Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga penyusunan Modul 22 Analisis Kinerja Bahan dan
Campuran Berdasarkan Hasil Pengujian ini dapat terlaksana sampai
selesai. Modul ini disusun dengan berbasis kompetensi sesuai standar
kompetensi jabatan, perkembangan teknologi konstruksi di bidang jalan dan
jembatan, serta NSPK terkait bidang jalan dan jembatan yang berlaku.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Penulis dan
seluruh anggota tim yang telah berpartisipasi. Semoga modul ini dapat
membantu meningkatkan kompetensi ASN di lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Marga dalam mewujudkan pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan
yang berkualitas.
i
UCAPAN TERIMA KASIH
TIM TEKNIS
Pengarah
Kepala Pusbangkom Jalan, : Ir. Rezeki Peranginangin, M.Sc., M.M.
Perumahan, dan Pengembangan
Infrastruktur Wilayah
Penanggung Jawab
Kepala Bidang Manajemen Sistem : Ero, S.Pd., M.Pd.
dan Pelaksanaan Pengembangan
Kompetensi
PENYUSUN
Ketua
ii
Diterbitkan Oleh:
Pusbangkom Jalan, Perumahan, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
iii
DAFTAR ISI
E. Waktu ...................................................................................................... 4
D. Rangkuman ........................................................................................... 60
E. Penilaian/Evaluasi ................................................................................. 61
iv
C. Evaluasi Kinerja melalui Interpretasi Hasil Pengujian ........................... 82
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 29 Grafik perkembangan kekuatan beton relative berdasarkan variasi
semen portland ............................................................................................ 70
Gambar 30 Ilustrasi Faktor Air Semen (FAS) pada campuran beton .......... 71
Gambar 31 Ilustrasi kondisi agregat pada saat pencampuran .................... 74
Gambar 32 Grafik Kadar Air vs Faktor Pengembangan .............................. 75
Gambar 33 Hal yang harus dihindari saat pemadatan hamparan campuran
beton ............................................................................................................ 80
Gambar 34 Hal yang harus dihindari saat pemadatan hamparan campuran
beton ............................................................................................................ 80
Gambar 35 Perawatan beton dengan selimut kedap air ............................. 80
Gambar 36 Perawatan beton dengan selimut kedap air ............................. 80
Gambar 37 Grafik perbandingan kuat tekan beton dengan waktu .............. 81
Gambar 38 Perawatan beton dengan membrane cair ................................. 82
Gambar 39 Grafik ukuran saringan dengan persentase lolos saringan ...... 85
Gambar 40 Mesin abrasi los angles ............................................................ 86
Gambar 41 Penghamparan beton di lapangan............................................ 93
Gambar 42 Pengujian Kuat tekan Beton dengan alat Alat Palu Beton ........ 97
Gambar 43 Pengujian Kuat tekan Beton dengan alat Portable Ultrasonic
Digital Indicating Test (PUNDIT).................................................................. 98
Gambar 44 Pengujian Kuat tekan Beton dengan alat Windsor Probe ......... 99
Gambar 45 Spesifikasi baut jembatan ....................................................... 103
Gambar 46 Spesifikasi baut jembatan lanjutan ......................................... 103
Gambar 47 Pengukuran lebar crack dan lebar spalling crack dan sambungan
................................................................................................................... 105
Gambar 48. Klasifikasi Tanah Menurut Panduan Geoteknik ..................... 113
Gambar 49 Alur Penyelesaian Permasalahan Pekerjaan Tanah .............. 115
Gambar 50 Penanganan tanah yang sering dilakukan .............................. 118
Gambar 51 Ilustrasi penentuan kedalaman penyelidikan lapangan untuk
perencanaan timbunan .............................................................................. 121
Gambar 52 Prinsip pengujian konsolidasi ................................................. 129
Gambar 53 Hasil uji konsolidasi ................................................................ 132
vii
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 26 Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Djarwanti dkk, 2009) ............... 114
Tabel 27 Konsistensi Tanah Lempung ...................................................... 115
Tabel 28 Persyaratan pekerjaan tanah yang sesuai dengan spesifikasi ... 116
Tabel 29 Nilai Kisaran Empiris Tanah Lunak dan Gambut (Sumber: CUR
1996).......................................................................................................... 120
Tabel 30 Nilai korelasi qc terhadap parameter kuat geser dan klasifikasi untuk
tanah .......................................................................................................... 122
Tabel 31 Acuan dan Tujuan Pengujian Properties Tanah ......................... 124
Tabel 32 Kriteria Faktor Keamanan ........................................................... 127
Tabel 33 Parameter desain laboratorium geoteknik .................................. 135
Tabel 34 Parameter desain laboratorium geoteknik .................................. 136
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
mengikuti pembelajaran, para peserta pelatihan dapat peserta mampu
menganalisis hasil laboratorium sesuai dengan spesifikasi untuk pelaksanaan
konstruksi bidang Bina Marga sesuai dengan kondisi lapangan.
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta dengan analisis terhadap kinerja bahan
berdasarkan hasil pengujian untuk mengambil keputusan terkait pengawasan
teknis Bidang Bina Marga.
2
3
PETA KEDUDUKAN MODUL
D. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu menganalisis kinerja
bahan berdasarkan spesifikasi untuk pengawasan konstruksi bidang Bina
Marga.
E. Waktu
4
BAB II
PENGUJIAN DALAM PEKERJAAN
CAMPURAN BERASPAL
Indikator Keberhasilan
Peserta mampu menganalisis kinerja bahan berdasarkan hasil pengujian
dengan spesifikasi untuk pekerjaan campuran beraspal.
A. Campuran Beraspal Panas Secara Umum
Perkerasan jalan nasional terutama perkerasan aspal seringkali mengalami
penurunan kekuatan dan kenyamanan yang terjadi dalam waktu yang cepat
maupun lama. Penyebab utama isu ini adalah 2 komponen utama Over
Dimension dan Over Loading (ODOL). Penurunan ini juga umumnya
disebabkan oleh kelebihan beban pada lintasan (overloading), buruknya
kualitas pekerjaan pada pelaksanaan konstruksi jalan (bad construction),
perubahan permukaan perkerasan akibat tingginya suhu permukaan jalan
(high pavement temperature), dan kerusakan yang terjadi lebih cepat setelah
perbaikan (early damage). Kerusakan perkerasan jalan yang sering dijumpai
ini menjadi isu yang penting untuk dibahas.
Kerusakan perkerasan ini tidak mungkin di hindari karena dalam pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pd T-01-2002-B) perkerasan jalan
direncanakan untuk mengalami kerusakan, tetapi dengan waktu tertentu dan
rentan kerusakan yang telah ditentukan. Kerusakan utama pada lapisan
beraspal akibat dari respon perkerasan seringkali berupa deformasi plastis
(akibat beban), oksidasi, penuaan, retak, lubang dan lainnya (pengaruh
lingkungan), keausan permukaan akibat beban traffic, dan bleeding akibat
permasalahan campuran.
Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak
akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat,
meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai.
Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga
jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan
terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat
tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat
campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum
yang digunakan.
Pekerjaan campuran beraspal ini adalah salah satu pekerjaan mayor yang
harus menjadi perhatian lebih dalam pelaksanaan konstruksi jalan. Proses
perancangan perkerasan ini termasuk dalam mewujudkan keselamatan,
7
kemanan, kelancaran, ekonomis, kenyamanan, dan ramah lingkungan yang
telah diamanatkan dalam tujuan kriteria teknis jalan menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 19 tahun 2011.
Sebelum dilakukan perencanaan desain perkerasaan terlebih dahulu kita
harus mengetahui ketentuan-ketentuan jenis perkerasan tersebut, menurut
Sukirman (1992) berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan
jalan dapat dibedakan atas hal berikut.
1. Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen adalah suatu konstruksi
(perkerasan) dengan bahan baku agregat dan menggunakan semen sebagai
bahan ikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan di atas
tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Pada perkerasan kaku
daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.
2. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah
dasar yang telah dipampatkan dan menggunakan aspal sebagai bahan
ikatnya. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas
dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya.
3. Lapisan komposit
Perkerasan komposit adalah kombinasi antara perkerasan kaku dengan
perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau
perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Setelah dipilih jenis perkerasan yang akan direncanakan maka tahap
selanjutnya adalah perencanaan dengan metode pemilihan perencanaan
jenis perkerasan menururt perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-
14-2003 dengan didasarkan pada:
a. Perkiraan lalu-lintas dan kompisisinya selama umur rencana
b. Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dengan CBR (%)
c. Kekuatan beton yang digunakan
d. Jenis bahu jalan
e. Jenis perkerasan
8
f. Jenis penyaluran beban
9
sampai disana diperlukan juga evaluasi di tahap pelaksanaan yaitu pada
produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) dan Penghamparan Hot Mixing Asphalt
(HMA) di lapangan. Tahap akhir evaluasi pekerjaan campuran adalah pada
tahap operasional. Open traffic saat masa layan perlu dilakukan pemantauan
untuk mencegah terjadinya kerusakan prematur yang terjadi pada awal
pembukaan.
1. Tahap Perancangan
Pada tahap perancangan diperlukan uji properties dari setiap bahan yang
akan digunakan. Uji properties adalah pengujian yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui sifat fisik bahan yang mengindikasi jenis dan kondisi tanah.
Selain itu pengujian indeks properties tanah memberikan informasi mendetail
tentang jenis bahan beserta sifat fisik-mekanik bahan. Pengujian yang
dilakukan dalam setiap pengujian bahan diatur dalam SNI dan ASTM. Berikut
adalah acuan pengujian dalam uji properties bahan campuran beraspal:
Tipe II Aspal
Tipe I
Modifikasi
Metoda Aspal
No. Jenis Pengujian Elastomer
Pengujian Pen.60-
Sintetis
70
PG70 PG76
1. Penetrasi pada 25C SNI 60-70 Dilaporkan (1)
(0,1 mm) 2456:2011
2. Temperatur yang SNI 06-6442- - 70 76
menghasilkan Geser 2000
Dinamis (G*/sinδ) pada
osilasi 10 rad/detik ≥ 1,0
kPa, (°C)
3. Viskositas Kinematis ASTM ≥ 300 ≤ 3000
135C (cSt) (3) D2170-10
10
4. Titik Lembek (C) SNI > 48 Dilaporkan (2)
2434:2011
5. Daktilitas pada 25C, SNI > 100 -
(cm) 2432:2011
6. Titik Nyala (C) SNI > 232 > 230
2433:2011
7. Kelarutan dalam AASHTO > 99 > 99
Trichloroethylene (%) T44-14
8. Berat Jenis SNI > 1,0 -
2441:2011
9. Stabilitas Penyimpanan: ASTM D - ≤ 2,2
Perbedaan Titik Lembek 5976-00 Part
(C) 6.1 dan
SNI
2434:2011
10. Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639- ≤ 2
2002
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-
03-6835-2002) :
11. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441- < 0,8 < 0,8
1991
12. Temperatur yang SNI 06-6442- - 70 76
menghasilkan Geser 2000
Dinamis (G*/sinδ) pada
osilasi 10 rad/detik ≥ 2,2
kPa, (°C)
13. Penetrasi pada 25C (% SNI > 54 > 54 ≥ 54
semula) 2456:2011
14. Daktilitas pada 25C SNI > 50 > 50 ≥ 25
(cm) 2432:2011
11
Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada
temperatur 100C dan tekanan 2,1 MPa
15. Temperatur yang SNI 06-6442- - 31 34
menghasilkan Geser 2000
Dinamis (G*sinδ) pada
osilasi 10 rad/detik ≤
5000 kPa, (°C)
12
Material lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM Maks. 1%
C117:2012
13
Ketika dilakukan pengambilan aspal, sering kita jumpai bahwa bahan aspal
dapat mengalami penurunan kualitas bila kita tidak melakukan tindakan yang
benar dalam penyimpanannya. Nilai bahan bila tidak dilakukan penyimpanan
dengan baik akan mengalami penurunan karena terpengaruhi oleh
lingkungan mulai dari suhu, kelembapan dan pengaruh bahan lain. Untuk itu
perlu dilakukan penanganan dalam mempertahankan kualitas aspal.
