ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadlirat yang maha kuasa, karena atas berkah dan rahmat Nya Buku Ajar Perencanaan Jembatan ini dapat tersusun. Buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan dasar dasar pengetahuan kepada perencana dan pelaksana bangunan jembatan, dengan harapan hasil rancang bangun dan pelaksanaan di lapangan dapat memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan infrastruktur jembatan Pada buku ini disajikan secara berurutan dari konsep desain, dasar perencanaan,
struktur atas jembatan, struktur bawah jembatan, fondasi jembatan dan bangunan pelengkap. Isi buku juga memuat contoh soal dan permasalahan yang mungkin timbul di lapangan, dengan harapan buku ini dapat memberikan tuntunan bagi perancang dan pelaksana jembatan agar dapat melaksanakan pekerjaan perancangan jembatan satu paket lengkap termasuk fondasinya. Dengan tersusunnya buku ini, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang berperan aktif dalam membantu terlaksananya penyusunan buku. Sebagai akhir kata, kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi upaya rekayasa teknik dalam pembangunan jembatan .
Penyusun
iii
K o n t r i b u t o r: Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc. Ir. Drs. Andi Indiarto, MT. Anis Rosyidah S, ST. MT. Monang Saut Reynold P, ST. MT. Asep Hilmansyah, ST. MT. DR. Ir. Sudaryono, MM.
iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................... .................... ii TIM PENYUSUN.......................................................................................... .......................... iii DAFTAR ISI.......................................................................................... .................................. iv I . PENDAHULUAN.......................................................................................... .................... 1 II. KRITERIA DESAIN JEMBATAN.. .............................. 3 2.1 Pokok-pokok Perencanaan.. ...................................... 3 2.2 Rujukan Perencanaan.. .............................................. 4 2.3 Parameter Perencanaan.. ........................................... 5 2.4 Tahapan Perencanaan Jembatan.. ............................ 18 III.PEMBEBANAN JEMBATAN.. .................................... 24 3.1 Aksi Beban Tetap.. .................................................. 24 3.2 Beban Lalu Lintas.. ................................................. 31 3.3 Aksi Lingkungan.. ................................................... 46 3.4 Aksi-Aksi Lainnya.. ................................................ 65 3.5 Kombinasi Beban.. .................................................. 67 IV.STRUKTUR ATAS JEMBATAN................................. 75 4.1 Umum...................................................................... 75 4.2 Konsep Desain.. ...................................................... 81 4.3 Perhitungan Struktur Atas Jembatan.. ..................... 82 V.STRUKTUR BAWAH JEMBATAN.. ......................... 115 5.1 Umum.................................................................... 115 5.2 Konsep Desain.. .................................................... 126 5.3 Perhitungan Struktur Bawah Jembatan.. ............... 127 VI. PONDASI JEMBATAN.. ........................................... 149 6.1 Umum.................................................................... 149 6.2 Konsep Desain.. .................................................... 171 6.4 Perhitungan Struktur Pondasi................................ 175 VII. BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN.............. 185 7.1 Trotoar dan Sandaran Jembatan .. ......................... 185 7.2 Bearing.. ................................................................ 185 7.3 Expansion joint.. ................................................... 188 7.4 Fender Jembatan.................................................... 190 7.5 Slope Protection.. .................................................. 192
BAB I PENDAHULUAN
Jembatan adalah prasarana lalu-lintas yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai, lembah, laut, danau ataupun bangunan lain dibawahnya. Ada sekitar 95.000 buah jembatan (ekivalen 1220 km) di Indonesia antara lain 60.000 jembatan (550 km) di jalan kabupaten, perdesaan & perkotaan serta 35.000 jembatan (670 km) di ruas jalan nasional & provinsi dengan jenis jembatan dan panjang yang bervariasi.
Gambar A.1 Distribusi jembatan berdasarkan bentang jembatan dan jenis jembatan
Kebijakan pemerintah dalam upaya mempercepat program pembangunan prasarana transportasi darat khususnya jembatan diarahkan pada standarisasi bangunan atas, baik dengan cara menyediakan stok komponen bentang standar maupun penyediaan standar konstruksi jembatan yang kemudian dapat dibuat lapangan. Teknologi pembangunan jembatan telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun mulai dari peraturan perencanaan, teknologi bahan (beton, baja, kabel), teknologi perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan sampai teknologi rehabilitasi. Sehingga penguasaan teknologi jembatan tersebut mutlak dibutuhkan untuk pembangunan jembatan, baik jembatan standar atau sederhana maupun jembatan dengan teknologi khusus, demikian juga untuk pembangunan jembatan di daerah perkotaan dengan kondisi lahan yang terbatas dan lalu-lintas yang harus tetap operasional. Jembatan terbagi menjadi 3 bagian utama struktur, yaitu struktur atas (superstruktur) dan struktur bawah (substruktur) dan pondasi jembatan. Bangunan atas dan bangunan bawah saling menunjang satu sama lainnya dalam menahan beban dan meneruskannya ke tanah dasar melalui fondasi. Di samping struktur utama tersebut, terdapat bangunan lainnya Bagianbagian superstruktur terdiri dari perletakan sampai ke bagian atas struktur jembatan seperti rangka, gelagar, lantai. Superstruktur adalah bagian dari jembatan yang langsung
berhubungan dengan beban yang bekerja di atasnya yaitu kendaraan yang melewatinya. Sedangkan bagianbagian dari substruktur adalah mulai dari perletakan ke bagian bawah jembatan yaitu kepala dan pilar jembatan yang ditahan oleh fondasi. Bagianbagian tersebut adalah bagianbagian yang langsung berhubungan dengan tanah dasar sebagai penerus gaya gaya yang bekerja pada jembatan. Untuk mendapatkan struktur jembatan yang aman, sebelum di lakukan pembangunan jembatan perlu di lalui proses perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibangun dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, ekonomis dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencananya. Perencanaan jembatan harus mengacu pada teori-teori yang relevan, kajian dan penelitian yang memadai serta aturan / tata cara yang berlaku di Indonesia, termasuk aturan pembebanan, bahan jembatan, fondasi dan beban gempa yang diperhitungkan terhadap jembatan. Perencanaan struktur atas meliputi pemilihan tipe struktur atas, proses perencanaan dan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah proses perencanaan teknis, telah tersedia standar struktur atas untuk bentang jembatan lebih kecil dari 60 meter. Dengan adanya standar tersebut, perhitungan teknis tidaklah dibutuhkan. Sedangkan pada jembatan yang belum ada standarnya (lebih besar 60 meter) haruslah dilakukan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beban-beban dari struktur atas kemudian diteruskan ke struktur bawah. Perencanaan struktur bawah meliputi pemilihan tipe kepala jembatan dan pilar, proses perencanaan dan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku termasuk juga beban gempa. Perencanaan pondasi meliputi pemilihan tipe pondasi yang sesuai dengan karakteristik beban dan tanah untuk mendapatkan daya dukung yang dipersyaratkan. Pada pondasi kriteria keamanan ditentukan dari daya dukung, untuk pondasi dangkal di samping daya dukung juga dibutuhkan tinjauan terhadap stabilitas pondasi termasuk juga metode mengantisipasi dan mencegah gerusan. Di samping struktur utama tersebut di atas, terdapat bangunan pelengkap lainnya yang berfungsi menunjang operasional jembatan antara lain sandaran dan trotoar, fender, slope protection, rambu lalu lintas dan lainnya.
2.1
Pokok-Pokok Perencanaan
Suatu jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah memenuhi kriteria kriteria desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan. Jembatan direncanakan untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna lalu lintas sesuai dengan pokok-pokok perencanaan : Kekuatan dan Stabilitas Struktur Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban ULS-keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan sebagai bebanbeban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur struktur rencana. Kenyamanan dan Keamanan Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan layan pada beban SLS-keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak diperiksa untuk beban ULS, tetapi untuk beban SLS yang lebih kecil dan lebih sering terjadi dan didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5%
kemungkinan terlampaui dalam satu tahun. Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan) Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya, sehingga harus dihindari sedapat mungkin. Ekonomis Rencana termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang mencakup biaya pemeliharaan, dan tidak hanya pada biaya permulaan konstruksi.
Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan Keawetan dan kelayanan jangka panjang. Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan dalam lingkungan laut agresif garam yang dekat pantai.
Estetika Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan untuk dilihat. Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.
