Anda di halaman 1dari 17

Tatap Muka ke - 4 : Parameter Perancangan Geometrik Jalan

Mata Kuliah : PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN


Kode Mata Kuliah : TKS 126 P Jumlah sks : 2 sks
Waktu Kuliah : 2 x 50 = 100 menit

Deskripsi Singkat :
Materi kuliah tatap muka ke-4 akan membahas mengenai : parameter-parameter utama yang
diperlukan sebagai acuan atau data input dalam perancangan geometrik jalan. Parameter-
parameter tersebut adalah : kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume lalu lintas, kapasitas
jalan dan kinerja lalu lintas, serta ketetapan jarak pandang.

Relevansi :
Memahami parameter-parameter perancangan geometrik jalan adalah sangat penting karena
parameter-parameter tersebut sekaligus akan menjadi tolok ukur dari kualitas hasil rancangan
geometrik jalan; artinya bahwa penetapan besaran/nilai dari parameter-parameter tersebut pada
akhirnya akan menentukan bentuk, karakteristik, dan kinerja (performance) dari geometrik jalan
yang dihasilkan.

Tujuan Kompetensi Khusus :


Setelah mengikuti perkuliahan diharapkan mahasiswa akan dapat menjelaskan serta mampu
menganalisis untuk menetapkan besaran dari semua parameter yang diperlukan dalam
perancangan geometrik jalan.

Di dalam kebutuhan perancangan geometrik jalan, terdapat beberapa parameter


yang sangat diperlukan sebagai acuan atau data input-nya. Parameter-parameter
tersebut dipilih besarannya berdasarkan kebutuhan yang nantinya diharapkan akan
menghasilkan suatu desain bentuk geometrik jalan yang aman (safe), nyaman
(comfort) dan cukup optimal untuk kebutuhan operasi lalu lalu lintas.

Parameter-parameter yang diperlukan dalam kebutuhan perancangan geometrik


jalan yang dimaksud adalah :
• Kendaraan Rencana (Design Vehicle)
• Kecepatan Rencana (Design Speed)
• Volume Lalu Lintas (Traffic Volume)
• Kapasitas Jalan dan Kinerja Lalu Lintas (Road Capacity and Traffic
Performance), dan
• Jarak Pandang (Sight Distance)

Penetapan besaran/nilai dari setiap parameter tersebut sangat dipengaruhi oleh


klasifikasi jalan menurut sistem, fungsi, dan kelas jalan; kondisi medan; kondisi
lingkungan; biaya pembangunan (construction cost); pembebasan lahan; dan juga
dampak sosial ekonomi dan lingkungan di daerah tapak jalan yang direncanakan.

Penetapan besaran/nilai dari parameter-parameter tersebut pada akhirnya akan


menentukan bentuk, karakteristik, dan kinerja (performance) dari geometrik jalan
yang dihasilkan.

Berikut ini akan diterangkan secara rinci dari masing-masing parameter utama untuk
kebutuhan perancangan geometrik jalan

1
1. Kendaraan Rencana (Design Vehicle)

Kendaraan yang beroperasi di jalan sangatlah beragam, maka dalam hal untuk
kebutuhan perancangan geometrik jalan, kendaraan-kendaraan tersebut perlu
dikelompokkan berdasarkan bentuk, ukuran/dimensi, dan daya/kekuatan-nya.
Adapun kendaraan-kendaraan tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni :
a. Kendaraan KECIL, yang diwakili oleh kelompok kendaraan Mobil Penumpang.
b. Kendaraan SEDANG, yang diwakili oleh kelompok kendaraan Truk 3-as
tandem atau Bus Besar 2-as.
c. Kendaraan BESAR, yang diwakili oleh kelompok kendaraan Truk Semi-trailer

Untuk kebutuhan perancangan geometrik jalan, setiap kelompok kendaraan tersebut


akan diwakili oleh satu “ukuran standar” yang merupakan ukuran maksimum dari
kelompoknya, yang kemudian disebut dengan Kendaraan Rencana (Design
Vehicle). Ukuran atau dimensi maksimum dan radius putar dari masing-masing
kelompok kendaraan rencana tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai acuan
dalam perancangan geometrik jalan. Adapun dimensi dan radius putar dari
kendaraan rencana adalah seperti yang tersaji dalam Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 s/d.
4.4 berikut ini.

