
konstruksi segmen ke segmen ..................................................................... 62
Gambar 20 Berbagai variasi metode konstruksi untuk metode
pracetak/Prefabrikasi: konstruksi bentang ke bentang ................................ 63
Gambar 21 Berbagai variasi metode konstruksi untuk metode
pracetak/fabrikasi: konstruksi segmen panjang. .......................................... 64
Gambar 22 Berbagai variasi metode konstruksi untuk metode
pracetak/Prefabrikasi: konstruksi segmen pendek. ..................................... 65
Gambar 23 Berbagai variasi metode konstruksi untuk movement methods:
Peluncuran bertahap (deck pushing), rotasi, dan translasi. ......................... 66
Gambar 24 Berbagai variasi metode konstruksi untuk Metode khusus atau
gabungan lainnya.......................................................................................... 68
Gambar 25 Diagram alir metode gelagar beton bertulang .......................... 69
Gambar 26 Pemasangan formwork gelagar beton bertulang ...................... 69
ix
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
x
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
1
BAB I
KONSEP PERANCANGAN
JEMBATAN
2
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
3
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
4
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
5
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
𝑃_𝑟 = 1 + (1 − 1/𝑅)^𝐷
Dimana:
6
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
7
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
• Gelagar Beton Pratekan Tipe I bentang 16 s/d 60 meter, Tipe Tee 16 s/d
60 meter dan Tipe Box bentang 30 s/d 60 meter.
• Girder Komposit Tipe I bentang 20 s/d 60 meter dan Tipe Box bentang
20 s/d 60 meter.
1. Lebar Struktur
8
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
9
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
• Lebar jembatan harus lebih besar dari lebar jalan raya yang terhubung
ke jembatan;
Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar
jembatan bisa dilihat dalam Tabel 1.3 Lajur lalu lintas rencana harus disusun
sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
10
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
Minimum sebesar 0,5 m antara muka pengaman dan tepi luar dari lajur lalu
lintas yang berdekatan
1. Ruang bebas vertical untuk lalu lintas minimal 5,1 meter diukur dari
puncak perkerasan jembatan ke elevasi terendah dari bagian atas
jembatan.
11
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
12
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
13
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
1.5.5 Ruang Bebas (Clearance) Vertikal dan Horizontal pada Bawah Jembatan
Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari
rusaknya struktur atas jembatan karena proses tumbukan antara jembatan
dengan benda-benda hanyutan atau benda asing lainnya yang melintasi
bagian bawah jembatan. Ruang bebas vertikal (clearance) diukur dari elevasi
permukaan air banjir hingga batas paling bawah struktur atas jembatan.
Besarnya ruang bebas ini cukup bervariasi, bergantung pada jenis sungai
dan benda yang ada di bawah jembatan. Nilai ruang bebas di bawah
jembatan dapat ditentukan sesuai dengan acuan berikut:
• C = 2,5 m -> sungai alam yang tidak diketahui secara pasti kondisinya;
14
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
Energi kejut yang diberikan pada struktur dapat memberikan efek kerusakan
pada struktur atas jembatan, baik gelagar maupun juga pelat lantai
kendaraan. Untuk meminimalisir tumbukan ini, perlu diberikan struktur
peralihan berupa jalan mendatar atau pelat injak dari kepala jembatan sejauh
minimum 5 meter kearah jalan.
15
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
16
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
(a) (b)
17
BAB II
KLASIFIKASI TIPE JEMBATAN
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
1) Jembatan Pelat
Fitur utama dan ilustrasi dari masing-masing tipe struktur jembatan tersebut
dipaparkan pada bagian di bawah ini.
Jembatan Pelat
Jembatan pelat (Slab Bridge) adalah jembatan yang terdiri atas pelat yang
ditumpu oleh kepala jembatan pada kedua ujungnya. Jembatan jenis ini
umumnya memiliki bentang pendek. Kelebihan dari jembatan ini adalah
pelaksanaan konstruksi yang relatif mudah dibandingkan jembatan tipe lain
karena sistem strukturnya yang sederhana. Penulangannya tersebar merata
tanpa ada konsentrasi penulangan pada area gelagar.
19
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
20
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
Konsep utama dari jembatan pelengkung ini adalah mengubah gaya dalam
akibat beban-beban luar yang bekerja pada jembatan, yang umumnya
berupa gaya dalam lentur dan geser pada jembatan gelagar menjadi gaya
tekan murni pada busur dengan memanfaatkan geometri jembatan. Gaya
tekan ini diteruskan sepanjang busur menjadi gaya lateral dan vertikal pada
kepala jembatan. Di masa lampau, jembatan pelengkung banyak ditemui
karena jembatan ini dapat dibuat dari material-material seperti batu-batuan,
batu bata, ataupun beton (tanpa tulangan) yang umumnya memiliki tahanan
yang baik terhadap tekan namun lemah terhadap tarik sehingga tidak dapat
digunakan untuk kelas jembatan gelagar.