2.2
Rujukan Perencanaan
Perencanaan jembatan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Rujukan terhadap perencanaan yang berlaku : A. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu pada : Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS92 dengan revisi pada : 1) Bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005) 2) Bagian 6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004) 3) Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-28831992) B. Perencanaan Jalan Pendekat dan oprit harus mengacu kepada : 1) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003) 2) Standar-standar perencanaan jalan yang berlaku C. Untuk perhitungan dan analisa harga satuan pekerjaan mengikuti Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. D. Dalam merencanakan teknik Prosedur Operasional Standar (POS) bidang jembatan yang harus diikuti adalah : 1) POS Penyusunan Kerangka Acuan Kerja 2) POS Survey Pendahuluan
3) POS Survey Lalu Lintas 4) POS Survey Geodesi 5) POS Survey Geoteknik 6) POS Survey Hidrologi 7) POS Perencanaan Teknis Jembatan 8) PSO Penyampaian DED Perencanaan Teknis 9) POS Sistematika Laporan 10) POS Penyelenggaraan Jembatan Khusus E. Pedoman Teknis Penjabaran RKL atau UKL dan untuk penerapan pertimbangan lingkungan agar mengaci pada dokumen RKL atau UKL dan SOP F. Ketentuan-ketentuan lain yang relevan bila tercakup dalam ketentuan-ketentuan di atas harus mendapat persetujuan pemberi tugas.
2.3
Parameter Perencanaan
Dalam merencanakan jembatan dibutuhkan parameter untuk dapat menentukan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi, lokasi/letak jembatan, material.
A. Umum Umur Rencana Jembatan Umur rencana jembatan estndar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun. Umur rencana untuk jembatan permanen minimal 50 tahun. Umur rencana dipengaruhi oleh material/bahan jembatan dan aksi lingkungan yang
direncanakan untuk aksi yang mempunyai periode ulang lebih panjang. Hubungan
1 Pr umur = 1 + (rencana 1 R antara ) periode ulang adalah: D
Pr = Kemungkinan bahwa aksi tertentu akan terlampaui paling sedikit sekali selama umur rencana jembatan D = Umur rencana ( th. ) R = Periode ulang dari aksi ( th. )
Tabel B.1. Hubungan antara periode ulang dengan umur rencana No 1 2 Umur rencana (tahun) 50 100 Pereode ulang (tahun) Keadaan Batas Layan 20 20 Keadaan Batas Ultimate 1000 2000
Geometrik Lebar jembatan ditentukan berdasarkan kebutuhan kendaraan yang lewat setiap jam, makin ramai kendaraan yang lewat maka diperlukan lebar jembatan lebih besar. Tabel B.2. Penentuan Lebar Jembatan
LHR
LHR < 2.000 2.000 < LHR < 3.000 3.000 < LHR < 8.000 8.000 < LHR < 20.000 LHR > 20.000
Jumlah lajur
1 2 2 4 >4
Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka lebar lantai jembatan ditentukan sebagai berikut: a) Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1+7+ 1 meter b) Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter c) Tidak boleh lebih kecil dari lebar jalan. d) Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n ( 2,75 ~ 3,50 )m, dimana n = jumlah lajur lalu lintas.
Superelevasi/kemiringan Lantai Jembatan Kemiringan melintang lantai jembatan adalah 2%. Kemiringan memanjang jembatan adalah tanjakan atau turunan pada saat melalui jembatan. Perbandingan kemiringan dari tanjakan serta turunan tersebut disyaratkan sebagai berikut: Perbandingan 1:30 untuk kecepatan kendaraan > 90 km/jam Perbandingan 1:20 untuk kecepatan kendaraan 60 s/d 90 km/jam Perbandingan 1:10 untuk kecepatan kendaraan < 60 km/jam Jembatan pada ruas jalan nasional dengan kemiringan memanjang jembatan maksimum adalah 1:20 atau 5%. Ketentuan tersebut di atas menyatakan bahwa semakin besar kecepatan kendaraan, maka semakin landai pula tanjakan atau turunan yang diberikan pada jembatan. Hal ini memang diberikan dengan tujuan agar pada saat kendaraan akan masuk ke badan Jembatan kendaraan tersebut tidak "jumping", yang secara otomatis akan memberikan beban kejut tumbukan vertikal pada struktur jembatan. Struktur Jembatan tidak diperhitungkan terhadap beban tumbukan akibat jumping kendaraan. Jembatan hanya diperhitungkan menahan beban kejut kendaraan yang melaju.
Ruang Bebas Vertikal dan Horizontal Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari rusaknya struktur atas jembatan karena adanya tumbukan dari benda-benda hanyutan atau benda yang lewat di bawah jembatan. Clearance (ruang bebas) vertikal diukur dari permukaan air banjir sampai batas paling bawah struktur atas jembatan. Besarnya clearance bervariasi, tergantung dari jenis sungai dan benda yang ada di bawah jembatan. Nilai ruang bebas di bawah jembatan ditentukan sebagai berikut: C = 0,5 m ; untuk jembatan di atas sungai pengairan C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa hanyutan . C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan ketika banjir C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui kondisinya. C = 5,1 m ; untuk jembatan jalan layang. C 15 m; untuk jembatan di atas laut dan di atas sungai yang digunakan untuk alur pelayaran. jenis sungainya, jalan : 5 m, laut 15 m ). Horizontal clearance ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal ditentukan US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah
2 3 kali panjang kapal rencana, atau 2 kali lebih besar dari lebar channel
Gambar B.3. Clearance pada jembatan diatas selat / laut / sungai yang dilewati kapal
Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan Pemberian syarat bidang datar dari permukaan jalan yang menghubungkan antara jalan dengan jembatan dilakukan untuk meredam energi akibat tumbukan dari kendaraan yang akan melewati jembatan. Bila hal ini tidak diberikan, dikhawatirkan akan berakibat pada rusaknya struktur secara perlahan lahan akibat dari tumbukan kendaraan kendaraan terutama kendaraan berat seperti truk atau kendaraan berat lainnya. Energi kejut yang diberikan pada strukur akan meruntuhkan struktur atas, seperti gelagar dan juga lantai kendaraan. Tentu saja untuk menguranginya maka diberikan jarak berupa jalan yang datar mulai dari kepala jembatan sejauh minimum 5 meter ke arah jalan yang di beri struktur pelat injak untuk pembebanan peralihan dari jalan ke jembatan.
Untuk melindungi agar kendaraan yang lewat jembatan dalam keadaan aman, baik bagian kendaraan maupun barang bawaannya, maka tinggi bidang kendaraan ditentukan sebesar minimum 5 m yang diukur dari lantai jembatan sampai bagian bawah balok pengaku rangka bagian atas ( Top lateral bracing ) Lokasi dan Tata letak Jembatan. Lokasi jembatan menghindarkan tikungan di atas jembatan dan oprit. Peletakan jembatan dipengaruhi oleh pertimbangan pertimbangan a) Teknik (aliran sungai, keadaan tanah) Aliran air dan alur sungai yang stabil (tidak berpindah-pindah) Tidak pada belokan sungai Tegak lurus terhadap sungai Bentang terpendek (lebar sungai terkecil)
b) Sosial (tingkat kebutuhan lalulintas) c) Estetika (keindahan) Untuk kebutuhan estetikapada daerah tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.
10
Jembatan Jembatan
Bentang pendek
Bentang panjang
Pada daerah transisi atau daerah perbatasan antara bukit dengan lembah aliran sungai biasanya berkelok-kelok, karena terjadinya perubahan kecepatan air dari tinggi ke rendah, ini mengakibatkan bentuk sungai berkelok-kelok dan sering terjadi perpindahan alur sungai jika banjir datang. Untuk itu penempatan jembatan sedapat mungkin tidak pada aliran air yang seperti ini, karena jembatan akan cepat rusak jika dinding sungai terkikis air banjir, dan jembatan menjadi tidak berfungsi jika aliran air sungai berpindah akibat banjir tersebut. Pada dasarnya, penentuan letak jembatan sedapat mungkin tidak pada belokan jika bagian bawah dari jembatan tersebut terdapat aliran air. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi scouring (penggerusan) pada kepala jembatan, namun jika terpaksa dibuat pada bagian belokan sungai maka harus di bangun bangunan pengaman yang dapat berupa perbaikan dindin sungai dan perbaikan dasar sungai pada bagian yang mengalami scouring (penggerusan). Penempatan jembatan diusahakan tegak lurus terhadap sungai, untuk
mendapatkan bentang yang terpendek dengan posisi kepala jembatan dan pilar yang sejajar terhadap aliran air. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gerusan pada pilar, yang akan mempengaruhi kinerja pilar jembatan. Bila scouring telah terjadi dikhawatirkan pilar yang seharusnya menopang struktur atas jembatan akan rusak sehingga secara otomatis akan merusak struktur jembatan secara keseluruhan.
