Anda di halaman 1dari 67

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Masalah Penelitian ........................................................................................ 2

1.2.1 Identifikasi Masalah ............................................................................... 2

1.2.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 3

1.5 Pembatasan Masalah ..................................................................................... 3

1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5

1.1 Kolom (Pier) ................................................................................................. 5

1.2 Kepala Kolom (Pier Head) ........................................................................... 6

2.3 Bekisting ........................................................................................................ 7

2.3.1 Perhitungan Kekuatan Bekisting ............................................................ 9

2.4 Box Girder ................................................................................................... 16

2.4.1 Assembly Launcher Gantry .................................................................. 17

2.4.2 Erection Box Girder ............................................................................. 18

2.3.1 Stressing Box Girder ............................................................................ 21

2.4 Analisa Kebutuhan Bahan ........................................................................... 22

2.4.1 Besi Tulangan....................................................................................... 22

2.5.2 Beton .................................................................................................... 25

2.5.3 Bekisting .............................................................................................. 26

2.5.4 LRB (Lead Rubber Bearing)................................................................ 30

2.5.5 Kawat Baja (Strand)............................................................................. 31


i
2.5.6 Wedges Plate ........................................................................................ 31

2.5.7 Wedges ................................................................................................. 32

2.5.8 Glueing ................................................................................................. 32

2.5.9 Grouting ............................................................................................... 33

2.6 Analisis Produktivitas.................................................................................. 34

2.6.1 Produktivitas Alat ................................................................................ 34

2.6.2 Produktivitas Tenaga Kerja .................................................................. 36

2.7 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)...................................................... 37

BAB III METODOLOGI .................................................................................... 43

3.1 Pendahuluan ................................................................................................ 43

3.2 Metode Penulisan ........................................................................................ 43

3.2.1 Diagram Alir Penyusunan Proyek Akhir ............................................. 43

3.2.2 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 44

3.3 Metode Pelaksanaan .................................................................................... 44

3.3.1 Pelaksanaan Pekerjaan Kolom (Pier) ................................................... 45

3.3.2 Pelaksanaan Pekerjaan Kepala Kolom (Pier Head) ............................. 49

3.3.3 Pelaksanaan Pekerjaan Box Girder .......................................................... 60

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan jalan tol di Indonesia menjadi salah satu faktor yang diharapkan
dapat meningkatkan perkembangan wilayah dan pertumbunan ekonomi. Pada wilayah
DKI Jakarta terdapat salah satu pembangunan proyek jalan tol yaitu Proyek
Pembangunan 6 (Enam) Ruas Jalan Tol Dalam Kota. Jalan tol tersebut berupa jalan tol
layang (elevated) dengan menggunakan struktur box girder yang dalam
pelaksanaannya menggunakan metode launching gantry. Penggunaan launcher gantry
dinilai dapat mengatasi pembangunan pada wilayah dengan pergerakan yang cukup
terbatas.
Keberhasilan suatu proyek diukur dari keberhasilannya mencapai biaya, mutu,
dan waktu serta keamanan kerja sesuai dengan rencana. Untuk menjawab kebutuhan
agar proyek dapat selesai dan memenuhi tujuan, diperlukan perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian yang optimal.
Prasetyo, D. A.,dkk (2017) menyatakan bahwa waktu pekerjaan suatu proyek
konstruksi sangat bergantung terhadap produktivitas. Besarnya produktivitas
menunjukan kemampuan tenaga kerja dalam menyelesaikan kuantitas pekerjaan yang
ditentukan. Produktivitas merupakan nilai yang tidak dapat terlihat secara langsung
kecuali melalui suatu proses perhitungan.
Pada pekerjaan pilar dan kepala pilar terdapat aspek pekerjaan yang cukup
penting yaitu bekisting. Bekisting berperan sebagai cetakan sementara untuk menahan
beton selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Dalam perencanaan bekisting sangat perlu diperhatikan aspek kekuatan dalam
menahan beban yang bekerja pada tiap-tiap komponen bekisting. Bekisting yang baik
harus memenuhi syarat-syarat kekuatan untuk mengindari kegagalan konstruksi akibat
perencanaan yang tidak memenuhi persyaratan. Selain perencanaan yang baik, agar
mendapatkan hasil yang diinginkan, dalam pelaksanaannya pun harus dilakukan sesuai
dengan prosedur.

1
Hal-hal tersebut diatas, yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk
membahas topik proyek akhir tentang pekerjaan pilar (pier), kepala pilar (pier head),
erection box girder serta stressing box girder untuk dijadikan pokok bahasan pada
laporan tugas akhir penulis yang berjudul “Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Atas Pada
Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I – Seksi A”

1.2 Masalah Penelitian


1.2.1 Identifikasi Masalah
Topik utama yang akan dibahas pada proyek akhir ini yaitu proses pelaksanaan
pekerjaan struktur atas, produktivitas pekerjaan, kebutuhan alat dan bahan serta
perkuatan bekisting pada Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota
Jakarta Tahap I – Seksi A.

1.2.2 Perumusan Masalah


Pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas pada proyek akhir ini, yaitu :
1. Bagaimana metode pelaksanaan pekerjaan struktur atas pada Proyek
Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I – Seksi A?
2. Bagaimana produktivitas alat dan tenaga kerja serta kebutuhan alat dan bahan
pada Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I –
Seksi A?
3. Bagaimana analisis kekuatan bekisting pada bekisting pier dan bekisting pier
head yang digunakan pada Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam
Kota Jakarta Tahap I – Seksi A?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan proyek akhir ini, yaitu :
1. Menjelaskan metode pelaksanaan pekerjaan struktur atas pada Proyek
Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I – Seksi A.
2. Menganalisis produktivitas alat dan tenaga kerja serta kebutuhan alat dan bahan
pada Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I –
Seksi A.

2
3. Menganalisis kekuatan bekisting pada bekisting pier dan bekisting pier head
yang digunakan pada Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota
Jakarta Tahap I – Seksi A.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penulisan Proyek Akhir ini adalah
memberikan informasi mengenai pelaksanaan pekerjaan struktur atas pada Proyek
Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I – Seksi A.

1.5 Pembatasan Masalah


Dengan adanya keterbatasan waktu dalam penyusunan proyek akhir ini, maka
penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Proyek akhir ini berkonsentrasi pada metode pelaksanaan pekerjaan struktur
atas meliputi pekerjaan pier, pier head, erection box girder dan stressing box
girder Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I –
Seksi A.
2. Produktivitas alat dan tenaga kerja serta kebutuhan alat dan bahan untuk tiap-
tiap pekerjaan.
3. Kontrol kekuatan bekisting pier dan pier head yang digunakan pada Proyek
Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I – Seksi A

1.6 Sistematika Penulisan


Secara garis besar, Proyek Akhir ini disusun secara sistematis yang terbagi
dalam enam bab, yaitu:
A. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, permasalahan yang diajukan, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, pembatasan masalah, serta sistematika
penulisan.

B. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini memuat dasar-dasar teori yang berhubungan dengan permasalahan
yang diajukan dan dilengkapi dengan sumber yang digunakan.
3
C. BAB III METODOLOGI
Bab ini memuat penjelasan mengenai proses pengumpulan data mulai dari
awal sampai akhir penyusunan naskah proyek akhir.

D. BAB IV DATA
Bab ini memuat data-data teknis yang dibutuhkan untuk menunjang tujuan
penulisan proyek akhir

E. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Bab ini membahas mengenai analisis pada pelaksanaan pekerjaan struktur
atas Proyek Pembangunan 6 (Enam) Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I –
Seksi A.

F. BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dari keseluruhan isi naskah proyek akhir serta
saran dari pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Kolom (Pier)


Kolom (pier) termasuk struktur utama penopang yang secara umum berfungsi
untuk meneruskan beban-beban yang bekerja pada upper structure untuk kemudian
diteruskan ke tanah melalui pondasi dibawahnya.
Struktur kolom merupakan struktur beton bertulang yang terdiri dari beton dan
baja tulangan yang ditanam di dalam beton. Sifat utama beton adalah sangat kuat di
dalam menahan beban tekan tetapi lemah dalam menahan gaya tarik. Sedangkan
tulangan adalah batang baja berbentuk polos atau ulir atau pipa yang berfungsi untuk
menahan gaya tarik pada komponen struktur.
Pilar untuk jembatan box girder beton akan menerima gaya yang besar akibat
bentang jembatan yang besar serta berat box girder itu sendiri. Penampang pilar dapat
dibuat massif ataupun berongga (hollow).
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), secara
garis besar ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom
beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada
jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral, sedemikian
rupa sehingga penulangan keseluruhan membentuk kerangka seperti pada
gambar (a).
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama
hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral
yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom seperti
pada gambar (b).
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa
diberi batang tulangan pokok memanjang seperti terlihat pada gambar (c).

5
Gambar 1 Jenis-jenis Kolom
Sumber : Buku Struktur Beton Bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994)

1.2 Kepala Kolom (Pier Head)


Pier head atau kepala pilar merupakan bagian struktur atas konstruksi elevated
yang berfungsi sebagai dudukan box girder. Selain itu, pier head juga berfungsi
sebagai penyalur beban sendiri box girder serta beban lalu lintas dari girder ke pier.
Terdapat 2 jenis pier head, yaitu :

1. Pier Head Kantilever


Pier head jenis ini disebut juga sebagai pier head tipe single pier, dimana kepala
pilar disokong oleh satu pilar yang berada di tengahnya

Gambar 2 Pier Head Kantilever


Sumber : https://www.google.com/search?q=pier+head+kantilever

6
2. Pier Head Portal
Pier head jenis ini disebut juga sebagai pier head tipe double pier, dimana
kepala pilar disokong oleh dua buah pilar yang masing-masing berada di sisi
kanan dan kiri.

Gambar 3 Pier Head Portal


Sumber : http://mrdoughtie.weebly.com/11018

2.3 Bekisting
Formwork atau cetakan beton sering juga disebut bekisting merupakan suatu
sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk rupa ataupun posisi
serta aligment yang dikehendaki. Bekisting terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai
menjadi suatu kesatuan konstruksi tertentu dengan system yang praktis. Artinya sesuai
dengan sifatnya hanya merupakan struktur sementara yang mendudukung beratnya
sendiri dan berat beton basah, konstruksi bekisting harus mudah dikerjakan dan mudah
pula untuk dibongkar serta tidak mudah rusak sehingga dapat dipakai berulang kali.
Hal yang perlu diperhitungkan adalah bekisting harus mampu menahan beban-beban
yang ada.
Menurut Wigbout (1997), secara garis besar tipe dari bekisting dibedakan
menjadi 3, yaitu :
1. Bekisting Konvensional
Material utama bekisting konvensional adalah kayu. Kelebihan dari
sistem konvensional ini adalah fleksibilitas yang tinggi. Sedangkan kekurangan
dari bekisting konvensional adalah dalam pengerjaannya membutuhkan waktu
yang relatif lama dan material bekisting yang harus dibeli ulang.

