BUKU 2
Rencana Teknik Akhir (RTA) merupakan dokumen hasil Perencanaan Teknik yang dilakukan oleh
Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai salah satu kewajiban dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan
Tol (PPJT). Dokumen ini harus disampaikan oleh BUJT dalam jangka waktu tertentu sejak
dimulainya Perencanaan Teknik sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Jalan Tol
masing – masing BUJT.
Yang dimaksud dengan Dokumen RTA adalah sekumpulan dokumen hasil Perencanaan Teknik
yang tersusun atas Dokumen Jadwal/Rencana Kerja Penyelesaian RTA; Kriteria Desain yang
merujuk pada Rencana Bisnis PPJT; Hasil Survei Detail; Hasil Analisis Perencanaan; Gambar
RTA; Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus; serta Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of
Quantity/ BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Dalam rangka peningkatan kualitas produk RTA oleh BUJT dan memperjelas prosedur
penyusunan Dokumen RTA, maka Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menerbitkan Buku Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) RTA Jalan Tol. Juklak ini juga dapat menjadi alat monitoring dan evaluasi
dalam proses pembahasan hingga proses persetujuan RTA oleh BPJT dan Ditjen Bina Marga.
Buku 2 Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Dokumen Rencana Teknik Akhir (RTA) Jalan
Tol, terdiri dari:
Bagian A : Kriteria Desain;
Bagian B : Pelaksanaan Survei;
Bagian C : Analisis Perencanaan
Demikian, semoga Buku Juklak RTA ini dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi
pihak-pihak terkait sehingga proses Perencanaan Teknik Jalan Tol menjadi lebih efektif dan
efisien.
Jakarta, 2018
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol
(……………………………)
i
BAGIAN A
KRITERIA DESAIN
i
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Perkotaan (Urban)............................... 11
Tabel 2. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Antar Kota (Interurban) ...................... 12
Tabel 3. Kriteria Desain Geometrik Ramp Simpang Susun .................................................... 13
Tabel 4 Kriteria Desain Simpang Susun (Interchange) untuk Ramp Terminal ...................... 13
Tabel 5. Kriteria Desain Jalan Non Tol................................................................................... 14
Tabel 6. Nilai SPT Tanah ........................................................................................................ 15
Tabel 7. Penurunan Ijin Maksimum Pondasi .......................................................................... 17
Tabel 8. Defleksi Lateral Ijin Maksimum Pondasi ................................................................. 17
Tabel 9. Kelandaian Lereng Yang Disarankan ....................................................................... 18
Tabel 10. Kriteria Desain Penempatan Lampu Penerangan Jalan Tol ...................................... 21
Tabel 11. Kriteria Desain Kuat Lampu Penerangan Jalan Tol .................................................. 22
Tabel 12. Kriteria Desain Penyelenggaraan Rambu ................................................................. 22
Tabel 13. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Peralatan .......................................................... 25
Tabel 14. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Tanda ............................................................... 26
Tabel 15. Kriteria Desain Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ..................................................... 27
Tabel 16. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ....................................... 26
Tabel 17. Kriteria Desain Tata Tanaman pada Segmen Jalan Tol ............................................ 27
Tabel 18. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan ....................................................... 28
ii
BAGIAN A
KRITERIA DESAIN
1. Standar Acuan
Standar acuan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan dokumen Rencana Teknik
Akhir (RTA) adalah meliputi seluruh peraturan perundangan atas ketentuan dan persyaratan
teknik Jalan Tol, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 38/2004 tentang Jalan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005, tentang Jalan Tol.
c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 96 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2028).
d. Undang-undang Nomor 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
e. Surat Edaran Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR No. 02/SE/DB/06/2017 tentang
Persyaratan Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi Khusus Jalan Bebas Hambatan dan Jalan
Tol, Edisi 2017.
1
l. Standar Geometrik Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol nomor 007/BM/2009
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum
m. Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, 1992, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
n. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
o. Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan Sebidang, Pt T-02-2002-B,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
p. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets 5th Edition, 2015, AASHTO.
q. Road Side Design Guide 3th Edition, 2006, AASHTO.
2
b. Spesifikasi Penguatan Tebing, No. 11/S/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
c. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 1, Proses Pembentukan dan
Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
d. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 2, Penyelidikan Tanah Lunak
Desain dan Pekerjaan Lapangan, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
e. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 3, Penyelidikan Tanah Lunak,
Pengujian Laboratorium, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
f. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 4, Desain dan Konstruksi,
Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
g. Tata Cara Pelaksanaan Pondasi Cerucuk Kayu Di Atas Tanah Lembek dan Tanah
Gambut, No. 029/T/BM/1999, Lampiran No. 6 Keputusan Direktur Jenderal Bina
Marga No. 76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999, Departemen Pekerjaan
Umum.
h. Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Direktorat Bina Teknik.
i. Perencanaan Timbunan Jalan Pendekat Jembatan, Pd T-11-2003, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
j. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, Pusat Litbang Perumahan dan
Permukiman, ISBN 978-602-5489-01-3, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
1.7. Standar Acuan Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
a. Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas.
b. Peraturan Menteri Perhubungan No. 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan.
c. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 49 Tahun 2014,
tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
d. Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat No SK 7234/AJ.401/DJRD/2013
tentang Petunjuk Teknis Perlengkapan Jalan, Direktorat Bina Sistem Transportasi
Perkotaan, Dept. Perhubungan.
e. Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan No. 01/P/BNKT/1991,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum.
f. Keputusan Direksi PT. Jasa Marga (Persero) No. 21/KPTS/2001 tentang Pedoman
Standar Perlengkapan Tol.
g. Roadway Lighting Design Guide, 2005, AASHTO.
3
1.8. Standar Acuan Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
a. Pedoman Perencanaan Bangunan Fasilitas Tol, 1999, PT Jasa Marga (Persero).
b. Manual Penyusunan Detail Engineering Design dan Landscape Jalan Tol, Perencanaan
Bangunan Fasilitas Tol, 2008, Dept. Pekerjaan Umum.
c. Panduan Fasilitas Perlengkapan Jalan, Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan,
Dept. Perhubungan.
d. Peraturan Menteri PUPR No. 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai Di Jalan
Tol.
e. Standar Desain Gerbang Tol, Surat Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, Nomor JL.03.04-
P/26, Tanggal 7 Februari 2017.
4
3. Kriteria desain disusun dengan mengacu pada Berita Acara rencana usaha PPJT.
Apabila dalam penyusunan RTA terindikasi adanya perbedaan, BUJT harus
menyampaikan hasil perbandingan antara PPJT dengan RTA, didukung hasil survei,
analisis, hasil koordinasi dan justifikasi teknis untuk mendapat persetujuan BPJT dan
Bina Marga. Namun apabila tidak ada perubahan, maka BUJT cukup melapor ke BPJT
dan dapat melanjutkan penyusunan RTA.
Catatan : hal-hal yang belum tercantum didalam kriteria desain agar mengikuti standar
yang berlaku secara nasional maupun internasional sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan.
5
2) Jari-Jari Lengkung Vertikal Minimum Standar;
3) Landai Maksimum;
4) Landai Minimum;
5) Jalur Perlambatan;
6) Jalur Percepatan
7) Taper.
f. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Geometrik Jalan pada Jalan Non Tol
sekurang-kurangnya tersusun atas:
1) Fungsi Jalan, Pemilik Jalan, Lebar dan Jumlah Lajur Jalan Eksisting, Perkerasan;
2) LHR, Tipe Jalan;
3) Kecepatan Rencana;
4) Potongan Melintang, meliputi :
Rumaja;
Rumija;
Ruwasja;
Lebar Badan Jalan;
Lebar dan Jumlah Lajur;
Lebar Bahu;
Lebar Median;
Lebar Pemisah Lajur;
Lebar Saluran Tepi;
Lebar Ambang Pengaman;
Kemiringan Lajur;
Kemiringan Bahu.
5) Potongan Memanjang, meliputi :
Jarak Antar Jalan Masuk;
Jarak antar Simpang Sebidang;
Superelevasi Maksimum dan Kelandaian.
g. Pemasangan peredam tumbukan/bantalan tabrakan agar dilakukan pada objek-objek
yang merupakan hazard seperti pada pertemuan dengan off ramp jalan tol.
6
4) Modulus Resilien Tanah Dasar
5) Koefisien Kekuatan Relatif Lapisan, meliputi :
Lapis Permukaan Beton Aspal;
Lapis Pondasi Granular;
Lapis Pondasi Bawah Granular;
Lapis Pondasi Bersemen;
Lapis Pondasi Beraspal.
6) Tebal Lapis Minimum
7) Indeks Tebal Perkerasan (ITP) atau Structural Number (SN).
c. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Kaku
sekurang-kurangnya tersusun atas:
1) Daya Dukung Tanah;
2) Jenis Sambungan;
3) Bahu;
4) Jenis dan Tebal Lapis Pondasi Bawah;
5) CBR Efektif;
6) Kuat Lentur (Flexural Strength);
7) Faktor Keamanan Beban;
8) Taksiran Tebal Pelat Beton;
9) Tegangan Ekivalen (TE) dan Faktor Erosi (FE);
10) Faktor Rasio Tegangan (FRT);
11) Beban per Roda;
12) Jumlah Repetasi Ijin untuk Fatik;
13) Jumlah Repetasi Ijin untuk Erosi.
d. Untuk Jalan Utama
e. Bahu
f. Jalan Akses
g. Jalan Simpang Sebidang
h. Jalan Lokal
i. Frontage
7
Beban Lajur ‘D’, Beban Truk ‘T’, Gaya Rem, Gaya Sentrifugal, Beban Pejalan Kaki,
Gaya akibat Tumbukan Kendaraan, dan Beban Fatik), dan Beban Aksi Lingkungan
(terdiri atas Penurunan, Temperatur, Susut dan Rangkak, Prategang, Beban Aliran Air,
Benda Hanyutan dan Tumbukan Batang Kayu, Beban Hidrostatis dan Gaya Apung,
Beban Angin, Beban Gempa, Beban Gesekan Perletakan dan Getaran), serta
Kombinasi Beban termasuk didalamnya persyaratan beban gempa jembatan.
e. Persyaratan Durabilitas Struktur dalam Kriteria Desain Struktur dan Jembatan, harus
memenuhi persyaratan.
f. Persyaratan Pemeliharaan dan Akses Inspeksi, sekurang-kurangnya memuat Akses ke
Lokasi Inspeksi Jembatan, meliputi Akses Pemeliharaan Kabel Eksternal, Akses
Perbaikan Bearing Pad, Akses Pemeliharaan Pipa Drainase hingga ke Buangan Akhir,
Akses Pemeliharaan Lampu, serta Akses Pemeliharaan Expantion Joint.
g. Pemasangan tiang/pilar jembatan dimedian jalan tol agar dihindari semaksimal
mungkin, merujuk pada aspek keselamatan transportasi. Pilar jembatan di median perlu
diamankan dengan pagar pengaman yang kuat.
8
b. Perencanaan memperhatikan Spesifikasi Pondasi yang berupa perencanaan untuk
Pondasi Dalam, Pondasi Dangkal dan Syarat Penurunan Pondasi.
c. Pondasi Dalam dapat berupa Tiang Bor ataupun Tiang Pancang dimana kapasitas daya
dukung dimobilisir oleh tahanan friksi dan/atau tahanan ujung pondasi. Selain itu
pondasi dalam juga dapat digunakan sebagai penahan gaya lateral seperti secant pile
dan continous pile dengan memanfaatkan kapasitas lentur.
d. Pondasi Dangkal dapat digunakan pada lokasi dengan daya dukung tanah yang cukup.
Jika terdapat potensi masalah penurunan, penggunaan pondasi dangkal tidak
disarankan.
e. Kriteria Perencanaan Timbunan meliputi Kemiringan Lereng Timbunan, Berm,
Material Timbunan, Stabilitas Timbunan, Penurunan Timbunan, Tinggi Minumum
Tanah dasar, Timbunan pada Oprit Jembatan.
f. Kriteria Perencanaan Galian meliputi Kemiringan Lereng Galian, Stabilitas Lereng
Galian.
g. Kriteria Perencanaan Tanah Lunak meliputi Beban Lalu Lintas, Faktor Keamanan,
Kriteria Deformasi, dan Beban Gempa.
h. Kriteria Perencanaan Daerah Longsor memperhatikan Klasifikasi Longsoran.
2.5. Substansi Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase Jalan Tol
Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Hidrologi dan Sistem Drainase Jalan Tol
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bangunan Air meliputi Drainase, Irigasi, Sungai, Danau dan Saluran Air Lainnya.
b. Analisis Hidrologi dalam Kriteria Desain ini, sekurang-kurangnya memuat analisa
mengenai Curah Hujan Rata-rata Maksimum Area (meliputi Analisis Point Rainfall
dengan menggunakan metode Annual Series, Partial Series dan/atau Annual
Exceedence, Analisis Area Rainfall dengan menggunakan metode Rerata Aljabar,
Poligon Thiessen dan/atau Ishoyet, serta Uji Statistk Nilai Rata-rata Curah Hujan
dengan menggunakan metode Iwai dan/atau lainnya), Distribusi Frekuensi (meliputi
Distribusi Frekuensi dengan menggunakan metode Distribusi Normal, Log-Normal,
Gumbel dan/atau Log Pearson III, serta Analisis Frekuensi dengan menggunakan
metode Moment), Uji Kesesuaian Distribusi (dengan menggunakan metode Uji
Smirnov-Kolmogorov dan/atau Uji Chi Kuadrat), Intensitas Hujan (dengan
menggunakan metode Haspers, Weduwen dan/atau Mononobe), serta Debit Banjir
Rencana (dengan menggunakan metode Rasional, regresi dan/atau Hidrograf).
c. Analisis Hidraulika, sekurang-kurangnya memuat persyaratan mengenai Periode Ulang
dan Spesifikasi Saluran (meliputi Material, Kemiringan, Panjang Saluran dan
Dimensi).
d. Pada perencanaan Jembatan agar dilakukan analisa perhitungan Deck Drain Jembatan,
dan memperhatikan elevasi muka air banjir dan peil banjir pada kawasan tertentu.
9
Penerangan (meliputi Kuat Penerangan pada Daerah terbuka, Daerah Tertutup dan
Daerah Rambu Lalu Lintas).
d. PJU ditempatkan pada seluruh ruas tol untuk jalan tol perkotaan.
e. Untuk jalan tol antar kota PJU dipasang pada Simpang Susun, Jalan Akses, Simpang
Sebidang, Gerbang Tol, Barrier Gate, Rest Area dan Jembatan.
2.7. Substansi Kriteria Desain Rambu, Marka, dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Rambu, Marka, Guard Rail dan Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusulan Kriteria Desain Rambu, Marka dan APILL harus menetapkan persyaratan-
persyaratan dalam perencanaan, meliputi Persyaratan Rambu, Persyaratan Marka dan
Persyaratan APILL.
b. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Rambu, , sekurang-kurangnya tersusun
atas Spesifikasi Teknis (meliputi Bentuk, Lambang, Warna dan Jenis) dan Spesifikasi
Penyelenggaraan (meliputi Posisi, Jarak, Tinggi dan Ukuran), yang direncanakan
sesuai dengan fungsinya (meliputi Rambu Peringatan, Larangan, Perintah, Petunjuk
dan/atau Peringatan Sementara).
c. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan Marka, sekurang-kurangnya tersusun
atas Spesifikasi Teknis (meliputi Fungsi dan Karakteristik) dan Spesifikasi
Penyelenggaraan (meliputi Dimensi dan Posisi Penempatan), baik untuk Marka berupa
Peralatan (meliputi Paku Jalan, Alat Pengarah Lalu Lintas dan Pembagi Lajur Lalu
Lintas) maupun Marka berupa Tanda (meliputi Marka Membujur, Marka Melintang,
Marka Serong dan Marka Lambang).
d. Agar dipasang marka tepi berprofil (tactile) untuk memperingatkan pengemudi yang
keluar lajur.
e. Parameter-parameter teknis untuk perencanaan APILL, sekurang-kurangnya tersusun
atas Jenis, Karakterisik, Ukuran dan Daya serta Posisi Penempatan/Pemasangannya.
f. Pemasangan guardrail harus disertai dengan pondasi yang kuat namun tetap flexible
untuk mengembalikan kendaraan yang keluar jalur kembali ke jalur asal, serta
dipertimbangkan lokasi penempatan guardrail, dimensi, panjang, bahan dan tipe pagar
keselamatan (dengan kualitas paling sedikit tipe TL 4) yang akan digunakan.
10
g. Untuk Gardu Tol Otomatis, lebar Pulau Tol adalah 1,5 meter dengan memperhatikan
kebutuhan penempatan alat transaksi tol dan kebutuhan dalam masa pengoperasian.