Tabel 4.1 Dimensi Kendaraan Rencana


Kategori Dimensi Kendaraan (Cm) Tonjolan (Cm) Radius Putar (Cm) Radius
Kendaraan Tonjolan
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum (Cm)
Kendaraan
130/200* 210/170* 580/470* 90/80* 150/120* 420/600* 730 780
KECIL
Kendaraan
410/450* 260/250* 1210/1200* 210/130* 240/400* 740/1200* 1280 1410
SEDANG
Kendaraan
410/400* 260/250* 2100/1600* 120/130* 90/220* 290/1200* 1400 1370
BESAR
Sumber : 1. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, September 1997
2. * : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, 1992

Gambar 4.1 Kendaraan Rencana


(Menurut Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1992)

2
Gambar 4.2 Jari-jari Manuver Kendaraan Kecil
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997)

3
Gambar 4.3 Jari-jari Manuver Kendaraan Sedang
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997)

4
Gambar 4.4 Jari-jari Manuver Kendaraan Besar
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997)

5
Karakteristik kendaraan rencana akan memberikan pengaruh pada perancangan
geometrik jalan antara lain dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Ukuran lebar kendaraan akan memberikan pengaruh dalam hal penetapan
lebar lajur.
2. Sifat membelok akan memberikan pengaruh dalam hal kebutuhan lebar
tikungan, lebar tempat memutar, pelebaran pada daerah persimpangan.
3. Kemampuan daya kuda (horse power) dari mesin kendaraan akan memberikan
pengaruh dalam hal perancangan medan atau kelandaian (memanjang) jalan
sedemikian rupa sehingga laju kendaraan rencana diharapkan tidak akan
mempengaruhi gerak laju kendaraan/lalu lintas lainnya.
4. Ketinggian tempat duduk pengemudi terhadap permukaan jalan akan
memberikan pengaruh dalam hal penetapan jarak pandang pengemudinya.

Dalam hal pemilihan kendaraan rencana yang akan digunakan sebagai acuan dalam
perancangan geometrik jalan, harus disesuaikan dengan klasifikasi fungsi jalan,
jenis kendaraan yang dominan lewat, dan biaya pembangunannya.

2. Kecepatan Rencana (Design Speed)

Kecepatan adalah jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuhnya, yang dinyatakan
dengan satuan km/jam. Perancangan geometrik jalan harus didasarkan pada
kecepatan yang dipilih yang disesuaikan dengan fungsi jalan yang akan
direncanakan yang selanjutnya disebut dengan kecepatan rencana.

Kecepatan rencana (Design Speed, VR) suatu ruas jalan adalah kecepatan tertinggi
menerus yang memungkinkan kendaraan-kendaraan dapat bergerak dengan aman
dan nyaman.

Hampir semua perancangan bagian jalan dipengaruhi oleh parameter kecepatan


rencana baik secara langsung, seperti : desain tikungan (alinyemen horisontal),
tanjakan/turunan (alinyemen vertikal), jarak pandang; dan yang secara tidak
langsung, seperti : lebar lajur, lebar bahu jalan, dan kebebasan melintang.

Dalam hal penetapan besaran kecepatan rencana terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, yakni :
a. Keadaan Medan Jalan; yang diukur berdasarkan kemiringan melintang dari
garis sumbu jalan. Keadaan medan jalan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
medan datar, perbukitan, dan pegunungan dengan kategori seperti pada
Tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Klasifikasi Medan Jalan


Jenis Medan Kemiringan Melintang Rata-rata (%)

Datar 0 – 9,9

Perbukitan 10 – 24,9
Pegunungan > 25
Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota, 1990
(Catatan : Sumber lain memberikan harga yang berbeda untuk kemiringan melintang rata-ratanya)

Kecepatan rencana di daerah medan datar lebih tinggi daripada daerah


dengan medan perbukitan, dan VR di daerah medan perbukitan lebih tinggi
daripada daerah medan pegunungan. Perancangan disesuaikan dengan
keadaan medan akan lebih ekonomis.

