Anda di halaman 1dari 98

KONSEP

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN


DOKUMEN RENCANA TEKNIK AKHIR (RTA) JALAN TOL

BUKU 2

KRITERIA DESAIN, PELAKSANAAN SURVEI DAN


ANALISIS PERENCANAAN

BADAN PENGATUR JALAN TOL


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
2018
KATA PENGANTAR

Rencana Teknik Akhir (RTA) merupakan dokumen hasil Perencanaan Teknik yang dilakukan oleh
Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai salah satu kewajiban dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan
Tol (PPJT). Dokumen ini harus disampaikan oleh BUJT dalam jangka waktu tertentu sejak
dimulainya Perencanaan Teknik sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Jalan Tol
masing – masing BUJT.

Yang dimaksud dengan Dokumen RTA adalah sekumpulan dokumen hasil Perencanaan Teknik
yang tersusun atas Dokumen Jadwal/Rencana Kerja Penyelesaian RTA; Kriteria Desain yang
merujuk pada Rencana Bisnis PPJT; Hasil Survei Detail; Hasil Analisis Perencanaan; Gambar
RTA; Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus; serta Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of
Quantity/ BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Dalam rangka peningkatan kualitas produk RTA oleh BUJT dan memperjelas prosedur
penyusunan Dokumen RTA, maka Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menerbitkan Buku Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) RTA Jalan Tol. Juklak ini juga dapat menjadi alat monitoring dan evaluasi
dalam proses pembahasan hingga proses persetujuan RTA oleh BPJT dan Ditjen Bina Marga.

Buku 2 Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Dokumen Rencana Teknik Akhir (RTA) Jalan
Tol, terdiri dari:
Bagian A : Kriteria Desain;
Bagian B : Pelaksanaan Survei;
Bagian C : Analisis Perencanaan

Demikian, semoga Buku Juklak RTA ini dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi
pihak-pihak terkait sehingga proses Perencanaan Teknik Jalan Tol menjadi lebih efektif dan
efisien.

Jakarta, 2018
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol

(……………………………)

i
BAGIAN A

KRITERIA DESAIN

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................................ i


Daftar Gambar .............................................................................................................................. iii
Daftar Tabel ................................................................................................................................... iii

1. Standar Acuan ....................................................................................................................... 1


1.1. Standar Acuan Geometrik Jalan .................................................................................... 1
1.2. Standar Acuan Struktur Perkerasan Jalan ...................................................................... 2
1.3. Standar Acuan Struktur dan Jembatan ........................................................................... 2
1.4. Standar Acuan Geoteknik .............................................................................................. 2
1.5. Standar Acuan Hidrologi dan Sistem Drainase ............................................................. 2
1.6. Standar Acuan Penerangan Jalan Umum ....................................................................... 3
1.7. Standar Acuan Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ........................... 3
1.8. Standar Acuan Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ............................................ 3
1.9. Standar Acuan Lansekap Jalan Tol................................................................................ 3
1.10. Standar Acuan Tempat Istirahat dan Pelayanan ............................................................ 3
2. Substansi Kriteria Desain ...................................................................................................... 4
2.1. Substansi Kriteria Desain Geometrik Jalan ................................................................... 4
2.2. Substansi Kriteria Desain Struktur Perkerasan Jalan ..................................................... 6
2.3. Substansi Kriteria Desain Struktur dan Jembatan.......................................................... 7
2.4. Substansi Kriteria Desain Geoteknik ............................................................................. 7
2.5. Substansi Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase ............................................ 8
2.6. Substansi Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum...................................................... 8
2.7. Substansi Kriteria Desain Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.......... 9
2.8. Substansi Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ........................... 9
2.9. Substansi Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol .............................................................. 9
2.10. Substansi Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan ......................................... 10
3. Parameter-Parameter dalam Substansi Kriteria Desain ....................................................... 10
3.1. Kriteria Desain Geometrik Jalan.................................................................................. 11
3.2. Kriteria Desain Geoteknik ........................................................................................... 15
3.3. Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase .......................................................... 19
3.4. Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum .................................................................... 21
3.5. Kriteria Desain Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ........................ 22
3.6. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ......................................... 26
3.7. Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol ............................................................................. 26
3.8. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan ......................................................... 27

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi Tanah berdasarkan Data Sondir .............................................................. 16

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Perkotaan (Urban)............................... 11
Tabel 2. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Antar Kota (Interurban) ...................... 12
Tabel 3. Kriteria Desain Geometrik Ramp Simpang Susun .................................................... 13
Tabel 4 Kriteria Desain Simpang Susun (Interchange) untuk Ramp Terminal ...................... 13
Tabel 5. Kriteria Desain Jalan Non Tol................................................................................... 14
Tabel 6. Nilai SPT Tanah ........................................................................................................ 15
Tabel 7. Penurunan Ijin Maksimum Pondasi .......................................................................... 17
Tabel 8. Defleksi Lateral Ijin Maksimum Pondasi ................................................................. 17
Tabel 9. Kelandaian Lereng Yang Disarankan ....................................................................... 18
Tabel 10. Kriteria Desain Penempatan Lampu Penerangan Jalan Tol ...................................... 21
Tabel 11. Kriteria Desain Kuat Lampu Penerangan Jalan Tol .................................................. 22
Tabel 12. Kriteria Desain Penyelenggaraan Rambu ................................................................. 22
Tabel 13. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Peralatan .......................................................... 25
Tabel 14. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Tanda ............................................................... 26
Tabel 15. Kriteria Desain Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ..................................................... 27
Tabel 16. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ....................................... 26
Tabel 17. Kriteria Desain Tata Tanaman pada Segmen Jalan Tol ............................................ 27
Tabel 18. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan ....................................................... 28

ii
BAGIAN A

KRITERIA DESAIN

1. Standar Acuan
Standar acuan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan dokumen Rencana Teknik
Akhir (RTA) adalah meliputi seluruh peraturan perundangan atas ketentuan dan persyaratan
teknik Jalan Tol, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 38/2004 tentang Jalan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005, tentang Jalan Tol.
c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 96 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2028).
d. Undang-undang Nomor 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
e. Surat Edaran Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR No. 02/SE/DB/06/2017 tentang
Persyaratan Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi Khusus Jalan Bebas Hambatan dan Jalan
Tol, Edisi 2017.

1.1. Standar Acuan Geometrik Jalan


a. Undang-undang No. 38/2004 tentang Jalan.
b. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
c. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, dan perubahan-
perubahannya:
 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5019);
 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2013 tentang perubahan kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5422);
 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2017, tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015 tentang Jalan Tol.
d. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2015, Tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum pada Saluran Udara
Tegangan Tinggi, Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dan Saluran Udara Tegangan
Tinggi Arus Searah untuk Penyaluran Tenaga Listrik.
e. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 96 Tahun 2015,
tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu lintas
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan
Minimum.
h. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300.K/38/M.PE/1997 tentang
Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi.
i. Keputusan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2000 tentang Jalur Kereta Api.
j. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2011, tentang Perpotongan
dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain.
k. Surat Edaran Ditjen Bina Marga No. PW04.01-Db/154 tentang Peningkatan Aspek
Keselamatan dalam Perencanaan, Pelaksanaan Konstruksi dan Pengoperasian Jalan Tol.

1
l. Standar Geometrik Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol nomor 007/BM/2009
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum
m. Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, 1992, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
n. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
o. Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan Sebidang, Pt T-02-2002-B,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
p. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets 5th Edition, 2015, AASHTO.
q. Road Side Design Guide 3th Edition, 2006, AASHTO.

1.2. Standar Acuan Struktur Perkerasan Jalan


a. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 22.2/KPTS/Db/2012 tentang Manual Desain
Perkerasan Jalan.
b. Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2017, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
c. Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur, PdT-01-2002-B, Dept. Pemukiman dan
Prasarana Wilayah.
d. Pedoman Perencanaan Jalan Beton Semen, PdT-14-2003, Dept. Pemukiman dan
Prasarana Wilayah.

1.3. Standar Acuan Desain Struktur dan Jembatan


a. Standar Pembebanan untuk Jembatan, SNI 1725-2016.
b. Standar Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, RSNI T-03-2005.
c. Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI T-12-2004.
d. Perencanaan Jembatan terhadap Beban Gempa, SNI 03-2833-2016.
e. Tata Cara Perencanaan Teknik Pondasi Tiang untuk Jembatan, SNI 03-6747-2002.
f. Tata Cara Perencanaan Teknik Pondasi Langsung untuk Jembatan, SNI 03-3446-1994.
g. Tata Cara Perencanaan Teknik Pondasi Sumuran untuk Jembatan, SNI 03-3447-1994
h. Bridge Management System (BMS), 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Dept.
Pekerjaan Umum, 17/SE/Db/2017 dan 18/SE/Db/2017.
i. Pedoman Penempatan Utilitas Pada Daerah Milik Jalan, Pd T-13-2004-B.
j. LRFD Bridge Design Specification 3rd Edition, 2005, AASHTO.
k. Guide Specification for Vessel Collision Design, 1991, AASHTO.
l. Design rules for Aerodynamic Effects on Bridge, BD 49/01.
m. Model Code for Concrete Structures, 19th Edition, for Time Dependent Behavior of
Concrete, CEB-FIP.
n. Recommendations for Stay Cable Design, Testing, and Installation, 1992, PTI.
o. Tata Cara Hidraulik, SNI 03-7043-2004b, Pusjatan.
p. Manual on Scour at Bridges and Other Hydraulic Structures, CIRIA 1551.
q. General Principles on Reliability for Structures, 1988, ISO 2394.
r. Wind actions on Structures, 2009, ISO 4354.
s. Cranes — Wire ropes — Care, Maintenance, Installation, Examination and Discard 3rd
Edition, 2004, ISO 4309.
t. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2015 tentang Penyelenggaraan
Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan.
u. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, Pusat Litbang Perumahan dan
Permukiman, ISBN 978-602-5489-01-3, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

1.4. Standar Acuan Geoteknik


a. Persyaratan Perancangan Geoteknik, SNI 8460:2017.

2
b. Spesifikasi Penguatan Tebing, No. 11/S/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
c. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 1, Proses Pembentukan dan
Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
d. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 2, Penyelidikan Tanah Lunak
Desain dan Pekerjaan Lapangan, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
e. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 3, Penyelidikan Tanah Lunak,
Pengujian Laboratorium, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
f. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 4, Desain dan Konstruksi,
Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
g. Tata Cara Pelaksanaan Pondasi Cerucuk Kayu Di Atas Tanah Lembek dan Tanah
Gambut, No. 029/T/BM/1999, Lampiran No. 6 Keputusan Direktur Jenderal Bina
Marga No. 76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999, Departemen Pekerjaan
Umum.
h. Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Direktorat Bina Teknik.
i. Perencanaan Timbunan Jalan Pendekat Jembatan, Pd T-11-2003, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
j. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, Pusat Litbang Perumahan dan
Permukiman, ISBN 978-602-5489-01-3, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

1.5. Standar Acuan Hidrologi dan Sistem Drainase


a. Perencanaan Sistem Drainase Jalan Pd T-02–2006–B, Departemen Pekerjaan Umum.
b. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 269/KPTS/M/2006 tentang Pengesahan
SNI dan Empat Pedoman Teknis Bidang Konstruksi dan Bangunan
c. Manual Hidrolika untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan, No. 01-1/BM/ 2005.
d. Manual Hidrolika untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan, Buku 2, No: 01-2/BM/2005,
Departemen Pekerjaan Umu, Direktorat Jenderal Bina Marga.
e. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan, No. 008/T/BNKT/1990, Direktorat
Jenderal Bina Marka, Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
f. Highway Drainage Guidelines, 1979, AASHTO.
g. Roadside Drainage, 1978, Transportation Technology for Developing Countries,
USAID.

1.6. Standar Acuan Penerangan Jalan Umum


a. Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Umum Jalan Perkotaan No 12/BNKT/ 1991, 1991,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
b. Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan, SNI 7391-2008.

1.7. Standar Acuan Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
a. Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas.
b. Peraturan Menteri Perhubungan No. 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan.
c. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 49 Tahun 2014,
tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
d. Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat No SK 7234/AJ.401/DJRD/2013
tentang Petunjuk Teknis Perlengkapan Jalan, Direktorat Bina Sistem Transportasi
Perkotaan, Dept. Perhubungan.
e. Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan No. 01/P/BNKT/1991,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
f. Keputusan Direksi PT. Jasa Marga (Persero) No. 21/KPTS/2001 tentang Pedoman
Standar Perlengkapan Tol.
g. Roadway Lighting Design Guide, 2005, AASHTO.

3
1.8. Standar Acuan Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
a. Pedoman Perencanaan Bangunan Fasilitas Tol, 1999, PT Jasa Marga (Persero).
b. Manual Penyusunan Detail Engineering Design dan Landscape Jalan Tol, Perencanaan
Bangunan Fasilitas Tol, 2008, Dept. Pekerjaan Umum.
c. Panduan Fasilitas Perlengkapan Jalan, Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan,
Dept. Perhubungan.
d. Peraturan Menteri PUPR No. 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai Di Jalan
Tol.
e. Standar Desain Gerbang Tol, Surat Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, Nomor JL.03.04-
P/26, Tanggal 7 Februari 2017.

1.9. Standar Acuan Lansekap Jalan Tol


a. Manual Penyusunan Detail Engineering Design dan Landscape Jalan Tol, Perencanaan
Penerangan Jalan, 2008, Dept. Pekerjaan Umum.
b. Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No. 033/T/BM/1996, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
c. Manual Lansekap Jalan No. 08/M/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina Marga, Dept.
Pekerjaan Umum.
d. Spesifikasi Tanaman Lansekap Jalan No. 09/M/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
e. Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No. 033/T/BM/1996.
f. Pedoman Teknis Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan (Interim), 2010,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.
g. A Guide for Highway Landscape and Environmental Design, 1986, AASHTO.
h. A Guide for Transportation Landscape and Environmental Design, 1991, ASSHTO.
i. Guidelines for Highway Landscaping, 2006, NZ Tranporttation Agency.

1.10. Standar Acuan Tempat Istirahat dan Pelayanan


a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
b. Standar Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol, 2009, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 10/PRT/M/2018
tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan pada Jalan Tol.

2. Substansi Kriteria Desain


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain dalam rangka penyusunan RTA oleh BUJT
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kriteria Desain harus memenuhi seluruh peraturan dan persyaratan teknis jalan tol
berdasarkan referensi Standar Acuan yang telah disebutkan pada Butir 1 (satu).
2. Kriteria desain termasuk namun tidak terbatas terdiri dari:
a. Kriteria Desain Geometrik Jalan
b. Kriteria Desain Struktur Perkerasan Jalan
c. Kriteria Desain Struktur dan Jembatan
d. Kriteria Desain Geoteknik
e. Kriteria Desain Hidrologi dan Drainase
f. Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum
g. Kriteria Desain Rambu, Marka dan Lampu Isyarat Lalu Lintas
h. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
i. Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol
j. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan
Penjelasan terkait Kriteria Desain dijelaskan lebih detail pada sub-bagian berikut.

4
3. Kriteria desain disusun dengan mengacu pada Berita Acara rencana usaha PPJT.
Apabila dalam penyusunan RTA terindikasi adanya perbedaan, BUJT harus
menyampaikan hasil perbandingan antara PPJT dengan RTA, didukung hasil survei,
analisis, hasil koordinasi dan justifikasi teknis untuk mendapat persetujuan BPJT dan
Bina Marga. Namun apabila tidak ada perubahan, maka BUJT cukup melapor ke BPJT
dan dapat melanjutkan penyusunan RTA.
Catatan : hal-hal yang belum tercantum didalam kriteria desain agar mengikuti standar
yang berlaku secara nasional maupun internasional sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan.

2.1. Substansi Kriteria Desain Geometrik Jalan


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Geometrik Jalan diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Geometrik Jalan dibedakan antara perencanaan jalan tol
untuk daerah perkotaan (urban) dan jalan tol untuk daerah antar kota (interurban).
b. Pengusulan Kriteria Desain Geometrik Jalan, sekurang-kurangnya tersusun atas :
1) Kriteria Desain untuk Jalan Utama;
2) Jalan Penghubung (Ramp); dan
3) Simpang Susun (Interchange).
c. Kriteria Desain untuk Jalan Non Tol juga harus disediakan dalam pengusulan Kriteria
Desain Geometrik Jalan.
d. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Geometrik Jalan pada Jalan Utama dan
Jalan Penghubung, baik pada Jalan Tol Perkotaan dan Jalan Tol Antar Kota sekurang-
kurangnya tersusun atas:
1) Kecepatan Rencana;
2) Potongan Melintang, meliputi :
 Lebar dan Jumlah Lajur;
 Lebar Bahu Dalam dan Luar;
 Lebar Median dan Separator (jika ada);
 Kemiringan Melintang Normal Lajur Lalu Lintas;
 Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar;
 Lebar Ruang Bebas;
 Tinggi Ruang Bebas;
 Kedalaman Ruang Bebas;
 Lebar Rumija / ROW dan Lebar Ruwasja)
3) Jarak Pandang Henti;
4) Alinyemen Horizontal, meliputi :
 Jari-jari Tikungan berdasarkan nilai Superelevasi Minimum;
 Jari-jari Tikungan dengan Kemiringan Normal;
 Panjang Tikungan;
 Superelevasi Maksimum;
 Panjang Lengkung Peralihan;
 Jari-jari Tikungan Tanpa Lengkung Peralihan;
 Kemiringan Permukaan Relatif.
5) Alinyemen Vertikal, meliputi :
 Kelandaian Minimum;
 Kelandaian Maksimum;
 Jari-jari Lengkung Vertikal;
 Panjang Lengkung Vertikal.
e. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Geometrik Jalan pada Simpang Susun
(Interchange) dan Junction untuk Ramp Terminal dan sistem meliputi :
1) Jari-Jari Tikungan Minimum;

5
2) Jari-Jari Lengkung Vertikal Minimum Standar;
3) Landai Maksimum;
4) Landai Minimum;
5) Jalur Perlambatan;
6) Jalur Percepatan
7) Taper.
f. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Geometrik Jalan pada Jalan Non Tol
sekurang-kurangnya tersusun atas:
1) Fungsi Jalan, Pemilik Jalan, Lebar dan Jumlah Lajur Jalan Eksisting, Perkerasan;
2) LHR, Tipe Jalan;
3) Kecepatan Rencana;
4) Potongan Melintang, meliputi :
 Rumaja;
 Rumija;
 Ruwasja;
 Lebar Badan Jalan;
 Lebar dan Jumlah Lajur;
 Lebar Bahu;
 Lebar Median;
 Lebar Pemisah Lajur;
 Lebar Saluran Tepi;
 Lebar Ambang Pengaman;
 Kemiringan Lajur;
 Kemiringan Bahu.
5) Potongan Memanjang, meliputi :
 Jarak Antar Jalan Masuk;
 Jarak antar Simpang Sebidang;
 Superelevasi Maksimum dan Kelandaian.
g. Pemasangan peredam tumbukan/bantalan tabrakan agar dilakukan pada objek-objek
yang merupakan hazard seperti pada pertemuan dengan off ramp jalan tol.

2.2. Substansi Kriteria Desain Struktur Perkerasan Jalan


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Struktur Perkerasan Jalan diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Struktur Perkerasan Jalan harus menyediakan Kriteria
Desain untuk Struktur Perkerasan Jalan Lentur dan Struktur Perkerasan Jalan Kaku atau
Komposit.
b. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Lentur
sekurang-kurangnya tersusun atas :
1) Karakteristik Lalu Lintas, meliputi
 LHR;
 Umur Rencana;
 Pertumbuhan Lalu Lintas;
 Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan;
 Koefisien Distribusi Kendaraan berupa Faktor Distribusi Lajur dan Faktor
Distribusi Arah, Reliabilitas, dan Daya Layan.
2) Koefisien Drainase, meliputi :
 Variabel Mutu Drainase;
 Koefisien Drainase.
3) Indeks Permukaan, meliputi :
 Indeks Permukaan Akhir;
 Indeks Permukaan Awal.

6
4) Modulus Resilien Tanah Dasar
5) Koefisien Kekuatan Relatif Lapisan, meliputi :
 Lapis Permukaan Beton Aspal;
 Lapis Pondasi Granular;
 Lapis Pondasi Bawah Granular;
 Lapis Pondasi Bersemen;
 Lapis Pondasi Beraspal.
6) Tebal Lapis Minimum
7) Indeks Tebal Perkerasan (ITP) atau Structural Number (SN).
c. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Kaku
sekurang-kurangnya tersusun atas:
1) Daya Dukung Tanah;
2) Jenis Sambungan;
3) Bahu;
4) Jenis dan Tebal Lapis Pondasi Bawah;
5) CBR Efektif;
6) Kuat Lentur (Flexural Strength);
7) Faktor Keamanan Beban;
8) Taksiran Tebal Pelat Beton;
9) Tegangan Ekivalen (TE) dan Faktor Erosi (FE);
10) Faktor Rasio Tegangan (FRT);
11) Beban per Roda;
12) Jumlah Repetasi Ijin untuk Fatik;
13) Jumlah Repetasi Ijin untuk Erosi.
d. Untuk Jalan Utama
e. Bahu
f. Jalan Akses
g. Jalan Simpang Sebidang
h. Jalan Lokal
i. Frontage

2.3. Substansi Kriteria Desain Struktur dan Jembatan


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Struktur dan Jembatan diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Struktur dan Jembatan harus menyediakan persyaratan-
persyaratan dalam perencanaan Struktur dan Jembatan, meliputi Persyaratan Umur
Rencana, Persyaratan Umum, Persyaratan Material Struktur, Persyaratan
Durabilitas Struktur, serta Persyaratan Pemeliharaan dan Akses Inspeksi.
b. Dari aspek desain, perencanaan jembatan harus memenuhi standar yang berlaku di
Indonesia atau standar Internasional yang umum digunakan pada perencanaan
jembatan. Perencanaan harus memenuhi pokok-pokok perencanaan sebagai berikut :
Kekuatan dan Stabilisasi Struktur; Kelayanan (Kenyamanan); Kemudahan Pelaksanaan
dan Pemeliharaan; Ekonomis; Pertimbangan Aspek Lingkungan, Sosial dan Aspek
Keselamatan Jalan; dan Keawetan Jangka Panjang.
c. Persyaratan Umur Rencana dalam Kriteria Desain Struktur dan Jembatan, sekurang-
kurangnya memuat Umur Rencana Jembatan serta Umur Rencana Elemen-elemen
Jembatan (meliputi Bantalan Jembatan, Sendi Pergerakan, Lapis Permukaan Jalan,
Lapis Material Struktur dan Kelengkapan Jembatan).
d. Persyaratan Umum dalam Kriteria Desain Struktur dan Jembatan, sekurang-kurangnya
memuat Persyaratan Ruang Bebas Vertikal dibawah jembatan berdasarkan Peraturan
Menteri Perhubungan No. 68 Tahun 2011, Persyaratan Beban-beban, meliputi Beban
Permanen (terdiri atas Beban Mati Sendiri, Beban Mati Tambahan, Beban akibat
Tekanan Tanah, dan Beban pada saat Pelaksanaan), Beban Lalu Lintas (terdiri atas

7
Beban Lajur ‘D’, Beban Truk ‘T’, Gaya Rem, Gaya Sentrifugal, Beban Pejalan Kaki,
Gaya akibat Tumbukan Kendaraan, dan Beban Fatik), dan Beban Aksi Lingkungan
(terdiri atas Penurunan, Temperatur, Susut dan Rangkak, Prategang, Beban Aliran Air,
Benda Hanyutan dan Tumbukan Batang Kayu, Beban Hidrostatis dan Gaya Apung,
Beban Angin, Beban Gempa, Beban Gesekan Perletakan dan Getaran), serta
Kombinasi Beban termasuk didalamnya persyaratan beban gempa jembatan.
e. Persyaratan Durabilitas Struktur dalam Kriteria Desain Struktur dan Jembatan, harus
memenuhi persyaratan.
f. Persyaratan Pemeliharaan dan Akses Inspeksi, sekurang-kurangnya memuat Akses ke
Lokasi Inspeksi Jembatan, meliputi Akses Pemeliharaan Kabel Eksternal, Akses
Perbaikan Bearing Pad, Akses Pemeliharaan Pipa Drainase hingga ke Buangan Akhir,
Akses Pemeliharaan Lampu, serta Akses Pemeliharaan Expantion Joint.
g. Pemasangan tiang/pilar jembatan dimedian jalan tol agar dihindari semaksimal
mungkin, merujuk pada aspek keselamatan transportasi. Pilar jembatan di median perlu
diamankan dengan pagar pengaman yang kuat.

2.4. Substansi Kriteria Desain Geoteknik


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Geoteknik diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kondisi umum perancangan antara lain :
1) kondisi perancangan jangka pendek dannjangka panjang harus dipertimbangkan;
2) pada perencanaan geoteknik, spesifikasi rinci dari suatu kondisi perancangan harus
mencakup hal-hal dibawah ini.
a) gaya-gaya yang bekerja, kombinasinya serta kondisi pembebanannya,
b) kesesuaian tanah secara umum untuk penempatan suatu struktur, berkenaan
dengan stabilitas global dan pergerakan tanah,
c) pengaturan dan pengklasifikasian berbagai zona tanah, batuan dan elemen-
elemen konstruksi, yang digunakan dalam model perhitungan,
d) dipping bedding planes,
e) pekerjaan tambang, penggalian atau struktur bawah tanah lainnya,
f) kondisi struktur yang berada di atas atau berdekatan dengan batuan:
 berada diantara lapisan tanah keras dan lunak,
 sesar, kekar dan rekahan,
 ketidakstabilan blok-blok batuan yang mungkin terjadi,
 terdapatnya rongga, lubang atau rekahan yang terisi material lunak dan proses
tersebut berkelanjutan,
g) lingkungan tempat struktur berada, termasuk
 efek gerusan, erosi dan penggalian, yang mengakibatkan perubahan geometri
permukaan tanah,
 efek korosi kimiawi,
 efek pelapukan,
 efek musim kering tang berkepanjangan,
 variasi tinggi muka air, termasuk misalnya efek dewatering, kemungkinan
terjadinya banjir, kerusakan sistem drainase, dan eksploitasi air,
 munculnya gas dari dalam tanah,
 efek-efek waktu dan lingkungan lainnya terhadap kekuatan dan sifat material
lainnya, misalnya efek lubang yang diakibatkan oleh aktivitas hewan.
h) Gempa
i) Pergerakan tanah yang diakibatkan oleh penurunan/subsidence karenapenggalian
atau aktivitas lainnya,
j) Sensivitas struktur terhadap deformasi,
k) Efek struktur baru terhadap struktur eksisting, pelayanan dan lingkungan sekitar.

8
b. Perencanaan memperhatikan Spesifikasi Pondasi yang berupa perencanaan untuk
Pondasi Dalam, Pondasi Dangkal dan Syarat Penurunan Pondasi.
c. Pondasi Dalam dapat berupa Tiang Bor ataupun Tiang Pancang dimana kapasitas daya
dukung dimobilisir oleh tahanan friksi dan/atau tahanan ujung pondasi. Selain itu
pondasi dalam juga dapat digunakan sebagai penahan gaya lateral seperti secant pile
dan continous pile dengan memanfaatkan kapasitas lentur.
d. Pondasi Dangkal dapat digunakan pada lokasi dengan daya dukung tanah yang cukup.
Jika terdapat potensi masalah penurunan, penggunaan pondasi dangkal tidak
disarankan.
e. Kriteria Perencanaan Timbunan meliputi Kemiringan Lereng Timbunan, Berm,
Material Timbunan, Stabilitas Timbunan, Penurunan Timbunan, Tinggi Minumum
Tanah dasar, Timbunan pada Oprit Jembatan.
f. Kriteria Perencanaan Galian meliputi Kemiringan Lereng Galian, Stabilitas Lereng
Galian.
g. Kriteria Perencanaan Tanah Lunak meliputi Beban Lalu Lintas, Faktor Keamanan,
Kriteria Deformasi, dan Beban Gempa.
h. Kriteria Perencanaan Daerah Longsor memperhatikan Klasifikasi Longsoran.

2.5. Substansi Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase Jalan Tol
Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase Jalan Tol
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bangunan Air meliputi Drainase, Irigasi, Sungai, Danau dan Saluran Air Lainnya.
b. Analisis Hidrologi dalam Kriteria Desain ini, sekurang-kurangnya memuat analisa
mengenai Curah Hujan Rata-rata Maksimum Area (meliputi Analisis Point Rainfall
dengan menggunakan metode Annual Series, Partial Series dan/atau Annual
Exceedence, Analisis Area Rainfall dengan menggunakan metode Rerata Aljabar,
Poligon Thiessen dan/atau Ishoyet, serta Uji Statistk Nilai Rata-rata Curah Hujan
dengan menggunakan metode Iwai dan/atau lainnya), Distribusi Frekuensi (meliputi
Distribusi Frekuensi dengan menggunakan metode Distribusi Normal, Log-Normal,
Gumbel dan/atau Log Pearson III, serta Analisis Frekuensi dengan menggunakan
metode Moment), Uji Kesesuaian Distribusi (dengan menggunakan metode Uji
Smirnov-Kolmogorov dan/atau Uji Chi Kuadrat), Intensitas Hujan (dengan
menggunakan metode Haspers, Weduwen dan/atau Mononobe), serta Debit Banjir
Rencana (dengan menggunakan metode Rasional, regresi dan/atau Hidrograf).
c. Analisis Hidraulika, sekurang-kurangnya memuat persyaratan mengenai Periode Ulang
dan Spesifikasi Saluran (meliputi Material, Kemiringan, Panjang Saluran dan
Dimensi).
d. Pada perencanaan Jembatan agar dilakukan analisa perhitungan Deck Drain Jembatan,
dan memperhatikan elevasi muka air banjir dan peil banjir pada kawasan tertentu.