11
Agar pembuatan jembatan lebih ekonomis, diusahakan mencari bentang yang terpendek diantara beberapa penampang sungai. Karakteristik lokasi jembatan yang ideal adalah: 1. Secara geologis lokasi pondasi untuk kepala jembatan dan pilar harus baik. Dibawah pengaruh pembebanan, permukaan tanah yang mendukung harus bebas dari faktor geseran (slip) dan gelinding (slide). Pada kedalaman yang tidak terlalu besar dari dasar sungai terdapat lapisan batu atau lapisan keras lainnya yang tidak erosif, dan aman terhadap gerusan air sungai yang akan terjadi. 2. Batasan sungai pada lokasi jembatan harus jelas, jembatan diusahakan melintasi sungai secara tegak lurus. 3. Bagian punggung atau pinggir harus cukup kuat, permanen dan cukup tinggi terhadap permukaan air banjir. 4. Untuk mendapatkan suatu harga fondasi yang rendah, usahakan mengerjakan pekerjaan fondasi tidak di dalam air, sebab pekerjaan fondasi dalam air mahal dan sulit. Penentuan bentang Bentang jembatan (L) adalah jarak antara dua kepala jembatan. L
Ada 2 cara dalam menentukan bentang dalam pembangunan jembatan, yaitu untuk sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir. Hal tersebut dilakukan karena berdasar pada apakah alur sungai itu akan membawa hanyutan hanyutan berupa material dari banjir dari suatu kawasan, atau sungai tersebut hanyalah digunakan sebagai aliran sungai biasa yang tentunya tidak membawa hanyutan hanyutan besar dari banjir. Material material yang dibawa pada saat banjir sangat beraneka ragam tentunya, baik jenis maupun
12
ukurannya sangatlah bervariasi. Oleh sebab itu pada sungai yang dijadikan limpasan banjir penentuan bentang akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan sungai yang bukan limpasan banjir. Kepala jembatan L Muka Air Banjir
a b
L=
a+b 2
Untuk Kondisi: - Bukan sungai limpasan banjir - Air banjir tidak membawa hanyutan L
L=b
Dimana : L = Bentang jembatan a = Lebar dasar sungai b = Lebar permukaan air banjir Material a. Beton Lantai jembatan dan elemen struktural bangunan atas lainnya menggunakan mutu beton minimal K-350, untuk bangunan bawah adalah K-250 termasuk isian tiang pancang. b. Baja tulangan Baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk D<13, dan BJTD 32 atau BJTD 39 untuk D13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.
13
B. Perencanaan Bangunan Atas Pemilihan Bangunan Atas Sebelum pembuatan jembatan perlu dilakukan perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibanguan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak boros dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencana. Perencanaan jembatan perlu mempertimbangkan faktor ekonomis. Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan tipe struktur utama dan jenis material yang optimum.
Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan aas jembatan standar Bina Marga seperti : Box culvert (single, double, triple) bentang1 s/d 10 m Voided Slab, bentang 6 s/d 16m. Gelagar Beton Bertulang Tipe T, bentang 6 s/d 25 m Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan box, bentang 16 s/d 40 m Gelagar Komposit Tipe I dan Box Bentang 20 s/d 40m. Rangka Baja Bentang 40 s.d 60m.
14
Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS) b) Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak elampaui batas yang diizinkan yaitu simple beam <L/800 dan kantilever L/400. c) Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan jembatan berada khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal elemen bajadan galvanis terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi material.
C. Perencanaan Bangunan Bawah Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu abutment (kepala jembatan) dan pilar. Pemilihan Bangunan Bawah Pemilihan bangunan bawah dipengaruhi oleh hal-hal berikut : Memiliki dimensi yang ekonomis Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat :gerusan arus air, penurunan tanah, longsoran lokal dan global. Kuat menahan beban berat struktur atas , beban lalu lintas ,beban angin dan beban gempa. Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe bangunan bawah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
15
JENIS PANGKAL
PANGKAL TEMBOK PENAHAN GRAVITASI
30
34
Optional Tie-Back
15
16
JENIS PILAR
PILAR BALOK CAPTIANG SEDERHANA dua baris tiang adalah umumnya minimal
30
15
PILAR TEMBOK ujung bundar dan alinemen tembok sesuai arah aliran membantu mengurangi gaya aliran dan gerusan lokal PILAR PORTAL SATU TINGKAT (KOLOM GANDA ATAU MAJEMUK) dianjurkan kolom sirkular pada aliaran arus pemisahan kolom dengan 2D atau lebih membantu kelancaran aliran arus
25
15
15
25
PILAR TEMBOK PENAMPANG I penampang ini mempunyai karateristik tidak baik terhadap aliran arus dan dianjurkan untuk penggunaan di darat
25
Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan bangunan bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS) b) Struktur bangunan bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30 mm (daerah normal) dan minimal 50 mm (daerah agresif)
17
D. Perencanaan pondasi jembatan Pemilihan Pondasi Bentuk fondasi yang tepat untuk mendukung struktur bawah jembatan harus dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas jembatan yang ditahan oleh fondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah kerasnya. Pemilihan pondasi dipengaruhi oleh hal-hal berikut : Disarankan tidak menggunakan fondasi langsung pada daerah dengan gerusan/scouring yang besar, jika terpaksa berikan perlindungan fondasi terhadap scouring. Hindari peletakkan fondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global, jika kepala jembatan atau pilar jembatan sungai. Hindari penyebaran gaya dari fondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing sungai. Gunakan fondasi sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala atau pilar jembatan Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe fondasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Tabel B.3. Pemilihan bentuk fondasi
Tiang Pancang Butir Pondasi Langsung Sumuran Baja Tiang H Baja Tiang Pipa 300 sampai 600 tidak terbatas 7 sampai 40 Tiang Beton Bertulang Pracetak 300 sampai 600 30 12 sampai 15 Tiang Beton Pratekan Pracetak 400 sampai 600 60 18 sampai 30 Tiang Bored Beton bertulang
Diameter Nominal (mm) Kedalaman Maksimum (m) Kedalaman Optimum (m) Beban Maksimum ULS (kN) untuk keadaan biasa Variasi Optimum beban ULS (kN)
3000
5 0.3 sampai 3
15 7 sampai 9
20000 +
20000 +
18
Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD) b) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk tiang pancang, SF Point bearing =2,5 ~ 3 dan SF Friction =3~ 5 c) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk fondasi Sumuran dangkal dan fondasi dangkal SF Daya dukung = 1,5~3, SF Geser = 1,5 ~ 2 dan SF Guling = 1,5 ~ 2
E. Perencanaan Jalan Pendekat Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut: a. H kritis b. H izin = (c.Nc + .D.Nq)/ = H kritis/ SF, di mana SF = 3.
Bila tinggi timbunan melebihi H izin, harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah dasar yang ada.
2.4
Untuk menjamin desain jembatan memenuhi kriteria desain di atas, maka desain jembatan harus mengikuti proses desain sebagai berikut: 1. Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulkan data-data dasar perencanaan dan untuk mengetahui letak jembatan. 2. Membuat pradesain/ rancangan awal berdasarkan hasil survey pendahuluan 3. Melalukan pengkajian hasil pradesain, dan jika perlu melakukan survey kembali untuk memastikan: Lebar dan Bentang jembatan. Perlu tidaknya pilar. Letak kepala jembatan Posisi struktur atas jembatan terhadap muka air banjir atau permukaan air laut tertinggi atau bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan beban lain/khusus yang mungkin bekerja pada jembatan h. Metoda konstruksi yang akan digunakan 4. Menentukan desain akhir dari struktur atas dan bawah jembatan 5. Menentukan beban beban yang bekerja pada jembatan 6. Melakukan perhitungan analisa struktur 7. Menentukan dimensi tiap elemen jembatan 8. Membuat gambar hasil perencanaan. c. d. e. f.
19
20
2.4.1
Perencanaan Struktur Atas 1. Tahapan Pengumpulan data data yang diperlukan Fungsi jembatan; berhubungan dengan syarat kenyamanan Umur rencana; berhubungan dengan material yang akan digunakan dan bahan pengawetnya -
Lebar jalan dan klas jalan; lebar jembatan dan pembebanan Jenis jembatan ( viaduk, aquaduk); penentuan clearance ( sungai : tergantung
Bahan yang akan digunakan; berhubungan dengan kesedianaan material Peta situasi; penentuan posisi jembatan terhadap jalan dan sungai Lokasi jembatan ( di kota / di daerah mana ); berhubungan dengan peninjauan gempa
Data tanah ; peninjauan gempa dan jenis pondasi Topografi sungai ; penentuan bentang, perlu tidaknya pilar, penentuan letak pilar, penentuan letak kepala jembatan.
Jenis sungai ; penentuan letak kepala jembatan, Clearance, perlu tidaknya pilar
Muka air banjir / rintangan dibawah jembatan; posisi struktur atas Kecepatan arus air banjir; gaya pada pilar Kecepatan angin; gaya pada struktur atas dan bawah
2.
