PENELITIAN MANDIRI
Nama Peneliti :
Kata kunci : Prefabrikasi, balok pracetak, kolom cast in situ, wet joint
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat Nya penelitian dengan judul ”Model Sambungan
Balok Beton Pracetak Dengan Kolom Cor Di Tempat Untuk Struktur
Prefabrikasi” dapat diselesaikan dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rektor Universitas Udayana,
Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak Koordinator
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, yang telah
memfasilitasi penelitian ini.
Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu diharapkan
masukan-masukan dari semua pihak untuk pengembangan dan penyempurnaan
penelitian ini. Segala saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan untuk
kesempurnaan penelitian ini.
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK .............................................................................................. i
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR NOTASI .................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 2
iii
2.4 Perencanaan Beton Pracetak Menurut SNI 2002 ..................... 18
2.4.1 Tinjauan Umum .................................................... 18
2.4.2 Distribusi Gaya dalam Pracetak ............................ 18
2.4.3 Perencanaan Sambungan dan Tumpuan .................. 20
2.4.3.1 Perencanaan Sambungan .................................... 20
2.4.3.2 Perencanaan Tumpuan ....................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengembangan sistem pracetak harus terus diupayakan untuk mengurangi
kelemahan sistem struktur beton bertulang biasa. Pemilihan model dan sistem
pracetak hendaknya dapat diterapkan pada berbagai jenis bangunan sesuai fungsinya.
Inovasi teknologi terkini sangat diharapkan agar kinerja sistem pracetak dapat terus
ditingkatkan. Kontrol atas kualitas bangunan harus terjaga agar sistem struktur bisa
bekerja dan mampu menahan beban sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Untuk
itu melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam penerapan sistem
perencanaan dan pelaksanaan balok pracetak pada pembangunan gedung beton
bertulang, serta memberikan pemahaman tentang konsep penting dalam
melaksanakan pembangunan gedung yang menggunakan balok pracetak yang
memenuhi persyaratan yang berlaku..
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :
1. Apa kelebihan balok pracetak dengan balok konvensional (beton bertulang cor
di tempat).
2. Bagaimanakah model sambungan balok pracetak dengan elemen struktur
kolom baik berupa kolom pracetak maupun kolom cor di tempat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beton pracetak adalah salah satu kemajuan inovasi teknologi beton yang
sudah banyak diaplikasikan baik untuk komponen struktur gedung maupun jembatan.
Inovasi pracetak terus dilakukan untuk menjawab kebutuhan terutama untuk
menghasilkan struktur yang murah, nyaman dan efisien dengan tetap memenuhi
aspek keamanan sesuai ditentukan dalam peraturan. Sistem pracetak juga dapat
menghemat dari sisi waktu dengan semakin berkurangya penggunaan bahan
bekesting, serta akurasi dan presisi atas produk menjadikan beton pracetak semakin
mudah dikerjakan dan rapi.
Dibandingkan dengan struktur baja dan kayu, struktur beton masih merupakan
pilihan utama. Hal ini tidak terlepas dari ketersedian bahan beton tersedia di seluruh
Indonesia. Kemudahan pelaksanaan, kemudahan dibentuk dengan biaya yang relative
3
murah. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sistem struktur beton
konvensional yaitu waktu pelaksanaan yang relative lama dan kurang bersih,
dipergunakannya bekesting berbahan dasar kayu yang harganya tentu semakin mahal
juga langka. Penggunaan beton pracetak dapat meminimalisir biaya dengan
berkurangnya biaya untuk pekerjaan bekisting atau perancah dimana adanya sisa
material konstruksi dalam setiap tahapan pekerjaan struktur akan menjadi kerugian
dan hal ini sebaiknya dikurangi dan dalam pekerjaan tertentu bahkan dapat
dihilangkan. Selain itu, konstruksi pracetak dapat mengurangi waktu pelaksanaan
konstruksi dimana pada saat elemen pracetak disiapkan pekerjaan-pekerjaan lain yang
terkait dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan. Dengan demikian maka teknologi
pracetak memberi harapan untuk menghasilkan bangunan dengan biaya seminimal
mungkin, sesuai tuntutan jaman yang terus berinovasi agar dihasilkan bangunan yang
ekonomis dan praktis.
