Anda di halaman 1dari 45

2017

PENERAPAN K3

1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
KATA PENGANTAR rahmat-NYA, Modul Penerapan K3 dalam kurikulum
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih atas bantuan dari semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul
diklat ini.

Besar harapan kami, Modul Penerapan K3 dalam


kurikulum Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan
Jembatan ini dapat membantu meningkatkan
kompetensi ASN di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Marga, baik di pusat maupun daerah, untuk dapat
menerapkan serta mengidentifikasi pekerjaan
pengawasan dan pelaksanaan badan jalan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang


membangun dari pembaca sebagai bahan evaluasi kami
dalam menyempurnakan Modul Diklat Teknis Jabatan
Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan ini.

Bandung, Desember 2017

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Jalan, Perumahan, Permukiman, dan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL..............................................................v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................2
B. Pengertian................................................................................3
C. Ketentuan Hukum yang Berlaku di Indonesia..........................4
D. Tujuan Pembelajaran..............................................................4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok........................................4
F. Estimasi Waktu.........................................................................4

BAB II KETENTUAN ADMINISTRATIF........................................................5


A. Kewajiban Umum.....................................................................6
B. Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja..........................7
C. Laporan Kecelakaan.................................................................7
D. Keselamatan Kerja dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan...8
E. Keselamatan Kerja dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan...9
F. Latihan soal............................................................................10
G. Rangkuman............................................................................10

BAB III IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA DAN PENYEBABNYA..................11


A. Identifikasi Potensi Bahaya.....................................................12
B. Penyebab Kecelakaan.............................................................12
C. Latihan Soal............................................................................13
D. Rangkuman............................................................................13

BAB IV PENCEGAHAN DAN PENGAWASAN K3........................................15


A. Pada Tempat Kerja dan Peralatan..........................................16
B. Alat Pemanas (Heating Appliances)........................................17
C. Bahan-bahan yang Mudah Terbakar......................................17
D. Cairan yang Mudah Terbakar.................................................17
E. Lantai Terbuka dan Lubang pada Lantai.................................18
F. Lubang pada Dinding..............................................................18

ii
G. Tempat-tempat Kerja yang Tinggi..........................................18
H. Bahaya Jatuh Kedalam Air......................................................19
I. Kebisingan Getaran (Vibrasi)..................................................19
J. Penghindaran terhadap Orang yang Tdak Berwenang...........19
K. Struktur Bangunan dan Peralatan Konstruksi Bangunan........19
L. Pemeriksaan dan Pengujian Pemeliharaan............................20
M. Perlengkapan Peringatan.......................................................21
N. Perlindungan terhadap Benda-benda Jatuh dan Bagian
Bangunan yang Roboh............................................................21
O. Perlindungan Agar Orang Tidak Jatuh/Terali Pengamanan dan
Pinggir Pengamanan...............................................................22
P. Pencegahan terhadap Kebakaran dan Alat Pemadam
Kebakaran..............................................................................22
Q. Perlengkapan Keselamatan Kerja...........................................24
R. Inspeksi dan Pengawasan.......................................................24
S. Pembuatan RMK3..................................................................25
T. Latihan Soal............................................................................29
U. Rangkuman............................................................................29

BAB V PENUTUP....................................................................................30
A. Evaluasi Kegiatan Belajar........................................................31
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut..............................................31
C. Kunci Jawaban........................................................................32

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34
GLOSARIUM..............................................................................................35

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Format Instruksi Kerja.....................................................................27

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perlengkapan Keselamatan Kerja................................................24
Gambar 2. Dokumen Sistem Mutu untuk Kontak 1.......................................25
Gambar 3. Dokumen Sistem Mutu untuk Kontak 2.......................................26

iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Petunjuk penggunaan modul ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan. Oleh karena itu,
sebaiknya peserta pelatihan memperhatikan beberapa petunjuk berikut ini.

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini, sampai Anda


mempunyai gambaran kompetensi yang harus dicapai, dan ruang
lingkup modul ini.
2. Baca dengan cermat bagian demi bagian, dan tandailah konsep-konsep
pentingnya.
3. Segeralah membuat Ringkasan Materi tentang hal-hal esensial yang
terkandung dalam modul ini.
4. Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang isi modul ini,
tangkaplah konsep-konsep penting dengan cara membuat pemetaan
keterhubungan antara konsep yang satu dengan konsep lainnya.
5. Untuk memperluas wawasan Anda, bacalah sumber-sumber lain yang
relevan baik berupa kebijakan maupun subtansi bahan ajar dari media
cetak maupun dari media elektronik.
6. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman Anda tentang isi
modul ini, cobalah untuk menjawab soal-soal latihan secara mandiri,
kemudian lihat kunci jawabannya.
7. Apabila ada hal-hal yang kurang dipahami, diskusikanlah dengan teman
sejawat atau widyaiswara atau catat untuk bahan diskusi pada saat
tutorial.
8. Peserta membaca dengan seksama setiap Sub Kegiatan belajar dan
bandingkan dengan pengalaman Anda yang dialami di lapangan.

v
BAB I PENDAHULUAN
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

A. LATAR BELAKANG
Pekerjaan konstruksi adalah suatu pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi.
Berbagai proyek dengan skala besar mempunyai potensi rawan kecelakaan
terutama pada saat pelaksanaan. Untuk itu diperlukan ketentuan dan
pedoman tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja agar kecelakaan kerja
dapat dibuat seminimal mungkin.

Bentuk kecelakaan bidang konstruksi antara lain terpeleset jatuh dari lantai
yang lebih tinggi, kena benda jatuh dari atas, terpukul, kena benda tajam,
terbakar, kena aliran listrik, terbakar, kekurangan oksigen, dan sebagainya.
Yang semuanya mengakibatkan beberapa bagian tubuh pekerja kurang atau
tidak berfungsi secara maksimal. Hal ini jelas akan mengakibatkan
berkurangnya produktivitas pelaksana bidang kosntruksi.

Penyebab utama kecelakaan secara umum terdiri dari 2 kelompok yaitu


pertama faktor manusia dan kedua adalah faktor konstruksi, alat dan
lingkungan. Sebagai contoh, beberapa sifat manusia seperti emosional,
kejenuhan, kecerobohan, kelengahan adalah menjadi penyebab utama
kecelakaan.

Modul ini memberikan tentang pokok-pokok ketentuan hukum yang


berkaitan dengan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja bidang
konstruksi dan ketentuan administrasi serta ketentuan teknik yang harus
dipenuhi oleh setiap stakeholder yang bergerak bidang konstruksi.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau
dari segi materi, sistematika penulisan, maupun tata bahasanya. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua
dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini.

Kontribusi jasa konstruksi dalam pembangunan nasional sangat besar,


terutama dalam penyiapan prasarana jalan dan jembatan yang sangat
berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Namun
dalam dilain pihak kondisi jasa konstruksi masih memprihatinkan ditandai
dengan kualitas produk jasa konstruksi yang masih banyak yang
memprihatinkan, penggunaan sumber daya untuk kegiatan konstruksi yang
belum optimal. Pada umumnya penyebab utama adalah ketidakdisiplinan
dari pada penyedia jasa maupun pengguna jasa untuk memenuhi ketentuan
yang terkait dengan keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan,
baik lingkungan kerja maupun lingkungan yang lebih luas.