14
beberapa hal yang diakibatkan dari berat jenis atau tingkat kepadatan yang
tidak sesuai, yang berpengaruh terhadap aging pengikat.
Penurunan nilai aging juga dapat diketahui dengan pengujian TFOT atau
sering disebut pengujian kehilangan atau penurunan berat minyak dan aspal.
Kehilangan atau penurunan berat minyak dan aspal, adalah selisih berat
15
sebelum dan sesudah pemanasan pada tebal dan suhu tetentu. Mencakup
persiapan benda uji, peralatan, dan cara pengujian kehilangan berat minyak
dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu.
Nilai kehilangan berat minyak ini tidak boleh terlalu besar, karena dalam
pemakaiannya zat minyak pada aspal ini berfungsi sebagai pelapis pekerasan
jalan dari suhu yang berubah-ubah. Pada jalan yang sudah dipakai lama, zat
minyaknya akan berkurang dan hilang sehingga mengakibatkan jalan
tersebut menjadi getas/pecah-pecah dan berlubang.
16
(DSR). Pengujian aspal ini ditunjukan untuk memperbaiki sifat campuran
beraspalnya.
Bukan hanya kualitas aspal saja yang harus dilakukan evaluasi, kualitas
agregat juga sangat penting terhadap pengendalian mutu rancangan
campuran beraspal perkerasan lentur. Seluruh spesifikasi perkerasan
mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran
tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam proporsi
tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan
menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran.
Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak,
diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat
diukur.
17
Suatu campuran dikatakan bergradasi sangat rapat bila persentase lolos
dari masing-masing saringan memenuhi persamaan berikut:
𝑑
𝑃 = 100( )𝑛
𝐷
Dengan pengertian :
n = 0,35 – 0,45
Campuran dengan gradasi ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap
terhadap air dan memiliki berat isi yang besar.
18
Gambar 4 Grafik Gradasi Agregat
a. Tahapan JMF
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila
diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.
Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus
direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal
yang memenuhi kriteria:
19
2) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang
cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.
4) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau lebih dikenal dengan JMF
(Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi dari beberapa fraksi agregat
dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kinerja
perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan campuran kerja dilakukan
dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan
yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran
Rencana (FCR) yang dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi
FCK apabila dari hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan
di lapangan telah memenuhi persyaratan. Perencanaan campuran ini berlaku
untuk jenis-jenis campuran Lapis tipis aspal pasir (Latasir), Lapis beton aspal
(Laston) dan Lapis tipis aspal beton (Lataston).
20
b. Tahapan pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK)
21
campuran yang ditentukan harus sesuai dengan gradasi yang
direncanakan berdasarkan material dari bin dingin (cold bin).
b) Melakukan pengujian Marshall dan volumetrik (VMA, VIM dan
VFA) untuk mengetahui karakteristik dari campuran beraspal
dengan kadar aspal yang bervariasi.
c) Mengevaluasi hasil pengujian dan menentukan kadar aspal
optimum dari campuran.
8) Melakukan percobaan pencampuran di unit pencampur aspal (AMP)
dan mengevaluasinya.
9) Melakukan percobaan pemadatan di lapangan dan
membandingkannya dengan kepadatan laboratorium serta
mengevaluasinya.
Jika semua tahapan telah dilaksanakan dan telah memenuhi semua
persyaratan, maka formula akhir tersebut disebut Formula Campuran Kerja
(FCK). Jika ada salah satu persyaratan yang tidak terpenuhi maka langkah-
langkah tersebut harus diulang.
22
Dalam pelaksanaan pengujian terdapat kesalahan yang sering terjadi yang
harus dihindari, berikut adalah beberapa kesalahan yang harus dihindari:
1. Pemaksaan Gradasi
100
Prosen Lolos (%)
80
60
Gradasi Lapangan JMF
40
20
0
0,075 0,3 0,6 2,36 4,75 9,5 12,7 19,0
23
Berdasarkan 9,28 6,28 3,97 50,20 65,21 78,09
BJ eff
hitungan
Berdasarkan 8,65 5,65 3,34 53,58 68,72 81,58
BJ eff Gmm
Pengaruh perbedaan metode pada pembuatan benda uji akan terlihat pada
parameter berat jenis benda uji, ini bisa diakibatkan dengan pola tumbukan
yang tidak seragam. Pola tumbukan yang tidak seragam dapat
mengakibatkan pemadatan yang tidak merata dan mengakibatkan rongga
yang terbentuk menjadi lebih besar.
3. Lain-lain
a. Uji kepipihan
Keteledoran uji kepipihan ini dapat mengakibatkan agregat kasar yang
terdapat pada benda uji menjadi lebih tipis mudah pecah atau memiliki
sedikit bidang pecah. Bidang pecah sangat berpengaruh pada kemampuan
agregat untuk saling mengunci (interlocking) setelah menjadi campuran
beraspal.
b. Uji angularitas
Pengujian ini sangat menentukan kualitas dari suatu agregat yang
digunakan dalam campuran beraspal. Oleh karena itu kesalahan pada
pengujian ini dapat mengakibatkan parameter dari pengujian marshall tidak
mencapai nilai yang disyaratkan.
24
benda uji yang telah disyaratkan dalam Spesifikasi Umum Teknis Bina Marga
2018 Versi 1.
2. Tahap Pelaksanaan
Hal yang selau diperhatikan dalam proses pencampuran AMP adalah pada
pengoperasian unit ayakan panas (hot screening unit). Pada tahapan ini
sering terjadi pelimpahan agregat, pelimpahan ini pada kondisi normal terjadi
kurang dari 5% dan cenderung konstan sehingga tidak mengganggu kualitas
campuran aspal panas (hot mix) yang akan di produksi.
25
itu tindakan pengawasan terhadap truk pengangkut campuran yang harus
dilakukan yaitu:
Tabel 5 Ketentuan Viskositas & Temperatur Aspal untuk Pencampuran dan Pemadatan
26
Perkiraan Temperatur
Viskositas
No Proserdur Pelaksanaan Aspal (°C)
Aspal (Pa.s)
Tipe I
1 Pencampuran Benda 0,17 ± 0,02 155 ± 1
Uji Marshall
2 Pemadatan benda uji 0,28 ± 0,03 145 ± 1
Marshall
3 Pencampuran, rentang 0,2 - 0,5 145 - 155
temperature sasaran
4 Menuangkan campuran ± 0,5 135 - 150
beraspal dari alat
pencampur ke dalam
truk
5 Pemasokan ke Alat 0,5 – 1,0 130 - 150
Penghampar
6 Pemadatan Awal (roda 1-2 125 - 145
baja)
7 Pemadatan Antara 2 – 20 100 - 125
(roda karet)
8 Pemadatan Akhir (roda < 20 > 95
baja)
27
- Rongga dalam campuran pd. Setiap 3.000 ton
Kepadatan Membal dan Rasio
VCAmix/V drc (untuk SMA)
- Campuran Rancangan (Mix Setiap perubahan agregat/rancangan
Design) Marshall
Lapisan yang dihampar
- Benda uji inti (core) berdiameter Benda uji inti paling sedikit harus
4” untuk partikel ukuran maksimum diambil dua titik pengujian per
1” dan 6” untuk partikel ukuran di penampang melintang per lajur
atas 1”, baik untuk pemeriksaan dengan jarak memanjang antar
pema-datan maupun tebal lapisan penampang melintang yang diperiksa
bukan perata: tidak lebih dari 100 m.
Toleransi Pelaksanaan
- Elevasi permukaan, untuk Paling sedikit 3 titik yang diukur
penampang melintang dari setiap melintang pada paling sedikit setiap
jalur lalu lintas 12,5 meter memanjang sepanjang
jalan tersebut.
Tahap akhir pengendalian mutu dilapangan adalah pengambilan core drill dari
hasil penghamparan aspal. Hindari melakukan pekerjaan core drilling yang
tidak sesesuai spesifikasi yang telah diatur untuk menghindari kegagalan
konstruksi. Selain itu adapa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengujian kepadatan dengan core drill:
1. Contoh uji yang diambil dari lapangan pada umumnya basah karena pada
saat pengambilan contoh dibantu dengan semprotan air.
2. Penimbangan contoh uji untuk mencari berat kering tidak boleh dilakukan
dengan tergesa-gesa. Misalnya pengambilan contoh uji malam hari dan
kemudian penimbangan dilakukan pada pagi hari, hal tersebut dapat
mengakibatkan contoh uji masih mengandung kadar air, dan berakibat
berat contoh menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya. Dengan berat
28
contoh yang lebih tinggi tersebut kepadatan menjadi lebih tinggi dari yang
sebenarnya.
3. Penimbangan contoh uji harus dilakukan setelah beratnya konstan.
Artinya tidak ada perubahan berat akibat kadar air yang masih
dikandungnya menguap, atau dengan kata lain penimbangan harus
dilakukan setelah contoh uji benar-benar kering. Pada umumnya sebelum
pengujian contoh uji harus diangin-angin atau dijemur terlebih dahulu
untuk menghilangkan kadar air yang mungkin masih dikandungnya,
sampai tercapai berat konstan.
29
Gambar 1 Alat Benkelman Beam
Karakteristik truk yang digunakan sebagai penyebab beban pada titik yang
hendak diukur lendutannya adalah sebagai berikut:
a) Berat kosong truk (5 ± 0,1) ton.
b) Sumbu belakang truk adalah sumbu tunggal roda ganda.
c) Beban masing-masing roda belakang ban ganda adalah (4,08 ± 0,045 ton)
atau (9000 ± 100) lbs. Beban sumbu belakang truk sama dengan sumbu
standar 18.000 lbs.
30
Temperatur udara dan temperatur permukaan jalan diukur bersamaan
dengan pengukuran lendutan dengan menggunakan alat seperti tampak pada
Gambar 9.