Dewasa ini, beberapa perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN)
dan instansi pemerintah berupaya mengembangkan beton pracetak untuk system
struktur bangunan gedung. Adapun jenis system struktur yang banyak dikembangkan
saat ini adalah metode konstruksi dengan system joint balok kolom, system stuktur
panel dinding/dinding geser beton pracetak, serta system panel untuk pelat lantai /
lantai jembatan. Penggunaan system struktur tersebut untuk mendukung program
pemerintah dalam rangka menyediakan perumahan murah untuk rakyat yang
terjangkau untuk golongan masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah
dalam bentuk rumah susun sederhana, rumah susun sewa dan rumah susun milik
berupa bangunan 4-6 lantai sekitar 150 blok/tahun, 10-20 lantai sekitar 300 blok
pertahun. Jumlah yang sangat besar tersebut membutuhkan kesiapan sumber daya
baik sumber daya manusia, material maupun teknologi yang memadai agar tercapai
pembangunan yang efisien serta memenuhi persyaratan baik pada saat perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan.
Inovasi sistem pracetak harus terus dikembangkan untuk memperbaiki
kelemahan struktur beton bertulang biasa. Peningkatan kinerja struktur balok pracetak
dengan inovasi teknologi terkini sangat diharapkan, agar sistem struktur bisa bekerja
4
sesuai dengan desain dan persyaratan yang berlaku. Untuk itu melalui tulisan ini
diharapkan dapat memberikan panduan dalam penerapan sistem perencanaan dan
pelaksanaan balok pracetak pada pembangunan gedung beton bertulang, serta
memberikan pemahaman tentang konsep penting dalam melaksanakan pembangunan
gedung yang menggunakan balok pracetak yang memenuhi persyaratan yang
berlaku..
Pada awalnya sistem pracetak mulai diterapkan di Eropa sekitar tahun 1891.
Adapun bangunan yang memanfaatkan sistem pracetak gedung Casino di Birritz,
Paris Perancis. Sedangkan komponen pondasi pracetak beton bertulang diperkenalkan
oleh perusahaan Ways & Freytags di Humburg Jerman dan untuk pertama kali
dipergunakan pada tahun pada tahun1906. Perkembangan berikutnya pada tahun1912
beberapa struktur gedung bertingkat mulai menerapkan komponen pracetak beton
bertulang untuk elemen struktur balok, kolom, plat lantai dan dinding yang
diperkenalkan oleh John E Conzelman. Struktur beton pracetak beton bertulang juga
diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzman, Dyckerhof & Widman G Wayss &
Freytag, Preteusag, Losser dll. Penelitian secara lebiih khusus mulai dilakukan pada
tahun 1991 terutama untuk menciptakan sistem pracetak tahan gempa sebagaimana
dilakukan di negara Selandia Baru, Jepang dan Amerika melalui program penelitian
bersama yang disebut dengan program Precast Seismic Structure System (PRESS).
5
pada tahun 2000. Penggunaan pracetak untuk struktur gedung bertingkat lebih banyak
diterapkan untuk struktur rusunawa atau rumah susun sewa.
Penerapan sistem pracetak untuk gedung di daerah di luar pulau jawa belum sebanyak
di pulau jawa. Hal ini disebabkan terutama oleh produk dan kemampuan sistem yang
telah ada belum tersosialisasi dengan baik (relatif baru), keandalan sambungan atau
hubungan antar komponen untuk struktur tahan gempa, belum ada/belum
tersosialisasi pedoman tentang tata cara analisis untuk menjamin keandalan sistem
beton pracetak untuk dijadikan acuan oleh pelaku konstruksi, dsb.
Beton pracetak adalah suatu sistem struktur dimana komponen struktur dibuat
secara terpisah pada tempat yang berbeda sebelum akhirnya dipersatukan dilokasi
dimana struktur tersebut harus dibangun. Dengan demikian maka struktur pracetak
konsep disainnya akan sangat tergantung pada metode pelaksanaan dimana tahapan
pembebanan serta model sambungan menjadi hal penting dari sistem ini.
