Eng
2|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat yang maha kuasa, karena atas berkah dan rahmat
Nya modul pelatihan Midas Civil yang membahas mengenai Perencanaan Jembatan ini dapat
tersusun. Modul ini disusun dengan tujuan untuk memberikan dasar dasar pengetahuan
Penggunaan Software Midas Civil dalam perencanaan jembatan, dengan harapan dapat
memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan perencanaan infrastruktur jembatan.
Pada modul ini disajikan secara berurutan dari konsep desain, dasar perencanaan, struktur
atas jembatan, struktur bawah jembatan, fondasi jembatan. Isi modul juga membahas perencanaan
Abutmen, Pier dan Rangka Baja Kelas A bentang 60 meter, dengan harapan modul ini dapat
memberikan referensi bagi perancang agar dapat melaksanakan pekerjaan perancangan jembatan
satu paket lengkap termasuk fondasinya.
Dengan tersusunnya modul ini, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada semua pihak yang berperan aktif dalam membantu terlaksananya penyusunan buku.
Sebagai akhir kata, kami berharap semoga modul ini bermanfaat bagi upaya rekayasa teknik dalam
pembangunan jembatan.
3|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
BAB I
PENDAHULUAN
4|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan dipengaruhi oleh
ketersediaan infrastruktur, seperti jembatan. Di samping itu pembangunan prasarana transportasi
darat khususnya jembatan dapat memperkukuh kesatuan dan persatuan nasional untuk
memantapkan pertahanan dan keamanan nasional dalam menuju masyarakat yang adil dan
sejahtera, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang
terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran
irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang, dan lain sebagainya. Selain
menjadi penghubung, jembatan juga dijadikan icon suatu kota. Klasifikasi tipe struktur jembatan
secara umum (Agus 2001) ada 6 tipe (Gambar 1).
Penentuan bentuk struktur jembatan ada di tahap perencanaan. Perencanaan jembatan harus sesuai
peraturan yang berlaku. Berdasarkan perkembangan teknologi saat ini, peraturan perencanaan
yang dapat digunakan perencana adalah peraturan perencanaan jembatan dari :
5|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Pada pelaksanaan perencanaan teknis atau Detail Engineering Design (DED) jembatan standar
maupun jembatan khusus harus memenuhi kriteria dasar perencanaan teknis berikut ini :
Setiap unsur harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban batas ultimit dan struktur
sebagai kesatuan dari setiap unsur harus stabil pada pembebanan tersebut. Struktur jembatan harus
mampu menopang setiap pembebanan yang bekerja seperti beban permanen, beban lalu lintas,
beban lingkungan (termasuk beban gempa). Beban gempa menjadi jenis pembebanan yang penting
diperhitungkan, terutama di wilayah gempa kuat seperti Indonesia.
2. Kelayanan Struktur Struktur harus berada dalam keadaan layanan pada beban batasan
kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau
getaran sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran masyarakat, atau
jembatan menjadi tidak layak digunakan
3. Keawetan (Kesesuaian) Tipe struktur yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, kondisi
alam dan lokasi jembatan.
4. Kemudahan Pelaksanaan Konstruksi harus mudah dilaksanakan sesuai dengan metode
konstruksi yang tersedia, karena metode yang sulit dilaksanakan dapat menyebabkan
keterlambatan waktu dan peningkatan biaya.
5. Ekonomis Rencana termurah yang sesuai dengan pendanaan dan faktor-faktor utama lainnya
adalah yang umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang
mencakup biaya pemeliharaan dan pembangunan.
6. Bentuk Estetika Struktur jembatan harus menyatu dengan alam sekitarnya dan menyenangkan
untuk dilihat. Biasanya semakin tinggi nilai estetika struktur jembatan maka semakin tinggi
pula biaya yang akan dipergunakan
Keenam kriteria tersebut menjadi pertimbangan dalam memutuskan tipe jembatan, material, dan
komponen jembatan yang akan digunakan. Sedangkan, faktor utama dalam mendapatkan hasil
sesuai 6 kriteria tersebut terdapat pada pilihan keputusan dalam tahapan perencanaan, yaitu pilihan
6|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
bentuk struktural, filosofi perencanaan, beban-beban rencana, cara analisis, dan besarnya bahan
atau rencana akhir.
Pada tahap perencanaan, setiap bangunan infrastruktur termasuk jembatan juga perlu dianalisis
kekuatannya terhadap beban gempa apalagi Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan
bencana gempa bumi seperti halnya Jepang dan California karena posisi geografisnya menempati
zona tektonik yang sangat aktif. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan
lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan
lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah
Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi. Dalam mengantisipasi bahaya
gempa, Pemerintah Indonesia telah mempunyai standar peraturan perencanaan ketahanan gempa
untuk stuktur bangunan gedung yaitu SNI-1726-2016.
7|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
BAB II
JEMBATAN
8|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Secara umum struktur jembatan dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling menopang satu sama
lain sehingga tidak dapat dipisahkan sebagai suatu satu kesatuan (Ilham 2010), yaitu :
1. Struktur Atas (Superstructures) Struktur atas dari suatu jembatan merupakan bagian yang
menerima beban langsung. Struktur atas jembatan pada umumnya meliputi trotoar, slab lantai
kendaraan, gelagar atau girder, balok diafragma, ikatan pengaku, dan tumpuan atau bearing.
2. Struktur Bawah (Substructures) Struktur bawah dari suatu jembatan berfungsi untuk memikul
seluruh beban struktur atas dan beban lain secara vertikal maupun horisontal yang ditimbulkan
oleh tekanan tanah, gesekan pada tumpuan, dan lain sebagainya yang kemudian disalurkan ke
pondasi. Selanjutnya, beban-beban tersebut akan disalurkan ke tanah oleh pondasi.
3. Pondasi (Foundation) Pondasi dari suatu jembatan berfungsi untuk meneruskan beban
jembatan ke tanah. Berdasarkan sistemnya, pondasi abutment atau pier jembatan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain pondasi telapak, pondasi sumuran, dan
pondasi tiang.
Tahap awal perencanaan suatu struktur jembatan adalah penentuan tipe struktur, bentang, dan
lokasi jembatan. Lokasi dan alinyemen jembatan yang dipilih harus memenuhi persyaratan
perencanaan dan kondisi rintangan di bawah jembatan (sungai, rel kereta api, lembah, jalan raya,
dan lain-lain). Penentuan lokasi jembatan harus ditentukan setelah melakukan survei dengan
cermat dan didukung oleh analisis alternatif dengan memperhatikan pertimbangan aspek ekonomi,
teknis, sosial, dan lingkungan. Pada bagian ini dijelaskan konsep geometrik, perencanaan oprit,
tipe bangunan atas dan bawah jembatan, bangunan pelengkap, tipe fondasi, dan penentuan
alternatif konsep jembatan.
Pemilihan tipe jembatan perlu mempertimbangkan beberapa faktor. Secara umum faktorfaktor
tersebut terkait dengan fungsi, biaya, dan estetika. Terkadang pemilihan tipe jembatan sulit
dilakukan karena adanya pertimbangan lain seperti batasan defleksi, manajemen lalu lintas selama
masa konstruksi, metode konstruksi, penjadwalan konstruksi, aspek keselamatan, posisi jembatan,
dan aspek kegempaan. Selain itu, pemilihan struktur atas perlu mempertimbangkan kemungkinan
pelaksanaan terutama jembatan yang akan dibangun pada sungai yang dalam, kondisi alur
9|Tehno Project
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
pelayaran, dan jembatan dibangun di atas lalu lintas yang padat. Gambar 2.1 memberikan
rekomendasi penentuan jenis struktur atas jembatan, di suatu wilayah perkotaan keberadaan
jembatan akan sangat mempengaruhi landscape kota tersebut. Tipe-tipe struktur atas jembatan
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Pada Surat Edaran Bina Marga No 05/SE/Db/2017 tipe struktur atas jembatan apabila tidak
direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan standar Bina marga
(gambar standar) sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air di bawahnya seperti:
10 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Sedangkan pada Kepmen PUPR No 485/KPTS/M/2015 tentang Komisi Keamanan Jembatan dan
Terowongan Jalan, kriteria jembatan yang dikenal sebagai jembatan khusus di dunia praktisi
adalah :
Pilar memiliki fungsi untuk menyalurkan beban struktur atas ke fondasi dan menahan gaya lateral
yang bekerja pada jembatan, termasuk tumbukan kapal pada pilar bila jembatan tersebut berada di
atas selat atau laut. Pemilihan tipe pilar jembatan harus didasarkan pada fungsi, kekuatan struktur,
dan persyaratan geometri. Aspek estetika merupakan faktor penting dalam pemilihan tipe pilar
terutama untuk jembatan yang berada di wilayah perkotaan. Bentuk tipikal penampang melintang
pilar dapat dilihat pada Gambar 1.2 yang terdiri dari 3 macam, yaitu:
11 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar berikut menunjukkan beberapa tipikal penampang pilar jembatan yang berada di darat
Pilar jembatan sebaiknya tidak di tempatkan di tengah aliran sungai. Jika pilar ditempatkan pada
aliran sungai, maka sebaiknya pilar dibuat sepipih mungkin dan sejajar dengan arah aliran air agar
mengurangi efek lokal gerusan. Gambar. 2.4 menunjukkan beberapa tipikal penampang pilar pada
daerah aliran sungai.