Sumber: No.01/MN/B/1983
Gambar 4 Hubungan Lendutan Dengan Permbacaan Dial Alat Benkelman Beam
Besarnya lendutan balik dipengaruhi oleh temperatur, beban dan muka air
tanah pada saat pengukuran. Prosedur pengukuran mengikuti Pd T-05-2005-
31
B tentang Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan alat
Benkelman Beam.
Nilai lendutan balik harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor
musim) dan koreksi temperature serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji
tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya dapat dicari dengan:
32
Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI 03-2416-1991 (Metoda
Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam) dan
pada Pd T-05-2005-B berikut ini.
Catatan :
Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm.
Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10 cm
Sumber: Pd T-05-2005-B
33
38 0,97 0,94 64 0,78 0,63
40 0,95 0,90 66 0,77 0,62
42 0,93 0,87 68 0,77 0,61
44 0,91 0,84 70 0,76 0,59
Sumber: Pd T-05-2005-B
Tabel 8 Temperatur tengah (Tt) dan bawah (Tb) lapis beraspal berdasarkan data
temperatur udara (Tu) dan temperature permukaan (Tp)
34
68 40,5 38,4 33,9 32,9 31,4 30,5
69 41,1 39,0 34,4 33,3 31,8 30,9
70 41,7 39,5 34,9 33,8 32,3 31,4
71 42,2 40,1 35,4 34,3 32,8 31,8
72 42,8 40,6 35,8 34,8 33,2 32,3
73 43,4 41,2 36,3 35,2 33,7 32 8
74 44,0 41,7 36,8 35,7 34,1 33,2
75 44,6 42,3 37,3 36,2 34,6 33,7
76 45,2 42,9 37,8 36,7 35,0 34,1
77 45,8 43,4 38 3 37,1 35,5 34,6
78 46,4 44,0 38,7 37,6 36,0 35,0
79 47,0 44,5 39,2 38,1 36,4 35,5
80 47,6 45,1 39,7 38,6 36,9 35,9
81 48,2 45,6 40,2 39,0 37,3 36,4
82 48,8 46,2 40,7 39,5 37,8 36,8
83 49,4 46,8 41,2 40,0 38,3 37,3
84 50,0 47,3 41,6 40,5 38,7 37,7
85 50,6 47,9 42,1 40,9 39,2 38,2
Sumber: Pd T-05-2005-B
Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) terdiri dari rangkaian alat yang
ditarik oleh kendaraan penarik seperti pada Gambar 12.
35
Gambar 6 Alat Falling Weight Deflectometer (FWD)
Prinsip kerja alat FWD adalah memberikan beban impuls kepada perkerasan
jalan melalui plat beban berbentuk lingkaran yang efekna merupakan simulasi
dari beban sumbu standar yang bergerak. Beban impuls berupa beban yang
dijatukan dari ketinggian tertentu, menimbulkan lendutan yang efeknya
ditangkap oleh 7 buah deflector atau geophone yang diletakkan pada jarak-
jarak tetentu yaitu 0, 30, 40, 60, 90, 120, dan 150 cm dari pusat beban.
36
Gambar 7 Diagram Cekung Lendutan
Hasil dari pengukuran FWD berupa cekung lendutan dan dengan perhitungan
balik (back calculations) dapat dihitung modulus resilent tanah dasar dan
bahan lapis perkerasan.
Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai
lendutan ini harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan
koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat
sebesar 4,08 ton). Besarnya lendutan langsung adalah sesuai Rumus 4
sebagai berikut:
𝑑𝐿 = 𝑑𝑓1 × 𝐹𝑡 × 𝐶𝑎 × 𝐹𝐾𝐵−𝐹𝑊𝐷 …………………….........................……….(4)
dengan:
dL = lendutan langsung [mm]
df1 = lendutan langsung pada pusat beban [mm]
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35o, untuk
tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm gunakan Rumus 2, untuk
tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm
gunakan Rumus 4.3, atau dapat menggunakan Tabel 8 atau pada
Gambar 11 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL ≥ 10
cm)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung
dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu:
37
TL = 1/3 (𝑇𝑝 + 𝑇𝑡 + 𝑇𝑏 )
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 9
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 9
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka
air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air
tanah tinggi
FKB-FWD= faktor koreksi beban uji Falling Weight Deflectometer (FWD)
= 4,08 × (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑈𝑗𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑜𝑛)(−1)
Selain FWD di atas, dikenal juga FWD yang dikembangkan dan dibuat oleh
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) dengan nama APJK, seperti
pada penjelasan berikut ini.
38
menimbulkan beban impuls pada permukaan jalan tersebut. Pada plat yang
menempel dipermukaan jalan tersebut, dipasang sensor-sensor untuk
merekam defleksi yang ditimbulkan. Sensor-sensor tersebut dihubungkan
dengan program komputer, sehingga karakteristik dari kondisi jalan yang diuji
dapat terbaca melalui layar monitor. Berikut ini akan diperlihatkan gambar
mengenai karakteristik Kondisi jalan yang diuji menggunakan APJK.
Prinsip-prinsip dasar komponen utama dan system kerja dari APKJ, tetap
mengacu kepada standard referensi AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Officials) dan ASTM (American Standard Testing
and Material). Beban pelat terdiri dari susunan pelat atau tanpa pelat dengan
masingmasing berat pelat 25 kg, yang ditempatkan disisi kanan dan kiri, dan
dikunci dengan karet penyangga. Batang karet penyangga bermacam ukuran,
di mana penggunaannya disesuaikan dengan jumlah pelat beban, sedangkan
jumlah pelat beban ditentukan dari berat massa yang dibutuhkan,
sebagaimana diperlihatkan pada gambar komponen APJK di bawah ini.
39
Sumber : Manual Pengoperasian FWD BIMA
Gambar 9. Komponen Alat Pengujian Kekuatan Jalan (FWD BIMA)
Benda uji inti paling sedikit diambil 2 buah per penampang melintang per lajur
dengan jarak memanjang antar penampang melintang yang diperiksa tidak
lebih dari 100 m. Benda uji inti digunakan untuk menguji kepadatan beton
aspal dan ketebalan yang dihasilkan. Kepadatan hasil pemadatan di lapangan
ketebalan yang dihasilkan.
40
Jenis Kepadatan Jumlah Kepadatan Nilai
Campuran yang benda uji per Minimum minimum
Aspal disyaratkan segmen Rata-rata (% setiap
(% JSD) JSD) pengujian
untuk 1 tunggal (%
benda uji JSD)
Station Km
Linkid Latitude Longitude Altitude Direction
Id Post
41
4 020 48.500 -6.8287017 110.830595 25.6 O
42
94.30 85.40 78.00 67.10 55.00 42.30
93.00 84.70 77.30 66.40 54.70 43.20
341.20 250.50 177.40 129.20 105.70 77.10
332.20 253.30 173.80 128.80 104.40 77.80
166.60 136.30 112.40 91.40 70.00 53.10
166.20 136.30 112.00 91.10 69.10 52.00
54.70 52.50 47.80 41.70 33.60 25.60
54.30 51.70 47.80 41.40 33.70 25.80
DF8 DF9
(0.001 (0.001 YEAR COMMENT
mm) mm)
43
Gambar 10 Kondisi Jalan Kudus-Semarang
LOCATION
0+100 L 0+050 R 0+125 L 0+925 L 1+200 R
STATION
Jenis campuran WC BC WC BC WC BC WC WC BC
1 Ketebalan (cm) 4.0 6.0 3.9 4.1 4.5 8.4 5.0 5.3
Berat contoh
2 (g) 683.7 1204.4 680.1 917.7 756.2 1500.2 852.3 906.8
di udara
Berat contoh
3 (g) 377.9 680.4 394.2 513.9 423.2 856.8 487.7 517.7
dalam air
Berat contoh
di udara
4 (g) 686.2 1213.3 692.3 919.3 759.3 1515.6 857.5 911.5
kering
permukaan
44
#
D
Berat jenis #
I
6 (g/cc) 2.218 2.260 2.281 2.264 2.250 2.277 2.305 2.303 DI
bulk (2:5) V
/ V/
0! 0!
Berat jenis 2.
bulk 2
7 (g/cc) 2.28 2.263 2.28 2.263 2.28 2.263 2.28 2.28
pengujian 6
lab 3
#
Kepadatan D
campuran I
#
8 (%) 97.3 99.9 100.1 100.0 98.7 100.6 101.1 101.0 DI
beraspal V
(6/7 x 100) / V/
0! 0!
RATA-
9 (%)
RATA
PENGUJIAN RATA
JENIS PENGUJIAN SATUAN - JMF
I II RATA
Gram
Berat Aspal E= (A - D) 44.70 40.80
F = (E/A * (5,40
% Aspal / Kadar Aspal % 5.22 5.17 5.20
100%) (0,3 + ))
45
PERSEN
BERAT BERAT
UKURAN PERSEN PERSEN PERSEN PERSEN LOLOS SPEC
TERTAHAN LOLOS
TERTAHAN
SARINGAN TERTAHAN TERTAHAN LOLOS RATA- .
(KUMULATIF) (KUMULATIF)
RATA
12.70 1/2 109.70 13.52 86.48 109.40 14.62 85.38 85.93 75-90
9.52 3/8 257.50 31.73 68.27 225.30 30.10 69.90 69.08 66-82
4.75 NO. 4 471.20 58.07 41.93 434.60 58.07 41.93 41.93 46-64
2.38 NO. 8 585.20 72.11 27.89 537.60 71.83 28.17 28.03 30-49
1.19 NO. 16 667.20 82.22 17.78 614.30 82.08 17.92 17.85 18-38
0.59 NO. 30 710.70 87.58 12.42 654.00 87.39 12.61 12.52 12-28
0.28 NO. 50 739.40 91.12 8.88 680.40 90.91 9.09 8.99 7-20
NO.
0.15 759.70 93.62 6.38 699.00 93.40 6.60 6.49 5-13
100
NO.
0.075 777.90 95.86 4.14 716.30 95.71 4.29 4.21 4-8
200
BERAT
811.50 100 0 748.40 100 0 0.00
CONTOH
46
e. Pengujian berat jenis maksimum campuran beraspal hasil core drilling
ASSHTO T 209-82
47
Gambar 11. Contoh Hasil Uji Properties JMF
48
Gambar 12. Contoh Hasil Uji Analisis Saringan JMF
49
Indikasi penyebab kerusakaan perkerasan jalan telah diatur dalam manual
preservasi jalan dan terdapat kerusakan yang diakibatkan oleh kesalahan
campuran beraspal, berikut adalah beberapa contoh kerusakan perkerasan
jalan yang disebabkan oleh campuran beraspal:
50
2) Kategori retak tinggi (lebar retakan > ½ inci dan banyak).
Mengupas/milling dan mengganti lapisan aspal yang retak dengan
overlay.
Retak Blok (Block Cracks) merupakan retak pada perkerasan yang saling
membagi menjadi kepingan segi empat. Blok berbagai ukuran dari sekitar
0,1 m2 (1 ft2) sampai 9 m2 (100 ft2).
Penyebab retak blok adalah:
1) Kurangnya kadar aspal dalam campuran.