6
b. Klasifikasi Fungsi Jalan; kecepatan rencana untuk jalan tol lebih tinggi dari
pada jalan arteri, VR untuk jalan arteri lebih tinggi dari pada jalan kolektor, dan
seterusnya.

c. Penggunaan Daerah; kecepatan rencana untuk daerah luar kota lebih tinggi
dari pada daerah dalam kota.

Perubahan kecepatan rencana sepanjang jalan diperbolehkan asal perubahan


tersebut tidak terlalu besar dan dalam jarak yang memadai. Perbedaan kecepatan
sebesar 10 km/jam masih dapat dipertimbangkan. Besarnya kecepatan rencana
sesuai klasifikasi fungsi jalan dan klasifikasi medan dapat dilihat dalam Tabel 4.3
berikut ini :

Tabel 4.3 Kecepatan Rencana Menurut Fungsi dan Medan Jalan


Untuk Jalan Antar kota

Kecepatan Rencana (km/jam)


Fungsi Jalan
Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70

Kolektor 60 – 90 50 - 60 30 – 50

Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30
Lingkungan (PP RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan - bagian Persyaratan Teknis)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Gemetri Jalan Antar Kota 1997
Catatan : untuk Jalan Perkotaan, lihat Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan tahun 1992

Tabel 4.4 Kecepatan Rencana Minimum Menurut Sistem dan Fungsi Jalan
(untuk jalan dalam kota)

Sistem Kecepatan Rencana Minimum (km/jam)


Jaringan
Jalan Arteri Kolektor Lokal Lingkungan

Primer 60 40 20 15

Sekunder 30 20 10 10
Sumber : PP RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan - bagian Persyaratan Teknis

Pengambilan kecepatan rencana harus memperhatikan kondisi hambatan samping


(side friction) sesunguhnya di jalan yang direncanakan. Banyak jalan di Indonesia
yang berstatus sebagai jalan arteri, tetapi pada kenyataannya berfungsi sebagai
jalan dengan fungsi dibawahnya. Hal ini sering terjadi karena lemahnya
pengendalian dan perlindungan terhadap ruang jalan yang bersangkutan (misalnya
terhadap pembatasan jalan akses, dan aktivitas yang berada di samping jalan).

7
3. Volume Lalu Lintas (Traffic Volume)

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik (pengamatan)
dalam satuan waktu tertentu (kendaraan/hari, kendaraan/jam, atau smp/jam) – Lebih
detailnya bisa dilihat pada materi kuliah Rekayasa Lalu Lintas.

Dalam perancangan lebar jalan harus disesuaikan dengan volume lalu lintas yang
akan dilayani sampai dengan akhir umur rencananya sehingga tetap aman, nyaman,
tetapi tidak boros. Semakin besar arus atau volume lalu lintas yang lewat, maka
diperlukan penampang jalan yang semakin lebar agar kapasitas untuk menampung
volume lalu lintas tercukupi sehingga pengemudi kendaraan tetap merasa nyaman.

Dalam mendesain lebar jalan, volume lalu lintas yang dibutuhkan adalah yang
disebut dengan Volume Jam Perencanaan (VJP). Adapun besarnya VJP ditetapkan
berdasarkan formula :

VJP = LHRT x faktor K (4.1)

Dimana :
LHRT : Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
- kendaraan/hari/2-arah atau smp/hari/2-arah (untuk jalan 2-arah tanpa
median)
- kendaraan/hari/1-arah atau smp/hari/1-arah (untuk jalan 1-arah)

Faktor K : 10 - 15 % untuk jalan antar kota


8 - 10 % untuk jalan dalam kota, ketentuan untuk factor K lihat dalam
MKJI/IHCM 1997