(Abduh,2007).
Penerapan sistem pracetak akan lebih optimal apabila gedung yang akan
dibangun memiliki bentuk dan ukuran yang tipikal/sama, dengan penggunaan elemen
pracetak dalam jumlah besar. Dengan proses produksi dilakukan ditempat lain
6
memungkinkan beberapa pekerjaan dapat dilakukan bersamaan, sehingga sangat
menghemat penggunaan bahan sisa serta mengurangi waktu dan biaya konstruksi.
Namun di sisi lain perlu juga diperhitungkan tambahan biaya untuk pekerjaan terkait
dengan instalasi, pengangkatan dan transportasi dimana untuk kebutuhan tersebut
terkadang harus menggunakan dimensi penampang yang lebih besar dibandingkan
dengan beton cor di tempat. Keandalan teknologi instalasi dan peralatan menjadi
suatu keharusan untuk mendukung proses konstruksi sistem pracetak.
1. Perlu perhitungan terhadap kondisi pada saat proses pengangkatan untuk beton
pracetak yang belum mencapai umur 24 jam, terutama untuk menghindari
terjadinya retak.
2. Desain pracetak juga perlu memperhitungkan metode untuk pengangkatan,
penyimpanan sampai proses pengiriman dan pemasangan tanpa mengurangi
kekuatan yang harus tersedia dalam penampang. Sebagian besar pabrikasi
practak dilakukan di tempat lain.
3. Desain sambungan perlu diperhatikan secara khusus dengan memperhatikan
metode pelaksanaan dan yang terpenting harus mampu menjamin keandalan
struktur untuk transfer beban dapat bekerja dengan baik.
7
1. Struktur tiang pancang
2. Struktur dinding seperti sheet pile dan diaphragma
3. Hollow core slab, singgle T, double T, channel slabs, half solid slab, dll
4. PCI Girder (balok beton pracetak / pratekan pracetak)
5. Kolom
6. Panek dinding single T atau double T baik struktural maupun non struktural
7. Komponen pracetak lainnya seperti tangga maupun unit pracetak lainnya.
Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai
berikut (Nurjaman,2000 dalam M. Abduh 2007) :
8
2. Penggunaan bahan lebih terkontrol baik mutu maupun jumlahnya
3. Presisi produk lebih baik sehingga menghasilkan struktur yang lebih rapi.
4. Untuk produksi masal, tidak terlalu membutuhkan cetakan yang bervariasi, karena
dapat dilakukan berulang-ulang, sehingga proses pengawasan atas bahan, mutu
dan pelaksanaan dapat dilakukan lebih ketat sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Sertifikasi produk dapat dilakukan sesuai persyaratan yang harus dipenuhi.
6. Mengurangi biaya atas penggunaan bekisting berbahan dasar kayu, sehingga
beton pracetak termasuk beton ramah lingkungan.
7. Berkurangnya jumlah tenaga kerja sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
8. Lokasi produksi tidak membutuhkan lahan yang luas.
9. Kontrol mutu dapat dilakukan di pabrik sebelum dipasang.
10. Bentuk dan model komponen struktur dapat disesuaikan dengan kebutuhan
pekerjaan finishing dan arsitektur
11. Secara keseluruhan proses konstruksi menjadi lebih cepat, lebih murah dan lebih
mudah terutama pada struktur yang membutuhkan komponen yang tipikal dalam
jumlah besar.
Namun demikian, selain memilki keuntungan, struktur elemen pracetak juga memiliki
beberapa keterbatasan, antara lain :
9
2.3.5. Kendala dan Permasalahan Seputar Beton Pracetak
Untuk menghasilkan kinerja struktur yang baik, maka perhatian utama dalam
merencanakan sistem pracetak adalah masalah sambungan. Sambungan memiliki
peran untuk menyalurkan tegangan akibat beban yang bekerja. Selain itu fungsi
sambungan adalah menyatukan komponen balok, kolom, plat lantai, dinding serta
komponen lainnya menjadi satu dan bersifat monolit. Oleh karena itu beberapa
kriteria dalam menentukan jenis dan model sambungan komponen pracetak meliputi :
1. Kekuatan (strength).
Sambungan hendaknya memiliki kemampuan untuk menyalurkan dan
mendistribusikan gaya-gaya akibat beban layan termasuk beban akibat rangkak,
susut dan perubahan temperature kepada komponen struktur lainnya.