2) Penuaan Aspal.
3) Perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
Penanganan pada retak blok, tergantung pada tingkat kerusakan dan luas
retak yaitu:
51
1) Kategori kerusakan rendah (lebar retakan < 1/2 inci dan jarang).
Lakukan Seal Cracking untuk mencegah :
a) Masuknya Uap Air Ke Dalam Tanah Dasar Melalui Celah-Celah.
b) Raveling Lebih Lanjut Dari Tepi Retak.
2) Kategori kerusakan tinggi (lebar retakan > ½ inci dan banyak). Milling
dan ganti lapisan aspal yang retak dengan overlay.
52
Penanganan pada retak bulan sabit dengan cara pengupasan bagian
yang rusak dan pelapisan kembali (patching).
Masalah yang dihasilkan jika tidak dilakukan penanganan dalam
pemeliharaan jalan adalah:
53
4) Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.
e) Kegemukan (bleeding)
Kegemukan (bleeding) merupakan munculnya lapisan film aspal pada
permukaan jalan. Biasanya permukaan jalan mengkilap, seperti kaca.
54
2) Kelebihan pengikat aspal selama aplikasi bitumen surface
treatment.
3) Rongga udara yang terlalu kecil.
f) Delaminasi (Delamination)
Delaminasi merupakan terkelupasnya lapisan permukaan yang ada (hasil
overlay) dengan lapisan permukaan yang lama, berbentuk seperti lubang,
namun pada dasar lubang tersebut terlihat permukaan lapisan permukaan
yang lama.
Penyebab terjadinya kerusakan delaminasi yaitu:
1) Kurangnya ikatan antar lapis permukaan dan lapis bawahnya atau
terlalu tipisnya lapis permukaan.
2) Kurangnya ikatan antar lapis permukaan dan lapis bawahnya.
55
Gambar 18 Contoh kerusakan delaminasi (delamination)
56
Pelepasan Butir (Revelling) adalah terlepasnya sebagian butiran-butiran
agregat pada permukaan perkerasan yang umumnya terjadi secara
meluas.
Penyebab terjadinya kerusakan pelepasan butir (revelling) karena
hilangnya ikatan antara partikel agregat dan aspal sebagai akibat dari:
1) Lapisan debu pada partikel agregat
2) Segregasi agregat
3) Pemadatan selama konstruksi yang tidak memadai
57
h) Pengelupasan Butir (Stripping)
Pengelupasan Butir (Stripping) adalah hilangnya ikatan antara agregat
dan pengikat aspal yang biasanya dimulai di bagian bawah lapisan
perkerasan dan naik ke atas.
58
Penanganan pada kerusakan pengelupasan butir dapat dilakukan
dengan cara:
1) Bottom-up stripping sangat sulit untuk dikenali karena ia
mewujudkan dirinya pada permukaan perkerasan dalam bentuk
lain seperti alur, corrugations, raveling, atau retak.
2) Corring dilakukan untuk dapat mengidentifikasi stripping sebagai
penyebab kerusakan pada jalan.
3) Penyelidikan harus dilakukan untuk bagaimana air bisa masuk
4) Perkerasan dapat dikupas/milling dan dilapis ulang setelah
permasalahan drainase diselesaikan terlebih dahulu.
59
Pengausan (Polished Aggregate) kerusakan yang terjadi area perkerasan
dimana permukaan agregat tidak lagi di selimuti oleh bahan pengikat
(aspal ataupun semen).
Penyebab terjadinya kerusakan pengausan adalah:
1) Penuaan aspal.
2) pengulangan lintasan kendaraan.
3) berkurangnya kohesi aspal terhadap agregat.
4) menggunakan agregat yang kurang kasar.
60
Survey dapat menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) atau
Benkelman Beam (BB). Hasil survey kinerja perkerasaan di lapangan
merupakan informasi penting untuk memperlihatkan indikator apakah
pekerjaan penghamparan menghasilkan hasil optimal atau tidak. Evaluasi
perlu dilakukan secara menerus untuk menjaga perkerasan tetap dalam
kondisi yang baik.
E. Penilaian/Evaluasi
Jawablah pertanyaan berikut, untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap
materi ini!
1. Jelaskan yang dimaksud dengan VIM, VMA dan VFB dan mengapa
harus dibatasi?
2. Pada pekerjaan campuran beraspal apabila terjadi kerusakan hanya
dalam beberapa bulan setelah dibuka untuk lalu lintas. Dibutuhkan
evaluasi apa saja untuk menentukan indikasi penyebab kerusakan
tersebut?
3. Menurut Spesifikasi Umum 2018, bagaimanakah cara menentukan JSD?
4. Sebut dan jelaskan urutan JMF, sampel manakah yg menjadi acuan saat
pelaksanaan?
5. Melalui pengujian apakah efek dari penuaan aspal di lapangan
disimulasikan di laboratorium?
61
Presentase Pencapaian Tindak Lanjut
90-100% Baik Sekali Anda dapat melanjutkan materi ke
BAB III
80-89% Baik Anda dapat melanjutkan materi ke
BAB III
70-79% Sedang Anda harus mengulang materi yang
belum dikuasai pada BAB II
<60% Kurang Anda harus mengulang materi yang
belum dikuasai pada BAB II
62
BAB III
PENGUJIAN DALAM PEKERJAAN BETON
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu menganalisis kinerja
beton
A. Beton Secara Umum & Permasalahannya
Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah
membentuk massa padat. Bila campuran tanpa menggunakan agregat kasar
akan menjadi mortar semen, sedangkan bila terdiri dari dua campuran air
dengan semen akan menjadi pasta semen atau acian.
Beton adalah bahan yang mudah dibentuk yang bersifat plastis, dengan
sifatnya yang plastis dapat mengisi ruang yang disediakan dengan setting
tertentu dapat menjadi elemen struktural bangungan tertentu setelah
mengalami pengerasan seperti fondasi, balok, kolom, plat lantai atau dinding.
Sistem produksi beton yang sering kita jumpai yaitu dengan 3 cara yaitu
dengan cara pengadukan dengn tangan, pengadukan dengan alat manual
yaitu mesin pengaduk dan pengadukan dengan peralatan batching plant.
65
7) Kekuatan tarik kecil dibandingkan dengan kekuatan tekan
8) Kegagalan setelah beton keras sulit dan mahalnya perbaikan
66
Mutu Beton Tidak Tercapai
Perencanaan Perbaikan
Pelaksanaan
• Curing
• Alat
• • Grooving
• Bahan Penakaran
• • Penggergajian
• Mix Design dan Trial Mix Pengadukan
• Pengecoran • Finishing
• Pemadatan
Struktur spesifikasi teknik yang berlaku teridiri dari 5 garis besar yaitu
penjelasan umum, persyaratan (terdiri dari standar rujukan, toleransi, bahan
dan persyaratan kerja), pengendalian mutu (penerimaan bahan, jaminan
mutu, perbaikan dan pemeliharaan), pengukuran dan pembayaran
(pengukuran dan dasar pembayaran).
67
bertulang, diafragma non pratekan, kereb
beton pracetak, gorong-gorong beton
bertulang, bangunan bawah jembatan,
perkerasan beton semen.
Kuat Lentur pada umur 28 hari (1) SNI 4431:2011 4,7 (2)
untuk Beton Percobaan
Campuran(2) min. (MPa)
Kuat Lentur pada umur 28 hari (1) SNI 4431:2011 4,5 (2)
untuk pada Perkerasan Beton
Semen (2) (pengendalian produksi)
min. (MPa)
68
yang diambi dari Dua Lokasi dalam
Takaran Beton
Slump (mm) 25
69
Gambar 23 Grafik perkembangan kekuatan beton relative berdasarkan variasi
semen portland
Contoh kasus:
Faktor air semen berpengaruh untuk kuat tekan beton dan modulus
elastisitas beton. Semakin tinggi nilai FAS (Faktor Air Semen) pada
campuran beton maka nilai kuat tekan dan modulus elastisitas akan
semakin rendah. Hubungan antara kuat tekan dengan modulus
70
elastisitas beton setelah kering semakain tinggi nilai kuat tekannya,
maka semakin tinggi pula modulus elastisitasnya.
Berikut ini adalah ilustrasi perbandingan faktor air semen:
3) Air
4) Agregat
71
2 SNI 6889-2014 Tata Cara Pengambilan Contoh Uji
Agregat (Astm D75/D75m-09, Idt)
6 SNI ASTM C117-2012 Metode Uji Bahan Yang Lebih Halus Dari
Saringan 75 µm (NO. 200) Dalam Agregat
Mineral Dengan Pencucian (ASTM C117-
2004, IDT)
7 SNI 7619-2012 Metode Uji Penentuan Persentase Butir
Pecah Pada Agregat Kasar
11 SNI 1969 : 2008 Cara Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Air
Agregat Kasar
12 SNI 1970 : 2008 Cara Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Air
Agregat Halus
72
13 SNI 03-4804-1998 Metode Pengujian Berat Isi Dan Rongga
Udara Dalam Agregat
5) Bahan tambah
73
Dalam Penakaran bahan kita perlu mengetahui beberapa kondisi bahan
seperti 4 kondisi bahan agregat yaitu seperti kering oven, kering udara,
kering SSD dan kondisi basah yang di ilustrasikan dalam gambar berikut:
74
Gambar 26 Grafik Kadar Air vs Faktor Pengembangan
B1 = berat semen/m3
B2 = berat air/m3
75
Cm = kadar air agregat halus (%)
Semen, tetap = B1
Contoh:
Semen = 385 kg
Jika resapan agregat halus = 2%, resapan agregat kasar = 3,4%, kadar
air agregat halus = 6%, dan kadar air agregat kasar = 2%, maka :
76
Agregat kasar = 1137,42 + 0,02(1137,42) = 1160,17 kg
Kriteria utama mutu beton terdiri dari 3 aspek yaitu kemudahan dikerjakan
(workability), kekuatan (strength), daya tahan (durability). Kriteria tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Slump (mm)
Jenis Pekerjaan
Maksimum* Minimum
Dinding, pelat fondasi dan fondasi telapak 75 25
bertulang
Fondasi telapak tidak bertulang, kaison dan 75 25
konstruksi di bawah tanah
Balok, dinding bertulang 100 25
77
Kolom Gedung 100 25
Perkerasan dan pelat 75 25
Pembetonan masal 75 25
2) Kekuatan (strength)
Setelah keras, beton harus memiliki kekuatan minimum terhadap beban.
Kekuatan beton didapatkan dari pengujian uji kuat tekan dan kuat lentur
dengan menggunakan benda uji kubus beton atau silinder beton. Saat ini
benda uji yang sesuai sering digunakan dalam pengujian beton adalah benda
uji silinder untuk pengujian kuat tekan yang bersifat destruktif.
