ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hal-hal tersebut diatas, yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk
membahas topik proyek akhir tentang pekerjaan pilar (pier), kepala pilar (pier head),
erection box girder serta stressing box girder untuk dijadikan pokok bahasan pada
laporan tugas akhir penulis yang berjudul “Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Atas Pada
Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I – Seksi A”
2
3. Menganalisis kekuatan bekisting pada bekisting pier dan bekisting pier head
yang digunakan pada Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota
Jakarta Tahap I – Seksi A.
D. BAB IV DATA
Bab ini memuat data-data teknis yang dibutuhkan untuk menunjang tujuan
penulisan proyek akhir
F. BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dari keseluruhan isi naskah proyek akhir serta
saran dari pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 1 Jenis-jenis Kolom
Sumber : Buku Struktur Beton Bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994)
6
2. Pier Head Portal
Pier head jenis ini disebut juga sebagai pier head tipe double pier, dimana
kepala pilar disokong oleh dua buah pilar yang masing-masing berada di sisi
kanan dan kiri.
2.3 Bekisting
Formwork atau cetakan beton sering juga disebut bekisting merupakan suatu
sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk rupa ataupun posisi
serta aligment yang dikehendaki. Bekisting terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai
menjadi suatu kesatuan konstruksi tertentu dengan system yang praktis. Artinya sesuai
dengan sifatnya hanya merupakan struktur sementara yang mendudukung beratnya
sendiri dan berat beton basah, konstruksi bekisting harus mudah dikerjakan dan mudah
pula untuk dibongkar serta tidak mudah rusak sehingga dapat dipakai berulang kali.
Hal yang perlu diperhitungkan adalah bekisting harus mampu menahan beban-beban
yang ada.
Menurut Wigbout (1997), secara garis besar tipe dari bekisting dibedakan
menjadi 3, yaitu :
1. Bekisting Konvensional
Material utama bekisting konvensional adalah kayu. Kelebihan dari
sistem konvensional ini adalah fleksibilitas yang tinggi. Sedangkan kekurangan
dari bekisting konvensional adalah dalam pengerjaannya membutuhkan waktu
yang relatif lama dan material bekisting yang harus dibeli ulang.
7
Gambar 4 Bekisting Konvensional
Sumber : https://asiaarsitek.com/cara-pemasangan-bekisting-kayu-asia-arsitek/
8
3. Bekisting Full Sistem
Keseluruhan material yang digunakan pada sistem ini adalah material-
material fabrikasi. Karena pemasangannya sudah sangat disederhanakan, segi
kerja teknisnya pun sangat ringan. Akan tetapi, pembelian bekisting ini sangat
mahal.
Dimana :
b = lebar panel (m)
h = tebal panel (m)
b. Perhitungan Momen Tahanan (W)
1
W = 6 𝑏ℎ2
Dimana :
b = lebar panel (m)
h = tebal panel (m)
c. Perhitungan Beban (q)
𝑞 = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑇𝑖𝑛𝑗𝑎𝑢𝑎𝑛
(Tekanan Maksimum diperoleh melalui tabel)
d. Perhitungan Momen Maksimum
1 2
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑞𝐿
10
Dimana :
q = Beban (kg/cm)
L = Jarak Gelagar Vertikal
e. Perhitungan Tegangan Lentur (𝜎𝑙𝑡 )
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 < 𝜎𝑙𝑡 ijin
Dimana :
10
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑙𝑡 =
𝑤
𝜎𝑙𝑡 𝑖𝑗𝑖𝑛 = 1600 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
f. Perhitungan Lendutan (𝛿)
Kontrol = 𝛿 < 𝛿 ijin
Dimana :
5𝑞𝐿4
𝛿 terjadi = 384 𝐸𝐼
𝐿
𝛿 ijin = 300
11
1
𝑀= × 𝑞 × 𝐿2
2
2. Momen Maksimum 2 Tumpuan
1
𝑀= × 𝑞 × 𝐿2
8
3. Momen Tahanan
1
𝑊= × 𝑡𝑠 × 𝐿𝑡
6
Dimana :
W = Momen Tahanan
𝑡𝑠 = Tebal Strip Steel
𝐿𝑡 = Lebar Tributari
d. Perhitungan Tegangan Lentur (𝜎𝑙𝑡 )
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 < 𝜎𝑙𝑡 ijin
Dimana :
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑙𝑡 =
𝑤
𝜎𝑙𝑡 𝑖𝑗𝑖𝑛 = 1600 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
e. Periksa Lendutan (𝛿)