2. Daktalitas (ductility)
Daktilitas adalah kemampuan sambungan berubah bentuk tanpa menimbulkan
kehancuran yang menyebabkan gagalnya sistem struktur. Kondisi ini tercapai bila
sambungan direncanakan sedemikian rupa agar tulangan dapat mengalami
pelelehan terlebih dahulu sebelum beton mengalami kehancuran.
10
6. Kemudahan pelaksanaan meliputi hal-hal :
a. Perhatikan penempatan tulangan di daerah sambungan agar tidak menyulitkan
pekerjaan.
b. Standarisasi produk dan kemudahan ketersediaan material di lapangan
c. Perlu pembatasan panjang terkait kemudahan transportasi dan pemasangan
d. Sistem pengangkatan baik di pabrik maupun di lapangan
e. Sistem sambungan tidak mudah rusak selama proses konstruksi
f. Perlu antisipasi bila harus melakukan perubahan di lapangan
Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa dipergunakan dapat
dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :
11
Gambar 2.2. Sambungan balok precast dengan kolom cast-in-situ
tanpa pengaku/steffener
Gambar 2.3. Rotasi akibat momen lentur pada plat dan perpanjangan bout
12
2. Sambungan basah (wet connection)
Ciri khas sambungan basah adalah tersedianya ruang diantara komponen
pracetak dimana pada bagian penampang tersebut akan di cor setempat. Untuk
menjamin tulangan dapat tersambung dengan baik, maka sambungan antar
tulangan dapat dilakukan dengan mechanical joint, mechanical couple, splice
sleeve dan panjang penyaluran. Selanjutnya setelah semua terkoneksi dengan
baik baru dilakukan pengecoran beton, sehingga model sambungan ini dapat
menjamin perilaku antar komponen pracetak menjadi komposit. Penggunaan
model sambungan ini dapat meminimalisir penambahan tegangan akibat susut,
rangkak maupun perubahan temperatur. Sambungan basah juga lebih tahan
terhadap gempa karena hubungan antar komponen pracetak bersifat monolit.
13
2. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka
Sistem Pracetak Bresphaka adalah sistem struktur untuk struktur gedung
pracetak open frame yang dapat diaplikasikan untuk elemen-elemen struktur
balok, kolom, plat, lantai, dinding maupun tangga dan elemen struktur lainnya.
Sistem struktur dirancang agar perilaku struktur dapat mendekati perilaku
struktur beton konvensional, sehingga bahan maupun metode penulangan
penampang menyerupai struktur beton bertulang konvensional. Mutu beton
yang biasa digunakan adalah beton normal atau beton ringan atau kombinasi
keduanya. Sistem struktur pracetak bresphaka dapat juga menggunakan beton
mutu tinggi, sehingga dimensi penampang pracetak dapat dibuat lebih kecil.
Selain akan mengurangi volume beton juga akan mengurang berat / massa total
bangunan sehingga ukuran pondasi menjadi lebih kecil. Kelebihan lainnya
adalah akurasi model yang lebih presisi sehingga hasil kerja menjadi lebih rapi.
Efektifitas waktu dan sistem kerja yang mudah dapat menekan biaya konstruksi.
a. Model Struktur
Model Struktur bersifat sebagai rangka terbuka dimana bentuk penampang
untuk elemen struktur sesuai dengan yang dimodelkan dalam perhitungan.