2.6. Substansi Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum (PJU) harus menetapkan
persyaratan-persyaratan dalam perencanaan, yang meliputi Penempatan Lampu
Penerangan dan Kekuatan Lampu Penerangan untuk Jalan Tol.
b. Persyaratan Penempatan Lampu Penerangan dalam Kriteria Desain Penerangan Jalan,
sekurang-kurangnya memuat persyaratan mengenai Sistem Penerangan, Jarak
Penempatan (meliputi Penempatan pada Jalan Satu Arah dan Jalan Dua Arah), serta
Spesifikasi (meliputi Tinggi Tiang, Jarak antar Tiang, Jarak Tiang ke Perkerasan, Jarak
Tepi Perkerasan ke Titik Penerangan Terjauh dan Sudut Inklinasi).
c. Persyaratan Kekuatan Lampu Penerangan dalam Kriteria Desain Penerangan Jalan,
sekurang-kurangnya memuat persyaratan mengenai Klasifikasi Jalan dan Kuat

9
Penerangan (meliputi Kuat Penerangan pada Daerah terbuka, Daerah Tertutup dan
Daerah Rambu Lalu Lintas).
d. PJU ditempatkan pada seluruh ruas tol untuk jalan tol perkotaan.
e. Untuk jalan tol antar kota PJU dipasang pada Simpang Susun, Jalan Akses, Simpang
Sebidang, Gerbang Tol, Barrier Gate, Rest Area dan Jembatan.

2.7. Substansi Kriteria Desain Rambu, Marka, dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Rambu, Marka, Guard Rail dan Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Rambu, Marka dan APILL harus menetapkan persyaratan-
persyaratan dalam perencanaan, meliputi Persyaratan Rambu, Persyaratan Marka dan
Persyaratan APILL.
b. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Rambu, , sekurang-kurangnya tersusun
atas Spesifikasi Teknis (meliputi Bentuk, Lambang, Warna dan Jenis) dan Spesifikasi
Penyelenggaraan (meliputi Posisi, Jarak, Tinggi dan Ukuran), yang direncanakan
sesuai dengan fungsinya (meliputi Rambu Peringatan, Larangan, Perintah, Petunjuk
dan/atau Peringatan Sementara).
c. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Marka, sekurang-kurangnya tersusun
atas Spesifikasi Teknis (meliputi Fungsi dan Karakteristik) dan Spesifikasi
Penyelenggaraan (meliputi Dimensi dan Posisi Penempatan), baik untuk Marka berupa
Peralatan (meliputi Paku Jalan, Alat Pengarah Lalu Lintas dan Pembagi Lajur Lalu
Lintas) maupun Marka berupa Tanda (meliputi Marka Membujur, Marka Melintang,
Marka Serong dan Marka Lambang).
d. Agar dipasang marka tepi berprofil (tactile) untuk memperingatkan pengemudi yang
keluar lajur.
e. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan APILL, sekurang-kurangnya tersusun
atas Jenis, Karakterisik, Ukuran dan Daya serta Posisi Penempatan/Pemasangannya.
f. Pemasangan guardrail harus disertai dengan pondasi yang kuat namun tetap flexible
untuk mengembalikan kendaraan yang keluar jalur kembali ke jalur asal, serta
dipertimbangkan lokasi penempatan guardrail, dimensi, panjang, bahan dan tipe pagar
keselamatan (dengan kualitas paling sedikit tipe TL 4) yang akan digunakan.

2.8. Substansi Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol, harus
menetapkan persyaratan-persyaratan, meliputi Persyaratan Gerbang Tol,
Persyaratan Pulau Tol, Persyaratan Gardu Tol dan Persyaratan Kantor Gerbang
Tol.
b. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Gerbang Tol, sekurang-kurangnya
tersusun atas Jarak Minimum Antar Gerbang Tol, Kemiringan Melintang dan
Lebar Permukaan Jalan pada Daerah Gerbang Tol.
c. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Pulau Tol, sekurang-kurangnya
tersusun atas Dimensi Pulau Tol dan Dimensi Ruang Bebas Pulau Tol.
d. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Gardu Tol, sekurang-kurangnya
tersusun atas Dimensi Gardu Tol.
e. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Kantor Gerbang Tol, sekurang-
kurangnya tersusun atas Luas dan Fasilitas Kantor Gerbang Tol berdasarkan Tipe-
nya.
f. Standar Desain Gerbang Tol mempertimbangkan konsep bangunan ramah lingkungan,
hemat energi dengan pemanfaatan teknologi tenaga surya, desain yang sederhana,
efisien fungsi dan ruang, memiliki struktur yang kuat, mudah dalam pemeliharaan dan
pengoperasian serta dapat dibangun pada kondisi lahan yang terbatas.

10
g. Untuk Gardu Tol Otomatis, lebar Pulau Tol adalah 1,5 meter dengan memperhatikan
kebutuhan penempatan alat transaksi tol dan kebutuhan dalam masa pengoperasian.

2.9. Substansi Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Lansekap Jalan Tol harus memenuhi persyaratan kriteria visual, yang
mempertimbangkan faktor kecepatan kendaraan dan visual pengendara
b. Lansekap Jalan Tol harus memenuhi kriteria Tata Tanaman (meliputi Fungsi, Habitus,
Ukuran dan Bentuk Tanaman), Pola Tata Tanaman, Fungsi dan Karakter Lansekap.
c. Desain Lansekap Tempat Istirahat dan Pelayanan harus memperhatikan zonasi kawasan
hijau dengan Area Parkir, Pemilihan View, Sirkulasi Kendaraan: jalur pejalan kaki yang
menerus dan terlindungi dari hujan, panas dan lalulintas kendaraan.
d. Kriteria Tata Tanaman diatas harus disesuaikan dengan Segmentasi Ruas Jalan Tol,
meliputi daerah Jalan Utama, Simpang Susun/ Junction, Median, Tempat Istirahat
dan/atau Gerbang Tol.

2.10. Substansi Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Perencanaan fasilitas dapat disesuaikan dengan hasil pengujian terlebih dahulu,
sehingga dapat ditentukan Tipe Fasilitas yang harus diakomodasi pada lokasi terkait,
meliputi Tipe Fasilitas A (Tipe A), Tipe Fasilitas B (Tipe B) dan/atau Tipe Fasilitas C
(Tipe C).
b. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Tempat Istirahat dan Pelayanan, harus
memenuhi persyaratan Spesifikasi Fasilitas (meliputi Kebutuhan Luas Lahan, Area
Parkir, Area Toilet, Area Mushola, Area Ruang Terbuka, Area Restoran, Area
Warung/Kios, Fasilitas SPBU, Bengkel, Klinik Kesehatan, Minimarket, serta Fasilitas
Inap) dan Jarak Lokasi.
c. Geometrik Jalan pada Tempat Istirahat dan Pelayanan harus didesain sesuai dengan
kaidah perencanaan geometrik jalan tol, yang harus memperhatikan Kecepatan
Rencana, Lebar Lajur, Lebar Bahu, Kemiringan Melintang, Landai Maksimum, Jarak
Lajur Perecepatan, dan Jarak Lajur Perlambatan.

3. Parameter-Parameter dalam Substansi Kriteria Desain


Beberapa penjelasan Kriteria Desain dalam bentuk Tabel dan Penjelasan Dokumen Rencana
Teknik Akhir (RTA) yang disediakan pada Petunjuk Pelaksanaan RTA Jalan Tol ini yang
meliputi:
a. Kriteria Desain Geometrik Jalan
b. Kriteria Desain Geoteknik
c. Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase Jalan Tol
d. Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum
e. Kriteria Desain Rambu, Marka, dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
f. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
g. Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol
h. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan
Keseluruhan Kriteria Desain tersebut dapat dilihat lebih rinci sebagai berikut.

11
3.1. Kriteria Desain Geometrik Jalan

Tabel 1. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Perkotaan (Urban)
No Parameter Geometrik Satuan Nilai
1 Kecepatan Rencana (minimum) km/jam 100 80 60
2 Potongan Melintang
a. Lebar Lajur Lalu Lintas (minimum) m 3,5 3,5 3,5
b. Lebar Bahu Luar (minimum) m 2,0 2,0 2,0
c. Lebar Bahu Dalam (minimum) m 1,0 0,75 0,5
d. Lebar Median (minimum) m
e. Kemiringan Melintang Normal Lajur Lalu % 2,0 2,0 2,0
Lintas
f. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar % 4,0 4,0 4,0
g. Lebar Ruang Bebas (minimum) m 22,0 22,0 22,0
h. Tinggi Ruang Bebas Vertikal (minimum) m 5,1 5,1 5,1
i. Kedalaman Ruang Bebas (minimum) m 1,5 1,5 1,5
j. Lebar Rumija / ROW (minimum) m 30,0 30,0 30,0
k. Lebar Ruwasja (minimum, dari as jalan) m 40,0 40,0 40,0
3 Jarak Pandang Henti (minimum) m 165 110 75
4 Alinyemen Horizontal
a. Jari-jari Tikungan (minimum) m 700 400 200
b. Jari-jari Tikungan dengan Kemiringan m 5000 3500 2000
Normal (minimum), dengan i=2,0%
c. Panjang Tikungan (minimum) m 170 140 100
d. Superelevasi (maksimum) % 8 8 8
e. Panjang Lengkung Peralihan (minimum) m 85 70 50
f. Jari-jari Tikungan Tanpa Lengkung m 1500 1000 600
Peralihan (minimum)
g. Kemiringan Permukaan Relatif - 1/225 1/200 1/175
(maksimum)
5 Alinyemen Vertikal
a. Kelandaian Maksimum % 3,0 4,0 5,0
b. Jari-jari Lengkung Vertikal
 Cembung m 10.000 4.500 2.000
 Cekung m 4.500 3.000 2.000
c. Panjang Lengkung Vertikal (minimum) m 85 70 50

12
Tabel 2. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Antar Kota (Interurban)
No Parameter Geometrik Satuan Nilai
1 Kecepatan Rencana km/jam 120 100 80
2 Potongan Melintang
a. Lebar Lajur Lalu Lintas m 3,60 3,60 3,60
b. Lebar Bahu Luar m 3,0 3,0 3,0
c. Lebar Bahu Dalam m 1,5 1,5 1,0
d. Lebar Median (termasuk bahu dalam) m 3,8 3,8 3,8
e. Kemiringan Melintang Normal Lajur Lalu % 2,0 2,0 2,0
Lintas
f. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar % 4,0 4,0 4,0
g. Lebar Ruang Bebas (minimal) m 30,0 30,0 30,0
h. Tinggi Ruang Bebas Vertikal (minimal) m 5,0 5,0 5,0
i. Kedalaman Ruang Bebas (minimal) m 1,5 1,5 1,5
j. Lebar Rumija / ROW (minimal) m 40,0 40,0 40,0
k. Lebar Ruwasja (minimal, dari as jalan) m 75,0 75,0 75,0
3 Jarak Pandang Henti (minimal) m 210 165 110
4 Alinyemen Horizontal
a. Jari-jari Tikungan (minimal) m 660 700 400
b. Jari-jari Tikungan dengan Kemiringan m 7500 5000 3500
Normal (minimal)
c. Panjang Tikungan (minimal) m 200 170 140
d. Superelevasi (maksimal), menggunakan % 8 8 8
nilai Maksimum untuk jalan tol antarkota
dengan curah hujan tinggi
e. Panjang Lengkung Peralihan (minimal) m 100 85 70
f. Jari-jari Tikungan Tanpa Lengkung m 2100 1500 1000
Peralihan (minimal)
g. Kemiringan Permukaan Relatif - 1/250 1/225 1/200
(maksimal)
5 Alinyemen Vertikal
a. Kelandaian Maksimum % 2,0 3,0 4,0
b. Jari-jari Lengkung Vertikal
 Cembung m 17.000 10.000 4.500
 Cekung m 6000 4.500 3.000
c. Panjang Lengkung Vertikal (minimal) m 100 85 70

13
Tabel 3. Kriteria Desain Geometrik Ramp Simpang Susun
No Parameter Geometrik Satuan
Nilai
1 Kecepatan Rencana (minimum) km/jam 40
2 Potongan Melintang
a. Lebar Lajur m 4,00
b. Lebar Bahu Luar m 3,00
c. Lebar Bahu Dalam m 1,00
d. Lebar Marka Pemisah Jalur/Median m 0,80
e. Kemiringan Melintang Jalur Lalu Lintas Normal % 2,00
f. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar (bahu luar % 2,00
berupa Rigid Pavement)
g. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar (bahu luar % 4,00
berupa Flexible Pavement)
h. Superelevasi Maksimum % 8,00
i. Tinggi Ruang Bebas Vertikal Minimum m 5,10
3 Jarak Pandang Henti m 40
4 Alinyemen Horizontal
a. Jari-jari Tikungan Minimum m 50
b. Jari-jari Tikungan Minimum untuk Bagian Jalan dengan m 800
Kemiringan Normal
c. Jari-jari Tikungan Minimum tanpa Lengkung Peralihan m 250
d. Panjang Minimum Bagian Peralihan m 35
e. Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum m 1/125
5 Alinyemen Vertikal
a. Landai Maksimum % 4,00
b. Jari-jari Lengkung Vertikal
 Cembung m 700
 Cekung m 700
c. Panjang Lengkung Vertikal m 35

Tabel 4. Kriteria Desain Simpang Susun (Interchange) untuk Ramp Terminal


No Parameter Geometrik Satuan Nilai
1 Kecepatan Rencana Jalan Tol km/jam 60 80 100 120
2 Ketentuan untuk Jalan Tol
a. Jari-jari tikungan minimum m 350 1.100 1.500 2.000
b. Jari-jari lengkung vertikal minimum
standar
- Cembung m 3.000 9.000 25.000 45.000
- Cekung m 2.000 8.000 12.000
3 Jalur Perlambatan, Normal
a. Panjang Jalur Perlambatan m 70 80 90 100
b. Panjang Taper m 45 50 60 70
4 Jalur Percepatan, Normal m
a. Panjang Jalur Percepatan m 120 160 180 200
b. Panjang Taper m 45 50 60 70

14
Tabel 5. Kriteria Desain Geometrik Jalan Akses

No. Parameter Geometrik Satuan Nilai

1. Kecepatan Rencana km/jam 40 60


2. Parameter Potongan Melintang
 Lebar Lajur Lalu Lintas m 4.00 4.00
 Lebar Bahu Luar m 3 3
 Lebar Bahu Dalam m 1 1
 Lebar Marka dan Concrete m 0.8 0.8
Barrier Pemisah Jalur
 Kemiringan Melintang Normal % 2 2
Jalur Lalu lintas
 Kemiringan Melintang Normal % 4 4
Bahu Luar
 Tinggi Ruang Bebas Vertikal m 5.10 5.10
Minimum
3. Jarak Pandang
 Jarak Pandang Henti Minimum m 40 75
4. Parameter Alinemen Horizontal
 Jari-jari Tikungan Minimum m 55 135
 Jari-jari Tikungan Minimum m 800 2000
Dengan Kemiringan Normal
 Panjang Minimum Lengkung m 500/ a atau 70 700/ a atau 100

 Superelevasi Maksimum % 8 8
 Panjang Lengkung Peralihan m 35 50
Minimum
 Jari-jari Tikungan Minimum m 250 600
Tanpa Lengkung Peralihan
 Kemiringan Permukaan Relatif - 1/125 1/175
Maksimum
5. Parameter Alinemen Vertikal :
 Landai Maksimum % 4 4
 Jari-jari Minimum Lengkung
Vertikal :
- Cembung m 700 2000
- Cekung m 700 2000
 Panjang Minimum Lengkung m 35 50
Vertikal

15
3.2. Kriteria Desain Geoteknik

Tabel 6. Nilai SPT Tanah


Tanah Lunak/Lepas, berdasarkan
NSPT Cohesive Soil Cohesionless Soil
NSPT Consistency NSPT Relative Density

<2 Very soft 0–4 Very loose

2–4 Soft 4 – 10 Loose

4–8 Medium 10 – 30 Medium

8 – 15 Stiff 30 – 50 Dense

15 – 30 Very stiff >50 Very dense

>30 Hard

Unconfined Compresion
Konsitensi Nilai NSPT Test Strenght qall (kn/m2)
Very soft <2 <25
Soft 2–4 25 – 40
Medium 4–8 50 – 100
Stiff (firm) 8 – 15 100 – 200
Very stiff 15 – 30 200 – 400
Hard >30 >400

16
Gambar 1. Klasifikasi Tanah berdasarkan Data Sondir

SPESIFIKASI PONDASI
1. Pondasi Dalam
Pondasi dalam dapat berupa tiang bor ataupun tiang pancang dimana kapasitas daya dukung
dimobilisir oleh tahanan friksi dan/atau tahanan ujung pondasi. Selain itu pondasi dalam juga
dapat digunakan sebagai penahan gaya lateral seperti secant pile dan contiguous pile dengan
memanfaatkan kapasitas lentur.
Tebal minimum selimut beton untuk seluruh tipe pondasi dalam adalah 75 mm.
a. Tiang Bor
 Metoda perhitungan yang digunakan adalah formula dari Reese and Wright
 Faktor keamanan : selimut = 1.5~2; ujung =2.5~3
 Mutu beton K-250, slump 16-18 cm
 Mutu baja fy=400 MPa
 Jarak antar tiang 3D (center-center)
 Metoda pemboran adalah dry boring/wet boring (kondisional)
 Defleksi lateral max ¼”
 Daya dukung tiang tarik = (0.4~0.7) x qallowable
b. Tiang Pancang
 Metoda perhitungan yang digunakan adalah formula dari Mcoyle
 Faktor keamanan : selimut = 2.5 - 3; ujung =2.5
 Jarak antar tiang 3D (center-center)
 Bentuk dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan (digunakan diameter 60cm)
 Defleksi lateral max ¼’’
 Daya dukung tiang tarik = (0.4~0.7) x qallowable

17
Pada pondasi tiang, tahanan friksi tarik adalah 0.75 dari tahanan friksi tekan. Sedangkan
faktor reduksi tidak diperlukan pada pondasi bore pile. Pondasi dalam harus
direncanakan mampu menahan gaya lateral akibat beban kerja dengan defleksi lebih kecil
dari defleksi ijin struktur. Sebagai batasan, defleksi lateral ijin pondasi dalam dapat
dilihat dalam Tabel selanjutnya.

2. Pondasi Dangkal
a. Pondasi dangkal dapat digunakan pada lokasi dengan daya dukung tanah yang cukup.
Jika terdapat potensi masalah penurunan, penggunaan pondasi dangkal tidak disarankan.
b. Angka keamanan pada penentuan kapasitas daya dukung ijin pondasi adalah:
(a) Saat menerima beban mati saja (DL) SF = 3.0
(b) Saat menerima beban mati + beban hidup (DL + LL) SF = 2.5
c. Penurunan maksimum yang diijinkan pada pondasi dangkal dapat dilihat dalam Tabel
berikut.
d. NSPT pada dasar pondasi > 40
e. Faktor keamanan geser > 1.5
f. Faktor keamanan guling > 2.0

3. Syarat Penurunan Pondasi


a. Total penurunan Max 2.5 cm
1
b. Differential :  < L; (L =jarak pier)
250

Tabel 7. Penurunan Ijin Maksimum Pondasi


Penurunan ijin maksimum
Total Differential
Tipe Pondasi
Jangka Jangka pendek
Jangka pendek
panjang & panjang
Pondasi dangkal 20 mm 20 mm 1 : 1000
Pondasi dalam 15 mm 25 mm 1 : 1000

Tabel 8. Defleksi Lateral Ijin Maksimum Pondasi


Penurunan ijin maksimum
Total Differential
Tipe Pondasi
Jangka Jangka pendek
Jangka pendek
panjang & panjang
Pondasi dalam 15 mm 25 mm 1 : 1000

18
SPESIFIKASI PENGUATAN TEBING
Berdasarkan No. 11/S/BNKT/1991 Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan
Kota
1. Spesifikasi
Lereng yang baik, alami, dan stabil pada galian atau timbunan konstruksi jalan sangat
diperlukan didalam perencanaan jalan di perkotaan. Lereng galian atau timbunan dibuat
selandai mungkin dan pada daerah peralihan antara lereng dengan bagian datar dibuat
berbentuk lengkung.
Kelandaian dari lereng galian dan timbunan dipengaruhi oleh jenis materialnya yang
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
a. Material Tanah
Jenis tanah sangat mempengaruhi kelandaian dan stabilitas lereng galian dan timbunan.
Komposisi tanah yang didominasi oleh lempung (clay) dan lanau (silt) umumnya rawan
terjadi erosi, untuk itu disarankan perencanaan lerengnya lebih landai dari 3:1 (H:V).
Tabel berikut ini dapat dipakai sebagai pedoman perencanaan lereng, dimana angka yang
tercantum adalah persyaratan maksimal.

Tabel 9. Kelandaian Lereng Yang Disarankan


Kondisi Topografi
Tinggi
Cukup Keterangan
galian/timbunan Daftar/Rolling Terjal
Terjal
0 – 1.2 6:1 4:1 4:1  Tidak berlaku
untuk tanah
1.2 – 3 4:1 2:1 2:1
lempung dan
3 – 4.5 4:1 2.5 : 1 1.75 : 1* lanau
4.5 – 6 2:1 2:1 15 : 1*
6> 2:1 1.5 - 1 1.5 : 1*

b. Material Batu
Perencanaan lereng batuan sangat beragam yang dipengaruhi oleh teknologi yang
digunakan untuk penggaiian dan kekerasan batuannya dalam hal ini umumya dipakai
kelandaian 1 : 2.
Apabila pelaksanaan digunakan metode seperti “pre splitting”, maka kelandaian lereng
bisa dibuat lebih terjal yaitu antara 1/6 : 1 sampai dengan 1/12 : 1, dengan catatan hanya
pada jenis batuan yang keras.

c. Material Pilihan

2. Kriteria
Pada material yang sejenis kelandaian lereng timbunan akan lebih rendah dari pada galiannya.
Bentuk peralihan lereng di kaki lereng pada material tanah dianjurkan untuk kelandaian lereng
4 : 1 sampai dengan 2 : 1.
Fungsi utama dari bentuk peralihan lengkung adalah untuk :
a. Memberikan keselamatan bagi para pengemudi yang lepas kontrol ke luar dari jalur lalu –
lintas.
b. Memberikan aliran air dan hembusan angin yang lebih baik sehingga akan menambah
kestabilan lereng.

19
Bentuk peralihan bulat berlaku juga pada ujung atas dari galian atau timbunan. Apabila
ketinggian timbunan atau galian tidak dapat memberikan jaminan keselamatan bagi
pengendara maka sisi jalan harus dipasang rel pengaman (guard rail). Kondisi timbunan atau
galian lebih besar 2.5 m atau konstruksi galian atau timbunan dibuat dari material yang labil,
maka lereng harus dibuat terasering.

3.3. Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase Jalan Tol


 Hidrologi
Analisis hidrologi dimaksudkan untuk memprediksi karakteristik hujan rancangan dan
debit air rancangan yang akan digunakan sebagai dasar dalam penentuan dimensi
saluran di sekitar kawasan jalan tol yang akan dikembangkan. Beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dalam suatu analisis hidrologi, yaitu:
a. Curah Hujan Rata-rata Maksimum Area DAS (Area Rainfall)
 Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan point rainfall,
adalah Annual Series, Partial Series dan Annual Exeedence. Untuk
mendapatkan nilai area rainfall yang memiliki keakuratan yang baik, perlu
dianalisa dahulu point rainfall masing-masing stasiun yang digunakan.
 Analisa curah hujan maksimum daerah dapat diperoleh dengan penentuan area
rainfall yang dapat dianalisa dengan menggunakan satu diantara metode
berikut, yaitu metode rerata aljabar, poligon Thiessen dan/atau isohyet.
 Nilai rata-rata curah hujan harian maksimum (dalam tingkatan data) harus diuji
secara statistik terhadap nilai maksimum dan minimumnya, yang dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Iwai.
b. Distribusi Frekuensi
 Beberapa distribusi yang dapat digunakan, antara lain distribusi normal, log-
normal, extreme value Type I (Gumbel), dan/atau log Pearson III (LP3).
 Analisis frekuensi untuk pemilihan distribusi hujan yang sesuai untuk daerah
yang ditinjau dapat dilakukan dengan metode yang lazim digunakan di
Indonesia, yaitu metode moment. Dengan menghitung parameter statistik
seperti nilai rerata, standar deviasi, koefisien variasi, koefisien skewness dan
koefisien kurtosis dari data yang ada serta diikuti dengan uji statistik, maka
distribusi probabilitas hujan yang sesuai dapat ditentukan.
c. Uji Kesesuaian Distribusi
 Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengujian kesesuaian distribusi,
yaitu uji Sminov-Kolmogorov dan/atau uji Chi Kuadrat.
d. Intensitas Hujan
 Curah hujan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis perlu
diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan, yang akan digunakan dalam
perencanaan saluran (hidrolika).
 Lengkung intensitas dapat diperoleh dengan data hujan otomatik dan/atau
empirik. Apabila dengan cara empirik, perhitungan lengkung intensitas dapat
dilakukan dengan metode Haspers dan/atau Mononobe, yang hasilnya
diinterpretasikan dalam bentuk grafik dengan sumbu Y adalah nilai intensitas
dan sumbu X adalah nilai durasi.
e. Debit Banjir Rencana
 Penentuan debit banjir rencana dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
metode Rasional, Regresi dan/atau Hidrograf.
f. Debit banjir rencana wajib dipakai dari perhitungan debit apabila tersedia data
ketinggian air pada suatu pengaliran sungai.

20
 Sistem Drainase Jalan Tol
Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari saluran samping, gorong-gorong dan
saluran penangkap (interceptor ditch). Beberapa ketentuan-ketentuan dalam
perencanaan drainase atau hidrolika yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a. Sebelum merencanakan keseluruhan saluran tersebut, harus dipenuhi beberapa
ketentuan antara lain sebagai berikut Alinyemen vertikal jalan, tipe saluran yang
dipakai, kemiringan saluran yang diperbolehkan.
b. Periode ulang perencanaan saluran drainase, yaitu 10 tahun (saluran samping yang
masuk ke sungai), 25 tahun (saluran samping yang masuk ke gorong-gorong), 25
tahun (gorong-gorong), 50 tahun (sungai dengan debit < 200 m3/detik) dan 100
tahun (sungai dengan debit ≥ 200 m3/detik).
c. Pada perencanaan saluran samping, dapat dihitung dengan formula aliran seragam
dengan rumus kontinyuitas yang dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel, yaitu luas
penampang basah saluran dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran harus
diperhitungkan dengan mempertimbangkan variabel koefisien Manning, jari-jari
hidrolis saluran dan kemiringan dasar saluran.
d. Pada perencanaan gorong-gorong, harus memperhatikan beberapa ketentuan
berikut:
 Perencanaan gorong-gorong, baik itu dengan bentuk pipa tunggal dan/atau lebih
ataupun box culvert, dipertimbangkan mengenai topografi daerah aliran karena
akan menyangkut kedalam beberapa ketetapan, yaitu bentuk, dimensi, elevasi
dasar inlet dan outlet, panjang serta kemiringan gorong-gorong.
 Perencanaan gorong-gorong diperhitungkan terhadap 3 (tiga) kondisi keadaan
aliran, yaitu aliran bebas (free flow), aliran transisi (transition flow) dan aliran
tekan (pressure flow).
 Ditempatkan melintang pada jalan yang berfungsi untuk menampung air dari
selokan samping jalan dan membuangnya.
 Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
 Harus dibuat dengan tipe permanen, dan bagian gorong-gorong secara umum
terdiri dari 4 (empat) bagian konstruksi utama yaitu:
o Pipa kanal air utama, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian udik
ke bagian hilir
o Tembok kepala yang menopang ujung lereng jalan, tembok penahan yang
dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk menahan bahu jalan dan
kemiringan jalan
o Apron (lantai dasar) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya
erosi dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat Lumpur, bentuk gorong-
gorong tergantung pada tempat dan tingginya timbunan serta besarnya debit
yang dialirkan
o Bak penampung diperlukan pada kondisi pertemuan antara gorong-gorong
dengan saluran tepi atau pertemuan lebih dari dua aliran
 Kemiringan gorong-gorong dibuat agar aliran air didalam gorong-gorong
berfungsi dengan sempurna dan tidak menimbulkan erosi maupun sedimentasi,
untuk keperluan tersebut kemiringan gorong-gorong dibuat antara 0.5 % - 2 %.
 Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 m, untuk di daerah
pegunungan, atau daerah bergelombang bisa dua atau tiga kali lebih panjang,
atau disesuaikan dengan lokasi alur drainase eksisting yang ada.
 Dimensi gorong-gorong (untuk tipe gorong-gorong bulat) diameter minimum
150 cm dan untuk tipe gorong-gorong persegi, tinggi (h) minimum 150 cm.
Kedalaman gorong-gorong yang aman terhadap permukaan jalan tergantung
pada tipe gorong-gorong, apakah itu tipe pipa tunggal dan lebih ataupun tipe
persegi (box culvert).

21
 Daerah Timbunan
o Saluran samping pada daerah timbunan mempunyai fungsi menjaga muka
air tanah pada badan jalan
o Tipe dari saluran samping disesuaikan dengan fungsi diatas, dengan
penambahan bangunan saluran pengaman timbunan tinggi
 Daerah Galian
o Saluran samping pada daerah galian mempunyai fungsi menjaga interupsi
muka air tanah dari daerah galian dan badan jalan
o Tipe dari saluran samping disesuaikan dengan fungsi diatas dengan
penambahan bangunan sub drain apabila perlu.

3.4. Kriteria Desain Penerangan Jalan Umum


1. Terdiri dari sumber cahaya (lampu/luminer), elemen-elemen optik (pemantul/reflector,
pembias/refractor, penyebar/diffuser), elemen-elemen elektrik (konektor ke sumber
tenaga/power supply, dan lain-lain), struktur penopang yang terdiri dari lengan
penopang, tiang penopang vertikal dan pondasi tiang lampu.
2. Penempatan penerangan pada ruas jalan tol, meliputi sistem penempatan, lokasi dan
ukuran lampu penerangan, diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel 10
berikut.