Tipe-tipe pilar jembatan berdasarkan tinggi pilar dapat dilihat pada Tabel 2.1.
12 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
13 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Abutment merupakan salah satu struktur bawah jembatan yang terletak di ujung dan pangkal
jembatan. Abutment berfungsi untuk mendukung struktur atas dan sebagai transisi dari oprit ke
lantai jembatan. Timbunan dari oprit dan badan jalan ditahan oleh dinding belakang sedangkan
timbunan samping ditahan oleh dinding sayap.
Dalam pemilihan tipe abutment perlu diketahui kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis
abutment, hal ini sangat bermanfaat bagi perencana untuk menentukan jenis abutment yang tepat
untuk digunakan pada struktur jembatan. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penentuan jenis abutment di antaranya adalah sebagai berikut:
2) Geometri jembatan,
3) Persyaratan jalan,
4) Kondisi sungai,
5) Kondisi geoteknik,
6) Aspek estetika,
7) Aspek biaya.
Tipe-tipe abutment jembatan berdasarkan tinggi abutment dapat dilihat pada Tabel 2.2
14 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Fondasi terbagi menjadi dua kategori besar yaitu fondasi dangkal dan fondasi dalam. Dimana
fondasi dangkal mentransmisikan beban struktural ke tanah dekat dengan permukaan, fondasi
dalam mendistribusikan sebagian atau semua beban ke tanah yang lebih dalam. Pada tabel di
bawah ini dijelaskan tipe fondasi yang umum digunakan dan tipikal pemakaiannya.
15 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
16 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Pada gambar di bawah bisa dijadikan panduan untuk penentuan pemilihan tipe fondasi, namun jika
terdapat kondisi lain yang tidak terdapat pada gambar di bawah, maka dapat diputuskan oleh ahli
geoteknik.
17 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambaran pemilihan jenis fondasi dan tentang karakteristik penggunaan fondasi dangkal dan
fondasi dalam. Bagian ini berkaitan dengan pemilihan jenis fondasi, kelebihan dan kekurangan
dari tiap-tiap jenis fondasi. Pemilihan jenis fondasi tertentu yang seringkali didasarkan pada
sejumlah faktor, seperti:
1) Kedalaman yang memadai. Kedalaman fondasi harus cukup untuk mencegah kerusakan oleh
gerusan.
2) Kegagalan kapasitas daya dukung. Fondasi harus aman terhadap kegagalan daya dukung.
3) Kualitas. Fondasi harus memiliki kualitas yang memadai sehingga tidak mengalami
kerusakan.
4) Kekuatan yang memadai.
18 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
5) Perubahan tanah yang merugikan. Fondasi harus mampu menahan perubahan tanah yang
merugikan dalam jangka panjang. Seperti tanah ekspansif yang bisa mengembang atau
menyusut sehingga menyebabkan gerakan fondasi dan kerusakan pada struktur.
Berdasarkan analisis dari semua faktor yang tercantum di atas, berikut dibahas berbagai jenis
fondasi dangkal dan dalam.
Fondasi dangkal didefinisikan sebagai fondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti
fondasi telapak, fondasi memanjang, dan fondasi rakit.
Fondasi telapak adalah fondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung pilar. Fondasi memanjang
adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung dinding abutment atau pilar memanjang atau
digunakan untuk mendukung sederetan pilar yang berjarak dekat, sehingga bila dipakai fondasi
telapak sisi-sisinya akan berhimpit satu sama lain, fondasi rakit (raft foundation atau mat
foundation), adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah
lunak atau digunakan bila susunan pilar-pilar jaraknya sedemikian dekat di semua arahnya,
sehingga bila dipakai fondasi telapak, sisi-sisinya akan berhimpit satu sama lain.
4) Kemungkinan penggalian dimasa yang akan datang yang berdekatan dengan fondasi,
19 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Fondasi sumuran yang merupakan bentuk peralihan antara fondasi dangkal dan fondasi dalam,
digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.
Fondasi sumuran dapat didefinisikan sebagai fondasi yang mempunyai kedalaman efektif (D)
kurang dari empat kali diameter ( d ) fondasi sumuran tersebut, dimana kedalaman efektif harus
diukur dari level terendah dari gerusan yang mungkin terjadi atau kemungkinan penggalian
dikemudian hari. Jika fondasi sumuran dengan perbandingan kedalaman tertanam (D) terhadap
diameter ( d ) yang melebihi 4 (𝐷/𝑑 >4), diperlakukan sebagai fondasi tiang, dan direncanakan
berdasarkan cara-cara yang diuraikan dalam bagian fondasi tiang.
1) Keseimbangan dalam arah vertikal, horizontal dan rotasi harus dipenuhi di bawah beban yang
bekerja dan reaksi tanah,
2) Di bawah pembebanan eksentris atau miring, fondasi dapat dianggap berputar secara kaku
terhadap suatu titik pada dasar fondasi,
3) Tahanan horizontal tanah dapat dianggap terdiri dari tekanan tanah neto (pasif dikurangi aktif)
yang bekerja pada kedalaman efektif dari sumuran,
4) Reaksi tanah vertikal dapat dianggap bekerja secara sistematis terhadap sumbu atau as
sumuran, yang mana penting untuk mendapatkan keseimbangan. Gaya dukung vertikal
kemudian didistribusikan secara merata pada daerah dasar sumuran dimana pusatnya pada
eksentrisitas yang sama ada reaksi tadi,
5) Suatu gaya horizontal dapat dianggap bekerja pada dasar sumuran dan dibatasi pada nilai
tahanan geser gelincir. Gaya ini dapat bekerja dalam arah yang dikehendaki untuk
mendapatkan keseimbangan horizontal,
6) Daya dukung tahanan sisi (friksi) tidak diperhitungkan pada perencanaan fondasi sumuran.
Fondasi dalam atau fondasi tiang (pile foundation) digunakan bila tanah fondasi pada kedalaman
yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah keras terletak pada kedalaman yang
sangat dalam. Selain itu, fondasi dalam juga digunakan pada kondisi bangunan yang terletak pada
20 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
tanah timbunan yang cukup tinggi sehingga bila bangunan diletakkan pada timbunan akan
dipengaruhi oleh penurunan yang besar.
Perbedaan dengan fondasi sumuran adalah fondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan
lebih panjang. Secara umum fondasi dalam terdiri dari:
Gangguan tanah pada fondasi tiang pancang sangat sulit untuk dihindari. Berikut ini adalah tiga
kategori dari fondasi tiang:
a. Tiang dengan perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang
dipancangkan ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar.
Contoh: tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton pratekan (pejal atau berlubang), tiang baja
bulat (tertutup pada ujungnya),
b. Tiang perpindahan kecil (Small displacement pile), sama dengan tiang pada tipe pertama cuma
volume tanah yang dipindahkan pemancangan relatif kecil. Contoh: (tiang beton berlubang
dengan ujung terbuka, tiang beton pratekan dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat
ujung terbuka, tiang ulir,
c. Tiang tanpa perpindahan (Non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di dalam
tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Contoh: tiang bor yaitu tiang beton yang
pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan dalam
lubang dan dicor beton).