11
3.1. Kriteria Desain Geometrik Jalan
Tabel 1. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Perkotaan (Urban)
No Parameter Geometrik Satuan Nilai
1 Kecepatan Rencana (minimum) km/jam 100 80 60
2 Potongan Melintang
a. Lebar Lajur Lalu Lintas (minimum) m 3,5 3,5 3,5
b. Lebar Bahu Luar (minimum) m 2,0 2,0 2,0
c. Lebar Bahu Dalam (minimum) m 1,0 0,75 0,5
d. Lebar Median (minimum) m
e. Kemiringan Melintang Normal Lajur Lalu % 2,0 2,0 2,0
Lintas
f. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar % 4,0 4,0 4,0
g. Lebar Ruang Bebas (minimum) m 22,0 22,0 22,0
h. Tinggi Ruang Bebas Vertikal (minimum) m 5,1 5,1 5,1
i. Kedalaman Ruang Bebas (minimum) m 1,5 1,5 1,5
j. Lebar Rumija / ROW (minimum) m 30,0 30,0 30,0
k. Lebar Ruwasja (minimum, dari as jalan) m 40,0 40,0 40,0
3 Jarak Pandang Henti (minimum) m 165 110 75
4 Alinyemen Horizontal
a. Jari-jari Tikungan (minimum) m 700 400 200
b. Jari-jari Tikungan dengan Kemiringan m 5000 3500 2000
Normal (minimum), dengan i=2,0%
c. Panjang Tikungan (minimum) m 170 140 100
d. Superelevasi (maksimum) % 8 8 8
e. Panjang Lengkung Peralihan (minimum) m 85 70 50
f. Jari-jari Tikungan Tanpa Lengkung m 1500 1000 600
Peralihan (minimum)
g. Kemiringan Permukaan Relatif - 1/225 1/200 1/175
(maksimum)
5 Alinyemen Vertikal
a. Kelandaian Maksimum % 3,0 4,0 5,0
b. Jari-jari Lengkung Vertikal
Cembung m 10.000 4.500 2.000
Cekung m 4.500 3.000 2.000
c. Panjang Lengkung Vertikal (minimum) m 85 70 50
12
Tabel 2. Kriteria Desain Jalan Utama pada Jalan Tol Antar Kota (Interurban)
No Parameter Geometrik Satuan Nilai
1 Kecepatan Rencana km/jam 120 100 80
2 Potongan Melintang
a. Lebar Lajur Lalu Lintas m 3,60 3,60 3,60
b. Lebar Bahu Luar m 3,0 3,0 3,0
c. Lebar Bahu Dalam m 1,5 1,5 1,0
d. Lebar Median (termasuk bahu dalam) m 3,8 3,8 3,8
e. Kemiringan Melintang Normal Lajur Lalu % 2,0 2,0 2,0
Lintas
f. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar % 4,0 4,0 4,0
g. Lebar Ruang Bebas (minimal) m 30,0 30,0 30,0
h. Tinggi Ruang Bebas Vertikal (minimal) m 5,0 5,0 5,0
i. Kedalaman Ruang Bebas (minimal) m 1,5 1,5 1,5
j. Lebar Rumija / ROW (minimal) m 40,0 40,0 40,0
k. Lebar Ruwasja (minimal, dari as jalan) m 75,0 75,0 75,0
3 Jarak Pandang Henti (minimal) m 210 165 110
4 Alinyemen Horizontal
a. Jari-jari Tikungan (minimal) m 660 700 400
b. Jari-jari Tikungan dengan Kemiringan m 7500 5000 3500
Normal (minimal)
c. Panjang Tikungan (minimal) m 200 170 140
d. Superelevasi (maksimal), menggunakan % 8 8 8
nilai Maksimum untuk jalan tol antarkota
dengan curah hujan tinggi
e. Panjang Lengkung Peralihan (minimal) m 100 85 70
f. Jari-jari Tikungan Tanpa Lengkung m 2100 1500 1000
Peralihan (minimal)
g. Kemiringan Permukaan Relatif - 1/250 1/225 1/200
(maksimal)
5 Alinyemen Vertikal
a. Kelandaian Maksimum % 2,0 3,0 4,0
b. Jari-jari Lengkung Vertikal
Cembung m 17.000 10.000 4.500
Cekung m 6000 4.500 3.000
c. Panjang Lengkung Vertikal (minimal) m 100 85 70
13
Tabel 3. Kriteria Desain Geometrik Ramp Simpang Susun
No Parameter Geometrik Satuan
Nilai
1 Kecepatan Rencana (minimum) km/jam 40
2 Potongan Melintang
a. Lebar Lajur m 4,00
b. Lebar Bahu Luar m 3,00
c. Lebar Bahu Dalam m 1,00
d. Lebar Marka Pemisah Jalur/Median m 0,80
e. Kemiringan Melintang Jalur Lalu Lintas Normal % 2,00
f. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar (bahu luar % 2,00
berupa Rigid Pavement)
g. Kemiringan Melintang Normal Bahu Luar (bahu luar % 4,00
berupa Flexible Pavement)
h. Superelevasi Maksimum % 8,00
i. Tinggi Ruang Bebas Vertikal Minimum m 5,10
3 Jarak Pandang Henti m 40
4 Alinyemen Horizontal
a. Jari-jari Tikungan Minimum m 50
b. Jari-jari Tikungan Minimum untuk Bagian Jalan dengan m 800
Kemiringan Normal
c. Jari-jari Tikungan Minimum tanpa Lengkung Peralihan m 250
d. Panjang Minimum Bagian Peralihan m 35
e. Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum m 1/125
5 Alinyemen Vertikal
a. Landai Maksimum % 4,00
b. Jari-jari Lengkung Vertikal
Cembung m 700
Cekung m 700
c. Panjang Lengkung Vertikal m 35
14
Tabel 5. Kriteria Desain Geometrik Jalan Akses
Superelevasi Maksimum % 8 8
Panjang Lengkung Peralihan m 35 50
Minimum
Jari-jari Tikungan Minimum m 250 600
Tanpa Lengkung Peralihan
Kemiringan Permukaan Relatif - 1/125 1/175
Maksimum
5. Parameter Alinemen Vertikal :
Landai Maksimum % 4 4
Jari-jari Minimum Lengkung
Vertikal :
- Cembung m 700 2000
- Cekung m 700 2000
Panjang Minimum Lengkung m 35 50
Vertikal
15
3.2. Kriteria Desain Geoteknik
8 – 15 Stiff 30 – 50 Dense
>30 Hard
Unconfined Compresion
Konsitensi Nilai NSPT Test Strenght qall (kn/m2)
Very soft <2 <25
Soft 2–4 25 – 40
Medium 4–8 50 – 100
Stiff (firm) 8 – 15 100 – 200
Very stiff 15 – 30 200 – 400
Hard >30 >400
16
Gambar 1. Klasifikasi Tanah berdasarkan Data Sondir
SPESIFIKASI PONDASI
1. Pondasi Dalam
Pondasi dalam dapat berupa tiang bor ataupun tiang pancang dimana kapasitas daya dukung
dimobilisir oleh tahanan friksi dan/atau tahanan ujung pondasi. Selain itu pondasi dalam juga
dapat digunakan sebagai penahan gaya lateral seperti secant pile dan contiguous pile dengan
memanfaatkan kapasitas lentur.
Tebal minimum selimut beton untuk seluruh tipe pondasi dalam adalah 75 mm.
a. Tiang Bor
Metoda perhitungan yang digunakan adalah formula dari Reese and Wright
Faktor keamanan : selimut = 1.5~2; ujung =2.5~3
Mutu beton K-250, slump 16-18 cm
Mutu baja fy=400 MPa
Jarak antar tiang 3D (center-center)
Metoda pemboran adalah dry boring/wet boring (kondisional)
Defleksi lateral max ¼”
Daya dukung tiang tarik = (0.4~0.7) x qallowable
b. Tiang Pancang
Metoda perhitungan yang digunakan adalah formula dari Mcoyle
Faktor keamanan : selimut = 2.5 - 3; ujung =2.5
Jarak antar tiang 3D (center-center)
Bentuk dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan (digunakan diameter 60cm)
Defleksi lateral max ¼’’
Daya dukung tiang tarik = (0.4~0.7) x qallowable
17
Pada pondasi tiang, tahanan friksi tarik adalah 0.75 dari tahanan friksi tekan. Sedangkan
faktor reduksi tidak diperlukan pada pondasi bore pile. Pondasi dalam harus
direncanakan mampu menahan gaya lateral akibat beban kerja dengan defleksi lebih kecil
dari defleksi ijin struktur. Sebagai batasan, defleksi lateral ijin pondasi dalam dapat
dilihat dalam Tabel selanjutnya.
2. Pondasi Dangkal
a. Pondasi dangkal dapat digunakan pada lokasi dengan daya dukung tanah yang cukup.
Jika terdapat potensi masalah penurunan, penggunaan pondasi dangkal tidak disarankan.
b. Angka keamanan pada penentuan kapasitas daya dukung ijin pondasi adalah:
(a) Saat menerima beban mati saja (DL) SF = 3.0
(b) Saat menerima beban mati + beban hidup (DL + LL) SF = 2.5
c. Penurunan maksimum yang diijinkan pada pondasi dangkal dapat dilihat dalam Tabel
berikut.
d. NSPT pada dasar pondasi > 40
e. Faktor keamanan geser > 1.5
f. Faktor keamanan guling > 2.0
18
SPESIFIKASI PENGUATAN TEBING
Berdasarkan No. 11/S/BNKT/1991 Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan
Kota
1. Spesifikasi
Lereng yang baik, alami, dan stabil pada galian atau timbunan konstruksi jalan sangat
diperlukan didalam perencanaan jalan di perkotaan. Lereng galian atau timbunan dibuat
selandai mungkin dan pada daerah peralihan antara lereng dengan bagian datar dibuat
berbentuk lengkung.
Kelandaian dari lereng galian dan timbunan dipengaruhi oleh jenis materialnya yang
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
a. Material Tanah
Jenis tanah sangat mempengaruhi kelandaian dan stabilitas lereng galian dan timbunan.
Komposisi tanah yang didominasi oleh lempung (clay) dan lanau (silt) umumnya rawan
terjadi erosi, untuk itu disarankan perencanaan lerengnya lebih landai dari 3:1 (H:V).
Tabel berikut ini dapat dipakai sebagai pedoman perencanaan lereng, dimana angka yang
tercantum adalah persyaratan maksimal.
b. Material Batu
Perencanaan lereng batuan sangat beragam yang dipengaruhi oleh teknologi yang
digunakan untuk penggaiian dan kekerasan batuannya dalam hal ini umumya dipakai
kelandaian 1 : 2.
Apabila pelaksanaan digunakan metode seperti “pre splitting”, maka kelandaian lereng
bisa dibuat lebih terjal yaitu antara 1/6 : 1 sampai dengan 1/12 : 1, dengan catatan hanya
pada jenis batuan yang keras.
c. Material Pilihan
2. Kriteria
Pada material yang sejenis kelandaian lereng timbunan akan lebih rendah dari pada galiannya.
Bentuk peralihan lereng di kaki lereng pada material tanah dianjurkan untuk kelandaian lereng
4 : 1 sampai dengan 2 : 1.
Fungsi utama dari bentuk peralihan lengkung adalah untuk :
a. Memberikan keselamatan bagi para pengemudi yang lepas kontrol ke luar dari jalur lalu –
lintas.
b. Memberikan aliran air dan hembusan angin yang lebih baik sehingga akan menambah
kestabilan lereng.
19
Bentuk peralihan bulat berlaku juga pada ujung atas dari galian atau timbunan. Apabila
ketinggian timbunan atau galian tidak dapat memberikan jaminan keselamatan bagi
pengendara maka sisi jalan harus dipasang rel pengaman (guard rail). Kondisi timbunan atau
galian lebih besar 2.5 m atau konstruksi galian atau timbunan dibuat dari material yang labil,
maka lereng harus dibuat terasering.
20
Sistem Drainase Jalan Tol
Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari saluran samping, gorong-gorong dan
saluran penangkap (interceptor ditch). Beberapa ketentuan-ketentuan dalam
perencanaan drainase atau hidrolika yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a. Sebelum merencanakan keseluruhan saluran tersebut, harus dipenuhi beberapa
ketentuan antara lain sebagai berikut Alinyemen vertikal jalan, tipe saluran yang
dipakai, kemiringan saluran yang diperbolehkan.
b. Periode ulang perencanaan saluran drainase, yaitu 10 tahun (saluran samping yang
masuk ke sungai), 25 tahun (saluran samping yang masuk ke gorong-gorong), 25
tahun (gorong-gorong), 50 tahun (sungai dengan debit < 200 m3/detik) dan 100
tahun (sungai dengan debit ≥ 200 m3/detik).
c. Pada perencanaan saluran samping, dapat dihitung dengan formula aliran seragam
dengan rumus kontinyuitas yang dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel, yaitu luas
penampang basah saluran dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran harus
diperhitungkan dengan mempertimbangkan variabel koefisien Manning, jari-jari
hidrolis saluran dan kemiringan dasar saluran.
d. Pada perencanaan gorong-gorong, harus memperhatikan beberapa ketentuan
berikut:
Perencanaan gorong-gorong, baik itu dengan bentuk pipa tunggal dan/atau lebih
ataupun box culvert, dipertimbangkan mengenai topografi daerah aliran karena
akan menyangkut kedalam beberapa ketetapan, yaitu bentuk, dimensi, elevasi
dasar inlet dan outlet, panjang serta kemiringan gorong-gorong.
Perencanaan gorong-gorong diperhitungkan terhadap 3 (tiga) kondisi keadaan
aliran, yaitu aliran bebas (free flow), aliran transisi (transition flow) dan aliran
tekan (pressure flow).
Ditempatkan melintang pada jalan yang berfungsi untuk menampung air dari
selokan samping jalan dan membuangnya.
Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
Harus dibuat dengan tipe permanen, dan bagian gorong-gorong secara umum
terdiri dari 4 (empat) bagian konstruksi utama yaitu:
o Pipa kanal air utama, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian udik
ke bagian hilir
o Tembok kepala yang menopang ujung lereng jalan, tembok penahan yang
dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk menahan bahu jalan dan
kemiringan jalan
o Apron (lantai dasar) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya
erosi dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat Lumpur, bentuk gorong-
gorong tergantung pada tempat dan tingginya timbunan serta besarnya debit
yang dialirkan
o Bak penampung diperlukan pada kondisi pertemuan antara gorong-gorong
dengan saluran tepi atau pertemuan lebih dari dua aliran
Kemiringan gorong-gorong dibuat agar aliran air didalam gorong-gorong
berfungsi dengan sempurna dan tidak menimbulkan erosi maupun sedimentasi,
untuk keperluan tersebut kemiringan gorong-gorong dibuat antara 0.5 % - 2 %.
Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 m, untuk di daerah
pegunungan, atau daerah bergelombang bisa dua atau tiga kali lebih panjang,
atau disesuaikan dengan lokasi alur drainase eksisting yang ada.
Dimensi gorong-gorong (untuk tipe gorong-gorong bulat) diameter minimum
150 cm dan untuk tipe gorong-gorong persegi, tinggi (h) minimum 150 cm.
Kedalaman gorong-gorong yang aman terhadap permukaan jalan tergantung
pada tipe gorong-gorong, apakah itu tipe pipa tunggal dan lebih ataupun tipe
persegi (box culvert).
21
Daerah Timbunan
o Saluran samping pada daerah timbunan mempunyai fungsi menjaga muka
air tanah pada badan jalan
o Tipe dari saluran samping disesuaikan dengan fungsi diatas, dengan
penambahan bangunan saluran pengaman timbunan tinggi
Daerah Galian
o Saluran samping pada daerah galian mempunyai fungsi menjaga interupsi
muka air tanah dari daerah galian dan badan jalan
o Tipe dari saluran samping disesuaikan dengan fungsi diatas dengan
penambahan bangunan sub drain apabila perlu.
3. Kuat penerangan pada ruas jalan tol, diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada
Tabel 11 berikut.
22
Tabel 11. Kriteria Desain Kuat Lampu Penerangan Jalan Tol
No Parameter Satuan Nilai Catatan
Jalan Utama 22, 15, 11 Komersil,
Klasifikasi
1 Jalan Akses Lux 13, 10, 6 Menengah dan
Jalan
Pemukiman
Lalu Lintas Kend.,
Rendah: 5, 2 ,9 Keselamatan
Daerah Terbuka Sedang: 11, 6, 22 Pejalan Kaki, dan
Tinggi: 22, 10, 43 Keamanan Pejalan
Kaki
Kuat Rendah: 54, 54
2 Lux Siang Hari, Malam
Penerangan Daerah Tertutup Sedang: 110, 54
Hari
Tinggi: 540, 54
Rendah: 100
Daerah Rambu
Sedang: 200 -
Lalu Lintas
Tinggi: 400
3.5. Kriteria Desain Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
1. Rambu
a. Rambu direncanakan sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai peringatan, larangan,
perintah, petunjuk dan/atau rambu peringatan sementara bagi pengguna jalan.
b. Rambu minimal tersusun atas komponen daun rambu (konvensional yang bersifat
retro reflektif dan/atau elektronik), dan dapat dilengkapi dengan tiang rambu dan
papan tambahan.
c. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan rambu yang harus diperhatikan, meliputi
spesifikasi teknis, berupa bentuk, lambang, warna, ukuran dan jenis (daun rambu,
huruf, angka dan simbol), serta spesifikasi penyelenggaraan, berupa posisi, jarak,
tinggi dan ukuran. Ketentuan terkait spesifikasi penyelenggaraan perencanaan
rambu diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
23
No Parameter Nilai
papan tambahan bagian bawah
Ukuran kecil, dengan VR maksimum 30 km/jam
Ukuran sedang, dengan VR maksimum 60 km/jam
Ukuran
Ukuran besar, dengan VR maksimum 80 km/jam
Ukuran sangat besar, dengan VR lebih dari 80 km/jam
Satu tiang hanya dapat dipasang maks. dua buah daun
rambu
Tiang Apabila tidak tersedianya ruan untuk pemasangan tiang
2 Posisi
Rambu rambu, rambu dapat dipasang pada tembok, kaki
jembatam bagian jembatan layang, tiang bangunan
utilitas dan pohon
Ditempatkan pada sisi jalan sebelum tempat atau bagian
Posisi
jalan yang berbahaya
Rambu Minimum 50 m untuk VR kurang dari 60 km/jam
3
Peringatan Minimum 80 m untuk VR 60 – 80 km/jam
Jarak
Minimum 100 m untuk VR 80 – 100 km/jam
Minimum 180 m untuk VR lebih dari 100 km/jam
Ditempatkan pada awal bagian jalan dimulainya
Rambu Posisi
4 larangan
Larangan
Jarak Diesuaikan
Sedekat mungkin pada awal/akhir perintah
Rambu Posisi Ditempatkan di sisi jalan pada bagian jalan yang wajib
5
Perintah dilewati
Jarak Disesuaikan
Ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai
daya guna sebesar-besarnya dengan memperhatikan
keadaan jalan dan kondisi lalu lalu lintas
Posisi
Ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan atau diatas
ruang manfaat jalan sebelum daerah, kawasan, rute atau
lokasi yang ditunjuk
Rambu pendahulu petunjuk jurusan pada persimpangan
di depan, rambu pendahulu petunjuk jurusan yang
menunjukkan jurusan yang dituju, rambu pendahulu
petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur atau lajur
sebelah kiri untuk mencapai jurusan yang dituju, rambu
Rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur
6
Petunjuk atau lajur sebelah kanan untuk mencapai jurusan yang
dituju, dan rambu pendahulu petunjuk jurusan yang
menunjukkan jarak jurusan yang dituju, ditempatkan
Jarak
sedekat mungkin pada daerah, kawasan, rute, atau lokasi
yang ditunjuk dengan jarak maksimum 50 (lima puluh)
meter
Rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan
jalur atau lajur untuk mencapai jurusan yang dituju pada
pintu keluar jalan tol ditempatkan dengan jarak paling
dekat 500 (lima ratus) meter dari lokasi yang ditunjuk,
dan dapt ditempatkan ulang dengan jarak minimum 250
(dua ratus lima puluh) meter.