Tabel 10. Kriteria Desain Penempatan Lampu Penerangan Jalan Tol


No Parameter Satuan Nilai Catatan
Jalan Utama Sistem Menerus
Jalan Akses Sistem Menerus
Sistem
1 Interchange - Sistem Menerus -
Penerangan
Jembatan Sistem Menerus
Terowongan Sistem Menerus Bergradasi
Kiri-kanan jalan, kiri-kanan  Kiri-kanan Jalan:
jalan berselang, kiri-kanan L < 1,2 H
Jalan Satu Arah
jalan berhadapan dan/atau  Kiri -kanan Jalan
median jalan Berselang:
Jarak 1,2 H < L < 1,0 H
2 m
Penempatan Median jalan dan/atau  Kiri-kanan Jalan
kombinasi kiri-kanan berhadapan:
Jalan Dua Arah
berhadapan dengan median 1,6 H < L < 2,4 H
jalan  Median Jalan:
3L < 0,8 H
10 – 15 (rerata 13) Lampu Standar
Tinggi Tiang m
20 – 50 (rerata 30) Lampu Menara
Jarak Tiang m 3,0 H – 3,5 H (min. 30 m) H: Tinggi Tiang
Jarak Tiang ke
m 0,7 -
Ukuran Tepi Perkerasan
3
Lampu Jarak dari Tepi
Perkerasan ke L: Lebar Badan
m 12 L
Titik Penerangan Jalan
Terjauh
Sudut Inklinasi o 20 – 30 -

3. Kuat penerangan pada ruas jalan tol, diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada
Tabel 11 berikut.

22
Tabel 11. Kriteria Desain Kuat Lampu Penerangan Jalan Tol
No Parameter Satuan Nilai Catatan
Jalan Utama 22, 15, 11 Komersil,
Klasifikasi
1 Jalan Akses Lux 13, 10, 6 Menengah dan
Jalan
Pemukiman
Lalu Lintas Kend.,
 Rendah: 5, 2 ,9 Keselamatan
Daerah Terbuka  Sedang: 11, 6, 22 Pejalan Kaki, dan
 Tinggi: 22, 10, 43 Keamanan Pejalan
Kaki
Kuat  Rendah: 54, 54
2 Lux Siang Hari, Malam
Penerangan Daerah Tertutup  Sedang: 110, 54
Hari
 Tinggi: 540, 54
 Rendah: 100
Daerah Rambu
 Sedang: 200 -
Lalu Lintas
 Tinggi: 400

3.5. Kriteria Desain Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
1. Rambu
a. Rambu direncanakan sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai peringatan, larangan,
perintah, petunjuk dan/atau rambu peringatan sementara bagi pengguna jalan.
b. Rambu minimal tersusun atas komponen daun rambu (konvensional yang bersifat
retro reflektif dan/atau elektronik), dan dapat dilengkapi dengan tiang rambu dan
papan tambahan.
c. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan rambu yang harus diperhatikan, meliputi
spesifikasi teknis, berupa bentuk, lambang, warna, ukuran dan jenis (daun rambu,
huruf, angka dan simbol), serta spesifikasi penyelenggaraan, berupa posisi, jarak,
tinggi dan ukuran. Ketentuan terkait spesifikasi penyelenggaraan perencanaan
rambu diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Kriteria Desain Penyelenggaraan Rambu


No Parameter Nilai
 Sebelah kiri menurut arah lalu lintas dari tepi paling luar
bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan dan tidak
merintangi lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki
 Sebelah kanan menurut arah lalu lintas, apabila dalam
Posisi
lalu lintas satu arah dan tidak ada ruang pemasangan
jalan
 Ditempatkan diatas ruang manfaat jalan apabila jumlah
lajur lebih dari 2 (dua)
 Paling sedikit 60 cm dikur dari bagian terluar daun
rambu ke tepi paling luar bahu jalan
Jarak  Paling sedikit 30 cm apabila dipasang pada pemisah
Daun
1 jalan (median), dikur dari bagian terluar daun rambu ke
Rambu
tepi paling luar kiri dan kanan dari pemisah jalan
 Maksmimum 265 cm dan minimum 175 cm dikur dari
permu-kaan jalan tertinggi sampai dengan sisi daun
rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian
bahwah (apabila ada)
 Paling sedikit 120 cm untuk rambu pengarah tikungan
Tinggi
ke kiri dan kanan, diukur dari permukaan jalan sampai
dengan sisi daun rambu bagian bawah
 Paling sedikit 500 cm apabila ditempatkan diatas ruang
manfaat jalan, diukur dari permukaan jalan tertinggi
sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau

23
No Parameter Nilai
papan tambahan bagian bawah
 Ukuran kecil, dengan VR maksimum 30 km/jam
 Ukuran sedang, dengan VR maksimum 60 km/jam
Ukuran
 Ukuran besar, dengan VR maksimum 80 km/jam
 Ukuran sangat besar, dengan VR lebih dari 80 km/jam
 Satu tiang hanya dapat dipasang maks. dua buah daun
rambu
Tiang  Apabila tidak tersedianya ruan untuk pemasangan tiang
2 Posisi
Rambu rambu, rambu dapat dipasang pada tembok, kaki
jembatam bagian jembatan layang, tiang bangunan
utilitas dan pohon
 Ditempatkan pada sisi jalan sebelum tempat atau bagian
Posisi
jalan yang berbahaya
Rambu  Minimum 50 m untuk VR kurang dari 60 km/jam
3
Peringatan  Minimum 80 m untuk VR 60 – 80 km/jam
Jarak
 Minimum 100 m untuk VR 80 – 100 km/jam
 Minimum 180 m untuk VR lebih dari 100 km/jam
 Ditempatkan pada awal bagian jalan dimulainya
Rambu Posisi
4 larangan
Larangan
Jarak  Diesuaikan
 Sedekat mungkin pada awal/akhir perintah
Rambu Posisi  Ditempatkan di sisi jalan pada bagian jalan yang wajib
5
Perintah dilewati
Jarak  Disesuaikan
 Ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai
daya guna sebesar-besarnya dengan memperhatikan
keadaan jalan dan kondisi lalu lalu lintas
Posisi
 Ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan atau diatas
ruang manfaat jalan sebelum daerah, kawasan, rute atau
lokasi yang ditunjuk
 Rambu pendahulu petunjuk jurusan pada persimpangan
di depan, rambu pendahulu petunjuk jurusan yang
menunjukkan jurusan yang dituju, rambu pendahulu
petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur atau lajur
sebelah kiri untuk mencapai jurusan yang dituju, rambu
Rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur
6
Petunjuk atau lajur sebelah kanan untuk mencapai jurusan yang
dituju, dan rambu pendahulu petunjuk jurusan yang
menunjukkan jarak jurusan yang dituju, ditempatkan
Jarak
sedekat mungkin pada daerah, kawasan, rute, atau lokasi
yang ditunjuk dengan jarak maksimum 50 (lima puluh)
meter
 Rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan
jalur atau lajur untuk mencapai jurusan yang dituju pada
pintu keluar jalan tol ditempatkan dengan jarak paling
dekat 500 (lima ratus) meter dari lokasi yang ditunjuk,
dan dapt ditempatkan ulang dengan jarak minimum 250
(dua ratus lima puluh) meter.
 Ditempatkan pada bagian jalan sebelum, tepat, dan
sesudah lokasi bagian jalan rusak, keadaan tertenut dan
kegiatan tertentu
Rambu
Posisi  Penempatan rambu sebelum lokasi digunakan rambu
7 Peringatan
peringatan, pada saat di lokasi digunakan rambu
Sementara
perintah dan/atau larangan, sedangkan pada setelah
lokasi digunakan rambu perintah dan/atau larangan
Jarak  Disesuaikan
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas

24
2. Marka
a. Marka direncanakan sesuai dengan fungsinya, yang dapat direncanakan dalam
bentuk peralatan dan/atau tanda.
b. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan marka yang harus diperhatikan, diatur
dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel berikut.

3. Guard Rail
Guard rail dipasang pada lokasi:
a. Tinggi timbunan di atas 2,5 m dengan slope 1:2
b. Pada tikungan dengan radius kecil (R<= 1.250)
c. Tiang penerangan jalan umum
d. Tiang rambu pendahulu petunjuk jurusan

4. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas


a. Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang
menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan
di persimpangan atau pada ruas jalan.
b. Alat pemberi isyarat lalu lintas berlaku bagi lalu lintas sesuai arah lalu lintas yang
bersangkutan, dengan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain kondisi jalan
dan lingkungan, kondisi lalu lintas dan aspek keselamatan, keamanan, ketertiban
serta kelancaran lalu lintas.
c. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan alat pemberi isyarat lalu lintas yang harus
diperhatikan, diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel berikut.

25
Tabel 13. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Peralatan
Jenis Marka Fungsi Karakteristik Posisi Penempatan Nilai Lainnya
Paku Jalan Digunakan sebagai  Terbuat dari plastik, kaca, baja  Batas tepi jalur lalu lintas  Ketebalan maks. 20 mm Spesifikasi teknis paku jalan
reflektor, yang tahan karat dan/atau aluminium  Marka membujur berupa diatas permukaan jalan dapat dilihat pada Lampiran
digunakan khususnya campur garis putus-putus sebagai  Bentuk bujur sangkar, Gambar 1 Peraturan
pada keadaan gelap  Dilengkapi dengan pemantul tanda peringatan memiliki ukuran sisi dengan Menteri Perhubungan No.
cahaya (pemantul warna putih,  Sumbu jalan sebagai panjang 0,10 m (VR < 60 34 Tahun 2014 tentang
kuning dan/atau merah sesuai pemisah jalur km/jam) dan 0,15 m (VR > Marka Jalan
dengan fungsinya masing-  Marka membujur berupa 60 km/jam)
masing) garis utuh sebagai pemisah  Bentuk persegi panjang,
 Berbentuk bujur sangkar, lajur bus memiliki ukuran panjang
persegi panjang dan/atau bundar  Marka serong berupa 0,20 m dan lebar minimum
chevron 0,10 m
 Pulau lalu lintas  Bentuk bundar, memiliki
ukuran diameter minimun
0,10 m
Alat Pengarah Digunakan untuk  Terbuat dari bahan plastik  Ditempatkan sebagai  Tinggi min. 75 cm Spesifikasi teknis alat
Lalu Lintas mengatur/mengarah- dan/atau karet pelengkap atau pengganti  Lebar alas min. 50 cm pengarah lalu lintas dapat
kan distribusi arus  Memiliki warna dasar oranye dari marka jalan yang  Berat min 3,5 kg dilihat pada Lampiran
kendaraan di jalan yang dilengkapi pemantul dinyatakan dengan garis- Gambar 2 Peraturan
cahaya berwarna putih garis pada permukaan jalan Menteri Perhubungan No.
 Secara umum berbentuk kerucut 34 Tahun 2014 tentang
(cone) lalu lintas Marka Jalan
Pembagi Lajur Digunakan untuk  Terbuat dari bahan plastik, dan  Ditempatkan sebagai  Panjang min. 120 cm Spesifikasi teknis pembagi
Lalu Lintas mengatur lalu lintas bahan lainnya yang diisi dengan pelengkap atau pengganti  Lebar atas min. 10 cm lajur lalu lintas dapat dilihat
dengan jangka waktu air, dan/atau bahan beton dari marka jalan yang  Lebar alas min. 50 cm pada Lampiran Gambar 3
sementara dan  Tidak ada syarat warna, namun dinyatakan dengan garis-  Tinggi min. 80 cm Peraturan Menteri
membantu untuk harus tetap dilengkapi dengan garis pada permukaan jalan  Berat min. 15 kg Perhubungan No. 34 Tahun
melindungi pejalan pemantul cahaya berwarna putih 2014 tentang Marka Jalan
kaki dan pekerja dari
daerah yang
berpotensi tinggi akan
menimbulakan
kecelakaan

26
Tabel 14. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Tanda
Jenis Marka Sub-Jenis Marka Posisi Penempatan Nilai Lainnya
 Bagian jalan yang mendekati persimpangan
sebagai pengganti garis putus-putus pemisah
jalur
 Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
 Lebar min. 10 cm (jalan non tol)
Garis Utuh pemisah jalur (median)
 Lebar min. 15 cm (jalan tol)
 Bagian tepi jalur lalu lintas yang berfungsi
sebagai tanda batas tepi jalur lalu lintas
 Jalan yang jarak pandang -nya terbatas seperti di
tikungan dan/atau lereng bukit Spesifikasi teknis marka
membujur dapat dilihat pada
 Panjang dengan ukuran yang sama sebesar 3 m Lampiran Gambar 4,
(untuk VR < 60 km/jam) dan sebesar 5 m Gambar 5, Gambar 6,
Marka Membujur (untuk VR > 60 km/jam) Gambar 7 dan Gambar 8
 Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Garis Putus-putus  Lebar min. 10 cm Peraturan Menteri
pemisah jalur (median) Perhubungan No. 34 Tahun
 Jarak antar marka sebesar 5 m (untuk VR < 60 2014 tentang Marka Jalan
km/jam) dan sebesar 8 m (untuk VR > 60
km/jam)
Garis Ganda yang  Jarak antara dua marka membujur pada marka
 Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Terdiri dari Garis Utuh garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan
pemisah jalur (median)
dan Garis Putus-putus garis putus-putus min. 10 cm dan maks. 18 cm
Garis Ganda yang  Jarak antara dua marka membujur berupa garis
 Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Terdiri dari Dua Garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh min. 10
pemisah jalur (median)
Utuh cm dan maks. 18 cm
 Lebar min. 20 cm dan maks. 30 cm
Spesifikasi teknis marka
Garis Utuh  Bagian persimpangan tertentu  Apabila dilengkapi dengan marka lambang,
melintang dapat dilihat pada
maka jarak marka lam-bang dari garis
Lampiran Gambar 9 dan
melintang sebesar 1 – 2,5 m
Marka Melintang Gambar 10 Peraturan
 Panjang min. 60 cm Menteri Perhubungan No.
34 Tahun 2014 tentang
Garis Putus-putus  Bagian persimpangan tertentu  Lebar min. 20 cm
Marka Jalan
 Jarak antar marka min. 30 cm

Garis Utuh yang  Bagian jalan yang mendekati pulau lalu lintas  Lebar min. 10 cm (jalan non tol) Spesifikasi teknis marka
Marka Serong
Dibatasi dengan  Lebar min 15 cm (jalan tol) serong dapat dilihat pada

27
Jenis Marka Sub-Jenis Marka Posisi Penempatan Nilai Lainnya
Rangka Garis Utuh Lampiran Gambar 11
Peraturan Menteri
Garis utuh yang  Bagian jalan yang mendekati pulau lalu lintas  Lebar min. 10 cm (jalan non tol) Perhubungan No. 34 Tahun
Dibatasi dengan  Lebar min 15 cm (jalan tol) 2014 tentang Marka Jalan
Rangka Garis Putus-
putus
 Panjang min. 5 m (untuk VR < 60 km/jam) dan
Panah  Bagian jalan yang mendekati persimpangan
7,50 m (untuk VR > 60 km/jam)
 Lajur yang secara khusus diperuntukkan bagi
Gambar lajur sepeda, sepeda motor, atau mobil bus dan  Tinggi gambar min. sebesar 1 m Spesifikasi teknis marka
truk lambang dapat dilihat pada
Lampiran Gambar 12
Marka Lambang  Bagian jalan pada persimpangan sebelum marka
 Berbentuk segitiga sama kaki dengan panjang Peraturan Menteri
Segitiga melintang berupa garis putus-putus yang tidak Perhubungan No. 34 Tahun
alas min. 1 m dan tinggi 3 kali lipat alas
dilengkapi dengan rambu larangan 2014 tentang Marka Jalan
 Tinggi huruf min. 1,6 m (untuk VR < 60
 Permukaan jalan yang digunakan untuk km/jam) dan 2,50 m (untuk VR > 60 km/jam)
Tulisan
mempertegas penggunaan ruang jalan
 Lebar huruf min. 2,9 m
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan

Tabel 15. Kriteria Desain Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas


Jenis Karakteristik Ukuran dan Daya Penempatan
 Digunakan untuk mengatur kendaraan
 Terdiri dari warna merah, kuning dan hijau, yang dapat dipasang dalam posisi
3 Warna  Ditempatkan pada sisi kiri, sisi kanan dan/atau
vertikal atau horizontal, dan dapat dilengkapi dengan lampu warna merah/hijau
sisi atas jalur lalu lintas yang mengahadap arah
yang memancarkan cahaya berupa tanda panah  Berbentuk bulai, lalu lintas
dengan diameter garis
 Digunakan untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki  Apabila ditempat-kan di sisi jalur lalu lintas,
tengah antara 20 cm –
2 Warna  Terdiri dari warna merah dan hijau, yang dapat dipasang dalam posisi vertikal atau 30 cm tinggi lampu bagian paling bawah min. sebesar
horizontal 3,00 m dari permukaan jalan
 Daya lampu sebesar 60
watt – 100 watt  Apabila ditempat-kan di atas permukaan jalan,
 Digunakan untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan
tinggi lampu bagian bawah min. sebesar 5,50
1 Warna  Terdiri dari warna kuning atau merah (satu lampu menyala ber-kedip atau dua m dari permukaan jalan
lampu yang menyala ber-gantian), yang dapat dipasang dalam posisi vertikal atau
horizontal,

28
3.6. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
1. Kantor cabang harus memiliki luas area kantor cabang ±3000 m2, dengan fasilitas-
fasilitas yang tersedia diantaranya, bangunan kantor cabang, rumah dinas, kantin,
masjid, bengkel, pos polisi, lapangan olahraga dan tempat parkir (berkapasitas minimal
25 kendaraan).
2. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan bangunan fasilitas dan perlengkapan tol yang
harus diperhatikan, diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 16. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol


No Parameter Satuan Nilai

Jarak Gerbang Tol dengan Persimpangan Jalan Non Tol m 200


1
Minimum Gerbang Tol dengan Overpass m 250
Alinyemen Horizontal pada Pelataran Tol % >2
2 Kemiringan
Melintang Permukaan Perkerasan pada Pelataran Tol % 1–2

Lebar Pada Gerbang Tol m 2,90


3
Perkerasan Lajur Khusus (Bagian Jalan) m 3,50
Lebar Minimum m 2,10
Lebar untuk GTO m 1,1 – 1,5
4 Pulau Tol Panjang Searah m 25
Minimum Bolak-balik m 33
Ketinggian Lantai cm 25
Lebar m 3,50
5 Ruang Bebas
Tinggi m 5,10
Panjang m 2,00
6 Gardu Tol Lebar m 1,25
Tinggi m 2,50
Pelataran Tol Barrier - 1:8
Kemiringan
7 Pelataran Tol Ramp - 1:5
Taper
Jalan Akses - 1:5
Tipe 1 Jumlah Gardu: 2 – 5 m2 ± 221
Tipe 2 Jumlah Gardu: 6 – 10 m2 ± 276
Kantor
8 Tipe 3 Jumlah Gardu: 11 – 15 m2 ± 319
Gerbang Tol
Tipe 4 Jumlah Gardu: 16 – 20 m2 ± 374
Tipe 5 Jumlah Gardu: 21 – 24 m2 ± 410

Untuk GTO waktu transaksi berdasarkan SPM adalah 4 detik.

3.7. Kriteria Desain Lansekap Jalan Tol


1. Lansekap jalan tol harus memenuhi persyaratan kriteria visual, yang
mempertimbangkan faktor kecepatan kendaraan dan visual pengendara.
2. Lansekap jalan tol harus memenuhi kriteria tata tanaman (planting design), meliputi
fungsi, habitus, ukuran dan bentuk tanaman dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Fungsi tanaman, yang meliputi fungsi ekologis, arsitektural, rekayasa dan/atau
estetika.

26
b. Habitus tanaman, yang meliputi pohon, perdu, semak, grounccover dan/atau
rumput.
c. Ukuran tanaman, berupa tinggi tanaman, dengan ketentuan:
 Tanaman Pengalas/groundcover : 10 – 30 cm
 Semak : 30 – 100 cm
 Perdu Rendah dan Sedang :1–2m
 Perdu Tinggi :3m
 Pohon Kecil :3–5m
 Pohon Sedang : 5 – 10 m
 Pohon Besar : > 10 m
3. Ukuran tanaman, berupa diameter tajuk tanaman, dengan ketentuan:
 Pohon Kecil :3–5m
 Pohon Sedang :5–7m
 Pohon Besar :>7m
4. Bentuk tanaman, meliputi bulat, memayung, piramidal, oval dan/atau menyebar.
5. Lokasi penanaman tanaman harus memperhatikan jarak tanam terhadap badan jalan,
apabila tumbang tidak mengenai jalan.
6. Kriteria tata tanaman diatas, harus disesuaikan dengan segmentasi ruas jalan tol, dengan
ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Kriteria Desain Tata Tanaman pada Segmen Jalan Tol
Kecepatan Pola Tata Karakter
No Lokasi Fungsi Keterangan
Kendaraan Tanaman Lansekap
Detail Pentanaan Penanaman dalam
Gerbang Tol Lambat, Estetika
1. komposisi intensif pada bak tanaman dan
(Toll Gate) 0-15 km/jam visual
tanaman area khusus pot tanaman
Kombinasi Jarak tanam pohon,
Jalan Utama Pengarah,
berbagai jenis yaitu 10 m untuk
(Main Linier, berbaris pembatas,
Cepat, pohon/vegetasi, pohon besar, 7 m
2. Road), pada dan buffer,
> 60 km/jam terutama pohon untuk pohon sedang
Jalur Hijau / kelompok/massa pembentuk
lokal atau sesuai dan 5 m untuk
Roadside koridor jalan
ekosistemnya pohon kecil
Penahan
Kombinasi Jarak tanaman
Linier, berbaris silau,
berbagai semak rapat, agar dapat
Cepat, berkolompok peredam
3. Median hias, berbungan berfungsi sebagai
> 60 km/jam dalam bentuk kecelakaan,
atau berdaun pembatas, penahan
massa pembatas
indah silai kendaraan
jalur jalan
Detaik
Peneduh, Menciptakan
Tempat Lambat, komposisi Penanaman tanaan
estetika ruang luar dan
4. Istirahat 0-15 km/jam, berabagai jenis pohon, semak dan
visual, keindahan
(Rest Area) berhenti/istirahat dan dimensi groundcover
ekologis lingkungan
tanaman
Konservasi Penghijauan
Berkelompok Membentuk dan
dan lingkungan dan
Interchange Sedang, membetuk meciptakan
5. penghijauan pemanfaatan fungsi
/ Junction 40-60 km/jam massa, pengarah identitas
lingkungan, ekologis/hirologis
jalur kawasan
line of sight dan estetika visual

3.8. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan


1. Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tipe yaitu TIP
Tipe A, TIP Tipe B, dan TIP Tipe C.
2. Kriteria fasilitas diatas, harus memenuhi ketentuan persyaratan berdasarkan Permen
PUPR tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan pada Jalan Tol yang dapat dilihat pada
Tabel berikut.

27
Tabel 18. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan
Nilai
No Parameter Satuan
Tipe A Tipe B Tipe C
1 Luas Luas minimum Ha 6 3 0,25
Lahan
Lebar minimum m 150 100 25
2 Area Unit 100 (Gol I) 30 (Gol I) 20 (Gol I)
Parkir
m2 2500 800 350
Ketersediaan dan Luas
Total Minimum 50 (Gol II/ 20 (Gol II/ III/ 5 (Gol II/ III/
Unit
III/ IV/ V) IV/ V) IV/ V)
m2 3000 1200 300
3 Toilet Toilet Pria Minimum buah 10 4 4 (portable)
Toilet Wanita Minimum buah 20 10 8 (portable)
Luas Total Minimum m2
- Pria 10 4 -
- Wanita 20 10 -
4 Mushola Luas Minimum m2 400 200 50
Ruang 10 % dari 10 % dari
5 Terbuka Luas Minimum % total luasan total luasan -
Hijau TIP TIP
6 Restoran Luas Minimum m2 1000 800 -
Warung
7 Luas Minimum m2 300 200 50
atau kios
8 SPBU Luas Minimum m2 500 - -
9 Bengkel Luas Minimum m2 80 - -
Klinik
10 Luas Minimum m2 50 - -
Kesehatan
Minimar- Kondisi Kondisi
11 Luas Minimum m2 -
ket tertentu tertentu
Luas Minimum (belum
Fasilitas termasuk luas parkir m2 2000 - -
12 pada Fasilitas Inap)
Inap
Jumlah Kamar Unit 100 - -

3. Selain parameter diatas, terdapat ketentuan teknis Lokasi TIP, sebagai berikut:
a. TIP Tipe A disediakan paling sedikit 1 (satu) untuk setiap jarak 50 (lima puluh)
kilometer setiap jurusan;
b. jarak TIP Tipe A dengan TIP Tipe A berikutnya yaitu paling sedikit 20 (dua puluh)
kilometer;
c. TIP Tipe B dapat disediakan pada jalan tol antarkota yang memiliki panjang lebih
dari 30 (tiga puluh) kilometer;
d. jarak minimum antara TIP Tipe A dan TIP Tipe B yaitu 10 (sepuluh) kilometer;
e. jarak minimum antara TIP Tipe B dan TIP tipe B berikutnya yaitu 10 (sepuluh)
kilometer;
f. jarak minimum antara TIP Tipe C dan TIP Tipe A, TIP Tipe B serta TIP Tipe C
yaitu 2 (dua) kilometer, dan
g. TIP Tipe C merupakan TIP yang hanya dioperasikan pada masa libur panjang, libur
lebaran/natal, dan tahun baru.

28
BAGIAN B

PELAKSANAAN SURVEI

29
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................................ i

1. Umum .................................................................................................................................... 1
2. Pengumpulan Data Sekunder ................................................................................................ 1
2.1. Dokumen Kajian Andal Lalin ........................................................................................ 1
2.2. Survei Jaringan Jalan ...................................................................................................... 2
3. Survei Pendahuluan ............................................................................................................... 3
4. Survei Topografi.................................................................................................................... 3
5. Survei Bathimetri (Topografi Bawah Air) .......................................................................... 10
6. Survei Pemotretan Udara..................................................................................................... 12
7. Survei Lalu Lintas ............................................................................................................... 16
8. Survei Weight in Motion (WIM) ......................................................................................... 18
9. Survei Geologi, Geoteknik dan Material ............................................................................. 20
9.1. Survei Geoteknik .......................................................................................................... 20
9.2. Survei Geologi.............................................................................................................. 30
9.3. Survei Material ............................................................................................................. 32
10. Survei Hidrologi dan Drainase ............................................................................................ 34
11. Survei Harga Satuan ............................................................................................................ 36

i
BAGIAN B

PELAKSANAAN SURVEI

1. Umum
Pelaksanaan Survei RTA Jalan Tol dalam rangka penyusunan RTA oleh BUJT diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. BUJT harus melakukan koordinasi, dengan seluruh instansi terkait pada daerah lokasi
yang dilalui oleh jalan tol, yang dibahas secara rinci pada Buku 1 - Butir 6 (enam).
2. Hasil koordinasi/ diskusi/ pembahasan dengan instansi terkait dimaksud, disampaikan
dan dilaporkan kepada BPJT disertai dengan dokumen pendukung.
3. Pelaksanaan kegiatan Survei yang harus dilakukan dalam rangka penyusunan RTA
terdiri dari namun tidak terbatas pada kegiatan berikut:
b. Pengumpulan Data Sekunder
c. Survei Pendahuluan
d. Survei Topografi
e. Survei Bathimetri
f. Survei Pemotretan Udara
g. Survei Lalu Lintas
h. Survei Weight in Motion (WIM)
i. Survei Geologi, Geoteknik dan Material
j. Survei Hidrologi, Sistem Drainase Jalan Tol
k. Survei Harga Satuan
4. Setiap pelaksanaan Survei yang telah dilakukan, harus disusun Laporan Survei, dengan
substansi Laporan terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
a. Ruang Lingkup /Cakupan Survei
b. Studi Terdahulu
c. Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
d. Jadwal Pelaksanaan Survei
e. Proses / Metodologi Pelaksanaan Survei
f. Proses Analisis Data Hasil Survei
g. Kesimpulan dan Rekomendasi

2. Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang perlu diperhatikan sebagai data yang akan digunakan dalam
perencanaan, sekurang-kurangnya meliputi Data Studi Terdahulu (Dokumen AMDAL dan
ANDALALIN), Data RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), Data Sistem Jaringan Jalan,
Data Geologi, Data Utilitas, Data Curah Hujan, Data Debit Banjir, Genangan Banjir dan Peil
Banjir, Data Rawan Bencana, Data Harga Satuan Upah, Bahan, dan Peralatan.
2.1 Dokumen Kajian Andal Lalin
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dokumen kajian Andal Lalin
yang digunakan dalam penyusunan RTA, yaitu sebagai berikut:
1. Kajian Andal Lalin Jalan Tol harus dilakukan dalam cakupan yang lebih luas,
diantaranya:
a. Analisis lalin (simpang sebidang dan on/off ramp) dalam cakupan kawasan dan
jaringan jalan;
b. Analisis lalin pada kondisi eksisting, masa konstruksi, masa pembukaan jalan
baru dan peramalan (forecast) lalin 10 tahun ke depan (masa operasi);

1
c. Melakukan survei lalu lintas detail, yaitu pada hari biasa, jam puncak, akhir
pekan dan pada masa liburan, serta pada kondisi khusus sesuai dengan kondisi
lapangan.
Prosedur Andal Lalin dilakukan dengan tetap mengacu pada Peraturan Menteri
Perhubungan No. 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas dan No. 11 tahun 2017 tentang perubahannya.
2. Agar disampaikan peta trase jalan tol dalam kawasan dan jaringan jalannya.
3. Hasil kajian dari Andal Lalin adalah untuk mendapatkan gambaran kinerja lalu lintas
akibat terbangunnya infrastruktur baru tersebut, yaitu nerupa rekomendasi teknis
yang dituangkan dalam gambar kerja, meliputi:
a. Gambar penanganan Simpang Sebidang;
b. Gambar penanganan Jalan Non-Tol;
c. On/off ramp untuk Jalan Tol Layang (elevated).
4. Penanganan Jalan Tol pada masa konstruksi, meliputi:
a. Manajemen lalu lintas saat konstruksi;
b. Rencana pengalihan arus;
c. Inventarisasi kondisi jalan di lokasi pembangunan dan pada jalan alternatif;
d. Pengalihan arus ke jalan alternatif harus dikoordinaskan dengan instansi terkait;
e. Pelaksanaan konstruksi tidak boleh menurunkan kapasitas lalin;
f. Apabila terdapat pengurangan lajur, maka sebelum konstruksi dilakanakan harus
disiapkan lajur pengganti terlebih dahulu;
g. Hasil analisis dituangkan dalam gambar sebagai acuan kerja di lapangan.