Keuntungan dan kerugian fondasi tiang bor di antaranya adalah sebagai berikut:
Keuntungan:
21 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Kerugian:
a. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan bila tanah berupa pasir atau tanah
berkerikil,
b. Pengecoran beton sulit dilakukan bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat
dikontrol dengan baik,
c. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah sehingga
mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang,
d. Pembesaran ujung bawah tiang tidak dapat dilakukan jika tanah berupa pasir.
pembebanan pada jembatan yang terdiri dari beban permanen dan beban transien beserta faktor
beban dan kombinasi pembebananya.
Beban Permanen
PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan oleh proses
pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat perubahan statika yang
terjadi pada konstruksi segmental
PR = prategang
Beban Transien
TR = gaya sentrifugal
22 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
EQ = gaya gempa
BF = gaya friksi
EF = gaya apung
Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan
berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa
dikalikan dengan percepatan gravitasi (𝑔). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam panduan
ini adalah 9,81 m/detik2 . Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan
diberikan dalam Tabel 2.3
23 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas akan tetapi tidak untuk
keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi.
Akan tetapi, apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang sebenarnya
tidak bisa ditentukan dengan tepat, perencana harus memilih di antara nilai tersebut yang
memberikan keadaan yang paling kritis.
Beban yang dimaksud adalah berat bagian dari elemen-elemen struktural lain yang dipikul,
termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural,
ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang digunakan
untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.4.
24 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan
yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam
hal tertentu nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan ketentuan pada Tabel 2.3 boleh
digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang jika melakukan pengawasan terhadap
beban mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.
Bagian ini memberikan persyaratan terhadap ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali
permukaan dan sarana lain di jembatan, dimana semua jembatan harus direncanakan untuk dapat
memikul beban tambahan berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian
hari kecuali ditentukan lain oleh instansi berwenang.
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah
(kepadatan, kadar kelembaban, kohesi, sudut geser dalam dan lain sebagainya) harus diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah baik di lapangan ataupun di laboratorium. Bila
tidak diperoleh data yang cukup maka karakteristik tanah dapat ditentukan sesuai dengan
ketentuan dibawah ini. Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-
sifat bahan tanah. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya layan dihitung berdasarkan nilai
nominal dari s, c dan f.
Tekanan tanah lateral pada keadaan batas kekuatan dihitung dengan menggunakan nilai nominal
dari s,dan c serta f. Nilai-nilai rencana dari c serta f. diperoleh dari nilai nominal dengan
menggunakan faktor reduksi kekuatan. Kemudian tekanan tanah lateral yang diperoleh masih
25 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
berupa nilai nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti yang
tercantum pada Tabel 2.5.
Tanah di belakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja apabila
beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoretis. Besarnya beban tambahan
ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang
dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung
tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang
telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari
beban tambahan ini tidak perlu diperhitungkan.
Pada keadaan batas kekuatan tekanan tanah lateral dalam keadaan diam umumnya tidak
diperhitungkan. Apabila keadaan demikian timbul, maka faktor beban untuk keadaan batas
kekuatan yang digunakan untuk menghitung nilai rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam
harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor beban pada keadaan batas
daya layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0 tetapi harus hati-hati dalam
pemilihan nilai nominal yang memadai pada waktu menghitung tekanan tanah.
Gaya horizontal akibat tekanan tanah harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pemadatan
Pengaruh tekanan tanah tambahan akibat pemadatan harus diperhitungkan jika menggunakan
peralatan pemadatan mekanik pada jarak setengah tinggi dinding penahan tanah.
2) Keberadaan air
26 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Jika air tidak diperbolehkan keluar dari dinding penahan tanah, maka pengaruh tekanan air
hidrostatik harus ditambahkan terhadap tekanan tanah. Jika air dapat tergenang di belakang
dinding penahan tanah, maka dinding harus direncanakan untuk memikul gaya hidrostatik
akibat tekanan air ditambah dengan tekanan tanah. Berat jenis terendam tanah harus digunakan
untuk perhitungan tekanan tanah yang berada di bawah muka air. Jika level muka air berbeda
antara muka dinding, maka pengaruh rembesan terhadap kestabilan dinding dan potensi piping
harus diperhitungkan. Tekanan air pori harus ditambahkan terhadap tekanan tanah efektif
dalam penentuan tekanan tanah lateral total.
3) Pengaruh gempa
Pengaruh inersia dinding dan kemungkinan amplifikasi tekanan tanah aktif dan atau mobilisasi
massa tanah pasif akibat gaya gempa harus diperhitungkan.
4) Jenis-jenis tekanan tanah
a) Tekanan tanah lateral aktif (Pa)
Tekanan tanah lateral harus diasumsikan linier dengan kedalaman tanah sebagai berikut :
Keterangan :
Resultan beban tanah lateral akibat timbunan diasumsikan bekerja pada ketinggian 𝐻/3 dari dasar
dinding, dimana H adalah ketinggian dinding diukur dari permukaan tanah di belakang dinding
bagian bawah fondasi atau puncak pada telapak.
27 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Untuk tanah terkonsolidasi normal, dinding vertikal dan permukaan tanah, koefisien tekanan tanah
lateral dalam kondisi diam dapat diambil sebagai:
Untuk tanah overkonsolidasi, koefisien tanah lateral kondisi diam dapat diasumsikan bervariasi
sebagai fungsi rasio overkonsolidasi atau riwayat tegangan, dan dapat diambil sebagai:
Tanah lanau dan lempung tidak boleh digunakan untuk urugan kecuali mengikuti prosedur desain
yang sesuai dan langkah-langkah pengendalian konstruksi dimasukkan dalam dokumen konstruksi
dan memperhitungkan penggunaan tanah tersebut. Perlu diperhitungkan juga peningkatan tekanan
air pori dalam massa tanah. Ketentuan drainase yang sesuai harus disediakan untuk mencegah gaya
hidrostatik dan rembesan dari belakang dinding fondasi. Dalam keadaan apapun, tanah lempung
plastis tidak boleh digunakan untuk urugan.
Nilai-nilai koefisien tekanan tanah lateral aktif dapat diambil sebagai berikut:
28 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Untuk kondisi yang tidak sesuai dengan yang dijelaskan pada Gambar 2.1 tekanan aktif dapat
dihitung dengan menggunakan prosedur yang didasarkan pada teori irisan dengan menggunakan
Metode Culmann.
29 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Untuk tanah nonkohesif, dalam menghitung tekanan tanah pasif nilai koefisien tekanan tanah
lateral pasif dapat diambil dari Gambar 2.6 untuk kasus dinding miring atau
vertikal dengan timbunan yang rata dan Gambar 2.6 untuk kasus dinding vertikal dan timbunan
miring. Untuk kondisi lain yang berbeda dari yang dijelaskan, tekanan tanah lateral pasif dapat
dihitung dengan menggunakan prosedur berdasarkan teori irisan. Ketika teori irisan yang
digunakan, nilai batas sudut geser dinding tidak boleh diambil lebih besar dari satu setengah sudut
geser. Untuk tanah kohesif, tekanan tanah lateral pasif dapat dihitung dengan persamaan berikut:
30 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 2.7 Prosedur perhitungan tekanan tanah pasif untuk dinding vertikal dengan
ukuran horizontal
31 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 2.8 Prosedur perhitungan tekanan tanah pasif untuk dinding vertikal dengan
ukuran membentuk sudut
Metode fluida ekivalen dapat digunakan bila teori tekanan tanah Rankine berlaku. Metode fluida
ekivalen hanya boleh digunakan jika tanah timbunan bersifat “free draining”. Jika kriteria ini tidak
dipenuhi, ketentuan Sub bab 5.3.2.3 point 2 dan point 4 harus digunakan untuk menentukan
tekanan tanah horizontal. Jika metode fluida ekivalen digunakan, tekanan tanah dasar p (kPa),
dapat diambil sebagai:
32 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Resultan beban tanah lateral akibat beban urugan harus diasumsikan pada ketinggian 𝐻 3 ⁄ diukur
dari dasar dinding, dimana H adalah ketinggian dinding, diukur dari permukaan tanah ke bagian
bawah fondasi. Nilai berat satuan fluida ekivalen untuk desain dinding dengan ketinggian tidak
melebihi 6 m dapat diambil dari Tabel 2.6 dengan:
adalah perpindahan puncak dinding yang diperlukan untuk mencapai tekanan aktif minimum
atau tekanan pasif maksimum dengan translasi lateral (m)
Besarnya komponen tekanan tanah vertikal yang dihasilkan untuk kasus timbunan miring dapat
ditetapkan sebagai:
Tabel 2.7 Tipikal nilai berat satuan fluida ekivalen untuk tanah
33 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
5) Beban timbunan
Peningkatan tegangan tanah terfaktor di belakang dinding oleh karena beban timbunan harus lebih
besar dari beban timbunan tidak terfaktor atau tegangan yang dikalikan dengan faktor beban atau
beban terfaktor yang bekerja pada elemen struktur yang menyebabkan beban timbunan dengan
faktor beban sebesar 1. Beban yang bekerja pada dinding karena adanya elemen struktur di atas
dinding tidak boleh diberi faktor dua kali.