Selain itu terdapat pengujian mutu beton yang bersifat non destruktif yaitu
dengan alat hammer test. Prinsip kerja concrete hammer test adalah dengan
memberikan beban impact (tumbukan) pada permukaan beton dengan
78
menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi
yang besarnya tertentu.
d. Pemadatan
79
Gambar 27 Hal yang harus dihindari saat pemadatan hamparan campuran beton
Gambar 28 Hal yang harus dihindari saat pemadatan hamparan campuran beton
e. Perawatan Beton
Perawatan beton dalam penghamparan beton adalah salah satu hal penting
dalam menjaga agar campuran beton dapat mencapai mutu yang
direncanakan. Perwatan beton dilakukan dengan selimut kedap air, metode
ini dilakukan dengan menyelimuti permukaan beton dengan bahan lembaran
kedap air yang bertujuan mencegah kehilangan kelembaban air permukaan
beton.
80
Gambar 31 Grafik perbandingan kuat tekan beton dengan waktu
Selain dengan selimut kedap air, perawatan beton dapat dilakukan dengan
bahan membran cair yang digunakan harus sudah kering dalam waktu 4 jam
(sesuai final setting time)
Bahan harus melekat tapi tidak bersenyawa dengan beton, tidak beracun,
tidak selip, bebas dari lubang-lubang halus dan tidak membahayakan beton
Agar diperoleh hasil yang lebih baik, disarankan juga untuk melakukan
pembasahan dengan air di atas selaput membran yang sudah kering.
81
Gambar 32 Perawatan beton dengan membrane cair
Bahan bahan dan metode yang digunakan untuk perawatan beton sesuai
dengan SNI 2493-2011 dan SNI 2915-2002.
82
Tabel 16 Sifat-sifat Agregat Halus
83
magnesium
sulfat
Gumpalan lempung dan SNI 03-
3% 2%
partikel yang mudah pecah 4141-1996
5% untuk
kondisi
umum, 3%
Bahan yang lolos saringan SNI ASTM
untuk 1%
No.200 C117:2012
kondisi
permukaan
terabrasi
Pelat
SNI
Kotoran Organik Organik -
2816:2014
No.3
2.4
1.2
60 0.6
1.2
0.3
40
0.6
0.3
20 0.15
0.15 0.3
0 00 0.15
Sieve Size
Prinsip uji abrasi Los Angeles adalah menghasilkan aksi abrasif dengan
menggunakan bola baja standar yang dicampur dengan agregat dan
diputar dalam drum untuk jumlah putaran tertentu akan menyebabkan
tumbukan pada agregat. Pengujian abrasi los angeles digunakan sebagai
ukuran kuantitatif kekerasan agregat untuk beton secara mekanis.
85
Gambar 34 Mesin abrasi los angles
Penggunaan agregat dengan nilai abrasi tinggi pada struktur beton dapat
menyebabkan kekuatan beton yang rendah, karena pada saat menerima
beban, retak terjadi melalui penampang agregat. Meningkatkan kadar
semen untuk menaikkan kekuatan beton dapat menyebabkan beton lebih
rentan terhadap retak susut akibat panas hidrasi yang berlebihan.
Jumlah material yang halus dalam agregat harus dibatasi, karena semakin
banyak material yang halus dalam agregat akan menaikkan kebutuhan air
pencampuran dalam produksi beton.
Kebutuhan air dalam beton, selain untuk merancang kekuatan (nilai f.a.s)
juga untuk kebutuhan kemudahan pelaksanaan (nilai workability) yang
harus mencapai optimal.
86
di permukaan beton segar (bleeding) yang dapat menyebabkan lapisan
yang lemah pada permukaan beton.
6. Pengujian kekekalan
Agregat yang keras akan memiliki ketahanan yang baik terhadap gaya
yang mendorong terjadinya disintegrasi dari dalam.
87
Kelembapan (air) yang terperangkap di dalam agregat, akan
menyebabkan air yang memiliki sifat anomali pada temperatur 4°C untuk
memuai dan menyebabkan gaya dorong ke segala arah.
Salah satu contoh mekanisme kerusakan pada beton akibat dorongan dari
dalam agregat yang menyebabkan disintegrasi dan kerusakan pada beton
adalah mekanisme freeze & thaw pada beton yang mengalami
pembekuan pada musim dingin yang panjang.
Digunakan dalam perancangan mutu beton, koreksi kadar air pada saat
pelaksanaan pembetonan, dan kebutuhan air minimum dalam
pencampuran.
88
8. Pengujian Berat Isi dan Rongga Udara Agregat
Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat agregat (kg) dengan
volumenya, pada volume tertentu (liter) sebagai acuan. Pengujian ini
digunakan dalam perhitungan volume struktur dan kebutuhan bahan
penyusunannya, dan sebagai dasar proporsi campuran untuk penakaran
secara volumetric untuk beton di bawah 20 MPa.
89
perbandingan kekuatan mortar dengan pasir yang bersih dan pasir yang
diragukan digunakan sebagai pengukur efek berbahaya dari pengotor.
Agregat halus/pasir yang bersih ditunjukkan dengan warna air rendaman
yang semakin bening atau cerah, sedangkan agregat halus/pasir yang
kotor ditunjukkan dengan warna air rendaman yang semakin gelap atau
pekat
Nomor Standard /
Jenis Pengujian Urgensi dalam Penerapan
Pedoman
Mandatory
90
air (f.a.s, slump, dll) serta
kemudahan pelaksanaan
Non Mandatory
Nomor Standard /
Jenis Pengujian Urgensi dalam Penerapan
Pedoman
91
Digunakan dalam perancangan
SNI ASTM
Analisis Saringan mutu beton, dan kemudahan
C136:2012
pelaksanaan
92
secara volume utk beton di
bawah 20 MPa
93
langsung dengan kekuatan yang ditargetkan. Sebagai contoh, beton 40
MPa boleh jadi harus memiliki nilai Slump 180 mm, sedangkan beton 30
MPa harus memiliki nilai slump 60 mm.
Penolakan akibat nilai slump yang tidak sesuai juga jarang dilakukan
akibat missleading terhadap pernyataan diatas. Padahal akibat
pengabaian terhadap nilai slump, dapat menghasilkan mulai dari hal yang
kecil seperti beton yang keropos/kurang padat, kegagalan konstruksi
hingga kegagalan struktur.
94
D. Interpretasi Hasil Uji Laboratorium dan Lapangan
Evaluasi mutu lebih tepat dilakukan dengan melakukan perhitungan dengan
indikator mutu rencana atau kuat tekan rencana. Dibawah ini adalah salah
satu contoh dalam evaluasi mutu campuran beton dengan perhitungan
standar deviasi:
Kasus 1:
3210
Kekuatan rata-rata, fcm = = 229,3 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
14
38292,86
Standar deviasi, 𝑆𝑝1 = √ = 54,27 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
(14−1)
fck = 229,3 – 1,64(1,10 x 54,27) = 131,40 kg/cm2 <fc’ = 150 kg/cm2 → tidak
diterima !
Kasus 2:
3110
Kekuatan rata-rata, fcm = = 222,14 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
14
20805,72
Standar deviasi, 𝑆𝑝2 = √ = 40,00 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
(14−1)
95
1. Pengujian elemen struktur beton dengan Hammer Test
1. Bila beton terbuat dari agregat yang tidak kuat, ringan, atau
mempunyai sifat mudah terbelah (batu apung, pecahan batu bata, dan
sebagainya) maka kekuatan yang diperoleh akan lebih kecil. Angka
pantul hanya tergantung pada kekuatan dari adukan.
2. Bila beton dibuat dengan jumlah pasir yang kurang, dan
pengerjaannya kurang sempurna, maka dalam beton dapat terjadi
pola sarang lebah (honeycombing). Pola ini tidak nampak dari luar,
dan dapat menurunkan kekuatan beton sementara angka pantulannya
tidak berubah.
3. Dengan makin turunnya kualitas beton, sebaiknya, harus berhati-hati
manakala harga angka pantul R di bawah 30. Untuk kasus yang kritis
sebaiknya jangan hanya mengandalkan pengujian dengan alat palu
beton saja, tetapi juga harus berpegang pada sekurang-kurangnya
dua atau tiga kubus/silinder yang diambil dari struktur yang diperiksa.
96
menerima tumbukan peluncur baja adalah bidang datar hasil
penggerindaan. Pada percobaan tumbukan terhadap landasan uji,
penunjukkan palu tipe N harus di antara 78 sampai 82. Setiap palu penguji
hendaknya selalu diperiksa dengan landasan uji secara teratur.
R=
r 80
n Ra
di mana :
R = angka pantul
N = jumlah pengukuran pada beton
Ra = angka pantul yang didapat pada pemeriksaan dengan landasan uji
Gambar 36 Pengujian Kuat tekan Beton dengan alat Alat Palu Beton
97
Prinsip kerja pengujian dengan PUNDIT adalah mengubah energi
gelombang listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit pulsa transducer
pengirim/transmitter (T) menjadi energi gelombang mekanik yang
selanjutnya merambat pada beton. Setelah sampai pada transducer
penerima/ reciever (R) energi gelombang tadi diubah menjadi energi
gelombang listrik yang selanjutnya melewati penguat dan akhirnya
dihitung/ditampilkan dalam satuan waktu tempuh. Pengukuran kecepatan
rambat gelombang ultrasonic pada beton dinyatakan dengan persamaan:
𝐿
𝑣=
𝑇
Keterangan:
v = kecapatan rambat gelombang ultrasonic (km/detik)
L= jarak tempuh (mm)
T= waktu tempuh gelombang ultrasonic (detik)
Gambar 37 Pengujian Kuat tekan Beton dengan alat Portable Ultrasonic Digital Indicating
Test (PUNDIT)
Pengujian nilai kuat tekan beton selain dengan alat palu beton dan
PUNDIT, dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat Windsor Probe.
Alat ini merupakan sebuah alat tembak yang didesain khusus untuk
menembakkan sebuah batang besi (probe) sampai menembus ke dalam
beton. Kedalaman penetrasi dari batang besi tersebut mengindikasikan
nilai kekuatan beton yang diuji. Metode ini hampir sama dengan hammer
98
test, yang membedakan adalah gaya impact (tumbukan) probe terhadap
beton lebih besar daripada plunger pada hammer test.
Perlu diperhatikan dalam pengujian kuat tekan dengan menggunakan alat
palu beton hanya dapat dilakukan pada permukaan struktur beton, artinya
nilai kuat tekan tersebut tidak mencerminkan nilai kuat tekan beton secara
utuh. Pengujian kuat tekan dengan menggunakan alat PUNDIT dapat
digunakan sebagai validasi dari nilai kuat tekan yang perlu dihasilkan
dengan menggunakan alat palu beton. Hasil pengujian kuat tekan dengan
menggunakan alat palu beton dan PUNDIT perlu dibandingkan dengan
hasil pengujian kuat tekan lain dengan menggunakan alat Windsor Probe.
99
Pengujian lengkung tekan dilakukan untuk mengamati secara visual
bahwa tidak terjadi retak pada tulangan pada saat dibengkokkan sampai
180 derajat.
Baja tulangan adalah produk ber SNI wajib, sehingga penggunaan baja
tulangan yang tidak memenuhi SNI 2052:2017 dapat diancam secara
pidana sesuai Undang Undang No 20 tahun 2014.