Ditempatkan pada bagian jalan sebelum, tepat, dan
sesudah lokasi bagian jalan rusak, keadaan tertenut dan
kegiatan tertentu
Rambu
Posisi Penempatan rambu sebelum lokasi digunakan rambu
7 Peringatan
peringatan, pada saat di lokasi digunakan rambu
Sementara
perintah dan/atau larangan, sedangkan pada setelah
lokasi digunakan rambu perintah dan/atau larangan
Jarak Disesuaikan
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas
24
2. Marka
a. Marka direncanakan sesuai dengan fungsinya, yang dapat direncanakan dalam
bentuk peralatan dan/atau tanda.
b. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan marka yang harus diperhatikan, diatur
dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel berikut.
3. Guard Rail
Guard rail dipasang pada lokasi:
a. Tinggi timbunan di atas 2,5 m dengan slope 1:2
b. Pada tikungan dengan radius kecil (R<= 1.250)
c. Tiang penerangan jalan umum
d. Tiang rambu pendahulu petunjuk jurusan
25
Tabel 13. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Peralatan
Jenis Marka Fungsi Karakteristik Posisi Penempatan Nilai Lainnya
Paku Jalan Digunakan sebagai Terbuat dari plastik, kaca, baja Batas tepi jalur lalu lintas Ketebalan maks. 20 mm Spesifikasi teknis paku jalan
reflektor, yang tahan karat dan/atau aluminium Marka membujur berupa diatas permukaan jalan dapat dilihat pada Lampiran
digunakan khususnya campur garis putus-putus sebagai Bentuk bujur sangkar, Gambar 1 Peraturan
pada keadaan gelap Dilengkapi dengan pemantul tanda peringatan memiliki ukuran sisi dengan Menteri Perhubungan No.
cahaya (pemantul warna putih, Sumbu jalan sebagai panjang 0,10 m (VR < 60 34 Tahun 2014 tentang
kuning dan/atau merah sesuai pemisah jalur km/jam) dan 0,15 m (VR > Marka Jalan
dengan fungsinya masing- Marka membujur berupa 60 km/jam)
masing) garis utuh sebagai pemisah Bentuk persegi panjang,
Berbentuk bujur sangkar, lajur bus memiliki ukuran panjang
persegi panjang dan/atau bundar Marka serong berupa 0,20 m dan lebar minimum
chevron 0,10 m
Pulau lalu lintas Bentuk bundar, memiliki
ukuran diameter minimun
0,10 m
Alat Pengarah Digunakan untuk Terbuat dari bahan plastik Ditempatkan sebagai Tinggi min. 75 cm Spesifikasi teknis alat
Lalu Lintas mengatur/mengarah- dan/atau karet pelengkap atau pengganti Lebar alas min. 50 cm pengarah lalu lintas dapat
kan distribusi arus Memiliki warna dasar oranye dari marka jalan yang Berat min 3,5 kg dilihat pada Lampiran
kendaraan di jalan yang dilengkapi pemantul dinyatakan dengan garis- Gambar 2 Peraturan
cahaya berwarna putih garis pada permukaan jalan Menteri Perhubungan No.
Secara umum berbentuk kerucut 34 Tahun 2014 tentang
(cone) lalu lintas Marka Jalan
Pembagi Lajur Digunakan untuk Terbuat dari bahan plastik, dan Ditempatkan sebagai Panjang min. 120 cm Spesifikasi teknis pembagi
Lalu Lintas mengatur lalu lintas bahan lainnya yang diisi dengan pelengkap atau pengganti Lebar atas min. 10 cm lajur lalu lintas dapat dilihat
dengan jangka waktu air, dan/atau bahan beton dari marka jalan yang Lebar alas min. 50 cm pada Lampiran Gambar 3
sementara dan Tidak ada syarat warna, namun dinyatakan dengan garis- Tinggi min. 80 cm Peraturan Menteri
membantu untuk harus tetap dilengkapi dengan garis pada permukaan jalan Berat min. 15 kg Perhubungan No. 34 Tahun
melindungi pejalan pemantul cahaya berwarna putih 2014 tentang Marka Jalan
kaki dan pekerja dari
daerah yang
berpotensi tinggi akan
menimbulakan
kecelakaan
26
Tabel 14. Kriteria Desain Marka Jalan berupa Tanda
Jenis Marka Sub-Jenis Marka Posisi Penempatan Nilai Lainnya
Bagian jalan yang mendekati persimpangan
sebagai pengganti garis putus-putus pemisah
jalur
Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Lebar min. 10 cm (jalan non tol)
Garis Utuh pemisah jalur (median)
Lebar min. 15 cm (jalan tol)
Bagian tepi jalur lalu lintas yang berfungsi
sebagai tanda batas tepi jalur lalu lintas
Jalan yang jarak pandang -nya terbatas seperti di
tikungan dan/atau lereng bukit Spesifikasi teknis marka
membujur dapat dilihat pada
Panjang dengan ukuran yang sama sebesar 3 m Lampiran Gambar 4,
(untuk VR < 60 km/jam) dan sebesar 5 m Gambar 5, Gambar 6,
Marka Membujur (untuk VR > 60 km/jam) Gambar 7 dan Gambar 8
Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Garis Putus-putus Lebar min. 10 cm Peraturan Menteri
pemisah jalur (median) Perhubungan No. 34 Tahun
Jarak antar marka sebesar 5 m (untuk VR < 60 2014 tentang Marka Jalan
km/jam) dan sebesar 8 m (untuk VR > 60
km/jam)
Garis Ganda yang Jarak antara dua marka membujur pada marka
Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Terdiri dari Garis Utuh garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan
pemisah jalur (median)
dan Garis Putus-putus garis putus-putus min. 10 cm dan maks. 18 cm
Garis Ganda yang Jarak antara dua marka membujur berupa garis
Bagian tengah jalan yang berfungsi sebagai
Terdiri dari Dua Garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh min. 10
pemisah jalur (median)
Utuh cm dan maks. 18 cm
Lebar min. 20 cm dan maks. 30 cm
Spesifikasi teknis marka
Garis Utuh Bagian persimpangan tertentu Apabila dilengkapi dengan marka lambang,
melintang dapat dilihat pada
maka jarak marka lam-bang dari garis
Lampiran Gambar 9 dan
melintang sebesar 1 – 2,5 m
Marka Melintang Gambar 10 Peraturan
Panjang min. 60 cm Menteri Perhubungan No.
34 Tahun 2014 tentang
Garis Putus-putus Bagian persimpangan tertentu Lebar min. 20 cm
Marka Jalan
Jarak antar marka min. 30 cm
Garis Utuh yang Bagian jalan yang mendekati pulau lalu lintas Lebar min. 10 cm (jalan non tol) Spesifikasi teknis marka
Marka Serong
Dibatasi dengan Lebar min 15 cm (jalan tol) serong dapat dilihat pada
27
Jenis Marka Sub-Jenis Marka Posisi Penempatan Nilai Lainnya
Rangka Garis Utuh Lampiran Gambar 11
Peraturan Menteri
Garis utuh yang Bagian jalan yang mendekati pulau lalu lintas Lebar min. 10 cm (jalan non tol) Perhubungan No. 34 Tahun
Dibatasi dengan Lebar min 15 cm (jalan tol) 2014 tentang Marka Jalan
Rangka Garis Putus-
putus
Panjang min. 5 m (untuk VR < 60 km/jam) dan
Panah Bagian jalan yang mendekati persimpangan
7,50 m (untuk VR > 60 km/jam)
Lajur yang secara khusus diperuntukkan bagi
Gambar lajur sepeda, sepeda motor, atau mobil bus dan Tinggi gambar min. sebesar 1 m Spesifikasi teknis marka
truk lambang dapat dilihat pada
Lampiran Gambar 12
Marka Lambang Bagian jalan pada persimpangan sebelum marka
Berbentuk segitiga sama kaki dengan panjang Peraturan Menteri
Segitiga melintang berupa garis putus-putus yang tidak Perhubungan No. 34 Tahun
alas min. 1 m dan tinggi 3 kali lipat alas
dilengkapi dengan rambu larangan 2014 tentang Marka Jalan
Tinggi huruf min. 1,6 m (untuk VR < 60
Permukaan jalan yang digunakan untuk km/jam) dan 2,50 m (untuk VR > 60 km/jam)
Tulisan
mempertegas penggunaan ruang jalan
Lebar huruf min. 2,9 m
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan
28
3.6. Kriteria Desain Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
1. Kantor cabang harus memiliki luas area kantor cabang ±3000 m2, dengan fasilitas-
fasilitas yang tersedia diantaranya, bangunan kantor cabang, rumah dinas, kantin,
masjid, bengkel, pos polisi, lapangan olahraga dan tempat parkir (berkapasitas minimal
25 kendaraan).
2. Ketentuan-ketentuan terkait perencanaan bangunan fasilitas dan perlengkapan tol yang
harus diperhatikan, diatur dengan ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel berikut.
26
b. Habitus tanaman, yang meliputi pohon, perdu, semak, grounccover dan/atau
rumput.
c. Ukuran tanaman, berupa tinggi tanaman, dengan ketentuan:
Tanaman Pengalas/groundcover : 10 – 30 cm
Semak : 30 – 100 cm
Perdu Rendah dan Sedang :1–2m
Perdu Tinggi :3m
Pohon Kecil :3–5m
Pohon Sedang : 5 – 10 m
Pohon Besar : > 10 m
3. Ukuran tanaman, berupa diameter tajuk tanaman, dengan ketentuan:
Pohon Kecil :3–5m
Pohon Sedang :5–7m
Pohon Besar :>7m
4. Bentuk tanaman, meliputi bulat, memayung, piramidal, oval dan/atau menyebar.
5. Lokasi penanaman tanaman harus memperhatikan jarak tanam terhadap badan jalan,
apabila tumbang tidak mengenai jalan.
6. Kriteria tata tanaman diatas, harus disesuaikan dengan segmentasi ruas jalan tol, dengan
ketentuan yang dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.
Tabel 17. Kriteria Desain Tata Tanaman pada Segmen Jalan Tol
Kecepatan Pola Tata Karakter
No Lokasi Fungsi Keterangan
Kendaraan Tanaman Lansekap
Detail Pentanaan Penanaman dalam
Gerbang Tol Lambat, Estetika
1. komposisi intensif pada bak tanaman dan
(Toll Gate) 0-15 km/jam visual
tanaman area khusus pot tanaman
Kombinasi Jarak tanam pohon,
Jalan Utama Pengarah,
berbagai jenis yaitu 10 m untuk
(Main Linier, berbaris pembatas,
Cepat, pohon/vegetasi, pohon besar, 7 m
2. Road), pada dan buffer,
> 60 km/jam terutama pohon untuk pohon sedang
Jalur Hijau / kelompok/massa pembentuk
lokal atau sesuai dan 5 m untuk
Roadside koridor jalan
ekosistemnya pohon kecil
Penahan
Kombinasi Jarak tanaman
Linier, berbaris silau,
berbagai semak rapat, agar dapat
Cepat, berkolompok peredam
3. Median hias, berbungan berfungsi sebagai
> 60 km/jam dalam bentuk kecelakaan,
atau berdaun pembatas, penahan
massa pembatas
indah silai kendaraan
jalur jalan
Detaik
Peneduh, Menciptakan
Tempat Lambat, komposisi Penanaman tanaan
estetika ruang luar dan
4. Istirahat 0-15 km/jam, berabagai jenis pohon, semak dan
visual, keindahan
(Rest Area) berhenti/istirahat dan dimensi groundcover
ekologis lingkungan
tanaman
Konservasi Penghijauan
Berkelompok Membentuk dan
dan lingkungan dan
Interchange Sedang, membetuk meciptakan
5. penghijauan pemanfaatan fungsi
/ Junction 40-60 km/jam massa, pengarah identitas
lingkungan, ekologis/hirologis
jalur kawasan
line of sight dan estetika visual
27
Tabel 18. Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan
Nilai
No Parameter Satuan
Tipe A Tipe B Tipe C
1 Luas Luas minimum Ha 6 3 0,25
Lahan
Lebar minimum m 150 100 25
2 Area Unit 100 (Gol I) 30 (Gol I) 20 (Gol I)
Parkir
m2 2500 800 350
Ketersediaan dan Luas
Total Minimum 50 (Gol II/ 20 (Gol II/ III/ 5 (Gol II/ III/
Unit
III/ IV/ V) IV/ V) IV/ V)
m2 3000 1200 300
3 Toilet Toilet Pria Minimum buah 10 4 4 (portable)
Toilet Wanita Minimum buah 20 10 8 (portable)
Luas Total Minimum m2
- Pria 10 4 -
- Wanita 20 10 -
4 Mushola Luas Minimum m2 400 200 50
Ruang 10 % dari 10 % dari
5 Terbuka Luas Minimum % total luasan total luasan -
Hijau TIP TIP
6 Restoran Luas Minimum m2 1000 800 -
Warung
7 Luas Minimum m2 300 200 50
atau kios
8 SPBU Luas Minimum m2 500 - -
9 Bengkel Luas Minimum m2 80 - -
Klinik
10 Luas Minimum m2 50 - -
Kesehatan
Minimar- Kondisi Kondisi
11 Luas Minimum m2 -
ket tertentu tertentu
Luas Minimum (belum
Fasilitas termasuk luas parkir m2 2000 - -
12 pada Fasilitas Inap)
Inap
Jumlah Kamar Unit 100 - -
3. Selain parameter diatas, terdapat ketentuan teknis Lokasi TIP, sebagai berikut:
a. TIP Tipe A disediakan paling sedikit 1 (satu) untuk setiap jarak 50 (lima puluh)
kilometer setiap jurusan;
b. jarak TIP Tipe A dengan TIP Tipe A berikutnya yaitu paling sedikit 20 (dua puluh)
kilometer;
c. TIP Tipe B dapat disediakan pada jalan tol antarkota yang memiliki panjang lebih
dari 30 (tiga puluh) kilometer;
d. jarak minimum antara TIP Tipe A dan TIP Tipe B yaitu 10 (sepuluh) kilometer;
e. jarak minimum antara TIP Tipe B dan TIP tipe B berikutnya yaitu 10 (sepuluh)
kilometer;
f. jarak minimum antara TIP Tipe C dan TIP Tipe A, TIP Tipe B serta TIP Tipe C
yaitu 2 (dua) kilometer, dan
g. TIP Tipe C merupakan TIP yang hanya dioperasikan pada masa libur panjang, libur
lebaran/natal, dan tahun baru.
28
BAGIAN B
PELAKSANAAN SURVEI
29
DAFTAR ISI
1. Umum .................................................................................................................................... 1
2. Pengumpulan Data Sekunder ................................................................................................ 1
2.1. Dokumen Kajian Andal Lalin ........................................................................................ 1
2.2. Survei Jaringan Jalan ...................................................................................................... 2
3. Survei Pendahuluan ............................................................................................................... 3
4. Survei Topografi.................................................................................................................... 3
5. Survei Bathimetri (Topografi Bawah Air) .......................................................................... 10
6. Survei Pemotretan Udara..................................................................................................... 12
7. Survei Lalu Lintas ............................................................................................................... 16
8. Survei Weight in Motion (WIM) ......................................................................................... 18
9. Survei Geologi, Geoteknik dan Material ............................................................................. 20
9.1. Survei Geoteknik .......................................................................................................... 20
9.2. Survei Geologi.............................................................................................................. 30
9.3. Survei Material ............................................................................................................. 32
10. Survei Hidrologi dan Drainase ............................................................................................ 34
11. Survei Harga Satuan ............................................................................................................ 36
i
BAGIAN B
PELAKSANAAN SURVEI
1. Umum
Pelaksanaan Survei RTA Jalan Tol dalam rangka penyusunan RTA oleh BUJT diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. BUJT harus melakukan koordinasi, dengan seluruh instansi terkait pada daerah lokasi
yang dilalui oleh jalan tol, yang dibahas secara rinci pada Buku 1 - Butir 6 (enam).
2. Hasil koordinasi/ diskusi/ pembahasan dengan instansi terkait dimaksud, disampaikan
dan dilaporkan kepada BPJT disertai dengan dokumen pendukung.