2.2 Survei Jaringan Jalan


Survei ini dilakukan agar dapat menentukan persilangan-persilangan dengan rencana
jalan tol. Dari hasil survei ini akan ditentukan bangunan yang akan dibuat berupa
overpass, underpass, box pedestrian atau lainnya.
Analisis Survei Jaringan Jalan dilakukan dengan memplotkan antara peta hasil
pengukuran topografi dengan peta yang sudah didapatkan dari survei sekunder berupa
Peta Jaringan Jalan Nasional, Peta Jaringan Jalan Provinsi dan Peta Jaringan Jalan
Kabupaten. Peta-peta tersebut diplotkan dengan skala yang sama sehingga dapat terlihat
letak-letak persilangannya.
Survei ini termasuk kedalam survei sekunder (instansional), berupa peta, yaitu:
1. Untuk Jaringan Jalan Nasional, data dari BPJN (Balai Pelaksanaan Jalan Nasional)
terkait;
2. Untuk Jaringan Jalan Provinsi, data dari Dinas Bina Marga Provinsi terkait;
3. Untuk Jaringan Jalan Kabupaten, data dari Dinas Bina Marga Kabupaten (termasuk
jaringan jalan desa)
Laporan Survei Jaringan Jalan memuat namun tidak terbatas pada substansi yang
tersusun sebagai berikut:
1. Lingkup Survei
2. Studi Terdahulu
3. Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4. Jadwal Pelaksanaan Survei
5. Proses Pelaksanaan Survei
6. Analisis Data Hasil Survei
7. Penggambaran
8. Kesimpulan dan Rekomendasi

2
3. Survei Pendahuluan
Ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Pendahuluan, sekurang-kurangnya
mencakup:
3.1. Lingkup Survei
Survei pendahuluan harus dilakukan pada sepanjang trase rencana sesuai dengan
Feasibility Study atau Basic Design jalan tersebut.

3.2. Tujuan Survei


Survei Pendahuluan ini dilakukan guna mengamati kondisi lapangan dan permasalahan
desain secara umum yang mungkin timbul. Pada tahap ini diharuskan berkonsultasi
dengan pejabat dari Dinas dan/atau instansi terkait setempat.

3.3. Alat yang Digunakan


Dalam melaksanakan Survei Pendahuluan, wajib melengkapi diri dengan alat
keselamatan kerja, disamping alat utama untuk kegiatan survei.

3.4. Proses Pelaksanaan Survei


Pelaksanaan survei ini terdiri dari namun tidak terbatas pada keperluan untuk Survei
Geometrik Jalan, Survei Topografi, Survei Geologi dan Geoteknik, Survei Hidrologi
dan Jaringan Drainase, dan Inventarisasi Awal Lingkungan.

3.5. Laporan Survei Pendahuluan


Laporan Survei Pendahuluan terdiri dari namun tidak terbatas berupa gambaran umum
mengenai kondisi lapangan dibandingkan dengan Basic Desain yang disepakati dalam
PPJT..

4. Survei Topografi
Ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Topografi, sekurang-kurangnya mencakup:
4.1. Lingkup Survei
a. Ground Survey (Survei di darat) :
1) Pekerjaan pengukuran topografi dilakukan sepanjang rencana jalan dan pada
daerah persilangan dengan sungai dan jalan lain (crossing road) sehingga
memungkinkan diperoleh as jalan sesuai dengan standar yang ditentukan.
2) Sebelum melakukan pengukuran harus diadakan pemeriksaan alat yang baik yang
sesuai dengan ketelitian alat dan dibuatkan daftar hasil pemeriksaan alat tersebut.
3) Semua data pengukuran harus terikat pada titik tetap (BM), dan referensi BM
adalah Titik Ikat Nasional Orde 1/Orde 2 (X, Y) dan TTG BIG untuk referensi
ketinggian (Z).
4) Peta Topografi yang dihasilkan harus menggambarkan kondisi aktual dan terbaru
di lapangan, disajikan dalam peta Skala 1:1.000 atau skala yang lebih besar untuk
lokasi-lokasi khusus (misal jembatan, dan lain-lain). Interval kontur 0,5 m untuk
daerah datar dan interval 1 m untuk daerah terjal.

b. Bathymetri Survey (Survei di laut/sungai) :


1) Pekerjaan survei Bathymetri adalah pengukuran kedalam sungai/laut dengan alat
echosounder, dilakukan apabila jalur tol memotong sungai/perairan/laut dengan
bentang panjang untuk rencana jembatan, yang tidak memungkinkan dilakukan
dengan alat ukur Total Station.
2) Data survei yang dihasilkan harus satu referensi koordinat dengan Topografi di
darat.

3
c. Aerial Survey (Foto Udara dengan Drone)
1) Pekerjaan pemotretan foto udara (dengan wahana Drone) diharapkan untuk
menghasilkan Image Foto Udara agar bisa melengkapi data Topografi di darat
(dengan skala yang sama dan resolusi/ketajaman Image yang memadai).
2) Foto udara juga diharapkan bisa membantu pekerjaan survei Topografi di
wilayah Kota/lokasi tertentu yang mempunyai faktor sosial tinggi dan tingkat
kepadatan pemukiman yang sulit ditembus dengan Topografi darat.
Produk yang dihasilkan untuk wilayah perkotaan adalah peta garis dan kontur,
dengan metode dan kaidah-kaidah sesuai persyaratan serta video drone yang
telah dilengkapi dengan batas wilayah dan bangunan perlintasan yang
teridentifikasi.
3) Data survei yang dihasilkan harus satu referensi koordinat dengan Topografi di
darat.

4.2. Tujuan Survei


Survei Topografi bertujuan untuk mengumpulkan data koordinat dan ketinggian
permukaan tanah sepanjang rencana trase jalan di dalam koridor yang ditetapkan untuk
penyiapan peta topografi dengan skala 1:1000 yang akan digunakan untuk perencanaan
geometrik jalan, serta 1:500 untuk perencanaan jembatan dan penanggulangan
longsoran.

4.3. Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang digunakan pada Survei Topografi, yaitu:
1) Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
2) Dokumen Basic Design jalan yang bersangkutan.
3) Penyiapan data awal
 Peta Citra Satelit
 Peta RBI
 Peta Google (hanya referensi awal)

4.4. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Survei Topografi meliputi namun tidak
terbatas dari sebagai berikut:
1) GPS Geodetic (L1 atau L1/L2)
2) RTK GPS
3) Waterpass Automatic Level (setipe NAK – 2)
4) Total Station
5) Echosounder (Bathymetri Survey)
6) Drone (Arial Survey)

4.5. Proses Pelaksanaan Survei (Ground Survey)


Proses kegiatan Survei Topografi yang harus dilakukan, meliputi:
1) Ground Control Survei, meliputi:
a. Pemasangan Bench Mark
Pemasangan Bench Mark dilaksanakan untuk digunakan sebagai titik kontrol
horizontal dan vertikal. Pelaksanaan pemasangan Bench Mark berpedoman
kepada beberapa hal antara lain:
 Bench Mark dipasang sepanjang rute yang dipilih dan dekat dengan
perkiraan garis tengah (center line, CL) jalan.
 Bench Mark dipasang pada lokasi yang aman, stabil dan mudah dicari.

4
BM untuk Kontrol GPS
 Bench Mark terbuat dari bahan cor beton ukuran 0.20 m × 0.20 m × 0.75 m,
Bench Mark ditanam ditanah yang stabil sedemikian rupa sehingga bagian
yang muncul di atas permukaan + 20 cm.
 Bench Mark dipasang berpasangan pada jarak interval ± 1.0 km (atau
apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan bisa dipasang dengan jarak
maksimal ± 2.0 Km).
 Bench Mark dipasang di tempat terbuka yang memungkinkan untuk
dilakukan pengamatan GPS.
 Bench Mark di cat warna kuning dan diberi Identitas BM berupa Nomor BM
dan pemilik proyek.
BM untuk Poligon
 Bench Mark terbuat dari bahan Pipa Paralon cor ukuran diameter 4 inch dan
panjang 60 cm, Bench Mark ditanam ditanah dan bagian yang muncul di
atas permukaan + 15 cm.
 Bench Mark dipasang berpasangan pada jarak interval ± 0,5 km.
b. Penentuan Koordinat
Penentuan koordinat (X, Y) titik control (BM) dilaksanakan dengan metode
global positioning system (GPS) dengan system Proyeksi UTM (Universal
Transver Mercator).
c. Pengukuran GPS
 Pengukuran GPS diikatkan Pada GPS Orde 1 (Bakosurtanal) atau GPS Orde
2 (BPN), diusahakan terikat minimal pada 2 buah titik Referensi.
 Pengukuran GPS dilakukan pada BM yang telah terpasang dengan interval ±
1,0 km.
 Pengamatan dilaksanakan pada saat cuaca baik, pada siang maupun malam
hari.
 Peralatan yang dipakai adalah alat ukur GPS Geodetic yang mampu
menangkap signal LI atau L1/L2
 Pengamatan tiap sesi dilakukan selama minimal ± 1 jam, atau disesuaikan
dengan panjang tiap baseline yang akan dilakukan pengukuran.
 Koordinat akhir hasil adjusment adalah dalam sistem koordinat UTM
(Universal Transver Mercator).
d. Pengukuran Polygon
 Pengukuran polygon dilaksanakan dekat dengan perkiraan centerline jalan,
agar memudahkan pada pelaksanaan pengikatan semua data yang
berhubungan dengan perencanaan.
 Metode pengukuran yang dilaksanakan adalah pengukuran Polygon terikat
sempurna dengan diikat pada koordinat hasil pengukuran GPS.
 Peralatan yang dipakai adalah alat ukur Total Station dengan ketelitian alat
minimal 2” (dua) detik.
 Untuk memperkecil salah penutup sudut, pengukuran panjang sisi polygon
diusahakan mempunyai jarak yang relatif jauh (minimum 50 m).
 Dihindari melakukan pengukuran sudut lancip (< 60°) yang dapat
memperbesar kesalahan penutup sudut.
 Guna memperkecil kesalahan penempatan target prisma digunakan metoda
centering optic yaitu tinggi tripod/kaki tiga target depan akan menjadi tinggi
tripod alat pada perpindahan alat kesisi polygon berikutnya.
 Toleransi salah penutup sudut maksimum adalah 10”n, dimana n adalah
jumlah titik pengamatan/polygon (dimungkinkan melakukan kesalahan
pengukuran sudut tidak lebih dari 10 detik dikali akar dari jumlah titik
pengamatan/polygon).

5
 Ketelitian jarak linier harus lebih kecil dari 1/10.000 (dimungkinkan
melakukan kesalahan pengukuran jarak tidak lebih dari 1 m untuk setiap
jarak 10 km).
 Jalur pengukuran poligon serta arah dan letak tiap sudut yang diukur harus
dibuat sketsanya.
 Setiap lembar formulir data ukur poligon utama harus ditulis nomor
lembarnya, nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek
dan nomor seri alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan
keadaan cuaca pada saat melakukan pengukuran.
e. Pengukuran Waterpass
 Referensi awal pengukuran adalah TTG BIG/Bakosurtanal, apabila Jarak
TTG BIG/Bakosurtanal dengan lokasi pekerjaan cukup Jauh maka
pengikatan disarankan memakai beda tinggi dari hasil pengukuran GPS
Geodetic.
 Pengukuran waterpass dilaksanakan pada tempat yang diperkirakan
merupakan centerline jalan, sesuai dengan jalur pengukuran polygon.
 Jalur pengukuran waterpass dibagi dalam beberapa seksi yang mana setiap
seksi diukur ketinggiannya dengan sistem pengukuran Pulang Pergi atau
Double Stand.
 Alat ukur waterpass yang digunakan adalah automatic level.
 Setiap akan melakukan pengukuran harus terlebih dahulu dilakukan
kalibrasi alat ukur waterpass.
 Rambu ukur yang digunakan harus mempunyai interval skala yang benar.
 Pada pengukuran setiap slag, usahakan agar alat ukur waterpass selalu
berdiri di tengah- tengah di antara kedua rambu ukur.
 Setiap pembacaan rambu ukur harus dilakukan pada ketiga benang, yaitu
benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
 Jalur pengukuran waterpass dan arah pembacaan tiap slag dibuat sketsanya.
 Selisih antara jumlah beda tinggi hasil pengukuran pergi dengan jumlah
beda tinggi hasil pengukuran pulang dalam tiap seksi harus _8 mm × D,
dengan pengertian bahwa D adalah panjang seksi dalam satuan km.
 Setiap lembar formulir data ukur waterpass ditulis nomor lembarnya, nama
pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri alat
yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada
saat melakukan pengukuran.
2) Pengukuran Detail Situasi, meliputi:
a. Pengukuran detail situasi disepanjang rencana tol diukur dengan metode cross
section dan dikombinasi dengan metode ray untuk lokasi tertentu. Interval cross
section adalah setiap ± 25 m dan diantara cross section perlu ditambahkan
pengukuran apabila terdapat detail tertentu.
b. Pengukuran meliputi detail-detail alamiah dan bangunan buatan manusia, misal:
titik spot height, saluran, sungai, alur, sawah, kolam, patok ROW, tiang listrik,
tiang telpon, saluran, bangunan, gedung, rumah, pabrik, makam/kuburan, situs
sejarah, masjid, gereja, pasar, dan lain-lain.
c. Pengukuran juga meliputi Utilitas Umum, Jembatan, Sutet dan Tinggi Kabel.
d. Pengukuran dilakukan dengan cara Trigonometris mempergunakan alat ukur
Total Station dengan metode Grid.
e. Akurasi alat yang digunakan minimal 5”.
f. Setiap akan melakukan pengukuran harus terlebih dahulu dilakukan kalibrasi
Total Station.
g. Pengukuran harus diikatkan pada titik-titik poligon utama dan poligon cabang.
h. Pengukuran jalan dilakukan pada kedua sisinya dengan kerapatan maksimal 20
m.

6
i. Pengukuran sungai dilakukan pada tepi atas, tepi bawah dan as dengan
kerapatan maksimal  20 m.
j. Pengukuran alur dilakukan pada as dengan kerapatan maksimal  20 m.
k. Jumlah detail unsur situasi yang diukur harus betul-betul representatif, oleh
sebab itu kerapatan letak detail harus selalu dipertimbangkan terhadap bentuk
unsur situasi serta skala dari peta yang akan dibuat.
l. Lebar koridor pengukuran adalah ± 120 m atau sesuai batasan ROW Tol.
3) Pengukuran Crossing Road, meliputi:
a. Pengukuran Crossing Road dilakukan sepanjang ± 300 m sampai dengan 400 m
ke arah kiri dan kearah kanan dari garis tengah (center line, CL) jalan.
b. Pengukuran mencakup spot elevasi permukaan jalan eksisting. Pengukuran
dilakukan dengan alat Total Station dengan ketelitian alat minimal 5”.
c. Pengukuran dilakukan dengan metode cross section dengan interval setiap 25
m.
d. Data pengukuran harus bisa menggambarkan profil eksisting Jalan, antara lain
(saluran, bahu jalan, batas perkerasan, center line jalan, median tengah, dan
kondisi eksisting lainnya). Data lainnya yang tidak tersedia dalam pengukuran
cross harus diambil pada pengukuran detail situasi.
e. Lebar koridor pengukuran adalah ± 50 meter atau disesuaikan dengan
kebutuhan crossing road di masing-masing lokasi.
f. Masing-masing crossing road dilengkapi dengan Foto Lapangan.
4) Pengukuran Lokasi Terbangun Tol
a. Pengukuran Lokasi Tol yang sudah terbangun (eksisting tol) dilakukan lebih
detail.
b. Pengukuran dilakukan dengan metode cross section pada setiap interval 25 m.
c. Setiap kemiringan dan perubahan bentuk dari eksisting tol yang sudah
terbangun harus tergambarkan dengan jelas.
d. Semua detail yang ada harus tergambar termasuk utilitas tol, guardrail, lampu
penerangan, pagar pengaman, dan lain sebagainya.
e. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Total Station dengan ketelitian alat
minimal 5”.
f. Kondisi eksisting tol yang sudah terbangun dilengkapi dengan Foto Lapangan.
5) Pengukuran Interchange dan Akses Ramp Tol
a. Pengukuran interchange lebar koridor disesuaikan dengan keperluan tol.
b. Pengukuran dilakukan dengan metode Cross Section pada setiap interval 25
meter, dan dikombinasi dengan metode Grid/Ray untuk penambahan detail
situasi.
c. Lebar koridor pengukuran adalah ± 100 m untuk akses ramp, dan ± 300 m
untuk interchange atau disesuaikan dengan kondisi Topografi dan kebutuhan
ROW Tol.
d. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Total Station.
6) Pengukuran Situasi Khusus Sungai/Jembatan
a. Pengukuran situasi khusus dilakukan pada lokasi jembatan bentang panjang
peta yang diharapkan adalah skala 1: 500.
b. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Total Station.
c. Pengukuran cross section di sungai dilakukan setiap interval 25 m, dengan
panjang pengukuran adalah ± 300 m ke arah Hulu dan ± 300 m kearah Hilir.
Bantaran sungai yang harus terakomodir adalah 25 m kearah kanan dan Kiri
sungai.
d. Apabila kedalaman sungai lebih dari 2,0 meter, maka pengukuran kedalaman
sungai disarankan memakai alat Bathimetri.

7
e. Peta ini harus menggambarkan:
 Garis Kontur
 Lokasi pola aliran air, elevasi muka air, kedalaman sungai dan Informasi
tentang banjir tertinggi yang pernah terjadi.
 Masing-masing sungai dilengkapi dengan Foto lapangan.

4.6. Analisis Data


Analisis data pada Survei Topografi berupa perhitungan serta pengambaran peta hasil
survei yang telah dilakukan, yang harus memenuhi persyaratan namun tidak terbatas
sebagai berikut:
1) Perhitungan koordinat GPS dilakukan dengan mempergunakan perangkat lunak
(sofware) yang mengkoreksi cycle slip dan data atmospheric.
2) Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada titik – titik ikat yang
dipergunakan.
3) Perhitungan poligon dilakukan dengan metode Bowditch atau Least Square
(Perataan Kuadrat Terkecil).
4) Perhitungan koreksi beda tinggi berdasarkan jarak pengamatan pada setiap sisi
(proposional terhadap jarak).
5) Jika toleransi ketelitian tidak tercapai maka harus dilakukan pengukuran ulang
pada sisi yang salah.
6) Perhitungan dapat diterima jika batas toleransi telah dipenuhi.
7) Pekerjaan perhitungan dan penggambaran dilaksanakan di lapangan sehingga bila
terjadi kesalahan pengukuran, maka pengukuran ulang dapat dilakukan esok
harinya.
8) Penggambaran titik–titik poligon harus didasarkan pada hasil perhitungan
koordinat, tidak boleh secara grafis.
9) Cek terhadap data situasi dan detail topografi dilakukan secara bertahap dengan
menampilkan gambar kontur yang dilengkapi dengan gambar situasi. Jika
koordinat kerangka dasar dan poligon cabang belum final, perhitungan koordinat
data situasi dan detail topografi dihitung dengan koordinat sementara.
10) Jika terdapat kekeliruan (data lapangan salah atau kurang) maka harus dilakukan
pengecekan ulang terhadap data situasi dan detail topografi.
11) Pengolahan data situasi dan detail topografi dilakukan dengan menggunakan
software survei.
12) Proses pembuatan surface pada software survei berupa Triangulation Irreguler
Network (TIN) harus melibatkan seluruh data topografi (X, Y, Z) dan garis
breaklines.
13) Proses pembuatan surface final dengan menggunakan koordinat definitif dilakukan
secara bersamaan untuk seluruh area pemetaan, selanjutnya dilakukan proses
pembuatan kontur. Gambar kontur harus sesuai dengan sketsa lapangan.
14) Gambar ukur yang berupa gambar situasi dalam format CAD dengan skala 1:1000
untuk situasi jalan, skala 1:500 untuk situasi jembatan.
15) Ketinggian titik detail harus tercantum dalam gambar ukur begitu pula semua
keterangan–keterangan yang penting. Ketinggian titik tersebut perlu dicantumkan.
16) Penggambaran penampang digambarkan dengan skala horizontal sebesar 1:100
dan skala vertikal sebesar 1:100.
17) Peta Topografi yang dihasilkan adalah Peta skala 1:1000 yang harus menampilkan
seluruh informasi-informasi penting yang ada disepanjang rencana jalan Tol,
meliputi jalan akses, bangunan, tata guna lahan (sawah, ladang), nama desa, nama
Jalan, nama sungai, arah aliran sungai, dan lain sebagainya.

8
Pembuatan Peta
Pembuatan Peta adalah penggambaran titik-titik kerangka dasar pengukuran dan titik-
titik detail yang dinyatakan dengan penyebaran patok, BM, titik-titik ketinggian dan
obyek-obyek lainnya yang dianggap perlu dalam suatu areal pekerjaan. Penggambaran
areal pekerjaan diproyeksikan pada bidang datar dengan skala 1: 1000, Interval kontur
0,5 m untuk daerah datar dan interval 1 m untuk daerah terjal.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran peta antara lain:
1) Judul Peta Proyek
2) Peta Lokasi Proyek
3) Peta Indeks
4) Arah Utara Peta
5) Legenda
6) Garis Kontur Dengan Interval 0,5 atau 1 m(Sesuai Kebutuhan)
7) Gambar Situasi, meliputi Jalan, Bangunan, Sungai, Rawa, Alur, dan lain-lain
8) Bench Mark (BM)
9) Garis Dan Angka Grid Dengan Interval 50 m
Penyajian Hasil Kerja Akhir
Pembuatan laporan dilakukan untuk memberikan gambaran hasil pelaksanaan pekerjaan
yang telah dilakukan, sehingga dapat diketahui kondisi areal pekerjaan secara umum,
informasi lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan survei dan pemetaan. Data-data
yang diserahkan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan adalah:
1) Satu berkas laporan tertulis tentang pelaksanaan pekerjaan
2) Print out peta topografi skala 1:1.000
3) Peta topografi dalam bentuk softcopy dengan menggunakan peragkat lunak
(software) CAD (file .dwg), KMZ, Shp file.
4) Data asli hasil pengukuran
5) Data hasil perhitungan dalam bentuk softcopy dan hardcopy
6) Koordinat topografi (Easting, Northing, Elevation, Code)
7) Foto dan deskripsi Bench Mark
8) Untuk setiap bagian yang terpotong oleh trase jalan tol maka bagian yang
terpotong tersebut harus diukur baik potongan melintang, potongan memanjang
dan situasinya serta ditampilkan data-data koordinat (X, Y, Z) dan elevasinya.
Long section elevasi permukaan jalan eksisting non tol yang dilintasi jalan tol
berdasarkan pengukuran langsung bukan berdasar running surface dari
program/software.

4.7. Laporan Survei Topografi


Laporan Survei Topografi memuat namun tidak terbatas pada substansi yang tersusun
sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisa Data Hasil Survei
7) Penggambaran
8) Deskripsi hasil pengukuran topografi

Staking Out
1) Pengukuran staking out pada prinsipnya adalah : memindahkan titik-titik
Koordinat yang ada diatas peta ke lapangan dengan mempergunakan alat ukur
Total Station atau RTK GPS.

9
2) Pengukuran stake-out ini dilakukan dengan cara mengukur jarak dan azimut atau
sudut jurusan titik yang akan di stake-out dari titik BM yang ada di lapangan.
Koordinat titik referensi yang digunakan sebagai titik ikat pengukuran adalah titik
Bench Mark hasil pengukuran GPS sebelumnya.
3) Pekerjaan stake out dilakukan setelah CL (Center Line) alinyemen Tol sudah final,
dengan tujuan membandingkan profil memanjang hasil tarikan design yang
dilakaukan diatas peta topografi dengan kondisi terrain eksisting dilapangan.
4) Stake Out dilakukan pada CL (Center Line) tol & akses ramp dengan Interval
setiap 25 meter
5) Pekerjaan stake out ditandai dengan patok kayu kaso ukuran 4x6 cm dan dicat
warna merah.
6) Titik/posisi hasil stake out selanjutnya digambar menjadi profil memanjang dengan
skala horisontal 1 : 1000 dan skala vertikal 1 : 100.

5. Survei Bathimetri (Topografi Bawah Air)


5.1 Lingkup Survei
Pekerjaan Bathimetri untuk keperluan desain Jembatan Tol, perlu di klasifikasikan
menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Bathimetri untuk jembatan di atas sungai (untuk kedalaman ≥ 2 meter).
b. Bathimetri untuk jembatan di atas laut.
Lingkup Survei Topografi Bawah Air (Bathimetri), meliputi pengukuran terhadap:
1) Kedalaman air di sungai/laut
2) Perbedaan tinggi pasang surut
3) Kecepatan arus air.

5.2 Tujuan Survei


Survei Topografi Bawah Air (Bathymetri) bertujuan untuk mengetahui kedalaman dasar
sungai atau laut, beserta pengamatan pasang surutnya.
Catatan khusus untuk sungai, yaitu:
1) Pengukuran Pasang surut dilakukan apabila sungai tersebut terpengaruh oleh
kondisi pasang surut.
2) Pengukuran arus dilakukan untuk sungai bentang panjang dan mempunyai
kecepatan arus yang cukup besar.

5.3 Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Survei Topografi Bawah Air (Bathymetri)
meliputi namun tidak terbatas dari sebagai berikut:
1) Echo Sounder Single-beam / Multi-beam (MBES) beserta perlengkapannya, jenis
peralatan menyesuaikan kebutuhan.
2) Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang di-
download dari alat Echo Sounder.
3) Perahu, digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran menyusuri
jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu tersebut
harus memiliki beberapa kriteria, antara lain:
a. Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor dalam melakukan
kegiatan pengukuran dan lebih baik tertutup dan bebas dari getaran mesin.
b. Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada kecepatan rendah.
c. Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding.
4) Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama kegiatan
survei dilakukan antara lain life jacket.

10
5.4 Proses Pelaksanaan Survei
Pengamatan bathimetri dilakukan pada siang hari saat cuaca terang. Koordinat jalur di
input ke alat ukur. Jalur pengamatan kedalaman dilakukan tiap interval 25 m.
Pengukuran sendiri dilakukan dengan 1 kali jalan untuk tiap jalur dimulai dari tepi
sungai/pantai.
Survei Bathimetri harus dilakukan dengan menggunakan alat pengukur jarak dan alat
pengukur kedalaman air Single-Beam / Multi-beam Echosounder berikut
kelengkapannya yang kesemuanya harus sudah dikalibrasi.
Cara yang dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi
kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang untuk cross check. Penentuan
posisi-posisi kedalaman dilakukan menggunakan alat echosounder sesuai kondisi
lapangan.
Dalam pengukuran bathimetri ini terdapat tiga kegiatan pengukuran yaitu pengukuran
kedalaman, penentuan posisi titik kedalaman dan pembacaan muka air laut saat
pemeruman (Sounding) berlangsung. Kerja kegiatan pengukuran ini dilakukan
simultan. Berikut ini adalah metodologi pelaksanaan survei bathimetri.
1) Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman dimaksudkan untuk mengetahui konfigurasi dasar laut.
Pengukuran kedalaman menggunakan alat perum echosounder Single/Multi Beam.
Untuk memenuhi kesalahan pengukuran kedalaman maka sebelum dan sesudah
pengukuran dilakukan penulisan data perum gema dengan metoda barcheck 1 test
bar.
2) Posisioning Titik Kedalaman dengan GPS
Posisioning titik-titik kedalaman, dilakukan dengan menggunakan alat GPS RTK
System yang ditempatkan diatas perahu motor. Lajur-lajur garis kedalaman yang
diukur merupakan lanjutan dari profil-profil sungai/laut yang telah diukur
sebelumnya.
Selama pemeruman dilaksanakan secara simultan dibaca pengamatan pasang surut
untuk korelasi kedalaman terhadap datum yang dipakai.

3) Pembacaan muka air laut saat pemeruman (Sounding) berlangsung sebagai berikut:
a. Persiapan di darat, pengecekan alat ukur, penyediaan perahu motor dan
perlengkapan lain.
b. Pembuatan rencana jalur sounding dengan program autocad dengan format .dxe
yang upload kealat Echo Sounder.
c. Sebelum sounding dimulai terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat Echo
Sounder/Test Bar.
d. Pemeruman dimulai dari lajur profil pertama dengan No. Fix awal, 1,2 dan
selanjutnya
e. Setiap No Fix, tanggal, jam, koordinat dan kedalaman bacaan terekam secara
otomatis oleh GPS Echo Sounder.

5.5 Analisis Data


Analisis data pada Survei Topografi Bawah Air (Bathimetri) berupa perhitungan serta
pengammbaran peta hasil survei yang telah dilakukan, yang harus memenuhi
persyaratan namun tidak terbatas sebagai berikut:
1) Hasil perekaman dari alat GPS Echo Sounder di download ke pogram pengolah
angka (spreadsheet), misal Ms. Excel.
2) Dilakukan perhitungan elevasi tiap titik dengan koreksi hasil barcek, dan koreksi
pasang surut.

11
3) Data-data hasil perhitungan berupa Nomor, koordinat dan elevasi di plotkan ke
dalam program penggambaran, misal AutoCAD, dan selanjutnya dilakukan
penggambaran.
4) Keluaran (output) dari perhitungan ini adalah peta bathimetri dengan interval
ketinggian garis kontur 0,5 – 1 meter dan skala 1 : 500 atau 1 : 1000.

5.6 Laporan Survei Topografi Bawah Air (Bathimetri)


Laporan Survei Topografi Bawah Air (Bathimetri) memuat namun tidak terbatas pada
substansi yang tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisa Data Hasil Survei
7) Penggambaran (digabungkan dengan hasil pengukuran dari Survei Topografi)
8) Deskripsi hasil pengukuran kondisi topografi.

