Furqon Affandi
INFORMATIKA
Bandung
METODE PENI NGKATAN PERKERASAN BETON
DENGAN LAPI SAN ASPAL
( Campuran Beraspal Hangat Dengan Zeolit Alam dan Leadcap)
Desember 2012
Penulis :
Furqon Affandi, Puslitbang Jalan dan Jembatan
Editor :
1. Prof. Dr. Ir. M . Sjahdanulirwan, M .Sc
2. Ir. Nyoman Suaryana, M Sc.
Diterbitkan oleh:
Penerbit Informatika - Bandung
Anggota IKAPI Jabar Nomor : 033/ JBA/ 99
Pemesanan melalui:
Perpustakaan Puslitbang Jalan dan Jembatan
info@pusjatan.pu.go.id
Kata Pengantar
1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
2 PERKEM BANGAN LAPISAN KOM POSIT ASPAL DAN BASE
BERBASIS SEM EN ........................................................................ 3
2.1 Perencanaan dari Ilinois Department of Transport (IDOT). ... 8
2.2 Pedoman perencanaan perkerasan dari
United Kingdom (U. K).......................................................... 9
2.3 M etoda Danish Road Institute .............................................. 10
2.4 Kinerja Perkerasan Komposit................................................ 13
2.4.1 Prediksi Permanen Deformasi Alur........................... 14
2.4.2 Prediksi retak refleksi............................................... 15
Daftar Isi v
3.4.3 Reliability................................................................. 34
3.4.4 Penentuan Tebal Efektif Pelat (Deff) ....................... 34
3.4.5 Deff dari umur sisa untuk perkerasan beton ........... 37
3.4.6 Penentuan Tebal Pelapisan Ulang ............................ 38
7 PENUTUP .................................................................................... 86
Daftar Isi ix
Gambar 6.23 Grafik Nilai ∆LT segmen Sumedang arah Bandung ........ 85
Gambar 6.24 Grafik Nilai B segmen Sumedang arah Bandung ............ 85
Gambar 6.25 Grafik Nilai ∆LT segmen Bandung arah Sumedang ........ 85
Gambar 2-2 Lokasi regangan kritis pada perkerasan lentur (a) dan pada
perkerasan komposit (b).
Pada kasus yang pertama, hal yang penting ialah menentukan nilai
kekuatan relatif dari lapisan base (a2) yang akan dipergunakan pada
persamaan SN dari perkerasan lentur :
Dengan :
Ec = Chord modulus (M Pa)
qu = Kuat tekan bebas (M Pa)
Dengan :
Bila Df sama dengan Deff, maka nilai A akan sebesar 2,2233. Dalam
perhitungan ini, nilai tebal yang didapat umumnya dibulatkan ke 0,5 inchi
yang terdekat.
Dengan :
Pertama, modulus resilient lapisan base dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :
Sifat dari lapisan base ditunjukkan pada Tabel 2.2 Setelah didapat
ketebalan base, ketebalan lapisan aspal bisa diperoleh dengan
menggunakan persamaan (8) .
H aspal = - 16,05 x { log (N)}2 + 101 x log (N) + 45,08 ... (persamaan 0-8)
Dengan :
H aspal = tebal lapisan aspal (mm) (untuk 50 juta KSAL < N < 80 juta
KSAL)
N = jumlah komulatif sumbu tunggal
regangan izin = regangan maksimum pada serat baw ah dari lapisan CTB
µstr = micro – strain (10
-6
strain)
N = jumlah pengulangan beban sampai runtuh
0,2 0,5 1 2 55 10 20 50
Lapisan E = 2500 M Pa
aspal dan 60 80
Tebal (mm )
binder
Subgrade E= 40 M Pa
Hasil dari perhitungan untuk berbagai metode dapat dilihat di Gambar 2.3
Prediksi tipikal alur pada lapisan aspal, di at as base berbasis sem en dapat
dilihat pada Gam bar 2. 4 untuk beban 50 jut a KSAL
Gambar 2-4 Alur pada HM A pada beberapa jenis lapisan Base untuk beban
lalu lintas 50 juta KSAL
Pengaruh lapisan base/ beton yang kaku terhadap alur pada lapisan
beraspal ditunjukkan pada Gambar 2.5
Gambar 2-5 Ilust rasi deform asi perm anen pada HM A akibat kekakuan lapisan base
Gambar 2-6 Retak refleksi pada berbagai jenis base dan tebal HM A
Terlihat semakin kaku lapis baw ahnya, semakin kecil angka repetisi
beban untuk mencapai 5% retak refleksi pada Hot M ix aspal. Akan tetapi hal
ini akan berbeda bila lapisan perkerasan betonnya CRCP, karena
penulangan CRCP akan menahan / mengurangi beban yang terjadi.