3. Pelaksanaan kegiatan Survei yang harus dilakukan dalam rangka penyusunan RTA
terdiri dari namun tidak terbatas pada kegiatan berikut:
b. Pengumpulan Data Sekunder
c. Survei Pendahuluan
d. Survei Topografi
e. Survei Bathimetri
f. Survei Pemotretan Udara
g. Survei Lalu Lintas
h. Survei Weight in Motion (WIM)
i. Survei Geologi, Geoteknik dan Material
j. Survei Hidrologi, Sistem Drainase Jalan Tol
k. Survei Harga Satuan
4. Setiap pelaksanaan Survei yang telah dilakukan, harus disusun Laporan Survei, dengan
substansi Laporan terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
a. Ruang Lingkup /Cakupan Survei
b. Studi Terdahulu
c. Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
d. Jadwal Pelaksanaan Survei
e. Proses / Metodologi Pelaksanaan Survei
f. Proses Analisis Data Hasil Survei
g. Kesimpulan dan Rekomendasi
1
c. Melakukan survei lalu lintas detail, yaitu pada hari biasa, jam puncak, akhir
pekan dan pada masa liburan, serta pada kondisi khusus sesuai dengan kondisi
lapangan.
Prosedur Andal Lalin dilakukan dengan tetap mengacu pada Peraturan Menteri
Perhubungan No. 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas dan No. 11 tahun 2017 tentang perubahannya.
2. Agar disampaikan peta trase jalan tol dalam kawasan dan jaringan jalannya.
3. Hasil kajian dari Andal Lalin adalah untuk mendapatkan gambaran kinerja lalu lintas
akibat terbangunnya infrastruktur baru tersebut, yaitu nerupa rekomendasi teknis
yang dituangkan dalam gambar kerja, meliputi:
a. Gambar penanganan Simpang Sebidang;
b. Gambar penanganan Jalan Non-Tol;
c. On/off ramp untuk Jalan Tol Layang (elevated).
4. Penanganan Jalan Tol pada masa konstruksi, meliputi:
a. Manajemen lalu lintas saat konstruksi;
b. Rencana pengalihan arus;
c. Inventarisasi kondisi jalan di lokasi pembangunan dan pada jalan alternatif;
d. Pengalihan arus ke jalan alternatif harus dikoordinaskan dengan instansi terkait;
e. Pelaksanaan konstruksi tidak boleh menurunkan kapasitas lalin;
f. Apabila terdapat pengurangan lajur, maka sebelum konstruksi dilakanakan harus
disiapkan lajur pengganti terlebih dahulu;
g. Hasil analisis dituangkan dalam gambar sebagai acuan kerja di lapangan.
2
3. Survei Pendahuluan
Ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Pendahuluan, sekurang-kurangnya
mencakup:
3.1. Lingkup Survei
Survei pendahuluan harus dilakukan pada sepanjang trase rencana sesuai dengan
Feasibility Study atau Basic Design jalan tersebut.
4. Survei Topografi
Ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Topografi, sekurang-kurangnya mencakup:
4.1. Lingkup Survei
a. Ground Survey (Survei di darat) :
1) Pekerjaan pengukuran topografi dilakukan sepanjang rencana jalan dan pada
daerah persilangan dengan sungai dan jalan lain (crossing road) sehingga
memungkinkan diperoleh as jalan sesuai dengan standar yang ditentukan.
2) Sebelum melakukan pengukuran harus diadakan pemeriksaan alat yang baik yang
sesuai dengan ketelitian alat dan dibuatkan daftar hasil pemeriksaan alat tersebut.
3) Semua data pengukuran harus terikat pada titik tetap (BM), dan referensi BM
adalah Titik Ikat Nasional Orde 1/Orde 2 (X, Y) dan TTG BIG untuk referensi
ketinggian (Z).
4) Peta Topografi yang dihasilkan harus menggambarkan kondisi aktual dan terbaru
di lapangan, disajikan dalam peta Skala 1:1.000 atau skala yang lebih besar untuk
lokasi-lokasi khusus (misal jembatan, dan lain-lain). Interval kontur 0,5 m untuk
daerah datar dan interval 1 m untuk daerah terjal.
3
c. Aerial Survey (Foto Udara dengan Drone)
1) Pekerjaan pemotretan foto udara (dengan wahana Drone) diharapkan untuk
menghasilkan Image Foto Udara agar bisa melengkapi data Topografi di darat
(dengan skala yang sama dan resolusi/ketajaman Image yang memadai).
2) Foto udara juga diharapkan bisa membantu pekerjaan survei Topografi di
wilayah Kota/lokasi tertentu yang mempunyai faktor sosial tinggi dan tingkat
kepadatan pemukiman yang sulit ditembus dengan Topografi darat.
Produk yang dihasilkan untuk wilayah perkotaan adalah peta garis dan kontur,
dengan metode dan kaidah-kaidah sesuai persyaratan serta video drone yang
telah dilengkapi dengan batas wilayah dan bangunan perlintasan yang
teridentifikasi.
3) Data survei yang dihasilkan harus satu referensi koordinat dengan Topografi di
darat.
4
BM untuk Kontrol GPS
Bench Mark terbuat dari bahan cor beton ukuran 0.20 m × 0.20 m × 0.75 m,
Bench Mark ditanam ditanah yang stabil sedemikian rupa sehingga bagian
yang muncul di atas permukaan + 20 cm.
Bench Mark dipasang berpasangan pada jarak interval ± 1.0 km (atau
apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan bisa dipasang dengan jarak
maksimal ± 2.0 Km).
Bench Mark dipasang di tempat terbuka yang memungkinkan untuk
dilakukan pengamatan GPS.
Bench Mark di cat warna kuning dan diberi Identitas BM berupa Nomor BM
dan pemilik proyek.
BM untuk Poligon
Bench Mark terbuat dari bahan Pipa Paralon cor ukuran diameter 4 inch dan
panjang 60 cm, Bench Mark ditanam ditanah dan bagian yang muncul di
atas permukaan + 15 cm.
Bench Mark dipasang berpasangan pada jarak interval ± 0,5 km.
b. Penentuan Koordinat
Penentuan koordinat (X, Y) titik control (BM) dilaksanakan dengan metode
global positioning system (GPS) dengan system Proyeksi UTM (Universal
Transver Mercator).
c. Pengukuran GPS
Pengukuran GPS diikatkan Pada GPS Orde 1 (Bakosurtanal) atau GPS Orde
2 (BPN), diusahakan terikat minimal pada 2 buah titik Referensi.
Pengukuran GPS dilakukan pada BM yang telah terpasang dengan interval ±
1,0 km.
Pengamatan dilaksanakan pada saat cuaca baik, pada siang maupun malam
hari.
Peralatan yang dipakai adalah alat ukur GPS Geodetic yang mampu
menangkap signal LI atau L1/L2
Pengamatan tiap sesi dilakukan selama minimal ± 1 jam, atau disesuaikan
dengan panjang tiap baseline yang akan dilakukan pengukuran.
Koordinat akhir hasil adjusment adalah dalam sistem koordinat UTM
(Universal Transver Mercator).
d. Pengukuran Polygon
Pengukuran polygon dilaksanakan dekat dengan perkiraan centerline jalan,
agar memudahkan pada pelaksanaan pengikatan semua data yang
berhubungan dengan perencanaan.
Metode pengukuran yang dilaksanakan adalah pengukuran Polygon terikat
sempurna dengan diikat pada koordinat hasil pengukuran GPS.
Peralatan yang dipakai adalah alat ukur Total Station dengan ketelitian alat
minimal 2” (dua) detik.
Untuk memperkecil salah penutup sudut, pengukuran panjang sisi polygon
diusahakan mempunyai jarak yang relatif jauh (minimum 50 m).
Dihindari melakukan pengukuran sudut lancip (< 60°) yang dapat
memperbesar kesalahan penutup sudut.
Guna memperkecil kesalahan penempatan target prisma digunakan metoda
centering optic yaitu tinggi tripod/kaki tiga target depan akan menjadi tinggi
tripod alat pada perpindahan alat kesisi polygon berikutnya.
Toleransi salah penutup sudut maksimum adalah 10”n, dimana n adalah
jumlah titik pengamatan/polygon (dimungkinkan melakukan kesalahan
pengukuran sudut tidak lebih dari 10 detik dikali akar dari jumlah titik
pengamatan/polygon).
5
Ketelitian jarak linier harus lebih kecil dari 1/10.000 (dimungkinkan
melakukan kesalahan pengukuran jarak tidak lebih dari 1 m untuk setiap
jarak 10 km).
Jalur pengukuran poligon serta arah dan letak tiap sudut yang diukur harus
dibuat sketsanya.
Setiap lembar formulir data ukur poligon utama harus ditulis nomor
lembarnya, nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek
dan nomor seri alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan
keadaan cuaca pada saat melakukan pengukuran.
e. Pengukuran Waterpass
Referensi awal pengukuran adalah TTG BIG/Bakosurtanal, apabila Jarak
TTG BIG/Bakosurtanal dengan lokasi pekerjaan cukup Jauh maka
pengikatan disarankan memakai beda tinggi dari hasil pengukuran GPS
Geodetic.
Pengukuran waterpass dilaksanakan pada tempat yang diperkirakan
merupakan centerline jalan, sesuai dengan jalur pengukuran polygon.
Jalur pengukuran waterpass dibagi dalam beberapa seksi yang mana setiap
seksi diukur ketinggiannya dengan sistem pengukuran Pulang Pergi atau
Double Stand.
Alat ukur waterpass yang digunakan adalah automatic level.
Setiap akan melakukan pengukuran harus terlebih dahulu dilakukan
kalibrasi alat ukur waterpass.
Rambu ukur yang digunakan harus mempunyai interval skala yang benar.
Pada pengukuran setiap slag, usahakan agar alat ukur waterpass selalu
berdiri di tengah- tengah di antara kedua rambu ukur.
Setiap pembacaan rambu ukur harus dilakukan pada ketiga benang, yaitu
benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
Jalur pengukuran waterpass dan arah pembacaan tiap slag dibuat sketsanya.
Selisih antara jumlah beda tinggi hasil pengukuran pergi dengan jumlah
beda tinggi hasil pengukuran pulang dalam tiap seksi harus _8 mm × D,
dengan pengertian bahwa D adalah panjang seksi dalam satuan km.
Setiap lembar formulir data ukur waterpass ditulis nomor lembarnya, nama
pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri alat
yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada
saat melakukan pengukuran.
2) Pengukuran Detail Situasi, meliputi:
a. Pengukuran detail situasi disepanjang rencana tol diukur dengan metode cross
section dan dikombinasi dengan metode ray untuk lokasi tertentu. Interval cross
section adalah setiap ± 25 m dan diantara cross section perlu ditambahkan
pengukuran apabila terdapat detail tertentu.
b. Pengukuran meliputi detail-detail alamiah dan bangunan buatan manusia, misal:
titik spot height, saluran, sungai, alur, sawah, kolam, patok ROW, tiang listrik,
tiang telpon, saluran, bangunan, gedung, rumah, pabrik, makam/kuburan, situs
sejarah, masjid, gereja, pasar, dan lain-lain.
c. Pengukuran juga meliputi Utilitas Umum, Jembatan, Sutet dan Tinggi Kabel.
d. Pengukuran dilakukan dengan cara Trigonometris mempergunakan alat ukur
Total Station dengan metode Grid.
e. Akurasi alat yang digunakan minimal 5”.
f. Setiap akan melakukan pengukuran harus terlebih dahulu dilakukan kalibrasi
Total Station.
g. Pengukuran harus diikatkan pada titik-titik poligon utama dan poligon cabang.
h. Pengukuran jalan dilakukan pada kedua sisinya dengan kerapatan maksimal 20
m.
6
i. Pengukuran sungai dilakukan pada tepi atas, tepi bawah dan as dengan
kerapatan maksimal 20 m.
j. Pengukuran alur dilakukan pada as dengan kerapatan maksimal 20 m.
k. Jumlah detail unsur situasi yang diukur harus betul-betul representatif, oleh
sebab itu kerapatan letak detail harus selalu dipertimbangkan terhadap bentuk
unsur situasi serta skala dari peta yang akan dibuat.
l. Lebar koridor pengukuran adalah ± 120 m atau sesuai batasan ROW Tol.
3) Pengukuran Crossing Road, meliputi:
a. Pengukuran Crossing Road dilakukan sepanjang ± 300 m sampai dengan 400 m
ke arah kiri dan kearah kanan dari garis tengah (center line, CL) jalan.
b. Pengukuran mencakup spot elevasi permukaan jalan eksisting. Pengukuran
dilakukan dengan alat Total Station dengan ketelitian alat minimal 5”.
c. Pengukuran dilakukan dengan metode cross section dengan interval setiap 25
m.
d. Data pengukuran harus bisa menggambarkan profil eksisting Jalan, antara lain
(saluran, bahu jalan, batas perkerasan, center line jalan, median tengah, dan
kondisi eksisting lainnya). Data lainnya yang tidak tersedia dalam pengukuran
cross harus diambil pada pengukuran detail situasi.
e. Lebar koridor pengukuran adalah ± 50 meter atau disesuaikan dengan
kebutuhan crossing road di masing-masing lokasi.
f. Masing-masing crossing road dilengkapi dengan Foto Lapangan.
4) Pengukuran Lokasi Terbangun Tol
a. Pengukuran Lokasi Tol yang sudah terbangun (eksisting tol) dilakukan lebih
detail.
b. Pengukuran dilakukan dengan metode cross section pada setiap interval 25 m.
c. Setiap kemiringan dan perubahan bentuk dari eksisting tol yang sudah
terbangun harus tergambarkan dengan jelas.
d. Semua detail yang ada harus tergambar termasuk utilitas tol, guardrail, lampu
penerangan, pagar pengaman, dan lain sebagainya.
e. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Total Station dengan ketelitian alat
minimal 5”.
f. Kondisi eksisting tol yang sudah terbangun dilengkapi dengan Foto Lapangan.
5) Pengukuran Interchange dan Akses Ramp Tol
a. Pengukuran interchange lebar koridor disesuaikan dengan keperluan tol.
b. Pengukuran dilakukan dengan metode Cross Section pada setiap interval 25
meter, dan dikombinasi dengan metode Grid/Ray untuk penambahan detail
situasi.
c. Lebar koridor pengukuran adalah ± 100 m untuk akses ramp, dan ± 300 m
untuk interchange atau disesuaikan dengan kondisi Topografi dan kebutuhan
ROW Tol.
d. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Total Station.
6) Pengukuran Situasi Khusus Sungai/Jembatan
a. Pengukuran situasi khusus dilakukan pada lokasi jembatan bentang panjang
peta yang diharapkan adalah skala 1: 500.
b. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Total Station.
c. Pengukuran cross section di sungai dilakukan setiap interval 25 m, dengan
panjang pengukuran adalah ± 300 m ke arah Hulu dan ± 300 m kearah Hilir.
Bantaran sungai yang harus terakomodir adalah 25 m kearah kanan dan Kiri
sungai.
d. Apabila kedalaman sungai lebih dari 2,0 meter, maka pengukuran kedalaman
sungai disarankan memakai alat Bathimetri.
7
e. Peta ini harus menggambarkan:
Garis Kontur
Lokasi pola aliran air, elevasi muka air, kedalaman sungai dan Informasi
tentang banjir tertinggi yang pernah terjadi.
Masing-masing sungai dilengkapi dengan Foto lapangan.
8
Pembuatan Peta
Pembuatan Peta adalah penggambaran titik-titik kerangka dasar pengukuran dan titik-
titik detail yang dinyatakan dengan penyebaran patok, BM, titik-titik ketinggian dan
obyek-obyek lainnya yang dianggap perlu dalam suatu areal pekerjaan. Penggambaran
areal pekerjaan diproyeksikan pada bidang datar dengan skala 1: 1000, Interval kontur
0,5 m untuk daerah datar dan interval 1 m untuk daerah terjal.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran peta antara lain:
1) Judul Peta Proyek
2) Peta Lokasi Proyek
3) Peta Indeks
4) Arah Utara Peta
5) Legenda
6) Garis Kontur Dengan Interval 0,5 atau 1 m(Sesuai Kebutuhan)
7) Gambar Situasi, meliputi Jalan, Bangunan, Sungai, Rawa, Alur, dan lain-lain
8) Bench Mark (BM)
9) Garis Dan Angka Grid Dengan Interval 50 m
Penyajian Hasil Kerja Akhir
Pembuatan laporan dilakukan untuk memberikan gambaran hasil pelaksanaan pekerjaan
yang telah dilakukan, sehingga dapat diketahui kondisi areal pekerjaan secara umum,
informasi lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan survei dan pemetaan. Data-data
yang diserahkan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan adalah:
1) Satu berkas laporan tertulis tentang pelaksanaan pekerjaan
2) Print out peta topografi skala 1:1.000
3) Peta topografi dalam bentuk softcopy dengan menggunakan peragkat lunak
(software) CAD (file .dwg), KMZ, Shp file.
4) Data asli hasil pengukuran
5) Data hasil perhitungan dalam bentuk softcopy dan hardcopy
6) Koordinat topografi (Easting, Northing, Elevation, Code)
7) Foto dan deskripsi Bench Mark
8) Untuk setiap bagian yang terpotong oleh trase jalan tol maka bagian yang
terpotong tersebut harus diukur baik potongan melintang, potongan memanjang
dan situasinya serta ditampilkan data-data koordinat (X, Y, Z) dan elevasinya.
Long section elevasi permukaan jalan eksisting non tol yang dilintasi jalan tol
berdasarkan pengukuran langsung bukan berdasar running surface dari
program/software.
Staking Out
1) Pengukuran staking out pada prinsipnya adalah : memindahkan titik-titik
Koordinat yang ada diatas peta ke lapangan dengan mempergunakan alat ukur
Total Station atau RTK GPS.