Dalam perancangan penentuan lebar jalan, VJP dinyatakan dalam satuan smp/jam.
Untuk mengkonversikan besaran lalu lintas dalam kendaraan menjadi satuan mobil
penumpang (smp), maka perlu dikalikan dengan “angka Ekuivalen” Mobil
Penumpang (EMP) atau Passenger Car Equivalent (PCE). Besarnya nilai EMP atau
PCE sangat dipengaruhi oleh : ukuran kendaraan, kecepatan operasi kendaraan,
kondisi/keadaan medan jalan, volume lalu lintas, dan lain-lain (lihat MKJI/IHCM
1997).

Qsmp = Qkendaraan j x EMPkendaraan j (4.2)

Data yang diperlukan untuk menentukan lebar dan jumlah lajur jalan adalah :
- Prediksi lalu lintas yang akan dilayani (pada saat awal dan akhir umur rencana).
- Prediksi kapasitas jalan yang akan dibuat.
- Kinerja lalu lintas (traffic performance) yang diinginkan.

4. Kapasitas Jalan (Road Capacity)

Besarnya kapasitas jalan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Lebar jalan (width).
b. Besarnya hambatan samping (side friction).
c. Prosentase arah kendaraan (directional split) khusus untuk jalan 2 arah tanpa
median.
d. Jumlah penduduk kota (city size) untuk jalan dalam kota.

8
Besarnya kapasitas jalan dapat ditetapkan dengan formula sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsf x FCsp x FCsz (untuk jalan dalam kota) (4.3)
C = Co x FCw x FCsf x FCsp (untuk jalan antar kota) (4.4)
C = Co x FCw x FCsp (untuk jalan tol) (4.5)

Dimana :
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor penyesuaian akibat lebar jalan
FCsf = faktor penyesuaian akibat besarnya side friction
FCsp = faktor penyesuaian akibat prosentase arah (hanya untuk jalan tanpa
median)
FCsz = faktor penyesuaian akibat jumlah penduduk dalam kota (khusus jalan
dalam kota)

Besarnya nilai faktor penyesuaian dapat dilihat dalam buku MKJI/IHCM 1997.

5. Kinerja Lalu Lintas (Traffic Performance)

Kinerja lalu lintas bisa dilihat dari besarnya nilai derajat kejenuhan-nya (degree of
saturation - DS). Nilai DS yang kecil menunjukkan kinerja lalu lintas di jalan tersebut
baik dan pengemudi akan merasa nyaman, sebaliknya semakin besar nilai DS
menunjukkan penurunan kinerja jalan dan pengemudi menjadi kurang nyaman.

Nilai Degree of Saturation (DS) dihitung dengan formula:

Q
DS = (4.6)
C

Dimana :
Q = Volume lalu lintas yang lewat (smp/jam)
C = Kapasitas jalan rencana (smp/jam)

Dalam mendesain lebar jalan, hendaknya nilai DS maksimum pada akhir umur
rencana < 0,75. Bila DS > menunjukkan kinerja lalu lintas sudah tidak memadai lagi,
sehingga perlu dilakukan tindakan untuk meningkatkan kapasitas jalan atau
sebaliknya menurunkan volume lalu lintas yang lewat. Dalam kenyataan di
lapangan, bila nilai DS > 0,75 maka terlihat banyak kendaraan dalam kondisi iring-
iringan.

6. Jarak Pandang (Sight Distance)

Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang masih dapat
dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi sampai
benda/obyek di depan kendaraan tersebut, sedemikian sehingga dapat menentukan
tindakan untuk menghentikan kendaraan atau menyalip kendaraan lain.