7
Gambar 4 Bekisting Konvensional
Sumber : https://asiaarsitek.com/cara-pemasangan-bekisting-kayu-asia-arsitek/

2. Bekisting Semi Sistem


Tipe bekisitng semi sistem merupakan bekisting yang peralatan dan
perlengkapannya menggunakan gabungan antara kayu dan bahan fabrikasi.
Kelebihan dari bekisting ini adalah adanya penghematan biaya karena kayu
bukan material utama pada bekisting jenis ini. Kayu hanya digunakan pada
bagian tertentu menggunakan bahan plywood. dari batang bambu, kayu, atau
pipa baja yang didirikan ketika suatu gedung sedang dibangun untuk menjamin
tempat kerja yang aman bagi tukang yang membangun gedung, memasang
sesuatu, atau mengadakan pekerjaan pemeliharaan

. Gambar 5 Bekisting Semi Sistem


Sumber : https://strong-indonesia.com/artikel/jenis-bekisting-pekerjaan-beton/

8
3. Bekisting Full Sistem
Keseluruhan material yang digunakan pada sistem ini adalah material-
material fabrikasi. Karena pemasangannya sudah sangat disederhanakan, segi
kerja teknisnya pun sangat ringan. Akan tetapi, pembelian bekisting ini sangat
mahal.

Gambar 6 Bekisting Full Sistem


Sumber : http://tulisan.website/2016/12/16/mengenal-3-fungsi-dan-2-jenis-bekisting/

2.3.1 Perhitungan Kekuatan Bekisting


Untuk memperoleh tekanan maksimum akibat beban horizontal yang
terjadi saat pengecoran dipergunakan tabel hubungan antara kecepatan
pengecoran, suhu, dan tekanan maksimum menurut ACI Comitte 347.

Tabel : Kecepatan Pengecoran untuk Tekanan Maksimum

Kecepatan Cor Tekanan Maksimum (kg/m2)


(m/jam) 21° 27° 32° 38°
0,30 1363 1280 1222 1173
0,60 1999 1833 1710 11613
0,90 2619 2380 2199 2052
1,20 3245 2932 2688 2492
1,50 3875 3479 3176 2932
1,80 4510 4032 3665 3373
2,10 5131 4559 4154 3812
2,40 5327 4750 4286 3949
2,70 5522 4921 4457 4085
3,00 5718 5092 4608 4222
4,60 6695 5947 5371 4906
6,10 7672 6802 6128 5591

Sumber : ACI Comitte 347


9
A. Bekisting Pier
1. Perhitungan Panel
Berdasarkan RSNI T-03-2005:
Baja
Tegangan Lentur Ijin (𝜎𝑙𝑡 𝐼𝑗𝑖𝑛) = 1600 kg/cm2
Modulus Elastisitas (E) = 2000000 kg/cm2
Kayu
Tegangan Lentur Ijin (𝜎𝑙𝑡 𝐼𝑗𝑖𝑛) = 100 kg/cm2
Modulus Elastisitas (E) = 100000 kg/cm2
a. Perhitungan Momen Inersia (I)
1
I = 12 𝑏ℎ3

Dimana :
b = lebar panel (m)
h = tebal panel (m)
b. Perhitungan Momen Tahanan (W)
1
W = 6 𝑏ℎ2

Dimana :
b = lebar panel (m)
h = tebal panel (m)
c. Perhitungan Beban (q)
𝑞 = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑇𝑖𝑛𝑗𝑎𝑢𝑎𝑛
(Tekanan Maksimum diperoleh melalui tabel)
d. Perhitungan Momen Maksimum
1 2
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑞𝐿
10
Dimana :
q = Beban (kg/cm)
L = Jarak Gelagar Vertikal
e. Perhitungan Tegangan Lentur (𝜎𝑙𝑡 )
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 < 𝜎𝑙𝑡 ijin
Dimana :

10
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑙𝑡 =
𝑤
𝜎𝑙𝑡 𝑖𝑗𝑖𝑛 = 1600 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
f. Perhitungan Lendutan (𝛿)
Kontrol = 𝛿 < 𝛿 ijin
Dimana :
5𝑞𝐿4
𝛿 terjadi = 384 𝐸𝐼
𝐿
𝛿 ijin = 300

2. Perhitungan Gelagar Vertikal


a. Tekanan Beton :
(𝜎1 ) = 𝛾𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 × ℎ1 × 𝑘𝑎
(𝜎2 ) = 𝛾𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 × (ℎ1 + ℎ2 ) × 𝑘𝑎
(𝜎3 ) = 𝛾𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 × ℎ × 𝑘𝑎
Dimana :
𝜎 = Tekanan Beton (ton/m2)
𝛾𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 = Berat Jenis Beton (ton/m3)
ℎ1 = Tinggi Segmen 1
ℎ2 = Tinggi Segmen 2
ℎ = Tinggi Total
𝑘𝑎 = Koefisien Aktif
Konversi Tekanan
(𝜎 ′ 1 ) = ½ × 𝜎1
(𝜎 ′ 2 ) = (½ × (𝜎2 − 𝜎1 )) + 𝜎1
(𝜎 ′ 3 ) = (½ × (𝜎3 − 𝜎2 )) + 𝜎
b. Perhitungan Beban (q)
𝑞 = 𝜎 ′ × 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑇𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑎𝑟i
Lebar Tributari = Jarak Gelagar Vertikal
c. Perhitungan Momen
1. Momen Maksimum 1 Tumpuan

11
1
𝑀= × 𝑞 × 𝐿2
2
2. Momen Maksimum 2 Tumpuan
1
𝑀= × 𝑞 × 𝐿2
8
3. Momen Tahanan
1
𝑊= × 𝑡𝑠 × 𝐿𝑡
6
Dimana :
W = Momen Tahanan
𝑡𝑠 = Tebal Strip Steel
𝐿𝑡 = Lebar Tributari
d. Perhitungan Tegangan Lentur (𝜎𝑙𝑡 )
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 < 𝜎𝑙𝑡 ijin
Dimana :
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑙𝑡 =
𝑤
𝜎𝑙𝑡 𝑖𝑗𝑖𝑛 = 1600 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
e. Periksa Lendutan (𝛿)
Kontrol = 𝛿 < 𝛿 ijin
Dimana :
5𝑞𝐿4
𝛿 terjadi = 384 𝐸𝐼
𝐿
𝛿 ijin = 300

3. Gelagar Horizontal
a. Perhitungan Beban
Lebar Tributari = Jarak Antar Gelagar Vertikal
Panjang Tributari = Jarak Antar Gelagar Horizontal
Tekanan Horizontal :
𝜎′2
Gelagar 1 = 𝜎′1 + 2
𝜎′2
Gelagar 2 = + 𝜎′3
2

12
b. Perhitungan Momen
1. Momen Maksimum Beban Terpusat :
𝑃𝐿
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 =
4
Dimana :
L = Jarak Gelagar Vertikal
2. Momen Tahanan
𝑊 = 2 × 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑜𝑓 𝑆𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛

4. Tie Rod
Kekuatan Tarik (Tensille Strength) = 6860 kg/cm2
Kekuatan Leleh (Yield Strength) = 4900 kg/cm2
Kontrol Tie Rod : P < Pijin
Dimana :
P = (P+0,5P) gelagar × cos 45°
Pijin = A15 × 𝜎𝑙𝑡 ijin
= (¼ 𝜋 𝑑 2 ) × (0,9 × 𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑒𝑙𝑒ℎ)
a. Perhitungan Beban Skur
P’= P × A
Karena fungsi skur pada bekisting adalah sebagai penegak side form, jadi
beban yang diterima skur dianggap 20% dari beban perencanaan awal
P = 20% × Tegangan Maksimum Cor
b. Cek Kekuatan Skur (Steel Proops)
Kontrol Steel Proops : Rh > P’
Diketahui kapasitas steel props (R) menahan beban adalah 35 kN dalam
keadaan diagonal, sedangkan beban yang bekerja adalah beban horizontal,
maka kekuatan steel props adalah :
Rh = Cos 45°×R

B. Bekisting Pier Head


1. Perhitungan Bekisting Bawah
a. Perhitungan Beban
13
Wtotal = W1+W2+W3
Dimana :
W1 = Berat Beton
= BJbeton × Tinggi Pier Head
W2 = Berat Menumpuknya Beton
= ½ × W1
W3 = Beban Orang = 150 kg/m2 (ketentuan)
Kombinasi Beban :
q = 1,2 qdl + 1,6 qll
Dimana :
qdl = Panjang Multiplek × (W1+W2)
qll = Panjang Multiplek × W3
b. L Berdasarkan Perhitungan Momen
Momen lentur maksimum :
1
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = × 𝑞 × 𝐿2
8
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜎𝑙𝑡 × 𝑊
c. L Berdasarkan Lendutan (δ)
5𝑞𝐿4
𝛿 max = 384 𝐸𝐼
384 𝐸𝐼 . 𝛿 𝑚𝑎𝑥
L4 = 5𝑞

d. Perhitungan Momen
1
Momen Inersia (I) = 12 𝑏ℎ3
1
Momen Lawan (W) = 6 𝑏ℎ2

Momen Terpusat
1
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = ×𝑃×𝐿
4
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜎𝑙𝑡 × 𝑊
e. Perhitungan Tegangan Lentur
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 < Fb
Dimana :

14
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑙𝑡 = 𝑊

Fb = 1600 kg/cm2
f. Perhitungan Lendutan (δ)
Kontrol = δ < δ ijin
Dimana :
𝑃𝐿3
δ = 48 𝐸𝐼

δ ijin = 0,3 cm

2. Perhitungan Bekisting Bagian Dinding


a. Perhitungan Momen pada Panel
1
Momen Inersia (I) = 12 𝑏ℎ3
1
Momen Lawan (Z) = 6 𝑏ℎ3
1
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = × 𝑞 × 𝐿2
8
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜎𝑙𝑡 × 𝑍
Dimana :
q = Tekanan Maksimum Cor × Lebar Panel
L = Jarak Antar Balok Vertikal
b. Tinjauan Lentur
𝑀
Kontrol = 𝜎𝑙𝑡 ijin > 𝑊

c. Tinjauan Lendutan
Kontrol = δ terjadi < δ ijin
d. Cek Kekuatan Tie Rod
𝐹 = 𝑓𝑦 × 𝐴𝑡𝑟
e. Kekuatan Tie Rod dalam 1 Bidang
Luas Pembebanan area tie rod (𝐴𝑡𝑟 ) = 1m×1m = 1m2
f. Kekuatan dari Tie Rod Persatuan Luas
Kontrol Kekuatan Tie Rod : F’ ≥ P
𝐹
Dimana : 𝐹 ′ = 𝐴

15
2.4 Box Girder
Supriyadi, Bambang (2007) mengemukakan bahwa “jembatan gelagar kotak
(box girder) tersusun dari gelagar longitudinal dengan sayap (slab) di atas dan di
bawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar kotak. Tipe gelagar ini digunakan
untuk jembatan bentang – bentang panjang. Bentang sederhana sepanjang 40 ft (± 12
m) menggunakan tipe ini, tetapi biasanya bentang gelagar kotak lebih ekonomis antara
60-100 ft (± 18 – 30 m) dan biasanya didesain sebagai struktur menerus diatas pilar.
Gelagar kotak beton prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk
bentang menerus dengan panjang bentang ± 300 ft (± 100 m). Keutamaan gelagar
kotak adalah pada tahanan terhadap beban torsi”. Selain itu profil box girder dinilai
lebih efisien penampangnya karena memiliki berat struktur yang lebih ringan. Bagian-
bagian box girder dapat ditunjukan pada gambar di bawah ini.