6. Survei Pemotretan Udara


Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Pemotretan Udara, yaitu:
6.1. Lingkup Survei
Lingkup Survei Pemotretan Udara, meliputi:
a. Pemotretan Udara dimaksudkan untuk mendapatkan Image Foto udara untuk
melengkapi data survei Topografi dilokasi proyek.
b. Untuk wilayah perkotaan pekerjaan Foto Udara ini juga diharapkan bisa
menggantikan/melengkapi pekerjaan survei Topografi (Topografi darat) yang
secara kondisi sosial tidak memungkinkan untuk dilakukan survei secara terestris,
sehingga produk yang dihasilkan bukan hanya image tetapi juga peta garis yang
dilengkapi dengan garis Kontur.
c. Survei udara atau pengambilan foto udara dilakukan dengan menggunakan wahana
udara tanpa awak (UAV) dan menggunakan jenis kamera digital small format
non-metric terkalibrasi dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
i. Pemasangan Premark dan GCP
Sebelum pemotretan udara dilaksanakan, premark dipasang di area pemotertan
sesuai dengan posisi yang telah direncanakan, bersamaan dengan pemasangan
Ground Control Point (GCP).
Pemasangan/distribusi GCP sesuai dengan kebutuhan untuk kontrol areal yang
akan dipetakan dan menyesuaikan dengan rencana jalur terbang yang dibuat
pada peta, jarak antar GCP ± 500 meter atau disesuaikan dengan kondisi
lapangan.
ii. Pengukuran GCP
Pengukuran GPS dimaksudkan untuk mendapatkan harga X,Y dan Z dari
masing masing GCP yang dipasang di lokasi yang akan digunakan sebagai
Referensi dari titik-titk kontrol minor pada pelaksanaan Triangulasi Udara dan
pemetaan secara Fotogrametris.
Pengukuran GCP dilaksanakan dengan metode RTK (Realtime kinematic)
iii. Kualitas Pemotretan
Foto udara mempunyai kualitas pemotretan dan ketelitian yang memenuhi
syarat untuk pembuatan peta foto dengan keseragaman yang optimal.
iv. Tinggi Terbang dan Resolusi
Tinggi terbang disesuaikan untuk mendapatkan foto udara dengan Resolusi
(Ground Sample Distance) sekitar 5-7 cm.

12
v. Perencanaan Terbang
Yang perlu diperhatikan, pembuatan rencana jalur terbang harus sesuai dengan
kriteria sebagai berikut:
 Arah jalur terbang, disesuaikan topografi area pemotretan. Arah jalur
terbang terbang dibuat memanjang batas area yang difoto.
 Pada titik Pemenggalan jalur akan terjadi bila tinggi terbang harus diubah
untuk memenuhi persyaratan navigasi dan kebutuhan skala foto. Jalur
sambungan harus bertampalan pada sedikitnya 3 foto (Triple Lap).
 Pusat foto (principal point) dari 2 (dua) exposure pertama dan 2 (dua)
exposure terakhir dari jalur terbang terletak di luar areal pemotretan (sebagai
buffer agar batas lokasi yang difoto aman).
vi. Overlap dan Sidelap
 Pertampalan ke muka (overlap) adalah 60% + 5% (untuk daerah relatif
datar), atau 70% ± 5% (untuk daerah yang berbukit/undulasi)
 Pertampalan ke samping (sidelap) adalah 20% ± 5% (untuk daerah relatif
datar), atau 30% ± 5% (untuk daerah yang berbukit/undulasi)
 Dari overlap dan sidelap tersebut akan terbentuk model untuk seluruh
daerah yang akan dipetakan.
vii. Crab
Selama pemotretan, kamera udara dikompensasikan dari crab pesawat dengan
Gyro Stabilized Mounting kamera sehingga diperoleh ujung-ujung foto udara
yang sejajar terhadap jalur terbang hal ini selalu balancing antara perubahan
heading pesawat dan kamera udara sehingga didapat tepi foto sejajar dengan
jalur terbang.
viii. Tilt dan Tip
Tilt dan Tip yang terjadi karena pergerakan dari hidung dan sayap pesawat,
akan selau dikontrol pada saat pemotretan berlangsung dengan Gyro Stabilized
Mounting kamera udara sehingga kamera selalu dalam keadaan datar atau level.
ix. Kondisi Penerbangan
Pemotretan hanya dilaksanakan pada saat keadaan cahaya dan cuaca
sedemikian rupa sehingga kenampakannya tidak mempengaruhi tone pada foto.
Penerbangan diusahakan dilakukan pada jam-jam yang sama untuk
menghindari area dengan bayangan yang bertentangan yang mungkin timbul
pada pembuatan peta foto.
Tinggi matahari pada waktu pemotretan harus sedikitnya 25, untuk
menghindari bayangan yang terlalu miring sehingga menutup detail dan tidak
pada saat ketinggian matahari pada posisi/mendekati puncaknya sehingga
menghalangi terbentuknya pandangan stereoskopis model foto dengan kata lain
pemotretan udara dilakukan pada saat ketinggian matahari antara 25 sampai
dengan 75 dari horison.
Tidak boleh ada awan, bayangan awan, asap atau kabut yang menghalangi detil
yang dipotret.
x. Wahana Udara
Jenis wahana udara yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah wahana udara
tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle-UAV) yang dilengkapi dengan
peralatan:
 RC (Radio Control) 2.4 Ghz
 3DR Autopilot
 Mounting Camera
 Repeater Penguat Sinyal Radio Control
 GPS Control Aircraft System
 Laptop untuk Monitoring Device.

13
Triangulasi Udara
Triangulasi udara merupakan suatu teknik perbanyakan titik kontrol yang
diperlukan untuk proses restitusi foto atau orientasi foto ke dalam system referensi
tertentu. Titik-titik kontrol ini disebut sebagai titik kontrol minor. Titik kontrol
tersebut umumnya diperlukan minimum sebanyak 6 buah pada setiap model foto
stereo dan diperoleh sebagai hasil hitungan matematis fotogrametri dengan
menggunakan data hasil ukuran pada model stereo dan hasil pengukuran kontrol
lapangan (survei GPS dan survei terestris). Ketelitian hasil perataan blok
triangulasi udara tidak boleh lebih dari 30 cm dan harus melampirkan hasil
perhitungan dalam laporan yang disampaikan.

Tahap-tahap Triangulasi Udara


i. Pemilihan Titik
 Titik-titik yang dipilih yaitu: pass point, tie point juga titik kontrol (GCP).
 Titik-titik dipilih pada foto yang bertampalan ke depan dan ke samping
sehingga ada ikatan model.
 Pemilihan titik ini menggunakan PC Komputer dan diberi nomor unique.
Penomoran tersebut sebagai berikut:

Pemilihan titik ini dilakukan pada foto udara secara digital menggunakan
software.
ii. Pengukuran Atau Pembacaan Koordinat
Pembacaan koordinat model menggunakan Software.
iii. Perataan Blok/Block Adjusment
Data hasil pengukuran model diproses Block Adjusment dengan Program PAT-
B.
Akurasi Relative Block tidak lebih dari 25 pada sekala foto untuk koordinat
X,Y dan tidak lebih dari 0,01% dari tinggi terbang atau sebesar 0,15 meter
untuk koordinat Z sedangkan untuk daerah yang terjal tidak lebih dari 0,03%
dari tinggi terbang atau sebesar 0,45 meter
RMS pada koordinat titik kontrol tanah tidak lebih besar =/< 40 pada skala
foto untuk X,Y dan tidak lebih dari 0,01% dari tinggi terbang atau sebesar 0,15
meter untuk koordinat Z sedangkan untuk daerah yang terjal tidak lebih dari
0,03% dari tinggi terbang atau sebesar 0,45 meter
Bila hasil peralatan blok apabila didapat hasil yang tidak memenuhi batasan
ketelitian, dianalisa kembali dan diproses lagi.

6.2. Alat yang Digunakan


Jenis wahana udara yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah wahana udara tanpa
awak (Unmanned Aerial Vehicle- UAV). yang dilengkapi dengan peralatan:
a. RC (Radio Control) 2.4 Ghz
b. 3DR Autopilot
c. Mounting Camera
d. Repeater Penguat Sinyal Radio Control
e. GPS Control Aircraft System
f. Laptop untuk Monitoring Device

14
6.3. Proses Pelaksanaan Survei
Proses pelaksanaan Survei Pemotretan Udara, meliputi:
a. Proses Fotogrametri
Pemetaan yang akan dilaksanakan adalah dengan menggunakan teknik pemetaan
fotogrametri digital.
Proses fotogrametri harus melalui subproses, yaitu :
 Sub-proses restitusi foto : Orientasi foto yang terdiri dari orientasi dalam,
orientasi relative dan orientasi absolute.
 Subproses Ortofoto : Proses untuk membuat peta foto dari sekumpulan
pasangan foto stereo. Masing-masing foto udara dikoreksikan kemiringannya
(kemiringan kea rah sumbu x, y dan z : omega, phi dan kappa), skalanya dan
koreksi karena relief permukaan bumi.
 Subproses Mosaicking : Proses ini dilakukan untuk menyambungkan bagian-
bagian peta hasil proses ortofoto membentuk suatu peta dengan ukuran tertentu.
Proses Ortofoto dan Mosaicking menggunakan Software Mencisoftware APS
(atau yang setara).
b. Pembentukan Digital Terrain Model (DTM)
DTM merupakan data 3-dimensi yang merepresentasikan keadaan permukaan
obyek yang diliput. DTM merupakan data raster dengan ukuran cell 1 mm pada
skala peta yang dibentuk dari :
i. Data hipsografi berupa masspoint, spotheight dan breakline.
ii. Data hidrografi berupa sungai, danau, rawa, garis pantai.
c. Ortho-Rectification
Rektifikasi adalah suatu re-eksposur dari suatu foto sehingga kemiringan-
kemiringan (tilt) yang terdapat pada foto tersebut menjadi hilang dan sekaligus
mengatur skala rata-rata foto yang satu dengan yang lainnya. Rektifikasi dilakukan
apabila permukaan tanah yang terpotret itu relatif datar, dengan asumsi Δ h pada
setiap titik pengamatan <0.5 % x tinggi terbang terhadap tinggi rata-rata pada foto
yang bersangkutan.
Pembuatan peta foto untuk daerah yang bergunung dilakukan dengan proses
orthofoto, dimana dengan orthofoto ini dilakukan re-eksposur secara orthogonal
per bagian-bagian kecil dari foto, sehingga kemiringan, skala dan pergeseran relief
dapat dikoreksi. Proses orthofoto akan menjadikan foto dalam proyeksi orthogonal
dan hanya mempunyai satu skala (walaupun dalam medan yang beraneka), dan
seperti foto karena menyajikan medan dengan gambaran sebenarnya (tidak
berwujud garis dan simbol).
Orthofoto dilakukan apabila permukaan tanah yang dipotret itu bergunung dengan
asumsi Δ h pada setiap titik pengamatan > 0.5 % x tinggi terbang terhadap tinggi
rata-rata pada foto yang bersangkutan.
d. Digitasi Peta Garis 3D
Pekerjaan Digitasi peta garis 3D dilakukan setelah proses pembentukan citra
orthomosaik dan pembentukan DTM. Data yang diperlukan untuk dapat
dilakukannya digitasi peta garis 3D adalah :
i. DSM (Digital Surface Model)
ii. ORI (Ortho Rectified Image )/Citra hasil Foto Udara (UAV)
Proses pengolahan foto udara akan menghasilkan citra orthomosaik ter-rectifikasi
dan DSM, dari kedua output data tersebut dilakukan pembentukan Stereomate
berupa kenampakan 3 dimesi pada perangkat komputer yang mendukung fasilitas
stereoskopis.
e. Perangkat Lunak
Untuk dapat melakukan pekerjaan digitasi peta garis 3D diperlukan beberapa
perangakat lunak , antara lain (atau setara dengan):

15
 Socet Set 5.3.0 (BAE Systems), Summit Evolution (Untuk Pengumpulan Data
3D dengan Stereoplotting)
 Global Mapper 18.0 (Untuk Pembentukan DEM dan Konversi Data)
 ArcGIS 10.1 (Untuk Pembentukan Basis Data)
 Surfer 9.0 (Untuk Gridding dan Create Kontur)
 AutoCad Map 13 (Untuk Editing dan Finishing)

6.4. Laporan Survei Pemotretan Udara


Laporan Survei Pemotretan Udara memuat namun tidak terbatas pada substansi yang
tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisis Data Hasil Survei
7) Penggambaran (digabungkan dengan hasil pengukuran dari Survei Topografi)
8) Produk yang dihasilkan berupa video drone yang sudah diberi batas rumija tol dan
bangunan perlintasan

7. Survei Lalu Lintas


Kebutuhan survei lalu lintas ditujukan untuk proses analisa prediksi kebutuhan perjalanan
dan rekayasa lalu lintas di jalan tol. Dalam tahap penyusunan RTA, prediksi kebutuhan
perjalanan di jalan tol dapat mengacu kepada studi terdahulu seperti Dokumen Feasibility
Study dan Basic Design. Pada prinsipnya, data lalu lintas hasil analisis sebelumnya dapat
digunakan jika memenuhi kelengkapan data yang dibutuhkan dalam menyusun RTA. Selain
itu juga data yang tersedia, masih valid atau karakteristik lalu lintas tidak banyak mengalami
perubahan.
Untuk mempermudah mengkategorikan data yang masih valid, dapat juga diasumsikan jarak
waktu antara pelaksanaan analisis dan penyusunan RTA tidak terlalu jauh (di bawah 5 tahun
untuk jalan tol disekitar perkotaan dan di bawah 10 tahun untuk jalan tol antar kota).
Adanya perubahan tata guna lahan yang signifikan, perubahan sistem lalulintas atau
perubahan pada transportasi.
Pada kondisi data lengkap dan masih valid, maka tidak perlu dilakukan proses survei dan
kajian ulang analisa prediksi kebutuhan perjalanan. Data prediksi kebutuhan perjalanan dari
bahan acuan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya, yaitu analisis rekayasa lalu lintas.
Pada bagian selanjutnya adalah akan diuraikan proses dalam melakukan survei lalu lintas
sebagai bagian dalam penyusunan RTA.
7.1. Lingkup Survei
Survei Lalu Lintas dilakukan dengan menghitung volume lalu lintas kendaraan yang
dilakukan di 2 (dua) jenis lokasi, yaitu di ruas dan pesimpangan jalan. Penghitungan
volume lalu lintas dilakukan di masing-masing arah pergerakan, dan masing-masing
jenis kendaraan baik di ruas jalan maupun di persimpangan.

7.2. Tujuan Survei


Secara umum tujuan pelaksanaan survei volume lalu lintas adalah untuk mengetahui
kondisi lalu lintas yang ada di ruas jalan dan di persimpangan, menginventarisasi lalu
lintas yang ada berdasarkan jumlah, fluktuasi dan komposisi lalu lintas dalam satuan
waktu tertentu. Sedangkan tujuan khusus dari pelaksanaan survei volume lalu lintas
adalah untuk memvalidasi model prediksi lalu lintas yang diperkirakan akan
menggunakan jalan tol, sehingga dapat dijadikan acuan dalam menghitung atau

16
menganalisis rekayasa lalu lintas yang dibutuhkan, seperti: kebutuhan dimensi
minimum ruas jalan tol, kebutuhan jumlah gerbang tol, dan pengaturan lalu lintas di
persimpangan jalan akses menuju ruas jalan tol. Selain itu juga sebagai data masukan
dalam menganalisis tebal perkerasan jalan.

7.3. Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang digunakan pada pelaksanaaan dan penyusunan laporan Survei
Lalu Lintas, yaitu:
1) Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
2) Basic Design jalan yang bersangkutan.

7.4. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Survei Lalu Lintas adalah alat penghitungan
manual dalam bentuk tally counter beserta format survei yang telah ditentukan dan juga
dapat menggunakan alat semi otomatis dalam bentuk pneumatic tube. Alat tersebut juga
dapat bersamaan merekam kecepatan kendaraan dan memberikan pembacaan kecepatan
kendaraan per hari.

7.5. Proses Pelaksanaan Survei


Kegiatan Survei Lalu Lintas dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut:
 Pemilihan Lokasi Pos
a. Lokasi survei lalu lintas di ruas jalan dilakukan di perpotongan garis cordon
dengan jalan, baik di internal maupun eksternal cordon.
b. Lokasi pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk seluruh arah
pergerakan baik di ruas maupun di simpang, sehingga memungkinkan
pencatatan kendaraan dengan mudah dan jelas.
c. Lokasi survei di ruas jalan, ditempatakan di ruas jalan yang tidak terganggu
oleh pergerakan simpang atau di lokasi pusat kegiatan dengan jumlah bangkitan
yang tinggi.
 Periode Penghitungan
Untuk mendapatkan pola fluktuasi dan komposisi kendaraan serta untuk
mendapatkan data prediksi lalu lintas yang dapat dikonversi ke LHR, dibutuhkan
survei lalu lintas minimal 3 hari x 24 jam di masing-masing lokasi survei. 2 hari
mewakili hari kerja dan 1 hari mewakili hari libur.

7.6. Analisis Data


Analisis data hasil survei lalu lintas di ruas dan simpang, dapat dilakukan meliputi
namun tidak terbatas sebagai berikut:
1) Perhitungan volume Lalu Lintas Ruas
Analisis perhitungan volume lalu lintas ruas jalan dilakukan sesuai dengan
pengelompokan jenis kendaraan untuk masing-masing arah. Data akan dianalisis
menjadi waktu jam puncak (dalam satuan kend/jam dan smp/jam) dan LHR rata-rata
(dalam satuan kendaraan/hari) dengan dan tanpa kendaraan sepeda motor dan
kendaraan tidak bermotor.
2) Fluktuasi lalu lintas
Analisis fluktuasi lalu lintas dilakukan untuk mendapatkan grafik pola lalu lintas
jam-jaman dalam 1 hari. Dari grafik ini juga dapat dilihat periode jam sibuk pagi,
siang dan sore hari.

17
3) Komposisi Lalu Lintas
Analisis komposisi lalu lintas dilakukan untuk mendapat persentase komposisi
masing-masing kendaraan. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan dalam memprediksi
komposisi atau golongan kendaraan yang akan menggunakan jalan tol.
4) Analisis Kebutuhan Perjalanan
Pada umumnya analisis kebutuhan perjalanan ini menggunakan model 4 tahap. Data
hasil survei dipakai untuk memvalidasi model dan mengkonversi data hasil model
sesuai dengan kebutuhannya. Pada tahap ini akan dihasilkan prediksi lalu lintas pada
jaringan jalan di sekitar rencana jalan tol termasuk lalu lintas yang akan beralih ke
jalan tol. Prediksi lalu lintas tersebut berupa lalu lintas harian dan jam perencanaan
di jalan tol untuk masing-masing golongan dan masing-masing arah pergerakan,
terutama di lokasi rencana simpang susun, gerbang tol dan persimpangan antara
jalan akses tol dengan jalan non tol. Data hasil analisis prediksi kebutuhan
perjalanan ini yang akan digabungkan dengan data hasil survei WIM akan menjadi
dasar dalam perhitungan tebal perkerasan, baik di ruas jalan utama maupun di
sekitar pintu tol.
5) Analisis Rekayasa Lalu Lintas
Dari hasil analisis kebutuhan perjalanan pada masa yang akan datang, akan
dilakukan beberapa analisis rekayasa lalu lintas baik di ruas jalan utama maupun
dipersimpangan jalan tol. Analisis tersebut terdiri dari :
 Menentukan dimensi atau kebutuhan lebar dan jumlah lajur baik di jalur utama
maupun pada daerah simpang susun
 Menentukan jumlah gardu tol yang harus disediakan
 Pengaturan simpang di pertemuan jalan akses tol dan jalan lokal atau non tol
Analisis di atas akan dilakukan untuk menentukan kebutuhan saat pembukaan jalan
tol sampai beberapa tahun selanjutnya.
6) Survei Lalu Lintas harus sinkron dengan:
 Traffic management saat konstruksi dan jalna kerja
 Perencana desain geometrik pada simpang sebidang

7.7. Laporan Survei Lalu Lintas


Laporan Survei Lalu Lintas memuat namun tidak terbatas pada substansi yang tersusun
sebagai berikut:
a. Lingkup Survei
b. Studi Terdahulu
c. Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
d. Jadwal Pelaksanaan Survei
e. Proses Pelaksanaan Survei
f. Analisis Data Hasil Survei
g. Kesimpulan dan Rekomendasi

8. Survei Weight in Motion (WIM)


Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Weight in Motion (WIM), yaitu:
8.1. Lingkup Survei
Lingkup survei Weight in Motion (WIM) meliputi pengumpulan data antara lain beban
gandar (axle weight), beban total (gross weight), jarak antar gandar (axle spacing),
kecepatan kendaraan, dan klasifikasi kendaraan. Klasifikasi kendaraan yang dipakai alat
pengukur sistem WIM disesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan di Indonesia
(klasifikasi Bina Marga), seperti yang dikelompokkan dalam pencacahan lalu lintas
kendaraan.

18
Lokasi survei WIM dilakukan di jalan non tol yang akan beralih ke jalan dan atau pada
jalan tol yang akan terkoneksi dengan rencana jalan tol lainnya.

8.2. Tujuan Survei


Tujuan Survei Weight in Motion (WIM) ini adalah untuk mengukur beban dan jumlah
kendaraan yang dilakukan ketika kendaraan dalam kondisi bergerak.
Hasil survei akan digunakan sebagai rujukan untuk perencanaan perkerasan.

8.3. Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang digunakan pada pelaksanaaan dan penyusunan laporan Survei
Weight in Motion (WIM), yaitu:
a. Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
b. Basic Design jalan yang bersangkutan.

8.4. Alat yang Digunakan


Ada beberapa jenis teknologi dasar yang sering digunakan sebagai sensor untuk sistem
WIM. Teknologi itu antara lain adalah strain gage, load cell, dan piezoelectric.

8.5. Proses Pelaksanaan Survei


Kegiatan Survei Weight in Motion (WIM) dapat dilakukan dengan proses sebagai
berikut:
a. Menentukan sistem sensor yang dipakai apakah, sensor strain gage, load cell, dan
piezoelectric.
b. Pemasangan sistem di perkerasan jalan dan beban kendaraan yang diterima sensor
adalah yang ditransfer lewat perkerasan jalan.
c. Menghubungkan semua kelengkapan sensor dengan data logger.

8.6. Analisis Data


Analisis data terhadap hasil Survei Weight in Motion (WIM) dapat dilakukan meliputi
namun tidak terbatas sebagai berikut:
a. Data Logger menghitung dan menganalisa arus yang diproduksi.
b. Data Logger juga menghitung berat dari roda yang melintas atau gabungan gandar
dari kendaraan, jarak antar gandar kendaraan, kecepatan kendaraan yang melewati
sensor yang digunakan.
c. Menghitung besarnya faktor kerusakan jalan.

8.7. Laporan Survei Weight In Motion (WIM)


Laporan Survei Weigth in Motion (WIM) memuat namun tidak terbatas pada substansi
yang tersusun sebagai berikut:
a. Lingkup Survei
b. Studi Terdahulu
c. Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
d. Jadwal Pelaksanaan Survei
e. Proses Pelaksanaan Survei
f. Analisis Data Hasil Survei
g. Deskripsi Hasil Survei
h. Kesimpulan dan Rekomendasi

19
9. Survei Geologi, Geoteknik dan Material
9.1. Survei Geoteknik
Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Geoteknik, yaitu:
9.1.1. Lingkup Survei
Lingkup Survei Geoteknik, meliputi: Penyelidikan lapangan, yang terdiri dari pemeriksaan
sifat tanah (konsistensi, jenis tanah, warna, perkiraan persentase butiran kasar/halus) sesuai
dengan Metoda USCS.
Survei Geoteknik harus memberikan deskripsi kondisi tanah yang relevan dengan pekerjaan
yang akan dilaksanakan dan menetapkan dasar untuk penilaian parameter geoteknik yang
relevan untuk semua tahap konstruksi.
Informasi yang diperoleh harus memungkinkan penilaian terhadap aspek-aspek berikut:
a. Kesesuaian lokasi sehubungan dengan pembangunan yang diusulkan dan tingkat risiko
yang dapat diterima;
b. Deformasi tanah yang disebabkan oleh bangunan atau yang dihasilkan dari pekerjaan
pembangunan, distribusi spasial dan perilaku terhadap waktu;
c. Keamanan sehubungan dengan Kondisi Batas (misalnya penurunan, penggelembungan
tanah, terangkat, pergeseran massa tanah dengan batuan, dan tekuknya tiang pancang);
d. Beban yang tersalur dari tanah ke struktur (misalnya tekanan lateral pada tiang
pancang) dan batas sebaran yang tergantung dari perancangan dan pembangunan;
e. Metode pondasi (misalnya perbaikan tanah, kemungkinan untuk menggali, kemampuan
penetrasi pemancangan, drainase);
f. Urutan pekerjaan pondasi;
g. Pengaruh dari bangunan serta penggunaannya terhadap lingkungan sekitarnya;
h. Langkah-langkah struktural tambahan yang diperlukan (misalnya penyangga dari
penggalian, pemasangan angkur, penyelimutan tiang bor, pengangkatan penghalang-
penghalang dalam tanah);
i. Pengaruh-pengaruh pembangunan terhadap lingkungan sekitar;
j. Jenis dan tingkat kontaminasi tanah pada, dan di sekitar, lokasi pembangunan;
k. Efektivitas kebijakan yang diambil untuk membendung atau memperbaiki kontaminasi.

Hasil studi literatur dan inspeksi lapangan harus dipertimbangkan ketika memilih metode
dan penentuan titik-titik penyelidikan. Titik-titik penyelidikan harus dapat mencerminkan
variasi pada kondisi tanah, batuan dan air tanah.

Lokasi dan Kedalaman Titik Penyelidikan Lapangan


Lokasi dan kedalaman titik penyelidikan harus dipilih berdasarkan kondisi geologi dari
informasi yang terhimpun pada studi meja atau dari hasil penyelidikan awal, bila dilakukan,
serta dimensi struktur dan masalah teknis yang akan dihadapi.
Ketika memilih lokasi titik penyelidikan, hal-hal berikut harus diperhatikan:
a. titik penyelidikan harus diatur dalam pola sedemikian rupa sehingga stratifikasi tanah
yang melintasi lokasi pembangunan dapat diperoleh;
b. titik penyelidikan untuk bangunan atau struktur harus ditempatkan pada titik-titik kritis
tergantung dari bentuk, perilaku struktural dan distribusi beban yang diharapkan
(misalnya pada sudut-sudut area fondasi);
c. untuk struktur linear, titik penyelidikan harus diatur pada jarak yang cukup terhadap
sumbu bangunan, tergantung pada lebar keseluruhan struktur, seperti tapak timbunan atau
galian;
d. untuk struktur pada atau dekat lereng dan pada medan bertangga (termasuk galian), titik
penyelidikan juga harus dirancang sampai di luar area proyek, sehingga stabilitas lereng
atau galian dapat dievaluasi. Apabila dipasang angkur, pertimbangan harus diberikan
juga pada tegangan yang akan terjadi pada zona transfer beban;

20
e. titik penyelidikan harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi
struktur, pekerjaan konstruksi, atau lingkungan (misalnya sebagai akibat dari perubahan
kondisi tanah dan air tanah);
f. area penyelidikan tanah harus meliputi daerah yang berdekatan sampai pada jarak dimana
tidak ada pengaruh bahaya pada struktur yang berdekatan.
g. untuk titik pengukuran air tanah, penggunaan alat yang dapat memantau secara kontinu
selama penyelidikan tanah sampai pasca masa konstruksi perlu dipertimbangkan.

Faktor-faktor berikut harus diperhatikan dalam menentukan jarak titik penyelidikan.


a. Apabila kondisi tanah relatif seragam atau tanah memiliki kekuatan dan kekakuan yang
cukup, jarak titik penyelidikan yang lebih jauh atau jumlah titik penyelidikan yang lebih
sedikit dapat diterapkan. Keputusan tersebut perlu dijustifikasi berdasarkan pengalaman
setempat.
b. Apabila lebih dari satu jenis penyelidikan direncanakan di lokasi tertentu (misalnya CPT
dan pengambilan contoh dengan tabung piston), jarak titik penyelidikan tersebut harus
cukup jauh.
c. Apabila penyelidikan tanah kombinasi dilakukan, misalnya, CPTs dan pengeboran, maka
CPTs harus dilakukan sebelum pengeboran. Jarak dari CPT dan pengeboran harus cukup
jauh sehingga lubang bor tidak akan memotong lubang CPT. Jika pengeboran dilakukan
sebelum CPT, CPT harus dilakukan pada jarak minimal 2 m dari lubang bor.
Kedalaman penyelidikan harus meliputi ke semua lapisan yang akan memengaruhi proyek
atau terpengaruhi oleh konstruksi. Lereng dan medan bertangga harus dieksplorasi sampai
kedalaman di bawah bidang gelincir yang potensial.

Uji Lapangan Pada Tanah dan Batuan


Uji lapangan harus dikaitkan dengan pengambilan contoh tanah untuk memperoleh
informasi tentang stratifikasi tanah dan parameter geoteknik atau masukan langsung untuk
metode perancangan.
Uji lapangan harus dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor umum berikut:
 geologi/stratifikasi tanah;
 jenis struktur, fondasi yang mungkin dan pekerjaan yang diantisipasi selama konstruksi;
 jenis parameter geoteknik yang diperlukan;
 metode perancangan yang diadopsi.

Uji lapangan yang umum dipakai baik secara tunggal atau kombinasi untuk bermacam
kondisi tanah:
 pengujian sondir atau uji CPT;
 pengujian penetrasi standar atau uji SPT;
 pengujian geser baling lapangan atau uji VST;
Pelaksanaan survei lapangan yang umum yang diakui secara internasional, adalah:
a. Boring dan pengambilan contoh tanah dari lapangan,
b. Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test, SPT)
Uji penetrasi standar, selanjutnya disebut sebagai uji SPT bertujuan untuk menentukan
tahanan tanah pada dasar lubang bor terhadap penetrasi dinamis dari split barrel sampler
(atau konus padat) dan memperoleh contoh tanah terganggu untuk tujuan identifikasi
tanah.
Uji SPT digunakan terutama untuk penentuan kekuatan dan sifat deformasi tanah
berbutir kasar. Uji SPT juga dapat digunakan memperoleh informasi bernilai untuk
jenis tanah lainnya.