21
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
22
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
alih oleh balok-balok pengaku dan angker-angker yang tidak masif yang
sangat diperlukan. Karakteristik struktural lainnya dari sistem cable-stayed
adalah bahwa sistem ini secara geometris tidak berubah di bawah
pembebanan pada berbagai posisi pada jembatan, dan seluruh kabel ada
dalam posisi tegang.
23
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Jembatan lalu lintas membawa beban berupa berat jalan raya itu sendiri dan
juga beban lalu lintas. Beberapa jembatan juga dapat dibuat untuk suatu
fungsi/peran yang spesifik seperti misalnya jembatan Novy Most di Bratislava
yang difungsikan sebagai sebuah restoran. Beberapa tower dari jembatan
gantung juga berfungsi sebagai pemancar antena. Beberapa jembatan juga
difungsikan untuk penyeberangan hewan sekaligus memberikan proteksi
terhadap binatang kecil hingga besar tersebut (animal bridge).
c. Baja: Baja mempunyai kuat tarik dan kuat tekan yang tinggi sehingga
dengan material yang sedikit bisa memenuhi kebutuhan struktur. Tipe
24
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
25
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
26
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
Kecuali jembatan tipe pelat (slab), seluruh tipe jembatan yang ada di poin a-
c dapat digunakan, jembatan dengan tipe gelagar umumnya dapat digunakan
untuk bentang hingga 300 m, tipe rangka batang baja dapat digunakan
hingga bentang 500 m dan tipe kabel dapat digunakan untuk bentang yang
bahkan lebih besar dari 1000 m.
27
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Sebagai ilustrasi, untuk struktur jembatan beruji kabel, fungsi utama dari
elemen kabel, gelagar, dan tower (pylon) adalah untuk menahan gaya aksial.
Sehingga elemen-elemen ini dapat diklasifikasikan sebagai elemen A. Hal
tersebut juga berlaku untuk jembatan rangka batang. Lain halnya dengan
jembatan gelagar dimana elemen struktur jembatan umumnya menahan
beban melalui mekanisme tekuk sehingga elemen yang dominan pada
jembatan tipe ini adalah elemen B. Ketika gaya aksial pada elemen A
mengalami pergeseran arah, hal ini menimbulkan gaya lateral relatif terhadap
gaya aksial yang terjadi (lihat Gambar 2.3). Komponen gaya lateral ini dapat
dimanfaatkan untuk menahan gaya lateral. Jika spasi antar titik gaya lateral
ini berdekatan maka elemen struktur tersebut berperilaku sebagai sebuah
elemen lengkung (elemen C). Terdapat dua jenis elemen lengkung:
1) jika gaya aksial yang dominan adalah tekan maka elemen lengkung
tersebut akan berperilaku seperti busur;
2) jika gaya aksial yang dominan adalah tarik maka akan berperilaku seperti
suspended cable yang digunakan sebagai kabel memanjang utama dari
jembatan gantung (suspension bridge).
28
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
(a) (b)
29
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
30
PENDAHULUAN PERANCANGAN
PENDAHULUAN TEKNIS
PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN
PELATIHAN TEKNIS
PERANCANGAN JEMBATAN
TEKNIS JEMBATAN
31
BAB III
PROSES PERENCANAAN
STRUKTUR JEMBATAN
32
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Dalam situasi apapun, beban yang ditransfer dari satu komponen struktur ke
komponen lainnya umumnya akan melewati bagian sambungan (joint) yang
menghubungkan kedua komponen struktur tersebut. Sambungan ini harus didesain
dan dibangun secara baik dan benar karena sambungan ini umumnya lebih rentan
dibandingkan dengan elemen-elemen struktur yang disambungnya. Dalam fase
perencanaan konseptual, load path ini harus secara jelas didefinisikan, khususnya
untuk lokasi-lokasi sambungan struktur yang krusial perlu diidentifikasi sedini
mungkin. Diagram alir pada Gambar 3.1 mengilustrasikan load path untuk beban mati
dan beban hidup yang bekerja pada jembatan (secara umum).
33
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Gambar 7 Ilustrasi load path akibat beban hidup dan beban mati yang
bekerja pada jembatan.
34
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
2. Redundansi struktural
Elemen jembatan dikategorikan mengalami redundansi secara
struktural jika kondisi batas dan kondisi pendukungnya berada pada
situasi dimana kegagalan elemen semata-mata hanya mengubah
kondisi batas dan kondisi pendukung namun tidak membuat runtuh
struktur atas.