Gambar 7 : Bagian-bagian box girger


Sumber https://www.jayasentrikon.com/precast-segmental-box-girder/

Jembatan box girder beton umumnya dipadukan dengan sistem prategang.


Konsep prategang adalah pemberian gaya tarik awal pada tendon sebagai tulangan
tariknya serta memberikan momen perlawanan dari eksentrisitas yang ada sehingga
selalu tercipta tegangan total negatif baik di sera tatas maupun bawah yang besarnya
16
selalu di bawah kepasitas tekan beton. Struktur akan selalu bersifat elastis karena beton
tidak pernah mencapai tegangan tarik dan tendon tidak pernah mencapai titik
plastisnya.
Jembatan box girder segmental merupakan jembatan dengan struktur atas yang
berbentuk kotak berongga. Bentuk penampang box girder umumnya persegi atau
trapesium serta dapat direncanakan memiliki satu sel atau banyak sel

a. b.
..
Gambar 8 : (a) Single sel box girder (b) Multisel box girder
Sumber https://www.google.com/search?q=gambar+box+girder&tbm=id

Tipe Perletakan yang digunakan berupa landasan karet (Rubber Bearing) yang
dapat berfungsi sebagai setengah sendi dan setengah rol sehingga dapat menampung
pergerakan struktur baik translasi maupun rotasi (Direktorat Jenderal Bina Marga,
2010).

2.4.1 Assembly Launcher Gantry


Launcher Gantry adalah alat bantu untuk mempercepat proses lifiting dan
erection box girder yang mempunyai jangkuan kerja lebih stabil dan lebih luas baik
perpindahan ke depan maupun ke belakang secara horizontal dan bisa bekerja tanpa
harus menutup aktivitas dan lalu lintas dibawahnya.
Proses perakitan launching gantry pada proyek pembangunan 6 (enam) Ruas
Tol Dalam Kota, diawali dengan mendatangkan salah satu komponen dari launching
gantry yaitu main truss ke lapangan. Main truss atau rangka utama ini akan diangkut
menggunakan multi axle truck. Lalu, setibanya rangka utama di lapangan, main truss
17
akan diangkat dan ditempatkan di atas pier dengan menggunakan alat bantu crane.
Proses pengangkatan ini tidak terlepas dari pengawasan supervisor dan kerja sama
antara operator crane dan pekerja proyek sehingga penempatan rangka utama dapat
sesuai dan aman untuk digunakan.
Launching gantry terdiri dari beberapa bagian yaitu under roller launcher, main
winch, main truss, spreader dan longitudinal beam. Pertama, under roller launcher
merupakan elemen dari launching gantry sebagai roda “main trusses”. Kedua, main
winch adalah bagian atau elemen dari launching gantry yang berfungsi sebagai
pengangkat segmen box girder precast. Ketiga, main truss adalah rangka utama pada
launching gantry sebagai rel penggerak atau mobilisasi alat launching gantry.
Keempat, spreader merupakan alat yang menjadi bagian dari main winch, umumnya
dipasang ke segmen box girder untuk diangkat ke atas. Kelima, longitudinal beam
merupakan elemen gantry launcher yang berfungsi sebagai penopang main trus di
bawah under roller.

2.4.2 Erection Box Girder


Erection Box Girder adalah suatu kegiatan pemasangan Box Girder ke atas
tumpuannya. Titik tumpu yang umum digunakan pada konstruksi jembatan berupa
rubber bearing atau yang lebih dikenal dengan nama elastomeric bearing pad. Proses
erection box girder merupakan pekerjaan yang berisiko tinggi, sehingga dalam
menentukan metode pelaksanaan erection box girder sangat perlu diperhatikan adalah
kondisi lapangan yang ada, pemilihan metode yang tepat dan efektif dapat
memudahkan pelaksanaan pekerjaan erection box girder yang akhirnya berpengaruh
pada efesiensi biaya dan waktu yang digunakan. Menurut Taufikhurohman (2012),
terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan metode pelaksanaan
erection, antara lain :
a. Kondisi Lapangan
b. Tipe Alat
c. Akses Menuju Lokasi
d. Lalu Lintas
e. Waktu Pelaksanaan
f. Tipe Material dan Struktur Jembatan yang digunakan
18
Secara umum terdapat dua metode pelaksanaan erection yaitu metode shoring dan
metode lifting yang menggunakan alat bantu dalam penaikkan box girder, berikut
pejelasannya :
A. Metode Perancah (Shoring)
Metode ini digunakan untuk struktur atas jembatan yang di cor (cast in situ)
dan dapat juga digunakan untuk struktur precast yang sepenuhnya didukung
oleh shoring. Shoring bersifat sementara, maka apabila telah selesai, shoring
dapat dibongkar.
Metode perancah dapat digunakan pada kondisi sebagai berikut :
1. Terletak pada lokasi yang tidak mengganggu lalu lintas.
2. Struktur yang dibangun tidak terlalu tinggi, sehingga memungkinkan
penggunaan shoring.
3. Bentang tunggal.

Gambar 9 : Erection box girder metode shoring


Sumber:http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/166/jbptppolban-gdl-luthfifakh-8292-3-bab2--3.pdf

B. Metode Lifting
Metode lifting digunakan untuk konstruksi beton jembatan berupa precast
girder yang memungkinkan adanya pengangkatan segmen-segmen girder
tersebut. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk metode lifting, yaitu :
1. Metode Mobile Crane
Crane merupakan salah satu alat berat yang bekerja engan
mengangkat secara vertikal, memindahkan secara horizontal, dan

19
menurunkan material ke tempat yang diinginkan. Pada proses erection,
metode ini banyak dipakai karena termasuk metode yang sederhana.
Metode mobile crane dapat digunakan pada kondisi sebagai berikut :
1. Ketinggian pier dan pierhead tidak lebih dari 10 meter.
2. Dibutuhkan area yang luas untuk pergerakan crawler crane.
3. Bentang lebih dari satu.

Gambar 10 : Erection box girder metode mobile crane


Sumber : https://sinarharapan.id/2018/03/begini-caranya-pemasangan-lintasan-lrt-oleh-adhi-karya/

2. Metode Launching Gantry


Launcher girder menjadi metode yang mungkin atau harus
digunakan jika akses pelaksanaannya sulit atau tidak boleh merusak
lingkungan apabila menggunakan metode konvensional. Launching
gantry memiliki bagian yang bernama winch, winch tersebut yang
memiliki fungsi untuk mengangkut beban berat tersebut. Winch dapat
bergerak naik-turun, kanan-kiri, dan depan-belakang. Girder diluncurkan
dari span satu menuju span yang dituju menggunakan trolley yang
bergerak diatas rel longitudinal, setelah girder sampai pada posisi
launching gantry, lalu launching gantry yang membawa balok girder
tersebut bergerak secara transversal menuju bearing pad dimana balok
tersebut akan diletakkan, setelah pekerjaan erection girder pada satu span
tersebut selesai lalu gantry bergerak maju. (Kristijanto&Supani,2007)
Metode Launching Gantry dapat digunakan pada kondisi sebagai berikut:

20
1. Adanya lingkungan yang dilindungi di area bawah sekitar
pembangunan jembatan
2. Area pekerjaan yang cukup terbatas
3. Lereng yang curam dan keadaan tanah yang buruk sehingga sulit
untuk akses mobilisasi di permukaan
4. Sungai yang dalam atau selat

Gambar 11 : Erection box girder metode launching gantry


Sumber:https://m.kaskus.co.id/thread/5440b9bcbecb17406f8b4573/proyek-
tol-bogor-ring-road-seksi-iia-inovasi-metode-kontruksi-jembatan-di-
indonesia/

2.3.1 Stressing Box Girder


Stressing box girder merupakan proses penarikan kabel tendon yang ada di
dalam girder untuk menjadikan girder sebagai beton prategang. Struktur beton balok
girder yang akan di stresssing harus mencapai minimum kuat tekan karakteristik yang
disyaratkan yaitu Kelas A-1 (K-450).
Operasi penarikan kabel harus dikerjakan oleh tenaga yang terlatih dan
berpengalaman di bidangnya. Gaya pra-tegang harus diberikan dan dilepas secara
bertahap dan merata. Kabel harus ditandai untuk pengukuran pemuluran setelah
tegangan awal diberikan. Bilamana terjadi slip pada salah satu kelompok kabel yang
ditarik secara bersama-sama, maka tegangan pada seluruh kabel harus dikendorkan,
kabel-kabel diatur lagi dan kelompok kabel tersebut ditarik kembali. Sebagai alternatif,