Kemampuan pengemudi untuk melihat ke depan dengan jelas adalah sangat penting
untuk kebutuhan operasi kendaraan di jalan agar tercapai suatu keadaan yang
aman, nyaman, dan efisien. Faktor “keamanan” merupakan faktor yang perlu
ditekankan pada suatu perencanaan jalan raya. Di sisi lain keamanan dan
kenyamanan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalan sangat
tergantung pada ketersediaan jarak pandang. Semakin panjang jarak pandang,
maka pengemudi semakin nyaman dan aman untuk melakukan tindakan. Pada
bagian panjang jalan perlu disediakan jarak pandang yang cukup panjang sehingga

9
pengemudi dapat mengatur kecepatannya tanpa terjadi benturan/tabrakan dengan
benda tak terduga di jalan pada lintasannya. Keinginan tersebut sering menghadapi
kendala dikarenakan kondisi medan/terrain atau keadaan topografi yang kurang
menguntungkan.

Tersedianya jarak pandang di jalan akan memberikan manfaat antara lain sebagai
berikut :
a. Memberi kesempatan kepada pengemudi agar dapat mengendalikan
kecepatannya sehingga tidak terjadi benturan (kecelakaan) dengan suatu benda
yang berada pada lajur jalannya.
b. Memberi kesempatan bagi kendaraan untuk mendahului/menyiap kendaraan lain
yang bergerak lebih lambat tanpa terjadi tabrakkan dengan kendaraan lain dari
arah berlawanan (khususnya untuk jalan 2 lajur 2 arah).
c. Sebagai pedoman untuk perencanaan penempatan fasilitas pengatur lalu lintas
(rambu, marka, dan sebagainya) pada setiap segmen jalan yang memerlukan.

Berdasarkan manfaat dan kebutuhannya, jarak pandang dikenal ada dua macam,
yakni :

6.1 Jarak Pandang Henti (JPH) atau Stopping Sight Distance (SSD)

Jarak Pandang Henti (JPH) atau Stopping Sight Distance (SSD) adalah panjang
bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya
setelah melihat rintangan di lajur lintasannya tanpa menabrak rintangan tersebut.
Jaraknya dihitung mulai dari kedudukan mata pengemudi sampai dengan
kedudukan rintangan tersebut.JPH merupakan penjumlahan dari dua komponen
jarak, yakni : Jarak Reaksi (Reaction Distance) dan Jarak Pengereman (Breaking
Distance), atau:

JPH = Jarak Reaksi + Jarak Pengereman (4.7)

Adapun penjelasan dari masing-masing komponen jarak pandang henti ini adalah
sebagai berikut.

a. Jarak Reaksi (Reaction Distance)


- Untuk menyadari adanya rintangan pada lajur lintasannya pengemudi
memerlukan “waktu reaksi” yang mana waktu tersebut sangat dipengaruhi oleh
“waktu PIEV”, yaitu waktu yang diperlukan akibat proses yang diawali dengan
melihat (Perception), berpikir (Intellection), menyadari dan timbul dorongan
(Emotion), dan akhirnya harus memutuskan (Villition).
- Besarnya waktu PIEV menurut hasil pengukuran yang dilakukan oleh AASHTO
dan juga oleh Bina Marga ditetapkan sebesar 1,5 detik.
- Sesaat setelah memutuskan menghentikan kendaraannya, pengemudi
membutuhkan waktu untuk bereaksi menginjak pedal rem. Berdasarkan hasil
pengamatan atau penelitian yang pernah dilakukan, waktu yang diperlukan
untuk bereaksi adalah : 0,5 ~ 1,0 detik.
- Sehingga total waktu persepsi dan waktu reaksi adalah = waktu PIEV + 1,0
detik = 1,5 + 1,0 = 2,5 detik.
- Waktu PIEV dan waktu reaksi sangat tergantung pada beberapa hal, antara
lain: mental; usia; kebiasaan dan ketrampilan; dan keadaan cuaca.
- Jarak yang telah ditempuh selama waktu tersebut dinamakan sebagai jarak
reaksi (dp).
- Jarak reaksi dp merupakan fungsi dari kecepatan dan waktu, dan dengan
rumus mekanika dapat dihitung sebagai berikut :