Pembuatan bentuk / arsitek jembatan Penempatan letak jembatan terhadap sungai/rintangan dibawahnya; tegak lurus , terpendek, perlu analisa antara memindahkan sungai, melengkungkan jalan, atau jembatan serong ) Penentuan bentang jembatan; perlu analisa mahal mana pembuatan kepala jembatan atau struktur atas Penentuan perlu tidaknya pilar; mahal mana antara pembuatan pilar dengan struktur atas bentang panjang . Penentuan type struktur atas ( Gelagar, box, rangka, kabel, kombinasi rangka atau Gelagar dengan kabel ) Penentuan type struktur bawah ; bentuk pilar dan kepala jembatan
21
3.
Pemodelan struktur Penentuan type hubungan struktur atas dan bawah ; kaku, sendi, rol Pemodelan hubungan antar elemen pembentuk jembatan ; jepit, sendi Pembuatan model analisa; model mekanika.
4.
Preliminary design ( Pra desain) Penentuan ukuran struktur atas dan bawah Penentuan / perkiraan dimensi bagian bagian struktur atas Penentuan / perkiraan dimensi bagian bagian struktur bawah
5.
Analisa struktur
Analisis struktur dilakukan untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dengan pembebanan yang direncanakan. Analisis ini dapat diselesaikan dengan menggunakan software. Analisis statik Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan) Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan. Analisis dinamik
Dilakukan untuk jembatan khusus dengan : Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada komputer. Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test di laboratorium uji Analisis pada masa konstruksi Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi.
22
2.4.2
Perencanaan Struktur Bawah 1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai, permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah. 2. Menentukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan ketinggian dan kondisi sungai. 3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan. 5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam. 6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.
SURVEY
PENGUMPULAN DATA Penampang sungai Permukaan air banjir dan normal EVALUASI DATA PRADESAIN a. Type/model struktur b Lebar jembatan c. Bentang jembatan d. Posisi / letak Pilar/pylon dan kepala jembatan e. Bentuk Pilar/Pylon dan kepala jembatan f. Posisi struktur atas terhadap MAB/HWS/bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan Pilar/Pylon dan dan kepala jembatan PENENTUAN BEBAN-BEBAN YANG BEKERJA Beban mati dan bean lalu lintas pada struktur atas Beban angin dan beban gempa pada struktur atas Beban air dan tumbukan pada Pilar jemabatan
Desain akhir
Perhitungan struktur
Modifikasi
Gambar Gambar E.21. Diagram alir proses desain struktur bawah jembatan
23
2.4.3
Perencanaan Pondasi 1. Menentukan letak /posisi fondasi dibawah rencana kepala jembatan atau pilar, 2. Melakukan penyelidikan tanah pada tempat dimana kepala dan pilar jembatan akan diletakkan. 3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada fondasi, yang berasal dari aksi kepala dan pilar jembatan . 5. Melakukan perhitungan mekanika untuk mendapatkan gaya-gaya luar dari tekanan tanah, gaya reaksi sebagai daya dukung tanah, dan gaya-gaya dalam pada tubuh pondasi. 6. Menentukan dimensi dan pendetailan penampang berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut. 7. Pengecekan kapasitas pondasi yang didasarkan kepada: 8. Kapasitas fondasi harus proposional sesuai dengan bahan yang di gunakan. 9. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kapasitas tanah. 10. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kestabilan tanah pendukungnya, termasuk keruntuhan akibat gelincir. 11. Kontrol ketahanan fondasi terhadap kemungkinan : geser, guling dan penurunan, jika fondasi tidak didudukkan pada lapisan tanah yang keras,
24
Perhitungan pembebanan rencana mengacu pada BMS92 dengan revisi Bagian 2 menggunakan RSNI T-02-2005, meliputi beban rencana permanen (tetap), lalu lintas, beban akibat lingkungan, dan beban pengaruh aksi-aksi lainnya.
3.1.
25
b. Berat sendiri Tabel C. 2 Faktor beban untuk berat sendiri FAKTOR BEBAN Biasa Terkurangi K Baja, aluminium 1,0 1,1 0,9 Tetap Beton pracetak 1,0 1,2 0,85 Beton dicor ditempat 1,0 1,3 0,75 Kayu 1,0 1,4 0,7 Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemenelemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
Tabel C. 3 Berat isi untuk beban mati [ kN/m ] No. Bahan Berat/Satuan Isi (kN/m3) 26.7 22.0 71.0 tanah 17.2 18.8-22.7 22.0 12.25-19.6 22.0-25.0 25.0-26.0 23.5-25.5 111 12.5 23.5 11.3 15.7-17.2 18.0-18.8 17.2 Kerapatan Masa (kg/m3) 2720 2240 7200 1760 1920-2320 2240 1250-2000 2240-2560 2560-2640 2400-2600 11 400 1280 2400 1150 1600-1760 1840-1920 1760
JANGKA WAKTU
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Campuran aluminium Lapisan beraspal Besi tuang Timbunan dipadatkan Kerikil dipadatkan Aspal beton Beton ringan Beton Beton prategang Beton bertulang Timbal Lempung lepas Batu pasangan Neoprin Pasir kering Pasir basah Lumpur lunak permukaan
26 18 19 20 21 22 23 Baja Kayu (ringan) Kayu (keras) Air murni Air garam Besi tempa 77.0 7.8 11.0 9.8 10.0 75.5 7850 800 1120 1000 1025 7680
c. Beban mati tambahan / utilitas Tabel C. 4 Faktor beban untuk beban mati tambahan
1) Pengertian dan persyaratan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan. Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang bekerja pada jembatan. Faktor beban yang digunakan untuk tanah yang bekerja pada jembatan ini diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal. 2) Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian hari. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam Gambar C.. Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana. 3) Sarana lain di jembatan
27
Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling membahayakan dapat diperhitungkan.
d. Pengaruh penyusutan dan rangkak Tabel C. 5 Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak
Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatanjembatan beton. jembatan. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan
lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang). Pengaruh prategang Tabel C. 6 Faktor beban akibat pengaruh prategang
JANGKA WAKTU Tetap FAKTOR BEBAN
S K PR U K PR
1,0
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Pengaruh sekunder tersebut harus diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit. Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya. Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:
28
1) Pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0; 2) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur. Tekanan tanah Tabel C. 7 Faktor beban akibat tekanan tanah
FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU DESKRIPSI
S KTA U KTA
Biasa 1,0 Tekanan tanah vertikal Tetap Tekanan tanah lateral - aktif - pasif - keadaan diam 1,0 1,0 1,0 1,25 (1)
Terkurangi 0,80
1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah; 2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan tanah; 3) Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c dan ; 4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari ws dan harga rencana dari c dan . Harga-harga rencana dari c dan diperoleh dari harga nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR, seperti terlihat dalam Tabel C. 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa harga nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang cukup seperti yang tercantum dalam Pasal ini;
5)
29
Pasif:
ws tan-1 [(tan ) KR ]
R c KC
ws tan-1 ( KR tan )
R KC c
(3)
ws
ws
CATATAN (1) Harga rencana untuk geseran dinding, *, harus dihitung dengan cara yang sama seperti * CATATAN (2) K dan
R
CATATAN (3) Nilai * dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif
6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis (lihat Gambar C. 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,6 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus nol. 7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor Beban Daya Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati.
30
Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan uruturutan pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai. Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini.
31
3.2.
Intensitas dari beban D 1) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar C. 3;
32
Banyak arah
CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.
2) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:
L 30 m : q = 9,0 kPa (1) L > 30m :q = 9,0 0,5 +
15 kPa L
(2)
dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 4. Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat dalam Gambar C. 6. 3) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
33
Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar C. 6.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Panjang dibebani (m)
BTR
maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah
34
melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % ; 2) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel C. 11), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m; 3) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 5;
nlx2,75
luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap.
35
Respon terhadap beban lalu lintas D Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban lajur D tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.
36
37
Besarnya pembebanan truk T Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
38
Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur jembatan. Respon terhadap beban lalu lintas T Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan:
1) menyebar beban truk tunggal T pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang
diberikan dalam Tabel C. 13; Tabel C. 13 Faktor distribusi untuk pembebanan truk T
Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk
Pelat lantai beton di atas: balok baja I atau balok beton pratekan balok beton bertulang T balok kayu
S/4,2 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1) S/4,0 (bila S > 1,8 m lihat Catatan 1) S/4,8 (bila S > 3,7 m lihat Catatan 1) S/2,4
S/3,4 (bila S > 4,3 m lihat Catatan 1) S/3,6 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1) S/4,2 (bila S > 4,9 m lihat Catatan 1) S/2,2
Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih Kisi-kisi baja: kurang dari tebal 100 mm tebal 100 mm atau lebih
S/3,3
S/2,7
S/2,6
S/2,4
S/3,6
S/3,0
39 (bila S > 3,6 m lihat Catatan 1) (bila S > 3,2 m lihat Catatan 1)
Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana. Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor 0,5. S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).
2) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk T yang diberikan dapat
digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m; 3) bentang efektif S diambil sebagai berikut: i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S = bentang bersih; ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.
e. Klasifikasi pembebanan lalu lintas Pembebanan lalu lintas yang dikurangi Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen. Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT. Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan.
40
Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload) Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT. Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan. f. Faktor beban dinamis
1)
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. sebagai beban statis ekuivalen. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan
2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit. 3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar C. 8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:
LE =
Lav Lmax
(3)
dengan pengertian :
Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus.
4)
Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung
digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.
41
Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur bajatanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.
50 40 30
D B F
20 10 0 0 50 100
Bentang (m)
150
200
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah
42
sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q = 9 kPa. Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan. Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
500 400
Gaya rem (kN)
150
200
250
h. Gaya sentrifugal
43
Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan.
Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku untuk gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan. Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut: V2 TTR = 0,79 T r T dengan pengertian : TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan TT adalah Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama (TTR dan TT mempunyai satuan yang sama) V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam) R adalah jari-jari lengkungan (m)
i. Pembebanan untuk pejalan kaki
(4)
44
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar C. 10. Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit (lihat Tabel C. 39). Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
j. Beban tumbukan pada penyangga jembatan Tabel C. 17 Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan
45
Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus direncanakan untuk diberi pelindung. Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 1000 kN yang bekerja membentuk sudut 10 dengan sumbu jalan yang terletak dibawah jembatan. Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan. k. Tumbukan dengan kapal
1)
Resiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut: a) jumlah lalu lintas air; b) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air; c) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air; d) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh gelombang; e) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan lebar jalan air yang bisa dilalui; f) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.
2) Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana: a) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan b) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri oleh jembatan. 3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender. Metoda dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari Instansi yang berwenang; 4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini harus ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan terjadi. Jarak antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak apabila beban tumbukan bekerja;
46
5) Fender atau pilar tanpa fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender, dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.
3.3.
Aksi lingkungan
a. Umum Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam perencanaan. b. Penurunan Tabel C. 18 Faktor beban akibat penurunan
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. tanah. Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan fondasi yang digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian akan tetapi besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi. harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut. Apabila nilai penurunan ini adalah besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan Pengaruh penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur
47
Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5C yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut; Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel C. 20. Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang
48
digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel C. 21. Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya, dan harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam Gambar C. rencana. 2) variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar C. 11. Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan temperatur dalam arah melintang. d. Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu Tabel C. 22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu
1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung
kepada kecepatan sebagai berikut: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] dengan pengertian : Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn periode ulang dalam Tabel C. 23. CD adalah koefisien seret - lihat Gambar C. 12. Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13.
(5)
49
50
20 tahun
2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang
akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ] dengan pengertian : VS adalah AL adalah kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5) luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar C. 12 kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13.
3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja
(6)
disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar CD = 2,2 (7) kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.
51
arahaliran
Gambar C. 11 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar 4) Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan (5)
dengan : CD = AD = 1,04 luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2) (8)
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut:
untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas
benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini.
untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan
diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang
52
hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.
Gambar C. 12 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran 5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap
bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus
TEF
M (Va )2 = [ kN ] d
(9)
dengan pengertian : M adalah massa batang kayu = 2 ton kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.
Va adalah
Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs. d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel C. 24
53 Tipe Pilar Pilar beton masif Tiang beton perancah Tiang kayu perancah
Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi transien.
e. Tekanan hidrostatis dan gaya apung Tabel C. 25 Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung
1)
Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang bangunan harus diperhitungkan;
2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari air tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air dibelakang dinding, dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksimum 60 dari arah horisontal; 3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran.
54
Dalam memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan sebagai berikut:
pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati bangunan atas; syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas; syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air bisa keluar pada waktu surut.
1)
Pasal ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang ditentukan oleh Instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respon dinamis jembatan;
2) Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:
[ kN ]
(10)
VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau CW adalah koefisien seret - lihat Tabel C. 27 Ab adalah luas ekuivalen bagian samping jembatan (m2)
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel C. 28. 3) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar; 4) Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;
55
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus:
TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab dengan pengertian : CW = 1.2 Tipe Jembatan Bangunan atas masif: (1), (2) b/d = 1.0 b/d = 2.0 b/d 6.0 Bangunan atas rangka
CATATAN (1) b d masif = =
[ kN ]
(11) (12)
lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang
CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 % sebesar 3 %
56
Beban horizontal statis ekuivalen Pasal ini menetapkan metoda untuk menghitung beban statis ekuivalen untuk jembatan-jembatan dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai. Untuk jembatan besar, rumit dan penting mungkin diperlukan analisa dinamis. minimum diperoleh dari rumus berikut: Lihat standar perencanaan beban gempa untuk jembatan (Pd.T.04.2004.B). Beban rencana gempa
T*EQ = Kh I WT
dimana:
(13)
Kh = C S
dengan pengertian :
(14)
T*EQ
adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh adalah Koefisien beban gempa horisontal C adalah Koefisien geser dasar untuk daerah ,waktu dan kondisi setempat yang sesuai I adalah Faktor kepentingan S adalah Faktor tipe bangunan WT adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,
diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
Koefisien geser dasar C diperoleh dari Gambar C. 14 dan sesuai dengan daerah
gempa, fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan. Gambar C. 15 digunakan untuk menentukan pembagian daerah. Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dalam Gambar C. 14 dan digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar. Kondisi tanah dibawah permukaan didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam Tabel C. 30. Untuk lebih jelasnya, perubahan titik pada garis dalam Gambar C. 14 diberikan dalam Tabel C. 31. Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi. Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut bisa digunakan:
57 T = 2 (15)
WTP gK P
dengan pengertian : T adalah waktu getar dalam detik untuk freebody pilar dengan derajat kebebasan tunggal pada jembatan bentang sederhana g adalah percepatan gravitasi (m/dt2)
WTP adalah berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan
ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)
frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan.
Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi
58
59
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa: Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat: Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa: Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat:
> 6 m sampai 25 m
> 25 m
9m
> 9 m sampai 25 m
> 25 m
12 m 20 m
> 12 m sampai 30 m
> 30 m
> 20 m sampai 40 m
> 40 m
CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam
Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons bangunan akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada pilar harus disebarkan sesuai dengan Gambar C. 16.
30m
61
Beban vertikal statis ekuivalen Kecuali seperti yang dicantumkan dalam Pasal ini, gaya vertikal akibat gempa boleh diabaikan. Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung. Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya. Tabel C. 31 Titik belok untuk garis dalam Gambar C. 14
Daerah No. 1 0,80 0,40 2 0,70 0,40 3 0,60 4 0,10 0,90 0,40 0,10 0,75 0,40 5 0,10 0,80 0,10 0,15 0,10 0,12 0,10 1,30 0,60 0,95 0,60 1,50 0,60 6 0,06 0,06 0,80 0,10 0,15 0,10 0,12 0,10 0,07 0,06 0,11 0,14 1,10 0,40 0,11 0,18 1,70 0,55 0,11 0,18 0,13 0,17 1,20 0,40 0,13 0,21 1,50 0,60 0,13 0,21 "T" 0,40 "C" 0,20 "T" 0,40 "C" 0,23 "T" 0,60 "C" 0,23
62
1,0
0,8
CATATAN (1)
Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masingmasing arah. Yang dimaksud dalam Tabel C. ini, beton prategang parsial mempunyai prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana. F = Faktor perangkaan = 1,25 0,025 n ; n = F 1,00
CATATAN (2)
CATATAN (3)
jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri
masing(misalnya : bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan CATATAN (4) keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendirisendiri) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah) Tipe B bawah) Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis) : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan
63
Kantilever horisontal harus direncanakan untuk percepatan arah vertikal (ke atas atau ke bawah) sebesar 0,1 g. Beban keatas jangan dikurangi oleh berat sendiri kantilever dan bangunan pelengkapnya. Tekanan tanah lateral akibat gempa Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung dengan menggunakan faktor harga dari sifat bahan (faktor seperti yang diberikan dalam Tabel C. 8), koefisien geser dasar C diberikan dalam Tabel C. 34 dan faktor kepentingan I diberikan dalam Tabel C. 32. Faktor tipe struktur S untuk perhitungan kh harus diambil sama dengan 1,0. Pengaruh dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan. Tabel C. 34 Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral
Daerah Gempa (1) 1 2 3 4 5 6 Tanah Teguh (2) 0,20 0,17 0,14 0,10 0,07 0,06 Koefisien Geser Dasar C Tanah Sedang (2) 0,23 0,21 0,18 0,15 0,12 0,06 Tanah Lunak (2) 0,23 0,21 0,18 0,15 0,12 0,07
CATATAN (1) Daerah gempa bisa dilihat dalam Gambar C. 14. CATATAN (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah permukaan diberikan dalam Tabel C. 30.