Penerapan K3 2
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

Demikian juga dengan pekerjaan jasa konstruksi bangunan dilaksanakan


dengan bertahap yaitu mulai dari tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan,
dan tahapan pemeliharaan pembongkaran. Melihat berbagai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi dan belum optimal pengawasan
karena begitu kompleksnya pekerjaan konstruksi dan kurangnya
pengawasan terhadap K3 konstruksi. Hal ini menyebabkan proses kerja
konstruksi dan kondisi tempat kerja mengandung potensi bahaya.

Pengaturan terkait dengan aspek legal, administratif dan teknis operasional


atas seluruh kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja bidang konstruksi.

B. PENGERTIAN
Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja, biasa disingkat K3 adalah
suatu upaya bersama antara penyedia jasa dan pengguna jasa serta
stakeholder terkait pelaksanaan konstruksi untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja
dalam rangka pencegahan kecelakaan kerja konstruksi.

Melalui pelaksanaan K3 ini diharapkan tercipta tempat kerja yang aman,


sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau
terbebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Jadi, pelaksanaan
K3 dapat meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas Kerja.

Adapun pengertiannya dibagi menjadi 2 pengertian, yaitu:


1. Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.

2. Secara Keilmuan
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Berdasarkan pengertian K3 diatas, kita dapat menarik kesimpulan mengenal


peran K3. Peran K3 ini antara lain sebagai berikut:
1. Setiap Tenaga Kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup
dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Penerapan K3 3
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

2. Setiap orang yang berbeda di tempat kerja perlu terjamin


keselamatannya.
3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman
dan efisien.
4. Untuk mengurangi biaya perusahaan jika terjadi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja karena sebelumnya sudah ada tindakan
antisipasi dari perusahaan.

C. KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA


Ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia tentang K3 adalah sebagai
berikut:
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
2. SKB antara Menteri Tenaga Kerja Kep 174/MEN/86 dan Menteri
Pekerjaan Umum 104/KPTS/86 tentang Pelaksanaan K3 dibidang
Konstruksi;
3. Undang-undang No. 2/2017 Jasa Konstruksi;
4. Permenaker No. 1/1980 Keputsan Bersama Konstruksi Bangunan;
5. SKB Menaker-MenPU N0. 174/MEN/1986 K3 pada Konstruksi;
6. Permenaker No. 5 1996 SMK3;
7. Permen PU N0.5/2014 Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang PU.

Semua tempat di Indonesia dimana dilakukan kegiatan konstruksi, maka


ketentuan hukum mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini berlaku.

D. TUJUAN PEMBELAJARAN
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK
F. ESTIMASI WAKTU

Penerapan K3 4
BAB II KETENTUAN ADMINISTRATIF

Indikator keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu


menjelaskan ketentuan administratif
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

A. KEWAJIBAN UMUM
Berikut ini adalah kewajiban umum dalam melaksanakan K3:
1. Penyedia Jasa Kontraktor berkewajiban untuk mengusahakan agar
tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja, dan tata cara kerja diatur
sedemikian rupa sehingga tenaga kerja terlindung dari risiko kecelakaan.
2. Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa mesin-mesin peralatan,
kendaraan, atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan
sesuai dengan peraturan Keselamatan Kerja, selanjutnya barang-barang
tersebut harus dapat dipergunakan secara aman.
3. Penyedia Jasa Kontraktor turut mengadakan pengawasan terhadap
tenaga kerja, agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan
dalam keadaan selamat dan sehat.
4. Penyedia Jasa Kontraktor menunjuk petugas Keselamatan Kerja yang
karena jabatannya di dalam organisasi Kontraktor, bertanggung jawab
mengawasi kordinasi pekerjaan yang dilakukan untuk menghindarkan
risiko bahaya kecelakaan.
5. Penyedia Jasa Kontraktor memberikan pekerjaan yang cocok untuk
tenaga kerja sesuai dengan keahlian umur, jenis kelamin, dan kondisi
fisik/kesehatannya.
6. Sebelum pekerjaan dimulai Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa
semua tenaga kerja telah diberi petunjuk terhadap bahaya demi
pekerjaannya masing-masing dan usaha pencegahannya, untuk itu
Pengurus atau Kontraktor dapat memasang papan-papan pengumuman,
papan-papan peringatan, serta sarana-sarana pencegahan yang
dipandang perlu.
7. Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala
terhadap semua tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan
kecelakaan, lingkungan kerja, dan cara-cara pelaksanaan kerja yang
aman.
8. Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka
penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab Pengurus dan Kontraktor.

Penerapan K3 6
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

B. ORGANISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Berikut ini adalah Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja:
1. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus bekerja secara penuh
(Full-Time) untuk mengurus dan menyelenggarakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2. Pengurus dan Kontraktor yang mengelola pekerjaan dengan
memperkerjakan pekerja dengan jumlah minimal 100 orang atau kondisi
dari sifat proyek memang memeriukan, diwajibkan membentuk unit
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut ini
merupakan unit struktural dari organisasi Kontraktor yang dikelola oleh
Pengurus atau Kontraktor.
4. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut bersama-sama
dengan Panitia Pembina Keselamatan Kerja ini bekerja sebaik-baiknya,
dibawah kordinasi Pengurus atau Kontraktor, serta bertanggung jawab
kepada Pemimpin Proyek.
5. Kontraktor Harus:
 Memberikan kepada Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (Safety Committee) fasilitas-fasilitas dalam melaksanakan tugas
mereka.
 Berkonsultasi dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (Safety Committee) dalam segala hal yang berhubungan
dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Proyek.
 Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberi efek pada
rekomendasi dari Safety Committee.
 Jika 2 atau lebih kontraktor bergabung dalam suatu proyek mereka
harus bekerja sama membentuk kegiatan kegiatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

C. LAPORAN KECELAKAAN
Berikut ini adalah bagaimana cara melaporkan bila terjadi kecelakaan:
1. Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus
dilaporkan kepada Depnaker dan Departemen Pekerjaan Umum.
2. Laporan tersebut harus meliputi statistik yang akan:
 Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja.

Penerapan K3 7
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

 Menunjukkan gambaran kecelakaan-kecelakaan dan sebab-


sebabnya.

D. KESELAMATAN KERJA DAN PERTOLONGAN PERTAMA


PADA KECELAKAAN
Berikut ini adalah proses keselamatan kerja dan pertolongan pertama pada
kecelakaan:
1. Tenaga Kerja harus diperiksa kesehatannya.
2. Sebelum atau beberapa saat setelah memasuki masa kerja pertama kali
(Pemeriksaan Kesehatan sebelum masuk kerja dengan penekanan pada
kesehatan fisik dan kesehatan individu).
3. Secara berkala, sesuai dengan risiko-risiko yang ada pada pekerjaan
tersebut.
4. Tenaga Kerja di bawah umur 18 tahun harus mendapat pengawasan
kesehatan khusus, meliputi pemeriksaan kembali atas kesehatannya
secara teratur.
5. Data yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan
disimpan untuk referensi.
6. Suatu rencana organisasi untuk keadaan darurat dan pertolongan
pertama harus dibuat sebelumnya untuk setiap daerah ternpat bekerja
meliputi seluruh pegawai/petugas pertolongan pertama pada
kecelakaan dan peralatan alat-alat komunikasi alat-alat jalur
transportasi.
7. Pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau penyakit yang tiba-
tiba, harus dilakukan oleh dokter, juru rawat atau seorang yang terdidik
dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (P.P.P.K.).
8. Alat-alat P.P.P.K. atau kotak obat-obatan yang memadai, harus
disediakan di tempat kerja dan dijaga agar tidak dikotori oleh debu,
kelembaban udara, dan lain-lain.
9. Alat-alat P.P.P.K. atau kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit
dengan obat untuk kompres, perban, Gauze yang steril, antiseptik,
plester, Forniquet, gunting, splint, dan perlengkapan gigitan ular.
10. Alat-alat P.P.P.K. dan kotak obat-obatan harus tidak berisi benda-benda
lain selain alat-alat P.P.P.K. yang diperlukan dalam keadaan darurat.
11. Alat-alat P.P.P.K. dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan-
keterangan/instruksi yang mudah dan jelas sehingga mudah dimengerti.