10
dp = 1,47 x V x t dimana : V : kecepatan (mph) (4.8a)
t : waktu (detik)
dp : jarak reaksi (feet)
Dalam satuan metrik :
dp = V x t dimana : V : kecepatan (m/dt) (4.8b)
t : waktu (detik)
dp : jarak reaksi (meter)
atau

dp = 0,278 x V x t dimana : V : kecepatan (km/jam) (4.8c)


t : waktu (detik)
dp : jarak reaksi (meter)

b. Jarak Pengereman (Breaking Distance)


- Jarak Pengereman adalah jarak yang diperlukan pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya diukur dari saat menginjak rem sampai dengan
kendaraan berhenti (db)
- Penurunan rumus berdasarkan prinsip mekanika untuk kendaraan yang
sedang berjalan pada turunan dengan kecepatan V, seperti terlihat pada
Gambar 4.5.

m.a f
f
α W

Gambar 4.5 Kendaraan berjalan pada turunan dengan kecepatan V

Dengan penurunan rumus mekanika maka akan dihasilkan persamaan :


V2
db = (4.9a)
2g( f − G)

Bila g = 9,81 m/det2, dan V dalam km/jam, maka :


V2
db = (untuk kendaraan pada jalan menurun: -) (4.9b)
254( f − G)
V2
db = (untuk kendaraan pada jalan menanjak: +) (4.9c)
254( f + G)

Keterangan :
W = berat kendaraan
f = koefisien gesek memanjang
α = sudut jalan terhadap horisontal
a = perlambatan
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2
V = kecepatan saat mengerem
G = tangen α (% = kemiringan /100)
db = jarak horisontal selama mengerem sampai dengan berhenti

11
Faktor f (koefisien gesek memanjang) sangat tergantung pada :
1. Faktor ban (bentuk dan kondisi ban)
2. Kondisi permukaan perkerasan
3. Kondisi lingkungan
4. Kecepatan kendaraan
5. Sistim (mekanis) pengereman

Hubungan antara nilai f dengan kecepatan kendaraan seperti ditunjukkan pada


Gambar 4.6
Koefisien Gesek Memanjang (fm)
(Disain)

Kecepatan Rencana (VR) Km/Jam


Gambar 4.6 Koefisien Gesek Memanjang Jalan

Sedangkan nilai f menurut berbagai kecepatan dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut
ini.
Tabel 4.5 Koefisien Gesek Pengereman
Kecepatan Koefisien Gesek ( f ) Kecepatan Koefisien Gesek ( f )
(Km/Jam) AASHTO Bina Marga (Km/Jam) AASHTO Bina Marga
30 / 27 - 0,400 72 0,31 -
32 0,40 - 80 / 72 0,30 0,300
40 / 36 0,38 0,375 88 0,30 -
48 0,35 - 90 - -
50 / 45 - 0,350 97 29 -
56 0,34 - 100 / 90 - 0,285
60 / 54 - 0,330 104 0,29 -
64 0,32 - 113 0,28 -
70 / 63 - 0,313 120 / 108 - 0,280

12
Jarak Pandang Henti sangat tergantung pada kedudukan tinggi mata pengemudi
dan tinggi rintangan terhadap muka jalan (perkerasan).
Standar AASHTO’90 : h1 = 106 cm h2 = 15 cm
Standar Bina Marga : h1 = 100 cm h2 = 10 cm (dalam kota-urban)
h1 = 120 cm h2 = 10 cm (luar kota-rural)

dimana:
h1 = kedudukan tinggi mata pengemudi terhadap muka jalan (perkerasan).
h2 = tinggi rintangan terhadap muka jalan (perkerasan).

Atas dasar pertimbangan keamanan, maka penetapan besarnya Jarak Pandang


Henti didasarkan pada kendaraan penumpang. Sedangkan untuk kendaraan besar
(truk/bis) dikompensasi dengan kondisi :
1. Kedudukan tinggi mata pengemudi truk/bis lebih besar dari pada
kendaraan/mobil penumpang.
2. Kecepatan truk pada umumnya lebih rendah dari pada kendaraan/mobil
penumpang.