Kontrol = 𝛿 < 𝛿 ijin
Dimana :
5𝑞𝐿4
𝛿 terjadi = 384 𝐸𝐼
𝐿
𝛿 ijin = 300
3. Gelagar Horizontal
a. Perhitungan Beban
Lebar Tributari = Jarak Antar Gelagar Vertikal
Panjang Tributari = Jarak Antar Gelagar Horizontal
Tekanan Horizontal :
𝜎′2
Gelagar 1 = 𝜎′1 + 2
𝜎′2
Gelagar 2 = + 𝜎′3
2
12
b. Perhitungan Momen
1. Momen Maksimum Beban Terpusat :
𝑃𝐿
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 =
4
Dimana :
L = Jarak Gelagar Vertikal
2. Momen Tahanan
𝑊 = 2 × 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑜𝑓 𝑆𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
4. Tie Rod
Kekuatan Tarik (Tensille Strength) = 6860 kg/cm2
Kekuatan Leleh (Yield Strength) = 4900 kg/cm2
Kontrol Tie Rod : P < Pijin
Dimana :
P = (P+0,5P) gelagar × cos 45°
Pijin = A15 × 𝜎𝑙𝑡 ijin
= (¼ 𝜋 𝑑 2 ) × (0,9 × 𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑒𝑙𝑒ℎ)
a. Perhitungan Beban Skur
P’= P × A
Karena fungsi skur pada bekisting adalah sebagai penegak side form, jadi
beban yang diterima skur dianggap 20% dari beban perencanaan awal
P = 20% × Tegangan Maksimum Cor
b. Cek Kekuatan Skur (Steel Proops)
Kontrol Steel Proops : Rh > P’
Diketahui kapasitas steel props (R) menahan beban adalah 35 kN dalam
keadaan diagonal, sedangkan beban yang bekerja adalah beban horizontal,
maka kekuatan steel props adalah :
Rh = Cos 45°×R
d. Perhitungan Momen
1
Momen Inersia (I) = 12 𝑏ℎ3
1
Momen Lawan (W) = 6 𝑏ℎ2
Momen Terpusat
1
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = ×𝑃×𝐿
4
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜎𝑙𝑡 × 𝑊
e. Perhitungan Tegangan Lentur
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 < Fb
Dimana :
14
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑙𝑡 = 𝑊
Fb = 1600 kg/cm2
f. Perhitungan Lendutan (δ)
Kontrol = δ < δ ijin
Dimana :
𝑃𝐿3
δ = 48 𝐸𝐼
δ ijin = 0,3 cm
c. Tinjauan Lendutan
Kontrol = δ terjadi < δ ijin
d. Cek Kekuatan Tie Rod
𝐹 = 𝑓𝑦 × 𝐴𝑡𝑟
e. Kekuatan Tie Rod dalam 1 Bidang
Luas Pembebanan area tie rod (𝐴𝑡𝑟 ) = 1m×1m = 1m2
f. Kekuatan dari Tie Rod Persatuan Luas
Kontrol Kekuatan Tie Rod : F’ ≥ P
𝐹
Dimana : 𝐹 ′ = 𝐴
15
2.4 Box Girder
Supriyadi, Bambang (2007) mengemukakan bahwa “jembatan gelagar kotak
(box girder) tersusun dari gelagar longitudinal dengan sayap (slab) di atas dan di
bawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar kotak. Tipe gelagar ini digunakan
untuk jembatan bentang – bentang panjang. Bentang sederhana sepanjang 40 ft (± 12
m) menggunakan tipe ini, tetapi biasanya bentang gelagar kotak lebih ekonomis antara
60-100 ft (± 18 – 30 m) dan biasanya didesain sebagai struktur menerus diatas pilar.
Gelagar kotak beton prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk
bentang menerus dengan panjang bentang ± 300 ft (± 100 m). Keutamaan gelagar
kotak adalah pada tahanan terhadap beban torsi”. Selain itu profil box girder dinilai
lebih efisien penampangnya karena memiliki berat struktur yang lebih ringan. Bagian-
bagian box girder dapat ditunjukan pada gambar di bawah ini.
a. b.
..
Gambar 8 : (a) Single sel box girder (b) Multisel box girder
Sumber https://www.google.com/search?q=gambar+box+girder&tbm=id
Tipe Perletakan yang digunakan berupa landasan karet (Rubber Bearing) yang
dapat berfungsi sebagai setengah sendi dan setengah rol sehingga dapat menampung
pergerakan struktur baik translasi maupun rotasi (Direktorat Jenderal Bina Marga,
2010).
B. Metode Lifting
Metode lifting digunakan untuk konstruksi beton jembatan berupa precast
girder yang memungkinkan adanya pengangkatan segmen-segmen girder
tersebut. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk metode lifting, yaitu :
1. Metode Mobile Crane
Crane merupakan salah satu alat berat yang bekerja engan
mengangkat secara vertikal, memindahkan secara horizontal, dan
19
menurunkan material ke tempat yang diinginkan. Pada proses erection,
metode ini banyak dipakai karena termasuk metode yang sederhana.