21
jika kabel yang slip tidak lebih dari dua, penarikan kelompok kabel dapat diteruskan
sampai selesai dan kabel yang kendor ditarik kemudian.
Tegangan pada kabel harus diukur dari perpanjangan kawat untaian (elongasi)
dan selama proses penarikan dapat dikendalikan dengan pembacaan alat ukur tekanan.
Alat ukur tekanan menunjukkan gaya yang telah diberikan ke tendon sementara
elongasi berfungsi scbagai counter check. Elongasi yang terjadi harus berada dalam
interval yang dlijinkan yaitu antara -7% sampai +7% (sesuai ACT 318 psl 18.18 dan
SK SNI T- 15.1991 psl. 3.1 1.1 8).
Apabila hasil stressing yang dilakukan tidak memenuhi toleransi yang
disyaratkan, hal-hal yang harus dilakukan adalah:
a. Jika hasil elongasi secara grafis masih lebih besar dan +7%, maka dilakukan
lift-off atau memeriksa gaya yang bekerja pada angkur kemudian dibandingkan
dengan gaya angkur hasil perhitungan. Jika masih belum memenuhi maka
harus di release dan dilakukan penarikan ulang.
b. Jika hasil elongasi secara grafis lebih kecil dari -7%, maka dilakukan penarikan
tambahan sampai batas gaya jacking force yang disyaratkan
Beton pratekan memiliki dua jenis metode yaitu Sistem Pratarik (Pretension)
dan Pasca-tarik (Posttension). Istilah pratarik digunakan untuk menggambarkan
metode sistem pratekan dimana setelah penarikan kabel dilakukan kemudian beton
dicor. Cara ini diterapkan pada pabrik beton pracetak atau laboratorium dimana
terdapat lantai penahan tarikan yang tetap, juga dipakai dilapangan dimana dinding
penahan dapat dibuat secara ekonomis.
Kebalikan dari sistem pratarik, sistem pasca-tarik adalah sistem pratekan
dimana kabel ditarik setelah beton mengeras. Jadi sistem pratekan hampir selalu
dikerjakan terhadap beton yang mengeras dan tendon-tendon diangkurkan pada beton
tersebut segera setelah gaya pratekan dilakukan. Cara ini dapat dipakai pada elemen-
elemen baik beton pracetak maupun beton yang dicetak ditempat.

2.4 Analisa Kebutuhan Bahan


2.4.1 Baja Tulangan
A. Macam-Macam Baja Tulangan Beton Menurut Bentuknya :
1. Baja Tulangan Beton Polos (BjTP)
22
Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang
bundar dengan permukaan rata tidak bersirip/berulir. Baja tulangan
polos lebih jarang digunakan daripada baja tulangan ulir, Baja
tulangan polos memiliki ketahanan tekan minimal 240 Mpa.

Gambar 12: Baja Tulangan Polos (BjTP)


Sumber : google.com

Tabel : Ukuran Baja Tulangan Beton Polos

Sumber : (SNI 2052:2017)

Cara menghitung luas penampang nominal, keliling nominal, berat


nominal dan ukuran adalah sebagai berikut:
a) Luas penampang nominal (A)
A = 0,7854  d2 (mm2)
d = diameter nominal (mm)

23
2
0,785×0,7854×𝑑
b) Berat nominal = (kg/m)
100

2. Baja Tulangan Beton Sirip/Ulir (BjTS)


Baja tulangan beton sirip/ulir adalah baja tulangan beton
yang permukaannya memiliki sirip/ulir melintang dan memanjang
yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan
gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton. Baja
beton tulangan ulir memiliki ketahanan tekan minimal 400 Mpa.

Gambar 13 : Besi Tulangan Ulir/Sirip (deformed bar)


Sumber : Data Pribadi Pengamatan Proyek

Tabel : Ukuran Baja Tulangan Beton Ulir

Sumber : (SNI 2052:2017)

24
Cara menghitung luas penampang nominal, keliling nominal, berat
nominal dan ukuran sirip/ulir adalah sebagai berikut:
a) Luas penampang nominal (A)
A = 0,7854  d2 (mm2)
d = diameter nominal (mm)
0,785×0,7854×𝑑2
b) Berat nominal = 100
0,7 (kg/m)
c) Jarak sirip melintang maksimum = 0,70 d
d) Tinggi sirip minimum = 0,05
Tinggi sirip maksimum = 0,10 d
e) Jumlah 2 (dua) sirip membujur maksimum = 0,25 K
Keliling nominal (K)
K = 0,3142 x d (mm)

2.5.2 Beton
Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus atau kasar dan air, dengan atau tanpa tambahan yang membentuk
masa padat. (RSNI T-12-2004).
Untuk mengetahui apakah mutu beton yang dipesan sudah memenuhi mutu
beton yang direncanakan, dapat dilakukan pengujian beton diantaranya:
A. Uji Kuat Tekan Beton (Crushing Test)
Hasil pengujian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengendalian
mutu dari komposisi campuran beton, proses pencampuran dan kegiatan
pengecoran beton; penentuan hasil pekerjaan yang memenuhi spesifikasi;
dan evaluasi keefektifan bahan tambah pengendalian kesetaraan
pengunaannya. (SNI 03-1974-1990).
B. Uji Hammer Test
Pengujian kuat tekan beton dengan hammer test dilaksanakan sebelum dan
setelah benda uji dibakar kemudian di rendam dan diangin-anginkan
selama 24 jam pasca pembakaran. Persiapan pengujian dengan metode
hammer test berdasarkan (SNI 03-4430-1997).
C. Pengujian Beton Segar

25
Pengujian beton yang dilakukan adalah uji slump. Uji slump mengacu
pada SNI 1972-2008. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
workability beton segar apakah beton tersebut sudah mencapai nilai slump
yang telah ditentukan atau belum.
Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diiginkan, maka
beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan/curing, dengan tujuan
agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna.
Perawatan/curing dapat dilakukan dengan cara membasahi beton dengan
air secara terus menerus, beton ditutup karung basah dilakukan selama 28
hari atau perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari pabrik dengan
temperatur sekitar 150°F. Pada proses hidrasi semen dibutuhkan kondisi
dengan kelembaban tertentu agar air di dalam beton tidak menguap.
Karena apabila beton cepat mengering, makan akan timbul retak-retak
pada permukaan yang menyebabkan kekuatan beton turun.

Perhitungan Kebutuhan Beton :

𝑉=𝑃𝑥𝐿𝑥𝑇
Dimana :
V = Volume (m3)
P = Panjang (m)
L = Lebar (m)
T = Tinggi (m)

2.5.3 Bekisting
A. Bekisting Pier
1. Kebutuhan Jumlah Panel
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑘. 𝐵𝑒𝑘𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑒𝑘𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 1 𝑃𝑎𝑛𝑒𝑙
Dimana :
Luas Pek. Bekisting = (Panjang Pier × Tinggi Pier) × 4 sisi
Luas 1 Panel Baja/Kayu = P (m) × L (m)

26
2. Kebutuhan Gelagar Vertikal
𝑃 𝑃 𝑇
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐺𝑒𝑙𝑎𝑔𝑎𝑟 𝑉𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = ( + )×( )
𝐽𝐴𝑆𝑆 𝐽𝐴𝑆𝑆 𝑃𝑆𝑆
Dimana :
P = Panjang Pier
T = Tinggi Pier
PSS = Panjang Gelagar Vertikal
JASS = Jaran Antar Gelagar Vertikal

3. Kebutuhan Tie Rod


a) Tie Rod untuk bagian Panjang
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑖𝑒𝑟
Jumlah Tie Rod = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑇𝑖𝑒 𝑅𝑜𝑑

Jumlah Tie Rod 2 sisi = Jumlah Tie Rod 1 sisi × 2


b) Tie Rod untuk bagian Lebar
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑃𝑖𝑒𝑟
Jumlah Tie Rod = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑇𝑖𝑒 𝑅𝑜𝑑

Jumlah Tie Rod 2 sisi = Jumlah Tie Rod 1 sisi × 2

4. Kebutuhan Baja UNP


1 gelagar horizontal memerlukan 4 besi UNP
Jumlah Baja UNP = 4 × Jumlah Gelagar Horizontal

5. Kebutuhan Steel Proops


a) Steel Proops utuk bagian Panjang :
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑖𝑒𝑟
Jumlah Steel Proops = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑇𝑖𝑒 𝑅𝑜𝑑

Jumlah Steel Proops 1 sisi = 2 × Tinggi Pier


Jumlah Steel Proops 2 sisi = Jumlah steel props 1 sisi × 2
b) Steel Proops utuk bagian Lebar :
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑃𝑖𝑒𝑟
Jumlah Steel Proops = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑇𝑖𝑒 𝑅𝑜𝑑

Jumlah Steel Proops 1 sisi = 2 × Tinggi Pier


Jumlah Steel Proops 2 sisi = Jumlah steel props 1 sisi × 2

27
6. Kebutuhan Minyak Bekisting
Berdasarkan AHSP 2013, kebutuhan minyak bekisting adalah 0,2 liter
dari volume pekerjaan bekisting

B. Bekisting Pier Head


a) Bekisting Bawah Pier Head
1. Kebutuhan Multiplek
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
Jumlah Multiplek = 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑙𝑡𝑖𝑝𝑙𝑒𝑘

2. Kebutuhan Balok Kayu


𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑃𝑖𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑎𝑑
Jumlah Balok = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑎𝑙𝑜𝑘 𝐾𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔

Panjang Kebutuhan = Panjang Pier Head × Jumlah Balok


𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
Jumlah Balok = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑎𝑙𝑜𝑘 𝐾𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑎𝑙

3. Kebutuhan Baja IWF


𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑃𝑖𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑎𝑑
Jumlah Balok = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑎𝑙𝑜𝑘 𝐾𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔

Panjang Kebutuhan = Panjang Pier Head × Jumlah Balok


𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
Jumlah Balok = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑎𝑙𝑜𝑘 𝐾𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑎𝑙

4. Kebutuhan Scaffholding
Kebutuhan scaffolding berdasarkan beban yang terdapat diatas
shoring itu sendiri, 1 main frame scaffolding dapat menahan beban
hingga 3500 kg.