Besarnya Jarak Pandang Henti untuk berbagai kecepatan dapat dilihat pada Tabel
4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Jarak Pandang Henti (JPH) Minimum


VR km/jam 120 100 80 70 60 50 40 30
JPH minimum (m) 240-285 175-210 120-140 95-110 75-85 55-65 40-45 25-30

Untuk selanjutnya lihat besaran Jarak Pandang Henti sesuai dengan standar-
standar yang berlaku, baik untuk jalan luar kota maupun jalan perkotaan.

6.2 Jarak Pandang Menyiap (JPM) atau Passing Sight Distance (PSD)

Jarak Pandang Menyiap adalah panjang bagian jalan yang diperlukan oleh
pengemudi suatu kendaraan untuk melakukan gerakan menyiap kendaraan lain
yang bergerak lebih lambat secara aman.

Jarak Pandang Menyiap perlu diberikan pada jalan 2 lajur 2 arah sebagai
pertimbangan keamanan. Penyiapan dilakukan pada lajur sebelah kanan yang
statusnya sebagai lajur lawan. Untuk itu harus tersedia cukup pandangan bebas ke
depan agar tidak terjadi tabrakan dengan kendaraan dari arah lawan.

Asumsi yang digunakan dalam penetapan Jarak Pandang Menyiap :


1. Kendaraan yang disiap berjalan dengan kecepatan tetap.
2. Menjelang menyiap, kendaraan yang akan menyiap telah menyesuaikan
kecepatannya hingga sama dengan kendaraan yang akan disiap dan
mengikutinya.
3. Bila kendaraan yang akan menyiap telah berada pada lajur untuk menyiap,
pengemudi harus punya waktu untuk memutuskan gerakan menyiap
diteruskan atau tidak sambil mengamati daerah menyiap didepannya.
4. Bila diputuskan menyiap, maka kendaraan yang menyiap harus menambah
kecepatannya minimal 15 km/jam lebih besar dari kecepatan kendaraan yang
disiap.
5. Ketika kendaraan kembali pada lajurnya, harus tersedia jarak bebas yang
cukup antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang datang dari
arah lawan.

13
6. Kecepatan kendaraan dari arah lawan diasumsikan sama dengan kecepatan
kendaraan yang menyiap.
7. h1 = 106 cm dan h2 = 125 cm (standar AASHTO’90) dan h1 = h2 = 100 cm
atau 120 cm (standar Bina Marga).

Pola gerakan menyiap menurut asumsi yang telah ditetapkan tersebut diatas dapat
dijelaskan melalui Gambar 4.7 berikut ini.

Gambar 4.7 Pola Gerakan Menyiap Pada jalan 2 Lajur 2 Arah

Jarak Pandang Menyiap adalah :

Dp = d1 + d2 + d3 + d4 (4.10a)

Dimana :
d1 = jarak PIEV = 0,278 x t1 (V-m + 0,5 x a x t1)
d2 = jarak penyiapan = 0,278 x V x t2
d3 = diambil 30 – 100 m
d4 = jarak pendekat papasan = 2/3 d2
d1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang akan menyiap selama waktu
reaksi dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke
lajur lawan.
t1 = waktu selama d1 = 2,12 + 0,026 V (lihat Gambar 4.8)
m = perbedaan kecepatan kendaraan yang menyiap dengan yang disiap,
minimum 15 km/jam.
V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap ≅ Vr
a = percepatan rata-rata kendaraan yang menyiap = 2,052 + 0,0036 V (lihat
Gambar 4.9)
d2 = jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap di lajur lawan/kanan
t2 = waktu selama di d2 = 6,56 + 0,048 V (lihat Gambar 4.8)

Untuk pertimbangan ekonomis :


Dp = 2/3 d2 + d3 + d4 (minimum) (4.10b)

Besarnya Jarak Pandang Menyiap untuk berbagai kecepatan dapat dilihat pada
Tabel 4.7 berikut ini.