3. Redundansi Internal
Redundansi internal merupakan kondisi dimana elemen struktural
memiliki alur gaya lain yang mencukupi dalam elemen itu sendiri.
Sebagai contoh elemen baja yang dengan sambungan rivet dianggap
mengalamin redundansi internal jika memiliki banyak lapisan.
Alur gaya majemuk dan struktur menerus harus digunakan kecuali terdapat
alasan kuat yang mengharuskan untuk tidak menggunakan struktur tersebut.
Untuk keadaan batas ultimit, maka:
Untuk kondisi keadaan batas lain termasuk keadaan batas ekstrem (gempa)
maka ηR = 1,0.
35
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
dibuat tidak menerus sehingga jembatan tersebut terdiri dari dua gelagar
sederhana (simply supported beams). Kasus kedua mempertimbangkan
kondisi dimana gelagar dibuat menerus melewati tumpuan tengah sehingga
struktur ini dapat dikategorikan sebagai struktur tidak tentu derajat 1. Untuk
menemukan konfigurasi gaya yang memenuhi equilibrium, perencana perlu
“memilih” satu nilai momen pada satu titik jembatan lalu menentukan
distribusi gaya di titik lain yang memenuhi syarat keseimbangan gaya dengan
persamaan keseimbangan yang tersedia. Kita sebut nilai momen di tengah
bentang sebagai 𝑀_𝑏.
Jika nilai 𝑀_𝑏 diambil = 0 maka perilaku jembatan akan kembali menjadi dua
gelagar terpisah dengan tumpuan sederhana. Jika nilai 𝑀_𝑏 ≠ 0, maka akan
didapatkan momen negatif pada tumpuan tengah dan momen positif di
tengah bentang. Untuk setiap nilai 𝑀_𝑏 yang berbeda maka akan didapatkan
distribusi bidang momen yang berbeda sepanjang bentang. Dengan
memvariasikan nilai 𝑀_𝑏 ini maka desain elemen gelagar dapat dioptimasi.
Proses optimasi ini juga menguntungkan dari segi pelaksanaan misalnya
36
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
37
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
38
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
39
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
jembatan yang fleksibel cenderung berperilaku lebih baik di area yang rawan
kegempaan karena percepatan yang ditransmisikan ke struktur jembatan dari
tanah lebih rendah. Lain halnya, beban angin menimbulkan gaya aerodinamis
pada struktur jembatan. Gaya aerodinamis ini dipengaruhi oleh bentuk dari
elemen struktur, seperti bentuk dan dimensi penampang gelagar dan tower
jembatan dan juga dipengaruhi oleh kekakuan elemen-elemen tersebut.
Secara umum, struktur jembatan yang lebih kaku dapat mereduksi respon
jembatan terhadap gaya aerodinamis yang ditimbulkan oleh beban angin.
40
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
bahwa produk akhir analisis beban adalah dimensi dari elemen struktur
ataupun tulangan yang dibutuhkan (untuk elemen beton bertulang) yang
memiliki kekuatan yang bernilai sama atau lebih besar dari kapasitas yang
dibutuhkan. Hasilnya dapat berupa dimensi dari elemen, tulangan, detailing,
dan/atau sambungan yang dituangkan pada gambar.
41
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Perlu diperhatikan pula kebenaran hasil gaya dalam yang bekerja menurut
kaidah mekanika teknik. Untuk kasus pelat sederhana dengan beban
garvitasi, maka tulangan positif (di serat bawah) akan menghasilkan tulangan
yang lebih besar. Misalkan hasil penulangan didapatkan bahwa dibutuhkan
tulangan positif D8-100 (di bawah) dan tulangan negative D8-250 (di atas),
maka umumnya penggambaran dilakukan sebagai berikut:
42
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
43
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
44
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
45
BAB IV
ASPEK GEOTEKNIK YANG HARUS
DIPENUHI DALAM PERANCANGAN
STRUKTUR BAWAH JEMBATAN DAN
JALAN PENDEKAT (OPRIT)
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
• Analisis penentuan Cc, Cv, dan OCR yang dilengkapi dengan statistik
hasil pengujian test-test yang telah dilakukan serta nilai yang diambil
untuk perencanaan.
47
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
48
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
B. Daya Dukung
• Ringkasan titik bor (data tanah) yang digunakan untuk setiap lokasi
fondasi yang berisikan diantaranya: deskripsi tanah, parameter kuat
geset tanah, nilai daya dukung ultimit, gaya terbesar serta juga faktor
keamanan untuk kondisi statik dan gempa.