Sambungan di titik pertemuan direncanakan memiliki sifat daktail penuh
sehingga pada saat pemodelan selalu memperhatikan kondisi tegangan akibat
perubahan pembebanan dengan selalu memperhatikan kondisi tumpuan baik
pada saat pelaksanaan maupun setelah menjadi satu kesatuan sistem.
b. Perencanaan Sambungan
Tulangan sengkang selain berfungsi sebagai tulangan geser sekaligus sebagai
shear connector pada balok sehingga balok dengan plat menyatu. Shear key
pada plat disediakan khusus agar plat membentuk sistem diafragma kaku.
Untuk menjamin terbentuknya sendi plastis tidak terjadi pada perbatasan
balok dan joint, maka angkur atau perpanjangan tulangan balok pracetak
harus masuk ke joint. Demikian pula perpanjangan tulangan kolom pracetak
14
harus terangker ke joint. Kondisi ini akan menjamin transfer gaya antar
kolom maupun mekanisme pertemuan balok kolom dapat berjalan sempurna.
15
3. Sistem Strukur Pracetak KML (Kolom Multi Lantai)
Sistem Kolom Multi Lantai (KML) adalah suatu sistem pracetak dimana kolom
pracetak dapat langsung dicetak serta diereksi langsung untuk 2-5 lantai, sehingga
dapat mempercepat pelaksanaan terutama ereksi komponen kolom, sekaligus
menjamin kualitas kelurusan kolom, hubungan balok kolom cukup monolit karena
dicor pada saat topping. Tulangan atas maupun bawah balok dapat dipasang
menerus sehingga integritas sambungan menjadi lebih baik.
16
Gambar 2.6. Sistem Struktur Pracetak JEEDS(Pertemuan Balok–Kolom)
17
5. Sistem Struktur Pracetak Adhi BCS (Beam Column System)
Sistem pracetak ini mengandalkan kecepatan pada saat pemasangan antar kolom.
Sambungan antar kolom menggunakan strand. Keunggulan sistem ini adalah sangat
mudah dipasang dan cukup praktis.
18
2.4. PERENCANAAN BETON PRACETAK (berdasarkan SNI Beton 2002 pasal 18)
2.4.1. Tinjauan Umum
Distribusi gaya-gaya pada arah tegak lurus bidang komponen struktur harus
ditetapkan dengan analisis atau pengujian dengan ketentuan berikut berlaku:
19
2.4.3. Perencanaan Sambungan Dan Tumpuan
20
Gambar 2.10. Sambungan Plat Pracetak dengan Balok Pracetak
Hubungan antara balok dan kolom semaksimal mungkin menjadi kaku dan monolit.
Kekuatan sambungan sangat tergantung pada posisi tulangan tarik utama. Dengan
bentuk balok pracetak sangat dimungkinkan tulangan tarik dipasang secara menerus
yang menghubungkan balok dengan balok pracetak. Tulangan sengkang, selain
berfungsi sebagai tulangan geser sekaligus sebagai dowel untuk menahan beban arah
lateral. Untuk menjadikan komponen pracetak menjadi struktur yang monolit
dilakukan dengan beton cor di tempat (topping).
21
2.4.3.1.4. Sambungan Antar Kolom Pracetak
Strand merupakan tulangan utama pada sambungan dipasang pada permukaan atas
kolom yang berfungsi untuk menyalurkan gaya dari kolom ke kolom. Lekatan strand
dengan beton dilakukan dengan cara grouting.
22
2.4.3.2.2. Tumpuan Balok Pracetak dengan Kolom
Balok pracetak diletakan pada tepi kolom dengan panjang landasan sekurang-
kurangnya 1/180 bentang bersih balok pracetak dan tidak kurang dari 75 mm.
(Wahyudi,dkk.2010)
Gambar 2.14. Peletakan Balok Pracetak yang menumpu pada Kolom Pracetak
23
BAB III
METODOLOGI
24
kemudian dihubungkan dengan kolom dengan cara koneksi. Baut pelat baja di bagian
atas dan bawah balok ke pelat kolom merakit koneksi ini. Washer harus dimasukkan
dalam sambungan untuk menghindari kontak dengan titik dan retak beton. Harus
dipastikan bahwa perincian koneksi menyediakan transfer penuh gaya di antara muka
balok-kolom. Dowel Bar
Weld
Washer
Bolt
Plate
Balok pracetak
Kolom
Gambar 3.1 Detail koneksi balok-kolom tanpa dilengkapi dengan plat pengaku
Dowel Bar
Weld
Washer
Stiffner
Plate
Balok pracetak
Kolom
25
3.2 Hubungan Momen Rotasi
a) Informasi rotasi-momen dari setiap koneksi dari setiap tipe dapat disimpan.