Metode mobile crane dapat digunakan pada kondisi sebagai berikut :
1. Ketinggian pier dan pierhead tidak lebih dari 10 meter.
2. Dibutuhkan area yang luas untuk pergerakan crawler crane.
3. Bentang lebih dari satu.
20
1. Adanya lingkungan yang dilindungi di area bawah sekitar
pembangunan jembatan
2. Area pekerjaan yang cukup terbatas
3. Lereng yang curam dan keadaan tanah yang buruk sehingga sulit
untuk akses mobilisasi di permukaan
4. Sungai yang dalam atau selat
21
jika kabel yang slip tidak lebih dari dua, penarikan kelompok kabel dapat diteruskan
sampai selesai dan kabel yang kendor ditarik kemudian.
Tegangan pada kabel harus diukur dari perpanjangan kawat untaian (elongasi)
dan selama proses penarikan dapat dikendalikan dengan pembacaan alat ukur tekanan.
Alat ukur tekanan menunjukkan gaya yang telah diberikan ke tendon sementara
elongasi berfungsi scbagai counter check. Elongasi yang terjadi harus berada dalam
interval yang dlijinkan yaitu antara -7% sampai +7% (sesuai ACT 318 psl 18.18 dan
SK SNI T- 15.1991 psl. 3.1 1.1 8).
Apabila hasil stressing yang dilakukan tidak memenuhi toleransi yang
disyaratkan, hal-hal yang harus dilakukan adalah:
a. Jika hasil elongasi secara grafis masih lebih besar dan +7%, maka dilakukan
lift-off atau memeriksa gaya yang bekerja pada angkur kemudian dibandingkan
dengan gaya angkur hasil perhitungan. Jika masih belum memenuhi maka
harus di release dan dilakukan penarikan ulang.
b. Jika hasil elongasi secara grafis lebih kecil dari -7%, maka dilakukan penarikan
tambahan sampai batas gaya jacking force yang disyaratkan
Beton pratekan memiliki dua jenis metode yaitu Sistem Pratarik (Pretension)
dan Pasca-tarik (Posttension). Istilah pratarik digunakan untuk menggambarkan
metode sistem pratekan dimana setelah penarikan kabel dilakukan kemudian beton
dicor. Cara ini diterapkan pada pabrik beton pracetak atau laboratorium dimana
terdapat lantai penahan tarikan yang tetap, juga dipakai dilapangan dimana dinding
penahan dapat dibuat secara ekonomis.
Kebalikan dari sistem pratarik, sistem pasca-tarik adalah sistem pratekan
dimana kabel ditarik setelah beton mengeras. Jadi sistem pratekan hampir selalu
dikerjakan terhadap beton yang mengeras dan tendon-tendon diangkurkan pada beton
tersebut segera setelah gaya pratekan dilakukan. Cara ini dapat dipakai pada elemen-
elemen baik beton pracetak maupun beton yang dicetak ditempat.
23
2
0,785×0,7854×𝑑
b) Berat nominal = (kg/m)
100
24
Cara menghitung luas penampang nominal, keliling nominal, berat
nominal dan ukuran sirip/ulir adalah sebagai berikut:
a) Luas penampang nominal (A)
A = 0,7854 d2 (mm2)
d = diameter nominal (mm)
0,785×0,7854×𝑑2
b) Berat nominal = 100
0,7 (kg/m)
c) Jarak sirip melintang maksimum = 0,70 d
d) Tinggi sirip minimum = 0,05
Tinggi sirip maksimum = 0,10 d
e) Jumlah 2 (dua) sirip membujur maksimum = 0,25 K
Keliling nominal (K)
K = 0,3142 x d (mm)
2.5.2 Beton
Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus atau kasar dan air, dengan atau tanpa tambahan yang membentuk
masa padat. (RSNI T-12-2004).
Untuk mengetahui apakah mutu beton yang dipesan sudah memenuhi mutu
beton yang direncanakan, dapat dilakukan pengujian beton diantaranya:
A. Uji Kuat Tekan Beton (Crushing Test)
Hasil pengujian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengendalian
mutu dari komposisi campuran beton, proses pencampuran dan kegiatan
pengecoran beton; penentuan hasil pekerjaan yang memenuhi spesifikasi;
dan evaluasi keefektifan bahan tambah pengendalian kesetaraan
pengunaannya. (SNI 03-1974-1990).
B. Uji Hammer Test
Pengujian kuat tekan beton dengan hammer test dilaksanakan sebelum dan
setelah benda uji dibakar kemudian di rendam dan diangin-anginkan
selama 24 jam pasca pembakaran. Persiapan pengujian dengan metode
hammer test berdasarkan (SNI 03-4430-1997).
C. Pengujian Beton Segar
25
Pengujian beton yang dilakukan adalah uji slump. Uji slump mengacu
pada SNI 1972-2008. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
workability beton segar apakah beton tersebut sudah mencapai nilai slump
yang telah ditentukan atau belum.
Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diiginkan, maka
beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan/curing, dengan tujuan
agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna.
Perawatan/curing dapat dilakukan dengan cara membasahi beton dengan
air secara terus menerus, beton ditutup karung basah dilakukan selama 28
hari atau perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari pabrik dengan
temperatur sekitar 150°F. Pada proses hidrasi semen dibutuhkan kondisi
dengan kelembaban tertentu agar air di dalam beton tidak menguap.