C. Penurunan (Settlement)
49
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
B. Daya Dukung
o Ringkasan untuk setiap lokasi pile cap yang mencakup titik bor
penyelidikan tanah yang digunakan, daya dukung ultimit tekan
50
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
• Analisis tiang tunggal dan grup tiang akibat beban lateral untuk
berbagai tipe tiang dan berbagai titik bor penyelidikan tanah dengan
memperhitungkan reduksi untuk beban siklis pada kondisi gempa dan
reduksi grup akibat neighboring effect.
C. Penurunan (Settlement)
51
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
52
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
• Bahan timbunan berbutir daerah oprit harus terdiri dari kerikil pecah,
batu, dan timbunan batu atau pasir alam atau campuran yang baik
dari kombinasi bahan tersebut dengan bergradasi bukan menerus
dan mempunyai Indeks Plastisitas maks. 10%
Ukuran Ayakan
Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
4” 100 100
53
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
54
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Dimana:
Qu = Daya dukung tanah (ton/m 2)
c = Kohesi tanah (ton/m 2)
B = Diameter pondasi
Nc, Nq ,Nγ = Faktor daya dukung tanah
γ = Berat isi tanah
D = Kedalaman dari permukaan
55
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Syarat aman:
• 0 ≤ 𝑞𝑚𝑎𝑘𝑠.𝑑𝑙𝑚 ≤ ∆𝑝 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛
56
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
57
BAB V
KLASIFIKASI METODE
KONSTRUKSI JEMBATAN
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Metode Konstruksi
Jembatan
1- 2- 3-
Cor di tempat Pracetak/Fabrikasi Movement Methods
59
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
60
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
61
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
62
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
63
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
64
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
65
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
66
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
67
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
Gambar 24 Berbagai variasi metode konstruksi untuk Metode khusus atau gabungan
lainnya.
(Sumber: Bridge Engineering Handbook 2nd Edition: Construction
and Maintenance)
• Material dapat dibagi dalam bagian kecil yang mudah dikirim ke lokasi
• Perancah tidak boleh mengganggu aliran air atau lalu lintas di bawah
jembatan
68
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
69
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
70
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
71
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
72
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELAIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
DAFTAR PUSTAKA
• AASHTO. 2012. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications,
Customary U.S. Units. 2012. American Association of State Highway and
Transportation Officials, Washington, DC.
• Basha, I. M. 1991. “The Construction of Ghamra Bridge Superstructure
Using Launching Truss,” Proceedings of Al-Azhar Engineering 2nd
International Conference, Al-Azhar University, Cairo, Egypt.
• Benaim, R. 2008. The Design of Prestressed Concrete Bridges:
Concepts and Principles, CRC Press, Boca Raton, FL, 608pp.
• Bridge Engineering Handbook, Second Edition: Construction and
Maintenance. 2014. Edited by Wai-Fah Chen and Lian Duan. CRC
Press, Boca Raton.
• Bridge Engineering Handbook, Second Edition: Fundamentals. 2014.
Edited by Wai-Fah Chen and Lian Duan. CRC Press, Boca Raton.
• Combault, J. 2008. Conceptual Design of Bridges, Short and Medium
Span Bridges, 1st International Symposium on Bridges and Large
Structures, Brazil, May 2–8, 2008.
• fib. 2000. Guidance for Good Bridge Design, Bulletin 9, International
Federation for Structural Concrete.
• JICA. 1991. Course Notes (Page 2), Prestressed Concrete Bridge
Construction Methods, Japan International Cooperation Agency, Tokyo,
Japan.
• Jungrwirth, D. J. 1998. Prestressed Concrete Bridges; Flop or Technical
Progress, FIP Structural Concrete 1994–1998, German Group of FIP,
FIP Congress 1998.
• Konsensus Komisi Keselamatan Jalan, Terowongan, dan Jembatan
Indonesia.
• Liebenberg, A. C. 1992. Concrete Bridges: Design and Construction,
Longman Scientific & Technical, Longman Group UK Limited, Harlow,
UK.
• Lin, T. Y. and Burns, N. H. 1981. The Design of Prestressed Concrete
Structures. Wiley, New York, NY.
• Nakai, H., and C. H. Yoo. 1988. Analysis and Design of Curved Steel
Bridges, McGraw-Hill, New York, NY, 673pp.
• Nagai, M., Fujino, Y., Yamaguchi, H., and Iwasaki, E. 2004. Feasibility of
a 1,400 m span steel cable-stayed bridge. Journal of Bridge Engineering
9(5), 444–452.
• Rajagopalan, N. 2006. Bridge Superstructure, Alpha Science
International Ltd., UK.
73
PENDAHULUAN PERANCANGAN TEKNIS
PELATIHAN PERANCANGAN TEKNIS JEMBATAN
74