9
2) Pengukuran stake-out ini dilakukan dengan cara mengukur jarak dan azimut atau
sudut jurusan titik yang akan di stake-out dari titik BM yang ada di lapangan.
Koordinat titik referensi yang digunakan sebagai titik ikat pengukuran adalah titik
Bench Mark hasil pengukuran GPS sebelumnya.
3) Pekerjaan stake out dilakukan setelah CL (Center Line) alinyemen Tol sudah final,
dengan tujuan membandingkan profil memanjang hasil tarikan design yang
dilakaukan diatas peta topografi dengan kondisi terrain eksisting dilapangan.
4) Stake Out dilakukan pada CL (Center Line) tol & akses ramp dengan Interval
setiap 25 meter
5) Pekerjaan stake out ditandai dengan patok kayu kaso ukuran 4x6 cm dan dicat
warna merah.
6) Titik/posisi hasil stake out selanjutnya digambar menjadi profil memanjang dengan
skala horisontal 1 : 1000 dan skala vertikal 1 : 100.
10
5.4 Proses Pelaksanaan Survei
Pengamatan bathimetri dilakukan pada siang hari saat cuaca terang. Koordinat jalur di
input ke alat ukur. Jalur pengamatan kedalaman dilakukan tiap interval 25 m.
Pengukuran sendiri dilakukan dengan 1 kali jalan untuk tiap jalur dimulai dari tepi
sungai/pantai.
Survei Bathimetri harus dilakukan dengan menggunakan alat pengukur jarak dan alat
pengukur kedalaman air Single-Beam / Multi-beam Echosounder berikut
kelengkapannya yang kesemuanya harus sudah dikalibrasi.
Cara yang dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi
kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang untuk cross check. Penentuan
posisi-posisi kedalaman dilakukan menggunakan alat echosounder sesuai kondisi
lapangan.
Dalam pengukuran bathimetri ini terdapat tiga kegiatan pengukuran yaitu pengukuran
kedalaman, penentuan posisi titik kedalaman dan pembacaan muka air laut saat
pemeruman (Sounding) berlangsung. Kerja kegiatan pengukuran ini dilakukan
simultan. Berikut ini adalah metodologi pelaksanaan survei bathimetri.
1) Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman dimaksudkan untuk mengetahui konfigurasi dasar laut.
Pengukuran kedalaman menggunakan alat perum echosounder Single/Multi Beam.
Untuk memenuhi kesalahan pengukuran kedalaman maka sebelum dan sesudah
pengukuran dilakukan penulisan data perum gema dengan metoda barcheck 1 test
bar.
2) Posisioning Titik Kedalaman dengan GPS
Posisioning titik-titik kedalaman, dilakukan dengan menggunakan alat GPS RTK
System yang ditempatkan diatas perahu motor. Lajur-lajur garis kedalaman yang
diukur merupakan lanjutan dari profil-profil sungai/laut yang telah diukur
sebelumnya.
Selama pemeruman dilaksanakan secara simultan dibaca pengamatan pasang surut
untuk korelasi kedalaman terhadap datum yang dipakai.
3) Pembacaan muka air laut saat pemeruman (Sounding) berlangsung sebagai berikut:
a. Persiapan di darat, pengecekan alat ukur, penyediaan perahu motor dan
perlengkapan lain.
b. Pembuatan rencana jalur sounding dengan program autocad dengan format .dxe
yang upload kealat Echo Sounder.
c. Sebelum sounding dimulai terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat Echo
Sounder/Test Bar.
d. Pemeruman dimulai dari lajur profil pertama dengan No. Fix awal, 1,2 dan
selanjutnya
e. Setiap No Fix, tanggal, jam, koordinat dan kedalaman bacaan terekam secara
otomatis oleh GPS Echo Sounder.
11
3) Data-data hasil perhitungan berupa Nomor, koordinat dan elevasi di plotkan ke
dalam program penggambaran, misal AutoCAD, dan selanjutnya dilakukan
penggambaran.
4) Keluaran (output) dari perhitungan ini adalah peta bathimetri dengan interval
ketinggian garis kontur 0,5 – 1 meter dan skala 1 : 500 atau 1 : 1000.
12
v. Perencanaan Terbang
Yang perlu diperhatikan, pembuatan rencana jalur terbang harus sesuai dengan
kriteria sebagai berikut:
Arah jalur terbang, disesuaikan topografi area pemotretan. Arah jalur
terbang terbang dibuat memanjang batas area yang difoto.
Pada titik Pemenggalan jalur akan terjadi bila tinggi terbang harus diubah
untuk memenuhi persyaratan navigasi dan kebutuhan skala foto. Jalur
sambungan harus bertampalan pada sedikitnya 3 foto (Triple Lap).
Pusat foto (principal point) dari 2 (dua) exposure pertama dan 2 (dua)
exposure terakhir dari jalur terbang terletak di luar areal pemotretan (sebagai
buffer agar batas lokasi yang difoto aman).
vi. Overlap dan Sidelap
Pertampalan ke muka (overlap) adalah 60% + 5% (untuk daerah relatif
datar), atau 70% ± 5% (untuk daerah yang berbukit/undulasi)
Pertampalan ke samping (sidelap) adalah 20% ± 5% (untuk daerah relatif
datar), atau 30% ± 5% (untuk daerah yang berbukit/undulasi)
Dari overlap dan sidelap tersebut akan terbentuk model untuk seluruh
daerah yang akan dipetakan.
vii. Crab
Selama pemotretan, kamera udara dikompensasikan dari crab pesawat dengan
Gyro Stabilized Mounting kamera sehingga diperoleh ujung-ujung foto udara
yang sejajar terhadap jalur terbang hal ini selalu balancing antara perubahan
heading pesawat dan kamera udara sehingga didapat tepi foto sejajar dengan
jalur terbang.
viii. Tilt dan Tip
Tilt dan Tip yang terjadi karena pergerakan dari hidung dan sayap pesawat,
akan selau dikontrol pada saat pemotretan berlangsung dengan Gyro Stabilized
Mounting kamera udara sehingga kamera selalu dalam keadaan datar atau level.
ix. Kondisi Penerbangan
Pemotretan hanya dilaksanakan pada saat keadaan cahaya dan cuaca
sedemikian rupa sehingga kenampakannya tidak mempengaruhi tone pada foto.
Penerbangan diusahakan dilakukan pada jam-jam yang sama untuk
menghindari area dengan bayangan yang bertentangan yang mungkin timbul
pada pembuatan peta foto.
Tinggi matahari pada waktu pemotretan harus sedikitnya 25, untuk
menghindari bayangan yang terlalu miring sehingga menutup detail dan tidak
pada saat ketinggian matahari pada posisi/mendekati puncaknya sehingga
menghalangi terbentuknya pandangan stereoskopis model foto dengan kata lain
pemotretan udara dilakukan pada saat ketinggian matahari antara 25 sampai
dengan 75 dari horison.
Tidak boleh ada awan, bayangan awan, asap atau kabut yang menghalangi detil
yang dipotret.
x. Wahana Udara
Jenis wahana udara yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah wahana udara
tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle-UAV) yang dilengkapi dengan
peralatan:
RC (Radio Control) 2.4 Ghz
3DR Autopilot
Mounting Camera
Repeater Penguat Sinyal Radio Control
GPS Control Aircraft System
Laptop untuk Monitoring Device.
13
Triangulasi Udara
Triangulasi udara merupakan suatu teknik perbanyakan titik kontrol yang
diperlukan untuk proses restitusi foto atau orientasi foto ke dalam system referensi
tertentu. Titik-titik kontrol ini disebut sebagai titik kontrol minor. Titik kontrol
tersebut umumnya diperlukan minimum sebanyak 6 buah pada setiap model foto
stereo dan diperoleh sebagai hasil hitungan matematis fotogrametri dengan
menggunakan data hasil ukuran pada model stereo dan hasil pengukuran kontrol
lapangan (survei GPS dan survei terestris). Ketelitian hasil perataan blok
triangulasi udara tidak boleh lebih dari 30 cm dan harus melampirkan hasil
perhitungan dalam laporan yang disampaikan.
Pemilihan titik ini dilakukan pada foto udara secara digital menggunakan
software.
ii. Pengukuran Atau Pembacaan Koordinat
Pembacaan koordinat model menggunakan Software.
iii. Perataan Blok/Block Adjusment
Data hasil pengukuran model diproses Block Adjusment dengan Program PAT-
B.
Akurasi Relative Block tidak lebih dari 25 pada sekala foto untuk koordinat
X,Y dan tidak lebih dari 0,01% dari tinggi terbang atau sebesar 0,15 meter
untuk koordinat Z sedangkan untuk daerah yang terjal tidak lebih dari 0,03%
dari tinggi terbang atau sebesar 0,45 meter
RMS pada koordinat titik kontrol tanah tidak lebih besar =/< 40 pada skala
foto untuk X,Y dan tidak lebih dari 0,01% dari tinggi terbang atau sebesar 0,15
meter untuk koordinat Z sedangkan untuk daerah yang terjal tidak lebih dari
0,03% dari tinggi terbang atau sebesar 0,45 meter
Bila hasil peralatan blok apabila didapat hasil yang tidak memenuhi batasan
ketelitian, dianalisa kembali dan diproses lagi.
14
6.3. Proses Pelaksanaan Survei
Proses pelaksanaan Survei Pemotretan Udara, meliputi:
a. Proses Fotogrametri
Pemetaan yang akan dilaksanakan adalah dengan menggunakan teknik pemetaan
fotogrametri digital.
Proses fotogrametri harus melalui subproses, yaitu :
Sub-proses restitusi foto : Orientasi foto yang terdiri dari orientasi dalam,
orientasi relative dan orientasi absolute.
Subproses Ortofoto : Proses untuk membuat peta foto dari sekumpulan
pasangan foto stereo. Masing-masing foto udara dikoreksikan kemiringannya
(kemiringan kea rah sumbu x, y dan z : omega, phi dan kappa), skalanya dan
koreksi karena relief permukaan bumi.
Subproses Mosaicking : Proses ini dilakukan untuk menyambungkan bagian-
bagian peta hasil proses ortofoto membentuk suatu peta dengan ukuran tertentu.
Proses Ortofoto dan Mosaicking menggunakan Software Mencisoftware APS
(atau yang setara).
b. Pembentukan Digital Terrain Model (DTM)
DTM merupakan data 3-dimensi yang merepresentasikan keadaan permukaan
obyek yang diliput. DTM merupakan data raster dengan ukuran cell 1 mm pada
skala peta yang dibentuk dari :
i. Data hipsografi berupa masspoint, spotheight dan breakline.
ii. Data hidrografi berupa sungai, danau, rawa, garis pantai.
c. Ortho-Rectification
Rektifikasi adalah suatu re-eksposur dari suatu foto sehingga kemiringan-
kemiringan (tilt) yang terdapat pada foto tersebut menjadi hilang dan sekaligus
mengatur skala rata-rata foto yang satu dengan yang lainnya. Rektifikasi dilakukan
apabila permukaan tanah yang terpotret itu relatif datar, dengan asumsi Δ h pada
setiap titik pengamatan <0.5 % x tinggi terbang terhadap tinggi rata-rata pada foto
yang bersangkutan.
Pembuatan peta foto untuk daerah yang bergunung dilakukan dengan proses
orthofoto, dimana dengan orthofoto ini dilakukan re-eksposur secara orthogonal
per bagian-bagian kecil dari foto, sehingga kemiringan, skala dan pergeseran relief
dapat dikoreksi. Proses orthofoto akan menjadikan foto dalam proyeksi orthogonal
dan hanya mempunyai satu skala (walaupun dalam medan yang beraneka), dan
seperti foto karena menyajikan medan dengan gambaran sebenarnya (tidak
berwujud garis dan simbol).
Orthofoto dilakukan apabila permukaan tanah yang dipotret itu bergunung dengan
asumsi Δ h pada setiap titik pengamatan > 0.5 % x tinggi terbang terhadap tinggi
rata-rata pada foto yang bersangkutan.
d. Digitasi Peta Garis 3D
Pekerjaan Digitasi peta garis 3D dilakukan setelah proses pembentukan citra
orthomosaik dan pembentukan DTM. Data yang diperlukan untuk dapat
dilakukannya digitasi peta garis 3D adalah :
i. DSM (Digital Surface Model)
ii. ORI (Ortho Rectified Image )/Citra hasil Foto Udara (UAV)
Proses pengolahan foto udara akan menghasilkan citra orthomosaik ter-rectifikasi
dan DSM, dari kedua output data tersebut dilakukan pembentukan Stereomate
berupa kenampakan 3 dimesi pada perangkat komputer yang mendukung fasilitas
stereoskopis.
e. Perangkat Lunak
Untuk dapat melakukan pekerjaan digitasi peta garis 3D diperlukan beberapa
perangakat lunak , antara lain (atau setara dengan):
15
Socet Set 5.3.0 (BAE Systems), Summit Evolution (Untuk Pengumpulan Data
3D dengan Stereoplotting)
Global Mapper 18.0 (Untuk Pembentukan DEM dan Konversi Data)
ArcGIS 10.1 (Untuk Pembentukan Basis Data)
Surfer 9.0 (Untuk Gridding dan Create Kontur)
AutoCad Map 13 (Untuk Editing dan Finishing)
16
menganalisis rekayasa lalu lintas yang dibutuhkan, seperti: kebutuhan dimensi
minimum ruas jalan tol, kebutuhan jumlah gerbang tol, dan pengaturan lalu lintas di
persimpangan jalan akses menuju ruas jalan tol. Selain itu juga sebagai data masukan
dalam menganalisis tebal perkerasan jalan.
17
3) Komposisi Lalu Lintas
Analisis komposisi lalu lintas dilakukan untuk mendapat persentase komposisi
masing-masing kendaraan. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan dalam memprediksi
komposisi atau golongan kendaraan yang akan menggunakan jalan tol.
4) Analisis Kebutuhan Perjalanan
Pada umumnya analisis kebutuhan perjalanan ini menggunakan model 4 tahap. Data
hasil survei dipakai untuk memvalidasi model dan mengkonversi data hasil model
sesuai dengan kebutuhannya. Pada tahap ini akan dihasilkan prediksi lalu lintas pada
jaringan jalan di sekitar rencana jalan tol termasuk lalu lintas yang akan beralih ke
jalan tol. Prediksi lalu lintas tersebut berupa lalu lintas harian dan jam perencanaan
di jalan tol untuk masing-masing golongan dan masing-masing arah pergerakan,
terutama di lokasi rencana simpang susun, gerbang tol dan persimpangan antara
jalan akses tol dengan jalan non tol. Data hasil analisis prediksi kebutuhan
perjalanan ini yang akan digabungkan dengan data hasil survei WIM akan menjadi
dasar dalam perhitungan tebal perkerasan, baik di ruas jalan utama maupun di
sekitar pintu tol.
5) Analisis Rekayasa Lalu Lintas
Dari hasil analisis kebutuhan perjalanan pada masa yang akan datang, akan
dilakukan beberapa analisis rekayasa lalu lintas baik di ruas jalan utama maupun
dipersimpangan jalan tol. Analisis tersebut terdiri dari :
Menentukan dimensi atau kebutuhan lebar dan jumlah lajur baik di jalur utama
maupun pada daerah simpang susun
Menentukan jumlah gardu tol yang harus disediakan
Pengaturan simpang di pertemuan jalan akses tol dan jalan lokal atau non tol
Analisis di atas akan dilakukan untuk menentukan kebutuhan saat pembukaan jalan
tol sampai beberapa tahun selanjutnya.
6) Survei Lalu Lintas harus sinkron dengan:
Traffic management saat konstruksi dan jalna kerja
Perencana desain geometrik pada simpang sebidang
18
Lokasi survei WIM dilakukan di jalan non tol yang akan beralih ke jalan dan atau pada
jalan tol yang akan terkoneksi dengan rencana jalan tol lainnya.
19
9. Survei Geologi, Geoteknik dan Material
9.1. Survei Geoteknik
Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Geoteknik, yaitu:
9.1.1. Lingkup Survei
Lingkup Survei Geoteknik, meliputi: Penyelidikan lapangan, yang terdiri dari pemeriksaan
sifat tanah (konsistensi, jenis tanah, warna, perkiraan persentase butiran kasar/halus) sesuai
dengan Metoda USCS.
Survei Geoteknik harus memberikan deskripsi kondisi tanah yang relevan dengan pekerjaan
yang akan dilaksanakan dan menetapkan dasar untuk penilaian parameter geoteknik yang
relevan untuk semua tahap konstruksi.
Informasi yang diperoleh harus memungkinkan penilaian terhadap aspek-aspek berikut:
a. Kesesuaian lokasi sehubungan dengan pembangunan yang diusulkan dan tingkat risiko
yang dapat diterima;
b. Deformasi tanah yang disebabkan oleh bangunan atau yang dihasilkan dari pekerjaan
pembangunan, distribusi spasial dan perilaku terhadap waktu;
c. Keamanan sehubungan dengan Kondisi Batas (misalnya penurunan, penggelembungan
tanah, terangkat, pergeseran massa tanah dengan batuan, dan tekuknya tiang pancang);
d. Beban yang tersalur dari tanah ke struktur (misalnya tekanan lateral pada tiang
pancang) dan batas sebaran yang tergantung dari perancangan dan pembangunan;
e. Metode pondasi (misalnya perbaikan tanah, kemungkinan untuk menggali, kemampuan
penetrasi pemancangan, drainase);
f. Urutan pekerjaan pondasi;
g. Pengaruh dari bangunan serta penggunaannya terhadap lingkungan sekitarnya;
h. Langkah-langkah struktural tambahan yang diperlukan (misalnya penyangga dari
penggalian, pemasangan angkur, penyelimutan tiang bor, pengangkatan penghalang-
penghalang dalam tanah);
i. Pengaruh-pengaruh pembangunan terhadap lingkungan sekitar;
j. Jenis dan tingkat kontaminasi tanah pada, dan di sekitar, lokasi pembangunan;
k. Efektivitas kebijakan yang diambil untuk membendung atau memperbaiki kontaminasi.