b) Karena karakteristik rotasi momen untuk semua koneksi dari jenis tertentu sangat
mirip, hubungan rotasi-momen standar dapat diturunkan sebagai fungsi untuk
parameter ukuran untuk tipe koneksi tersebut. Mengganti parameter ukurannya
ke dalam hubungan kemudian dapat menghasilkan karakteristik momen-rotasi
untuk jenis koneksi tertentu.
washer
bolt
plate
h d
26
M/h
M/d
h d
M/d
M/h
⁄ ⁄
27
Dimana :
Untuk menentukan deformasi rotasi pelat tanpa pengaku akibat tekukan, pendekatan
analisis didasarkan pada metode area-moment (Gambar 3.5) sebagai berikut :
[ ]
[ ]
[ ]
Dimana :
Iplate = b t3/ 12 = Momen inersia plat b = Lebar plat
θ2 = Rotasi akibat kelengkungan plat θ = Total rotasi
d = Kedalaman efektif balok
28
Persamaan ini menyatakan hubungan M-θ pada sambungan kolom balok precast.
Kemiringan kurva M-θ menggambarkan kekakuan sambungan.
Untuk pelat dengan pengaku, maka Iplat pada persamaan di atas diganti dengan Isp
(momen inersia pelat dengan pengaku) sebagai berikut :
[ ( ̅) ] ( ̅)
Dimana :
( )
̅
Untuk mengetahui tebal plat dalam kaitannya kemampuan menahan momen yang
bekerja dilakukan langkah berikut :
Untuk :
29
3.3. Persyaratan Analisis
Analisa dibatasi sesuai dengan kondisi sebagai berikut :
• Analisis dilanjutkan sampai goyangan rangka mendekati sekitar H / 400,
batas defleksi yang diijinkan dari bangunan bertingkat.
• Momen positif tidak melebihi nilai yang diijinkan sesuai dengan tekanan
yang diijinkan.
3.4. Prosedur Analisis
Analisis dilakukan secara terpisah dan bertahap sebagai berikut:
• Tahap awal, jumlah baut dan ketebalan plat ditentukan sesuai kebutuhan
untuk menahan momen ujung kaku (fixed moment).
• Berdasarkan parameter ini analisa dikembangkan untuk model
sambungan yang lain.
• Pada saat yang sama, momen positif dan simpangan arah lateral yang
bersesuaian dengan yang disyaratkan diperiksa.
• Ketika baut dan pelat tidak memenuhi persyaratan, pengaku digunakan.
• Jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi, langkah-langkah di atas
diulang menggunakan kekakuan koneksi yang baru.
• Kriteria konvergensi diperiksa.
30
Beberapa investigasi dilakukan untuk mengamati perilaku frame di bawah beban
layan. Investigasi pertama akan mengungkapkan efek koneksi semi-kaku pada
perilaku frame. Selanjutnya distribusi gaya dan pergeseran arah lateral dipelajari dan
disajikan.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Storey vs Sway
1000 Dengan Variasi Ketebalan Plat
Bout No. 10 Tanpa Pengaku
Sway (mm)
500
Fixed
1”
0
10 8 6 4 2 0 1.5”
Storey
2.5”
Gambar 4.1. Grafik hubungan storey dengan sways pada sambungan tanpa pengaku
32
4.2. Pengaruh Jumlah Pengaku terhadap Simpangan Lantai
Dowel Bar
Weld
Washer
Stiffner
Plate
Balok pracetak
Kolom
Storey VS Sway
20 Dengan Variasi pada Jumlah Pengaku
Bout No.10 dan Ketebalan Plat 1.5”
Sway (mm)
10
Fixed
3 Pengaku
0
10 8 6 4 2 0 5 Pengaku
Storey
7 Pengaku
33
Storey VS Sway
10
Dengan Variasi pada Tinggi Pengaku
Bout No.10 ; Ketebalan Plat 1.5” ; 5 bh Pengaku
8
Sway (mm) 6
2
Fixed
0
10 8 6 4 2 0 1”
Storey 2”
3”
Dari Gambar 4.4, dapat diprediksi bahwa apabila ketebalan pelat ujung
ditambah maka kemampuan sambungan menahan momen juga meningkat. Namun
untuk kepentingan praktis, tidak mungkin menggunakan pelat yang lebih tebal yang
membuat sambungannya mirip dengan pelat. Dengan demkian maka pengamatan
sebaiknya pada propertis pengaku. Dengan peningkatan pengaku (jumlah dan tinggi)
momen sendi meningkat secara signifikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.