Bagian tertanam dari jembatan Bila bagian-bagian jembatan, seperti pangkal, adalah tertanam, faktor tipe bangunan, S, yang akan digunakan dalam menghitung beban statis ekuivalen akibat massa bagian tertanam, harus ditentukan sebagai berikut:
a) bila bagian tertanam dari struktur dapat menahan simpangan horisontal besar
(konsisten dengan gerakan gempa) sebelum runtuh, dan sisa struktur dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar 1,0;
b) bila bagian tertanam dari struktur tidak dapat menahan simpangan horisontal besar,
atau bila sisa struktur tidak dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar 3,0.
64
Koefisien geser dasar, C, untuk bagian-bagian tertanam dari struktur, harus sesuai dengan Tabel C. 34. Tekanan air lateral akibat gempa Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air ditentukan dalam Tabel C. 35. Gaya ini dianggap bekerja pada bangunan pada kedalaman sama dengan setengah dari kedalaman air rata-rata. Ketinggian permukaan air yang digunakan untuk menentukan kedalaman air rata-rata harus sesuai dengan:
c) untuk arus yang mengalir, ketinggian yang diambil dalam perencanaan adalah yang
dengan pengertian :
Kh I wo b h
adalah koefisien pembebanan gempa horisontal, seperti didefinisikan dalam adalah faktor kepentingan dari Tabel C. 32 adalah berat isi air, bisa diambil 9,8 kN/m3 adalah lebar dinding diambil tegak lurus dari arah gaya (m) adalah kedalaman air (m)
rumus (14)
65
3.4.
Aksi-aksi lainnya
a. Gesekan pada perletakan Tabel C. 36 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan hanya beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer). b. Pengaruh getaran Umum Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan akibat pejalan kaki pada jembatan penyeberangan merupakan keadaan batas daya layan apabila tingkat getaran menimbulkan bahaya dan ketidak nyamanan seperti halnya keamanan bangunan. Jembatan Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas daya layan terhadap getaran. Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan "beban lajur D", dengan faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis maksimum pada trotoar. Lendutan ini jangan melampui apa yang diberikan dalam Gambar C. 17. untuk mendapatkan tingkat kegunaan pada pejalan kaki. Walaupun Pasal ini mengizinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar akibat beban hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk kelelahan bahan dipenuhi.
66
Jembatan penyeberangan
Getaran pada bangunan atas untuk jembatan penyeberangan harus diselidiki pada keadaan batas daya layan.
Perilaku dinamis dari jembatan penyeberangan harus diselidiki secara khusus. Penyelidikan yang khusus ini tidak diperlukan untuk jembatan penyeberangan apabila memenuhi batasan-batasan sebagai berikut:
a) perbandingan antara bentang dengan ketebalan dari bangunan atas kurang dari 30.
Untuk jembatan menerus, bentang harus diukur sebagai jarak antara titik-titik lawan lendut untuk beban mati.
b) frekuensi dasar yang dihitung untuk getaran pada bangunan atas jembatan yang
terlentur harus lebih besar dari 3 Hz. Apabila frekuensi yang lebih rendah tidak bisa dihindari, ketentuan dari butir c berikut bisa digunakan.
c) apabila getaran jembatan terlentur mempunyai frekuensi dasar yang dihitung
kurang dari 3 Hz, lendutan statis maksimum jembatan dengan beban 1,0 kN harus kurang dari 2 mm.
67
Masalah getaran untuk bentang panjang atau bangunan yang lentur Perilaku dinamis jembatan dengan bentang lebih besar dari 100 m, jembatan gantung dan struktur kabel (cable stayed) akibat kendaraan, angin atau beban lainnya harus memperoleh penyelidikan yang khusus. c. Beban pelaksanaan Beban pelaksanaan terdiri dari:
a) b)
beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan; aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.
Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul oleh bangunan sebagai hasil dari metoda atau urutan pelaksanaan. Perencana harus memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen. Apabila rencana tergantung pada metoda pelaksanaan, struktur harus mampu menahan semua beban pelaksanaan secara aman. struktur pada semua tahap pelaksanaan. dan spesifikasi. Selama waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan dengan beban pelaksanaan. Ahli Teknik Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan kejadian demikian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang bersangkutan. Adalah tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan konstruksi. Ahli Teknik Perencana harus menjamin Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap bahwa tercantum cukup detail ikatan dalam Gambar C. untuk menjamin stabilitas tahanan yang terdapat dalam rencana, harus didetail dengan jelas dalam Gambar C.
3.5.
Kombinasi beban
a. Umum Bab ini terbatas pada kombinasi gaya untuk keadaan batas daya layan dan keadaan batas ultimit. Kombinasi untuk perencanaan tegangan kerja diberikan dalam Bab 10. Aksi rencana digolongkan kedalam aksi tetap dan transien, seperti terlihat dalam Tabel C. 37. Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan.
68
Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang memadai. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil. Tabel C. 37 Tipe aksi rencana
Aksi Tetap Nama Berat sendiri Beban mati tambahan Penyusutan/rangkak Prategang Pengaruh pelaksanaan tetap Tekanan tanah Penurunan Aksi Transien Simbol PMS PMA PSR PPR PPL PTA PES Nama Beban lajur "D" Beban truk "T" Gaya rem Gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Beban tumbukan Beban angin Gempa Getaran Gesekan pada perletakan Pengaruh temperatur Arus/hanyutan/tumbukan Hidro/daya apung Beban pelaksanaan Simbol TTD TTT TTB TTR TTP TTC TEW TEQ TVI TBF TET TEF TEU TCL
b. Pengaruh umur rencana Faktor beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan 50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit harus diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan dalam Tabel C. 38. Tabel C. 38 Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit
Klasifikasi Jembatan Jembatan sementara Jembatan biasa Jembatan khusus Umur Rencana 20 tahun 50 tahun 100 tahun
Kalikan KU Dengan Aksi Tetap Aksi Transien 1,0 1,0 1,0 0,87 1,00 1,10
69
c. Kombinasi untuk aksi tetap Seluruh aksi tetap yang sesuai untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersamasama. Akan tetapi, apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi beban harus diperhitungkan dengan menghilangkan aksi tersebut, apabila kehilangan tersebut bisa diterima. d. Perubahan aksi tetap terhadap waktu Beberapa aksi tetap, seperti halnya beban mati tambahan PMA, penyusutan dan rangkak PSR, pengaruh prategang PPR dan pengaruh penurunan PES bisa berubah perlahan-lahan berdasarkan kepada waktu. Kombinasi beban yang diambil termasuk harga maksimum dan minimum dari semua aksi untuk menentukan pengaruh total yang paling berbahaya. e. Kombinasi pada keadaan batas daya layan Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan. Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan dari peristiwa ini, seperti diberikan dalam Tabel C. 39. Kombinasi beban yang lazim bisa dilihat dalam Tabel C. 40. Tabel C. 39 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan
Kombinasi primer Kombinasi sekunder Kombinasi tersier
CATATAN (1)
Aksi tetap
+ satu aksi transien (cat.1), (cat.2) + 0,7 (satu aksi transien lainnya) + 0,5 (dua atau lebih aksi
Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer. temperatur
CATATAN (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.
70
f. Kombinasi pada keadaan batas ultimit Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu pengaruh transien. Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan lajur "D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT, dan kombinasinya bisa dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama. Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan aksi gempa. Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu yang sama dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan terjadinya kombinasi seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan. Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam Tabel C. 40.
71
Tabel C. 40 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit
Aksi Aksi Permanen : Berat sendiri Beban mati tambahan Susut rangak Pratekan Pengaruh beban tetap pelaksanaan Tekanan tanah Penurunan Aksi Transien : Beban lajur D atau beban truk T Gaya rem atau gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Gesekan perletakan Pengaruh suhu Aliran / hanyutan / batang kayu dan hidrostatik / apung Beban angin Aksi Khusus : Gempa Beban tumbukan Pengaruh getaran Beban pelaksanaan
X berarti beban yang selalu aktip O berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.