21
Uji SPT harus dilakukan dan dilaporkan sesuai dengan SNI 4153-2008. Setiap
penyimpangan dari persyaratan dalam SNI 4153-2008 harus dijustifikasi, khususnya
pengaruhnya terhadap hasil pengujian harus dikomentari.
c. Uji sondir (CPT)
Uji penetrasi konus (CPT) atau umumnya dikenal sebagai uji sondir harus dilakukan
dengan mengikuti persyaratan-persyaratan yang diberikan di dalam SNI 2827-2008.
d. Uji geser baling lapangan (Field Vane shear Test, FVT)
Uji geser baling lapangan dilakukan untuk mengukur tahanan terhadap rotasi lapangan
dari baling-baling yang dipasang di tanah lunak berbutir halus untuk menentukan kuat
geser tak terdrainase dan sensitivitas. Pengujian ini harus dilakukan dengan mengikuti
persyaratan- persyaratan yang diberikan di dalam SNI 03-2487-1991 (ASTM
D2573/D2573M-15).

Uji Laboratorium pada Tanah


Program pengujian laboratorium harus disusun dengan memperhatikan korelasinya dengan
program penyelidikan lainnya. Informasi yang diperoleh dari pengujian lapangan dan
pendugaan harus digunakan untuk memilih contoh uji.
Spesifikasi tambahan, persyaratan penyajian tambahan atau interpretasi tambahan yang
sesuai untuk kondisi tanah, atau aspek geoteknik yang diinginkan kemungkinan juga akan
dibutuhkan. Rincian pengujian yang diperlukan untuk menentukan parameter perancangan
harus ditentukan.
Prosedur, alat dan penyampaian hasil pengujian laboratorium harus memenuhi persyaratan-
persyaratan berikut:
 Pengujian harus dilakukan dan dilaporkan sesuai dengan standar yang berlaku secara
nasional (SNI, ASTM, atau lainnya). Dengan anggapan bahwa persyaratan standar ini
telah terpenuhi, dapat dipilih metode uji dan prosedur alternatif.
 Perlu dilakukan pengecekan bahwa peralatan laboratorium yang digunakan memadai,
sesuai untuk tujuannya dan dikalibrasi sesuai persyaratan kalibrasi.
 Kehandalan peralatan dan prosedur harus diperiksa dengan membandingkan hasil
pengujian dengan data dari jenis tanah atau batuan yang sebanding.
 Metode uji dan prosedur yang digunakan harus dilaporkan bersama-sama dengan hasil
pengujian. Setiap penyimpangan dari prosedur uji standar harus dilaporkan dan
dijustifikasi.
 Jika sesuai, hasil pengujian klasifikasi tanah di laboratorium harus disampaikan
bersama- sama dengan profil tanah di ringkasan deskripsi tanah dan semua hasil
klasifikasi.
 Jika diperlukan, lokasi pengujian laboratorium lainnya (seperti uji oedometer dan
triaksial) harus ditunjukkan pada plot yang sama.

Hasil pengujian tersendiri harus dibandingkan dengan hasil pengujian lainnya untuk
memeriksa tidak terdapatnya kontradiksi di antara data yang tersedia. Hasil pengujian harus
diperiksa dengan nilai-nilai yang diperoleh dari literatur, korelasi dengan sifat indeks dan
pengalaman yang sebanding.
a. Uji Klasifikasi, Identifikasi dan Deskripsi Tanah
Klasifikasi, identifikasi dan deskripsi tanah harus dilakukan sesuai dengan SNI 03-
6797-2002 dan SNI 6371: 2015.
i. Pengujian kadar air
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kadar air material tanah. Kadar air
didefinisikan sebagai perbandingan massa air bebas dengan massa tanah kering.Tata
cara pengujian kadar air harus mengacu pada SNI 1965:2008. Benda uji tanah untuk
mengukur kadar air harus setidaknya berasal dari Kualitas Kelas 3, menurut Tabel 3

22
Jika contoh terdiri atas lebih dari satu jenis tanah, kadar air harus ditentukan dari
benda uji yang mewakili jenis tanah yang berbeda.
ii. Penentuan berat volume atau berat isi (bulk density)
Penentuan berat volume dilakukan untuk menentukan berat volume total massa
tanah, termasuk kandungan cairan atau gas di dalamnya. Evaluasi hasil penentuan
berat volume harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
 Kemungkinan adanya gangguan contoh tanah.
 Kecuali dalam kasus pengambilan contoh tanah dengan metode khusus, uji
laboratorium untuk berat volume tanah berbutir kasar umumnya hanya berupa
perkiraan.
 Berat volume dapat digunakan dalam menentukan gaya-gaya desain yang
diperoleh dari tanah dan hasil pengolahan dari uji laboratorium lainnya.
 Berat volume juga dapat digunakan untuk mengevaluasi karakteristik tanah
lainnya.
iii. Penentuan kepadatan butiran
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kepadatan butiran tanah padat dengan
menggunakan metode konvensional. Pemilihan metode pengujian yang akan
digunakan harus mempertimbangkan jenis tanah. Tata cara pengujian kepadatan
butiran harus mengikuti persyaratan di dalam SNI 1976:2008.
iv. Analisis ukuran butiran
Analisis ukuran butiran dilakukan untuk menentukan persentase massa rentang
ukuran butiran yang terpisah yang ditemukan di dalam tanah. Tata cara anallisis
ukuran butiran harus mengacu pada SNI 3423:2008.
v. Penentuan batas konsistensi (batas Atterberg)
Batas-batas konsistensi (batas Atterberg) terdiri atas batas cair, batas plastis dan
batas susut. Tata cara pengujiannya harus mengacu pada:
 SNI 1967:2008 untuk batas cair;
 SNI 1966:2008 untuk batas plastis dan indeks plastisitas tanah;
 SNI 3422:2008 untuk batas susut.
Batas-batas konsistensi digunakan untuk mengkarakterisasi perilaku tanah lempung
dan lanau ketika kadar air berubah. Klasifikasi lempung dan lanau terutama
berdasarkan pada batas konsistensi.
vi. Penentuan indeks kepadatan tanah berbutir
Indeks kepadatan berkaitan angka pori contoh tanah untuk nilai referensi yang
ditentukan oleh prosedur laboratorium standar. Ini memberikan indikasi kondisi
pemadatan dari free draining granular soil. Tata cara penentuan indeks kepadatan
tanah berbutir harus merujuk pada SNI 1976-2008. Kondisi-kondisi berikut harus
ditentukan atau diperiksa:
 kuantitas dan kualitas contoh;
 jenis prosedur pengujian yang akan diterapkan;
 metode persiapan masing-masing benda uji.
vii. Penentuan penghancuran tanah (dispersibility)
Penentuan penghancuran tanah dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik
dispersif tanah lempung. Pengujian penghancuran tanah dilakukan pada tanah
lempung, terutama yang terkait dengan timbunan, mineral sealings dan struktur
geoteknik lainnya yang kontak dengan air.
Penentuan penghancuran tanah dengan pengujian hidrometer ganda harus mengacu
pada SNI 6874:2012. Hasil pengujian dispersibilitas harus terkait dengan distribusi
ukuran butir dan batas-batas konsistensi contoh tanah.

23
b. Uji Kimia dan Kandungan Organik Tanah dan Air Tanah
Pengujian kimia rutin di laboratorium tanah umumnya terbatas pada kadar organik
(kehilangan pemijaran/loss of ignition, kadar organik total, bahan organik), kadar
karbonat, kadar sulfat, nilai pH (keasaman atau alkalinitas) dan kadar klorida. Pengujian
kimia yang dijelaskan di sini bertujuan untuk klasifikasi tanah dan untuk menilai efek
merugikan tanah dan air tanah terhadap beton, baja dan tanah itu sendiri.
Acuan yang digunakan adalah:
 Penentuan kadar organik mengacu pada SNI 03-6793-2002.
 Penentuan kadar karbonat mengacu pada ASTM D4373 – 14.
 Penentuan kadar sulfat mengacu pada ASTM D516 – 11.
 Penentuan nilai pH mengacu pada SNI 03-6787-2002.
 Penentuan kadar klorida mengacu pada ASTM D512 – 12.

c. Uji Indeks Kekuatan Tanah


Uji indeks kekuatan tanah bertujuan untuk menentukan parameter kuat geser terdrainase
dan/atau tak terdrainase. Uji kekuatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
 Uji kuat tekan bebas. Pengujian kuat tekan bebas harus mengacu pada SNI
3638:2012;
 Uji triaksial tak terkonsolidasi tak terdrainase (triaksial UU). Pengujian Triaksial UU
harus merujuk pada SNI 4813:2015;
 Uji triaksial terkonsolidasi. Pengujian triaksial terkonsolidasi harus merujuk pada
SNI 2455:2015;
 Uji geser langsung. Pengujian geser langsung terkonsolidasi harus merujuk pada
SNI 2813:2008.

d. Uji Kompresibilitas dan Deformasi Tanah


Pengujian ini mencakup uji oedometer (uji konsolidasi) dan pengembangan serta
evaluasi potensi keruntuhan (collapse potential). Pengujian ini dilakukan untuk
menentukan kompresi, konsolidasi dan karakteristik pengembangan tanah. Pengujian
kompresibilitas oedometer (uji konsolidasi) harus merujuk pada SNI 2812:2011.

e. Uji Pemadatan Tanah


i. Uji pemadatan tanah (uji Proctor)
Pengujian pemadatan tanah (uji Proctor) digunakan untuk menentukan hubungan
antara kepadatan kering dan kadar air ketika sejumlah upaya pemadatan diberikan
serta harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diberikan di dalam SNI
1742:2008 untuk cara uji kepadatan ringan tanah dan SNI 1743:2008 untuk cara uji
kepadatan berat tanah.
ii. Uji California Bearing Ratio (CBR)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan nilai CBR contoh tanah yang dipadatkan
atau contoh tanah terganggu. Pengujian CBR harus merujuk pada SNI 1744:2012.
iii. Uji permeabilitas tanah
Pengujian ini dilakukan untuk menetapkan koefisien permeabilitas (konduktivitas
hidraulik) untuk aliran air melalui tanah jenuh air. Pengujian permeabilitas harus
merujuk pada SNI 03- 6870-2002 dan SNI 03-6871-2002.

9.1.2. Tujuan Survei


Survei Geoteknik bertujuan untuk:
a. Mendapatkan informasi mengenai susunan dan pelapisan tanah dan batuan.

24
b. Mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis tanah dan
batuan.
c. Mendapatkan informasi mengenai kedalaman muka air tanah
d. Menentukan parameter tanah yang digunakan dalam analisa.
Informasi kondisi lapisan tanah secara lengkap ini dapat digunakan untuk menentukan
analisis kestabilan lereng galian dan timbunan, jenis dan metode perbaikan tanah, jenis
perkerasan jalan, jenis dan kedalaman pondasi jembatan yang aman, ekonomis dan
sesuai dengan keperluan proyek.

9.1.3. Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang digunakan pada pelaksanaaan dan penyusunan laporan Survei
Geoteknik, yaitu:
a. Dokumen Laporan Hasil Penyelidikan Tanah yang pernah dikerjakan di lokasi jalan
yang bersangkutan.
b. Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
c. Basic Design jalan yang bersangkutan.

9.1.4. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Survei Geoteknik meliputi:
a. Survei Lapangan untuk keperluan perencanaan struktur perkerasan jalan, dengan
menggunakan alat:
 Alat DCP
 Alat Sondir atau CPT
 Alat Pemboran tangan
 Alat Uji Test Pit
 Peta geologi untuk perkiraan adanya lokasi patahan, seretan.
 Data – data bor terdahulu disekitar rencana jalan apabila ada
 Peta topografi untuk mengetahui kemiringan alamiah lereng eksisting yang
ada dan sudah teruji
b. Survei Lapangan untuk keperluan perencanaan jembatan, dengan menggunakan:
 Alat Pemboran Mesin
 Alat Uji Standard Penetration Test (SPT)
 Alat Uji Sondir atau CPT
 Alat Uji Geser Kipas/Baling-baling
 Data – data bor terdahulu disekitar rencana jalan apabila ada
 Peta topografi untuk mengetahui kemiringan alamiah lereng eksisting yang
ada dan sudah teruji

9.1.5. Proses Pelaksanaan Survei


Proses kegiatan Survei Geoteknik yang harus dilakukan, meliputi:
Jumlah dan Lokasi Pekerjaan Lapangan
Lokasi titik bor dalam, sondir dan bor tangan tidak dapat ditentukan secara pasti tetapi
ada pendekatan dasar yang umum digunakan sesuai kebutuhan perencanaan Rencana
teknik akhir (RTA).
Tahapan ini dapat dikatakan merupakan tahapan untuk mendetailkan analisa mengacu
dari hasil desain dasar (Basic design) untuk itu diperlukan data penyelidikan tanah yang
lebih detail dengan memperhatikan data – data dari desai dasar sebelumnya.

Pekerjaan penyelidikan tanah yang diperlukan adalah sebagai berikut


- Pada bangunan struktur berat, diberikan 1 titik bor pada tiap bagian penopang
struktur jembatan, overpass, yaitu masing – masing 1 titik pada abutment, pier dan

25
lainnya. Adapun untuk sturktur underpass diberikan masing – masing 1 titik pada
titik tengah serta ujung kiri dan kanan overpass.
- Pada lokasi bangunan yang relatif ringan dan sederhana dapat digunakan uji sondir
dan bor tengah.
Selain hal dijelaskan diatas, perencana juga disarankan pada beberapa titik untuk
melakukan uji sondir berdampingan bor dalam untuk mengetahui korelasi antara nilai
NSPT dan tahanan konus qc.
- Profil atau stratigrafi tanah
Profil tanah dibuat dengan meletakkan data hasil pekerjaan bor dalam berupa bor log
serta nilai NSPT, jenis tanah, kedalaman muka air, tebal lapisan tanah lunak, posisi
lapisan tanah keras serta lokasi tanah bermasalah.
- Biaya pekerjaan penyelidikan tanah menurut pendapat beberapa ahli secara umum
berkisar antara 0,1% sampai 0,5% dari biaya seluruh bangunan struktur yang
direncanakan sepanjang trase jalan. Biaya ini bukan merupakan nilai pasti, tetapi
juga bergantung pada tingkat kerumitan struktur yang direncanakan serta kondisi
tanah pendukung dibawahnya.

Proses kegiatan Survei Geoteknik yang harus dilakukan, meliputi:


a. Survei Lapangan untuk Keperluan Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan
i. Pemeriksaan Daya Dukung Tanah Dasar dengan alat DCP (Dynamic Cone
Penetrometer), dengan ketentuan sebagai berikut:
 Alat DCP yang dipakai harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan ukuran
yang ada.
 Pemeriksaan dilakukan dengan interval pemeriksaan maksimal 100 m (zig
zag) pada daerah timbunan.
 Pemeriksaan dilakukan pada jalur jalan dan pada permukaan lapisan tanah
dasar
 Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman 90 cm dari permukaan lapisan
tanah dasar, kecuali bila dijumpai lapisan tanah yang sangat keras (lapis
batuan)
 Selama pemeriksaan harus dicatat keadaan-keadaan kondisi drainase, cuaca,
waktu dan sebagainya
 Lokasi dari awal sampai dengan akhir dari pemeriksaan harus dicatat dengan
jelas.
ii. Survei Susunan Lapisan Tanah Dasar dengan metode Test Pit (Sumur Uji),
dengan ketentuan sebagai berikut:
 Pengambilan contoh tanah dari daerah timbunan
 Sumuran uji 25 - 40 kg untuk setiap contoh tanah
 Setiap contoh tanah harus diberi identitas yang jelas (nomor sumur uji,
lokasi, kedalaman)
 Penggalian sumuran uji dilakukan pada setiap jenis satuan tanah yang
berbeda atau maksimum 5 km bila jenis tanah sama, dengan kedalaman 1-2
m
 Setiap sumur uji yang digali dan contoh tanah yang diambil harus difoto.
 Dalam foto harus terlihat jelas identitas nomor sumur uji, dan lokasi
 Ukuran test pit panjang 1,0 m, lebar 1,0 m dengan kedalaman 1,0 m.

b. Survei Lapangan untuk Keperluan Perencanaan Jembatan


i. Pekerjaan boring, dengan ketentuan sebagai berikut:
 Pada dasarnya mengacu pada ASTM D2113-94

26
 Kedalaman bor minimum 40 m, atau mencapai kedalaman tanah keras
(N/SPT ≥ 50) kecuali lokasi di tanah keras yang lebih dangkal. Pengeboran
dapat berhenti setelah menembus kedalaman 5 m tanah keras
 Setiap interval kedalaman 2 m harus dilakukan Standard Penetration Test
(SPT) dan harus diambil contoh tanahnya
 Pada setiap kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain sama rata-
rata kedalaman diambil kurang lebih 3 m) pada tanah lunak diambil
undisturbed sample untuk tes laboratorium
 Sebagai hasil bor, harus dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi
dengan lithologi (geological description), harga SPT, letak muka air tanah
dan data yang mendukung lainnya beserta letak kedalaman lapisan tanah
yang bersangkutan
 Terhadap Undisturbed Sample harus dikerjakan di laboratorium untuk
menetukan index dan structural properties tanah. Besaran index meliputi:
Specific gravity, Bulk density, Moisture content, Atterberg limits, Grain size
analysis. Besaran-besaran structural tanah meliputi: Triaxial compression
test (unconsolidated undrained), unconfined compressive strength, Direct
shear test, consolidation test.
ii. Pekerjaan sondir, dengan ketentuan sebagai berikut :
Alat tes sondir atau CPT yang memakai sistem metrik dan harus dilengkapi
dengan “Friction Jacket Cone”, kapasitas tegangan konus minimum 250 kg/cm2
dan kedalamannya mencapai 25 m.
iii. Pekerjaan investigasi di sungai atau laut pada koridor jembatan dengan
pekerjaan sebagai berikut:
 Setiap interval kedalaman maksimum 2 m harus dilakukan Standard
Penetration Test (SPT) dan harus diambil contoh tanahnya
 Pada setiap kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain sama rata-
rata kedalaman diambil kurang lebih 3 m) pada tanah lunak diambil
undisturbed sample untuk test laboratorium
 Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung mudah
runtuh
 Sebagai hasil bor, harus dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi
dengan lithologi (geological description), harga SPT, letak muka air tanah
dan data yang mendukung lainnya beserta letak kedalaman lapisan tanah
yang bersangkutan
 Terhadap Undisturbed Sample harus dikerjakan di laboratorium untuk
menetukan index dan structural properties tanah. Besaran index meliputi:
Specific Gravity, Bulk Density, Moisture Content, Atterberg Limits, Grain
Size Analysis. Besaran-besaran struktural tanah meliputi: Triaxial
compression test (unconsolidated undrained), unconfined compressive
strength, Direct shear test, consolidation test
 Vane Shear Test atau Uji geser kipas/baling-baling
 Pemeriksaaan Sampel Tanah di Laboratorium
iv. Keluaran, meliputi:
 Informasi untuk menentukan tipe sub-struktur Pondasi Jembatan
 Karakteristik dan Parameter Tanah serta Daya Dukung Tanah
 Prediksi Penurunan Tanah
 Kualitas dan Skema Air Bawah Tanah
 Potensi Likuifaksi Tanah
 Identifikasi Batuan Dasar Sepanjang Trase Koridor Jalan dan Jembatan
 Deskripsi kondisi Geologi di Lokasi Jembatan
 Peta Geologi di Lokasi Jembatan

27
9.1.6. Laporan Survei Geoteknik
Hasil survei di lapangan dan pengujian di laboratorium harus disusun di dalam Laporan
Survei Geoteknik yang merupakan bagian dari Laporan Perancangan Geoteknik.
Laporan Survei Geologi, Geoteknik dan Material memuat namun tidak terbatas pada
substansi yang tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisis Data Hasil Survei
7) Kesimpulan dan Rekomendasi
8) Deskripsi hasil survei
9) Penggambaran

9.1.7. Hal-hal Lain yang perlu diperhatikan


a. Penyampaian informasi geoteknik
Penyampaian informasi geoteknik harus mencakup hasil faktual penyelidikan
lapangan dan laboratorium.
Laporan faktual harus mencakup informasi yang relevan seperti berikut:
1) Tujuan dan ruang lingkup penyelidikan geoteknik termasuk penyampaian
deskripsi kondisi lapangan dan topografi, struktur bangunan yang direncanakan
dan tahapan perencanaan dari laporan faktual tersebut
2) Klasifikasi struktur kedalam kategori geoteknik
3) Nama semua konsultan dan sub kontraktor
4) Tanggal yang menunjukkan dimulainya penyelidikan tanah sampai dengan
pelaksanaan pekerjaan laboratorium
5) Hasil pengamatan lapangan lokasi proyek dan daerah sekitarnya terutama yang
terkait dengan:
 bukti adanya air tanah;
 perilaku struktur bangunan sekitar;
 penampakan kondisi tanah di lokasi kuari atau daerah galian bahan timbunan;
 daerah-daerah yang tidak stabil;
 aktivitas penambangan di lokasi dan di lingkungan sekitar;
 kendala yang ditemukan pada kegiatan penggalian;
 penjelasan mengenai riwayat dari lokasi pekerjaan;
 geologi di lokasi pekerjaan, termasuk patahan;
 survei data dengan peta-peta yang memperlihatkan denah struktur bangunan
dan lokasi semua titik penyelidikan;
 informasi dari hasil foto udara
 pengalaman lokal di lokasi penyelidikan
 informasi tentang kegempaan di lokasi penyelidikan

b. Isi dari presentasi informasi geoteknik mencakup dokumentasi metode, prosedur dan
hasil termasuk semua laporan yang relevan dari hasil:
1) Studi meja;
2) Penyelidikan lapangan, seperti pengambilan sample, uji lapangan dan
pengukuran air tanah;
3) Pengujian laboratorium.
Hasil penyelidikan lapangan dan laboratorium harus disampaikan dan dilaporkan
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar SNI dan/atau standar-
standar lainnya yang digunakan dalam penyelidikan.

28
c. Evaluasi informasi geoteknik
Hasil evaluasi dari informasi geoteknik harus didokumentasikan dan mencakup hal-
hal berikut sesuai dengan kebutuhan:
1) Hasil penyelidikan lapangan dan uji laboratorium yang dievaluasi;
2) Review hasil hasil pengujian laboratorium dan lapangan serta semua informasi
lain;
3) Deskripsi geometri lapisan-lapisan tanah/batuan;
4) Deskripsi yang detail dari semua lapisan termasuk sifat-sifat fisik dan
karakteristik deformasi serta kekuatan, berdasarkan hasil penyelidikan;
5) Ulasan mengenai kondisi yang tidak lazim seperti adanya rongga dan zona-zona
ditemukannya material yang tidak menerus (terputus).
d. Hal-hal berikut harus didokumentasikan, jika sesuai, bahwa:
1) interpretasi sudah dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh level muka
air tanah, jenis tanah, metode pengeboran, metode pengambilan contoh,
pengiriman, penanganan dan persiapan benda uji;
2) Pembagian lapisan yang diasumsikan berdasarkan hasil studi meja dan inspeksi
lapangan sudah disesuaikan kembali berdasarkan hasil-hasil yang ditemukan.

Pembuatan dokumentasi dari hasil evaluasi informasi geoteknik harus mencakup


hal-hal berikut sesuai kebutuhan:
1) Tabulasi dan presentasi grafis dari hasil penyelidikan lapangan dan pengujian
laboratorium pada potongan melintang tanah yang memperlihatkan lapisan-
lapisan yang relevan beserta batas-batasnya termasuk lokasi permukaan air tanah
sesuai dengan persyaratan proyek
2) Nilai-nilai parameter geoteknik untuk setiap lapisan;
3) Pembahasan mengenai nilai-nilai yang diturunkan untuk parameter-parameter
geoteknik.

Melakukan perhitungan nilai rata-rata dapat menyembunyikan keberadaan zona


lemah dan harus digunakan secara hati-hati. Zona lemah penting untuk
diidentifikasi. Variasi-variasi dari parameter dan koefisien geoteknik dapat
menunjukkan variasi yang signifikan dalam kondisi lapangannya.
Dokumentasi harus mencakup perbandingan-perbandingan antara hasil-hasil yang
spesifik, dari setiap parameter geoteknik, dengan pengalaman, memberikan
pertimbangan khusus untuk hasil-hasil yang anomali dari lapisan tertentu jika
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan cara pengujian laboratorium dan
lapangan yang berbeda yang juga mampu mengukur parameter geoteknik yang
sama.
Dokumentasi evaluasi harus berisi juga mengenai hal berikut: lapisan-lapisan yang
memiliki parameter tanah dengan nilai-nilai hanya berbeda sedikit dapat dianggap
sebagai satu lapisan.
Beberapa lapisan berbutir halus yang beurutan dengan komposisi dan/atau sifat
mekanik sangat berbeda dapat dianggap sebagai satu lapisan jika perilaku
keseluruhan lapisan tersebut saling berhubungan, dan perilakunya dapat diwakili
oleh parameter tanah yang dipilih untuk lapisan-lapisan tersebut.
Menentukan batas-batas antara lapisan tanah yang berbeda dan posisi permukaan air
tanah dapat dibuat dengan cara interpolasi linier antara titik-titik penyelidikan
dengan syarat jarak antara titik-titik penyelidikan cukup rapat serta kondisi geologi
yang cukup homogen. Penggunaan cara seperti interpolasi linear tersebut dan alasan
dibalik pemilihan cara tersebut harus dijelaskan di dalam laporan.

29
e. Penentuan nilai parameter
Jika korelasi-korelasi telah digunakan untuk menentukan parameter atau koefisien
geoteknik, metode korelasi-korelasi tersebut dan cara penerapannya harus
didokumentasikan.

9.2. Survei Geologi


9.2.1. Lingkup Survei dan Analisis
Lingkup Survei dan Analisis Geologi, meliputi:
1) Mengumpulkan data dan melakukan analisis data sekunder meliputi namun tidak
terbatas pada:
a. Peta geologi, dimana jenis batuan yang ada di sepanjang trase jalan dipetakan, batas-
batasnya ditetapkan dengan jelas sesuai dengan data pengukuran untuk selanjutnya
diplot dalam gambar rencana dengan skala 1 : 2.000 ukuran A3,
b. Peta dan sejarah gempa,
c. Peta percepatan gempa,
d. Jenis-jenis dan riwayat pembentukan batuan dan endapan,
e. Daerah sesar/patahan, pemetaan mencakup jenis struktur geologi yang ada antara
lain: sesar/patahan, kekar, struktur geologi perlapisan batuan, dan perlipatan.
2) Investigasi pergerakan lempeng geologi.
Apabila data sekunder dirasa kurang maka perlu dilakukan survei geologi ke lapangan.
Beberapa hal yang dilakukan pada saat survei geologi sebagai berikut:
a. Penyelidikan meliputi pemetaan geologi permukaan detail pada peta dasar topografi
skala 1:250.000 s/d skala 1:25.000.
b. Lapukan batuan dianalisis berdasarkan pemeriksaan sifat fisik/kimia, kemudian
hasilnya diplot di atas peta geologi teknik termasuk di dalamnya pengamatan
tentang:
 Gerakan tanah,
 Tebal pelapukan tanah dasar,
 Kondisi drainase, pola aliran air permukaan dan tinggi muka air tanah,
 Tata guna lahan,
 Kedalaman rawa (apabila rencana trase jalan tersebut harus melewati daerah
rawa),
 kondisi stabilitas badan jalan diidentifikasi dari gejala struktur geologi yang ada,
jenis dan karakteristik batuan, kondisi lereng serta kekerasan batuan.
c. Melakukan identifikasi risiko bahaya geologi yang mungkin terjadi di sepanjang
area Jalan Tol
d. Memberikan solusi atas hasil identifikasi risiko yang terjadi

Informasi yang diperoleh harus memungkinkan penilaian terhadap aspek-aspek:


kesesuaian lokasi sehubungan dengan pembangunan yang diusulkan dan tingkat risiko
yang dapat diterima.

9.2.2. Tujuan Survei


Survei Geologi, mendapatkan informasi mengenai susunan dan pelapisan tanah dan batuan,
serta sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis tanah dan batuan pada rencana trase jalan tol.

9.2.3. Studi Terdahulu


Studi terdahulu pelaksanaan dan penyusunan laporan Survei dan Analisis Geologi, yaitu:
a. peta geologi dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya yang
menunjukkan:
 jenis-jenis dan riwayat pembentukan batuan dan endapan,

30
 daerah sesar/patahan, dan
 struktur geologi perlapisan batuan.
b. Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
c. Basic Design jalan yang bersangkutan.

9.2.4. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Survei Geologi, meliputi dengan menggunakan
alat:
 Geolistrik
 Peta geologi untuk perkiraan adanya lokasi patahan/sesar, dan sebagainya.
 Data – data bor terdahulu disekitar rencana jalan apabila ada
 Peta topografi untuk mengetahui kemiringan alamiah lereng eksisting yang ada dan sudah
teruji
 Peta Geologi Regional
 palu geologi untuk mengambil contoh batuan,
 kompas geologi untuk menentukan jurus dan kemiringan lapisan batuan, dan
 loupe (kaca pembesar) untuk mengidentifikasi jenis mineral yang ada.