Jika beban timbunan yang bekerja berupa beban merata, maka tekanan tanah dasar harus dikalikan
dengan tekanan tanah horizontal dengan nilai dirumuskan sebagai berikut:
b) Beban titik, beban garis, dan beban: dinding ditahan dari pergerakan Tekanan horizontal (ph)
bekerja pada dinding akibat beban strip merata dapat diambil sebagai:
34 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 2.4 Tekanan horizontal pada dinding akibat beban strip merata
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
35 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tekanan horizontal (ph) yang bekerja pada dinding akibat beban garis tak berhingga (Gambar
2.10) yang paralel terhadap dinding dapat diambil sebagai:
Gambar 2.10 Tekanan horizontal pada dinding akibat beban garis tak berhingga yang
bekerja paralel terhadap dinding
36 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Beban tambahan akibat beban hidup harus diperhitungkan jika beban kendaraan diperkirakan akan
melewati timbunan dengan jarak setengah tinggi dinding diukur dari muka belakang dinding. Bila
beban tambahan adalah untuk jalan raya, intensitas beban harus konsisten dengan ketentuan beban
hidup. Jika beban tambahan bukan untuk jalan raya, maka pemilik pekerjaan harus menentukan
beban tambahan tersebut. Peningkatan tekanan horizontal akibat beban hidup dapat diestimasi
dengan rumus sebagai berikut :
Tinggi tanah ekivalen (heq) untuk pembebanan jalan raya pada kepala jembatan dan dinding
penahan tanah dapat diambil sesuai dengan Tabel 2.7 dan Tabel 2.8. Interpolasi linier dapat
dilakukan untuk tinggi dinding lainnya. Tinggi dinding diambil sebagai jarak diukur dari
permukaan timbunan dan dasar telapak sepanjang permukaan tekanan yang ditinjau.
Tabel 2.8 Tinggi ekivalen tanah untuk beban kendaraan pada kepala jembatan tegak
lurus terhadap lalu lintas
Tabel 2.9 Tinggi ekivalen tanah untuk beban kendaraan pada kepala jembatan tegak
lurus terhadap lalu lintas
37 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Beban yang disebabkan oleh metode dan urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan disebut sebagai
beban akibat pelaksanaan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya, seperti
pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan
dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.
Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka pengaruh
tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit menggunakan faktor beban
sesuai dengan tabel berikut ini
Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul oleh
bangunan sebagai hasil dari metode atau urutan pelaksanaan. Perencana harus memperhitungkan
adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian
komponen. Apabila rencana tergantung pada metode pelaksanaan, struktur harus mampu menahan
semua beban pelaksanaan secara aman. Perencana harus menjamin bahwa tercantum cukup detail
ikatan dalam gambar untuk menjamin stabilitas struktur pada semua tahap pelaksanaan. Cara dan
urutan pelaksanaan, dan tiap tahanan yang terdapat dalam rencana, harus diperinci dengan jelas
38 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
dalam gambar dan spesifikasi. Selama waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat
terjadi bersamaan dengan beban pelaksanaan. Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan
kejadian demikian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang
bersangkutan. Tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan
konstruksi.
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang terkekang pada
bangunan statik tidak tentu. Pengaruh sekunder tersebut harus diperhitungkan baik pada batas daya
layan ataupun batas ultimit sesuai. Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan)
dan sesudah kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya. Faktor beban
akibat pengaruh prategang dapat dilihat pada Tabel 2.11.
1) Pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu sistem
beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung menggunakan
faktor beban daya layan sebesar 1,0,
2) Pada keadaan batas ultimit, pengaruh sekunder akibat gaya prategang harus dianggap sebagai
beban yang bekerja.
Pengaruh akibat rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan
beton. Pengaruh gaya ini dihitung menggunakan beban mati jembatan. Apabila rangkak dan
39 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka nilai dari rangkak dan penyusutan
tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton pratekan). Faktor beban
akibat rangkak susut dapat dilihat pada Tabel 2.12.
2) 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata (BTR)
Gaya rem harus di tempatkan di semua lajur rencana dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang
sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm di atas
permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling menentukan.
Untuk jembatan yang di masa depan akan dirubah menjadi satu arah, maka semua lajur rencana
harus dibebani secara simultan pada saat menghitung besarnya gaya rem. Faktor kepadatan lajur
yang ditentukan pada Pasal 8.4.3 SNI 1725-2016 tentang pembebanan untuk jembatan berlaku
untuk menghitung gaya rem. (Exel).
1) Pelindung struktur
Ketentuan ini tidak perlu ditinjau jika struktur jembatan sudah dilindungi dengan salah satu
pelindung sebagai berikut:
a) Tanggul,
40 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
b) Palang independen setinggi 1370 mm yang tahan tumbukan dipasang pada permukaan tanah
dalam jarak 3000 mm dari bagian jembatan yang ingin dilindungi; atau,
c) Barrier dengan tinggi 1070 mm dipasang minimal 3000 mm dari bagian jembatan yang ingin
dilindungi. Struktur maupun bentuk palang atau penghalang tersebut di atas harus direncanakan
agar mampu menahan beban tumbukan setara Uji Level 5, sebagaimana ditentukan dalam Pasal
11 SNI 1725-2016 Pembebanan Untuk Jembatan.
Kecuali jembatan dilindungi dengan pelindung jembatan, semua kepala jembatan dan pilar dengan
dalam jarak 9000 mm dari tepi jalan, atau dalam jarak 15000 mm dari sumbu rel harus
direncanakan untuk mampu memikul beban statik ekivalen sebesar 1800 kN, yang diasumsikan
mempunyai arah sembarangan dalam bidang horizontal, bekerja pada ketinggian 1200 mm di atas
permukaan tanah.
Semua sistem pengaman lalu lintas, barrier, dan kombinasi barrier secara struktur dan geometrik
harus tahan terhadap benturan kendaraan. Beberapa hal yang perlu diperhitungkan antara lain
adalah:
c) Perlindungan terhadap manusia dan properti jalan dan area lain di bawah struktur jembatan, d)
Kemungkinan peningkatan kinerja barrier,
e) Efektivitas biaya,
Dalam perencanaan metode desain yang digunakan untuk merencanakan barrier adalah dengan
metode analisis garis leleh. Metode ini mengasumsikan bahwa kendaraan menghantam barrier
pada sudut 90 derajat (tegak lurus terhadap barrier), seperti yang diperlihatkan pada gambar di
bawah ini.
41 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gaya akibat tumbukan kapal pada pilar jembatan merupakan bidang spesialisasi khusus dan Ahli
Teknik Perencana harus meminta nasihat dari tenaga ahli bila mempertimbangkan perencanaan
pekerjaan pengaman. Pilar jembatan dapat direncanakan tanpa pengaman bila yang berwenang
membuat keputusan khusus.
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat
mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa. Beban
gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien
respon elastik (𝐶𝑠𝑚) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasi respon (𝑅𝑑 ) yang secara umum dihitung sebagai berikut:
42 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Koefisien respon elastik 𝐶𝑠𝑚 diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan
sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang
diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan
keadaan tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan. Ketentuan pada panduan ini
berlaku untuk jembatan konvensional. Pemilik pekerjaan harus menentukan dan menyetujui
ketentuan yang sesuai untuk jembatan nonkonvensional. Ketentuan ini tidak perlu digunakan
untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh pemilik pekerjaan. Pengaruh gempa
terhadap gorong-gorong persegi dan bangunan bawah tanah tidak perlu diperhitungkan kecuali
struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh ketidakstabilan keadaan tanah (seperti:
likuifaksi, longsor, dan perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus diperhitungkan.
Perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk beban gempa, cara analisis, peta gempa,
dan detail struktur lebih rinci dijelaskan Selanjutnya.
Gaya friksi (BF) atau gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari elastomer.
Gaya ini dihitung menggunakan hanya beban tetap, dan nilai rata-rata dari koefisien gesekan (atau
kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer). Untuk beberapa perletakan, seperti
perletakan geser dan rol, gesekan akan tergantung pada kondisi pemeliharaan jembatan. Faktor
beban akibat gaya friksi dapat dilihat pada di bawah ini.
43 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT)
seperti terlihat pada Gambar 2.12. Adapun faktor beban yang digunakan untuk beban lajur “D”
seperti pada tabel berikut ini.
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada panjang
total yang dibebani L yaitu seperti berikut:
Keterangan:
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
Beban garis terpusat (BGT) dengan intesitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah
lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49 kN/m. Untuk mendapatkan momen
44 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus di tempatkan
pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen
maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” secara umum dapat
dilihat pada Gambar 2.12. Untuk alternatif penempatan dalam arah memanjang dapat dilihat pada
Gambar 2.13.
45 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser
dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan
beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar gelagar (tidak termasuk barrier atau railing, kerb dan
trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.
Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”. Beban truk “T” tidak
dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk dapat digunakan untuk perhitungan
struktur lantai. Adapun faktor beban “T” seperti terlihat pada berikut
46 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Besarnya pembebanan truk “T” dapat dilihat pada Gambar 2.14 dimana terdiri dari truk semi trailer
yang tiap berat gandarnya disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar, yang demikian
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai.
Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Untuk posisi dan penyebaran
beban truk “T” yang menyebabkan timbulnya momen maksimum secara rinci dijelaskan dalam
SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan.
Beban pejalan kaki harus direncanakan dengan kapasitas 5 kPa apabila semua komponen trotoar
lebarnya lebih dari 600 mm dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada
masing-masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu
dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada kemungkinan trotoar
berubah fungsi pada masa depan menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus
diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam barrier untuk perencanaan komponen jembatan
lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu dipertimbangkan.
47 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan,
termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan dapat dikurangi
dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Faktor beban untuk penurunan dapat
digunakan sesuai dengan Tabel 2.16.
Penurunan dapat diperkirakan dari pegujian yang dilakukan terhadap lapisan tanah. Apabila
perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian, tetapi besarnya penurunan diambil
sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang
bakal terjadi. Apabila nilai penurunan ini besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas
jembatan harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.
Temperatur gradien pada bangunan atas jembatan disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar
matahari pada waktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari
seluruh permukaan jembatan di waktu malam. Temperatur gradien nominal arah vertikal untuk
bangunan atas beton dan baja diberikan pada gambar berikut.
48 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 2.15 - Gradien temperatur vertikal pada bangunan atas beton dan baja
Parameter yang digunakan adalah T1, T2, dan T3 dengan nilai sesuai pada tabel di bawah ini:
Nilai T3 dapat diambil sebesar 0 kecuali bila dilakukan kajian spesifik situs, tetapi nilai T3 diambil
tidak melebihi 5oC.
Deformasi akibat perubahan temperatur yang seragam dapat dihitung dengan menggunakan
prosedur seperti yang dijelaskan pada panduan ini. Prosedur ini dapat digunakan untuk
perencanaan jembatan yang menggunakan gelagar terbuat dari beton atau baja. Rentang
temperatur harus seperti yang ditentukan dalam Tabel 2.17. Perbedaan antara temperatur minimum
atau temperatur maksimum dengan temperatur nominal yang diasumsikan dalam perencanaan
harus digunakan untuk menghitung pengaruh akibat deformasi yang terjadi akibat perbedaan suhu
tersebut. Temperatur minimum dan maksimum yang ditentukan dalam
49 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan untuk
menghitung tekanan hidrostatik, kemungkinan adanya gradient hidrolis yang melintang bangunan
harus diperhitungkan. Faktor beban akibat tekanan hidrostatik dan gaya apung dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 2.19 Faktor beban akibat tekanan hidrostatik dan gaya apung (EF)
Bangunan penahan tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total air tanah kecuali
jika timbunan bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian bisa merupakan irisan dari timbunan
50 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
yang masih mudah mengalirkan air di belakang dinding, dengan bagian belakang dari irisan naik
dari dasar dinding pada sudut maksium 60o arah horizontal.
Pengaruh daya apung harus ditinjau untuk bangunan atas yang mempunyai rongga atau lobang
yang memungkinkan udara terjebak, kecuali jika ada ventilasi udara kering. Daya apung harus
ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran. Dalam memperkirakan pengaruh daya apung, harus
ditinjau beberapa ketentuan berikut ini:
1) Pengaruh gaya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati bangunan atas,
3) Syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air bisa keluar
pada waktu surut.
Tekanan angin dalam pasal ini diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan
dasar (Vb) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Gaya angin ini harus diasumsikan terdistribusi merata
pada permukaan yang terekspos oleh angin. Luasan yang diperhitungkan adalah luas area dari
komponen, termasuk sistem lantai dan railling yang diambil tegak lurus terhadap arah angin. Arah
dari gaya angin ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh paling berbahaya terhadap
struktur jembatan.
Untuk jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm di atas permukaan tanah atau
permukaan air, kecepatan angin rencana (VDZ) harus dihitung dengan persamaan berikut:
51 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tabel 2.20 Nilai Vo dan oZ untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
52 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Perencana dapat menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk kombinasi
pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada kendaraan. Arah angin
rencana harus diasumsikan horizontal, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 9.6.3 SNI 1725:2016.
Tekanan angin rencana dalam satuan MPa dapat ditetapkan dengan menggunakan persamaan
berikut ini:
Total beban gaya angin tidak boleh kurang dari 4,40 N/mm pada bidang tekan dan 2,20 N/mm
pada bidang hisap pada struktur rangka dan pelengkung, serta tidak kurang dari 4,40 N/mm pada
gelagar.
Untuk beban dari struktur atas, jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka tekanan
angin dasar PB untuk berbagai sudut dapat diambil seperti yang ditentukan dalam tabel di bawah
ini dan dikerja kan pada titik berat dari area yang terkena beban angin.
53 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Arah sudut angin yang bekerja ditentukan tegak lurus terhadap arah longitudinal serta tekanan
angin melintang dan memanjang harus diterapkan bersamaan dalam perencanaan.
Untuk gaya angin yang langsung bekerja pada struktur bawah, harus dihitung berdasarkan tekanan
angin dasar sebesar 0,0019 MPa. Pada angin yang bekerja tidak tegak lurus terhadap bangunan
bawah maka harus diuraikan menjadi komponen yang bekerja tegak lurus terhadap bidang tepi dan
bidang muka dari bangunan bawah. Perencana harus menerapkan gaya gaya tersebut bersamaan
dengan beban angin yang bekerja pada struktur atas.
Jembatan harus mampu memikul beban garis memanjang jembatan yang menimbulkan gaya angin
vertikal ke atas sebesar 9,6х10^-4 MPa dikali dengan lebar jembatan, termasuk barrier dan trotoar.
Gaya ini hanya ditinjau untuk keadaan batas kuat III dan daya layan IV yang tidak melibatkan
angin pada kendaraan, dan hanya ditinjau untuk kasus pembebanan dimana arah angin dianggap
bekerja tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Gaya memanjang tersebut mempunyai titik
tangkap pada seperempat lebar jembatan dan bekerja secara bersamaan dengan beban angin
horizontal. Pembahasan lebih rinci mengenai beban angin dijelaskan dalam SNI 1725:2016
Pembeban untuk Jembatan. (exel)
Gaya angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada kendaraan yang
melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana gaya tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm,
tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan. Kecuali jika ditentukan di dalam pasal
ini, jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang bekerja tegak lurus
maupun paralel terhadap kendaraan untuk berbagai sudut dapat diambil seperti yang ditentukan
dalam Tabel 2.23 dimana arah sudut gaya yang bekerja ditentukan tegak lurus terhadap arah sudut
serang tegak lurus terhadap arah permukaan kendaraan.