Penerapan K3 8
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

12. Isi dari kotak obat-obatan dan alat P.P.P.K. harus diperiksa secara teratur
dan harus dijaga supaya tetap berisi (tidak boleh kosong).
13. Kereta untuk mengangkat orang sakit (Carrying basket) harus selalu
tersedia.
14. Jika tenaga kerja dipekerjakan di bawah tanah atau pada keadaan lain,
alat penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
15. Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang menyebabkan
adanya risiko tenggelam atau keracunan atau alat-alat penyelamatan
harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
16. Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut
dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami
kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat semacam ini.
17. Petunjuk/informasi harus diumumkan/ditempel di tempat yang baik
(strategis) yang memberitahukan:
 Tempat yang terdekat dengan kotak obat-obatan, alat alat P.P.P.K.,
ruang P.P.P.K., ambulans, kereta untuk orang sakit, dan tempat
dimana dapat dicari orang yang bertugas untuk urusan kecelakaan.
 Tempat telpon terdekat untuk menelpon/memanggil ambulans,
nomor telpon dan nama orang yang bertugas dan lain-lain.
 Nama, alamat, nomor telpon dokter, rumah sakit dan tempat
penolong yang dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat/
emergency.

E. KESELAMATAN KERJA DAN PERTOLONGAN PERTAMA


PADA KECELAKAAN
1. Biaya operasional kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus
sudah diantisipasi sejak dini yaitu pada saat pengguna jasa
mempersiapkan pembuatan desain dan perkiraan biaya suatu proyek
jalan dan jembatan. Sehingga pada saat pelelangan menjadi salah satu
item pekerjaan yang perlu menjadi bagian evaluasi dalam penetapan
pemenang lelang. Selanjutnya penyedia jasa kontraktor harus
melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja
termasuk penyediaan prasarana, sumber daya manusia dan pembiayaan
untuk kegiatan tersebut dengan biaya yang wajar.

Penerapan K3 9
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

2. Oleh karena itu, baik penyedia jasa dan pengguna jasa perlu memahami
prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja ini agar dapat
melakukan langkah persiapan, pelaksanaan, dan pengawasannya.

F. LATIHAN SOAL
Berikut ini sebagai alat ukur mengukur tingkat pemahaman pelatihan dalam
pembelajaran materi penerapan K3, adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan kewajiban penyedia jasa yang terkait dengan tempat kerja dan
peralatan!
2. Jelaskan kewajiban penyedia jasa untuk memberi petunjuk terhadap
bahaya!
3. Jelaskan mengenai organisasi K3 yang harus dibuat oleh kontraktor!

G. RANGKUMAN
Untuk penerapan K3 terdapat kewajiban penyedia jasa/kontraktor untuk
mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja, dan tata cara
kerja diatur agar tenaga kerja terlindung dari risiko kecelakaan. Penyedia
jasa/kontraktor menjamin bahwa mesin peralatan, kendaraan, atau alat-alat
sesuai dengan peraturan K3, mengadakan pengawasan terhadap tenaga
kerja, menunjuk petugas K3, menjamin adanya petunjuk terhadap potensi
bahaya dan pencegahanya melalui papan pengumuman, spanduk dan
berbagai media petunjuk, melakukan pemeriksaan berkala terhadap tempat
kerja, peralatan, sarana pencegahan kecelakaan, dan cara pelaksanaan kerja
yang aman.

Organisasi K3 terdiri dari petugas K3 yang mempunyai sertifikat keahlian dan


bekerja secara full mengurus K3, membuat RK3K, dan menyusun struktur
organisasi penyelenggara K3. Bila terjadi kecelakaan kerja harus segera
dilaporkan kepada direksi dan instansi terkait K3. Pertolongan pertama
harus dilakukan oleh petugas yang ahli di bidangnya, alat P3K harus tersedia
jika diperlukan dalam keadaan darurat.

Penerapan K3 10
BAB III IDENTIFIKASI POTENSI
BAHAYA DAN PENYEBABNYA

Indikator keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu


mengidentifikasi potensi dan bahaya
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

A. IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA


Identifikasi Bahaya Sebelum memulai suatu pekerjaan harus dilakukan
Identifikasi Bahaya guna mengetahui potensi bahaya dalam setiap
pekerjaan. Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan
Safety Departement. Identifikasi Bahaya menggunakan teknik yang sudah
baku seperti Check List, What If, Hazops, dsb. Semua hasil Identifikasi
Bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai
pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.

Identifikasi Bahaya Identifikasi Bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan


proyek yang meliputi: Design Phase Procurement Konstruksi Commisioning
dan Start-Up Penyerahan kepada Pemilik.
1. Tempat Kerja dan Peralatan
2. Alat Pemanas (Heating Appliances)
3. Bahan-bahan yang Mudah Terbakar
4. Cairan yang Mudah Terbakar
5. Benda-benda Jatuh dan Bagian Bangunan yang Roboh
6. Lantai Terbuka, Lubang pada Lantai
7. Lubang pada Dinding
8. Tempat-tempat Kerja Yang Tinggi
9. Bahaya Jatuh Ke Dalam Air
10. Kebisingan Dan Getaran (Vibrasi)

B. PENYEBAB KECELAKAAN
1. Faktor Manusia
Bahaya kecelakaan yang disebabkan manusia pada umumnya dipengaruhi
oleh kurangnya pengertian tentang Kesehatan dan Keselamtan Kerja, kurang
disiplin, dan sebab-sebab oleh kondisi mental, seperti sifat-sifat emosional
dan kejenuhan.

2. Faktor Peralatan dan Lingkungan


Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor peralatan dan lingkungan pada
umumnya adalah:
 tidak adanya konsep rencana k3 yang jelas;
 tidak adanya pengaman lingkungan seperti pagar pengaman, dsb;
 konstruksi yang salah sehingga menimbulkkan runtuhnya bangunan;

Penerapan K3 12
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

 lingkungan yang tidak baik seperti licin, gelap, pengap, dsb.

3. Kecelakaan yang Umum Terjadi dan Upaya Pencegahannya


Kecelakaan yang disebabkan pengangkutan, alat bergerak, dan lalu lintas
pada umumnya disebabkan:
 penempatan bahan dan alat yang kurang baik;
 operator angkutan yang kurang disiplin;
 rambu lalu lintas atau pengaman yang kurang memadai;
 kecelakaan kejatuhan benda pada umumnya disebaban oleh;
 pemasangan alat dan benda yang kurang baik;
 tidak adanya pengaman benda yang jatuh;
 pekerja tidak menggunakan topi pelindung.