5. Kebutuhan Paku, Baut, Kawat


Kebutuhan paku diperoleh dari SNI 7394 2008 tentang memasang
1m2 bekisting dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan Paku = 0,4 × Luas Bekisting

28
b) Bekisting Dinding Pier Head
1. Kebutuhan Multiplek
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
Jumlah Multiplek = 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑙𝑡𝑖𝑝𝑙𝑒𝑘

2. Kebutuhan Kaso Vertikal


Panjang Kaso Total = (2×P)+(2×L)
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑎𝑠𝑜 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Jumlah kaso yang diperlukan = 4𝑚

Dimana :
P = Panjang kaso vertical arah memanjang
= Jumlah kaso vertical arah memanjang × Tinggi kaso
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑎𝑐𝑢𝑎𝑛
= 1 + 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑠𝑜 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑠𝑜

L = Panjang kaso vertical arah melebar


= Jumlah kaso vertical arah melebar × Tinggi kaso
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑎𝑐𝑢𝑎𝑛
= 1 + 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑠𝑜 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑠𝑜

3. Kebutuhan Kaso Horizontal


𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑠𝑜
Jumlah Kaso Horizontal (P) = 1 + 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑠𝑜 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔

4. Kebutuhan Tie Rod dan Wingnut


𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐴𝑐𝑢𝑎𝑛
Panjang pier head = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑇𝑖𝑒 𝑅𝑜𝑑
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐴𝑐𝑢𝑎𝑛
Lebar pier head = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑇𝑖𝑒 𝑅𝑜𝑑

1 tie rod menggunakan 2 wing nut, maka :


Jumlah wing nut = 2 × Jumlah Tie Rod yang diperlukan

5. Kebutuhan Skur Steel Proops


a) Steel Proops Bagian Panjang
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑒𝑟 ℎ𝑒𝑎𝑑
Jumlah Steel Proops 1 sisi =1+ 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑆𝑡𝑒𝑒𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑜𝑝𝑠

Jumlah Steel Proops 2 sisi = Jumlah steel props 1 sisi × 2

29
b) Steel Proops Bagian Lebar
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑖𝑒𝑟 ℎ𝑒𝑎𝑑
Jumlah Steel Proops 1 sisi = 1+ 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑆𝑡𝑒𝑒𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑜𝑝𝑠

Jumlah Steel Proops 2 sisi = Jumlah steel props 1 sisi × 2


Jadi total jumlah Steel proops yang diperlukan adalah Steel Proops
bagian panjang + Steel Proops bagian lebar

6. Kebutuhan Paku, Baut, Kawat


Kebutuhan paku diperoleh dari SNI 7394 2008 tentang memasang
1m2 bekisting dengan perhitungan sebagai berikut :
Luas Bekisting = (Panjang × Tinggi) × 4 sisi
Paku = 0,4 × Luas bekisting

2.5.4 LRB (Lead Rubber Bearing)


Lead Rubber Bearing (LRB) merupakan bahan anti seismik yang terbuat dari
lapisan karet dan di padu dengan lapisan baja, tetapi pada bagian tengahnya diberi
rongga yang diisi dengan perunggu (lead). Lapisan karet yang divulkanisir bisa
bergerak ke semua arah horizontal dilaminasi diantara lapisan baj yang mampu
menahan beban aksial. Perunggu (lead) yang terletak pada bagian tengah berfungsi
sebagai tempat penyerapan energi sehingga mampu mengurangi gaya gempa akibat
perpindahan lapisan karet pada bantalan memberikan fleksibilitas lateral sedangkan
lapisan baja memberikan kemampuan untuk menahan beban aksial. Lapisan penutup
karet pada bantalan berfungsi untuk menghubungkan isolator dengan struktur diatas
dan dibawahnya. Lead Rubber Bearing didesain sangat kaku dan kuat diarah vertikal
maupun lentur diarah horizontal sehingga beban vertikal dan lateral yang kecil dapat
didukung tanpa menimbukan perpindahan yang berarti.

Gambar 14 : Lead Rubber Bearing


Sumber : Pengamatan Proyek
30
2.5.5 Kawat Baja (Strand)
Kawat Baja (Strand) adalah sebuah alat berbentuk tali yang terbuat dari baja.
Kawat baja dibentuk dari kumpulan wire atau kawat baja tipis yang dipilin hingga
membentuk suatu kesatuan yang dinamakan strand. Strand tersebut dikumpulkan
menjadi beberapa strand, kemudian dipilin pada core untuk membentuk suatu kesatuan
kawat baja yang memiliki konstruksi yang berbeda-beda. Jenis kawat baja yang paling
umum digunakan adalah jenis kawat baja general (general purpose) yang digunakan
pada aplikasi lifting, towing, lashing, logging, finishing, dan sebagainya.

Gambar 15 : Bentuk kawat baja jenis general purpose


Sumber : https://seoasmarines.com/2017/09/25/jenis-kawat-baja/

2.5.6 Wedges Plate


Wedges plate dipasang setelah instalasi strand selesai dan segera akan
dilakukan stressing. Fungsi wedges plate/kepala angkur adalah untuk menyatukan
strand menjadi satu kesatuan yang nantinya disebut tendon. Wedges plate/kepala
angkur juga berfungsi sebagai penahan tendon agar tendon tersebut tetap diam pada
keadaan tarik sesuai dengan gaya tarik yang diberikan, selain itu juga berfungsi
sebagai penempatan wedges. Setelah instalasi strand telah selesai, lalu strand
dimasukan pada lubang wedge plate, wedge ditekan hingga menyentuh casting dengan
posisi strand yang tidak boleh saling bersilangan agar strand tidak terjepit.

31
Gambar 16 : Wedge Plate
Sumber : Dokumentasi Proyek

2.5.7 Wedges
Wedges dipasang sesaat sebelum dilakukan pekerjaan stressing. Fungsi wedges
adalah untuk mengunci kekuatan pada strand agar pada saat stressing strand yang
ditarik semakin kuat kunciannya. Pasangkan wedges ke dalam strand dan dimasukan
ke dalam lubang wedged plate, jumlah wedges disesuaikan dengan jumlah strand yang
diutuhkan pada setiap tendon.

Gambar 17 : wedges dan proses Stressing


Sumber : dokumentasi proyek

2.5.8 Glueing
Setelah perapatan Box Girder selesai, antara segmen box girder disambung
dengan metode Glueing menggunakan Lem Epoxy dengan merk Sikadur -31 CF
Normal yang terdiri 2 komponen yaitu Type A (Resin) dan Type B (Hardener)
perbandingan yang digunakan adalah 3:1 untuk resin dan hardener. Selain karena
kualitas, Sika digunakan karena memiliki kuat tekan mencapai 60Mpa/3hari dan
pullout testnya mencapai 25Mpa/hari. Sebelum perekatan segmen, tarpaulin harus
terpasang pada semua sambungan dibawah segmen. Tarpaulin digunakan untuk
mencegah bahan Epoxy jatuh kebawah.

32
Gambar 18 : Pemasangan terpaulin
Sumber : Data Proyek

2.5.9 Grouting
Grouting sangat penting untuk daya tahan struktur beton pasca penarikan
dengan ikatan tendon. Tujuannya adalah agar melindungi struktur dari bahaya korosi
serta untuk mengikat strand dengan beton disekelilingnya menjadi satu kesatuan.
Material untuk pekerjaan grouting terdiri dari air, semen tipe 1, Sikamen, Intraplast Z,
dan Kelconcrete DG. Prinsip dari pekerjaan Grouting adalah sebagi berikut:
1. Mencegah korosi baja pratekan dengan benar-benar mengisi semua rongga
denga material Grouting.
2. Mencapai ikatan yang efektif antara baja pratekan dan komponen beton
3. Pekerjaan Grouting harus dimulai sesegera mungkin dan tidak lebih dari
dua minggu setelah pekerjaan Stressing.
Ketahanan konstruksi Post Tension tergantung dari proses Grouting karena
Grouting dengan kekerasan yang baik akan membantu ikatan antara beton dengan
tendon agar terlindung dari bahaya korosi, Grouting membantu untuk mengikat
Tendon pada struktur. Maksimal waktu tunggu untuk grouting adalah 28 hari setelah
Stressing, karena setelah melebihi batas waktu tendon akan rentan terhadap korosi.
Jika sudah terlanjur korosi maka diselesaikan dengan air tes.

33
Gambar 19 : Pelaksanaan Grouting
Sumber : Pengamatan Proyek

2.6 Analisis Produktivitas


(Fatena, 2008) menyatakan produktivitas merupakan perbandingan antara hasil
yang dicapai (output) dengan seluruh sumber daya yang digunakan (input). Hubungan
antara tenaga yang dibutuhkan, tenaga yang tersedia dan tenaga yang dimanfaatkan
sangat berpengaruh pada produktivitas suatu alat berat (Wigroho and Suryadharma,
1992).
2.6.1 Produktivitas Alat
Produktivitas alat adalah kemampuan alat untuk bekerja. Produktivitas alat
tergantung pada kapasitas dan waktu siklus alat (cycle time). Rumus dasar untuk
menghitung produktivitas alat , seperti pada persamaan berikut :
𝑄 = 𝑞×𝐸
60
𝑞 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 ×
𝐶𝑇
60
𝑄 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 × ×𝐸
𝐶𝑇
Dimana :
Q = Produktivitas Nyata (m3/jam)
q = Produksi Maksimum (m3/jam)
CT = Waktu Siklus (menit)
E = Efisiensi
Nilai efisiensi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi alat, kondisi
lapangan, kondisi cuaca dan kondisi operator.
A. Bar Bender dan Bar Cutter
Bar bender dan bar cutter digunakan dalam proses pembuatan rangka
beton. Dimana istilah bar mengacu pada batangan baja tulangan. Bar bender
berfungsi untuk membengkokkan baja tulangan dalam berbagai sudut sesuai
34
dengan perencanaan sedangkan bar cutter berfungsi untuk memotong baja
tulangan menjadi ukuran yang sesuai dengan perencanaan. Bar bender dan bar
cutter memiliki dua tipe yaitu manual dan listrik. Produktivitas alat ini
tergantung dari kapasitasnya.

Gambar 20 : (a.) Bar Bender (b.) Bar Cutter


Sumber : www.google.com

B. Truck Mixer
Truck Mixer atau biasa juga disebut dengan truk molen memiliki
beragam jenis dengan fungsi sama, yaitu mengangkut beton satu lokasi ke
lokasi yang lain dengan menjaga konsistensi beton sehingga tetap cair dan tidak
mengeras dalam perjalanan. Truck Mixer adalah Alat transportasi khusus bagi
beton curah siap pakai (Readymix concrete) yang digunakan untuk
mengangkut campuran beton curah siap pakai (Readymix concrete) dari
Batching Plant (Pabrik Olahan Beton) ke lokasi pengecoran.

Gambar 21 : Truck Mixer


Sumber : www.google.com

35
C. Concrete Pump
Concrete pump/Pompa Beton adalah alat yang digunakan untuk
mendorong hasil cairan beton yang sudah diolah dari Truck Mixer. concrete
pump digunakan untuk mengerjakan pengecoran yang sulit dilakukan secara
manual. Pengoperasian dari pompa beton menggunakan sistem hidrolik dan
juga listrik.