Karena apabila beton cepat mengering, makan akan timbul retak-retak
pada permukaan yang menyebabkan kekuatan beton turun.
𝑉=𝑃𝑥𝐿𝑥𝑇
Dimana :
V = Volume (m3)
P = Panjang (m)
L = Lebar (m)
T = Tinggi (m)
2.5.3 Bekisting
A. Bekisting Pier
1. Kebutuhan Jumlah Panel
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑘. 𝐵𝑒𝑘𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑒𝑘𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 1 𝑃𝑎𝑛𝑒𝑙
Dimana :
Luas Pek. Bekisting = (Panjang Pier × Tinggi Pier) × 4 sisi
Luas 1 Panel Baja/Kayu = P (m) × L (m)
26
2. Kebutuhan Gelagar Vertikal
𝑃 𝑃 𝑇
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐺𝑒𝑙𝑎𝑔𝑎𝑟 𝑉𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = ( + )×( )
𝐽𝐴𝑆𝑆 𝐽𝐴𝑆𝑆 𝑃𝑆𝑆
Dimana :
P = Panjang Pier
T = Tinggi Pier
PSS = Panjang Gelagar Vertikal
JASS = Jaran Antar Gelagar Vertikal
27
6. Kebutuhan Minyak Bekisting
Berdasarkan AHSP 2013, kebutuhan minyak bekisting adalah 0,2 liter
dari volume pekerjaan bekisting
4. Kebutuhan Scaffholding
Kebutuhan scaffolding berdasarkan beban yang terdapat diatas
shoring itu sendiri, 1 main frame scaffolding dapat menahan beban
hingga 3500 kg.
28
b) Bekisting Dinding Pier Head
1. Kebutuhan Multiplek
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
Jumlah Multiplek = 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑙𝑡𝑖𝑝𝑙𝑒𝑘
Dimana :
P = Panjang kaso vertical arah memanjang
= Jumlah kaso vertical arah memanjang × Tinggi kaso
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑎𝑐𝑢𝑎𝑛
= 1 + 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑠𝑜 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑠𝑜
29
b) Steel Proops Bagian Lebar
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑖𝑒𝑟 ℎ𝑒𝑎𝑑
Jumlah Steel Proops 1 sisi = 1+ 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑆𝑡𝑒𝑒𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑜𝑝𝑠
31
Gambar 16 : Wedge Plate
Sumber : Dokumentasi Proyek
2.5.7 Wedges
Wedges dipasang sesaat sebelum dilakukan pekerjaan stressing. Fungsi wedges
adalah untuk mengunci kekuatan pada strand agar pada saat stressing strand yang
ditarik semakin kuat kunciannya. Pasangkan wedges ke dalam strand dan dimasukan
ke dalam lubang wedged plate, jumlah wedges disesuaikan dengan jumlah strand yang
diutuhkan pada setiap tendon.
2.5.8 Glueing
Setelah perapatan Box Girder selesai, antara segmen box girder disambung
dengan metode Glueing menggunakan Lem Epoxy dengan merk Sikadur -31 CF
Normal yang terdiri 2 komponen yaitu Type A (Resin) dan Type B (Hardener)
perbandingan yang digunakan adalah 3:1 untuk resin dan hardener. Selain karena
kualitas, Sika digunakan karena memiliki kuat tekan mencapai 60Mpa/3hari dan
pullout testnya mencapai 25Mpa/hari. Sebelum perekatan segmen, tarpaulin harus
terpasang pada semua sambungan dibawah segmen. Tarpaulin digunakan untuk
mencegah bahan Epoxy jatuh kebawah.
32
Gambar 18 : Pemasangan terpaulin
Sumber : Data Proyek
2.5.9 Grouting
Grouting sangat penting untuk daya tahan struktur beton pasca penarikan
dengan ikatan tendon. Tujuannya adalah agar melindungi struktur dari bahaya korosi
serta untuk mengikat strand dengan beton disekelilingnya menjadi satu kesatuan.
Material untuk pekerjaan grouting terdiri dari air, semen tipe 1, Sikamen, Intraplast Z,
dan Kelconcrete DG. Prinsip dari pekerjaan Grouting adalah sebagi berikut:
1. Mencegah korosi baja pratekan dengan benar-benar mengisi semua rongga
denga material Grouting.
2. Mencapai ikatan yang efektif antara baja pratekan dan komponen beton
3. Pekerjaan Grouting harus dimulai sesegera mungkin dan tidak lebih dari
dua minggu setelah pekerjaan Stressing.
Ketahanan konstruksi Post Tension tergantung dari proses Grouting karena
Grouting dengan kekerasan yang baik akan membantu ikatan antara beton dengan
tendon agar terlindung dari bahaya korosi, Grouting membantu untuk mengikat
Tendon pada struktur. Maksimal waktu tunggu untuk grouting adalah 28 hari setelah
Stressing, karena setelah melebihi batas waktu tendon akan rentan terhadap korosi.