Kecelakaan tergelincir, terpukul, terkena benda tajam pada umumnya


disebabkan oleh:
 tempat yan licin, berdiri, berjalan pada tempat yang tidak semestinya;
 terkena paku yang tidak dibengkokan;
 terpukul karena kelalaian.

C. LATIHAN SOAL
Berikut ini, sebagai alat ukur mengukur tingkat pemahaman pelatihan dalam
pembelajaran materi penerapan K3, adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan tujuan pelaksanaan Identifikasi Bahaya!
2. Jelaskan jenis-jenis potensi bahaya!
3. Jelaskan pencegahan potensi bahaya tersebut!

D. RANGKUMAN
Sebelum memulai pekerjaan perlu dilakukan Identifikasi Bahaya guna
mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Dilakukan bersama
pengawas pekerjaan dan inspektor K3 dengan menggunakan teknik yang
sudah baku seperti checklist. Hasil identifikasi tersebut didokumentasikan
dan jadi pedoman dalam setiap pelaksanaan pekerjaan. Identidikasi bahaya
dilakukan setiap tahapan proyek. Jenis potensi bahaya antara lain, alat
pemanas, bahan yang mudah terbakar, cairan yang mudah terbakar, benda-
benda yang dapat jatuh dari bangunan yang roboh, lubang yang terbuka,

Penerapan K3 13
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

ketinggian kerja, perlengkapan keselamatan kerja, dan kebisingan dan


getaran.

Penerapan K3 14
BAB IV PENCEGAHAN DAN
PENGAWASAN K3

Indikator keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu


melakukan pencegahan dan pengawasan K3
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

A. PADA TEMPAT KERJA DAN PERALATAN


1. Pintu Masuk dan Keluar
 Pintu Masuk dan Keluar darurat harus dibuat di tempat-tempat
kerja.
 Alat-alat/tempat-tempat tersebut harus diperlihara dengan baik.
2. Lampu/Penerangan
 Jika penerangan alam tidak sesuai untuk mencegah bahaya, alat-alat
penerangan buatan yang cocok dan sesuai harus diadakan di seluruh
tempat kerja, termasuk pada gang-gang.
 Lampu-lampu buatan harus aman, dan terang.
 Lampu-lampu harus dijaga oleh petugas-petugas bila perlu
mencegah bahaya apabila lampu mati/pecah.
3. Ventilasi
 Di tempat kerja yang tertutup, harus dibuat ventilasi yang sesuai
untuk mendapat udara segar.
 Jika perlu untuk mencegah bahaya terhadap kesehatan dari udara
yang dikotori oleh debu, gas-gas atau dari sebab-sebab lain; harus
dibuatkan vertilasi untuk pembuangan udara kotor.
 Jika secara teknis tidak mungkin bisa menghilangkan debu, gas yang
berbahaya, tenaga kerja harus dasediakan alat pelindung diri untuk
mencegah bahaya-bahaya tersebut di atas.
4. Kebersihan
 Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus
dipindahkan ke tempat yang aman.
 Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
 Peralatan dan benda-benda kecil tidak boleh dibiarkan karena
benda-benda tersebut dapat menyebabkan kecelakaan, misalnya
membuat orang jatuh atau tersandung (terantuk).
 Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan
bertumpuk di tempat kerja.
 Tempat-tempat kerja dan gang-gang (passageways) yang licin
karena oli.
 Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus
dikembalikan pada tempat penyimpan semula.

Penerapan K3 16
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

B. ALAT PEMANAS (HEATING APPLIANCES)


1. Alat pemanas seperti kompor arang hanya boleh digunakan di tempat
yang cukup ventilasi.
2. Alat-alat pemanas dengan api terbuka, tidak boleh ditempatkan di dekat
jalan keluar.
3. Alat-alat yang mudah mengakibatkan kebakaran seperti kompor minyak
tanah dan kompor arang tidak boleh ditempatkan di lantai kayu atau
bahan yang mudah terbakar.
4. Terpal, bahan canvas, dan bahan-bahan lain-lainnya tidak boleh
ditempatkan di dekat alat-alat pemanas yang menggunakan api dan
harus diamankan supaya tidak terbakar.
5. Kompor arang tidak boleh menggunakan bahan bakar batu bara yang
mengandung bitumen.

C. BAHAN-BAHAN YANG MUDAH TERBAKAR


1. Bahan-bahan yang mudah terbakar seperti debu/serbuk gergaji, lap
berminyak, dan potongan kayu yang tidak terpakai tidak boleh
tertimbun atau terkumpul di tempat kerja.
2. Baju kerja yang mengandung di tidak boleh ditempatkan di tempat yang
tertutup.
3. Bahan-bahan kimia yang bisa tercampur air dan memecah harus dijaga
supaya tetap kering.
4. Pada bangunan, sisa-sisa oli harus disimpan dalam kaleng yang
mempunyai alat penutup.

D. CAIRAN YANG MUDAH TERBAKAR


1. Cairan yang mudah terbakar harus disimpan, diangkut, dan digunakan
sedemikian rupa sehingga kebakaran dapat dihindarkan.
2. Bahan bakar/bensin untuk alat pemanas tidak boleh disimpan di gedung
atau sesuatu tempat/alat, kecuali di dalam kaleng atau alat yang tahan
api yang dibuat untuk maksud tersebut.
3. Bahan bakar tidak boleh disimpan di dekat pintu-pintu.skan

Penerapan K3 17
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

E. LANTAI TERBUKA DAN LUBANG PADA LANTAI


1. Lubang pada lantai harus dilindungi:
 dengan penutup sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan;
 dengan terali pengaman dan pinggir pengaman pada semua sisi-sisi
yang terbuka sesuai dengan ketentuan-ketentuan; atau
 dengan cara-cara lain yang efektif.
Jika alat-alat perlindungan tersebut di atas dipindahkan supaya orang
atau barang dapat lewat maka alat-alat pencegah bahaya tadi harus
dikembalikan ke tempat semula atau diganti secepat mungkin.
2. Tutup untuk lubang pada lantai harus aman untuk orang lewat dan jika
perlu harus aman untuk kendaraan yang lewat di atasnya.
3. Tutup lubang pada lantai harus diberi engsel, alur pegangan, atau
dengan cara lain yang efektif untuk menghindari pergeseran jatuh atau
terangkatnya tutup tersebut atau hal lain yang tidak diinginkan.

F. LUBANG PADA DINDING


1. Lubang pada dinding dengan ukuran lebar minimal 45 cm dan tinggi
minimal 75 cm yang berada kurang dari 1 m dari lantai dan
memungkinkan orang jatuh dari ketinggian minimal 2 m harus dilindungi
dengan pinggir pengaman dan terali pengaman.
2. Lubang kecil pada dinding harus dilindungi dengan pinggir pengaman
(toe - board), tonggak pengaman, jika tingginya kurang dari 1,5 m dari
lantai.
3. Jika penutup dari lubang pada dinding dapat dipindah:
 pegangan tangan (handgrip) yang cukup baik harus terdapat pada
tiap sisi; atau
 palang yang sesuai harus dipasang melintang pada lubang pada
dinding untuk melindungi orang/benda jatuh.

G. TEMPAT-TEMPAT KERJA YANG TINGGI


1. Tempat kerja yang tingginya lebih dari 2 m di atas lantai atau di atas
tanah, seluruh sisinya yang terbuka harus dilindungi dengan terali
pengaman dan pinggir pengaman.
2. Tempat kerja yang tinggi harus dilengkapi dengan jalan masuk dan
keluar, misalnya tangga.