Gambar 22 : Concrete Pump


Sumber : www.google.com
2.6.2 Produktivitas Tenaga Kerja
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 13
Tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi keb utuhan sendiri maupun
masyarakat. Berikut adalah fungsi dan tugas-tugas tenaga kerja berdasarkan
kehaliannya :
1. Mandor adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu sesuai
dengan jenis pekerjaan tertentu. Mandor membawahi langsung pekerja-
pekerja atau tukang-tukang.
2. Kepala tukang adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang
pertukangan untuk jenis pekerjaan tertentu dan memberi petunjuk-petunjuk
kepada para tukang yang berhubungan dengan jenis pekerjaan tersebut.
3. Tukang adalah orang yang langsung mengerjakan pekerjaan dilapangan dalam
bidang tertentu sesuai petunjuk kepala tukang.orang-orang ini biasanya
memiliki sedikit keterampilan.
4. Pekerja (buruh) adalah orang yang membantu tukang atau kepala tukang untuk
semua jenis pekerjaan tanpa harus memiliki keahlian atas pekerjaan tertentu.
36
Mengingat bahwa pada umumnya proyek konstruksi berlangsung dalam
kondisi yang berbeda-beda, maka dalam merencanakan tenaga kerja hendaknya
dilengkapi dengan analisis produktivitas dan indikasi variable yang mempengaruhi.
Variabel atau faktor ini misalnya disebabkan oleh faktor geografis, iklim, ketrampilan,
pengalaman ataupun peraturan-peraturan yang berlaku. ( Soeharto, 1997 )
Perusahaan kontraktor dalam pekerjaan proyek di lapangan sering
memberikan perhatian pada produktivitas tenaga kerja dengan mendefinisikan satu
diantara persamaan berikut (Thomas and Mathews: 1985):
Persamaan 1:
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎

Persamaan 2:
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝐽𝑎𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎

Persamaan 2 bukan definisi standar pada produktivitas dan beberapa kontraktor


menggunakan kebalikan dari persamaan 2 tersebut, sehingga menjadi:

Persamaan 3:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
Persamaan 3 sering disebut sebagai unit rate. Sementara banyak kontraktor lain
mempercayakan faktor kinerja sebagai ukuran produktiivitas lain mempercayakan
pada faktor kinerja sebagai ukuran produktivitas.

Persamaan 4:
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝐾𝑒𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛

2.7 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Untuk mengantisipasi terjadinya resiko kecelakaan kerja (Zero Accident),
maka akan diterapkan disiplin yang tinggi terhadap pelaksanaan K3L pada saat
pekerjaan. Berikut penanganan K3 dalam proyek pembangunan 6 (enam) Ruas Tol
Dalam Kota Jakarta.
37
a. Penerapan K3
• Pekerja diwajibkan menggunakan perlengkapan K3 selama bekerja.
Perlengkapan K3: Safety Shoes, Safety Belt, Safety Helmet, sarung
tangan, pelindung mata, dll.
• Pekerja wajib menjaga kebersihan lingkungan kerja.
• Pekerja merapikan peralatan dan mengembalikan ke tempatnya
setelah digunakan.
b. Hukuman Disiplin Kerja
Hukuman disiplin kerja pada PT. Adhi Karya (Persero), Tbk terdiri dari
berbagai tingkatan yaitu:
• Hukuman disiplin ringan
1) Teguran lisan.
2) Teguran tertulis.
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
• Hukuman disiplin sedang
1) Pengurangan uang makan dan uang transportasi.
2) Penundaan kenaikan jabatan.
• Hukuman disiplin berat
1) Penurunan pangkat yag setingkat lebih rendah.
2) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
3) Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai karyawan.
• Pelaksanaan Disiplin Kerja dan Lain-lain.

PERATURAN DASAR K3 PADA PROYEK 6 RUAS


TOL DALAM KOTA

1. Masuk dan pulang kerja tepat waktu dan mengikuti tool box sebelum
pekerjaan di mulai.
➢ Masuk Kerja : Jam 08.00
➢ Istirahat : Jam 12.00 – 13.00 (Hari Jum’at 11.30 – 13.30)
dan (18.00 – 19.00)

38
➢ Pulang Kerja : Jam 17.00 (Kecuali Lembur)
2. Memastikan kondisi badan sehat secara fisik dan mental saat masuk kerja.
3. Memastikan alat pelindung diri yang standar dan sudah dipakai dengan
benar.
4. Memakai tanda pengenal sesuai dengan kompetensi dan area kerjanya.
5. Telah mengikuti safety induction dan training untuk memenuhi standar
kompetensi.
6. Memastikan izin kerja aman dan job safety analisis ada dilokasi pekerjaan
dan masih berlaku.
7. Memastikan alat dan peralatan kerja termasuk alat berat sudah dilakukan
inspeksi dan dalam kondisi baik dan aman.
8. Memastikan pekerjaan yang beresiko tinggi (terjadi ketinggian, ruang
terbatas atau confine space, lifting dan rigging, excavation, electrical, hot
working, dll) sudah dilakukan nitigasi resikonya.
9. Pekerjaan panas pada industrial oxigen dan gas bertekanan dilapangan
harus dilengkapi double flashback arrestor dan dalam posisi berdiri juga
diikat agar tidak jatuh.
10. Setiap supervisor dan safety officer harus bertanggung jawab dan
memastikan para anggotanya sudah bekerja sesuai standar keselamatan
kerja.
11. Bekerja diketinggian lebih dari 1,8 meter, wajib menggunakan full body
harnes double lanyard.
12. Dilarang mengonsumsi dan membawa minuman beralkohol dan obat-
obatan terlarang (narkoba).
13. Dilarang berkelahi memprovokasi, mengumpat dengan bahasa kasar.
14. Dilarang merokok dilokasi proyek kecuali di smoking area.
15. Melakukan good housekeeping secara rutin dan menjaga lingkungan
setiap saat.

39
Table 1 System Pinalty Proyek 6 Ruas Tol Dalam Kota

No Uraian Pelanggaran Sanksi Pelanggaran

A Pemberhetian Segera

Bekerja pada ketinggian diatas 1,8 meter tanpa


1 Out X
menggunakan full body hamess double lanyard

2 Melakukan pencurian barang milik perusahaan Out X

Mengoperasikan alat berat tidak memiliki


3 Out X
kompetensi/tanpa Surat Ijin Operasiol (SIO)

Hasil uji positif mengkonsumsi alkohol dan


4 Out X
narkoba

B Peringatan Tertulis, Score Penalty (3) Point, Pelatihan Ulang

Bukan scaffolder yang bersertifikat, tetapi tetap


1 Merah X
merakit atau membongkar scaffolding

Penggantian kedalaman lebih dari 1 meter tanpa


2 Merah X
ada perlindungan atau barrikade

Tidak mengikuti safety induction dan training


3 Merah X
untuk memenuhi standar kompetensi

Bekerja menggunakan scaffolding bertangging


4 Merah X
merah

5 Berkelahi atau mengumpat bahasa kasar Merah X

Pekerjaan panas pada industrial tabung oxigen


6 dan gas bertekanan dilapangan tanpa dilengkapi Merah X
double flash back arrestor dan APAR

Supervisor tidak melakukan TBM saat akan


7 Merah X
melakukan pekerjaan

40
C Peringatan Tertulis, Score Penalty (2) Point, Pelatihan Ulang

Merokok saat bekerja dan tidak pada smoking


1 Kuning X
area

2 Bekerja tanpa Ijin Kerja (Permit) Kuning X

Menggunakan alat berat, peralatan yang belum di


3 Kuning X
inspeksi (tagging)

Tidak Mengikuti Sistem Management


4 Kuning X
Kelelahan

Tidak mematuhi instruksi HSE dalam rangka


5 Kuning X
perbaikan safety di site

No Uraian Pelanggaran Sanksi Pelanggaran

D Peringatan Tertulis, Score Penalty (1) Point

1 Housekeeping tidak diperdulikan Hijau X

APD tidak lengkap (tanpa safety helmet, sepatu


2 Hijau X
safety, rompi, kaca mata

3 Tidak memakai APD sesuai dengan JSEA Hijau X

4 Sengaja tidak menghadiri tool box meeting Hijau X

E INFORMASI PENALTY

Melakukan pelanggaran pada bagian A yaitu (salah satu dari no 1-4)


1
langsung dikeluarkan/pemberitahuan segera (OUT)

Perhitungan score penalty

Merah : 3 Point
2
Kuning : 2 Point

Hijau : 1 Point

41
Ketika memperoleh sanksi pelanggaran total 5 point, maka yang
3
bersangkutan akan dikeluarkan dari proyek

Jika dalam peyelidikan pelanggaran adanya keterlibatan


4 Management/Supervisor, maka yang bersangkutan mendapat sanksi
pelanggaran

42
BAB III

METODOLOGI

3.1 Pendahuluan
Pada bab ini menguraikan langkah-langkah sistematis yang dilakukan dalam
menyelesaikan Proyek Akhir. Metode penulisan pada Proyek Akhir ini mencakup
semua kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan atau melakukan
proses analisis terhadap permasalahan yang ada pada Proyek Akhir.

3.2 Metode Penulisan


3.2.1 Diagram Alir Penyusunan Proyek Akhir

MULAI

PENGUMPULAN DATA

DATA PRIMER : DATA SEKUNDER :


• Data Observasi dan • Spesifikasi Teknis
Wawancara • Gambar Kerja
• -Dokumentasi • Master Schedule
Pribadi

DATA KURANG

ANALISIS
DATA

DATA LENGKAP

SELESAI

43
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penyelesaian penyusunan Tugas Akhir ini
adalah sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan/Literatur
Studi kepustakaan adalah suatu metode dalam mengambil keputusan
dan pengumpulan data berdasarkan buku-buku atau informasi-
informasi dari berbagai sumber yang memberikan gambaran secara
umum terhadap permasalahan sesuai dengan pembatasan masalah
yang dimaksud.
2. Observasi dan Wawancara
Metode ini dilakukan dengan pengumpulan data berdasarkan
pengamatan dan peninjauan langsung di lapangan serta hasil
wawancara dengan pembimbing industri pada saat melakukan
peninjauan di lapangan.
3. Dokumentasi
Metode ini berupa pengambilan data melalui dokumen tertulis
maupun elektronik dari suatu lembaga/institusi. Dokumen tersebut
diperlukan untuk mendukung kelengkapan data atas permasalahan
yang diajukan.

3.3 Metode Pelaksanaan


Berikut ini merupakan flowchart garis besar pelaksanaan pekerjaan struktur
atas :
MULAI

PIER

PIER HEAD

ERECTION BOX GIRDER

STRESSING BOX GIRDER

SELESAI
44
3.3.1 Pelaksanaan Pekerjaan Kolom (Pier)
A. Diagram Alir Pekerjaan Kolom (Pier)

Gambar 1 : Diagram Alir Pekerjaan Kolom


Sumber : Data Proyek

B. Metode Pelaksanaan Pekerjaan Kolom (Pier)


1. Persiapan
a. Cek Pemasangan pelat baja sebagai tatakan kerja alat berat.
b. Mengecek Penempatan alat-alat bantu dan rencana manuver alat.
c. Cek SIA dan SIO setiap alat berat yang digunakan Kontraktor.
d. Memastikan pekerja/inspector/pelaksana dilapangan menggunakan
Body Harness ketika bekerja diketinggian.