54 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tabel 2.23 Tekanan Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan
Gaya seret (hanyutan) nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat beban arus tergantung pada
kecepatan air rata-rata sesuai persamaan di bawah ini:
Tabel 2.24 Koefisien seret CD dan angkat CL untuk berbagai bentuk pilar
55 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tabel 2.25 Faktor beban akibat beban arus, benda hanyutan dan tumbukan dengan
batang kayu
Apabila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan semakin
meningkat. Nilai nominal dari gaya angkat dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah:
Gambar 2.16 - Luas proyeksi pilar untuk gaya akibat aliran air
56 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Apabila bangunan atas jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja di sekeliling
bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar 2,2 kecuali apabila
data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya angkat akan meningkat dengan
cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gayagaya angkat tersebut adalah
sama, kecuali bila besarnya AL diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut:
1) Untuk jembatan yang permukaan airnya terletak di bawah bangunan atas, luas benda hanyutan
yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda
hanyutan adalah 1,2 m di bawah muka air banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil
setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20 m, diambil yang terkecil dari kedua
nilai ini,
2) Untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan diambil sama
dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas ditambah
minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila
menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat
terakumulasi. Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari
jumlah bentang yang berdekatan.
Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan
massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan
gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus sebagai berikut:
57 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gaya yang ditimbulkan oleh tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya tidak boleh diambil
secara bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat
dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi
transien.(Exel)
Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Komponen dan sambungan pada jembatan harus memenuhi Persamaan diatas untuk kombinasi
beban-beban ekstrem seperti yang ditentukan pada setiap keadaan batas sebagai berikut:
Kuat III Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin berkecepatan 90
km/jam hingga 126 km/jam.
58 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Layan II Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelelehan pada
struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban kendaraan.
Layan III Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah memanjang
jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak dan
tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton segmental.
LayanIV Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada pilar beton
pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Fatik Kombinasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat induksi
beban yang waktunya tak terbatas.
Faktor beban untuk setiap beban pada setiap kombinasi pembebanan harus diambil seperti yang
ditentukan pada tabel di bawah ini. Faktor beban harus dipilih sedemikian rupa untuk
menghasilkan kondisi ekstrim akibat beban yang bekerja. Dalam kombinasi pembebanan dimana
59 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
efek salah satu gaya mengurangi efek gaya yang lain, maka harus menggunakan faktor beban
terkurangi untuk gaya yang mengurangi tersebut
60 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
61 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
BAB III
MIDAS CIVIL
(Pemodelan Abutmen di Midas dan Hitungan Manual)
62 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Pemodelan Abutmen dan Struktur banguanan Atas Girder Beton Prategang bentang 16,6 Meter.
Pembebanan bangunan atas Jembatan dihitung cara manual dan di transfer ke abutmen jembatan
untuk mendapatkan gaya-gaya dalam serta desain beton bertulang dengan midas.
1. Perhitungan Abutmen
a. Potongan Jembatan
b. Girder Jembatan
63 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
64 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
1.1 Material
1.2 Section
65 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
66 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
67 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
68 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
69 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
70 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
1.5 Boundary
Master Node
Master Node
71 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
72 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
1.6 Pembebanan
1.6.1 Beban Mati komponen struktur dan nonstruktural (MS)
Untuk menghitung berat beban mati yang bekerja pada gelagar, data yang diperlukan
adalah dimensi penampang jembatan dan berat jenis material.
Jarak antar gelagar sg = 2.1 m
Tebal pelat ts = 0.25 m
Bentang jembatan Lb = 16 m Panjang Balok = 16.6 m
Berat jenis beton ɣc = 25 kN/m3
A. Beban mati yang bekerja pada gelagar beton pratekan adalah :
1. Beban pelat jembatan (dek)
Luas pelat Ad = sg x ts
= 0.525 m2
Beban pelat Ws = ɣc x Ad
= 13.125 kN/m
= 210 kN R. Tumpua n (Ujung Benta ng -1 Benta ng)
= 105 kN R. Tumpua n (Ujung Benta ng 1/2 Benta ng)
2. Beban RC Plate
Lebar RC Plate Wrcp = 1.68 m
Tebal RC Plate trcp = 0.07 m
Beban RC Plate = Wrcp x trcp x ɣc
= 2.94 kN/m
= 47.04 kN R. Tumpua n (Ujung Benta ng -1 Benta ng)
= 23.52 kN R. Tumpua n (Ujung Benta ng 1/2 Benta ng)
3. Beban diafragma
Luas penampang diafragma tengah Adp_mid = 1.072 m2 `
Tebal diafragma tengah tdp_mid = 0.2 m
Beban diafragma Wdp_mid = Adp_mid x tdp_mid x ɣc
= 5.358 kN
Luas penampang diafragma tepi Adp_end = 1.236 m2
Tebal diafragma tepi tdp_end = 0.5 m
Beban diafragma tepi Wdp_end = Adp_end x tdp_end x ɣc
= 15.45 kN
Jumlah diafragma Tengah = 1 Buah
= 1x 5.358
= 5.3575 kN
Jumlah diafragma Tepi = 2 Buah
= 2x 15.450
= 30.900 kN
Tot.diaf (3 bh) = 36.258 kN R. T(U.Benta ng -1 Benta ng)
18.12875 kN R. T(U.Benta ng -1/2 Benta ng)
73 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
3. Beban Gelagar
Luas gelagar Ag = 0.2573 m2
Beban gelagar Wg = ɣc x Ag
= 6.431 kN/m
= 102.9 R. Tumpua n (Ujung Benta ng -1 Benta ng)
= 51.45 R. Tumpua n (Ujung Benta ng 1/2 Benta ng)
Untuk menentukan besarnya beban mati tambahan diperlukan data sebagai berikut:
Lebar jalan Wr = 7 m
Panjang bentang Lb = 16 m Panjang Balok = 16.6 m
Jumlah gelagar ng = 5
Tebal trotoar ttr = 0.42 m
Tebal perkerasan ta = 0.05 m
Berat jenis beton ɣc = 25 kN/m3
Berat jenis aspal ɣb = 22 kN/m3
CTC = 2.1 m
3. Beban Aspal
Luas Aspal Aa = ta x CTC
= 0.105 m2
Beban Aspal Wa = ɣa x Aa
= 2.31 kN/m
= 36.96 kN R. Tumpua n (Ujung Benta ng -1 Benta ng) Input Midas
= 18.48 kN R. Tumpua n (Ujung Benta ng 1/2 Benta ng) Input Midas
75 | T e h n o P r o j e c t
Jarak antar gelagar Sg = 2.1 m
Panjang bentang Lb = 16.6 m
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Dari gambar di atas, yang termasuk beban lajur ‘D’ adalah BGT dan BTR
1. Beban terbagi rata (BTR)
Beban terbagi rata (BTR) ditentukan berdasarkan lebar tributari pembebanan dengan lebar
tributari diambil berdasarkan jarak antar gelagar. Nilai beban BTR bergantung pada panjang
bentang jembatan. Persamaan di bawah ini untuk menentukan nilai beban BTR yang
digunakan:
Gambar16,6
Karena bentang jembatan 3.19.
m FBD (%) FBD
maka nilai Vs Bentang
40%. Jembatan
Faktor beban dinamis FBD = 0.40
76 | T e hBeban
n o Pgaris
r o jterpusat
ect BGT = 49 kN/m
Beban BGT yang bekerja pada gelagar tengah PBGT = (1 + FBD).BGT.sg
PBGT = 144 kN
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Beban TD yang bekerja pada abutment adalah setengah dari panjang bentang, sehingga:
= 228.9 kN
Jumlah Lajur nL = 2
Jumlah Gelagar ng = 5
Lebar jalan raya Wr = 7m
Panjang jembatan Lb = 16.6 m
Beban terbagi rata qBTR = 9 kN/m2
Beban BTR yang bekerja disemua lajur
PBTR = qBTR x Wr x Lb = 1046 kN
Jadi beban rem yang menentukan adalah akibat kondisi 1 yaitu sebesar 22,50 kN. Dalam
perhitungan pengaruh gaya rem terhadap struktur, gaya rem diaplikasikan untuk bekerja
secara horizontal pada jarak 1800 mm di atas permukaan jalan pada arah longitudinal
jembatan.
78 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Untuk menghitung beban pejalan kaki pada jembatan, data yang diperlukan adalah lebar
trotoar dan panjang bentang jembatan.