Kelayanan 1 2
Ultimit 1 2
X X
O O O
O O
O O
O O O O
O O O O O O O O O
X X
O O O O
O O
O O O O
O O O O O
X
O O
X X X
O O O O O O O O
X
O
X
O
X X
X X X
Aksi permanen x KBU + beban aktif x KBU + 1 beban o KBL
(1) = aksi permanen x KBL + beban aktif x KBL + 1 beban o KBL (2) = aksi permanen x KBL + beban aktif x KBL + 1 beban o KBL + 0,7 beban o KBL (3) = aksi permanen x KBL + beban aktif x KBL + 1 beban o KBL + 0,5 beban o KBL + 0,5 beban o KBL
72
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit adalah sebagai berikut :
1)
perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang tidak tercantum dalam Tabel C. untuk mana jembatan-jembatan tertentu mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan; dalam keadaan batas daya layan pada bagian Tabel C. ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya. dalam keadaan batas ultimit pada bagian Tabel C. ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban daya layan. beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya; tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan. Lihat juga untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem; pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan; gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan pegaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan tersebut; semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama; [engaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit ;
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8) 9)
10) beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit; 11) pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.
3.6.
73
S* R*ws
dengan pengertian :
(16)
S* adalah pengaruh aksi rencana, yang diberikan oleh: S* = S dengan pengertian : (17)
R*ws
Rws adalah perlawanan atau kekuatan nominal berdasarkan tegangan kerja izin dan ros adalah tegangan berlebihan yang diperbolehkan.
b. Aksi nominal
Aksi nominal yang digunakan dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja. Pengaruh getaran juga harus dicek berdasarkan. Syarat-syarat yang harus digunakan pada penerapan aksi nominal didalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja adalah seperti berikut:
1)
2) beban tumbukan 3) tekanan tanah: tekanan tanah arah lateral harus dihitung berdasarkan sifat-sifat bahan terfaktor seperti diberikan dalam Tabel C. 8, dan untuk nilai resultanta rencana digunakan faktor beban keadaan batas daya layan. 4) hanyutan dan aliran: besarnya kecepatan air rata-rata dan kecepatan air permukaan harus sesuai dengan periode ulang untuk keadaan batas ultimit seperti diberikan dalam Tabel C. 23. 5) beban angin: kecepatan nominal harus sesuai dengan kecepatan untuk keadaan batas ultimit seperti diberikan dalam Tabel C. 28. 6) pengaruh gempa: pengaruh gempa nominal harus diambil 0,8 kali pengaruh yang dihitung.
74
c. Kombinasi beban Kombinasi beban untuk perencanaan berdasarkan tegangan kerja diberikan dalam Tabel C. 41. Aksi tetap harus digabungkan. Kombinasi beban lalu lintas harus terdiri dari:
a)
pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya sentrifugal, dan pembebanan pejalan kaki; pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya rem, dan pembebanan pejalan kaki.
b)
Kombinasi beban lalu lintas yang digunakan harus diambil salah satu yang paling berbahaya. Pengaruh dari gesekan pada perletakan harus dimasukkan sebagai aksi tetap atau pengaruh temperatur, diambil mana yang cocok. Beban angin harus termasuk beban angin yang bekerja pada beban hidup kalau pembebanan lajur "D" termasuk dalam kombinasi.
d. Tegangan berlebihan yang diperbolehkan
Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka waktu yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja. diizinkan. Tabel C. 41 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja Tegangan berlebihan yang diberikan dalam Tabel C. 41 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang
75
4.1.
Umum
Pemilihan bentuk struktur atas jembatan dipengaruhi oleh panjang bentang dan material yang digunakan. Macam-macam bentuk struktur atas disajikan pada Gambar D.1, D.2 dan D.3.
a. Box Culvert
b. Pipe Culvert
c. Beam Arch
d. Arch
e. Suspension
f. Cable Stayed
g. Gelagar
h. Rangka
76
c. Callender Hamilton
77
4.1.2. Bagian-bagian Struktur Atas Jembatan Komponen struktur atas jembatan terdiri dari: 1. Lantai kendaraan, dengan elemen struktur sebagai berikut: a. Pelat lantai kendaraan b. Gelagar memanjang c. Gelagar melintang Penjelasan gambar mengenai komponen lantai kendaraan dapat dilihat pada Gambar D.4 dan D.5.
78
SA Y
IKATAN REM
AP JE MB A
IKATAN ANGIN
TA N
GELAGAR MEMANJANG
PANGKAL JEMBATAN
GELAGAR MELINTANG
GELAGAR MELINTANG
2. Struktur pemikul utama, antara lain: a. Gelagar (gelagar), struktur pemikul utama jembatan yang dimaksud adalah gelagar/gelagar sedangkan komponen struktur yang lain merupakan elemen pendukung b. Struktur rangka utama, rangka batang merupakan struktur pemikul utama jembatan.
PELAT INJAK LANTAI KENDARAAN
LA
NT AI
GELAGAR MEMANJANG
KE ND A
RA A
GELAGAR MEMANJANG
FONDASI
79
STRUKTUR PEMIKUL UTAMA
RANGKA BATANG LANTAI KENDARAAN
PELAT INJAK
Gambar D.7. Jembatan dengan Rangka Batang sebagai Struktur Pemikul Utama
3. Ikatan-ikatan, terdiri dari: a. Ikatan angin, terletak di bagian bawah lantai kendaraan atau dipasang di kedua tempat yaitu di bagian bawah lantai kendaraan dan bagian rangka jembatan untuk jembatan rangka tertutup. b. Ikatan rem, ditempatkan pada bagian bawah lantai kendaraan dengan posisi di salah satu ujung, kedua ujung atau di tengah-tengah (Gambar D.8). Penjelasan visual mengenai ikatan angin dan rem disajikan pada Gambar D.9.
IKATAN REM
JE MB AT
SA YA P
IKATAN ANGIN
AN
GELAGAR MEMANJANG
PANGKAL JEMBATAN
GELAGAR MELINTANG
LA NT AI KE ND AR
AA N
80
b. Letak Ikatan Rem pada Bagian Tengah Lantai Kendaraan Gambar D.9. Penempatan Ikatan Rem
4. Perletakan jembatan Perletakan jembatan terdiri dari: a. Sendi b. Rol c. Landasan karet Landasan karet dapat berfungsi sebagai setengah Sendi dan setengah Rol, sehingga dapat menampung pergerakan struktur baik translasi maupun rotasi.
81
4.2.
Konsep Disain
berdasarkan tegangan kerja/working stress design (Allowable Stress
Filosofi disain yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja maupun beton adalah perencanaan
Design/ASD) dan perencanaan kondisi batas/limit states design (Load Resistance Factor Design/LRFD). a. Perencanaan dengan Tegangan Ijin ( ASD/Allowable Stress Design ) Perencanaan untuk perhitungan kekuatan struktur didasarkan kepada tegangan kerja atau yang diijinkan dari meterial pembentuk struktur tersebut. Kuat ijin komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan:
M =W
(2.1)
dan
<
(2.2)
= n
Dimana:
(2.3)
n
n
= tegangan yang terjadi karena beban luar = tegangan nominal = tegangan yang diijinkan = angka keamanan Untuk baja n = 1,5 Untuk beton uji kubus n = 3 (pembebanan tetap; DL + LL) n = 1,8 (beban sementara; DL + LL + W(E)) Untuk beton uji silinder n = 2,5 (pembebanan tetap; DL + LL) n = 1,8 (beban sementara; DL + LL + W(E))
f c' = 0,83K g
M W K g = momen akibat beban luar = momen lawan. = nilai karakteristik beton = nilai gravitasi
82
ASD
memperhitungkan
keamanan
hanya
dari
didasarkan
pad
tinjauan
Kuat rencana komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan LRFD.
Ru < Rn
(2.4)
Dimana: Ru Rn = kekuatan yang diperlukan (dengan kombinasi pembebanan) = kekuatan nominal = faktor reduksi kekuatan (< 1.0)
PBKT memperhitungkan keamanan terdiri dari 2 tinjauan, yaitu efek beban dan kekuatan/tahanannya. Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbedabeda sehingga dimungkinkan mendapatkan reliabilitas seragam.
4.3.
4.3.1. Lantai Jembatan Bahan yang dapat digunakan untuk struktur lantai jembatan antara lain: pelat baja beton komposit (steel deck composite), beton bertulang, plat baja dan lain-lain.