Jika sudah terlanjur korosi maka diselesaikan dengan air tes.
33
Gambar 19 : Pelaksanaan Grouting
Sumber : Pengamatan Proyek
B. Truck Mixer
Truck Mixer atau biasa juga disebut dengan truk molen memiliki
beragam jenis dengan fungsi sama, yaitu mengangkut beton satu lokasi ke
lokasi yang lain dengan menjaga konsistensi beton sehingga tetap cair dan tidak
mengeras dalam perjalanan. Truck Mixer adalah Alat transportasi khusus bagi
beton curah siap pakai (Readymix concrete) yang digunakan untuk
mengangkut campuran beton curah siap pakai (Readymix concrete) dari
Batching Plant (Pabrik Olahan Beton) ke lokasi pengecoran.
35
C. Concrete Pump
Concrete pump/Pompa Beton adalah alat yang digunakan untuk
mendorong hasil cairan beton yang sudah diolah dari Truck Mixer. concrete
pump digunakan untuk mengerjakan pengecoran yang sulit dilakukan secara
manual. Pengoperasian dari pompa beton menggunakan sistem hidrolik dan
juga listrik.
Persamaan 2:
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝐽𝑎𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
Persamaan 3:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
Persamaan 3 sering disebut sebagai unit rate. Sementara banyak kontraktor lain
mempercayakan faktor kinerja sebagai ukuran produktiivitas lain mempercayakan
pada faktor kinerja sebagai ukuran produktivitas.
Persamaan 4:
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝐾𝑒𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛
1. Masuk dan pulang kerja tepat waktu dan mengikuti tool box sebelum
pekerjaan di mulai.
➢ Masuk Kerja : Jam 08.00
➢ Istirahat : Jam 12.00 – 13.00 (Hari Jum’at 11.30 – 13.30)
dan (18.00 – 19.00)
38
➢ Pulang Kerja : Jam 17.00 (Kecuali Lembur)
2. Memastikan kondisi badan sehat secara fisik dan mental saat masuk kerja.
3. Memastikan alat pelindung diri yang standar dan sudah dipakai dengan
benar.
4. Memakai tanda pengenal sesuai dengan kompetensi dan area kerjanya.
5. Telah mengikuti safety induction dan training untuk memenuhi standar
kompetensi.
6. Memastikan izin kerja aman dan job safety analisis ada dilokasi pekerjaan
dan masih berlaku.
7. Memastikan alat dan peralatan kerja termasuk alat berat sudah dilakukan
inspeksi dan dalam kondisi baik dan aman.
8. Memastikan pekerjaan yang beresiko tinggi (terjadi ketinggian, ruang
terbatas atau confine space, lifting dan rigging, excavation, electrical, hot
working, dll) sudah dilakukan nitigasi resikonya.
9. Pekerjaan panas pada industrial oxigen dan gas bertekanan dilapangan
harus dilengkapi double flashback arrestor dan dalam posisi berdiri juga
diikat agar tidak jatuh.
10. Setiap supervisor dan safety officer harus bertanggung jawab dan
memastikan para anggotanya sudah bekerja sesuai standar keselamatan
kerja.
11. Bekerja diketinggian lebih dari 1,8 meter, wajib menggunakan full body
harnes double lanyard.
12. Dilarang mengonsumsi dan membawa minuman beralkohol dan obat-
obatan terlarang (narkoba).
13. Dilarang berkelahi memprovokasi, mengumpat dengan bahasa kasar.
14. Dilarang merokok dilokasi proyek kecuali di smoking area.
15. Melakukan good housekeeping secara rutin dan menjaga lingkungan
setiap saat.
39
Table 1 System Pinalty Proyek 6 Ruas Tol Dalam Kota
A Pemberhetian Segera
40
C Peringatan Tertulis, Score Penalty (2) Point, Pelatihan Ulang
E INFORMASI PENALTY
Merah : 3 Point
2
Kuning : 2 Point
Hijau : 1 Point
41
Ketika memperoleh sanksi pelanggaran total 5 point, maka yang
3
bersangkutan akan dikeluarkan dari proyek
42
BAB III
METODOLOGI
3.1 Pendahuluan
Pada bab ini menguraikan langkah-langkah sistematis yang dilakukan dalam
menyelesaikan Proyek Akhir. Metode penulisan pada Proyek Akhir ini mencakup
semua kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan atau melakukan
proses analisis terhadap permasalahan yang ada pada Proyek Akhir.
MULAI
PENGUMPULAN DATA
DATA KURANG
ANALISIS
DATA
DATA LENGKAP
SELESAI
43
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penyelesaian penyusunan Tugas Akhir ini
adalah sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan/Literatur
Studi kepustakaan adalah suatu metode dalam mengambil keputusan
dan pengumpulan data berdasarkan buku-buku atau informasi-
informasi dari berbagai sumber yang memberikan gambaran secara
umum terhadap permasalahan sesuai dengan pembatasan masalah
yang dimaksud.