9.2.5. Proses Pelaksanaan Survei Geologi dengan Alat Geolistrik


Survei Geologi dengan Alat Geolistrik dilakukan untuk memaksimalkan sebaran lokasi
pengujian tanah. yang dilakukan didasarkan pada pengukuran resistivitas lapisan tanah.
Pengukuran Geolistrik dilakukan dengan menggunakan empat elektrode, dengan
menerapkan salah satu dari dua konfigurasi, yaitu Konfigurasi Menner atau Konfigurasi
Schlumberger. Pemilihan konfigurasi dilakukan dengan mempertimbangkan ketelitian hasil
pembacaan terhadap kondisi lapangan yang ada.
Adapun pelaksanaan pengukuran harus mengacu pada ketentuan dan prosedur dari
konfigurasi yang dipilih, dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Jarak separasi antar elektrode harus dipilih sedemikian dengan mempertimbangkan
pelapisan tanah yang akan diuji, dengan jarak pisah maksimum sebesar 10 m.
b. Kedaiaman yang diharapkan disesuaikan dengan hash Soil Investigation atau data Basic
Design yaitu minimal pada kedalaman 60 m.
c. Karena aliran yang diinjeksi ke dalam tanah dapat berjumlah besar, personal harus ekstra
berhati-hati saat mengurusi kabel yang digunakan.
d. Cek adanya bocoran aliran balk di ujung awal maupunujung akhir pengukuran guna
menjaga kualitas data hasil pembacaan.
e. Rute pembacaan diletakkan sejauh mungkin dari konduktor yang baik seperti pagar
kawat, jaringan telepon dan pipa bawah tanah, dan struktur lain yang dapat mendistorsi
pola aliran arus. Hindari pula jaringan pembangkit listrik, khususnya yang dilengkapi
dengan kawat bumi, karena obyek tersebut dapat menimbulkan voltase yang tinggi di
dalam tanah dan mengganggu pengukuran yang dilakukan.
f. Peralatan yang digunakan harus dikalibrasi dan dicek secara teratur termasuk
penggantian aksesoris yang rusak/kadaluwarsa, seperti halnya baterai, guna menjamin
kualitas pengukuran.
g. Data hasil pengukuran harus disimpan dengan baik, dengan mencantumkan tanggal,
posisi pengukuran, kondisi topografi, kondisi drainase, jarak antar elektrode, besarnya
pembacaan voltase dan anus atau resistensi, serta adanya kemungkinan kontaminasi guna
mempermudah pembacaan dan interpretasi lapisan berikutnya.

9.2.6. Hasil Output


Output dari pekerjaan survei dan analisis geologi adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Batuan Dasar Sepanjang Trase Koridor Jalan dan di lokasi Jembatan,
b. Deskripsi kondisi Geologi Sepanjang Trase Koridor Jalan dan di Lokasi Jembatan,

31
c. Peta Geologi Sepanjang Trase Koridor Jalan dan di Lokasi Jembatan.
d. Hasil output dari pekerjaan survei geolistrik adalah:
 Pemodelan hasil survei dalam bentuk 2D dan 3D baik dengan software Rockworks 15,
RockPlot 3D Viewer atau software lainnya.
 Analisis hasil survei dalam bentuk stratigrafi tanah

9.2.7. Laporan Survei dan Analisis Geologi


Hasil survei dan analisis Geologi disusun di dalam Laporan Survei Geologi. Laporan Survei
ini memuat namun tidak terbatas pada substansi yang tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisis Data Hasil Survei
7) Kesimpulan dan Rekomendasi
8) Deskripsi
9) Penggambaran

9.3. Survei Material


Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Material, yaitu:
9.3.1. Lingkup Survei
Penentuan lokasi quarry baik untuk bahan timbunan jalan (borrow pit), maupun untuk
struktur jembatan diutamakan yang ada di sekitar lokasi pekerjaan. Bila tidak dijumpai,
maka harus menginformasikan lokasi quarry lain yang dapat dimanfaatkan.
Penjelasan mengenai quarry meliputi jenis dan karakteristik material, perkiraan kuantitas,
jarak ke lokasi pekerjaan, serta kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dalam proses
penambangannya, dilengkapi dengan foto-foto.
Melakukan pengambilan contoh material yang ada di Quarry untuk diuji di Laboratorium
mengenai kualitas material yang ada di Quarry yang bersangkutan.

9.3.2. Uji Laboratorium Pada Material


a. Uji Index Properties Maetrial
Klasifikasi, identifikasi dan deskripsi tanah harus dilakukan sesuai dengan SNI 03-
6797-2002 dan SNI 6371: 2015.
i. Penentuan Berat jenis (specific gravity)
ii. Penentuan berat volume atau berat isi (bulk density)
iii. Analisis ukuran butiran
iv. Penentuan batas konsistensi (batas Atterberg)
Batas-batas konsistensi digunakan untuk mengkarakterisasi perilaku tanah
lempung dan lanau ketika kadar air berubah. Klasifikasi lempung dan lanau
terutama berdasarkan pada batas konsistensi.
b. Uji Kimia dan Kandungan Organik Material
Pengujian kimia rutin di laboratorium tanah umumnya terbatas pada kadar organik
(kehilangan pemijaran/loss of ignition, kadar organik total, bahan organik), kadar
karbonat, kadar sulfat, nilai pH (keasaman atau alkalinitas) dan kadar klorida.
Pengujian kimia yang dijelaskan di sini bertujuan untuk klasifikasi tanah dan untuk
menilai efek merugikan tanah dan air tanah terhadap beton, baja dan tanah itu
sendiri.
c. Uji Pemadatan Tanah
i. Uji pemadatan tanah (uji Proctor)

32
Pengujian pemadatan tanah (uji Proctor) digunakan untuk menentukan hubungan
antara kepadatan kering dan kadar air ketika sejumlah upaya pemadatan
diberikan serta harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diberikan di dalam
SNI 1742:2008 untuk cara uji kepadatan ringan tanah dan SNI 1743:2008 untuk
cara uji kepadatan berat tanah.
ii. Uji California Bearing Ratio (CBR)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan nilai CBR contoh tanah yang
dipadatkan atau contoh tanah terganggu. Pengujian CBR harus merujuk pada SNI
1744:2012.
iii. Uji permeabilitas tanah
Pengujian ini dilakukan untuk menetapkan koefisien permeabilitas (konduktivitas
hidraulik) untuk aliran air melalui tanah jenuh air. Pengujian permeabilitas harus
merujuk pada SNI 03- 6870-2002 dan SNI 03-6871-2002.

9.3.3. Tujuan Survei


Survei Material bertujuan untuk:
a. Mendapatkan informasi mengenai jumlah material yang ada di Quarry baik untuk bahan
timbunan jalan (borrow pit), maupun untuk struktur jembatan.
b. Mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis tanah dan batuan
dari material di Quarry.

9.3.4. Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang digunakan pada pelaksanaaan dan penyusunan laporan Survei Geologi,
Geoteknik dan Material, yaitu:
a. Dokumen Laporan Hasil Penyelidikan Tanah yang pernah dikerjakan di lokasi jalan yang
bersangkutan.
b. Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
c. Basic Design jalan yang bersangkutan.

9.3.5. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Survei Material, meliputi: alat pengambilan contoh
material.

9.3.6. Proses Pelaksanaan Survei


Proses kegiatan Survei Material yang harus dilakukan, meliputi: pengambilan contoh
material dari Quarry dan jalur kerja.

9.3.7. Laporan Survei Material


Hasil survei di lapangan dan pengujian di laboratorium harus disusun di dalam Laporan
Survei Material yang merupakan bagian dari Laporan Perancangan Geoteknik. Laporan
Survei Material memuat namun tidak terbatas pada substansi yang tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisis Data Hasil Survei dan Labortorium
7) Kesimpulan dan Rekomendasi
8) Penggambaran (jika ada)

33
10. Survei Hidrologi dan Sistem Drainase
Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Hidrologi dan Sistem Drainase,
yaitu:
10.1. Lingkup Survei
Lingkup survei hidrologi dalam rangka penyusunan RTA Drainase adalah meliputi
pengumpulan data sekunder dari sumber yang dapat dipertanggung-jawabkan antara
lain:
a. Data hujan harian maksimum pada daerah rencana lokasi saluran drainase.
b. Data hujan yang dimaksud bila dimungkinkan dalam kurun waktu sekurang-
kurangnya 10 tahun.
c. Data debit sungai pada rencana lokasi gorong-gorong dan jembatan.
d. Data debit sungai yang dimaksud bila memungkinkan dalam kurun waktu
sekurang-kurangnya 10 tahun.
e. Data genangan banjir di sekitar rencana lokasi gorong-gorong, jembatan dan
kawsan tertentu.
f. Data elevasi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi diperlukan untuk
perencanaan jembatan pada sungai yang terkena trase jalan tol dan untuk hal ini
perlu koordinasi dan rekomendasi dari Instansi yang berwenang.
g. Data peil banjir kawasan maksimum untuk perencanaan sistem drainase pada
kawasan khusus dari Instansi yang berwenang.

10.2. Tujuan Survei


Tujuan Survei Hidrologi dalam rangka perencanaan sistem drainase jalan tol yaitu
untuk mengetahui kondisi topografi, mengumpulkan data hidrologi yang berupa data
hujan dan debit banjir pada lokasi yang tepat guna, mempelajari karakteristik/perilaku
aliran air guna keperluan analisis hidrologi dan untuk melengkapi parameter-parameter
disain sistem drainase jalan dan perencanaan jembatan.

10.3. Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang digunakan pada pelaksanaaan dan penyusunan laporan Survei
Hidrologi dan Drainase, yaitu:
1. Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
2. Basic Design jalan yang bersangkutan.

10.4. Alat yang Digunakan


Alat yang dipergunakan untuk melakukan survei yang diperlukan diantaranya form
untuk pencatatan data, kecuali bila diperlukan pengukuran sampling kecepatan aliran
air di sungai menggunakan alat curentmeter.

10.5. Proses Pelaksanaan Survei


Proses atau metodologi pelaksanaan Survei Hidrologi untuk perencanaan sistem
drainase terintegrasi dilaksanakan dengan tahapan prosedur sebagai berikut:
a. Mengamati dan mempelajari trase jalan tol pada peta topografi yang ada dan
membuat inventarisasi lokasi stasiun penakar hujan dan sungai.
b. Melakukan inventarisasi data hujan harian maksimum pada daerah ruas jalan tol
dengan menghubungi dan mendatangi langsung ke lokasi Instansi yang
bersangkutan (BMKG dan BBWS setempat).
c. Melakukan inventarisasi data debit banjir sungai yang dilewati trase jalan tol
dengan menghubungi dan mendatangi Instansi bersangkutan.

34
d. Melakukan wawancara kepada petugas instansi bersangkutan terkait dengan
elevasi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi dan luas genangan akibat
banjir tersebut serta dicatat sebagai bagian inventarisasi data.

10.6. Analisis Data


Analisis data pada Survei Hidrologi dan Sistem Drainase, meliputi analisis hidrologi,
yang diperlukan untuk menentukan ketinggian jembatan yang melintas sungai. Sebelum
tahap perhitungan/perencanaan hidraulika dari alur sungai, parameter hidrologi yang
akan dianalisis adalah untuk menentukan:
1) Debit banjir dalam alur sungai jembatan atau debit maksimum sungai selama
periode ulang banjir rencana yang sesuai.
2) Perkiraan tinggi maksimum muka air banjir yang mungkin terjadi dan semua
karakteristiknya.
3) Kedalaman air, meliputi air banjir, air rendah dan air normal.

Lebih lanjut, proses analisis data berdasarkan survei yang telah dilakukan dapat
dijelaskan secara umum sebagai berikut:
1) Melakukan Evaluasi Data Curah Hujan
Melakukan evaluasi data curah hujan dari beberapa stasiun yang yang relevan dan
tepat guna untuk perencanaan rekayasa hidrologi dan drainase di lokasi tertentu.
Data hujan dapat diperoleh dari instansi yang berwenang sebagaimana telah
disampaikan pada penjelasan sebelumnya.
2) Melakukan Perhitungan Curah Hujan Rata-rata Harian
Melakukan perhitungan dan analisis dengan prosedur perhitungan sesuai kriteria
desain yang anatara lain meliputi rata-rata hujan, intensitas hujan yang akan
dipergunakan untuk perhitungan dan analisis hujan rencana.
3) Melakukan Perhitungan dan Analisis Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan sesuai dengan metode pada kriteria desain hujan rencana
untuk lokasi sistem jaringan drainase yang tepat dengan periode ulang (kala ulang)
tertentu. Hasil perhitungan hujan rencana dalam beberapa metode perhitungan
disusun dalam tabel, sehingga dapat dilakukan analisis yang paling penting dan
berguna dalam proses perencanaan saluran drainase dengan harapan mendapatkan
desain yang efektif dan efisien. Hasil perhitungan hujan rencana perlu dilakukan uji
kecocokan atau kesesuaian dengan metode sesuai kriteria desain.
Pada perhitungan hujan rencana ini agar dibuat simualasi perhitungan untuk
berbagai periode ulang tertentu misalnya untuk 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahunan dan
disajikan pada tabel yang jelas, sehingga dapat direkomendasikan serta untuk
memperoleh persetujuan dari BPJT.
4) Melakukan Perhitungan Debit Banjir Rencana
a) Perhitungan Debit Rencana Berdasarkan Hujan Rencana
Perhitungan dan analisis mengikuti prosedur perhitungan sesuai kriteria desain
dan / atau Norma, Standard, Pedoman dan Kriteria (NSPK) yang hasilnya untuk
menetapkan rekomendasi kebijakan periode ulang tertetentu dalam perhitungan
dan analisis rekayasa desain sistem drainase dan dimensi masing-masing jenis
saluran drainase jalan tol.
b) Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Data Debit Banjir
Perhitungan debit banjir rencana juga dapat dihitung berdasarkan data banjir
yang relatif panjang, dan langsung diperhitungkan debit rencana dengan metode
statistik seperti perhitungan hujan rencana kala, simulasi perhitungan berdasarkan
periode ulang (kala ulang) tertentu sesuai desain kriteria.
Perhitungan debit banjir rencana menggunakan data debit banjir akan lebih
mendekati kenyataan dengan kondisi lapangan karena tidak ada justifikasi nilai
koefisien pengaliran (coefisient runoff) dan luas daerah tangkapan hujan.

35
Perhitungan ini dengan metode ini dapat dipergunakan untuk merencanakan
dimensi gorong-gorong / box culvert dan perencanaan penampang basah alur
sungai bawah jembatan.

Dalam keperluan perencanaan dimensi drainase, diperlukan suatu perkiraan tinggi


maksimum banjir yang mungkin terjadi, ditetapkan dan diperhitungkan dengan periode
ulang banjir rencana atau dalam kurun waktu rencana sebagai berikut:
1) Untuk jembatan panjang/besar (konstruksi khusus) diperhitungkan dengan periode
ulang 100 tahunan.
2) Untuk jembatan biasa/tetap termasuk gorong-gorong diperhitungkan dengan periode
ulang 50 tahunan.
3) Untuk jembatan sementara, perlintasan saluran air dan jembatan yang melintas di
atasnya diperhitungkan dengan periode ulang 25 tahunan.
4) Untuk keperluan analisis hidrologi ditetapkan dengan periode ulang 50 tahunan.
5) Untuk perhitungan scouring berdasarkan jenis tanah dasar sungai dan debit serta
kecepatan aliran arus sungai.
6) Dalam menentukan besar debit banjir maksimum dalam kurun waktu rencana
tersebut, dipakai pendekatan berdasarkan analisis frekuensi dari suatu data curah
hujan lebat. Di sini perlu ditinjau hubungan/korelasi antara curah hujan dan aliran
sungai.

10.7. Laporan Survei Hidrologi dan Sistem Drainase


Secara Umum Laporan Survei Hidrologi dan Sistem drainase memuat namun tidak
terbatas pada substansi yang tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang digunakan
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisis Data Hasil Survei
7) Peta Jaringan Sistem Drainse, Irigasi, Sungai
8) Kesimpulan dan Rekomendasi
Secara khusus hal-hal yang akan dibahas dalam Laporan Survei ini adalah mengenai
Drainage Network dan Existing Watershed.

11. Survei Harga Satuan


Survei Harga Satuan bertujuan untuk menghitung harga satuan item pekerjaan sehingga
besarnya Rencana Anggaran Biaya proyek jalan tol ini dapat diperkirakan.
Analisa harga satuan berupa perhitungan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan dan peralatan
untuk mendapatkan harga satuan atau satu jenis pekerjaan tertentu. Tahapan analisis harga
satuan yaitu :
a. Pengumpulan data harga bahan baku dan baha jadi
b. Penyusunan analisis harga satuan terkini
c. Review harga satuan terdahulu dengan harga satuan terkini
Laporan Survei Harga Satuan memuat namun tidak terbatas pada substansi yang tersusun
sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Jadwal Pelaksanaan Survei
4) Proses Pelaksanaan Survei
5) Analisis Data Hasil Survei
6) Kesimpulan dan Rekomendasi

36
BAGIAN C

ANALISIS PERENCANAAN

37
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................................ i


Daftar Gambar .............................................................................................................................. i

1. Umum .................................................................................................................................... 1
2. Analisis Geometrik Jalan....................................................................................................... 3
3. Analisis Struktur Perkerasan Jalan ........................................................................................ 4
4. Analisis Struktur dan Jembatan ............................................................................................. 8
5. Analisis Geoteknik .............................................................................................................. 13
6. Analisis Hidrologi dan Drainase ......................................................................................... 13
7. Analisis Penerangan Jalan Umum ....................................................................................... 16
8. Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ........................................... 17
9. Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ............................................................ 18
10. Analisis Lansekap Jalan Tol ................................................................................................ 20
11. Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan ............................................................................ 22

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Analisis Perencanaan Geometrik Jalan ................................................... 3


Gambar 2. Diagram Alir Analisis Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Lentur ......................... 5
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Kaku ........................... 6
Gambar 4. Diagram Alir Analisis Perencanaan Struktur dan Jembatan ........................................ 11
Gambar 5. Diagram Alir Analisis Perencanaan Hidrologi dan Drainase ...................................... 15
Gambar 6. Diagram Alir Analisis Perencanaan Penerangan Jalan Umum .................................... 16
Gambar 7. Diagram Alir Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ............. 18
Gambar 8. Diagram Alir Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol .............................. 19
Gambar 9. Diagram Alir Analisis Lansekap Jalan Tol .................................................................. 21
Gambar 10. Diagram Alir Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan .............................................. 22

i
BAGIAN C

ANALISIS PERENCANAAN

1. Umum
1. Pelaksanaan kegiatan Analisis yang harus dilakukan dalam rangka penyusunan RTA
terdiri dari namun tidak terbatas pada kegiatan berikut:
a. Analisis Geometrik Jalan
b. Analisis Struktur Perkerasan Jalan
c. Analisis Struktur dan Jembatan
d. Analisis Geoteknik
e. Analisis Hidrologi dan Drainase
f. Analisis Penerangan Jalan Umum
g. Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
h. Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
i. Analisis Lansekap Jalan Tol
j. Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan
2. Setiap pelaksanaan Analisis yang telah dilakukan, harus disusun Laporan Analisis,
dengan substansi Laporan terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
a. Pendahuluan
b. Standar Acuan
c. Kriteria Desain
d. Proses / Metodologi Analisis
e. Pelaksanaan Analisis dan Hasil Analisis
f. Kesimpulan dan Rekomendasi
g. Penggambaran
3. Apabila dalam proses analisis BUJT mengindikasikan adanya perubahan desain maka
BUJT dapat menyampaikan hasil analisis.

1
2. Analisis Geometrik Jalan
Diagram Alir untuk melakukan Analisis Perencanaan Geometrik Jalan, dapat dilihat pada
Gambar dibawah ini.

Mulai

Penyusunan Kriteria Koordinasi Pengumpulan Pelasanaan Survei


Desain Data Sekunder Pendahuluan

Pelaksanaan Survei Survei Jaringan Pelaksanaan Survei


Topografi, Bathimetri Jalan Lalu Lintas

1. Peta Situasi, Skala 1: 1000 1. Lalu lintas Harian Rata-rata


2. Potongan Memanjang Skala horizontal - Volume kendaraan weekday
1:1000, dan Skala vertikal 1:200, - Volume kendaraan weekend
3. Potongan Melintang Skala horizontal - Volume kendaraan lebaran dan natal
1: 100, dan skala vertikal 1:100 2. Volume Jam Perencanaan (DHV)
4. Video drone 3. Volume Jam Perencanaan per Arah
(DDHV)
4. Jenis Kendaraan

Perencanaan Situasai dan Potongan Memanjang - Perencanaan Potongan Melintang


(Plan and Profile) - Perencanaan Simpang Sebidang

Perencanaan Situasi Perencanaan Potongan


(Plan) Memanjang (Profile)

Sesuai Tidak
Tidak Tidak
dengan
Kriteria
Perencanaan

Ya
Penggambaran

Penyusunan Spesifikasi Khusus

Analisis Kuantitas (BoQ) dan Rencana


Anggaran Biaya (RAB)

- Sinkronisasi dengan aspek lain


- Pengecekan detail oleh tim
Konsultan, Tim BUJT dan IPC

Selesai

Gambar 2. Diagram Alir Analisis Perencanaan Geometrik Jalan

2
Hasil yang disampaikan pada Laporan Analisis Perencanaan Geometrik Jalan sekurang-
kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis data terkait dengan Analisis Geometrik Jalan, sekurang-
kurangnya terdiri atas Survei Data Sekunder, Survei Pendahuluan, Survei Pemetaan
(Topografi dan Pemotretan Udara) dan Survei Lalu Lintas.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang meliputi Kriteria Desain pada Jalan Utama dan Jalan
Akses, pada Simpang Susun (Interchange), pada Jalan Non Tol serta Simpang
Sebidang.
3. Perencanaan Situasi dan Potongan Memanjang (Plan & Profile) Jalan Utama dan Jalan
Penghubung, meliputi Penentuan Kecepatan Rencana, Penentuan Parameter Geometrik
untuk Potongan Melintang, Penentuan Jarak Pandang Henti, Penentuan Parameter
Geometrik untuk Alinyemen Horizontal dan Penentuan Parameter Geometrik untuk
Alinyemen Vertikal. Dalam perencanaan Alinyemen Vertikal pada perencanaan
Geometrik jalan harus memperhatikan Analisa Hidrologi dan desain drainase tentang
piel banjir kawasan. Dalam perencanaan Alinyemen horizontal pada perencanaan
Geometrik jalan harus mempertimbnagkan kondisi tanah dasar sesuai dengan Laporan
Geologi, Geoteknik dan Material.
4. Perencanaan Peta Situasi dan Potongan Memanjang (Plan &Profile) Ramp Interchange,
meliputi Penentuan Kecepatan Rencana Ramp, Penentuan Potongan Melintang dan
Penentuan Karakteristik Ramp.
5. Perencanaan Situasi dan Potongan Memanjang (Plan &Profile) Jalan Non Tol (Jalan
Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota, Jalan Desa, Jalan Lingkungan),
meliputi Penentuan Fungsi Jalan, Analisis LHR, Penentuan Tipe Jalan, Penentuan
Kecepatan Rencana, Penentuan Potongan Melintang dan Penentuan Potongan
Memanjang.
6. Perencanaan Penampang Melintang Jalan Utama dan Jalan Penghubung, Ramp
Interchange serta Jalan Non Tol (Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota,
Jalan Desa, Jalan Lingkungan), meliputi Penentuan Lebar Lajur Lalu Lintas, Penentuan
Lebar Bahu Luar, Penentuan Kemiringan Melintang Normal, Penentuan Kemiringan
Melintang Normal Bahu Luar, Penentuan Tinggi Kebebasan Minimum, Penentuan
Lebar Rumija / ROW Minimum dan Penentuan Jarak Pandang Henti.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB). Perbandingan antara BoQ RTA dan BoQ Basic Desain.

3. Analisis Struktur Perkerasan Jalan


Analisis Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan terdiri dari Struktur Perkerasan Jalan Lentur
dan Struktur Perkerasan Jalan Kaku.
Untuk analisis perencanaan Perkerasan jalan lentur tidak terbatas menggunakan metoda
Komponen Bina Marga. Diagram Alir Analisis Perencanaan perkerasan lentur dapat dilihat
pada Gambar berikut ini.

3
Mulai

Daya dukung tanah dasar (DDT)


 CBR Kriteria Desain

Nilai Faktor Regional


 Kelandaian Input Parameter
 % Kendaraan Berat Perencanaan
 Intensitas Hujan

Umur Rencana (UR) Konstruksi Tidak


Bertahap

Kemudahan Operation
and Maintenance dan
Biaya Tentukan ITP

Lalu Lintas
Jenis Lapisan
 Koefisien Distribusi
Perkerasan
Kendaraan (C)
 Angka Ekivalen (E)
 Lintas Ekivalen Permulaan
(LEP) Koefisien Kekuatan
 Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Relatif
 Lintas Ekivalen Tengah
(LET)
 Lintas Ekivalen Rencana
(LER) Tentukan Tebal
Lapis Perkerasan

Indeks Permukaan (IP)


 Indeks Permukaan Awal
(IPo) Selesai
 Indeks Permukaan Akhir
(IPt)

Cek Sambungan dengan Rigid


Pavement

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Lentur

Diagram Alir Analisis Perencanaan perkerasan kaku dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

4
Mulai
Kriteria
desain

Pilih Jenis dan Tebal Pondasi Bawah

Tentukan CBR Efektif


Pilih Bahu Beton atau
Pilih Faktor Keamanan Bukan Beton
Beban (FKB)
Pilih Kuat Tarik Lentur atau
Kuat Tekan Beton pada 28 hari

Taksir Tebal Pelat Beton

Tentukan Faktor Erosi Setiap Jenis Tentukan Tegangan Ekivalen setiap


Sumbu Jenis Sumbu

Tentukan Jumlah Repetisi Ijin untuk


setiap Beban Sumbu Hitung Kerusakan Erosi setiap Beban
Sumbu = Perkiraan Jumlah Sumbu
dibagi Jumlah Repetisi Ijin kemudian
Hitung Kerusakan Erosi setiap Beban Jumlahkan
Sumbu = Perkiraan Jumlah Sumbu
dibagi Jumlah Repetisi Ijin kemudian
Jumlahkan

Apakah
Ya Kerusakan Tidak
Apakah
Erosi > 100% Tidak Kerusakan Ya
Erosi > 100%

Tebal Pelat Beton

Sambungan

Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (Tie Bar) :


 Kemudahan dalam - Sambungan Pelaksanaan Memanjang (dengan penguncian)
OM dan Biaya OM - Sambungan Susut Memanjang
 Sambungan dengan - Sambungan Melintang
flexible pavement - Sambungan Pelaksanaan Melintang
- Sambungan Susut Melintang (dengan Ruji/Dowel)

Sinkronisasi hasil
analisis perkerasan
dengan analisis
Geoteknik, Struktur Selesai

Gambar 4. Diagram Alir Analisis Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Kaku

5
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Struktur Perkerasan Jalan sekurang-
kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis Data terkait dengan Analisis Struktur Perkerasan Jalan,
sekurang-kurangnya terdiri dari Survei Data Sekunder, Survei Pendahuluan, Survei
Pemetaan (Topografi dan Pemotretan Udara), Survei Lalu Lintas, Survei Weight in
Motion (WIM) dan Survei Geologi, Geoteknik dan Material, serta Survei Hidrologi.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang meliputi Kriteria Desain untuk Struktur Perkerasan
Jalan Lentur dan Struktur Perkerasan Jalan Kaku.
3. Perencanaan Struktur Perkerasan Lentur, meliputi Analisis Karakteristik Lalu Lintas,
Penentuan Koefisien Drainase, Penentuan Indeks Permukaan, Penentuan Modulus
Resilien Tanah Dasar, Penentuan Koefisien Kekuatan Relatif Lapisan, Penentuan tebal
Lapis Minimum, dan Analisis Indeks Tebal Perkerasan (ITP).
4. Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Kaku, meliputi Analisis Daya Dukung Tanah,
Jenis Sambungan, Bahu, Jenis dan Tebal Lapis Pondasi Bawah, CBR Efektif, Kuat
Tarik Lentur / Kuat Tarik Beton, Faktor Keamanan Beban, Taksiran Tebal Pelat Beton,
Tegangan Ekivalen (TE) dan Faktor Erosi (FE), Faktor Rasio Tegangan (FRT), Beban
per Roda, Jumlah Repetasi Ijin untuk Fatik, serta Jumlah Repetasi Ijin untuk Erosi, serta
Analisis Perhitungan Tebal Perkerasan dan Sambungan.
5. Dalam hal perkerasan jalan dibangun diatas tanah timbunan, maka harus dilakukan
penelitian daya dukung tanah dasar sebelum dilakukan timbunan dan material tanah
timbunan harus memenuhi persyaratan
6. Bilamana tidak ada material tanah timbunan yang memenuhi persyaratan harus
dilakukan rekayasa penanganan (treatment) agar dihasilkan hasil timbunan tanah yang
memenuhi persyaratan.
7. Prosedur atau Langkah-langkah Perencanaan perkerasan lentur MDP 2017 yaitu :
d. Tentukan umur rencana, untuk ini pergunakan Tabel. 2.1 Umur Rencana Perkerasan
pada Bab 2 dari MDP 2017;
e. Tentukan nilai-nilai ESA4 dan atau ESA5 sesuai umur rencana yang dipilih,
berdasarkan Bab 4 dari MDP 2017;
f. Tentukan tipe perkerasan berdasarkan Tabel. 3.1 atau pertimbangan biaya (Analisis
Discounted Life- Cycle Cost) pada Bab 3 dari MDP 2017;
g. Tentukan segmen tanah dasar dengan daya dukung yang seragam, dilakukan
berdasarkan Bab 6 dari MDP 2017;
h. Tentukan struktur fondasi perkerasan, dilakukan berdasarkan Bab 6 dari MDP 2017;
i. Tentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari Bagan Desain – 3 atau
Bagan Desain lainnya yang sesuai, dilakukan berdasarkan Bab 7 dari MDP 2017;
j. Tentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan, dilakukan
berdasarkan Bab 5 dari MDP 2017;
k. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan, dilakukan berdasarkan Bab 8 dari
MDP 2017;
l. Tetapkan kebutuhan pelapisan (sealing) bahu jalan, dilakukan berdasarkan Lampiran
F dari MDP 2017;
m. Ulangi langkah 5 s.d langkah 9 untuk setiap segmen.
8. Prosedur atau Langkah-langkah Perencanaan perkerasan kaku MDP 2017 yaitu :
a. Tentukan umur rencana, untuk ini pergunakan Tabel. 2.1 Umur Rencana Perkerasan
pada Bab 2 dari MDP 2017,
b. Tentukan volume kelompok sumbu kendaraan niaga, dilakukan berdasarkan
berdasarkan Bab 4, dan Lampiran D dari MDP 2017,
c. Tentukan struktur fondasi jalan dari Bagan Desain – 2, dilakukan berdasarkan Bab 6
dari MDP 2017,
d. Tentukan daya dukung efektif tanah dasar menggunakan solusi tanah normal atau
tanah lunak, dilakukan berdasarkan Bab 6 dari MDP 2017,
e. Tentukan struktur lapisan perkerasanan sesuai Bagan Desain – 4 atau 4 A, dilakukan
berdasarkan berdasarkan Bab 7 dari MDP 2017,

6
f. Tentukan jenis sambungan (umumnya berupa sambungan dengan dowel), dilakukan
berdasarkan Bab 7 dari MDP 2017,
g. Tentukan jenis bahu jalan (biasanya menggunakan bahu beton), dilakukan
bedasarkan Lampiran F dari MDP 2017,
h. Tentukan detil desain yang meliputi dimensi pelat beton, penulangan pelat, posisi
dowel, dan tie bar, ketentuan sambungan dan sebagainya, dilakukan berdasarkan Pd
T – 14 – 2003, dan
i. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan, dilakukan berdasarkan Bab 8dari
MDP 2017.
9. Penggambaran.
10. Spesfifikasi Khusus.
11. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB).