Pelapisan Ulang Aspal Beton Pada perkerasan beton JPCP; JRCP dan
CRCP.
Perbaikan full - dept h dan penggantian pelat pada JPCP dan JRCP
hendaknya menggunakan perkerasan beton, yang diberi dow el atau
diikatkan untuk menyediakan penyalur beban melintasi perbaikan
sambungan tersebut. Beberapa agensi telah melaksanakan full – dept h
aspal beton pada JPCP dan JRCP sebelum pelapisan aspal beton. Akan
tetapi, hal ini seringkali menimbulkan pelapisan ulang yang tidak rata
(setempat), terjadi celah dekat sambungan dan retak, serta kerusakan retak
Perbaikan full – dept h pada CRCP harus perkerasan beton lagi, serta
harus perkerasan beton menerus dengan tulangan di mana tulangannya
diikatkan atau di las ke penulangan yang ada pada perkerasan lama guna
memberikan penyaluran beban pada sambungan dan pelat yang bersifat
menerus.
Pada pelapisan ulang aspal beton di atas perkerasan JPCP atau JRCP,
retak refleksi umumnya berkembang relatif cepat setelah pelapisan ulang
dilaksanakan (seringkali lebih singkat dari satu tahun). Kecepatan retak
refleksi tergantung pada hal hal tersebut di atas. Berbagai pengendali retak
refleksi telah digunakan dalam upaya mengendalikan kecepatan retak
refleksi yang terjadi. Berikut ini berbagai pengendali retak refleksi dalam
upaya mengontrol retak pada lapisan ulang aspal beton pada JPCP atau
JRCP:
Dengan :
Dol = tebal yang diperlukan dari pelapisan ulang aspal beton.
A = Faktor konversi kekurangan tebal pelat beton ke tebal aspal beton
Df = Tebal pelat untuk melayani lalu lintas kedepan selama umur
rencana.
Deff = Tebal efektif, perkerasan beton yang lama
Gambar : 3-1 Faktor “ A” konversi pengurangan ketebalan lapis perkerasan beton ke lapis aspal beton
1) Beban komukatif ESAL yang telah lalu pada lajur rencana, untuk
dipergunakan pada metoda umur sisa Deff .
2) Perkiraan ESAL dimasa datang, pada lajur rencana selama umur
rencana (Nf)
JPCP/ JRCP :
CRCP :
Dengan :
d0 = lendutan di pusat beban, (in)
di = lendutan pada 12, 24, dan 36 inchi dari pusat beban, (in)
(4) Sambungan Penyaluran beban (joint load t ransfer ). Untuk JPCP dan
JRCP pengukuran sambungan penyaluran beban dilakukan pada jejak
roda luar di beberpa tempat yang mew akili. Jangan melakukan hal ini
Dengan :
Δ LT = lendutan penyalur beban, persen
Δ ul = lendutan, bagian yang tidak dibebani, inchi
Δl = lendutan , bagian yang dibebani, inchi
B = faktor koreksi lendutan pelat
Untuk JPCP dan JRCP, nilai J pada penyaluran beban dapat diambil
dari pedoman berikut :
Antara 50 – 70 3,5
Jenis perkerasan
JPC dan JRCP 3,2 3,8 – 4,4 2,5 – 3,1 3,6 – 4,2
Dengan :
Nilai yang didapat ini merupakan perkiraan kasar saja dan nilai statis “ k”
harus dikoreksi akibat musim.