Penerapan K3 18
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

3. Jika perlu untuk menghindari bahaya terhadap tenaga kerja pada tempat
yang tinggi, atau tempat lainnya dimana tenaga kerja dapat jatuh lebih
dari ketinggian 2 m harus dilengkapi dengan jaring (jala) perangkap,
pelataran (platform), atau dengan menggunakan ikat pinggang (sabuk
pengaman) yang dipasang.

H. BAHAYA JATUH KEDALAM AIR


Bila pekerja dalam keadaan bahaya jatuh ke dalam air dan tenggelam,
mereka harus memakai pelampung/baju pengaman dan/atau alat-alat lain
yang sejenis ban pelampung (mannedboat dan ring buoys).

I. KEBISINGAN GETARAN (VIBRASI)


1. Kebisingan dan getaran yang membahayakan bagi tenaga kerja harus
dikurangi sampai di bawah dan ambang batas.
2. Jika kebisingan tidak dapat diatasi maka tenaga kerja harus memakai
alat pelindung telinga (ear protectors).

J. PENGHINDARAN TERHADAP ORANG YANG TDAK


BERWENANG
1. Di daerah konstruksi yang sedang dilaksanakan dan disamping jalan raya
harus dipagari.
2. Orang yang tidak berwenang tidak diijinkan memasuki daerah
konstruksi, kecuali jika disertai oleh orang yang berwenang dan
diperlengkapi dengan alat pelindung diri.

K. STRUKTUR BANGUNAN DAN PERALATAN KONSTRUKSI


BANGUNAN
1. Struktur Bangunan (misalnya perancah peralatan.(platforms), gang, dan
menara dan peralatan (misal : mesin-mesin alat-alat angkat, bejana
tekan, dan kendaraan-kendaraan yang digunakan di daerah konstruksi)
harus:
 terdiri atas bahan yang berkualitas baik;

Penerapan K3 19
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

 bebas dari kerusakan; dan


 merupakan konstruksi yang sempurna sesuai dengan prinsip-prinsip
engineering yang baik.
2. Struktur bangunan dan peralatan harus cukup kuat dan aman untuk
menahan tekanan-tekanan dan muatan-muatan yang dapat terjadi.
3. Bagian struktur bangunan dan peralatan-peralatan yang terbuat dari
logam harus:
 tidak boleh retak, berkarat, keropos; dan
 jka perlu untuk mencegah bahaya harus dilapisi dengan cat/alat anti
karat (protective coating).
4. Bagian struktur bangunan dan peralatan yang terbuat dari kayu misalnya
perancah, penunjang, tangga harus:
 bersih dari kulit kayu
 tidak boleh di cat untuk menutupi bagian-bagian yang rusak.
5. Kayu bekas pakai harus bersih dari paku-paku, sisa-sisa potongan besi
yang mencuat tertanam, dan lain-lain sebelum kayu bekas pakai
tersebut dipergunakan lagi.

L. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN PEMELIHARAAN


1. Struktur bangunan dan peralatan harus diperiksa pada jangka waktu
tertentu oleh orang yang berwenang, sebelum struktur bangunan dan
peralatannya dipakai/ dibuat/dibangun.
2. Struktur bangunan dan peralatan yang mungkin menyebabkan
kecelakaan bangunan, misalnya bejana tekan, alat pengerek, dan
perancah sebelum dipakai harus diuji oleh orang yang berwenang.
3. Struktur bangunan dan peralatan harus selalu diperlihara dalam
keadaan yang aman.
4. Struktur bangunan dan peralatannya harus secara khusus diperiksa oleh
orang yang berwenang:
 setelah diketahui adanya kerusakan yang dapat menimbulkan
bahaya;
 setelah terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh struktur bangunan
dan peralatan;
 setelah diadakan perbaikan-perbaikan pada struktur dan
peralatannya;

Penerapan K3 20
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

 setelah diadakan pembongkaran, pemindahan ke bangunan lain


atau dibangun kembali.
5. Peralatan/alat-alat seperti perancah, penunjang, dan penguat (bracing)
dan tower cranes harus diperiksa:
 setelah tidak dipakai dalam jangka waktu yang lama;
 setelah terjadi angin ribut dan hujan deras;
 setelah terjadi goncangan/getaran keras karena gempa bumi,
peledakan, atau sebab-sebab lain.
6. Bangunan dan peralatan yang rusak berat harus disingkirkan dan tidak
boleh dipergunakan lagi kecuali setelah diperbaiki sehingga aman.
7. Hasil-hasil pemeriksaan dari struktur bangunan dan peralatan harus
dicatat dalam buku khusus.

M. PERLENGKAPAN PERINGATAN
1. Papan pengumuman dipasang pada tempat-tempat yang menarik
perhatian; tempat yang strategis yang menyatakan dimana kita dapat
menemukan.
2. Alarm kebakaran terdekat.
3. Nomor telpon dan alat-alat Dinas Pemadam Kebakaran yang terdekat.

N. PERLINDUNGAN TERHADAP BENDA-BENDA JATUH DAN


BAGIAN BANGUNAN YANG ROBOH
1. Bila perlu untuk mencegah bahaya, jarring jala (alat penampung) yang
cukup kuat harus disediakan atau pencegahan lain yang efektif harus
dilakukan untuk menjaga agar tenaga kerja terhindar dari kejatuhan
benda.
2. Benda dan bahan untuk perancah, sisa bahan bangunan, dan alat-alat
tidak boleh dibuang atau dijatuhkan dari tempat yang tinggi, yang dapat
menyebabkan bahaya pada orang lain.
3. Jika benda-benda dan alat-alat tidak dapat dipindahkan dari atas dengan
aman, harus dilakukan usaha pencegahan seperti pemasangan pagar,
papan-papan yang ada tulisan; hati-hati, berbahaya, atau jalur pemisah
dan lain-lain untuk mencegah agar orang lain tidak mendapat
kecelakaan.

Penerapan K3 21
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

4. Untuk mencegah bahaya, harus digunakan penunjang/penguat atau cara


lain yang efektif untuk mencegah rubuhnya bangunan atau bagian-
bagian dari bangunan yang sedang didirikan, diperbaiki, atau
dirubuhkan.

O. PERLINDUNGAN AGAR ORANG TIDAK JATUH/TERALI


PENGAMANAN DAN PINGGIR PENGAMANAN
1. Semua terali pengaman dan pagar pengaman untuk memagar lantai
yang terbuka, dinding yang terbuka, gang tempat kerja yang ditinggikan,
dan tempat-tempat lainnya untuk mencegah orang jatuh, harus:
 terbuat dari bahan dan konstruksi yang baik dan kuat;
 tingginya antara 1 m dan 1,5 m di atas lantai pelataran (platform);
 terdiri atas:
- dua rel, 2 tali atau 2 antai;
- tiang penyanggah;
- pinggir pengaman (toe board) untuk mencegah orang
terpeleset.
2. Rel, tali, atau rantai penghubung harus berada di tengah-tengah antara
puncak pinggir pengaman (toe board) dan bagian bawah dari terali
pengaman yang teratas.
3. Tiang penyangga dengan jumlah yang cukup harus dipasang untuk
menjamin kestabilan & kekukuhan.
4. Pinggir pengaman (toe board) tingginya harus minimal 15 cm dan
dipasang dengan kuat dan aman.
5. Terali pengaman/pinggir pengaman (toe board) harus bebas dari sisi-sisi
yang tajam dan harus dipelihara dengan baik.