2. Observasi dan Wawancara
Metode ini dilakukan dengan pengumpulan data berdasarkan
pengamatan dan peninjauan langsung di lapangan serta hasil
wawancara dengan pembimbing industri pada saat melakukan
peninjauan di lapangan.
3. Dokumentasi
Metode ini berupa pengambilan data melalui dokumen tertulis
maupun elektronik dari suatu lembaga/institusi. Dokumen tersebut
diperlukan untuk mendukung kelengkapan data atas permasalahan
yang diajukan.
PIER
PIER HEAD
SELESAI
44
3.3.1 Pelaksanaan Pekerjaan Kolom (Pier)
A. Diagram Alir Pekerjaan Kolom (Pier)
45
e. Install Scaffolding, pada tahap ini inspector HSE mengecek kelayakan
scaffolding untuk akses pekerja dan diberikan info melalui pemasangan
tagging.
2. Fabrikasi Bekisting dan Pembesian
a. Fabrikasi Bekisting
- Pembersihan sika sporal pada bekisting
- Check internal verticality
- Install conus di stage 2 untuk angkur clambing
b. Pembesian
- Kolom stage 1
• Tulangan Sengkang
• Tulangan sepihak.
- Kolom stage 2
• Tulangan utama
• Tulangan Sengkang
• Tulangan sepihak
• Stek crown.
3. Marking Posisi Pier
a. Marking dimensi kolom (stage 1 dan 2).
b. Menentukan elevasi Top Cor.
4. Pemasangan Thermocouple.
Fungsi thermocouple untuk mengamati perbedaan suhu antara lapisan
tengah dengan lapisan atas dengan perbedaan suhu ≤ 20º C. Perbedaan
suhu yang tinggi selama proses curing akan menyebabkan retak pada
beton.
Untuk mengurangi panas hidrasi yang tinggi dapat dilakukan dengan
menurunkan suhu awal beton segar dan memasang insulasi dari sterofoam
pada permukaan beton. Pemasangan thermocouple secara vertikal untuk
lapisan atas 300 mm dibawah permukaan beton dan lapisan tengah 1000 mm
diatas dasar pondasi.
5. Pemasangan Bekisting
46
a. Pemasangan formwork sesuai tahapan pengecoran yang akan
dilakukan.
b. Pemasangan perkuatan untuk dudukan formwork kolom stage 2 pada
posisi bawah formwork.
c. Setelah semua bekisting terpasang, dilakukan verticality check dengan
tujuan agar kolom tegak lurus.
8. Curing Compound
Proses Curing dilakukan setelah hari ke 2 dan setelah pembukaan
bekisting dilapisi dengan plastic wraping dan dilakukan selama 7 hari.
a. Curing bisa juga dilakukan dengan menyemprotkan lapisan
khusus/curing compound pada permukaan beton.
b. Dan dilakukan penyiraman jika suhu thermocouple menunjukan
selisih lebih dari 20º C.
c. Cek Hasil Produksi.
d. Cek Hasil produksi dilakukan setelah pemantauan thermocouple
dan proses curing selesai ±7 hari.
e. Jika terjadi permukaan beton yang tidak rata, retak dan keropos
maka Field Coordinator terkait agar segera mengirim Memo/Surat
ke ke Kontraktor agar dilakukan finishing/perbaikan.
48
4. Sequence kerja yang sudah disetujui.
5. Request Of Work yang sudah disetujui.
6. Permit To Work yang sudah disetujui.
49
B. Metode Pelaksanaan Pekerjaan Pier Head
1. Persiapan
a. Cek pemasangan plat baja sebagai tatakan kerja alat berat.
b. Mengecek penempatan alat-alat bantu dan rencana manuver alat.
c. Cek SIA dan SIO setiap alat berat yang digunakan kontraktor.
d. Memastikan pekerja/inspector/pelaksana dilapangan menggunakan
Body Harness ketika bekerja di ketinggian.
2. Staking Out Roro Shoring
Roro Shoring berguna untuk menyangga beton pier head selama proses
pengecoran dan setelah bekisting dibongkar. sebelum roro shoring dibangun
maka yang harus dilakukan adalah staking out. Berikut langkahnya:
a. Marking perletakan Roro Shoring dilakukan berdasarkan koordinat
As Kolom dan ukuran Pier Head.
b. Marking perletakan dilakukan setelah pekerjaan Sleeper Beton
selesai.
50
Gambar 7 : Pemasangan Roro Shoring
Sumber : Data Proyek
4. Pemasangan Cross Beam 300 x 400 & 300 x 800.
Dipasang Cross Beam 300 x 400 sebanyak 8 buah dan Cross Beam 300 x
400 sebanyak 8 buah dengan panjang masing-masing 3 meter.
51
• Bracing Rod
52
Gambar 11 : Pemasangan Cross Beam
Sumber : Data Proyek
7. Pemasangan Frame & Bottom Form Roro Shoring PD 8
a. Pemasangan Frame PD 8.