Untuk trotoar yang memiliki lebar lebih dari 600mm, maka beban pejalan kaki sebesar 5 kPa
harus diterapkan di sepanjang trotoar. Data yang diperlukan untuk menentukan beban
pejalan kaki adalah sebagai berikut:
Jumlah trotoar ntr = 2
Beban pejalan kaki WTP = 5 kN/m2
Lebar trotoar btr = 1 m
Bentang jembatan Lb = 16.6 m
Jumlah gelagar ng = 5
TP kN
Wp = = 2
ng m
= 33.2 kN R. Tumpua n (Ujung Bentang -1 Bentang)Input Midas
= 16.6 kN R. Tumpua n (Ujung Bentang 1/2 Bentang)
Input Midas
79 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Uraian lengkap tahapan perhitungan koefisien beban gempa diuraikan pada sub bab berikut ini.
80 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
81 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tahap 1
Menentukan apakah situs tanah termasuk dalam kelas situs F, jika salah satu atau beberapa dari
kondisi pada poin-poin dalam Tabel 3.1 berikut ditemui, maka tanah harus diklasifikasikan ke dalam
situs kelas F:
a. Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti tanah berpotensi terjadinya
likuifaksi, tanah lempung sangan sensitif, dan tanah yang tersegmentasi lemah,
b. Lempung dengan kadar organik tinggi dan atau terdapat gambut dengan ketebalan > 3 meter,
c. Tanah bersifat plastisitas tinggi (kedalaman H>7,5 meter dengan PI>75%
d. Lapisan lempung lunak atau medium kaku dengan ketebalan H>35 meter Dari data tanah tidak
terdapat salah satu dari kondisi ini, sehingga dilakukan pengecekan untuk kelas situs E, (Tahap
2).
Tahap 2
Menentukan apakah situs tanah termasuk dalam kelas situs E, jika pada situs ditemui setiap profil
Tahap tanah
lapisan 2 dengan ketebalan lebih dari 3 m yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.Menentukan
Vs < 175 m/s; apakah situs
N < Su tanah termasuk dalam kelas situs E, jika pada situs ditemui setiap profil
50 kPa,
lapisan tanah dengan ketebalan
b. Setiap profil lapisan tanah dengan lebihketebalan
dari 3 m yang memiliki
lebih dari 3 mkarakteristik sebagai berikut:
dengan karakteristik:
- a. Indeks
Vs < 175 m/s; N <, Su
Plastisitas PI 50 kPa,
> 20
- b. Kadar
Setiap
air,profil lapisanw tanah
≥ dengan
40 % ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik:
- Kuat geser tak terdrainase Su 20<
- Indeks Plastisitas , PI > 25 kPa
- Kadar air, w ≥ 40 %
- Kuat geser
Pemeriksaan tak terdrainase
lapisan tanah Su < 25 kPa
Tabel 2.29. Pemeriksaan Lapisan tanah
Pemeriksaan lapisan tanah
Dari data di atas, tidak satupun di antara kedua lapisan tanah yang memenuhi semua kriteria untuk
kelas situs tanah lunak, maka situs tidak bisa langsung diklasifikasikan ke dalam situs kelas E.
Dari data di atas, tidak satupun di antara kedua lapisan tanah yang memenuhi semua kriteria untuk
kelas situs tanah lunak, maka situs tidak bisa langsung diklasifikasikan ke dalam situs kelas E.
82 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tahap 3.
Menentukan apakah situs tanah termasuk dalam kelas situs A, B, C, atau D. Kelas situs A dan B tidak
terpenuhi dari pemeriksaan karena hanya dapat diperiksa dengan memakai data cepat rambat
gelombang geser rata-rata Vs. Untuk kelas A, B, E , dan F sudah tidak terpenuhi, tahap selanjutnya
menentukan situs tanah termasuk ke dalam kelas situs C atau D, yaitu dengan cara menentukan nilai
N
Nilai N ditentukan sebagai berikut :
N = 29.0
Berdasarkan nilai ini, situs di lokasi pembangunan jembatan dapat dikategorikan ke dalam situs
kelas D. Tanah di lokasi pembangunan jembatan tergolong tanah sedang (SD).
83 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 3.22. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik di batuan dasar untuk probabilitas
terlampui 7% dalam 75 tahun
Sumber : Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun, 2017
Gambar 3.23. Peta percepatan puncak di batuan dasar (PGA) untuk probabilitas
terlampaui 7% dalam 75 tahun
Sumber : Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun, 2017
84 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 3.24. Peta respon spectra percepatan 1 detik di batuan dasar untuk probabilitas
terlampui 7% dalam 75 tahun
Sumber : Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun, 2017
Penentuan faktor situs
Tentukanlah faktor situs pada lokasi rencana jembatan berdasarkan kelas situs yang diperoleh ada
Penentuan faktor situs
contoh 6.1 dan paramater di batuan dasar sebagai berikut:
Tentukanlah faktor situs pada lokasi rencana jembatan berdasarkan kelas situs yang diperoleh ada
contoh 6.1 dan paramater di batuan dasar sebagai berikut:
Percepatan puncak di batuan dasar PGA = 0.27 g
Percepatan 0,2 detik di batuan dasar SS = 0.55 g
Percepatan puncak di batuan dasar PGA = 0.27 g
Percepatan 1,0 detik di batuan dasar S1 = 0.27 g
Percepatan 0,2 detik di batuan dasar SS = 0.55 g
Percepatan 1,0 detik di batuan dasar S1 = 0.27 g
Berdasarkan kelas situs dan nilai PGA, SS, serta S1 di atas, maka nilai FPGA, FA, dan FV dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Berdasarkan kelas situs dan nilai PGA, SS, serta S1 di atas, maka nilai FPGA, FA, dan FV dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.30. Faktor amplifikasi untuk PGA dan 0,2 detik (Fpg/Fa)
85 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tabel 2.31. Besarnya nilai factor amplifikasi untuk periode 1 detik (Fv)
Faktor amplifikasi percepatan di batuan dasar FPGA = 1.26 hasil intrpolasi linear
Faktor amplifikasi periode pendek Fa = 1.36 hasil intrpolasi linear
Faktor amplifikasi percepatan pada periode 1 detik Fv = 1.86 hasil intrpolasi linear
Model tipikal respon spektra yang sudah disederhanakan di permukaan tanah diperlihatkan
pada gambar berikut ini.
86 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Koefisien percepatan
Berdasarkan puncak
parameter di atasmuka
makatanah (g)
didapatkan As respon
besaran nilai = FPGA . PGA sebagai
spektra = berikut:
0.3402 g
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 0,2 detik SDS = Fa. Ss = 0.748 g
Koefisien
Nilai percepatan
spektra puncak
permukaan tanahmuka
padatanah (g) 1,0 detik
periode A s =
SD1 FPGA
V . S.1PGA = 0.3402
0.5022 g
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 0,2 detik SDS = Fa . Ss = 0.748 g
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 1,0 detik SD1 = FV . S1 = 0.5022 g
87 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
SD1
Ts =
SDS
= 0.67
To = 0.2 x Ts
= 0.13
88 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Zona gempa ini digunakan untuk menentukan kategori kinerja seismik struktur jembatan. Kategori
kinerja seismik merupakan gambaran variasi risiko seismik dan digunakan untuk penentuan :
1 metode analisis struktur
2 panjang tumpuan minimum
3 detail perencanaan pilar
4 prosedur desain fondasi dan kepala jembatan.
Mengingat kondisi di sebagian besar wilayah pesisir pantai Indonesia rawan terhadap bencana
tsunami, maka jembatan-jembatan yang direncanakan di daerah rawan tsunami harus dikategorikan
sebagai jembatan sangat penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa jembatan-jembatan
tersebut bisa difungsikan saat mitigasi untuk menghindari dari tsunami berlangsung
Jika jembatan yang direncanakan merupakan satu-satunya jembatan untuk mengakses suatu daerah,
maka jembatan tersebut harus didesain dengan kriteria operasional penting.