P. PENCEGAHAN TERHADAP KEBAKARAN DAN ALAT


PEMADAM KEBAKARAN
1. Di tempat-tempat kerja, tenaga kerja dipekerjakan harus tersedia:
 alat-alat pemadam kebakaran;
 saluran air yang cukup dengan tekanan yang besar.
2. Pengawas (supervisor) dan sejumlah/beberapa tenaga kerja harus dilatih
untuk menggunakan alat pemadam kebakaran.

Penerapan K3 22
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

3. Orang-orang yang terlatih dan tahu cara mengunakan alat pemadam


kebakaran harus selalu siap di tempat selama jam kerja.
4. Alat pemadam kebakaran harus diperiksa pada jangka waktu tertentu
oleh orang yang berwenang dan dipelihara sebagaimana mestinya.
5. Alat pemadam kebakaran seperti pipa-pipa air, alat pemadam kebakaran
yang dapat dipindah-pindah (portable), dan jalan menuju ke tempat
pemadam kebakaran harus selalu dipelihara.
6. Peralatan pemadam kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah
dilihat dan dicapai.
7. Sekurang-kurangnya sebuah alat pemadam kebakaran harus bersedia:
 di setiap gedung dimana barang-barang yang mudah terbakar
disimpan;
 di tempat-tempat yang terdapat alat-alat untuk mengelas;
 pada setiap tingkat/lantai dari suatu gedung yang sedang dibangun
dimana terdapat barang-barang, alat-alat yang mudah terbakar.
8. Beberapa alat pemadam kebakaran dari bahan kimia kering harus
disediakan:
 di tempat yang terdapat barang-barang/benda-benda cair yang
mudah terbakar;
 di tempat yang terdapat oli, bensin, gas, dan alat-alat pemanas yang
menggunakan api;
 di tempat yang terdapat aspal dan ketel aspal;
 di tempat yang terdapat bahaya listrik/bahaya kebakaran yang
disebabkan oleh aliran listrik.
9. Alat pemadam kebakaran harus dijaga agar tidak terjadi kerusakan-
kerusakan teknis.
10. Alat pemadam kebakaran yang berisi chlorinated hydrocarbon atau
karbon tetroclorida tidak boleh digunakan di dalam ruangan atau di
tempat yang terbatas (ruangan tertutup, sempit).
11. Jika pipa tempat penyimpanan air (reservoir, standpipe) dipasang di
suatu gedung, pipa tersebut harus:
 dipasang di tempat yang strategis demi kelancaran pembuangan;
 dibuatkan suatu katup pada setiap ujungnya;
 dibuatkan pada setiap lubang pengeluaran air dari pipa sebuah
katup yang menghasilkan pancaran air bertekanan tinggi;
 mempunyai sambungan yang dapat digunakan Dinas Pemadam
Kebakaran.

Penerapan K3 23
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

Q. PERLENGKAPAN KESELAMATAN KERJA

Gambar 1. Perlengkapan Keselamatan Kerja

Jenis perlengkapan kerja:


1. safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda
keras selama mengoperasikan atau memelihara amp;
2. safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset
karena licin atau melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan
sebagainya;
3. kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata
pada lokasi pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material
keras lainnya;
4. masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator
telah tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai;
5. sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang
berhubungan dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau
mengencangkan baut dan sebagainya.

R. INSPEKSI DAN PENGAWASAN


1. Inspeksi yang teratur harus dilakukan di tempat-tempat dimana risiko
kebakaran terdapat. Hal-hal tersebut termasuk misalnya tempat yang
dekat dengan alat pemanas, instalasi listrik dan penghantar listrik,
tempat penyimpanan cairan yang mudah terbakar dan bahan yang
mudah terbakar, tempat pengelasan (las listrik, karbit).

Penerapan K3 24
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

2. Orang yang berwenang untuk mencegah bahaya kebakaran harus selalu


siap meskipun di iuar jam kerja.

S. PEMBUATAN RMK3
Dokumen Rencana Mutu kontrak berisikan strategi perusahaan untuk
mencapai mutu hasil kerja yang sesuai persyaratan seperti yang ditetapkan
didalam spesifikasi teknis, dan menyajikan gambaran secara ringkas
(summary) dari pekerjaan yang informatif.

Dokumen ini harus disiapkan setelah dinyatakan sebagai pemenang tender


untuk pekerjaan yang bersangkutan dalam hal ini sesuai amanat Keputusan
Menteri Kimpraswil Nomor : 362/KPTS/M/2004, tentang Sistem Manajemen
Mutu Konstruksi, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Prosedur
Mutu
Kantor

Manual
& Rencana
Prosedur Mutu
Mutu Kontrak
Perusahaan

Prosedur
Mutu
Proyek

Gambar 2. Dokumen Sistem Mutu untuk Kontak 1

Penerapan K3 25
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

Dokumen Sistem Mutu untuk Kontraktor:

Prosedur
Mutu
Kantor

Manual Prosedur
& Mutu Rencana
Prosedur Desain Mutu
Mutu Kontrak
Perusahaan

Prosedur
Mutu Rencana
Konstruksi Mutu
Kontrak

Gambar 3. Dokumen Sistem Mutu untuk Kontak 2

Dokumen Sistem Mutu untuk Kontraktor rancang – bangun (design & built).

Dalam Dokumen Rencana Mutu Kontrak tersebut tercantum secara rinci


mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. bagan alur (flow chart) kegiatan pelaksanaan pekerjaan;
2. penetapan prosedur dan instruksi kerja yang akan dipergunakan sesuai
dengan alur kegiatan tersebut diatas;
3. penetapan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh sub-kontraktor;
4. rencana inspeksi dan test yang meliputi : kegiatan yang perlu diperiksa
mutu pekerjaannya sebelum kemudian dilanjutkan ke proses
selanjutnya, tipe dan frekuensi inspeksi dan jenis recordnya;
5. kriteria keberterimaan (acceptance criteria) atas kegiatan tersebut
diatas dan toleransi penerimaan yang diijinkan;
6. daftar peralatan pokok yang akan dipergunakan;
7. instruksi kerja.

Penerapan K3 26
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

Menurut Permen PU No.05 tahun 2014 tentang pedoman SMK3 konstruksi


bidang pekerjaan umum, yang dimaksud dengan instruksi kerja seperti
tertuang dalam Bab I Umum, huruf F : Dokumentasi Sistem Manajemen
Mutu Konstruksi, butir : 6 Instruksi Kerja sebagai berikut:
1. Instruksi kerja berisi cara atau petunjuk teknis dari suatu aktivitas atau
kegiatan yang berkaitan dengan penjaminan mutu konstruksi pada
tingkat Unit Pelaksana di lingkungan Departemen Kimpraswil.
2. Instruksi Kerja minimal mencakup:
 pejabat yang membuat memeriksa dan mengesahkan instruksi kerja;
 riwayat perubahan instruksi kerja;
 daftar distribusi instruksi kerja;
 lingkup penerapan instruksi kerja;
 referensi atau acuan yang digunakan dalam instruksi kerja;
 tahapan proses, aktivitas, atau kegiatan sesuai instruksi kerja;
 daftar lampiran berupa format catatan mutu yang merupakan
pencatatan dari pelaksanaan kegiatan sesuai instruksi kerja;
 alur kerja dari aktivitas;
 daftar peralatan yang dipergunakan;
 daftar rincian kegiatan atau aktivitas;
 daftar simak atau dafatr periksa.