Uji lengkung tekan (bending test), sering diabaikan karena sifatnya yang
kualitatif, namun pengujian tersebut dapat memberikan informasi yang
sangat penting terhadap kualitas baja tulangan untuk keperluan
pelaksanaan. Pembengkokkan tulangan adalah hal yang hampir selalu
dilakukan pada saat pemasangan tulangan mengikuti keperluan struktur.
b. Sambungan Baut
100
Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-
sudut antara komponen struktur yang disambung.
2) Sambungan semi kaku
Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan
sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung, namun mampu
memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut.
3) Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada
momen
Tabel 23 Ketentuan Beban Tarik Baut untuk tipe Critical Slip Join
Ukuran Nominal (mm) Beban Tarik Minimum dengan Metoda
dan Nilai Putaran Ulir- Pengukuran Panjang (kN)
pitch (mm)
Tipe A325 Tipe A490
101
M24 x 3,0 212 293
Keterangan: M12x1,75 adalah Baut dengan diameter 12 mm (termasuk ulir) dan pitch adalah pergerakan
dalam 1 putaran 360° buat sebesar 1,75 mm
Tabel 24 Ketentuan Beban Tarik Baut untuk tipe Critical Slip Join lanjutan
Diameter and Stress Area Proof Load Minimum Minimum
Pitch (mm2) Tensile Istallation
Length Strength
Strength (kN) Tension (kN)
Method (kN) Method (kN)
102
Gambar 39 Spesifikasi baut jembatan
103
d. Kerusakan pada perkerasan beton
A. Cracking
B. Kerusakan Sambungan
C. Cacat permukaan
D. Kerusakan lain
104
8a. Map cracking Number,meter Tidak
persegi
8b. Scalling Number,meter Tidak
persegi
9. Polish aggregate Meter persegi Tidak
10. Popouts Tidak diukur Tak ada
Kerusakan lainnya
11. Bloups Number Tidak
12. Faulting transvers join and Milimeters Tidak
cracks
13.Lane-to-shoulder dropoff Milimeters Tidak
14.Lane-to-shoulder separation Milimeters Tidak
15.Patch/patch deterioration Number, Ya
square meters
16.Water bleeding and pumping Number, Tidak
meters
Gambar 41 Pengukuran lebar crack dan lebar spalling crack dan sambungan
105
E. Rangkuman
1. Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa
bahan tambah membentuk massa padat. Bila campuran tanpa
menggunakan agregat kasar akan menjadi mortar semen, sedangkan
bila terdiri dari dua campuran air dengan semen akan menjadi pasta
semen atau acian.
2. Kriteria mutu untuk campuran beton yang harus dicapai yaitu:
a. Kemudahan dikerjakan (workability)
b. Adukan beton segar harus mudah dikerjakan tanpa terjadi
bleeding dan atau segregasi. Adukan harus seragam dan
homogeny dengan konsistensi tertentu
c. Kekuatan (strength)
d. Setelah keras beton harus memiliki kekuatan minimum terhadap
beban.
e. Daya tahan (durability)
f. Beton harus memiliki kemampuan mempertahankan mutu
kekuatan selama kurun waktu umur layanan
3. Perawatan beton dalam penghamparan beton adalah salah satu hal
penting dalam menjaga agar campuran beton dapat mencapai mutu
yang direncanakan.
4. Spesifikasi Bina Marga adalah acuan untuk penerimaan, pengukuran,
dan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan.
Selain itu juga bertujuan untuk menyeragamkan tata cara
pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan agar kualitas
pekerjaan dapat terkendali.
5. Baja Tulangan merupakan komponen wajib dalam beton bertulang
yang harus memiliki kekuatan tarik minimum tertentu sesuai
persyaratan, selain daktilitas yang juga diperlukan untuk ketahanan
gempa.
106
F. Penilaian/Evaluasi
Jawablah pertanyaan berikut, untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap
materi ini!
1. Jelaskan cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan nilai korelasi
kuat tekan dengan kuat lentur beton terutama dalam proses perencanaan
campuran beton!
2. Mengapa kadar air agregat untuk keperluan penakaran pada pekerjaan
beton harus dikendalikan?
3. Jelaskan fungsi pengujian analisis saringan dan pengaruhnya apabila
persyaratan tidak dapat dipenuhi!
4. Sebutkan 2 jenis pengujian beton yang tidak merusak struktur beton dan
jelaskan fungsinya!
107
BAB IV
ANALISIS PENGUJIAN
PEKERJAAN TANAH
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu menganalisis
kebutuhan pengujian dan aplikasinya pada lingkup pekerjaan tanah.
A. Konstruksi Jalan Di Atas Tanah Problematik
Masalah utama dalam perencanaan geoteknik jalan adalah tanah
problematik. Tanah problematik adalah tanah yang memiliki karakteristik
properties yang dibawah batas yang di izinkan dalam spesifikasi teknis. Oleh
karena itu dalam modul ini dibahas beberapa jenis tanah problematik dan
klasifikasinya yang sering kita jumpai dalam perencanaan geoteknik jalan di
daerah Indonesia diantaranya:
1. Tanah Lunak
Salah satu tanah problematik yang banyak terdapat di Indonesia adalah tanah
lunak. Tanah lunak dalam konstruksi seringkali menjadi permasalahan. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya daya dukung tanah tersebut. Daya dukung yang
rendah dapat menyebabkan kerugian, mulai dari kerugian dari sisi biaya
konstruksi yang semakin mahal, hingga terancamnya keselamatan konstruksi
jika tidak desain dengan baik, yaitu struktur yang dibuat tidak mampu berdiri
secara stabil, mengalami penurunan jangka panjang dan terjadi kegagalan
konstruksi.
111
2. Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang pembentuk utamanya terdiri dari sisa-sisa
tumbuhan dan mengalami pelapukan dalam keadaan jenuh air dan dalam
jangka sangat lama (ribuan tahun). Tanah disebut sebagai tanah gambut
apabila memenuhi salah satu persyaratan berikut (Panduan Geoteknik 1,
2001):
Lempung <25
Gambut >75
3. Klasifikasi Tanah
Menurut Bowles dkk, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari
salah satu atau seluruh jenis berikut:
112
disedimentasikan ke dalam danau atau didekat garis pantai pada muara
sungai.
e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.
Klasifikasi tanah menurut panduan geoteknik adalah tanah organik dan tanah
inorganik yang ditunjukan oleh bagan berikut:
Adapun sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan dalam teknik jalan
raya adalah sistem klasifikasi tanah USCS (Unified Soil Classification System)
yang dikelompokan dalam dua kelompok:
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir
yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200.
Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk
tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50%
berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini
113
adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt
digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik
tinggi.
Gradasi buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C W2<50 % L
Organik O W2>50 % H
Gambut Pt
114
tidak dapat ditolelir. Tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan
kompresibilitas yang tinggi.
Tabel 28 Konsistensi Tanah Lempung
Konsistensi Cu(kPa)
Sedang 25-50
Keras >200
Alur dalam proses penanganan tanah problematik adalah dengan cara berikut
ini:
115
B. Acuan Kinerja Terhadap Pekerjaan Tanah
Pada perencanaan jalan di Indonesia pedoman dan spesifikasi teknis tanah
lunak dan gambut. Pada umumnya digunakan dalam perencanaan dan
pelaksanaan konstruksi jalan adalah:
Dalam divisi ini tersurat bahwa tanah lunak menurut spesifikasi umum Bina
Marga adalah tanah dengan CBR lapangan < 2 %.
Jenis
Pekerjaan Spesifikasi Yang Disyaratkan Pengujian yang Disyaratkan
Tanah
Galian tanah a. Tanah lunak harus ditangani, Tidak ada
lunak, tanak antara lain:
- Distabilisasi, atau
ekspansif atau - Dibuang seluruhnya , atau
berdaya - Digali sampai di bawah
elevasi tanah dasar
dukung sedang
sesuai perancangan
116
selain tanah b. Tanah ekspansif harus
organik/gambut ditangani secara khusus
117
SNI 08-0264-1989 (ASTM
D276)
118
yang tepat dan akurat dilakukan pengendalian kualitas penyelidikan
geoteknik. Pengendalian kualitas dalam penyelidikan geoteknik memiliki
kriteria dalam quality control sebagai berikut:
a. Ketahui jenis tanah apa yang akan diuji.
b. Ketahui tujuan pengujian.
c. Ketahui untuk kebutuhan desain/evaluasi apa sampel diuji. Pengujian
yang diperlukan tergantung pada analisis yang akan dilakukan, missal
kebutuhan pengujian lapangan dan laboratorium untuk analisis
ketidakstabilan lereng timbunan yang mengutamakan parameter kuat
geser, berbeda dengan kebutuhan analisis penurunan timbunan, yang
mengutamakan informasi parameter konsolidasi.
d. Berikan panduan untuk mengoptimalkan jumlah dan jenis pengujian,
sehingga dapat diperoleh parameter hasil uji yang benar-benar sesuai
dan dapat digunakan dalam desain. Hal lainnya yang perlu diperhatikan
antara lain:
1) Pengecekan tinggi sampel pada Undisturbed Sample (UDS)
terhadap kebutuhan uji (misal 1 tabung dengan tinggi 30 cm
apakah dapat digunakan untuk uji triaxial, konsolidasi dan indeks).
2) Penanganan sampel UDS di laboratorium untuk kebutuhan
pengujian harus cermat dan diupayakan tidak ada gangguan yang
signifikan dari sisi perubahan temperature dan gangguan pada
contoh tanah akibat penanganan sampel sebelum diuji.
3) Kebutuhan uji didasarkan pada kebutuhan parameter desain untuk
analisis yang akan dilakukan dan merepresentasikan kondisi untuk
setiap perlapisan tanah yang akan dievaluasi.
4) Nilai kisaran tanah lunak dan grafik-grafik korelasi dapat
digunakan sebagai pengendalian untuk mengecek kesesuaian
hasil pengujian terhadap kebutuhan perencanaan.
119
Tabel 30 Nilai Kisaran Empiris Tanah Lunak dan Gambut (Sumber: CUR
1996)
2. Pengujian Lapangan
a. Pemboran tanah
Tujuan penyelidikan lapangan adalah untuk mendapatkan contoh tanah tidak
terganggu dan mengetahui jenis tanah/batuan bawah permukaan secara
pasti. Kedalaman pengeboran harus meliputi ke semua lapisan yang akan
terpengaruhi oleh konstruksi. Berikut ini ilustrasi penentuan kedalaman
penyelidikan lapangan untuk perencanaan timbunan (SNI 8460:2017).
120
Gambar 45 Ilustrasi penentuan kedalaman penyelidikan lapangan untuk perencanaan
timbunan
Untuk kebutuhan jalan raya, jumlah pemboran yang harus dilakukan sesuai
SNI 8460:2017 yaitu satu titik per 50 sampai 200m. Jarak yang besar dapat
dipakai pada investigasi awal. Penambahan titik diantaranya dapat dilakukan
apabila adanya variasi tanah yang perlu diinvestigasi lebih detail.