45
e. Install Scaffolding, pada tahap ini inspector HSE mengecek kelayakan
scaffolding untuk akses pekerja dan diberikan info melalui pemasangan
tagging.
2. Fabrikasi Bekisting dan Pembesian
a. Fabrikasi Bekisting
- Pembersihan sika sporal pada bekisting
- Check internal verticality
- Install conus di stage 2 untuk angkur clambing
b. Pembesian
- Kolom stage 1
• Tulangan Sengkang
• Tulangan sepihak.
- Kolom stage 2
• Tulangan utama
• Tulangan Sengkang
• Tulangan sepihak
• Stek crown.
3. Marking Posisi Pier
a. Marking dimensi kolom (stage 1 dan 2).
b. Menentukan elevasi Top Cor.
4. Pemasangan Thermocouple.
Fungsi thermocouple untuk mengamati perbedaan suhu antara lapisan
tengah dengan lapisan atas dengan perbedaan suhu ≤ 20º C. Perbedaan
suhu yang tinggi selama proses curing akan menyebabkan retak pada
beton.
Untuk mengurangi panas hidrasi yang tinggi dapat dilakukan dengan
menurunkan suhu awal beton segar dan memasang insulasi dari sterofoam
pada permukaan beton. Pemasangan thermocouple secara vertikal untuk
lapisan atas 300 mm dibawah permukaan beton dan lapisan tengah 1000 mm
diatas dasar pondasi.
5. Pemasangan Bekisting

46
a. Pemasangan formwork sesuai tahapan pengecoran yang akan
dilakukan.
b. Pemasangan perkuatan untuk dudukan formwork kolom stage 2 pada
posisi bawah formwork.
c. Setelah semua bekisting terpasang, dilakukan verticality check dengan
tujuan agar kolom tegak lurus.

Gambar 2 : Pengecekan Vertikaliti Bekisting


Sumber : Data Pribadi
6. Pengecoran
a. Sebelum pengecoran kolom stage 2, dilakukan penyiraman sika bond
untuk sambungan beton lama dan baru.
b. Pengecekan slump (Fc 30 16 ± 2) dan suhu beton (maks 35°C)
berdasarkan spesifikasi teknis.
c. Monitoring interval waktu TM
d. Mengambil benda uji dengan jumlah berdasarkan spesifikasi teknis.
e. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan concrete pump dan
Pemakaian vibrator eksternal.

Gambar 3 : Pengecoran Pier


Sumber : Data pribadi
47
7. Pembongkaran Bekisting
Pembongkaran bekisting dilakukan setelah ±2-3 hari untuk menjaga
proses hidrasi beton dapat berlangsung dengan sempurna.

Gambar 4 : Pembongkaran Bekisting


Sumber : Data Pribadi

8. Curing Compound
Proses Curing dilakukan setelah hari ke 2 dan setelah pembukaan
bekisting dilapisi dengan plastic wraping dan dilakukan selama 7 hari.
a. Curing bisa juga dilakukan dengan menyemprotkan lapisan
khusus/curing compound pada permukaan beton.
b. Dan dilakukan penyiraman jika suhu thermocouple menunjukan
selisih lebih dari 20º C.
c. Cek Hasil Produksi.
d. Cek Hasil produksi dilakukan setelah pemantauan thermocouple
dan proses curing selesai ±7 hari.
e. Jika terjadi permukaan beton yang tidak rata, retak dan keropos
maka Field Coordinator terkait agar segera mengirim Memo/Surat
ke ke Kontraktor agar dilakukan finishing/perbaikan.

C. Dasar Pengendalian Pekerjaan Pier


1. Spesifikasi mengacu kepada Spesifikasi Umum Jalan Bebas Hambatan
dan Jalan Tol Divisi 10 struktur beton, SK 10.01 (19) Beton Struktur Kelas
B-2 (Pier Kolom Bertulang).
2. Gambar shop drawing yang sudah disetujui.
3. Metode Kerja yang sudah disetujui.

48
4. Sequence kerja yang sudah disetujui.
5. Request Of Work yang sudah disetujui.
6. Permit To Work yang sudah disetujui.

3.3.2 Pelaksanaan Pekerjaan Kepala Kolom (Pier Head)


A. Diagram Alir Pekerjaan Pier Head

Gambar 5 : Diagram Alir Pekerjaan Pier Head


Sumber : Data Proyek

49
B. Metode Pelaksanaan Pekerjaan Pier Head
1. Persiapan
a. Cek pemasangan plat baja sebagai tatakan kerja alat berat.
b. Mengecek penempatan alat-alat bantu dan rencana manuver alat.
c. Cek SIA dan SIO setiap alat berat yang digunakan kontraktor.
d. Memastikan pekerja/inspector/pelaksana dilapangan menggunakan
Body Harness ketika bekerja di ketinggian.
2. Staking Out Roro Shoring
Roro Shoring berguna untuk menyangga beton pier head selama proses
pengecoran dan setelah bekisting dibongkar. sebelum roro shoring dibangun
maka yang harus dilakukan adalah staking out. Berikut langkahnya:
a. Marking perletakan Roro Shoring dilakukan berdasarkan koordinat
As Kolom dan ukuran Pier Head.
b. Marking perletakan dilakukan setelah pekerjaan Sleeper Beton
selesai.

Gambar 6 : Staking Out Roro Shoring


Sumber : Data Proyek
3. Pemasangan Roro Shoring
Scaffolding yang digunakan adalah sistem shoring Peri Up PD 8/ Roro
S50. Scaffolding harus dibangun diatas landasan yang cukup kuat untuk
menahan beban dari pekerjaan pier head tersebut

50
Gambar 7 : Pemasangan Roro Shoring
Sumber : Data Proyek
4. Pemasangan Cross Beam 300 x 400 & 300 x 800.
Dipasang Cross Beam 300 x 400 sebanyak 8 buah dan Cross Beam 300 x
400 sebanyak 8 buah dengan panjang masing-masing 3 meter.

Gambar 8 : Pemasangan Cross Beam


Sumber : Data Pribadi
5. Pemasangan Double Beam
a. Pemasangan Double Long Beam 300 x 1600 (Panjang 24 m dan
Jumlah 2 buah).
b. Pemasangan Baut
• TMS 8.8 (M24x120) = 720 Nm.
• TMS 10.9 (M24x120) = 1010 Nm.
• Jumlah baut 96 buah.
c. Pemasangan Bracing
• Bracing diafragma.
• Bracing UNP

51
• Bracing Rod

Gambar 9 : Pemasangan Double Beam


Sumber : Data Proyek

Gambar 10 : Pemasangan Bracing


Sumber : Data Proyek
6. Pemasangan Cross Beam 300 x 400 & 100 x 200
a. Pemasangan Cross Beam.
• 300 x 400 mm – Panjang 8 m.
• Jumlah 8 Buah.
b. Pemasangan Cross Beam.
• 300 x 100 mm.
• Panjang 6 m.
• Jumlah 4 Buah

52
Gambar 11 : Pemasangan Cross Beam
Sumber : Data Proyek
7. Pemasangan Frame & Bottom Form Roro Shoring PD 8
a. Pemasangan Frame PD 8.
• Steel waler
• Base plate
• Frame
• Spindle
• Head Plate
• Cross Strap.
b. Pemasangan Bottom Form/Bekisting.

Gambar 12 : Pemasangan Frame & Bottom Form Roro Shoring PD 8


Sumber : Data Proyek
8. Pemasangan Climbing dan Kelengkapan PD8
a. Clamp Beam
b. Pipa Bracing
c. Vario Coupling

53
Gambar 13 : Pemasangan Climbing & Kelengkapan PD 8
Sumber : Data Proyek
9. Pembesian Stage 1
a. Pembesian Stage 1.
• Tulangan kolom
• Tulangan utama dan sengkang bawah
• Tulangan utama samping
• Tulangan utama dan Sengkang atas
• Tulangan sepihak
• Tulangan sisi ducting
• Tulangan support ducting
• Bursting steel angkur
• Tulangan samping end for

Gambar 14 : Pembesian Stage 1


Sumber : Data Proyek
b. Pemasangan Akses Pekerja & Safety
• Scaffolding
• Safety Net
• Handrailing

54
• Asiba/ Catwalk

Gambar 15 : Pemasangan Akses Pekerja & Safety


Sumber : Data Proyek
10. Pemasangan Bekisting
a. Bekisting samping/side form
b. Bekisting ujung/end form
c. Perkuatan side form dan end form
d. Penyambungan ducting – casting/angkur – blockout endform

Gambar 16 : Pemasangan Bekisting


Sumber : Data Proyek

11. Pembesian Stage 2


a. Pembesian stage 2 dilkukan bersamaan atau setelah pemasangan
bekisting.
b. Tulangan pedestal LRB.
c. Bursting steel tie down.

55
d. Tulangan manhole.

Gambar 17 : Pembesian Stage 2


Sumber : Data Proyek
12. Pemasangan Thermocouple, Pedestal, Tie Down, dan Block Out LRB
a. Pemasangan Themocouple
b. Tie Down LG
c. Bekisting Pedestal
d. Block Out LRB.

Gambar 18 : Pemasangan LRB

Sumber : Data Pribadi


13. Final Check
a. Posisi blockout LRB.
b. Posisi dan elevasi ducting.
c. Posisi tie down.
d. Elevasi top pier head, dimensi, & verticallity oleh Surveyor.

56
e. Kelengkapan PD8.

Gambar 19 : Checklist Tie Down dan Posisi LRB


Sumber : Data Pribadi
14. Pengecoran
a. Metode cast in situ dengan menggunakan concrete pump.
b. Kelas beton f’c 40Mpa
c. Cek suhu maksimal 35 ° C.
d. Slump 18±2 cm.
e. Pengambilan benda uji sesuai spesifikasi.
f. Monitoring pengecoran.
Pada saat proses pengecoran dilakukan pengecekan lendutan setiap
pegecoran pier head sudah terisi 50 cm.

Gambar 20 : Proses Pengecoran Pier Head


Sumber : Data Pribadi
15. Curing dan Pengamatan Kelendutan
a. Finishing permukaan beton.
b. Curing dengan penyemprotan compound.

57
c. Pengamatan lendutan.