34
Storey vs Joint Moment dg
Joint Plate Tanpa Pengaku
Storey
10 8 6 4 2 0
2.000
Joint Moment (kip.in)
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Gambar 4.4 Grafik storey vs joint moment untuk variasi tebal plat
Tanpa pengaku
5.000
10.000
15.000
fixed 1” 2” 3”
Gambar 4.5 Grafik storey vs joint moment untuk variasi pada tinggi pengaku
35
Bertambahnya jumlah pengaku akan diikuti oleh penambahan jumlah baut. Kondisi
ini secara tidak langsung meningkatkan daya dukung sambungan, namun lebih
apalagi diikut oleh peningkatan tebal dan tinggi pengaku. Gambar 4.5
menggambarkan adanya peningkatan nyata momen sambungan bahkan hampir
mendekati momen sambungan kaku.
36
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Perlu kajian lebih lanjut hubungan peningkatan jumlah baut pada model
sambungan sejenis dengan parameter di atas terhadap perilaku frame.
2. Perlu adanya standar untuk kepentingan perencanaan beton pracetak agar
lebih mudah digunakan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah
Analisa Rantai Nilai. Seminar dan Pameran HAKI 2007.
Gibb,A.G.F. 1999.Off-Site fabrication. John Wiley and Son. New York. USA dalam
Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa
:Sebuah Analisa Rantai Nilai. Seminar dan Pameran HAKI 2007
Nurjaman, H. N. (2009). Aplikasi Perencanaan Model Pracetak Panel yang Berfungsi
Sebagai Dinding Geser. Diskusi Teknis Metoda Pengukuran Produktivitas
Kajian Konstruksi n-Panel System, Bandung, Indonesia. Nurjannah, S.A.
(2009). Dokumentasi pribadi.
Nurjannah, S.A. (2011). Perkembangan Sistem Struktur Beton Pracetak Sebagai
Alternatif Pada Teknologi Konstruksi Indonesia Yang Mendukung Efisiensi
Energi Serta Ramah Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional AvoER ke-3,
Palembang 6-27 Oktober 2011
Sijabat, HR , dan Nurjaman, HN. 2007. Sistem Bangunan Pracetak untuk Rumah
Susun dan Rumah Sehat Sedehana. Pelatihan dan Sertifikasi Pengawas
Pekerjaan Bangunan Rumah Susun yang Menggunakan Komponen dan
Sistem Pracetak, Pusat Pengembangan Perumahan Kementerian Negara
Perumahan Rakyat. dalam Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem
Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah Analisa Rantai Nilai. Seminar dan
Pameran HAKI 2007.
Tazeen Fatema dan Md Toihidul Islam. 2006. Study on Connection Between Precast
Concrete Beam and Cast in Situ Column in Prefabricated Building Frames.
ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences
Wahyudi, dkk. 2010. Perencanaan Struktur Gedung BPS Provinsi Jawa Tengah
Menggunakan Struktur Beton Pracetak (Design Of Srtucture of BPS Building
in Central Java Province Using Precast Concrete). Tesis tidak dipublikasikan,
Semarang : Universitas Diponogoro.
Yuwasdiki, Sutadji (2006). Modul Sistem Pracetak C-Plus. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum, Bandung,
Indonesia.
38