Untuk menghindarkan terjadinya gangguan pada saat pengambilan contoh
tanah dan deskripsi jenis tanah, metode pemboran inti dilakukan dengan
pemboran kering (dry boring) yaitu:
1) Menggunakan open tube atau tabung dinding tipis atau;
2) Single tube core barrel
b. Uji SPT, dilakukan interval tiap 2m
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kedalaman tanah keras
dan daya dukung di tiap kedalaman. Nilai N-SPT pada pengujian SPT ini
berdasarkan jumlah pukulan untuk memasukkan split spoon sedalam 30 cm
(SNI 4153:2008).
121
d. Uji penetrasi konus dengan alat sondir
Tujuannya adalah mengetahui kedalaman tanah lunak, daya dukung tanah
dasar (qc) berdasarkan tata cara uji SNI 2827-2008. Jenis sondir yang sering
dipakai adalah sondir ringan (2 ton), sondir berat (10 ton), sondir elektrik.
Sondir ringan memiliki kemampuan hingga kedalaman maksimal 30 meter,
untuk sondir berat memiliki kemampuan hingga kedalaman maksimal 50
meter. Sondir elektrik pun memiliki kelebihan yaitu lebih akurat, tidak perlu
koreksi berat tiang tekan, sensitif untuk perubahan kondisi tanah lunak secara
menerus, memiliki sensor pengukur tekanan air pori. Sondir dilakukan minimal
2 titik pada 1 daerah timbunan jalan hingga qc > 150 kg/cm2.
122
permukaan tanah dan 2 titik lain untuk mengukur beda potensial di
permukaan yang sama. Hasil pengukuran geolistrik dapat berupa peta
sebaran tahanan jenis baik dengan jenis mapping atau horisontal maupun
sounding atau kedalaman.
123
3. Pengujian Laboratorium
124
Khusus untuk pengujian tanah gambut parameter untuk desain/evaluasi dari
pengujian properties pada tanah gambut adalah berat isi tanah (g) kadar air
dan Plastic Index (PI). Pengujian untuk tanah gambut mengacu pada
peraturan berikut yaitu:
1. SNI 13 – 6788 – 2002 “Metode Pengujian pH bahan gambut dengan
alat pH meter”
2. SNI 13 – 6789 – 2002 “Metode pengukuran tebal endapan gambut”
3. SNI 13 – 6794 – 2002 “Metode pengujian untuk penentuan kadar serat
dari contoh gambut dengan cara kering di laboratorium”
4. SNI 13 – 6801 – 2002 “Metode pengujian berat volume kapasitas
mengikat air dan kapasitas udara bahan gambut jenuh air”
Selain pengujian yang memiliki SNI ada beberapa pengujian yang lapangan
untuk tanah gambut dilakukan yang belum diatur dalam SNI yang berlaku
diantaranya:
Uji Lapangan
1. Von post
2. Peat auger
3. Peat piston sampling
4. Mechanical Cone Penetrometer Test (CPT) and electrical cone
penetrometer test with ball or T bar
Uji Laboratorium
1. DSS (Direct Shear Simple Shear)
2. Triaxial multistage yang terdiri dari pengujian Kuat geser tanah: Triaxial
Consolidated Undrained (CU), Direct Shear dan Konsolidasi drainase
vertical dan horizontal
b. Kuat geser tanah
Uji kuat geser menggunakan alat uji triaksial adalah metode yang umum
digunakan untuk mengukur sifat mekanik tanah, terutama tanah pasir, tanah
lanau dan lempung.
125
Keruntuhan tanah merupakan akibat gerak relatif antara butir-butir tanah
tersebut, bukan karena hancurnya butir-butir tersebut. Dengan demikian,
kekuatan geser c tanah dapat dianggap terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Bagian yang bersifat kohesi dan tergantung pada macam tanah dan
kepadatannya.
2. Bagian yang mempunyai sifat gesekan (frictional) yang sebanding dengan
tegangan efektif yang bekerja pada bidang gesernya.
Lempung tidak terdrainase dengan cepat, sehingga ekses air pori tidak cepat
terdisipasi, jadi gunakan uji Triaxial kondisi tak terdrainase atau undrained
(UU) untuk analisis jangka pendek dan CU untuk analisis jangka panjang.
Uji Triaxial UU atau disebut juga quick test yaitu 3 dan diberikan dengan
cepat sehingga tanah tidak sempat terkonsolidasi. Saat pengujian, katup
drainase ditutup.
Uji triaxial UU mensimulasikan kuat geser tanah jangka pendek untuk tanah
(𝜎1 −𝜎3 ) (𝜎1 ′−𝜎3 ′)
kohesif. Pada uji ini, nilai = 0 (kecil) = c = = =
u u u 2 2
126
Nc = faktor daya dukung → 4
Fk = faktor keamanan
dimana :
c’ = kohesi (kPa)
127
*) - Resiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap manusia cukup
besar (ada permukaan), dan atau bangunan sanat mahal,
dan atau sangat mahal, dan atau sangat penting.
- Risiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia
tetapi sedikit (bukan pemukiman), dan atau bangunan tidak
begitu mahal dan atau tidak terlalu penting.
- Risiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia
dan terhadap bangunan (sangat murah)
**) - Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan
dipakai apabila massa tanah/batuan yang potensial longsor
tidak mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan, rekahan,
sesar, dan sebagainya) dan belum pernah mangalami
gerakan.
- Kekuatan geser residual dipakai apabila : (i) massa
tanah/batuan yang potensial bergerak mempunyai bidang
diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak (walaupun tidak
mempunyai bidang diskontinuitas)
128
Prinsip dan filosofi pengujian
Penurunan Konsolidasi terjadi dalam jangka waktu yang lama hingga udara
dan air keluar semua secara teoritis, yaitu hingga tekanan air pori sama
dengan nol.
Kondisi ini umumnya terjadi pada tanah berbutir halus (TBH), misalnya
Lempung dan Lanau, karena proses keluarnya udara dan air pada tanah
berbutir halus memerlukan waktu yang lama.
1) Penurunan konsolidasi primer, terjadi akibat ke luarnya udara dan air pori
air serta pengaruh tekanan air pori ekses pada waktu mendapat
peningkatan beban.
2) Penurunan konsolidasi sekunder, terjadi setelah semua tekanan air pori
ekses terdisipasi ke luar dari ruang pori, yaitu setelah konsolidasi primer
mencapai ± 95%.
129
dimensi, cara Terzaghi (dengan indeks kompresibilitas), dan cara teori
elastisitas (dengan modulus kompresibilitas).
𝐶𝑐 . 𝐻 𝑃𝑜 + ∆𝑃
𝑆𝑐 = log
1 + 𝑒𝑜 𝑃𝑜
Dimana:
130
Cc = indeks kompresibilitas
Waktu Penurunan
𝑇𝑣. (𝐻𝑑)2
𝑡=
𝐶𝑣
Dimana:
Tv = faktor waktu
131
Gambar 49 Hasil uji konsolidasi
132
Untuk tanah kohesif parameter tanah dipengaruhi oleh metode test, derajat
kejenuhan, dan kondisi rasio terkonsolidasi berlebih (Over Consilidation
Ratio).
Uji direct shear juga digunakan untuk mendapatkan nilai kuat geser tanah
kohesif juga non kohesif.
Pv
σ= (kg/cm2)
A
Ph
τ= (kg/cm2)
A
Tanah Kohesif :
τ = c + σn.tgφ (kg/cm2)
Tanah Non-Kohesif :
τ = σn.tgφ (kg/cm2)
133
Di dalam analisis, yang digunakan adalah nilai ɸ residualnya, untuk analisis
stabilitas lereng pada kondisi jangka panjang, juga untuk analisis balik lereng
yang sudah mengalami longsoran.
1) Bagian yang bersifat kohesi dan adhesi yang tergantung kepada jenis
tanah
Pada pengujian ini, silindrical sample diberi tegangan axial yang searah
dengan sumber contoh tanah tersebut. Dengan asumsi-asumsi yang diambil
sebagai berikut, yaitu:
134
2) Sudut geser dalam dari tanah = 0 ( = 0)
Axial Strain Reading x 0,01
o Axial Strain (%) = x 100%
Tinggi sample x 10
o Axial Load (kg) = Axial Load Reading x Kalibrasi Alat
Luas sample x Axial Strain (%)
o Correction Area = +Luas
100
sample
Axial Load (kg)
o Stress =
CorrectionArea
qu
o Kekuatan geser undrained (cu) =
2
qu undisturbed
o Derajat Kepekaan (St) =
qu remolded
Pengujian UCS biasanya digunakan untuk tanah lempung, sampel pengujian
UCS berbentuk silinder. Dalam pengujiannya tidak ada tegangan pengekang
(confining stress) 𝜎3 = 0 dengan tegangan aksial, ∆𝜎 = 𝜎1
Untuk, desain/evaluasi: nilai 𝑠𝑢 dicek dengan 𝑐𝑢 dari hasil uji triaxial atau direct
shear.
135
Cc – Indeks pemampatan primer
C – Indeks pemampatan sekunder
Cr – Indeks rekompresi
Po kPa Tekanan prakonsolidasi
mv m²/kN Koefisien kompresibilitas vertical
Eoed kPa Modulus oedometer
Deformasi (dijabarkan dari pengujian triaksial):
Ko – Modulus Young
E kPa Modulus geser: G = E/2(1 + )
G kPa Poisson Ratio
– Sudut dilatasi
derajat
Permeabilitas dan konsolidasi:
kh m/det Koefisien permeabilitas horisontal
kv m/det Koefisien permeabilitas vertikal
cv m²/det Koefisien dan konsolidasi vertikal
e – Void ratio
Tabel 35 Parameter desain laboratorium geoteknik
A. Parameter uji lapangan
Tipe Parameter
Piston sampler Bulk sample
Field vane shear Cu, Cu; res
Cone Penetrometer Test (CPT) qc, fs
Permeabilitas kh, kv
B. Penentuan parameter dari laboratorium
Type of test Parameter
136
Sample cut g, gdt, W
Specific gravity
Atterberg limit rs
Loss of ignition wL, wP, IP
Fiber content Organic content
Chemical Degree of degradation
Chemical content
Triaxial UU Cu
Triaxial CU c, c', f, f'
Direct shear c, f
Consolidation Co, Cv, k, Ca, Cr, mv, pc, Eoed
Parameter konsolidasi:
1) Pengambilan sampel harus sangat hati-hati
2) Dibutuhkan sampel yang besar, minimum 75 mm.
Parameter kekuatan:
1) Pengambilan sampel harus sangat hati-hati
2) Untuk uji Triaxial, gunakan sampel yang besar
137
D. Rangkuman
a. Jenis tanah
b. Tujuan pengujian
c. Parameter hasil uji yang didapat, dan kegunaan parameter tersebut
d. Prosedur pengujian
E. Penilaian/Evaluasi
Jawablah pertanyaan berikut, untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap
materi ini!