Shear connector
beton
steel deck
Sumber: www.corusconstruction.com
83
Sistem Lantai
1. Lantai jembatan mempunyai ketebalan sebesar 220 mm dipinggir jalur lalu lintas dan 270 mm pada bagian tengah jalur lalu lintas untuk kelas B atau 280 mm untuk kelas A, dengan ketebalan totoar 520 mm. Beton lantai dengan mutu fc 30 MPa (K-350) dan tulangan ulir dengan mutu minimal BJTD 39 (U-39). Pada permukaan beton harus ditutup waterproofing dan aspal setinggi 5 cm ditambah 3 cm untuk overlay. 2. Lantai jembatan menggunakan pelat baja bergelombang (steel deck) bergalvanis yang berfungsi sebagai perancah (pengecoran beton) pada saat pelaksanaan, terpasang diantara stringer (gelagar memanjang) dengan mutu baja minimal grade 36, dengan lebar minimal 1000mm, panjang minimal 1000mm, tebal pelat minimal 1.0 mm, tinggi gelombang 30 mm dan jarak as antar gelombang maksimal 200mm 3. Bentuk steel deck dan ketebalannya harus sama untuk semua tipe jembatan. Sambungan antara steel deck dengan cross girder (gelagar melintang) atau stringer (gelagar memanjang) menggunakan baut (bukan las) dan antar steel deck overlaping minimal 50mm 4. Pada sistem lantai, jarak antar cross girder (gelagar melintang) sebesar 5.0m dan antar stringer (gelagar memanjang) sebesar 1141mm dengan jumlah 9 buah setiap segmen (kelasA) atau 1100mm dengan jumlah 7 buah setiap segmen (kelas B) dengan sistem sambungan pada gelagar memanjang dengan gelagar melintang menggunakan sistem end plate yang sesuai. gelagar melintang dan gelagar memanjang dilengkapi shear connector (penghubung geser) praktis yang dilas, masing-masing dengan ukuran 2 buah D16 dengan tinggi 125mm jarak 150mm dan ukuran 1 buah D16 dengan tinggi 125mm jarak 100mm (khusus gelagar memanjang jarak dapat 2x lebih panjang pada s/d bentangnya)
beban mati meliputi: berat sendiri beton dan aspal, yang diperoleh dari perkalian berat jenis dengan ketebalannya. beban lalu lintas yang diperhitungkan pada pelat lantai adalah beban truk T sebesar 112,5 kN dikalikan dengan factor beban Ku;; memperhitungkan faktor beban dinamis sebesar 30%.
TT;
= 1,8 dan
84
2. Analisis gaya dalam Dalam penentuan gaya-gaya dalam dapat menggunakan bantuan program atau dengan rumus praktis. Gaya dalam yang diperlukan adalah momen dan gaya geser. 3. Penulangan pelat 4. Kontrol geser pons
Aplikasi Perencanaan
gelagar
Tampak Potongan
Tampak Atas
gelagar
85
Data Slab Lantai Jembatan Tebal aspal Jarak as ke as girder Dekking Panjang efektif bentang Tebal slab lantai jembatan ta = dc = ts = 50 mm L = 2000 mm 25 mm
S = 1300 mm 350 mm
Properti material Mutu beton Modulus elastisitas Kuat leleh tulangan utama Kuat leleh tulangan transversal f'c = fy = fys = 30 MPa E = 25743 MPa 390 MPa 240 MPa
Specific gravity Beton bertulang Aspal Air Baja b= aspal = air = baja = 24.5 kN/m 22 kN/m 9.8 kN/m 77 kN/m
2 2 2 2
86
1. Berat sendiri (MS) Faktor beban ultimit Lebar slab yang ditinjau Berat sendiri; qMS = b*ts*b K MS = b= 1.3 (slab dicor ditempat) 1m
2. Beban mati tambahan (MA) Faktor beban ultimit Lebar slab yang ditinjau Berat sendiri; qMS = b*ta*aspal KMA = b= qMA = 2 1m 1.1 kN/m
3. Beban Truk "T" (TT) Faktor beban ultimit Beban roda truk Fakto beban dinamis beban truk Berat truk "T": PT T = (1 + DLA) * T = KT T = 1.8 T = 112.5 kN DLA = 0.3 146.3 kN
4. Beban Angin (EW) Faktor beban ultimit KEW = 1.2 Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahanarah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai Koefisien seret Kecepatan angin rencana (< 5 Km dari laut) TEW = 0.0012*CW *(VW )
2
Cw = Vw =
1.2 35 m/det
= 1.764 kN/m
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi 2 m di atas lantai jembatan Tinggi tiupan angin Jarak antara roda kendaraan Transfer beban angin ke lantai jembatan: PEW = 0.5*h*TEW /x = 1.008 kN h= x= 2m 1.75 m
87
k = koefisien momen
Momen akibat berat sendiri (MS) Momen tumpuan, Momen tumpuan, MMS = MMS = MMA = MMA = MT T = MT T = MT T = MT T = 0.083 *qMS*L = 0.047 *qMS*L = 0.104 *qMA*L = 0.055 *qMA*L = 0.156 *PT T *L = 0.141 *PT T *L = 0.156 *PEW *L = 0.141 *PEW *L =
2 2 2 2
Momen akibat beban mati tambahan (MA) Momen tumpuan, Momen tumpuan, 0.4576 kNm 0.242 kNm
Momen akibat beban truck (TT) Momen tumpuan, Momen tumpuan, 45.63 kNm 41.2425 kNm
Momen akibat beban angin (EW) Momen tumpuan, Momen tumpuan, 0.3145 kNm 0.28426 kNm
6. Kombinasi beban Faktor Mtump Mlap beban kombinasi (kNm) Mtump Mlap
No
1 Berat sendiri
Beban
1.3 2.858 1.61 3.71583 2.09016 2 0.458 0.24 1.8 45.63 41.2 1.2 0.314 0.28 0.9152 0.484
7. Penulangan pelat 7.1. Tulangan lentur Negatif Mutu beton Modulus elastisitas Kuat leleh tulangan utama Kuat leleh tulangan transversal Faktor bentuk tegangan beton Tebal slab dekking f'c = fy = fys = 1 = ts = dc = 30 MPa E = 25743 MPa 390 MPa 240 MPa 0.85 350 mm 25 mm
88
D tul yang digunakan Tebal efektif slab Faktor reduksi kekuatan lentur Rasio tulangan minimum;
D= d= = min =1/fy =
b =
= 0.034 0.025
M u 106 Rn =
(b d ) =
2
'c
= 0.003
= 0.003 900.6 mm
2 2
OK
Luas tulangan yang diperlukan; *b*d = Luas 1 batang tulangan Jumlah tulangan per m Jarak tulangan Digunakan tulangan Luas tulangan terpasang D 16 = A= n= s=
150
2
1340 mm
Tulangan susut/bagi 50% dari tulangan utama: As' = 669.9 Diameter tulangan yang digunakan Jarak tulangan yang diperlukan Digunakan tulangan Luas tulangan terpasang D 13 D= s= 13 mm 198 150
2
= 884.4 mm
89
7.2. Tulangan lentur Positif Mengingat nilai momen negatif dan positif tidak berbeda jauh maka penulangan lentur positif disamakan dengan tulangan lentur negatif
8. Cek geser pons Lebar bidang kontak roda truk Panjang bidang kontak roda truk Tebal efektif slab Bidang geser; Bidang geser; a+d b+d a= b= d= u= v= bo = Ash = s = 200 mm 500 mm 317 mm 517 mm 817 mm 2668 mm 845756 40 mm2
c = v u
Letak penyokong Beban ultimit truk; KT T *PT T
Vu = 0.311 MPa Vc1 = 1544132.13 N Vc2 = 1749197.41 N Vc3 = 386033.167 N Vn = 386033.167 N Vn = 270223.217 N Pu = 263250.000 N OK diambil yang terkecil
Vn dibandingkan dengan Pu
90
Struktur dikatakan komposit apabila tidak terjadi slip antara 2 material yang dihubungkan.
Aksi komposit antara profil baja dan lantai beton dibentuk oleh penghubung geser (shear connector). Penghubung geser ini direncanakan harus mampu menahan gaya geser yang terjadi di lokasi transisi antara beton dengan baja (diantara material yang berbeda).
Struktur komposit pada dasarnya adalah menambah kuat struktur dengan penambahan momen kopel.
direncanakan kuat memikul beban beton cair di atasnya. Untuk itu, tidak diperlukan perancah pada masa pengecoran.
o Komposit Penuh. Struktur komposit sempurna, Gelagar kuat memikul beban
Pada daerah ini aksi komposit tidak terjadi, sebab gaya yang bekerja adalah gaya tarik, padahal beton tidak mampu menerima gaya tarik sehingga momen nominal yang diperhitungkan hanya yang disumbangkan oleh penampang profil baja saja,
= 0,85 dan Mn = Mp o Daerah momen positif
Momen nominal memperhitungkan kuat tekan pelat beton dan kuat tarik dari penampang baja (terjadi aksi komposit).
91
Box
Perbedaan kekuatan dan kekakuan antar material yang membentuk struktur Semakin kuat dan kaku, material secara proposional akan menerima beban Pada perhitungan, untuk mengakomodir perbedaan kekuatan material
komposit mempengaruhi distribusi gaya. yang lebih besar. umumnya dilakukan tranformasi properti sesuai ratio modulus (modular ratio). Pada kondisi elastis, ratio modulus adalah perbandingan modulus elastis material. E (2.13 ) n = baja Ebeton