89 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Tabel 2.34. Faktor modifikasi respon (R) untuk hubungan antar elemen struktur
90 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
91 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Pada Tabel 3.6 terlihat bahwa faktor modifikasi respon R untuk hubungan struktur atas dengan
kepala jembatan dan sambungan siar mulai bernilai 0,8 dan untuk sambungan antara struktur bawah
(pilar dan tiang) dengan struktur atas serta sambungan struktur bawah dengan fondasi bernilai 1,0.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa komponen sambungan berperilaku elastis saat gempa
terjadi sehingga beban gempa bisa disalurkan dengan baik dari struktur atas ke struktur bawah dan
diteruskan ke fondasi. Pembahasan hubungan struktur atas dengan kepala pilar di bahas pada bagian
6.4.
Dengan diterapkannya faktor modifikasi respon R dalam perencanaan struktur jembatan terhadap
beban gempa, hal ini berdampak terhadap detail elemen struktur yang direncanakan untuk
mengalami plastifikasi. Pembahasan terkait detail komponen struktur pemikul gempa dibahas pada
92 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
dimana :
𝑠 𝑠
𝑠 𝑠
-0.2624 -0.9880316
G = 1 +
0.7739 0.89399666
G = 1+ 0.37469469
= 1.2697
93 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
k0 = 0.5
Tekanan Tanah Akibat beban SDL
Psdl = QSDL x ka
= 7.077 kN/m2
Tekanan Tanah Aktif
Pa = H x ɣ x ka
= 86.949 kN/m2
94 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Selanjutnya untuk komponen tekanan tanah pasif yang cenderung mendorong tanah
timbunan yaitu sebagai berikut :
95 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
96 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
97 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
98 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
99 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
100 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
101 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
102 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
103 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
104 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 3.47. Apply Load Temperatur (Suhu Max dan Suhu Min)
105 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
106 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
107 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
108 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
109 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
110 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
111 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
112 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
113 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
114 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
115 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
116 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
117 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Untuk perhitungan pondasi Faktor Modifikasi Respon menggunakan 1 untuk Arah-X dan Arah-Y
118 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
119 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
120 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
121 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
122 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
123 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
124 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
125 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
126 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
127 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
128 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
129 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
130 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
131 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
132 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
133 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
134 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
135 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Dari hasil di dapatkan Axial Force and Moment Capacity < 1 jadi PONDASI mampu menahan
Gaya yang bekerja
136 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
137 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 3.109. Masukkan Jumlah Tulangan, Diameter Tulangan dan Tebal Selimut
138 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
139 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
BAB IV
MIDAS CIVIL
(Rangka Baja A60 dan Pier Tipe Portal dengan MIDAS)
140 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Pemodelan rangka baja standar bentang 60 Meter kelas A dan Bangunan bawa menggunakan
MIDAS.
1. Rangka Baja
141 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
142 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
143 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
144 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Data Jembatan
1 Panjang Bentang Jembatan = 60.000 m
2 Panjang Per Segmen Jembatan = 5.000 m
3 Jarak antar gelagar melintang = 5.000 m
4 Tinggi Rangka = 6.350 m
5 Lebar total bersih jalan = 8.000 m
6 Jumlah Girder Melintang = 13.000 buah
7 Jumlah lajur = 2.000 Jalur
8 Lebar bersih lajur = 3.500 m
9 Total Join satu muka = 25.000 titik
Pembebanan
1 Beban Mati (MS)
a. Beban Mati (MS-Steel)
Berat Sendiri + Sambungan
Faktor Pengali = 1.1
Steel Deck :
Tebal Steel Deck (t) = 1 mm
Berat/m' = 9.5 kg/m'
0.095 kNm
Berat Steel Deck :
Input pd gelagar melintang tengah = 0.475 kN/m
Input pd gelagar melintang Ujung = 0.238 kN/m
Beban Aspal
Berat Jenis Aspal = 22 kN/m3
Tinggi rencana Aspal = 0.05 m
Input pd gelagar melintang tengah = 5.500 kN/m
Input pd gelagar melintang Ujung = 2.750 kN/m
145 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
15
b. Jika Lb ≥ 30 m : Maka q = 9 0.5 + kPa
Lb
Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”. Beban truk
“T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk dapat digunakan
untuk perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban “T” seperti terlihat pada berikut.
146 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
5 Gaya REM
TB1 = 0.25 x WT = 56 kN
= 0.93750000 kN/m
b. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata (BTR)
Beban satu truk rencana PT = 500 kN
= 0.42229167 kN/m
147 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
7 Beban Angin
1. Hitung kecepatan angin rencana pada elevasi rencana
Nilai kecepatan gesekan angin (V0) dan panjang gesekan di hulu jembatan (Z0)
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Struktur jembatan adalah Rangka Baja sehingga nilai Pb diambil 0,0024 Mpa
= 0.004 Mpa
= 4.053 kN/m> 4.4
= 0.002 Mpa
= 2.027 kN/m> 2.2
148 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Hasil perhitungan tekanan angin rencana lebih dari 4.4 kN/m, maka beban angin yang
digunakan adalah sebesar 4.801 kN/m pada bidang tekan, dan 2.400 Pada bidang hisap
Beban angin kendaraan diaplikasikan tegak lurus dengan arah beban kendaraan dan
bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan. Beban angin diaplikasikan sebagai beban
merata yaitu sebesar 1,46 kN/mm.
149 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Beban angin yang terjadi pada kendaraan dapat berupa angin yang mengakibatkan tekan
dan hisap (angkat) pada kendaraan.
150 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
151 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
152 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
153 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
154 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
155 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
156 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
157 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
158 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
159 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
160 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
161 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
162 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Gambar 4.26. Penambahan Titik koordinat Arah Y dan Arah X sesuai Gambar
Gambar 4.27. Penambahan Titik koordinat Arah Y dan Arah X sesuai Gambar
163 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
164 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
165 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
166 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
167 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
168 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
169 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
170 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
171 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
172 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
173 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
174 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
175 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
176 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
177 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
178 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
179 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
180 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
181 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Input Pembebanan
182 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
• Respon Spectrum
183 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
• Kombinasi Pembebanan
184 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
185 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Mendefinisakan Beban Sendiri (Self Weight) dimana berat sendiri Rangka Baja, untuk sambungan
karena tidak dimodelkan pada midas maka berat pelat sambungan dan aksesoris diasumsikan 10%
dari berat total Rangka baja jembatan.
186 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
• Permanen Load
o Define Steel Deck
187 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
188 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
189 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
190 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
191 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
o Define MS-Handrail
192 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
193 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
o Define MS-Trotoar
194 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Sisi Atas
Sisi Bawah
195 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
196 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
X2
X1
197 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
198 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
o MA-Hujan
199 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
200 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
201 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
• Transien Load
o TD-Beban Lajur
202 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
203 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
204 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
205 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
206 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
207 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
208 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
209 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
210 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
211 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
212 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
213 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
214 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
215 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
216 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
217 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
218 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
219 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
220 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
221 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
222 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
223 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
• Output Analysis
o Deformasi Shape
224 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Hasil deformasi dari kombinasi envelope SLS menunjutkan nilainya adalah -162.33 mm Jika di
kontrol dengan Batasan Lendutan Jembatan menggunakan persamaan L/800 = 60000/800 = 75
mm, jadi Batasan maksimumnya adalah 75 mm lebih kecil dari 162.33 mm, Perlu di lakukan
pengecekan yang lebih detail terutama di penggunaan mutu baja dan dimensi profil baja yang di
gunakan.
225 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
226 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
227 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
228 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
229 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
2. Perhitungan Pier
Data
• Tipe Pier : Portal dua tingkat
• Bangunan Atas : Girder Beton 20 M + Rangka Baja A60
• Jumlah Bentang : 2.00 (Dua)
• Mutu Beton : fc’ 30 MPa
• Jenis Pondasi : Tiang Pancang Baja
• Kedalaman Tiang : 42 Meter
230 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
231 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
2.2 Section
232 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
233 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
234 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
235 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
236 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
237 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
238 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
239 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
240 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
241 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
242 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
243 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
244 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Load Cases yang ada di gambar tersebut diatas di samakan Namanya dengan load cases
untuk pier.
245 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
246 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
247 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
Nilai NOL tidak akan bisa di definisikan dalam Nodal Load Table.
248 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
249 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
250 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
251 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
252 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
253 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
254 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
255 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
256 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
257 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
258 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
- Pile Cap
259 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
260 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
261 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
262 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
263 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
264 | T e h n o P r o j e c t
Radinal Bakri, S.T.,M.Eng
265 | T e h n o P r o j e c t