Format pembuatan Instruksi Kerja dapat diikuti sebagai berikut.

Tabel 1. Format Instruksi Kerja


INSTRUKSI KERJA Tgl. Edisi Pertama : No. Kopi :
No. Edisi : Tgl. Revisi :
No. Dokumen : Halaman Ke :

ALAT BAHAN LOKASI PEKERJAAN

NO. LANGKAH KRITERIA STATUS


PEKERJAAN KEBERTERIMAAN BAIK TDK.

Penerapan K3 27
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

Catatan : Kriteria keberterimaan mungkin dapat disamakan dengan kriteria


kinerja

Quality Sistem Manager menyimpan daftar seluruh Rekaman Mutu dan


mengetahui dimana dan siapa yang memegang Perusahaan menetapkan
masa berlakunya rekaman tersebut dan menginstruksikan kepada petugas
pengendali dokumen (PPD) di site agar setelah proyek selesai maka semua
rekaman mutu diserahkan kepada PPD perusahaan untuk
didokumentasikan.

Seperti diuraikan didepan bahwa instruksi kerja berisi instruksi-instruksi


tertulis yang harus dilakukan atau bisa dipakai sebagai pedoman untuk
menjawab : BAGAIMANA MELAKUKAN?

Semua item pekerjaan harus ditulis dalam “Instruksi Kerja“, sehubungan


dengan itu harus sudah ada dan apabila belum ada harus dipertanyakan,
karena dengan instruksi kerja berarti ada pedoman “tertulis“ untuk
melakukan semua unsur-unsur item pekerjaan.

Sebagai contoh instruksi kerja seperti contoh berikut:


1. Dalam hal ini mengingatkan kembali azas kepastian mutu (quality
assurance) yaitu:
 tulis yang akan dikerjakan; dan
 kerjakan yang telah ditulis.
2. Penerapan azas kepastian mutu ini antara lain dibuat:
• manual/metode kerja;
• panduan atau sop (standard operational procedure);
• instruksi kerja;
• bukti-bukti kerja.
a. Statistik pengendalian proses atau sering disebut SPC (Statistical Process
Control) yang didukung dengan teori The Deming Cycle dengan teori
Plan- Do – Check – Act.
b. Perbaikan secara terus menerus (continuous improvement).

Adanya anjuran perbaikan secara terus menerus mengisyaratkan bahwa apa


yang pernah dihasilkan tidak selalu sempurna dan masih perlu adanya
penyempurnaan terus menerus untuk mencapai hasil seperti ariginasi
perencanaannya.

Penerapan K3 28
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

T. LATIHAN SOAL
Berikut ini, sebagai alat ukur mengukur tingkat pemahaman pelatihan dalam
pembelajaran materi penerapan K3, adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan pencegahan pada tempat kerja dan peralatan!
2. Jelaskan pencegahan pada bahan yang mudah terbakar!
3. Pencegahan pada lantai terbuka dan lubang pada lantai!

U. RANGKUMAN
Pencegahan terjadi kecelakaan antara lain pada tempat kerja dan peralatan,
pada alat pemanas, pada bahan yang mudah terbakar, pada cairan yang
mudah terbakar, lantai terbuka dan lubang pada lantai , tempat kerja yang
tinggi, kebisingan dan getaran, dan penghindaran terhadap orang yang
berwenang.

Penerapan K3 29
BAB V PENUTUP
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

A. EVALUASI KEGIATAN BELAJAR


Dalam evaluasi kegiatan belajar, perlu dilakukan evaluasi kegiatan pelatihan,
yaitu melalui evaluasi hasil pembelajaran kepada; para peserta latihan oleh
pengajar atau naras umber, berupa jawaban soal-soal/kuisioner secara
tertulis maupun lisan, seperti:
1. Untuk evaluasi bagi peserta, maka pengajar/widyaiswara melakukan
evaluasi berupa orientasi proses belajar dan tanya jawab maupun
diskusi perorangan/kelompok dan/atau membuat pertanyaan ujian yang
terkait dengan isi dari materi modul tersebut.
2. Untuk evaluasi untuk pengajar/widyaiswara diakukan oleh para peserta
dengan melakukan penilaian yang terkait penyajian, penyampaian
materi, kerapihan pakaian, kedisiplinan, penguasaan materi, metoda
pengajaran, ketepatan waktu dan penjelasan dalam menjawab
pertanyaan, dan lain-lain.
3. Demikian juga untuk evaluasi penyelenggaraan pelatihan, yaitu peserta
dan pengajar/widyaiswara akan mengevaluasi Panitia/Penyelenggara
Pelatihan terkait dengan penyiapan perlengkapan pelatihan, sarana dan
prasarana untuk belajar, fasilitas penginapan, makanan dll.
4. Evaluasi materi dan bahan tayang yang disampaikan pengajar kepada
peserta, dilakukan oleh peserta, pengajar/widyaiswara maupun
pengamat materi/Narasumber untuk pengkayaan materi.

B. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Hasil latihan diberitahukan kepada siswa dan diikuti dengan penjelasan
tentang hasil kemajuan siswa. Kegiatan memberitahukan hasil tes tersebut
dinamakan umpan balik. Hal ini penting artinya bagi siswa agar proses
belajar menjadi efektif, efisien, dan menyenangkan. Umpan balik merupakan
salah satu kegiatan instruksional yang sangat besar pengaruhnya terhadap
hasil belajar siswa.

Tindak lanjut adalah kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes
formatif dan mendapatkan umpan balik. Siswa yang telah mencapai hasil
baik dalam tes formatif dapat meneruskan ke bagian pelajaran selanjutnya
atau mempelajari bahan tambahan untuk memperdalam pengetauan yang
telah dipelajarinya. Siswa yang mendapatkan hasil kurang dalam tes formatif
harus mengulang isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan

Penerapan K3 31
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

instruksional yang sama atau berbeda. Petunjuk dari pengajar tentang apa
yang harus dilakukan siswa merupakan salah satu bentuk pemberian tanda
dan bantuan kepada siswa untuk memperlancar kegiatan belajar selanjutnya

C. KUNCI JAWABAN
Berikut adalah kunci jawaban untuk soal-soal yang ada dalam setiap akhir
bab modul ini.

BAB II KETENTUAN ADMINISTRATIF


Soal 1 : Permen PU no.19 tahun 2011 tentang persyaratan teknis jalan
dan kriteria perencanaan teknis jalan.
Soal 2 : Konsep keselamatan jalan adalah infrastruktur jalan dan
bangunan pelengkap jalan serta perlengkapan jalan yang
dibuat bias mencegah / mengurangi cedera lebih serius dan
atau kematian dari kecelakaan.
Soal 3 : Jawaban

BAB III IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA DAN PENYEBABNYA


Soal 1 : Karena kendaraan yang melewati tikungan sering melintas
pada lajur yang bukan miliknya(mengambil lajur sebelahnya),
terjadi ketidakseimbangan kendaraan karena adanya gaya
lempar pada kendaraan tersebut.
Soal 2 : Gaya sentrifugal adalah gaya dorong pada kendaraan secara
radial keluar dari lajur jalnnya berarah tegak lurus terhadap
gaya kecepatan (V) yang menimbulkan tidak nyaman pada
pengemudi.
Soal 3 : Membuat superelevasi pada tikungan
Soal 4 : Circle, Spiral Circle Spiral dan Spiral Spiral

BAB IV PENCEGAHAN DAN PENGAWASAN K3


Soal 1 : Kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan, muka air
banjir, muka air tanah dan kelandaian yang memungkinkan.
Soal 2 : Landai minimum adalah kelandaian yang dianjurkan baik di
daerah galian maupun timbunan yang menjamin pengaliran air
lancar sedemikian rupa.
Landai maksimum adalah kelandaian yang dapat membatasi
perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu lintas dengan

Penerapan K3 32
Diklat Teknis Jabatan Dasar II Bidang Jalan dan Jembatan

kecepatan rencana tertentu.