Rencana penurunan PSI, sesaat sesudah dibuka dan pada saat akhir
pelayanan perkerasan jalan, faktor penyaluran beban dari perkerasan beton
lama.
………….(persamaan 3-7)
Dengan :
S’c = modulus of rupture, psi
E = modulus elastis dari perhitungan backcalculation pelat
beton atau dari grafik, psi
Untuk perkerasan beton CRCP, S’c bisa ditentukan dari nilai E hasil
back calculat ion saja, pada titik yang tidak ada retak di daerah cekung
lendutannya.
3.4.1 Pelat
M odulus of Rupt ure pelat beton 600 – 800 psi. M odulus Elastisitas
pelat beton, 3 juta - 8 juta psi untuk mutu perkerasan beton yang baik, dan
< 3 juta untuk mutu perkerasan beton yang tidak baik.
J, faktor penyaluran beban (3,2 sampai 4,0 untuk JPCP dan JRCP, serta 2,2
sampai 2,6 untuk CRCP).
3.4.3 Reliability
Dengan :
Perlu diingat bahw a retak yang rapat pada CRCP dan JRCP tidak
termasuk. Akan tetapi bila retak pada JRCP atau CRCP ialah gompal dan
faulting yang menyebabkan kemungkinan rusaknya tulangan, dan retak
harus dimasukkan kedalam w orking crack. Gompal pada permukaan pada
retak di CRCP bukan merupakan indikasi bahw a retak tersebut termasuk
w orking crack. Total jumlah sambungan, punchout dan diskontinuitas yang
tidak diperbaiki per mile pada lajur rencana digunakan untuk menentukan
Fjc, yang didapat dari Gambar 3.6
Faktor ini untuk mengoreksi atau penyesuaian akibat ekstra loss pada
PSI dari pelapisan ulang di mana perkerasan lama mempunyai masalah
durability. Dengan menggunakan data survey (pada langkah 3), Fdur
ditentukan sebagai berikut :
………...(persamaan 3-9)
Dengan :
RL = umur sisa, persen
Np = total beban lalu lintas sampai saat sekarang, ESAL
N 1,5 = total beban lalu lintas sampai mencapi “ keruntuhan” , ESAL
Deff dari cara ini tidak menggambarkan keuntungan yang didapat dari
perbaikan sebelum pelapisan ulang. Deff yang didapat harus dianggap
sebagai nilai dari batas baw ah. Deff dari perkerasan akan lebih tinggi jika
perbaikan sebelum pelapisan ulang dikerjakan. M etoda ini tidak dapat
digunakan tanpa modifikasi bagi perkerasan yang telah mengalami satu
atau dua kali pelapisan.
Dengan :
2
A = 2,2233 + 0,0099 ( Df – Deff ) – 0,1534 ( Df – Deff ) ..(persamaan 3-12)
Gambar 3-7 Hubungan antara umur sisa dan fact or kondisi (CF)
Dengan :
SN ol = Struktural number yang diperlukan dari lapisan ulang
aol = Layer koefisien dari lapisan ulang aspal beton
Dol = tebal lapis ulang yang diperlukan (inchi)
SN f = Struktural number yang diperlukan kedepan sesuai beban lalau
lintasnya
SN eff = Struktural number efektif dari perkerasan lama setelah
pemecahan
Langkah – Langkah Yang Perlu Dilakukan Pada Perencanaan Tebal Ini, Yaitu :
1) Perkerasan Lama
Perlu diketahui secara jelas data tebal dan jenis masing masing lapisan
perkerasan.
4) Pengujian Lendutan
Pengujian lendutan saat direkomendasikan dan ini diperlukan untuk
menentukan nilai resilien modulus dari lapisan tanah dasar saja, di mana
alat yang dipergunakan ialah alat pengukur lendutan yang besar (misal FWD
dengan beban 9000 lbs) yang dilakukan di bagian tengah plat yang tidak
mengalami retak pada perkerasan beton sebelum dilakukan pemecahan.
Diperlukan juga pengukuran lendutan yang jaraknya 4 ft dari pusat beban.