Gambar 21 : Proses Curing


Sumber : Data Pribadi
16. Stressing dan Grouting
a. Stressing
Stressing dilaksankaan setelah hasil kekuatan beton minimum 28 MPa
(70% dari fc’ 40 MPa).
1) Toleransi elongation; -7% s/d +7%.
2) Stressing tendon/strand sebanyak 14 buah;
• T1 – A/B/C/D/E/F
• T2 – A/D
• T2B – B/C
• T3 – A/B/C/D.
3) Hasil masing-masing tendon (14 buah)

Gambar 22 : Proses Stressing


Sumber : Data Pribadi

58
17. Grouting
Grouting dilakukan setelah pekerjaan stressing selesai, strand dipotong
kira-kira 25 mm dari pelat angkur.
a. Grouting material & waktu pencampuran;
• Water cement rasio : 0,33
• Waktu pencampuran : 8 menit
• Setiap pencampuran terdiri dari:
- Air = 99 liter
- Semen = 300 kg (6 zak)
- Sikament NN = 6 liter
- Interplast Z = 600 gram
- Kelcocrete DGF = 60 gram.
b. Ada beberapa test campuran sebelum pelaksanaan grouting, antara
lain:
• Berat jenis campuran
• Flow cone ≤ 25 detik
• Grout spread ≥ 140 mm.
c. Pembuatan sampel material grouting.
d. Lubang angkur ditutup dengan campuran Sikatop 144, pasir, dan
Mortar Utama (MU).

Gambar 23 : Proses Pengujan Campuran Grouting


Sumber : Data Proyek

C. Dasar Pengendalian Pekerjaan Pier Head


1. Spesifikasi mengacu kepada Spesifikasi Umum Jalan Bebas Hambatan
dan Jalan Tol Divisi 10.01(17) Struktur Kelas A-2 (FC’40 Mpa) (Kepala
Pier Beton Pratekan).
59
2. Gambar Shop Drawing yang sudah disetujui.
3. Pemakaian Material yang sudah disetujui (JOB Mix, Material Stressing
dan Grouting).
4. Metode Kerja Pier Head yang sudah disetujui.
5. Metode Kerja Roro Shoring yang sudah disetujui.
6. Metode Kerja Pengecoran dan Pembesian Pier Head yang sudah disetujui.
7. Metode Kerja Stressing Pier Head yang sudah disetujui.
8. Sequence kerja yang sudah disetujui.
9. Request Of Work yang sudah disetujui.
10. Permit To Work yang sudah disetujui.

3.3.3 Pelaksanaan Pekerjaan Box Girder


A. Flow Chart Pekerjaan Box Girder

Gambar 24 : Diagram Alir Pekerjaan Box Girder


Sumber : Data Proyek

60
B. Metode Kerja Box Girder
1. Persiapan
a. Memastikan Traffic Management bisa berjalan dengan lancar dan
mempunyai ijin dari dishub atau polsek jika dilakukan pengalihan
jalan.
b. Memastikan keberadaan Flag Man Lalu Lintas.
c. Memastikan penerangan mencukupi jika pekerjaan dilakukan di
malam hari.
d. Cek Pemasangan plat baja sebagai tatakan kerja alat berat.
e. Mengecek Penempatan alat-alat bantu dan rencana manuver alat.
f. Cek SIA dan SIO setiap alat berat yang digunakan Kontraktor.
g. Memastikan pekerja/inspektor/pelaksana dilapangan menggunakan
Body Harness ketika bekerja diketinggian.
h. Memastikan akses pekerja sudah teridentifikasi kelayakanya dengan
cara di tagging.
2. Loading Tes LG
a. Pengujian Fungsional
• Lifting Up dan Down (Deviator segment).
• Spreader Operation.
• Pergerakan Winch.
• Total beban Segmen Deviator :
1. Maksimum segment weight (Deviator Segment) = 53.5 ton.
2. Lifting spreader beam weight = 3.0 ton.
3. Suspension spreader = 2.0 ton.
4. Total Load = 58.5 ton.
• Maksimum beban gantung diproyek ini = 66 ton.
b. Pengujian Dinamix (+110%)
• Beban maksimum pada winch adalah 66 ton. Besar beban uji
dinamik pada hook block harus 110% dari 66 ton total 72.6 ton,
anatara lain :
1. Deviator @1 buah = 53.5 ton.

61
2. Suspension Spreader @3 buah = 6 ton.
3. Lifting Spreader Beam @1 unit = 3 ton.
4. Temporary PT Bracket @10 unit = 1 ton.
5. Strand Coil (0.6”) @3 buah = 9 ton.
• Beban pengujian dinamik sebesar = 72.6 ton.
c. Pengujian Statik (+125%).
• Beban maksimum pada winch adalah 66 ton. Besar beban uji
dinamik pada hook block harus 125 % dari 66 T Total 82.5 ton,
anatara lain :
1. Deviator @1 buah = 53.5 ton.
2. Suspension Spreader @3 buah = 6 ton.
3. Lifting Spreader Beam @1 buah = 3 ton.
4. Strand Coil (0.6”) @7 buah = 9 ton.
• Beban pengujian static = 82.5 ton.
d. Pengujian Suspensi ( 1 Span digantung).
Untuk mendapatkan hasil yang biak dari pengujian beban, dengan
operator LG (VSL) yang berkualitas diwajibkan memeriksa kondisi
gantry untuk memastikan keamanan. Prosedur pengujian
penggantungan semua segmen dalam satu span dilakukan untuk
memeriksa kelayakan alat gantry, Main Truss Produk COMTEC dan
mendapatkan rekomendasi kelayakan dari DISNAKER, PT.
MEDATAMA (MEGA PERSADA UTAMA), elendutan Main Truss
yang disyaratkan pada LG 1 dan LG 2 dalam bentang 45 m adalah :
• δ1 : 12.0 cm
• δ2 : 16.0 cm
• δ3 : 12.0 cm.
3. Erection Box Girder.
a. Mobilisasi Segment BG ke Site.
b. Pemeriksaan segmen.
c. Pemasangan Handrail Segment.
d. Pemasangan Temporary PT Bracket.

62
e. Trailer Flatbed ke posisi erection ( segmen BG dan spreader sudah
menumpang diatasnya).
f. Winch turun ke posisi lubang spreader.
g. Pasang 2 pin anatara lubang winch terhadap lubang spreader.
h. Pemasangan Span Support Jack pada Pier Head.
i. Segment BG 1 dan 7 diangkat ke atas span Support Jack terlebih
dahulu untuk dasar leveling BG selanjutnya (2-16) dan pasang 2 buah
hanger bar Ø36mm di setiap BG dan di lifting posisi mengantung naik
turun.
4. Perapatan BG
a. Penyetelan atau Pengedoran PT bar antara spreader dengan main truss
setiap segmen dilakukan untuk mensejajarkan segment. (dengan
dilatasi ± 15 - 20 cm).
b. Segmen BG 2 – 16 dibuat sejajar dgn yg acuan bottom segment 1 &
17.
5. Glueing.
a. tock material epoxy diatas BG (Sikadur 1 MP).
b. Pemasangan Pin pada lubang winch dengan spreader segmen
17, untuk menempatkan BG sesuai elevasi dengan dikontrol survey.
c. Pencampuran material epoxy A : B (3 : 1), A= Hardener @15 kg,
B= Resin @ 5 kg.
d. Pemasangan Terpal dengan main lift untuk mencegah material Epoxy
Jatuh.
e. Pengolesan muka BG ada yg dari atas dan dari depan BG secara
merata, ketebalan ± 3 mm.
f. Winch berjalan merapat BG yg sudah di epoxy, tenaga kerja
memposisikan searkey antar segmen BG sudah pas apa belum.
g. Perapihan atau pembersihan material glueing pada permukaan atas
dan sisi dalam BG.
h. Perapihan material glueing di bottom sambungan segmen BG.
6. Pemasangan Pipa HDPE dan Besi Strand.

63
a. Pipa HDPE dimasukkan ke lubang segmen 1 dan 17 (LS) maupun
segmen 7 dan 11 sebagai Deviator (DV) dari dalam BG.
b. Pemberian lubang ventilasi grouting tiap pipa HDPE @ 2 bh ujung
pipa sisi dalam untuk kontrol waktu grouting.
c. Pipa HDPE dipasang setiap tendon C1 – C6 (L+R) panjang sesuai
layout tendon.
7. Stressing Tendon.
a. Check Posisi Wedge diujung sudah terkunci dengan benar, jacking
force sudah terpasang den-gan baik, Type Jack dan mano-meter
terpasang dgn benar (Type ZPE-460) sesuai urutan stressing.
b. Stressing pertama tendon C4 (L+R) bersamaan sebesar 50 % dengan
gaya stressing 1913 KN, bacaan elongasi diukur sesuai tekanan.
c. Pengendoran ring nut PT bar bagian bawah (blister) dan bagian atas
(bracket) 1 span BG.
d. Stressing C4 (L+R) dilanjutkan lagi dengan tekanan 100 % dgn gaya
3825 KN dan elongasi 317 mm dengan toleransi elongasi ± 7 %,
bacaan selesai.
e. Jacking force pindah ke tendon C1, C2, C3 (L+R) dengan gaya
stressing 100 % semua selesai.
f. Mengendorkan dan melepaskan semua hanger bar dengan bar jack,
antara main truss dengan spreader.
g. Stressing tendon C5,C6 (L+R) sebesar 100 %
h. Pembongkaran Semua gantungan bar dan spreader dari atas BG.
i. Stressing tendon TST2 (L+R) sebesar 100 %.
j. Stressing Tendon TST1 (L+R) sebesar 100 %.
k. Stressing Tendon TSB3 sebesar100 %.
l. Stressing tendon TSB2 (L+R) sebesar 100 %.
m. Stressing Tendon TSB1 (L+R) sebesar 100 %.
n. Stressing selesai.
8. Pemasangan LRB.
9. Grouting LRB.

64
Grouting LRB dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis yang berlaku.
10. Perpindahan LG.
Perpindahan LG dilakukan dengan terlebih dahulu pamasangan False
Segment dan Rail, Roller di Span selanjutnya.
11. Grouting Tendon
a. Grouting Tendon dilakukan setelah minimal 14 hari dari proses
stressing atau maksimal setelah stressing 3 span dilakukan.
b. Grouting mengacu kepada metode kerja dan material yang telah
disetujui.
C. Data Pengendalian Pekerjaan Erection Box Girder
1. Metode Kerja yang sudah disetujui.
2. From Check List Bersama yang sudah disepakati.
3. Durasi Erection Per span yang sudah disepakati.
4. Request Of Work yang sudah disetujui (ROW).
5. Permit To Work yang sudah disetujui.

65

Anda mungkin juga menyukai