14
Tabel 4.7 Jarak Pandang Menyiap (JPM) Minimum

VR km/jam 120 100 80 70 60 50 40 30


JPM minimum (m) 650 500 400 300 250 200 150 100

Untuk selanjutnya lihat besaran Jarak Pandang Menyiap sesuai dengan standar-
standar yang berlaku, baik untuk jalan luar kota maupun jalan perkotaan.

Untuk kebutuhan perancangan geometrik jalan, disarankan :


1. Setiap segmen/bagian panjang jalan harus memenuhi ketetapan Jarak
Pandang Henti.
2. Pada seluruh panjang jalan, minimum 10%-nya harus memenuhi ketetapan
Jarak Pandang Menyiap.
3. Semakin banyak diberikan Jarak Pandang Henti dan Jarak Pandang Menyiap,
maka kapasitas jalan akan semakin besar.

Gambar 4.8 Korelasi antara t1 dan t2 dengan kecepatan

15
Gambar 4.9 Korelasi antara a dengan kecepatan

Latihan :

1. Sebutkan parameter-parameter yang diperhitungkan dalam perancangan


geometrik jalan raya dan berikan alasannya mengapa diperlukan?
2. Apa pengaruh dari masing-masing parameter tersebut dalam perancangan
geometrik jalan?
3. Apa yang perlu diperhatikan dalam penetapan suatu kendaraan rencana?
Jelaskan!
4. Apa yang perlu diperhatikan dalam penetapan suatu nilai kecepatan rencana?
Jelaskan!
5. Apa yang dimaksud dengan Jaral Pandang Henti dan Jarak Pandang Menyiap?
Dan bagaimana cara penetapannya?
6. Mengapa dalam penetapan besaran jarak pandang yang digunakan acuan
adalah kendaraan ringan/mobil penumpang, jelaskan alasannya!

Rangkuman :

Dalam perancangan geometrik jalan diperlukan parameter-parameter desain berupa:


kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume lalu lintas, kapasitas jalan dan
kinerja lalu lintas, serta ketetapan jarak pandang. Parameter-parameter tersebut
akan mempengaruhi bentuk, karakteristik, dan kinerja (performance) dari geometrik
jalan yang dihasilkan.

Berbagai hal perlu diperhatikan dalam menetapkan besaran/nilai dari setiap


parameter desain tersebut, seperti: klasifikasi sistem jaringan, fungsi, dan kelas
jalan; penggunaan daerah; kondisi medan; kondisi lingkungan; pembebasan lahan;

16
biaya pembangunan; termasuk juga dampak sosial-ekonomi dan lingkungan di
daerah tapak jalan yang direncanakan.

Dengan penjelasan dan uraian-uraian diatas tentang parameter perancangan


geometrik jalan maka diharapkan didalam penetapan besaran dari masing-masing
parameter tersebut dapat lebih sesuai dan logis dengan kondisi dan kebutuhan yang
ada. Dengan demikian hasil rancangan geometrik jalan diharapkan telah sesuai
dengan tuntutan yang ada dan pada akhirnya akan didapatkan suatu geometrik jalan
yang dapat memberikan suatu kondisi yang optimal untuk operasi lalu lintasnya.

Daftar Pustaka :

1. AASHTO, A Policy on Geometrikc Design of Highmays and Streets, 1990.


2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang Jalan.
3. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota
(Rancangan Akhir), Sub Direktorat Perencanaan Teknis Jalan, Bipran Bina
Marga, Desember 1990.
4. Ditjen Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum, Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota, September 1997.
5. Rancangan Standar Nasional Indonesia, Geometrik Jalan Perkotaan, Badan
Standarisasi Nasional, RSNI T-14-2004.
6. Wibowo S. Sony; dkk, Pengantar Rekayasa Jalan, 2000; Sub Jurusan
Rekayasa Transportasi-Jurusan Teknik Sipil, ITB Bandung.
7. Sukirman Silvia, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1994, Nova,
Bandung.
8. Buku-buku lainnya yang relevan.

Senerai : …………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………..
(senerai kata sukar, merupakan daftar kata teknis yang diangap penting dan perlu dijelaskan)

17

Anda mungkin juga menyukai