Dengan :
M R = resilien modulus tanah dasar (psi)
P = beban dalam (pounds)
d r = lendutan pada jarak “ r” dari pusat beban, inchi
r = jarak dari pusat beban, inchi
r ≥ 0,7 ae
dengan
………………...(persamaan 4-3)
M odulus efektif dari perkerasan (Ep) dapat dihitung dari persamaan berikut :
……...(persamaan 4-4)
dengan :
Untuk jari jari pelat beban 5,9 in, grafik yang ditunjukkan pada
Gambar 4.1 bisa dipergunakan untuk menghitung Ep/ M R, dan Ep bisa
dihitung bila diketahui besarnya M R
Jadi M R design untuk perhitungan SNeef pada pelat yang dipecah ialah :
……..(persamaan 4-6)
Dengan :
D2, D3 = ketebalan lapisan pelat yang telah pecah dan lapisan pondasi
a2, a3 = nilai kekuatan relatif lapisan pelat yang telah dipecah
dan lapisan pondasi
m2, m3 = koefisien drainase untuk pelat yang telah dipecah dan lapisan
base
Koefisien relatif lapisan untuk pelat yang telah dipecah dapat dilihat
pada Tabel 4.2, disarankan sebaiknya setiap agensi bidang jalan
mempunyai satu set nilai koefisien relatif lapisan sesuai dengan
pengalamannya.
Break/ seat JRCP Pecahan pelat lebih besar dari satu 0,20 – 0,35
feet dengan penulangan yang telah
hancur atau ikatan besi dan beton nya
rusak
Crack/ seat JPCP Pecahan satu sampai tiga feet 0,20 – 0,35
1. Tipikal M R design ialah 2000 – 10000 psi unt uk tanah berbutir halus;
10000 sampai 20000 untuk tanah berbutir kasar. AASHTO road test
menggunakan nilai M R 3000 psi dalam persamaan perencanaan
tebal.
Akan tetapi jika kerusakan terlihat pada lapisan aspal lama yang
merupakan refleksi dari kerusakan pada perkerasan beton dibaw ahnya,
maka perkerasan harus diperbaiki secara full – depth mencakup lapis aspal
beton dan lapis perkerasan betonnya. Jika tidak, maka kerusakan akan
menjalar ke lapisan permukaan aspal baru di atasnya.
Berikut ini kerusakan pada AC / JPCP; AC/ JRCP; dan AC/ CRCP yang
harus diperbaiki dahulu sebelum pelapisan ulang aspal beton yang baru,
seperti disajikan pada Tabel 5.1 :
Tabel 5-1 Jenis kerusakan dan perbaikan yang perlu dilakukan sebelum
pelapisan ulang
Pada AC/ JPCP dan AC/ JRCP, retak refleksi dengan tingkat keparahan
sedang dan tinggi pada aspal beton merupakan bukti dari w orking cracks,
sambungan yang rusak, atau perbaikan yang tidak sempurna pada pelat
beton, di mana semua ini harus diperbaiki dengan cara full – depth. Retak
refleksi dengan tingkat kerusakan rendah bisa terjadi pada sambungan
regular atau pada perbaikan sambungan dengan cara full –dept h.
Retak refleksi pada lapisan ulang aspal beton pada AC/ JPCP, AC/ JRCP,
atau AC/ CRCP terjadi di atas retak refleksi pada lapisan aspal beton yang
pertama, dan mungkin juga terjadi di atas perbaikan baru. M ekanisme retak
refleksi ialah konsentrasi tegangan pada lapisan ulang akibat pergerakan
pada sekitar sambungan dan retak pada perkerasan lama. Pergerakan ini
mungkin lentur atau geser akibat beban, atau mungkin juga penyusustan
horizontal akibat perubahan temperatur. Pergerakan akibat beban
dipengaruhi oleh tebal dan kekakuan lapisan aspal beton, tebal perkerasan
beton, tingkat penyaluran beban pada sambungan dan retak, serta
kehilangan daya dukung di baw ah pelat beton perkerasan kaku. Pergerakan
akibat temperatur dipengaruhi oleh variasi temperatur harian dan
musiman, koefisien pemuaian termal lapisan perkerasan lama, serta lebar
celah pada sambungan dan retakan.