• Steel waler
• Base plate
• Frame
• Spindle
• Head Plate
• Cross Strap.
b. Pemasangan Bottom Form/Bekisting.
53
Gambar 13 : Pemasangan Climbing & Kelengkapan PD 8
Sumber : Data Proyek
9. Pembesian Stage 1
a. Pembesian Stage 1.
• Tulangan kolom
• Tulangan utama dan sengkang bawah
• Tulangan utama samping
• Tulangan utama dan Sengkang atas
• Tulangan sepihak
• Tulangan sisi ducting
• Tulangan support ducting
• Bursting steel angkur
• Tulangan samping end for
54
• Asiba/ Catwalk
55
d. Tulangan manhole.
56
e. Kelengkapan PD8.
57
c. Pengamatan lendutan.
58
17. Grouting
Grouting dilakukan setelah pekerjaan stressing selesai, strand dipotong
kira-kira 25 mm dari pelat angkur.
a. Grouting material & waktu pencampuran;
• Water cement rasio : 0,33
• Waktu pencampuran : 8 menit
• Setiap pencampuran terdiri dari:
- Air = 99 liter
- Semen = 300 kg (6 zak)
- Sikament NN = 6 liter
- Interplast Z = 600 gram
- Kelcocrete DGF = 60 gram.
b. Ada beberapa test campuran sebelum pelaksanaan grouting, antara
lain:
• Berat jenis campuran
• Flow cone ≤ 25 detik
• Grout spread ≥ 140 mm.
c. Pembuatan sampel material grouting.
d. Lubang angkur ditutup dengan campuran Sikatop 144, pasir, dan
Mortar Utama (MU).
60
B. Metode Kerja Box Girder
1. Persiapan
a. Memastikan Traffic Management bisa berjalan dengan lancar dan
mempunyai ijin dari dishub atau polsek jika dilakukan pengalihan
jalan.
b. Memastikan keberadaan Flag Man Lalu Lintas.
c. Memastikan penerangan mencukupi jika pekerjaan dilakukan di
malam hari.
d. Cek Pemasangan plat baja sebagai tatakan kerja alat berat.
e. Mengecek Penempatan alat-alat bantu dan rencana manuver alat.
f. Cek SIA dan SIO setiap alat berat yang digunakan Kontraktor.
g. Memastikan pekerja/inspektor/pelaksana dilapangan menggunakan
Body Harness ketika bekerja diketinggian.
h. Memastikan akses pekerja sudah teridentifikasi kelayakanya dengan
cara di tagging.
2. Loading Tes LG
a. Pengujian Fungsional
• Lifting Up dan Down (Deviator segment).
• Spreader Operation.
• Pergerakan Winch.
• Total beban Segmen Deviator :
1. Maksimum segment weight (Deviator Segment) = 53.5 ton.
2. Lifting spreader beam weight = 3.0 ton.
3. Suspension spreader = 2.0 ton.
4. Total Load = 58.5 ton.
• Maksimum beban gantung diproyek ini = 66 ton.
b. Pengujian Dinamix (+110%)
• Beban maksimum pada winch adalah 66 ton. Besar beban uji
dinamik pada hook block harus 110% dari 66 ton total 72.6 ton,
anatara lain :
1. Deviator @1 buah = 53.5 ton.
61
2. Suspension Spreader @3 buah = 6 ton.
3. Lifting Spreader Beam @1 unit = 3 ton.
4. Temporary PT Bracket @10 unit = 1 ton.
5. Strand Coil (0.6”) @3 buah = 9 ton.
• Beban pengujian dinamik sebesar = 72.6 ton.
c. Pengujian Statik (+125%).
• Beban maksimum pada winch adalah 66 ton. Besar beban uji
dinamik pada hook block harus 125 % dari 66 T Total 82.5 ton,
anatara lain :
1. Deviator @1 buah = 53.5 ton.
2. Suspension Spreader @3 buah = 6 ton.
3. Lifting Spreader Beam @1 buah = 3 ton.
4. Strand Coil (0.6”) @7 buah = 9 ton.
• Beban pengujian static = 82.5 ton.
d. Pengujian Suspensi ( 1 Span digantung).
Untuk mendapatkan hasil yang biak dari pengujian beban, dengan
operator LG (VSL) yang berkualitas diwajibkan memeriksa kondisi
gantry untuk memastikan keamanan. Prosedur pengujian
penggantungan semua segmen dalam satu span dilakukan untuk
memeriksa kelayakan alat gantry, Main Truss Produk COMTEC dan
mendapatkan rekomendasi kelayakan dari DISNAKER, PT.
MEDATAMA (MEGA PERSADA UTAMA), elendutan Main Truss
yang disyaratkan pada LG 1 dan LG 2 dalam bentang 45 m adalah :
• δ1 : 12.0 cm
• δ2 : 16.0 cm
• δ3 : 12.0 cm.