1. Tanah lunak adalah tanah dengan kuat geser rendah, jelaskan
pengaruh kuat geser rendah terhadap timbunan jalan, terutama jika
timbunan yang dibangun tinggi (lebih dari 3m)?
2. Apa yang dimaksud dengan tanah kohesi dan pengaruhnya terhadap
sifat permeabilitas tanah?
3. Apakah pengujian konsolidasi dapat memprediksi kuat geser? Jelaskan
secara singkat!
4. Mengapa uji triaxial dapat menghasilkan parameter uji geser langsung
(direct shear)?
138
5. Pengujian lapangan yang paling cepat untuk mendapatkan klasifikasi
tanah pada kondisi tanah lunak, jelaskan!
139
BAB VI
PENUTUP
A. Evaluasi Kegiatan Belajar
Dalam evaluasi kegiatan belajar, perlu dilakukan evaluasi kegiatan pelatihan,
yaitu evaluasi hasil pembelajaran modul ini dan isi materi pokok tersebut
kepada para peserta, pengajar maupun pengamat materi atau Narasumber,
berupa soal/kuisioner tertulis:
1. Untuk evaluasi bagi peserta, maka pengajar/widyaiswara melakukan
evaluasi berupa orientasi proses belajar dan tanya jawab maupun diskusi
perorangan/kelompok dan/atau membuat pertanyaan ujian yang terkait
dengan isi dari materi modul tersebut.
2. Untuk evaluasi untuk pengajar/widyaiswara diakukan oleh para peserta
dengan melakukan penilaian yang terkait penyajian, penyampaian materi,
kerapihan pakaian, kedisiplinan, penguasaan materi, metoda pengajaran,
ketepatan waktu dan penjelasan dalam menjawab pertanyaan, dan lain-
lain.
3. Demikian juga untuk evaluasi penyelenggaraan pelatihan, yaitu peserta
dan pengajar/widyaiswara akan mengevaluasi Panitia/Penyelenggara
Diklat terkait dengan penyiapan perlengkapan pelatihan, sarana dan
prasarana untuk belajar, fasilitas penginapan, makanan dll.
4. Evaluasi materi dan bahan tayang yang disampaikan pengajar kepada
peserta, dilakukan oleh peserta, pengajar/widyaiswara maupun pengamat
materi/Narasumber untuk pengkayaan materi.
141
Analisa Hasil Pengujian mengasah kemampuan, baik kemampuan
konseptual mengenai Analisa Hasil Pengujian.
142
DAFTAR PUSTAKA
143
144
PERISTILAHAN
145
KUNCI JAWABAN
1. Jelaskan yang dimaksud dengan VIM, VMA dan VFB dan mengapa
harus dibatasi? (Bobot:15)
Jawaban:
VIM, VMA dan VFB merupakan parameter marshall dan harus dibatasi
karena:
a. VIM adalah volume total udara yang berada diantara partikel agregat
yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan,
dinyatakan dengan persen volume bulk suatu campuran, Nilai VIM
minimum 3% dan maksimum 6%.
Jika nilai VIM kurang dari 3 %, maka tidak ada cukup ruang untuk
kembang susut, yang berakibat campuran dalam perkerasan akan
rentan terhadap pelelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara
VIM yang terlalu besar (lebih dari 6%) artinya terlalu banyak rongga
dalam campuran, yang mengakibatkan campuran lebih porus, dan
lebih rentan terhadap penuaan aspal, retak dan pelepasan butir
(disintegrasi).
Rongga udara (VIM) setelah selesai dipadatkan idealnya adalah 8
%. Rongga udara yang kurang jauh dari 8 % akan rentan terhadap
pelelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah
selesai pemadatan yang jauh dari 8 % akan rentan terhadap retak
dan pelepasan butir (disintegrasi).
b. VMA adalah suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan adalah
volume rongga yang terdapat diantara partikel agregat suatu
campuran beraspal yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara dan
volume kadar aspal efektif, yang dinyatakan dalam persen terhadap
volume total benda uji. Nilai batas VMA untuk Lapis Aus 15%, Lapis
Antara 14%, Lapis Fondasi 13%, VMA perlu dibatasi karena dapat
mengakibatkan rongga dalam perkerasan bila memiliki presentasi
lebih besar.
146
c. Kriteria VFB membantu perencanaan campuran dengan
memberikan VMA yang dapat diterima. Kriteria VFB menyediakan
tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan
melaksanakan campuran beraspal panas.
2. Pada pekerjaan campuran beraspal apabila terjadi kerusakan hanya
dalam beberapa bulan setelah dibuka untuk lalu lintas. Dibutuhkan
evaluasi apa saja untuk menentukan indikasi penyebab kerusakan
tersebut? (Bobot:25)
Jawaban:
Tindakan yang dilakukan :
a. Melakukan evaluasi terhadap dokumen quality dan laporan-laporan
pendukung pelaksanaan, antara lain JMF, laporan produksi AMP
(properties bahan dan campuran, temperature pencampuran),
laporan pengendalian kualitas penghamparan dan pemadatan
(jumlah lintasan, kepadatan, kadar aspal, temperature
pencampuran, pemadatan).
b. Melakukan pengambilan sampel campuran, coring untuk pengujian
ketebalan dan kepadatan, serta test pit untuk kemudian dilakukan
pengujian ekstraksi untuk mengetahui kadar aspal dan gradasi
terpasang.
c. Jika terindikasi kondisi aspal aging (terjadi penuaan) atau properties
bahan kurang sesuai, maka dapat dilakukan pengujian terhadap
properties aspal recovery.
147
4. Sebut dan jelaskan urutan JMF, sampel manakah yg menjadi acuan saat
pelaksanaan? (Bobot:15)
Jawaban:
148
masingmasing bagian penampung bin panas berdasarkan hasil
Langkah 8;
10) Melakukan revisi proporsi penampung bin panas (jika dibutuhkan)
yang berdasarkan hasil pekerjaan sampai dengan Langkah 9;
11) Menguji sifat campuran beton aspal hasil dari rancangan sampai
dengan Langkah ke 10 dengan menggunakan:
a. Bukaan bin dingin berdasarkan proporsi fraksi agregat di bin
dingin
b. Bukaan bin panas atau berat agregat di setiap penampung bin
panas berdasarkan proporsi agregat di bin panas
c. Kadar aspal optimum
d. Persentase bahan tambah, jika ada;
12) Menetapkan JMF awal dari campuran berdasarkan hasil tahapan
pekerjaan sampai dengan Langkah ke 11;
13) Melakukan uji coba produksi di UPA dengan menggunakan JMF
awal. Benda uji diambil dari hasil pencampuran, dipadatkan, dan
dilakukan uji Marshall;
14) Melakukan uji coba dengan menghampar hasil produksi campuran
pada Langkah 13 di lapangan, dan dipadatkan. Hasil pemadatan
diuji dengan mengambil benda uji inti dan melakukan ekstraksi
benda uji;
15) JMF awal dari Langkah 12 menjadi JMF definitif setelah dikoreksi
berdasarkan hasil Langkah 13 dan 14.
149
kinerja baik pula. Pengujian kuantitatif yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui durabilitas aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek,
kehilangan berat dan daktilitas. Pengujian ini dilakukan pada benda uji
yang telah mengalami Presure Aging Vessel (PAV), Thin Film Oven Test
(TFOT) dan Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT).
150
BAB III PENGUJIAN DALAM PEKERJAAN BETON
1. Jelaskan cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan nilai korelasi kuat
tekan dengan kuat lentur beton terutama dalam proses perencanaan
campuran beton! (Bobot : 25)
Jawaban:
Cara untuk mendapatkan nilai korelasi adalah dengan melakukan
perencanaan beton (mix design) dan trial mix terlebih dahulu. Benda uji
yang dihasilkan dari proses mix design diuji pada umur-umur yang
ditentukan (3, 7 dan 28 hari) .Korelasi dapat diperoleh dengan cara nilai
kuat tekan beton diplot pada sumbu x, dan kuat lentur beton diplot pada
sumbu y. Dengan menghubungkan titik-titik yang dibentuk akan dapat
menghasilkan korelasi yang dimaksud.
151
digunakan, apabila persyaratan tidak dapat dipenuhi maka dapat
berpengaruh terhadap pencapaian kekuatan beton dan dapat
berpengaruh pada durabilitas. Salah satunya adalah dapat menyebabkan
campuran yang sulit untuk dikerjakan, serta struktur yang keropos akibat
bagian bagian tertentu yang tidak terisi oleh campuran beton segar.
4. Sebutkan 2 jenis pengujian beton yang tidak merusak struktur beton dan
jelaskan fungsinya! (Bobot : 25)
Jawaban:
a. Pengujian elemen struktur beton dengan menggunakan palu beton
dilakukan tanpa merusak struktur beton yang diperiksa. Hubungan
antara angka pantul dan kekuatan beton diperoleh dari sejumlah
besar percobaan palu beton terhadap benda uji kubus yang diuji kuat
tekannya dengan alat palu tersebut langsung diuji pula dengan
menggunakan UTM (Universal testing machine). Fungsi dari
pengujian ini adalah sebagai indikasi kuat tekan beton yang ditinjau
dari kekerasan permukaan. Semakin keras permukaan beton
diindikasikan semakin tinggi kuat tekannya. Pengujian menggunakan
alat palu beton.
b. Pengujian cepat rambat atau dikenal dengan Portable Ultrasonic
Digital Indicating Test (PUNDIT) merupakan pengujian tidak merusak
sebagai perkiraan homogenitas beton pada komponen struktur.
Prinsip kerja pengujian dengan PUNDIT adalah mengubah energi
gelombang listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit pulsa
transducer pengirim/transmitter (T) menjadi energi gelombang
mekanik yang selanjutnya merambat pada beton. Setelah sampai
pada transducer penerima/ reciever (R) energi gelombang tadi
diubah menjadi energi gelombang listrik yang selanjutnya melewati
penguat dan akhirnya dihitung/ditampilkan dalam satuan waktu
tempuh. Semakin rapat atau padatnya beton maka akan semakin
cepat waktu rambatan gelombangnya dan semakin tinggi
152
kekuatannya. Selain itu pengujian PUNDIT juga dapat digunakan
untuk menghitung kedalaman retak yang terjadi pada beton.
153
BAB IV ANALISIS PENGUJIAN PEKERJAAN TANAH
154
b. Berdasar hasil uji konsolidasi, dapat diperkirakan besarnya
penurunan pondasi atau puncak timbunan tanggul dan
bendungan.
c. Pembebenan dilakukan dari arah vertical sehingga gaya yang
diberikan adalah gaya tegak lurus vertical, sehingg parameter yang
dihasilkan dari pengujian geser yang diberikan gaya horizontal
terhadap contoh benda uji.
4. Mengapa uji triaxial dapat menghasilkan parameter uji geser langsung
(direct shear)? (Bobot : 25)
Jawaban:
Uji kekuatan triaksial bertujuan untuk mengetahui karakteristik kekuatan
tanah yang mencakup informasi rinci pengaruh tekanan lateral, tekanan
air pori, drainase dan konsolidasi.
155
157
158