Dengan :
AC/ CRCP
(2) M odulus elastisitas aspal beton. M odulus lapisan aspal beton harus
ditentukan dari masing – masing pengukuran cekung lendutan. Ada
dua metoda untuk menentukan modulus aspal beton, Eac
(3) Estimasi Eac dari temperature aspal beton. M odulus elastisitas lapisan
aspal beton bisa diperkirakan dari sifat campuran aspal betonnya dan
temperatur aspal beton pada w aktu pengujian cekung lendutan,
menggunakan persamaan berikut :
P200 = 4 persen
Vv = 5 persen
µ70°F,106 = 2 untuk AC - 20
Pac = 5 persen
Untuk nilai - nilai tersebut dan frequensi beban FWD 18 Hz, persamaan untuk
modulus elastisitas aspal beton Eac terhadap temperatur aspal beton menjadi :
1,92544
Log Eac = 6,451235 – 0,000164671 t p ...................... (persamaan 5-4)
(4) Nilai “k” efektif dinamis di bawah pelat beton. Hitung kompresi yang
persamaan berikut :
dengan
d 0 compress = Kompresi lapisan aspal beton di baw ah pelat beban, inchi
Dac = Tebal aspal beton, inchi
Eac = M odulus aspal beton, psi
Kondisi int erface tidak dapat diketahui pasti, tetapi pada lapisan aspal
beton dengan beton ikatan tersebut baik, namun sesudah beberapa w aktu
kekuatan ikatan tersebut tidak dapat diketahui secara pasti. Hal yang dapat
dilakukan, ialah melakukan pengambilan contoh inti (coring ) untuk
mengetahui kekuatan ikatan tersebut. Sekiranya coring tidak dilakukan
maka pihak perencana harus melakukan taksiran pada kekuatan ikatan
antara lapisan aspal beton dengan pelat beton tersebut.
(7) Penyalur beban di sambungan . Pada AC/ JPCP dan AC/ JRCP
pengukuran penyaluran beban pada jejak roda luar atau antara jejak
roda bila terjadi alur yang besar pada permukaan AC) pada retak
refleksi di atas sambungan perkerasan beton. Jangan melakukan
pengukuran penyaluran beban bila temperatur lebih dari 80 °F (28 °C).
Letakkan pelat beban pada satu sisi perkerasan di mana tepi pelat
menyentuh sambungan. Ukur lendutan di baw ah pusat beban dan
Dengan :
∆LT = lendutan penyalur beban, persen
∆ ul = lendutan pada sisi yang tidak dibebani
∆l = lendutan pada sisi yang dibebani
B = koreksi lendutan pelat dan koreksi compresi pada aspal beton
(AC)
Koreksi lendutan pelat dan koreksi kompresi pada aspal beton (AC),
B, merupakan hal yang penting sebab lendutan pada d0 dan d12 , diukur
pada jarak 12 inci, yang tidak akan sama w alaupun diukur pada bagian
dalam pelat. Nilai faktor koreksi, bisa ditentukan dari perbandingan d0
terhadap d12 pada pengukuran lendutan di tengah pelat, sebagaimana
ditunjukkan pada persamaan dibaw ah ini :
>70 3,2
50 – 70 3,5
< 50 4,0
Untuk AC/ CRCP, gunakan nilai J = 2,2 sampai 2,6 untuk pelapisan
ulang, dengan anggapan retak yang berat (w orking crack) diperbaiki dengan
perkerasan beton menerus dengan tulangan yang dilapis dengan aspal
beton (AC).
Log Eac t °F = (
(2) M odulus rupture dari pelat beton (S’c). Lakukan pengujian kuat tarik
tidak langsung dari benda uji yang diambil dari bagian tengah pelat sesuai
ASTM C 496. Hitung modulus of rupt ure beton dengan persamaan berikut :
Nilai S’c bisa didapat dari persamaan yang berdasarkan pada E, modulus
beton.
(c) Perkirakan dari nilai kekuatan tanah dan tipe serta tebal
pondasi, menggunakan Gambar 4.2. M etoda ini sederhana,
tetapi nilai “ k” perlu disesuaikan terhadap pengaruh iklim, dan
memberikan nilai yang cukup kasar.