Hasil studi literatur dan inspeksi lapangan harus dipertimbangkan ketika memilih metode
dan penentuan titik-titik penyelidikan. Titik-titik penyelidikan harus dapat mencerminkan
variasi pada kondisi tanah, batuan dan air tanah.
20
e. titik penyelidikan harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi
struktur, pekerjaan konstruksi, atau lingkungan (misalnya sebagai akibat dari perubahan
kondisi tanah dan air tanah);
f. area penyelidikan tanah harus meliputi daerah yang berdekatan sampai pada jarak dimana
tidak ada pengaruh bahaya pada struktur yang berdekatan.
g. untuk titik pengukuran air tanah, penggunaan alat yang dapat memantau secara kontinu
selama penyelidikan tanah sampai pasca masa konstruksi perlu dipertimbangkan.
Uji lapangan yang umum dipakai baik secara tunggal atau kombinasi untuk bermacam
kondisi tanah:
pengujian sondir atau uji CPT;
pengujian penetrasi standar atau uji SPT;
pengujian geser baling lapangan atau uji VST;
Pelaksanaan survei lapangan yang umum yang diakui secara internasional, adalah:
a. Boring dan pengambilan contoh tanah dari lapangan,
b. Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test, SPT)
Uji penetrasi standar, selanjutnya disebut sebagai uji SPT bertujuan untuk menentukan
tahanan tanah pada dasar lubang bor terhadap penetrasi dinamis dari split barrel sampler
(atau konus padat) dan memperoleh contoh tanah terganggu untuk tujuan identifikasi
tanah.
Uji SPT digunakan terutama untuk penentuan kekuatan dan sifat deformasi tanah
berbutir kasar. Uji SPT juga dapat digunakan memperoleh informasi bernilai untuk
jenis tanah lainnya.
21
Uji SPT harus dilakukan dan dilaporkan sesuai dengan SNI 4153-2008. Setiap
penyimpangan dari persyaratan dalam SNI 4153-2008 harus dijustifikasi, khususnya
pengaruhnya terhadap hasil pengujian harus dikomentari.
c. Uji sondir (CPT)
Uji penetrasi konus (CPT) atau umumnya dikenal sebagai uji sondir harus dilakukan
dengan mengikuti persyaratan-persyaratan yang diberikan di dalam SNI 2827-2008.
d. Uji geser baling lapangan (Field Vane shear Test, FVT)
Uji geser baling lapangan dilakukan untuk mengukur tahanan terhadap rotasi lapangan
dari baling-baling yang dipasang di tanah lunak berbutir halus untuk menentukan kuat
geser tak terdrainase dan sensitivitas. Pengujian ini harus dilakukan dengan mengikuti
persyaratan- persyaratan yang diberikan di dalam SNI 03-2487-1991 (ASTM
D2573/D2573M-15).
Hasil pengujian tersendiri harus dibandingkan dengan hasil pengujian lainnya untuk
memeriksa tidak terdapatnya kontradiksi di antara data yang tersedia. Hasil pengujian harus
diperiksa dengan nilai-nilai yang diperoleh dari literatur, korelasi dengan sifat indeks dan
pengalaman yang sebanding.
a. Uji Klasifikasi, Identifikasi dan Deskripsi Tanah
Klasifikasi, identifikasi dan deskripsi tanah harus dilakukan sesuai dengan SNI 03-
6797-2002 dan SNI 6371: 2015.
i. Pengujian kadar air
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kadar air material tanah. Kadar air
didefinisikan sebagai perbandingan massa air bebas dengan massa tanah kering.Tata
cara pengujian kadar air harus mengacu pada SNI 1965:2008. Benda uji tanah untuk
mengukur kadar air harus setidaknya berasal dari Kualitas Kelas 3, menurut Tabel 3
22
Jika contoh terdiri atas lebih dari satu jenis tanah, kadar air harus ditentukan dari
benda uji yang mewakili jenis tanah yang berbeda.
ii. Penentuan berat volume atau berat isi (bulk density)
Penentuan berat volume dilakukan untuk menentukan berat volume total massa
tanah, termasuk kandungan cairan atau gas di dalamnya. Evaluasi hasil penentuan
berat volume harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
Kemungkinan adanya gangguan contoh tanah.
Kecuali dalam kasus pengambilan contoh tanah dengan metode khusus, uji
laboratorium untuk berat volume tanah berbutir kasar umumnya hanya berupa
perkiraan.
Berat volume dapat digunakan dalam menentukan gaya-gaya desain yang
diperoleh dari tanah dan hasil pengolahan dari uji laboratorium lainnya.
Berat volume juga dapat digunakan untuk mengevaluasi karakteristik tanah
lainnya.
iii. Penentuan kepadatan butiran
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kepadatan butiran tanah padat dengan
menggunakan metode konvensional. Pemilihan metode pengujian yang akan
digunakan harus mempertimbangkan jenis tanah. Tata cara pengujian kepadatan
butiran harus mengikuti persyaratan di dalam SNI 1976:2008.
iv. Analisis ukuran butiran
Analisis ukuran butiran dilakukan untuk menentukan persentase massa rentang
ukuran butiran yang terpisah yang ditemukan di dalam tanah. Tata cara anallisis
ukuran butiran harus mengacu pada SNI 3423:2008.
v. Penentuan batas konsistensi (batas Atterberg)
Batas-batas konsistensi (batas Atterberg) terdiri atas batas cair, batas plastis dan
batas susut. Tata cara pengujiannya harus mengacu pada:
SNI 1967:2008 untuk batas cair;
SNI 1966:2008 untuk batas plastis dan indeks plastisitas tanah;
SNI 3422:2008 untuk batas susut.
Batas-batas konsistensi digunakan untuk mengkarakterisasi perilaku tanah lempung
dan lanau ketika kadar air berubah. Klasifikasi lempung dan lanau terutama
berdasarkan pada batas konsistensi.
vi. Penentuan indeks kepadatan tanah berbutir
Indeks kepadatan berkaitan angka pori contoh tanah untuk nilai referensi yang
ditentukan oleh prosedur laboratorium standar. Ini memberikan indikasi kondisi
pemadatan dari free draining granular soil. Tata cara penentuan indeks kepadatan
tanah berbutir harus merujuk pada SNI 1976-2008. Kondisi-kondisi berikut harus
ditentukan atau diperiksa:
kuantitas dan kualitas contoh;
jenis prosedur pengujian yang akan diterapkan;
metode persiapan masing-masing benda uji.
vii. Penentuan penghancuran tanah (dispersibility)
Penentuan penghancuran tanah dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik
dispersif tanah lempung. Pengujian penghancuran tanah dilakukan pada tanah
lempung, terutama yang terkait dengan timbunan, mineral sealings dan struktur
geoteknik lainnya yang kontak dengan air.
Penentuan penghancuran tanah dengan pengujian hidrometer ganda harus mengacu
pada SNI 6874:2012. Hasil pengujian dispersibilitas harus terkait dengan distribusi
ukuran butir dan batas-batas konsistensi contoh tanah.
23
b. Uji Kimia dan Kandungan Organik Tanah dan Air Tanah
Pengujian kimia rutin di laboratorium tanah umumnya terbatas pada kadar organik
(kehilangan pemijaran/loss of ignition, kadar organik total, bahan organik), kadar
karbonat, kadar sulfat, nilai pH (keasaman atau alkalinitas) dan kadar klorida. Pengujian
kimia yang dijelaskan di sini bertujuan untuk klasifikasi tanah dan untuk menilai efek
merugikan tanah dan air tanah terhadap beton, baja dan tanah itu sendiri.
Acuan yang digunakan adalah:
Penentuan kadar organik mengacu pada SNI 03-6793-2002.
Penentuan kadar karbonat mengacu pada ASTM D4373 – 14.
Penentuan kadar sulfat mengacu pada ASTM D516 – 11.
Penentuan nilai pH mengacu pada SNI 03-6787-2002.
Penentuan kadar klorida mengacu pada ASTM D512 – 12.
24
b. Mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis tanah dan
batuan.
c. Mendapatkan informasi mengenai kedalaman muka air tanah
d. Menentukan parameter tanah yang digunakan dalam analisa.
Informasi kondisi lapisan tanah secara lengkap ini dapat digunakan untuk menentukan
analisis kestabilan lereng galian dan timbunan, jenis dan metode perbaikan tanah, jenis
perkerasan jalan, jenis dan kedalaman pondasi jembatan yang aman, ekonomis dan
sesuai dengan keperluan proyek.
25
lainnya. Adapun untuk sturktur underpass diberikan masing – masing 1 titik pada
titik tengah serta ujung kiri dan kanan overpass.
- Pada lokasi bangunan yang relatif ringan dan sederhana dapat digunakan uji sondir
dan bor tengah.
Selain hal dijelaskan diatas, perencana juga disarankan pada beberapa titik untuk
melakukan uji sondir berdampingan bor dalam untuk mengetahui korelasi antara nilai
NSPT dan tahanan konus qc.
- Profil atau stratigrafi tanah
Profil tanah dibuat dengan meletakkan data hasil pekerjaan bor dalam berupa bor log
serta nilai NSPT, jenis tanah, kedalaman muka air, tebal lapisan tanah lunak, posisi
lapisan tanah keras serta lokasi tanah bermasalah.
- Biaya pekerjaan penyelidikan tanah menurut pendapat beberapa ahli secara umum
berkisar antara 0,1% sampai 0,5% dari biaya seluruh bangunan struktur yang
direncanakan sepanjang trase jalan. Biaya ini bukan merupakan nilai pasti, tetapi
juga bergantung pada tingkat kerumitan struktur yang direncanakan serta kondisi
tanah pendukung dibawahnya.
26
Kedalaman bor minimum 40 m, atau mencapai kedalaman tanah keras
(N/SPT ≥ 50) kecuali lokasi di tanah keras yang lebih dangkal. Pengeboran
dapat berhenti setelah menembus kedalaman 5 m tanah keras
Setiap interval kedalaman 2 m harus dilakukan Standard Penetration Test
(SPT) dan harus diambil contoh tanahnya
Pada setiap kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain sama rata-
rata kedalaman diambil kurang lebih 3 m) pada tanah lunak diambil
undisturbed sample untuk tes laboratorium
Sebagai hasil bor, harus dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi
dengan lithologi (geological description), harga SPT, letak muka air tanah
dan data yang mendukung lainnya beserta letak kedalaman lapisan tanah
yang bersangkutan
Terhadap Undisturbed Sample harus dikerjakan di laboratorium untuk
menetukan index dan structural properties tanah. Besaran index meliputi:
Specific gravity, Bulk density, Moisture content, Atterberg limits, Grain size
analysis. Besaran-besaran structural tanah meliputi: Triaxial compression
test (unconsolidated undrained), unconfined compressive strength, Direct
shear test, consolidation test.
ii. Pekerjaan sondir, dengan ketentuan sebagai berikut :
Alat tes sondir atau CPT yang memakai sistem metrik dan harus dilengkapi
dengan “Friction Jacket Cone”, kapasitas tegangan konus minimum 250 kg/cm2
dan kedalamannya mencapai 25 m.
iii. Pekerjaan investigasi di sungai atau laut pada koridor jembatan dengan
pekerjaan sebagai berikut:
Setiap interval kedalaman maksimum 2 m harus dilakukan Standard
Penetration Test (SPT) dan harus diambil contoh tanahnya
Pada setiap kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain sama rata-
rata kedalaman diambil kurang lebih 3 m) pada tanah lunak diambil
undisturbed sample untuk test laboratorium
Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung mudah
runtuh
Sebagai hasil bor, harus dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi
dengan lithologi (geological description), harga SPT, letak muka air tanah
dan data yang mendukung lainnya beserta letak kedalaman lapisan tanah
yang bersangkutan
Terhadap Undisturbed Sample harus dikerjakan di laboratorium untuk
menetukan index dan structural properties tanah. Besaran index meliputi:
Specific Gravity, Bulk Density, Moisture Content, Atterberg Limits, Grain
Size Analysis. Besaran-besaran struktural tanah meliputi: Triaxial
compression test (unconsolidated undrained), unconfined compressive
strength, Direct shear test, consolidation test
Vane Shear Test atau Uji geser kipas/baling-baling
Pemeriksaaan Sampel Tanah di Laboratorium
iv. Keluaran, meliputi:
Informasi untuk menentukan tipe sub-struktur Pondasi Jembatan
Karakteristik dan Parameter Tanah serta Daya Dukung Tanah
Prediksi Penurunan Tanah
Kualitas dan Skema Air Bawah Tanah
Potensi Likuifaksi Tanah
Identifikasi Batuan Dasar Sepanjang Trase Koridor Jalan dan Jembatan
Deskripsi kondisi Geologi di Lokasi Jembatan
Peta Geologi di Lokasi Jembatan
27
9.1.6. Laporan Survei Geoteknik
Hasil survei di lapangan dan pengujian di laboratorium harus disusun di dalam Laporan
Survei Geoteknik yang merupakan bagian dari Laporan Perancangan Geoteknik.
Laporan Survei Geologi, Geoteknik dan Material memuat namun tidak terbatas pada
substansi yang tersusun sebagai berikut:
1) Lingkup Survei
2) Studi Terdahulu
3) Alat yang Digunakan dan Spesifikasinya
4) Jadwal Pelaksanaan Survei
5) Proses Pelaksanaan Survei
6) Analisis Data Hasil Survei
7) Kesimpulan dan Rekomendasi
8) Deskripsi hasil survei
9) Penggambaran
b. Isi dari presentasi informasi geoteknik mencakup dokumentasi metode, prosedur dan
hasil termasuk semua laporan yang relevan dari hasil:
1) Studi meja;
2) Penyelidikan lapangan, seperti pengambilan sample, uji lapangan dan
pengukuran air tanah;
3) Pengujian laboratorium.
Hasil penyelidikan lapangan dan laboratorium harus disampaikan dan dilaporkan
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar SNI dan/atau standar-
standar lainnya yang digunakan dalam penyelidikan.
28
c. Evaluasi informasi geoteknik
Hasil evaluasi dari informasi geoteknik harus didokumentasikan dan mencakup hal-
hal berikut sesuai dengan kebutuhan:
1) Hasil penyelidikan lapangan dan uji laboratorium yang dievaluasi;
2) Review hasil hasil pengujian laboratorium dan lapangan serta semua informasi
lain;
3) Deskripsi geometri lapisan-lapisan tanah/batuan;
4) Deskripsi yang detail dari semua lapisan termasuk sifat-sifat fisik dan
karakteristik deformasi serta kekuatan, berdasarkan hasil penyelidikan;
5) Ulasan mengenai kondisi yang tidak lazim seperti adanya rongga dan zona-zona
ditemukannya material yang tidak menerus (terputus).
d. Hal-hal berikut harus didokumentasikan, jika sesuai, bahwa:
1) interpretasi sudah dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh level muka
air tanah, jenis tanah, metode pengeboran, metode pengambilan contoh,
pengiriman, penanganan dan persiapan benda uji;
2) Pembagian lapisan yang diasumsikan berdasarkan hasil studi meja dan inspeksi
lapangan sudah disesuaikan kembali berdasarkan hasil-hasil yang ditemukan.
29
e. Penentuan nilai parameter
Jika korelasi-korelasi telah digunakan untuk menentukan parameter atau koefisien
geoteknik, metode korelasi-korelasi tersebut dan cara penerapannya harus
didokumentasikan.
30
daerah sesar/patahan, dan
struktur geologi perlapisan batuan.
b. Dokumen Feasibility Study jalan yang bersangkutan.
c. Basic Design jalan yang bersangkutan.
31
c. Peta Geologi Sepanjang Trase Koridor Jalan dan di Lokasi Jembatan.
d. Hasil output dari pekerjaan survei geolistrik adalah:
Pemodelan hasil survei dalam bentuk 2D dan 3D baik dengan software Rockworks 15,
RockPlot 3D Viewer atau software lainnya.
Analisis hasil survei dalam bentuk stratigrafi tanah
32
Pengujian pemadatan tanah (uji Proctor) digunakan untuk menentukan hubungan
antara kepadatan kering dan kadar air ketika sejumlah upaya pemadatan
diberikan serta harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diberikan di dalam
SNI 1742:2008 untuk cara uji kepadatan ringan tanah dan SNI 1743:2008 untuk
cara uji kepadatan berat tanah.
ii. Uji California Bearing Ratio (CBR)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan nilai CBR contoh tanah yang
dipadatkan atau contoh tanah terganggu. Pengujian CBR harus merujuk pada SNI
1744:2012.
iii. Uji permeabilitas tanah
Pengujian ini dilakukan untuk menetapkan koefisien permeabilitas (konduktivitas
hidraulik) untuk aliran air melalui tanah jenuh air. Pengujian permeabilitas harus
merujuk pada SNI 03- 6870-2002 dan SNI 03-6871-2002.
33
10. Survei Hidrologi dan Sistem Drainase
Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam Survei Hidrologi dan Sistem Drainase,
yaitu:
10.1. Lingkup Survei
Lingkup survei hidrologi dalam rangka penyusunan RTA Drainase adalah meliputi
pengumpulan data sekunder dari sumber yang dapat dipertanggung-jawabkan antara
lain:
a. Data hujan harian maksimum pada daerah rencana lokasi saluran drainase.
b. Data hujan yang dimaksud bila dimungkinkan dalam kurun waktu sekurang-
kurangnya 10 tahun.
c. Data debit sungai pada rencana lokasi gorong-gorong dan jembatan.
d. Data debit sungai yang dimaksud bila memungkinkan dalam kurun waktu
sekurang-kurangnya 10 tahun.
e. Data genangan banjir di sekitar rencana lokasi gorong-gorong, jembatan dan
kawsan tertentu.
f. Data elevasi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi diperlukan untuk
perencanaan jembatan pada sungai yang terkena trase jalan tol dan untuk hal ini
perlu koordinasi dan rekomendasi dari Instansi yang berwenang.
g. Data peil banjir kawasan maksimum untuk perencanaan sistem drainase pada
kawasan khusus dari Instansi yang berwenang.