4. Analisis Struktur dan Jembatan


Diagram Alir untuk melakukan Analisis Perencanaan Struktur dan Jembatan Rencana
Teknik Akhir Jalan Tol dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

7
MULAI

Penyusunan KOORDINASI Pelaksanaan


KRITERIA DESAIN SURVEI PENDAHULUAN TAHAP PENYIAPAN
KRITERIA DESAIN DAN
PENGUMPULAN DATA
PERENCANAAN

Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan


SURVEI TOPOGRAFI SURVEI dan ANALISIS SURVEI dan ANALISA SURVEI dan ANALISIS
dan BATIMETRI HIDROLOGI dan GEOTEKNIK LAINNYA (jika diperlukan)
HIDROLIKA

PENENTUAN PEMILIHAN PEMILIHAN PEMILIHAN PEMILIHAN


GEOMETRIK MATERIAL KONFIGURASI METODE KONFIGURASI
JEMBATAN STRUKTUR BENTANG KONSTRUKSI BENTANG

TAHAP PEMILIHAN
ALTERNATIF DAN
DESAIN AWAL
PEMILIHAN PEMILIHAN PEMILIHAN PEMILIHAN
TIPE STRUKTUR TIPE PILAR KONFIGURASI KONFIGURASI
ATAS BENTANG BENTANG

8
A

PENENTUAN PENENTUAN
BEBAN/AKSI RENCANA KOMBINASI BEBAN

RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR
PILAR JEMBATAN PILAR JEMBATAN ABUTMEN JEMBATAN DRAINASE JEMBATAN BANGUNAN PENGAMAN
JEMBATAN

RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR


PELAT LANTAI PONDASI PILAR PONDASI ABUTMEN
TAHAP ANALISIS
JEMBATAN JEMBATAN JEMBATAN
PERENCANAAN DETAIL

RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR


GIRDER JEMBATAN PILE CAP PILAR PILE CAP ABUTMEN
JEMBATAN JEMBATAN

RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR


PERLETAKAN JEMBATAN PELAT INJAK JEMBATAN

RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR


SAMBUNGAN EKSPANSI DINDING SAYAP
JEMBATAN

9
B

Sinkronisasi dengan hasil


analisis Geometrik, TAHAP DOKUMENTASI
Geoteknik, Hidrologi HASIL PERENCANAAN
PENGGAMBARAN

PENYUSUNAN
SPESIFIKASI KHUSUS

ANALISIS KUANTITAS
DAN HARGA SATUAN

SELESAI

Gambar 5. Diagram Alir Analisis Perencanaan Struktur dan Jembatan

10
Hasil yang disampaikan pada Laporan Analisis Struktur dan Jembatan sekurang-kurangnya
terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Hasil dan Rekomendasi Analisis Data yang didapatkan dari Laporan Survei, yang akan
digunakan sebagai dasar dalam Analisis Struktur dan Jembatan, sekurang-kurangnya
meliputi Hasil dan Rekomendasi Analisis Data pada Survei Data Sekunder, Survei
Pendahuluan, Survei Pemetaan (Topografi dan Bathimetri), Geologi dan Geoteknik,
serta Survei Hidrologi (Elevasi Muka Air Banjir) Jembatan di rencana lokasi jembatan.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang meliputi Persyaratan Umur Rencana, Persyaratan
Umum, Persyaratan Material Struktur, Persyaratan Durabilitas Struktur, serta
Persyaratan Pemeliharaan dan Akses Inspeksi.
3. Perencanaan Geometrik dan Alinyemen Jembatan, dengan mempertimbangkan hal-hal
seperti Kendala Alinyemen Horizontal dan Vertikal, Kendala Geoteknik, Profil
Topografi, Kendala dibawah Lintasan dan/atau Sungai, Tinggi Permukaan Air Laut dan
Kebutuhan Tinggi Bebas Vertikal.
4. Perencanaan Bentang Jembatan dan Pemilihan Bentuk Struktur Jembatan, yang
dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti Profil Topografi, Kendala
Alinyemen Horizontal dan Vertikal, Kendala Geoteknik, Kendala terkait Persyaratan
Clearance dan Kebijakan Instansi pada Infrastruktur Eksisting (meliputi Infrastruktur
Jalan Raya dan Jembatan Eksisting, Jalur Rel Kereta Api, Saluran Irigasi dan Drainase,
Jaringan Pipa, Aliran Sungai dan/atau Laut, serta berbagai jenis Utilitas lainnya),
Kesulitan Pelaksanaan, serta Biaya Optimum.
5. Perencanaan Struktur Atas Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban yang Bekerja
pada Struktur Atas, serta Perencanaan yang meliputi Perencanaan Pelat Lantai, Railing,
Artikulasi Jembatan (Bridge Articulation), Tipe Struktur Atas (meliputi Girder dan
Rangka), Sambungan Ekspansi (Expansion Joint), Diafragma, Angker Penahan Gempa,
Stop Block, Bearing Super Structure, dan Fasilitas Pemeliharaan Struktur Atas pada
Jembatan.
6. Perencanaan Pilar Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban yang Bekerja pada Pilar,
serta Perencanaan yang meliputi Perencanaan Kepala Pilar, Korbel, Hanger, Kolom
Pilar, dan Footing Pilar, serta Analisis dan/atau Pemeriksaan Simpangan Lateral Pilar.
7. Perencanaan Abutmen Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban yang Bekerja pada
Abutmen, serta Perencanaan yang meliputi Perencanaan Kepala Abutmen, Dinding
Abutmen, Pelat Injak, Dinding Sayap, dan Footing Abutmen, serta Analisis dan/atau
Pemeriksaan Simpangan Lateral Abutmen. Perencanaan Abutmen juga harus
mempertimbangkan pengaruh penurunan dan stabilitas tanah dibelakang abutmen yang
berada pada tanah lunak, karena akan berdampak pada penambahan gaya lateral yang
berkerja pada abutmen tersebut.
8. Perencanaan Pondasi Pilar dan Abutmen Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban
yang Bekerjan pada Pondasi, Penentuan Kedalaman Gerusan, Penentuan Kedalaman
dan Daya Dukung Pondasi, Perencanaan Kekuatan Pondasi, Perencanaan Stabilitas
Pondasi, Pemeriksaan Penurunan Pondasi, Pemeriksaan Simpangan Lateral di Kepala
Pondasi Tiang, Pemeriksaan terhadap Potensi Likuifaksi, serta Perencanaan Pile Cap.
9. Penempatan pilar dalam perencanaan jembatan agar dihindari ditempatkan ditengah
alur sungai.
10. Perencanaan Jalan Pendekat dan Oprit serta Perencanaan Dinding Penahan Tanah.
11. Perencanaan Drainase Jembatan yang tersusun dari Permukaan Jembatan hingga ke
Saluran Akhir, yang meliputi Perencanaan Tipe Saluran Drainase, Dimensi Deck Drain,
serta Dimensi Pipa PVC. Perencanaan Drainase Jembatan, juga termasuk didalamnya
perencanaan saluran pembuangan di oprit dengan menggunakan drainase catch basin
dibawah permukaan untuk jalan pendekat.
12. Perencanaan Bangunan Pelengkap dan Pengaman.
13. Penggambaran.
14. Spesifikasi Khusus.

11
15. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB).

5. Analisis Geoteknik
Hasil analisis yang diharapkan untuk pekerjaan Geoteknik Jalan Tol sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal berikut :
1. Persyaratan umum untuk perhitungan dalam perancangan termasuk hal-hal berikut:
a) gaya-gaya, yang dapat berupa beban yang bekerja atau perpindahan (pergerakan)
yang bekerja, misalnya dari pergerakan tanah,
b) sifat tanah, batuan dan material lainnya,
c) data geometrik,
d) besar deformasi, lebar retakan, getaran, dan lainnya,
e) model perhitungan, dapat dilakukan dengan: model analitikal, model semi-empiris,
model numerik.
2. Klasifikasi tanah, secara umum klasifikasi tanah digunakan saat ini sebagai dasar
pembagian jenis tanah dan mengacu pada Unified Soil Classification (ASTM D 2487–
98). Adapun sistem klasfikasi tanah lain yang mulai ditinggalkan adalah AASHTO Soil
Classification tetapi masih digunakan pada beberapa spesifikasi untuk menentukan
material timbunan yang dapat digunakan.
3. Tingkat Kekerasan Tanah Dan Kepadatan Tanah, secara umum tingkat kekerasan &
kepadatan tanah dapat diketahui dari korelasi nilai uji NSPT dan uji sondir (CPT) serta
uji laboratorium.
4. Tanah Bemasalah, seperti diketahui bahwa ada beberapa jenis tanah yang
mengakibatkan kegagalan struktur jalan dan struktur lain – lainnya. Kondisi tanah
bermasalah ini dapat dibagi sebagai berikut : Tanah lunak (soft soil), Tanah ekspansiv
(expansiv soil), Lempung Serpih (Clay shale), Gambut (peat), dan lain – lain.
5. Penelitian daya dukung tanah dasar yang akan dilakukan timbunan sesuai dengan plan,
profile dan alinyemen jalan.
6. Material timbunan dari lokasi quarry yang memenuhi ketentuan persyaratan sebagai
tanah timbunan dan jumlah volume ketersediannya untuk memenuhi kebutuhan
7. Timbunan dan proses pemadatan tanah sesuai ketentuan yang berlaku yaitu lapis demi
lapis, ketebalan setiap lapisan tanah dengan nilai CBR sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan kementerian PUPR
8. Rekomendasi kelerengan timbunan tanah untuk mencapai stabilitas tanah timbunan
9. Sekurang-kurangnya jumlah tebal timbunan tanah agar aman dari bahaya resapan air
banjir ataupun genangan air dari daerah sekitarnya
10. Rekomendasi sekurang-kurangnya galian tanah sampai dengan tanah keras pada setiap
lokasi pondasi bangunan yang akan dibangun di jalan tol
11. Analisis stabilitas lereng harus mempertimbangkan beban hidup, mati dan gempa sesuai
peruntukan lereng galian dan timbunan.
Rekomendasi lereng tebing samping kanan kiri jalan agar aman dari longsoran untuk
melindungi jalan dan atau saluran drainase samping jalan.
Analisis kemantapan lereng dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) yang berdasarkan
pengamatan visual, (2) cara komputasi, (3) menggunakan grafik.
12. Penggambaran.
13. Spesifikasi Khusus.
14. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB).

6. Analisis Hidrologi dan Sistem Drainase


Diagram Alir untuk melakukan Analisis Perencanaan Hidrologi dan Sistem Drainase dapat
dilihat pada Gambar berikut ini.

12
Mulai

Survei Jaringan Hidrologi


TAHAP PENYIAPAN Penyusunan Kriteria Desain
(sungai, irigasidrainase
KRITERIA DESAIN DAN saluran yang berpotongan
PENGUMPULAN DATA dengan jalan tol
Pengumpulan Data Hidrologi

Pengumpulan Data Hujan Pengumpulan Peta Pengumpulan Sungai


Harian Maksimum Topografi pada Trase Jalan Tol

Perhitungan Hujan Harian Perhitungan Luas Pengumpulan Data Debit


Rata-rata Catchment Area Banjir, Muka Air Banjir

Perhitungan Statistik Hujan Analisis Topografi Tata


Rencana Guna Lahan dan
Koefisiesn Pengaliran

Perhitungan Statistik Perhitungan Debit Banjir Perhitungan Debit


TAHAP ANALISIS Intensitas Hujan Rencana dari Data Hujan Banjir Rencana
HIDROLOGI

Justifikasi Debit Banjir Justifikasi Debit Banjir


Rencana Rencana
(Q5, Q10, Q25) (Q10, Q35, Q50, Q100)

Pemilihan Bentuk Penampang


Perhitungan Luas
dan Lebar Saluran (b) Tampang Aliran
(A) dan Keliling
Basah Aliran (P)
Simulasi Perhitungan
Kedalaman Air (y) Pemilihan/Justifikasi
koefisien kekasaran
Manning
Perhitungan Kecepatan
PEMILIHAN DESAIN Aliran (V)
DRAINASE Tidak Pemilihan dan Justifikasi
Kemiringan Saluran (S)
Perhitungan Debit Aliran (Qn)

Qn (Q5;
Q10/Q25)

Ya

13
A

Rencana Teknik Akhir


Hidrologi dan Drainase

Sinkronisasi dengan
Geometrik, Struktur,
Geoteknik, Perkerasan Jalan
TAHAP PELAPORAN Penggambaran
HASIL PERENCANAAN

Penyusunan Spesifikasi
Khusus

Analisis Kuantitas dan Harga Satuan

Selesai

Gambar 6. Diagram Alir Analisis Perencanaan Hidrologi dan Sistem Drainase

Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Perencanaan Hidrologi dan Sistem Drainase
sekurang-kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis Data terkait dengan Analisis Hidrologi dan Drainase,
sekurang-kurangnya terdiri dari Survei Data Sekunder, Survei Pendahuluan, Survei
Pemetaan (Topografi), serta Survei Hidrologi dan Sistem Drainase.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas studi literatur mengenai Hidrologi
(meliputi Curah Hujan Rata-rata Maksimum Area DAS, Distribusi Frekuensi, Uji
Kesesuaian Distribusi, Intensitas Hujan dan Debit Banjir Rencana), serta Hidrolika
(meliputi Periode Ulang Banjir dan Spesifikasi Saluran).
3. Analisis Hidrologi, meliputi Analisis Data Curah Hujan, Analisis Distribusi Frekuensi,
Uji Kesesuaian Distribusi, Analisis Intensitas Hujan, Analisis Peil Banjir Kawasan dan
Analisis Muka Air Banjir. Apabila Analisis Hidrologi telah dibahas pada Analisis Data
Survei Hidrologi dan Drainase, maka Analisis Hidrologi pada Analisis tidak perlu
dijelaskan kembali.
4. Perencanaan Drainase, meliputi Metode Analisis, Rencana Trase Jalan, Drainase
Network (Rencana Alur Sistem Drainase), Pemilihan Bentuk Penampang dan Dimensi
Saluran, Simulasi Perhitungan Kedalaman Air, Perhitungan Kecepatan Aliran (meliputi
Perhitungan Luas Tampang dan Keliling Basah Aliran, Pemilihan dan Justifikasi
Koefisien Kekasaran Manning, serta Pemilihan dan Justifikasi Kemiringan Saluran),
Perhitungan Debit Aliran, dan Analisis Debit Aliran dengan Kapasitas Saluran, serta
Perencanaan Bangunan Drainase.
5. Analisis Kebutuhan Khusus Drainase (bila diperlukan) antara lain perencanaan pipe
jacking, inlet, detour saluran pada ramp dan gerusan pada pilar jembatan.
6. Secara keseluruhan pada Laporan Analisis ini membahas mengenai Standar Periode
Ulang, Debit Rencana, Muka Air Banjir Sungai, Muka Air Kawasan, Saluran Samping
Normal, Saluran Samping Khusus, Saluran Median, Bangunan Silang, Deck Drain
Jembatan, Bangunan Air Khusus, dan Bangunan Pelindung Gerusan Air.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).

14
7. Analisis Penerangan Jalan Umum
Secara umum Analisis Perencanaan Penerangan Jalan Umum dapat disampaikan
sebagaimana diagram alir berikut.
Mulai

Penyusunan Kriteria
Desain Penerangan Jalan
Umum

Mempelajari:
- Geometrik Desain Jalan: Jalan Utama,
Persimpangan, Interchange, Ramp, Jembatan,
Terowongan Jalan Akses Tol, Fasilitas Tol,
Tempat Istirahat dan Pelayanan
TAHAP PENYIAPAN
- Karakteristik Lalu Lintas
KRITERIA DESAIN DAN - Tekstur dan Jenis Perkerasan Jalan
PENGUMPULAN DATA

Pemilihan Lokasi Penempatan:


- Jalan Utama
- Persimpangan
- Interchange
- Ramp, Jembatan, Terowongan
- Jalan Akses Tol, Jalan Non Tol
TAHAP PEMILIHAN - Fasilitas Tol
ALTERNATIF DAN - Tempat Istirahat dan Pelayanan
DESAIN AWAL

Pemilihan Jenis dan Kualitas Sumber Cahaya


Lampu dari masing-masing Lokasi

Pemilihan Elemen-elemen Optik dan Pemilihan


Elemen-elemen Elektrik

Pemilihan Struktur Penopang:


- Lengan Penopang
- Tiang Ponapang
- Pondasi Tiang Penopang

TAHAP ANALISIS Rencana Teknik Akhir


PERENCANAAN DETAIL Penerangan Jalan Umum

Penggambaran

TAHAP PELAPORAN
HASIL PERENCANAAN Penyusunan
Spesifikasi Khusus

Analisis Kuantitas
dan Harga Satuan

Selesai
Gambar 7. Diagram Alir Analisis Perencanaan Penerangan Jalan Umum

15
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Penerangan Jalan Umum sekurang-kurangnya
terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait dengan Kajian Penerangan Jalan Umum,
meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa Karakteristik Lalu Lintas
Rencana), Hasil Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan), dan Hasil Analisis
Struktur Perkerasan Jalan (berupa Tekstur dan Jenis Perkerasan Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Penempatan Lampu
Penerangan dan Kekuatan Lampu Penerangan untuk Jalan Tol.
3. Penentuan Lokasi Penempatan Lampu Penerangan.
4. Penentuan Jenis dan Kualitas Sumber Cahaya Lampu dari tiap Lokasi.
5. Penentuan Elemen-elemen Optik dan Elemen-elemen Elektrik.
6. Perhitungan Struktur Penopang Lampu Penerangan (meliputi Lengan, Tiang dan
Pondasi Tiang Penopang).
7. Penyusunan Rencana Teknik Akhir Penerangan Jalan.
8. Penggambaran.
9. Spesifikasi Khusus.
10. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).

8. Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas


Secara umum analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dapat
disampaikan sebagaimana bagan alir berikut.
Mulai

Penyusunan Kriteria Desain Rambu, Marka


dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

Mempelajari:
- Geometrik Desain Jalan: Jalan Utama,
Persimpangan, Interchange, Ramp,
TAHAP PENYIAPAN Jembatan, Jalan Akses Tol, Fasilitas Tol,
KRITERIA DESAIN DAN Tempat Istirahat dan Pelayanan
PENGUMPULAN DATA - Karakteristik Lalu Lintas
PERENCANAAN

Pemilihan Lokasi Penempatan:


- Jalan Utama
- Persimpangan
- Interchange
- Ramp, Jembatan, Terowongan
- Jalan Akses Tol, Jalan Non Tol
- Fasilitas Tol
- Tempat Istirahat dan Pelayanan

Pemilihan Jenis Rambu, Marka, Alat Pemberi


Isyarat untuk masing-masing lokasi
TAHAP PEMILIHAN
ALTERNATIF DAN
DESAIN AWAL Pemilihan Struktur Tiang:
- Untuk Rambu
- Untuk Alat Pemberi Isyarat
- Pondasi Tiang Penopang

16
A

TAHAP ANALISIS Rencana Teknik Akhir


PERENCANAAN Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu
DETAIL Lintas

Penggambaran

TAHAP DOKUMENTASI Penyusunan


HASIL PERENCANAAN Spesifikasi Khusus

Analisis Kuantitas dan


Harga Satuan

Selesai

Gambar 8. Diagram Alir Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas sekurang-kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Kajian Rambu, Marka dan Alat Pemberi
Isyarat, meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa Karakteristik Lalu
Lintas Rencana) dan Hasil Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Rambu, Persyaratan Marka
dan Persyaratan Alat Pemberi Isyarat.
3. Penentuan Lokasi Penenmpatan Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat.
4. Penentuan Jenis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat untuk tiap Lokasi.
5. Perhitungan Struktur Penopang Rambu dan Alat Pemberi Isyarat (meliputi Tiang dan
Pondasi Tiang Penopang).
6. Penyusunan Rencana Teknik Akhir Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).

9. Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol


Secara umum Analisis Perencanaan Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol dapat
disampaikan sebagaimana diagram alir berikut.

17
Mulai

Penyusunan Kriteria Desain


Fasilitas Tol dan Perlengkapan Tol

TAHAP PENYIAPAN Mempelajari:


KRITERIA DESAIN DAN - Geometrik Desain Jalan Utama
PENGUMPULAN DATA - Geometrik Desain Ramp
PERENCANAAN - Karakteristik Lalu Lintas, dan
- Hasil Survei Geologi, Geologi Teknik dan Material

TAHAP PEMILIHAN DAN


Pemilihan Lokasi Penempatan:
DESAIN AWAL
- Fastol dan Perlengkapan Tol di Jalan Utama
- Fastol dan Perlengkapan Tol di Ramp

Perencanaan Arsitektur: Sinkronisasi dengan Perencanaan Kebutuhan


- Gerbang Tol Geometrik Jalan, Simpang Pelataran Tol:
- Kantor Cabang Sebidang, Jalan Akses dan - Pulau Tol
- Kantor Gerbang Tol Topografi - Lajur Lalu Lintas pada
Gerbang Tol
- Gardu Tol
Perencanaan Kebutuhan
Pelataran Tol yang akan datang

TAHAP ANALISIS
PERENCANAAN DETAIL Perencanaan Struktur Bangunan Gerbang Tol, Kantor
Cabang, Kantor Gerbang Tol, Pulau Tol, Gardu Tol
termasuk Perencanaan Pondasi

Penggambaran
Arsitektur dan Struktur
TAHAP DOKUMENTASI
HASIL PERENCANAAN
Penyusunan Spesifikasi Khusus

Analisis Kuantitas dan Harga Satuan

Selesai

Gambar 9. Diagram Alir Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol

18
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
sekurang-kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Analisis Bangunan Fasilitas dan
Perlengkapan Tol, meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa
Karakteristik Lalu Lintas Rencana), Hasil Analisis Data Survei Geologi, Geoteknik dan
Material, serta Hasil Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Gerbang Tol, Persyaratan
Pulau Tol, Persyaratan Gardu Tol dan Persyaratan Kantor Gerbang Tol.
3. Penentuan Lokasi Penempatan Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol.
4. Perencanaan Arsitektur, meliputi Gerbang Tol, Gardu Tol dan Kantor Gerbang Tol.
5. Perencanaan Kebutuhan Pelataran Tol mencakup Pulau Tol, Lajur Lalu Lintas pada
Gerbang Tol dan Gardu Tol serta Perencanaan Kebutuhan Pelataran Tol yang akan
datang.
6. Perencanaan Struktur Bangunan Gerbang Tol, Pulau Tol, Gardu Tol dan Kantor
Gerbang Tol.
7. Sinkronisasi hasil analisis dengan Geometrik Jalan, Simpang Sebidang, Jalan Akses dan
Topografi.
8. Penggambaran.
9. Spesifikasi Khusus.
10. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).

10. Analisis Lansekap Jalan Tol


Secara umum Analisa Lansekap Jalan Tol dapat disampaikan sebagaimana bagan alir
berikut.

MULAI

TAHAP PENYIAPAN
KORIDOR JALAN TOL
KRITERIA DESAIN DAN
PENGUMPULAN DATA
Data Primer dan Sekunder
PERENCANAAN PENYUSUNAN KRITERIA DESAIN Survei Lapngan dan
Pengukuran Tanah,
Peraturan-peraturan PENGUMPULAN DATA DAN Topografi, Hidrologi,
yang terkait jalan tol IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Klimatologi, Vegetasi dll

Landuse ANALISIS FISIK DAN VISUAL Internal View


Environmental KORIDOR JALAN External View
Cultural Good View
Landscape Character Bad View

KONSEP PERENCANAAN LANSEKAP


TAHAP PEMILIHAN
(PRELIMINARY)
ALTERNATIF DAN DESAIN
AWAL

19
A

RENCANA INDUK PERENCANAAN Mencakup seluruh


LANSEKAP koridor jalan
TAHAP ANALISIS (LANDSCAPE MASTER PLAN)
PERENCANAAN DETAIL

PERANCANGAN LANSEKAP Grading Plan


Denah, Tampak, Potongan. JALAN TOL
Seluruh segmen jalan Planting Plan
(LANDSCAPE DESIGN)

RENCANA TEKNIK AKHIR


LANSEKAP

Penggambaran
TAHAP PELAPORAN HASIL
PERENCANAAN
Penyusunan
Spesifikasi Khusus

Analisis Kuantitas dan Harga Satuan

SELESAI

Gambar 10. Diagram Alir Analisis Lansekap Jalan Tol

Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Lansekap Jalan Tol sekurang-kurangnya
terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Kajian Lansekap Jalan Tol, meliputi Data
Primer dan/atau Sekunder, meliputi Data Topografi, Klimatologi, serta Hidrologi dan
Vegetasi dalam rangka Analisis Lansekap.
2. Analisis Fisik dan Visual Koridor Jalan yang mencakup aspek Tata Guna Lahan
(Landuse), Lingkungan (Environmental), Budaya (Cultural) dan Karakter lansekap
(Landscape Character), serta Aspek Visual Sepanjang ROW (Internal View), Aspek
Visual Diluar ROW (External View), Pemandangan Baik/Bagus (Good View) dan
Pemandangan Kurang Baik/Buruk (Bad View).
3. Penelitian Jenis Tanah dan Inventarisasi Jenis Tanaman Pohon, Tanaman Perdu,
Tanaman Semak (Berbunga/Berdaun Indah) dan Jenis Rerumputan dan Kajian
Kecocokan Lahan terhadap Jenis Tanaman (Land Utilization Type).
4. Perencanaan Konsep Awal Lansekap (Preliminary).
5. Penyusunan Rencana Induk Perencanaan Lansekap (Landscape Master Plan).
6. Perancangan Lansekap Jalan Tol (Landscape Design).
7. Penggambaran (Gambar Detail Rancangan Lansekap).
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).

20
11. Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan
Perencanan tempat istirahat dan pelayanan adalah salah satu bagian penting dalam
memberikan fasilitas dan layanan kepada masyarakat pengguna jalan tol.
Kebutuhan tempat istirahat, makan, minum dan sejenisnya, kemudian layanan penyediaan
bahan bakar kendaraan, tempat parkir, tempat ibadah, toilet serta tempat istirahat yang
nyaman, aman menjadi bagian penting untuk diperhatikan dalam merancang tempat istirahat
dan layanan jalan tol.
Dalam beberapa PPJT telah disebutkan kewajiban BUJT membangun TIP. BUJT dapa
menyampaikan usulan pembangunan TIP baru kepada BPJT secara resmi dan tertulis
disertai dengan hasil analisis kebutuhan TIP sesuai dengan syarat ketentuan TIP sesuai
peraturan yang berlaku. Tinjauan kebutuhan dan pemenuhan kriteria teknis dianalisis
terhadap jaringan TIP pada ruas tersebut dan kesedian pengoperasian serta penyerahan aset
selama masa operasi dan setelah habis masa konsesi.

Mulai

TAHAP PENYIAPAN Mempelajari:


KRITERIA DESAIN DAN - Geometrik Desain Jalan Utama
PENGUMPULAN DATA - Karakteristik Lalu Lintas, dan
PERENCANAAN - Hasil Survei Geologi, Geologi Teknik dan Material
- Sinkronisasi dengan TIP disekitarnya

TAHAP PEMILIHAN
DAN DESAIN AWAL - Menentukan Lokasi TIP berdasarkan tinjaun jaringan
- Menentukan Tipe Tempat Istirahat dan Pelayanan

Merencanakan Jenis-jenis Fasilitas Umum yang


TAHAP ANALISIS diperlukan pada Tempat Istirahat dan Pelayanan
PERENCANAAN DETAIL

Perencanaan Arsitektur: semua jenis Perencanaan kebutuhan Lebar Jalan


Fasilitas Umum yang diperlukan pada dan Area Parkir didalam Tempat
Tempat Istirahat dan Pelayanan Istirahat dan Pelayanan

Perencanaan Struktur semua Jenis Perencanaan semua Struktur


Bangunan Fasilitas Umum yang Perkerasan Jalan dan Area Parkir
diperlukan pada Tempat Istirahat dan didalam Tempat Istirahat dan
Pelayanan termasuk Perencanaan Pondasi Pelayanan
Bangunan

Penggambaran Arsitektur, Struktur Bangunan dan


Struktur Perkerasan Jalan dan Area Parkir

TAHAP DOKUMENTASI
HASIL PERENCANAAN
Penyusunan Spesifikasi Teknik

21
A

Analisis Kuantitas dan Harga Satuan

Selesai

Gambar 11. Diagram Alir Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan

Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan sekurang-
kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Analisis Tempat Istirahat dan pelayanan,
meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa Karakteristik Lalu Lintas
Rencana), Hasil Analisis Data Survei Geologi, Geoteknik dan Material, serta Hasil
Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Jarak dan Spesifikasi
Fasilitas Tempat Istirahat dan Pelayanan.
3. Pentuan Lokasi dan Tipe Tempat Istirahat dan Pelayanan.
4. Perencanaan Jenis-jenis Fasilitas Umum yang diperlukan Block Plan (meliputi
Perencanaan Struktur dan Arsitektur terhadap Keseluruhan Bangunan yang ada didalam
Fasilitas Tempat Istirahat dan Pelayanan).
5. Perencanaan Kebutuhan Luas dan Fasilitas Tempat Parkir, Toilet Umum, Ruang Publik,
Restoran, Kios dan/atau SPBU.
6. Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan dan Area Parkir didalam Tempat Istirahat dan
Pelayanan.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).

22

Anda mungkin juga menyukai