2) Penurunan PSI rencana. Nilai PSI sesaat setelah pelapisan ulang (P1)
dikurangi nilai PSI pada saat rehabilitasi berikutnya (P2).
3) J, koefisien penyaluran beban pada pelat beton yang sudah ada. Lihat
butir 3.3.4
4) M odulus of rupt ure dari pelat beton, ditentukan dengan salah satu
metoda berikut:
5) M odulus Elastisitas dari pelat beton , ditentukan dari salah satu metoda
berikut :
(a) Perhitungan balik (backcalculated) dari pengukuran lendutan,
seperti diuaraikan pada langkah 4
(b) Tentukan dari nilai Indirect Tensile Strength
M etoda survey kondisi untuk perkersan AC/ PCC dalam rangka penentuan
Deff , disajikan pada perkersan AC/ PCC. Tebal Deff dihitung dengan
persamaan berikut:
Dengan :
Dpcc = tebal pelat beton perkerasan lama
Dac = tebal lapisan aspal beton
(1) Faktor koreksi sambungan dan retak (Pjc). Ini merupakan faktor
koreksi terhadap kehilangan tambahan (extra loss) pada PSI yang
disebabkan oleh kerusakan retak refleksi yang akan terjadi pada
lapisan ulang akibat retak refleksi yang tidak diperbaiki dan
kerusakan lainnya yang berupa discontinuity pada perkerasan
(3) Faktor penyesuaian kualitas aspal beton Fac. Faktor ini mengoreksi
kontribusi lapisan aspal beton yang sudah ada terhadap Deff
berdasarkan kualitas aspal beton tersebut. Nilai ini dipilih hanya
tergantung pada kerusakan yang ada pada lapisan aspal beton saja
(tidak termasuk retak refleksi) yang tidak akan hilang oleh milling
permukaan aspal, seperti alur, stripping, shoving serta pelapukan
dan raveling jika permukaan tidak di milling. Pertimbangan harus
ditujukan terhadap penggarukan total untuk aspal beton dengan
kualitas yang sangat jelek.
Dengan :
Dol = ketebalan pelapisan aspal beton yang diperlukan
A = faktor untuk mengkonversi kekurangan tebal lapisan beton
terhadap ketebalan aspal beton
Df = tebal pelat yang ditentukan, sesuai perhitungan pada butir 3.3.6
langkah 7 ( inci).
Hasil perhitungan pelapisan ulang ini harus cukup w ajar sesuai dengan
kekurangan kekuatan struktural perkerasan, tetapi bilamana hasilnya
kurang w ajar, perlu dilakukan peninjauan kembali .
Terlihat pada Gambar AREA ada beberapa titik yang nilainya diluar
dari nilai umum untuk AREA yang biasanya antara 29 dan 32, terutama
untuk lokasi Karaw ang arah Cikampek.
Gambar 6-5 Pengambilan benda uji Gambar 6-6 Contoh benda uji hasil
dengan core drill core drill
Dengan :
2
Ec = M odulus elastisitas beton (kg/ cm )
2
f’c = Kuat tekan bet on (silinder; kg/ cm )
95000 00
85000 00
75000 00
65000 00
E (psi)
55000 00
45000 00
35000 00
25000 00
15000 00
5 00000
6700 0 68 000 69000 700 00 7 1000 7200 0 730 00 74000 750 00 76 000 7700 0 780 00 7 9000
STA
Gambar 6-7 Grafik Nilai m odulus segmen Karaw ang arah Cikam pek dari FWD
8500000
7500000
6500000
E(psi)
5500000
4500000
3500000
2500000
1500000
500000
67000 69000 71000 73000 75000 77000 79000
STA
Gambar 6-8 Grafik Nilai m odulus segmen Karaw ang arah Jakart a dari FWD
450000 0
400000 0
E core (psi))
350000 0
300000 0
250000 0
200000 0
CKP.72+299 SLAB 5 7 CKP.74+996 .SLAB 162 CKP.68+3 90.SLAB 74 CKP.70+29 6.SLAB 57 CKP.77+698.SLAB 135
Kode Titik
Gambar 6-9 Grafik Nilai m odulus segmen Karaw ang arah Cikam pek dari hasil
core drill
45 00000
40 00000
E cre (psi))
35 00000
30 00000
25 00000
20 00000
JKT.74 +800.SLAB 37 JKT.68+1 00.SLAB 174 JKT.73+395.SLAB 111 JKT.70+395.SLAB 7 6 JKT.76+800.SLAB 22
Kode Tit ik
Gambar 6-10 Grafik Nilai m odulus segmen Karaw ang arah Jakart a dari hasil
core drill
4500000
E FW D (psi)
4000000
garis kesamaan
3500000
3000000
2500000
2500000 3000000 3500000 4000000 4500000 5000000
Gambar 6-11 Grafik perbandingan nilai m odulus hasil FWD dengan hasil dari
pengujian core drill
Begitu juga hal yang sama FWD dilakukan pada ruas-ruas pengukuran
di daerah ruas Sumedang–Bandung, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel
6.3, Tabel 6.4.