34
d. Melakukan wawancara kepada petugas instansi bersangkutan terkait dengan
elevasi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi dan luas genangan akibat
banjir tersebut serta dicatat sebagai bagian inventarisasi data.
Lebih lanjut, proses analisis data berdasarkan survei yang telah dilakukan dapat
dijelaskan secara umum sebagai berikut:
1) Melakukan Evaluasi Data Curah Hujan
Melakukan evaluasi data curah hujan dari beberapa stasiun yang yang relevan dan
tepat guna untuk perencanaan rekayasa hidrologi dan drainase di lokasi tertentu.
Data hujan dapat diperoleh dari instansi yang berwenang sebagaimana telah
disampaikan pada penjelasan sebelumnya.
2) Melakukan Perhitungan Curah Hujan Rata-rata Harian
Melakukan perhitungan dan analisis dengan prosedur perhitungan sesuai kriteria
desain yang anatara lain meliputi rata-rata hujan, intensitas hujan yang akan
dipergunakan untuk perhitungan dan analisis hujan rencana.
3) Melakukan Perhitungan dan Analisis Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan sesuai dengan metode pada kriteria desain hujan rencana
untuk lokasi sistem jaringan drainase yang tepat dengan periode ulang (kala ulang)
tertentu. Hasil perhitungan hujan rencana dalam beberapa metode perhitungan
disusun dalam tabel, sehingga dapat dilakukan analisis yang paling penting dan
berguna dalam proses perencanaan saluran drainase dengan harapan mendapatkan
desain yang efektif dan efisien. Hasil perhitungan hujan rencana perlu dilakukan uji
kecocokan atau kesesuaian dengan metode sesuai kriteria desain.
Pada perhitungan hujan rencana ini agar dibuat simualasi perhitungan untuk
berbagai periode ulang tertentu misalnya untuk 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahunan dan
disajikan pada tabel yang jelas, sehingga dapat direkomendasikan serta untuk
memperoleh persetujuan dari BPJT.
4) Melakukan Perhitungan Debit Banjir Rencana
a) Perhitungan Debit Rencana Berdasarkan Hujan Rencana
Perhitungan dan analisis mengikuti prosedur perhitungan sesuai kriteria desain
dan / atau Norma, Standard, Pedoman dan Kriteria (NSPK) yang hasilnya untuk
menetapkan rekomendasi kebijakan periode ulang tertetentu dalam perhitungan
dan analisis rekayasa desain sistem drainase dan dimensi masing-masing jenis
saluran drainase jalan tol.
b) Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Data Debit Banjir
Perhitungan debit banjir rencana juga dapat dihitung berdasarkan data banjir
yang relatif panjang, dan langsung diperhitungkan debit rencana dengan metode
statistik seperti perhitungan hujan rencana kala, simulasi perhitungan berdasarkan
periode ulang (kala ulang) tertentu sesuai desain kriteria.
Perhitungan debit banjir rencana menggunakan data debit banjir akan lebih
mendekati kenyataan dengan kondisi lapangan karena tidak ada justifikasi nilai
koefisien pengaliran (coefisient runoff) dan luas daerah tangkapan hujan.
35
Perhitungan ini dengan metode ini dapat dipergunakan untuk merencanakan
dimensi gorong-gorong / box culvert dan perencanaan penampang basah alur
sungai bawah jembatan.
36
BAGIAN C
ANALISIS PERENCANAAN
37
DAFTAR ISI
1. Umum .................................................................................................................................... 1
2. Analisis Geometrik Jalan....................................................................................................... 3
3. Analisis Struktur Perkerasan Jalan ........................................................................................ 4
4. Analisis Struktur dan Jembatan ............................................................................................. 8
5. Analisis Geoteknik .............................................................................................................. 13
6. Analisis Hidrologi dan Drainase ......................................................................................... 13
7. Analisis Penerangan Jalan Umum ....................................................................................... 16
8. Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ........................................... 17
9. Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol ............................................................ 18
10. Analisis Lansekap Jalan Tol ................................................................................................ 20
11. Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan ............................................................................ 22
DAFTAR GAMBAR
i
BAGIAN C
ANALISIS PERENCANAAN
1. Umum
1. Pelaksanaan kegiatan Analisis yang harus dilakukan dalam rangka penyusunan RTA
terdiri dari namun tidak terbatas pada kegiatan berikut:
a. Analisis Geometrik Jalan
b. Analisis Struktur Perkerasan Jalan
c. Analisis Struktur dan Jembatan
d. Analisis Geoteknik
e. Analisis Hidrologi dan Drainase
f. Analisis Penerangan Jalan Umum
g. Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
h. Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
i. Analisis Lansekap Jalan Tol
j. Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan
2. Setiap pelaksanaan Analisis yang telah dilakukan, harus disusun Laporan Analisis,
dengan substansi Laporan terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
a. Pendahuluan
b. Standar Acuan
c. Kriteria Desain
d. Proses / Metodologi Analisis
e. Pelaksanaan Analisis dan Hasil Analisis
f. Kesimpulan dan Rekomendasi
g. Penggambaran
3. Apabila dalam proses analisis BUJT mengindikasikan adanya perubahan desain maka
BUJT dapat menyampaikan hasil analisis.
1
2. Analisis Geometrik Jalan
Diagram Alir untuk melakukan Analisis Perencanaan Geometrik Jalan, dapat dilihat pada
Gambar dibawah ini.
Mulai
Sesuai Tidak
Tidak Tidak
dengan
Kriteria
Perencanaan
Ya
Penggambaran
Selesai
2
Hasil yang disampaikan pada Laporan Analisis Perencanaan Geometrik Jalan sekurang-
kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis data terkait dengan Analisis Geometrik Jalan, sekurang-
kurangnya terdiri atas Survei Data Sekunder, Survei Pendahuluan, Survei Pemetaan
(Topografi dan Pemotretan Udara) dan Survei Lalu Lintas.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang meliputi Kriteria Desain pada Jalan Utama dan Jalan
Akses, pada Simpang Susun (Interchange), pada Jalan Non Tol serta Simpang
Sebidang.
3. Perencanaan Situasi dan Potongan Memanjang (Plan & Profile) Jalan Utama dan Jalan
Penghubung, meliputi Penentuan Kecepatan Rencana, Penentuan Parameter Geometrik
untuk Potongan Melintang, Penentuan Jarak Pandang Henti, Penentuan Parameter
Geometrik untuk Alinyemen Horizontal dan Penentuan Parameter Geometrik untuk
Alinyemen Vertikal. Dalam perencanaan Alinyemen Vertikal pada perencanaan
Geometrik jalan harus memperhatikan Analisa Hidrologi dan desain drainase tentang
piel banjir kawasan. Dalam perencanaan Alinyemen horizontal pada perencanaan
Geometrik jalan harus mempertimbnagkan kondisi tanah dasar sesuai dengan Laporan
Geologi, Geoteknik dan Material.
4. Perencanaan Peta Situasi dan Potongan Memanjang (Plan &Profile) Ramp Interchange,
meliputi Penentuan Kecepatan Rencana Ramp, Penentuan Potongan Melintang dan
Penentuan Karakteristik Ramp.
5. Perencanaan Situasi dan Potongan Memanjang (Plan &Profile) Jalan Non Tol (Jalan
Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota, Jalan Desa, Jalan Lingkungan),
meliputi Penentuan Fungsi Jalan, Analisis LHR, Penentuan Tipe Jalan, Penentuan
Kecepatan Rencana, Penentuan Potongan Melintang dan Penentuan Potongan
Memanjang.
6. Perencanaan Penampang Melintang Jalan Utama dan Jalan Penghubung, Ramp
Interchange serta Jalan Non Tol (Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota,
Jalan Desa, Jalan Lingkungan), meliputi Penentuan Lebar Lajur Lalu Lintas, Penentuan
Lebar Bahu Luar, Penentuan Kemiringan Melintang Normal, Penentuan Kemiringan
Melintang Normal Bahu Luar, Penentuan Tinggi Kebebasan Minimum, Penentuan
Lebar Rumija / ROW Minimum dan Penentuan Jarak Pandang Henti.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB). Perbandingan antara BoQ RTA dan BoQ Basic Desain.
3
Mulai
Kemudahan Operation
and Maintenance dan
Biaya Tentukan ITP
Lalu Lintas
Jenis Lapisan
Koefisien Distribusi
Perkerasan
Kendaraan (C)
Angka Ekivalen (E)
Lintas Ekivalen Permulaan
(LEP) Koefisien Kekuatan
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Relatif
Lintas Ekivalen Tengah
(LET)
Lintas Ekivalen Rencana
(LER) Tentukan Tebal
Lapis Perkerasan
Diagram Alir Analisis Perencanaan perkerasan kaku dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
4
Mulai
Kriteria
desain
Apakah
Ya Kerusakan Tidak
Apakah
Erosi > 100% Tidak Kerusakan Ya
Erosi > 100%
Sambungan
Sinkronisasi hasil
analisis perkerasan
dengan analisis
Geoteknik, Struktur Selesai
5
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Struktur Perkerasan Jalan sekurang-
kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis Data terkait dengan Analisis Struktur Perkerasan Jalan,
sekurang-kurangnya terdiri dari Survei Data Sekunder, Survei Pendahuluan, Survei
Pemetaan (Topografi dan Pemotretan Udara), Survei Lalu Lintas, Survei Weight in
Motion (WIM) dan Survei Geologi, Geoteknik dan Material, serta Survei Hidrologi.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang meliputi Kriteria Desain untuk Struktur Perkerasan
Jalan Lentur dan Struktur Perkerasan Jalan Kaku.
3. Perencanaan Struktur Perkerasan Lentur, meliputi Analisis Karakteristik Lalu Lintas,
Penentuan Koefisien Drainase, Penentuan Indeks Permukaan, Penentuan Modulus
Resilien Tanah Dasar, Penentuan Koefisien Kekuatan Relatif Lapisan, Penentuan tebal
Lapis Minimum, dan Analisis Indeks Tebal Perkerasan (ITP).
4. Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan Kaku, meliputi Analisis Daya Dukung Tanah,
Jenis Sambungan, Bahu, Jenis dan Tebal Lapis Pondasi Bawah, CBR Efektif, Kuat
Tarik Lentur / Kuat Tarik Beton, Faktor Keamanan Beban, Taksiran Tebal Pelat Beton,
Tegangan Ekivalen (TE) dan Faktor Erosi (FE), Faktor Rasio Tegangan (FRT), Beban
per Roda, Jumlah Repetasi Ijin untuk Fatik, serta Jumlah Repetasi Ijin untuk Erosi, serta
Analisis Perhitungan Tebal Perkerasan dan Sambungan.
5. Dalam hal perkerasan jalan dibangun diatas tanah timbunan, maka harus dilakukan
penelitian daya dukung tanah dasar sebelum dilakukan timbunan dan material tanah
timbunan harus memenuhi persyaratan
6. Bilamana tidak ada material tanah timbunan yang memenuhi persyaratan harus
dilakukan rekayasa penanganan (treatment) agar dihasilkan hasil timbunan tanah yang
memenuhi persyaratan.
7. Prosedur atau Langkah-langkah Perencanaan perkerasan lentur MDP 2017 yaitu :
d. Tentukan umur rencana, untuk ini pergunakan Tabel. 2.1 Umur Rencana Perkerasan
pada Bab 2 dari MDP 2017;
e. Tentukan nilai-nilai ESA4 dan atau ESA5 sesuai umur rencana yang dipilih,
berdasarkan Bab 4 dari MDP 2017;
f. Tentukan tipe perkerasan berdasarkan Tabel. 3.1 atau pertimbangan biaya (Analisis
Discounted Life- Cycle Cost) pada Bab 3 dari MDP 2017;
g. Tentukan segmen tanah dasar dengan daya dukung yang seragam, dilakukan
berdasarkan Bab 6 dari MDP 2017;
h. Tentukan struktur fondasi perkerasan, dilakukan berdasarkan Bab 6 dari MDP 2017;
i. Tentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari Bagan Desain – 3 atau
Bagan Desain lainnya yang sesuai, dilakukan berdasarkan Bab 7 dari MDP 2017;
j. Tentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan, dilakukan
berdasarkan Bab 5 dari MDP 2017;
k. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan, dilakukan berdasarkan Bab 8 dari
MDP 2017;
l. Tetapkan kebutuhan pelapisan (sealing) bahu jalan, dilakukan berdasarkan Lampiran
F dari MDP 2017;
m. Ulangi langkah 5 s.d langkah 9 untuk setiap segmen.
8. Prosedur atau Langkah-langkah Perencanaan perkerasan kaku MDP 2017 yaitu :
a. Tentukan umur rencana, untuk ini pergunakan Tabel. 2.1 Umur Rencana Perkerasan
pada Bab 2 dari MDP 2017,
b. Tentukan volume kelompok sumbu kendaraan niaga, dilakukan berdasarkan
berdasarkan Bab 4, dan Lampiran D dari MDP 2017,
c. Tentukan struktur fondasi jalan dari Bagan Desain – 2, dilakukan berdasarkan Bab 6
dari MDP 2017,
d. Tentukan daya dukung efektif tanah dasar menggunakan solusi tanah normal atau
tanah lunak, dilakukan berdasarkan Bab 6 dari MDP 2017,
e. Tentukan struktur lapisan perkerasanan sesuai Bagan Desain – 4 atau 4 A, dilakukan
berdasarkan berdasarkan Bab 7 dari MDP 2017,
6
f. Tentukan jenis sambungan (umumnya berupa sambungan dengan dowel), dilakukan
berdasarkan Bab 7 dari MDP 2017,
g. Tentukan jenis bahu jalan (biasanya menggunakan bahu beton), dilakukan
bedasarkan Lampiran F dari MDP 2017,
h. Tentukan detil desain yang meliputi dimensi pelat beton, penulangan pelat, posisi
dowel, dan tie bar, ketentuan sambungan dan sebagainya, dilakukan berdasarkan Pd
T – 14 – 2003, dan
i. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan, dilakukan berdasarkan Bab 8dari
MDP 2017.
9. Penggambaran.
10. Spesfifikasi Khusus.
11. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB).
7
MULAI
TAHAP PEMILIHAN
ALTERNATIF DAN
DESAIN AWAL
PEMILIHAN PEMILIHAN PEMILIHAN PEMILIHAN
TIPE STRUKTUR TIPE PILAR KONFIGURASI KONFIGURASI
ATAS BENTANG BENTANG
8
A
PENENTUAN PENENTUAN
BEBAN/AKSI RENCANA KOMBINASI BEBAN
RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR RENCANA TEKNIK AKHIR
PILAR JEMBATAN PILAR JEMBATAN ABUTMEN JEMBATAN DRAINASE JEMBATAN BANGUNAN PENGAMAN
JEMBATAN
9
B
PENYUSUNAN
SPESIFIKASI KHUSUS
ANALISIS KUANTITAS
DAN HARGA SATUAN
SELESAI
10
Hasil yang disampaikan pada Laporan Analisis Struktur dan Jembatan sekurang-kurangnya
terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Hasil dan Rekomendasi Analisis Data yang didapatkan dari Laporan Survei, yang akan
digunakan sebagai dasar dalam Analisis Struktur dan Jembatan, sekurang-kurangnya
meliputi Hasil dan Rekomendasi Analisis Data pada Survei Data Sekunder, Survei
Pendahuluan, Survei Pemetaan (Topografi dan Bathimetri), Geologi dan Geoteknik,
serta Survei Hidrologi (Elevasi Muka Air Banjir) Jembatan di rencana lokasi jembatan.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang meliputi Persyaratan Umur Rencana, Persyaratan
Umum, Persyaratan Material Struktur, Persyaratan Durabilitas Struktur, serta
Persyaratan Pemeliharaan dan Akses Inspeksi.
3. Perencanaan Geometrik dan Alinyemen Jembatan, dengan mempertimbangkan hal-hal
seperti Kendala Alinyemen Horizontal dan Vertikal, Kendala Geoteknik, Profil
Topografi, Kendala dibawah Lintasan dan/atau Sungai, Tinggi Permukaan Air Laut dan
Kebutuhan Tinggi Bebas Vertikal.
4. Perencanaan Bentang Jembatan dan Pemilihan Bentuk Struktur Jembatan, yang
dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti Profil Topografi, Kendala
Alinyemen Horizontal dan Vertikal, Kendala Geoteknik, Kendala terkait Persyaratan
Clearance dan Kebijakan Instansi pada Infrastruktur Eksisting (meliputi Infrastruktur
Jalan Raya dan Jembatan Eksisting, Jalur Rel Kereta Api, Saluran Irigasi dan Drainase,
Jaringan Pipa, Aliran Sungai dan/atau Laut, serta berbagai jenis Utilitas lainnya),
Kesulitan Pelaksanaan, serta Biaya Optimum.
5. Perencanaan Struktur Atas Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban yang Bekerja
pada Struktur Atas, serta Perencanaan yang meliputi Perencanaan Pelat Lantai, Railing,
Artikulasi Jembatan (Bridge Articulation), Tipe Struktur Atas (meliputi Girder dan
Rangka), Sambungan Ekspansi (Expansion Joint), Diafragma, Angker Penahan Gempa,
Stop Block, Bearing Super Structure, dan Fasilitas Pemeliharaan Struktur Atas pada
Jembatan.