3. Erection Box Girder.
a. Mobilisasi Segment BG ke Site.
b. Pemeriksaan segmen.
c. Pemasangan Handrail Segment.
d. Pemasangan Temporary PT Bracket.
62
e. Trailer Flatbed ke posisi erection ( segmen BG dan spreader sudah
menumpang diatasnya).
f. Winch turun ke posisi lubang spreader.
g. Pasang 2 pin anatara lubang winch terhadap lubang spreader.
h. Pemasangan Span Support Jack pada Pier Head.
i. Segment BG 1 dan 7 diangkat ke atas span Support Jack terlebih
dahulu untuk dasar leveling BG selanjutnya (2-16) dan pasang 2 buah
hanger bar Ø36mm di setiap BG dan di lifting posisi mengantung naik
turun.
4. Perapatan BG
a. Penyetelan atau Pengedoran PT bar antara spreader dengan main truss
setiap segmen dilakukan untuk mensejajarkan segment. (dengan
dilatasi ± 15 - 20 cm).
b. Segmen BG 2 – 16 dibuat sejajar dgn yg acuan bottom segment 1 &
17.
5. Glueing.
a. tock material epoxy diatas BG (Sikadur 1 MP).
b. Pemasangan Pin pada lubang winch dengan spreader segmen
17, untuk menempatkan BG sesuai elevasi dengan dikontrol survey.
c. Pencampuran material epoxy A : B (3 : 1), A= Hardener @15 kg,
B= Resin @ 5 kg.
d. Pemasangan Terpal dengan main lift untuk mencegah material Epoxy
Jatuh.
e. Pengolesan muka BG ada yg dari atas dan dari depan BG secara
merata, ketebalan ± 3 mm.
f. Winch berjalan merapat BG yg sudah di epoxy, tenaga kerja
memposisikan searkey antar segmen BG sudah pas apa belum.
g. Perapihan atau pembersihan material glueing pada permukaan atas
dan sisi dalam BG.
h. Perapihan material glueing di bottom sambungan segmen BG.
6. Pemasangan Pipa HDPE dan Besi Strand.
63
a. Pipa HDPE dimasukkan ke lubang segmen 1 dan 17 (LS) maupun
segmen 7 dan 11 sebagai Deviator (DV) dari dalam BG.
b. Pemberian lubang ventilasi grouting tiap pipa HDPE @ 2 bh ujung
pipa sisi dalam untuk kontrol waktu grouting.
c. Pipa HDPE dipasang setiap tendon C1 – C6 (L+R) panjang sesuai
layout tendon.
7. Stressing Tendon.
a. Check Posisi Wedge diujung sudah terkunci dengan benar, jacking
force sudah terpasang den-gan baik, Type Jack dan mano-meter
terpasang dgn benar (Type ZPE-460) sesuai urutan stressing.
b. Stressing pertama tendon C4 (L+R) bersamaan sebesar 50 % dengan
gaya stressing 1913 KN, bacaan elongasi diukur sesuai tekanan.
c. Pengendoran ring nut PT bar bagian bawah (blister) dan bagian atas
(bracket) 1 span BG.
d. Stressing C4 (L+R) dilanjutkan lagi dengan tekanan 100 % dgn gaya
3825 KN dan elongasi 317 mm dengan toleransi elongasi ± 7 %,
bacaan selesai.
e. Jacking force pindah ke tendon C1, C2, C3 (L+R) dengan gaya
stressing 100 % semua selesai.
f. Mengendorkan dan melepaskan semua hanger bar dengan bar jack,
antara main truss dengan spreader.
g. Stressing tendon C5,C6 (L+R) sebesar 100 %
h. Pembongkaran Semua gantungan bar dan spreader dari atas BG.
i. Stressing tendon TST2 (L+R) sebesar 100 %.
j. Stressing Tendon TST1 (L+R) sebesar 100 %.
k. Stressing Tendon TSB3 sebesar100 %.
l. Stressing tendon TSB2 (L+R) sebesar 100 %.
m. Stressing Tendon TSB1 (L+R) sebesar 100 %.
n. Stressing selesai.
8. Pemasangan LRB.
9. Grouting LRB.
64
Grouting LRB dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis yang berlaku.
10. Perpindahan LG.
Perpindahan LG dilakukan dengan terlebih dahulu pamasangan False
Segment dan Rail, Roller di Span selanjutnya.
11. Grouting Tendon
a. Grouting Tendon dilakukan setelah minimal 14 hari dari proses
stressing atau maksimal setelah stressing 3 span dilakukan.
b. Grouting mengacu kepada metode kerja dan material yang telah
disetujui.
C. Data Pengendalian Pekerjaan Erection Box Girder
1. Metode Kerja yang sudah disetujui.
2. From Check List Bersama yang sudah disepakati.
3. Durasi Erection Per span yang sudah disepakati.
4. Request Of Work yang sudah disetujui (ROW).
5. Permit To Work yang sudah disetujui.
65