30
29
28
27
26
25
0 5 10 15 20 25
STA
30
29
28
27
26
25
0 5 10 15 20 25 30
STA
Terlihat pada Gambar AREA ada beberapa titik yang nilainya di luar
dari nilai umum untuk AREA yang biasanya antara 29 dan 32, terutama
untuk lokasi Sumedang arah Bandung. Tetapi kebanyakan untuk titik yang
lainnya memiliki nilai sesuai dengan kondisi umumnya berada antara 29 dan
32.
8500000
7500000
6500000
E (psi)
5500000
4500000
3500000
2500000
1500000
500000
0 5 10 15 20 25
STA
Gambar 6-14 Grafik Nilai m odulus segmen Sum edang arah Bandung dari FWD
8500000
7500000
6500000
E (psi)
5500000
4500000
3500000
2500000
1500000
500000
0 5 10 15 20 25 30
STA
Gambar 6-15 Grafik Nilai m odulus segmen Bandung arah Sum edang dari FWD
4500000
4000000
E core (psi))
3500000
3000000
2500000
2000000
A.SM D.B-112 A.SM D.B-105 A.SM D.B-153 A.SM D.B-132 A.SM D.B-161 A.SM D.B-147 A.SM D.B-169 A.SM D.B-125
Kode Tit ik
Gambar 6-16 Grafik Nilai m odulus segmen Bandung arah Sum edang dari hasil
core drill
4500000
4000000
E core (psi))
3500000
3000000
2500000
2000000
A.BDG.B-12 A.BDG.B-64 A.BDG.B-20 A.BDG.B-29 A.BDG.B-53 A.BDG.B-37 A.BDG.B-59
Kode Titik
Gambar 6-17 Grafik Nilai m odulus segmen Sum edang arah Bandung dari hasil
core drill
8.0
k (statis) pci
6.0
4.0
2.0
0.0
0 5 10 15 20 25
STA
Gambar 6-18 Grafik Nilai k (st atis) segmen Sum edang arah Bandung
35000
30000
25000
M R (psi)
20000
15000
10000
5000
0 5 10 15 20 25
STA
Gambar 6-19 Grafik Nilai M R (psi) segmen Sum edang arah Bandung
400
350
300
k (statis) pci
250
200
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30
STA
Gambar 6-20 Grafik Nilai k (st atis) Segm en Bandung arah Sum edang
31000
26000
21000
M R (psi)
16000
11000
6000
1000
0 5 10 15 20 25 30
STA
Gambar 6-21 Grafik Nilai M R (psi) segmen Bandung arah Sum edang
120
100
∆ LT
80
60
40
20
0 5 10 15 20 25
STA
1.20
1.10
B
1.00
0.90
0 5 10 15 20 25
STA
120
100
∆ LT
80
60
40
20
0 5 10 15 20 25 30
STA
1.20
B
1.10
1.00
0.90
0 5 10 15 20 25 30
STA
Affandi,F. 2008
Nunn, 2004.
The Highw ays Agency, Design M anual for Roads and Bridges , vol 7, HD
26/ 01 “ Pavement Design “ 2001