6. Perencanaan Pilar Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban yang Bekerja pada Pilar,
serta Perencanaan yang meliputi Perencanaan Kepala Pilar, Korbel, Hanger, Kolom
Pilar, dan Footing Pilar, serta Analisis dan/atau Pemeriksaan Simpangan Lateral Pilar.
7. Perencanaan Abutmen Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban yang Bekerja pada
Abutmen, serta Perencanaan yang meliputi Perencanaan Kepala Abutmen, Dinding
Abutmen, Pelat Injak, Dinding Sayap, dan Footing Abutmen, serta Analisis dan/atau
Pemeriksaan Simpangan Lateral Abutmen. Perencanaan Abutmen juga harus
mempertimbangkan pengaruh penurunan dan stabilitas tanah dibelakang abutmen yang
berada pada tanah lunak, karena akan berdampak pada penambahan gaya lateral yang
berkerja pada abutmen tersebut.
8. Perencanaan Pondasi Pilar dan Abutmen Jembatan, meliputi Penentuan Beban-Beban
yang Bekerjan pada Pondasi, Penentuan Kedalaman Gerusan, Penentuan Kedalaman
dan Daya Dukung Pondasi, Perencanaan Kekuatan Pondasi, Perencanaan Stabilitas
Pondasi, Pemeriksaan Penurunan Pondasi, Pemeriksaan Simpangan Lateral di Kepala
Pondasi Tiang, Pemeriksaan terhadap Potensi Likuifaksi, serta Perencanaan Pile Cap.
9. Penempatan pilar dalam perencanaan jembatan agar dihindari ditempatkan ditengah
alur sungai.
10. Perencanaan Jalan Pendekat dan Oprit serta Perencanaan Dinding Penahan Tanah.
11. Perencanaan Drainase Jembatan yang tersusun dari Permukaan Jembatan hingga ke
Saluran Akhir, yang meliputi Perencanaan Tipe Saluran Drainase, Dimensi Deck Drain,
serta Dimensi Pipa PVC. Perencanaan Drainase Jembatan, juga termasuk didalamnya
perencanaan saluran pembuangan di oprit dengan menggunakan drainase catch basin
dibawah permukaan untuk jalan pendekat.
12. Perencanaan Bangunan Pelengkap dan Pengaman.
13. Penggambaran.
14. Spesifikasi Khusus.
11
15. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB).
5. Analisis Geoteknik
Hasil analisis yang diharapkan untuk pekerjaan Geoteknik Jalan Tol sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal berikut :
1. Persyaratan umum untuk perhitungan dalam perancangan termasuk hal-hal berikut:
a) gaya-gaya, yang dapat berupa beban yang bekerja atau perpindahan (pergerakan)
yang bekerja, misalnya dari pergerakan tanah,
b) sifat tanah, batuan dan material lainnya,
c) data geometrik,
d) besar deformasi, lebar retakan, getaran, dan lainnya,
e) model perhitungan, dapat dilakukan dengan: model analitikal, model semi-empiris,
model numerik.
2. Klasifikasi tanah, secara umum klasifikasi tanah digunakan saat ini sebagai dasar
pembagian jenis tanah dan mengacu pada Unified Soil Classification (ASTM D 2487–
98). Adapun sistem klasfikasi tanah lain yang mulai ditinggalkan adalah AASHTO Soil
Classification tetapi masih digunakan pada beberapa spesifikasi untuk menentukan
material timbunan yang dapat digunakan.
3. Tingkat Kekerasan Tanah Dan Kepadatan Tanah, secara umum tingkat kekerasan &
kepadatan tanah dapat diketahui dari korelasi nilai uji NSPT dan uji sondir (CPT) serta
uji laboratorium.
4. Tanah Bemasalah, seperti diketahui bahwa ada beberapa jenis tanah yang
mengakibatkan kegagalan struktur jalan dan struktur lain – lainnya. Kondisi tanah
bermasalah ini dapat dibagi sebagai berikut : Tanah lunak (soft soil), Tanah ekspansiv
(expansiv soil), Lempung Serpih (Clay shale), Gambut (peat), dan lain – lain.
5. Penelitian daya dukung tanah dasar yang akan dilakukan timbunan sesuai dengan plan,
profile dan alinyemen jalan.
6. Material timbunan dari lokasi quarry yang memenuhi ketentuan persyaratan sebagai
tanah timbunan dan jumlah volume ketersediannya untuk memenuhi kebutuhan
7. Timbunan dan proses pemadatan tanah sesuai ketentuan yang berlaku yaitu lapis demi
lapis, ketebalan setiap lapisan tanah dengan nilai CBR sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan kementerian PUPR
8. Rekomendasi kelerengan timbunan tanah untuk mencapai stabilitas tanah timbunan
9. Sekurang-kurangnya jumlah tebal timbunan tanah agar aman dari bahaya resapan air
banjir ataupun genangan air dari daerah sekitarnya
10. Rekomendasi sekurang-kurangnya galian tanah sampai dengan tanah keras pada setiap
lokasi pondasi bangunan yang akan dibangun di jalan tol
11. Analisis stabilitas lereng harus mempertimbangkan beban hidup, mati dan gempa sesuai
peruntukan lereng galian dan timbunan.
Rekomendasi lereng tebing samping kanan kiri jalan agar aman dari longsoran untuk
melindungi jalan dan atau saluran drainase samping jalan.
Analisis kemantapan lereng dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) yang berdasarkan
pengamatan visual, (2) cara komputasi, (3) menggunakan grafik.
12. Penggambaran.
13. Spesifikasi Khusus.
14. Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran Biaya
(RAB).
12
Mulai
Qn (Q5;
Q10/Q25)
Ya
13
A
Sinkronisasi dengan
Geometrik, Struktur,
Geoteknik, Perkerasan Jalan
TAHAP PELAPORAN Penggambaran
HASIL PERENCANAAN
Penyusunan Spesifikasi
Khusus
Selesai
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Perencanaan Hidrologi dan Sistem Drainase
sekurang-kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis Data terkait dengan Analisis Hidrologi dan Drainase,
sekurang-kurangnya terdiri dari Survei Data Sekunder, Survei Pendahuluan, Survei
Pemetaan (Topografi), serta Survei Hidrologi dan Sistem Drainase.
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas studi literatur mengenai Hidrologi
(meliputi Curah Hujan Rata-rata Maksimum Area DAS, Distribusi Frekuensi, Uji
Kesesuaian Distribusi, Intensitas Hujan dan Debit Banjir Rencana), serta Hidrolika
(meliputi Periode Ulang Banjir dan Spesifikasi Saluran).
3. Analisis Hidrologi, meliputi Analisis Data Curah Hujan, Analisis Distribusi Frekuensi,
Uji Kesesuaian Distribusi, Analisis Intensitas Hujan, Analisis Peil Banjir Kawasan dan
Analisis Muka Air Banjir. Apabila Analisis Hidrologi telah dibahas pada Analisis Data
Survei Hidrologi dan Drainase, maka Analisis Hidrologi pada Analisis tidak perlu
dijelaskan kembali.
4. Perencanaan Drainase, meliputi Metode Analisis, Rencana Trase Jalan, Drainase
Network (Rencana Alur Sistem Drainase), Pemilihan Bentuk Penampang dan Dimensi
Saluran, Simulasi Perhitungan Kedalaman Air, Perhitungan Kecepatan Aliran (meliputi
Perhitungan Luas Tampang dan Keliling Basah Aliran, Pemilihan dan Justifikasi
Koefisien Kekasaran Manning, serta Pemilihan dan Justifikasi Kemiringan Saluran),
Perhitungan Debit Aliran, dan Analisis Debit Aliran dengan Kapasitas Saluran, serta
Perencanaan Bangunan Drainase.
5. Analisis Kebutuhan Khusus Drainase (bila diperlukan) antara lain perencanaan pipe
jacking, inlet, detour saluran pada ramp dan gerusan pada pilar jembatan.
6. Secara keseluruhan pada Laporan Analisis ini membahas mengenai Standar Periode
Ulang, Debit Rencana, Muka Air Banjir Sungai, Muka Air Kawasan, Saluran Samping
Normal, Saluran Samping Khusus, Saluran Median, Bangunan Silang, Deck Drain
Jembatan, Bangunan Air Khusus, dan Bangunan Pelindung Gerusan Air.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
14
7. Analisis Penerangan Jalan Umum
Secara umum Analisis Perencanaan Penerangan Jalan Umum dapat disampaikan
sebagaimana diagram alir berikut.
Mulai
Penyusunan Kriteria
Desain Penerangan Jalan
Umum
Mempelajari:
- Geometrik Desain Jalan: Jalan Utama,
Persimpangan, Interchange, Ramp, Jembatan,
Terowongan Jalan Akses Tol, Fasilitas Tol,
Tempat Istirahat dan Pelayanan
TAHAP PENYIAPAN
- Karakteristik Lalu Lintas
KRITERIA DESAIN DAN - Tekstur dan Jenis Perkerasan Jalan
PENGUMPULAN DATA
Penggambaran
TAHAP PELAPORAN
HASIL PERENCANAAN Penyusunan
Spesifikasi Khusus
Analisis Kuantitas
dan Harga Satuan
Selesai
Gambar 7. Diagram Alir Analisis Perencanaan Penerangan Jalan Umum
15
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Penerangan Jalan Umum sekurang-kurangnya
terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait dengan Kajian Penerangan Jalan Umum,
meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa Karakteristik Lalu Lintas
Rencana), Hasil Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan), dan Hasil Analisis
Struktur Perkerasan Jalan (berupa Tekstur dan Jenis Perkerasan Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Penempatan Lampu
Penerangan dan Kekuatan Lampu Penerangan untuk Jalan Tol.
3. Penentuan Lokasi Penempatan Lampu Penerangan.
4. Penentuan Jenis dan Kualitas Sumber Cahaya Lampu dari tiap Lokasi.
5. Penentuan Elemen-elemen Optik dan Elemen-elemen Elektrik.
6. Perhitungan Struktur Penopang Lampu Penerangan (meliputi Lengan, Tiang dan
Pondasi Tiang Penopang).
7. Penyusunan Rencana Teknik Akhir Penerangan Jalan.
8. Penggambaran.
9. Spesifikasi Khusus.
10. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
Mempelajari:
- Geometrik Desain Jalan: Jalan Utama,
Persimpangan, Interchange, Ramp,
TAHAP PENYIAPAN Jembatan, Jalan Akses Tol, Fasilitas Tol,
KRITERIA DESAIN DAN Tempat Istirahat dan Pelayanan
PENGUMPULAN DATA - Karakteristik Lalu Lintas
PERENCANAAN
16
A
Penggambaran
Selesai
Gambar 8. Diagram Alir Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas sekurang-kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Kajian Rambu, Marka dan Alat Pemberi
Isyarat, meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa Karakteristik Lalu
Lintas Rencana) dan Hasil Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Rambu, Persyaratan Marka
dan Persyaratan Alat Pemberi Isyarat.
3. Penentuan Lokasi Penenmpatan Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat.
4. Penentuan Jenis Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat untuk tiap Lokasi.
5. Perhitungan Struktur Penopang Rambu dan Alat Pemberi Isyarat (meliputi Tiang dan
Pondasi Tiang Penopang).
6. Penyusunan Rencana Teknik Akhir Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
17
Mulai
TAHAP ANALISIS
PERENCANAAN DETAIL Perencanaan Struktur Bangunan Gerbang Tol, Kantor
Cabang, Kantor Gerbang Tol, Pulau Tol, Gardu Tol
termasuk Perencanaan Pondasi
Penggambaran
Arsitektur dan Struktur
TAHAP DOKUMENTASI
HASIL PERENCANAAN
Penyusunan Spesifikasi Khusus
Selesai
18
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol
sekurang-kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Analisis Bangunan Fasilitas dan
Perlengkapan Tol, meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa
Karakteristik Lalu Lintas Rencana), Hasil Analisis Data Survei Geologi, Geoteknik dan
Material, serta Hasil Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Gerbang Tol, Persyaratan
Pulau Tol, Persyaratan Gardu Tol dan Persyaratan Kantor Gerbang Tol.
3. Penentuan Lokasi Penempatan Bangunan Fasilitas dan Perlengkapan Tol.
4. Perencanaan Arsitektur, meliputi Gerbang Tol, Gardu Tol dan Kantor Gerbang Tol.
5. Perencanaan Kebutuhan Pelataran Tol mencakup Pulau Tol, Lajur Lalu Lintas pada
Gerbang Tol dan Gardu Tol serta Perencanaan Kebutuhan Pelataran Tol yang akan
datang.
6. Perencanaan Struktur Bangunan Gerbang Tol, Pulau Tol, Gardu Tol dan Kantor
Gerbang Tol.
7. Sinkronisasi hasil analisis dengan Geometrik Jalan, Simpang Sebidang, Jalan Akses dan
Topografi.
8. Penggambaran.
9. Spesifikasi Khusus.
10. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
MULAI
TAHAP PENYIAPAN
KORIDOR JALAN TOL
KRITERIA DESAIN DAN
PENGUMPULAN DATA
Data Primer dan Sekunder
PERENCANAAN PENYUSUNAN KRITERIA DESAIN Survei Lapngan dan
Pengukuran Tanah,
Peraturan-peraturan PENGUMPULAN DATA DAN Topografi, Hidrologi,
yang terkait jalan tol IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Klimatologi, Vegetasi dll
19
A
Penggambaran
TAHAP PELAPORAN HASIL
PERENCANAAN
Penyusunan
Spesifikasi Khusus
SELESAI
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Lansekap Jalan Tol sekurang-kurangnya
terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Kajian Lansekap Jalan Tol, meliputi Data
Primer dan/atau Sekunder, meliputi Data Topografi, Klimatologi, serta Hidrologi dan
Vegetasi dalam rangka Analisis Lansekap.
2. Analisis Fisik dan Visual Koridor Jalan yang mencakup aspek Tata Guna Lahan
(Landuse), Lingkungan (Environmental), Budaya (Cultural) dan Karakter lansekap
(Landscape Character), serta Aspek Visual Sepanjang ROW (Internal View), Aspek
Visual Diluar ROW (External View), Pemandangan Baik/Bagus (Good View) dan
Pemandangan Kurang Baik/Buruk (Bad View).
3. Penelitian Jenis Tanah dan Inventarisasi Jenis Tanaman Pohon, Tanaman Perdu,
Tanaman Semak (Berbunga/Berdaun Indah) dan Jenis Rerumputan dan Kajian
Kecocokan Lahan terhadap Jenis Tanaman (Land Utilization Type).
4. Perencanaan Konsep Awal Lansekap (Preliminary).
5. Penyusunan Rencana Induk Perencanaan Lansekap (Landscape Master Plan).
6. Perancangan Lansekap Jalan Tol (Landscape Design).
7. Penggambaran (Gambar Detail Rancangan Lansekap).
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
20
11. Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan
Perencanan tempat istirahat dan pelayanan adalah salah satu bagian penting dalam
memberikan fasilitas dan layanan kepada masyarakat pengguna jalan tol.
Kebutuhan tempat istirahat, makan, minum dan sejenisnya, kemudian layanan penyediaan
bahan bakar kendaraan, tempat parkir, tempat ibadah, toilet serta tempat istirahat yang
nyaman, aman menjadi bagian penting untuk diperhatikan dalam merancang tempat istirahat
dan layanan jalan tol.
Dalam beberapa PPJT telah disebutkan kewajiban BUJT membangun TIP. BUJT dapa
menyampaikan usulan pembangunan TIP baru kepada BPJT secara resmi dan tertulis
disertai dengan hasil analisis kebutuhan TIP sesuai dengan syarat ketentuan TIP sesuai
peraturan yang berlaku. Tinjauan kebutuhan dan pemenuhan kriteria teknis dianalisis
terhadap jaringan TIP pada ruas tersebut dan kesedian pengoperasian serta penyerahan aset
selama masa operasi dan setelah habis masa konsesi.
Mulai
TAHAP PEMILIHAN
DAN DESAIN AWAL - Menentukan Lokasi TIP berdasarkan tinjaun jaringan
- Menentukan Tipe Tempat Istirahat dan Pelayanan
TAHAP DOKUMENTASI
HASIL PERENCANAAN
Penyusunan Spesifikasi Teknik
21
A
Selesai
Hasil yang disampaikan pada laporan Analisis Tempat Istirahat dan Pelayanan sekurang-
kurangnya terdiri dari namun tidak terbatas pada bahasan berikut:
1. Pengumpulan Data dan Analisis Data terkait Analisis Tempat Istirahat dan pelayanan,
meliputi Hasil Analisis Data Survei Lalu Lintas (berupa Karakteristik Lalu Lintas
Rencana), Hasil Analisis Data Survei Geologi, Geoteknik dan Material, serta Hasil
Analisis Geometrik Jalan (berupa Trase Jalan).
2. Penyiapan Kriteria Desain, yang tersusun atas Persyaratan Jarak dan Spesifikasi
Fasilitas Tempat Istirahat dan Pelayanan.
3. Pentuan Lokasi dan Tipe Tempat Istirahat dan Pelayanan.
4. Perencanaan Jenis-jenis Fasilitas Umum yang diperlukan Block Plan (meliputi
Perencanaan Struktur dan Arsitektur terhadap Keseluruhan Bangunan yang ada didalam
Fasilitas Tempat Istirahat dan Pelayanan).
5. Perencanaan Kebutuhan Luas dan Fasilitas Tempat Parkir, Toilet Umum, Ruang Publik,
Restoran, Kios dan/atau SPBU.
6. Perencanaan Struktur Perkerasan Jalan dan Area Parkir didalam Tempat Istirahat dan
Pelayanan.
7. Penggambaran.
8. Spesifikasi Khusus.
9. Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity / BoQ) dan/atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
22