Soal 3 : Panjang kritis adalah jarak yang diijinkan pada kelandaian
tertentu dan kecepatan tertentu.
Soal 4 : Jalan arteri atau kolektor dan bila panjang kritis terlampaui

Penerapan K3 33
DAFTAR PUSTAKA
Brown, S., & Vranesic, Z. (2005). Fundamentals of Digital Logic with VHDL
Design (Vol. II). New York: Mc Graw-Hill.

Hamblen, J. O., Hall, T. S., & Furman, M. D. (2006). Rapid Prototyping of


Digital Systems Quartus II Edition. New York: Springer.

Kurniawan, Y. (2008). Algoritma Enkripsi Indonesia BC3. Diakses tanggal 31


Maret 2008, dari
http://ysfk2008.wordpress.com/2008/05/09/algoritma-enkripsi-
indonesia-bc3/.

Permen PU No.19 tahun 2011 tentang persyaratan teknis jalan dan criteria
perencanaan teknis jalan

UU No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

UU No.38/2004 tentang jalan

Peraturan pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan

Road Safety Manual, PIARC Technical Comite On Road Safety, 2003

Safety Audit Jalan Tol Cipularang, Agustus 2006

https://kumparan.com/aditiarizkinugraha/deretan-kecelakaan-maut-di-tol-
cipularang#qb4oBead6W5Y2zqg.99, Oktober 2017.

34
GLOSARIUM
Jalan perkotaan : Jalan di daerah perkotaan yang mempunyai
perkembangan secara permanen dan menerus
sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,
minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa
perkembangan lahan atau bukan; jalan di atau dekat
pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000
iiwa selalu digolongkan dalam kelompok ini, jalan di
daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari
100.000 jiwa juga digolongkan dalam kelompok ini
jika mempunyai perkembangan samping jalan yang
permanen dan menerus. (MKJI, Tahun 1997)
Jalan arteri : Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata
tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna. (Undang Undang Rl No. 38 Tahun 2004 tentang
Jalan)
Jalan kolektor : Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi. (Undang Undang Rl No. 38 Tahun
2004 tentang Jalan)
Jalan lokal : Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
selempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
(Undang Undang Rl No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan)
Jalan arteri primer : Jalan yang menghubungkan secara efisien antar pusat
kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan wilayah.
Jalan kolektor primer : Jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan

35
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Jalan arteri sekunder : Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan atau menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu
atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua.
Alinyemen horisontal : Proyeksi garis sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen vertikal : Proyeksi garis sumbu jalan pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan.
Jarak pandang (S) : Jarak di sepanjang tengah-tengah suatu muka jalur
jalan dari mata pengemudi ke suatu titik di muka
pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh
pengemudi.
Jarak pandang menyiap : Jarak pandangan pengemudi ke depan yang
(Sp) dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan
mendahului dalam keadaan normal, didefinisikan
sebagai jarak pandangan minimum yang diperlukan
sejak pengemudi memutuskan untuk menyusul,
kemudian melakukan pergerakan penyusulan dan
kembali ke lajur semula. Sp diukur berdasarkan
anggapan bahwa tinggi mata pengemudi adalah 108
cm dan tinggi halangan adalah 108 cm diukur dari
permukaan jalan. (AASHTO, 2001)
Jarak pandang henti : Jarak pandangan pengemudi ke depan untuk berhenti
(Ss) dengan aman dan waspada dalam keadaan biasa,
didefinisikan sebagai jarak pandangan minimum yang
diperlukan oleh seorang pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu
melihat adanya halangan di depannya; Ss diukur
berdasarkan anggapan bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 108 cm dan tinggi halangan adatah 60 cm
diukur dari permukaan jalan. (AASHTO, 2001)
Superelevasi : Kemiringan melintang permukaan jalan khusus di

36
tikungan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya
sentrifugal.
Kecepatan rencana (Vr) : Kecepatan yang dipilih untuk mengikat komponen
perencanaan geometrik jalan dinyatakan dalam
kilometer per jam (km/h).
Waktu reaksi : Waktu yang diperlukan oleh seorang pengemudi sejak
dia melihat halangan didepannya, membuat
keputusan dan sampai dengan saat akan memulai
reaksi.
Ekivalen mobil : Faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe
penumpang (emp) kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap
kecepatan, kemudahan bermanufer, dimensi
kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil
penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya
mirip; emp = 1,0). (MKJI, tahun 1997)
Mobil penumpang : Setiap kendaraan bermotor beroda empat atau lebih
yang dilengkapi sebanyak-banyaknya delapan tempat
duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan
bagasi.
Badan jalan : Bagian jalan yang meliputi jalur lalu lintas, dengan
atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan.
Bahu jalan : Bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan
dengan jalur latu lintas untuk menampung kendaraan
yang berhenti, keperluan darurat dan untuk
pendukung samping bagi pondasi bawah, pondasi
atas, dan permukaan.
Kereb : Bangunan pelengkap jalan yang dipasang sebagai
pembatas jalur lalu lintas
Dengan bagian jalan lainnya dan berfungsi juga
sebagai penghalang/ pencegah kendaraan keluar dari
jalur lalu lintas, pengaman terhadap pejalan kaki,
mempertegas tepi perkerasan jalan, dan estetika.
Lajur : Bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa

37
marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu
kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda
motor. (PP Rl No. 43 Tahun 1993)
Jalur lalu lintas untuk : Bagian jalur jalan yang direncanakan khusus untuk
kendaraan lintasan kendaraan bermotor.
Jalur lalu lintas untuk : Bagian jalur jalan yang direncanakan khusus untuk
pejalan kaki pejalan kaki.
Jalur hijau : Bagian dari jalan yang disediakan untuk penataan
tanaman (pohon, perdu atau rumput) yang
ditempatkan menerus berdampingan dengan trotoar
atau dengan jalur sepeda atau dengan bahu jalan
atau pada pemisah jalur (median jalan).
Jalur tepian : Bagian dari median yang ditinggikan atau separator
yang berfungsi memberikan ruang bebas bagi
kendaraan yang berjalan pada jalur lalu lintasnya.
Trotoar : Jalur lalu lintas untuk pejalan kaki yang umumnya
sejajar dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan (untuk menjamin
keselamatan pejalan kaki).
Median jalan : Bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh
kendaraan dengan bentuk memanjang sejajar jalan
terletak di sumbu/ tengah jalan, dimaksudkan untuk
memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan.
Median dapat berbentuk median yang ditinggikan
(raised), median yang diturunkan (depressed) atau
median datar (flush).

38
39

Anda mungkin juga menyukai