Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PERANCANGAN TRASE JALAN

2.1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Dalam Perancangan Trase


Faktor yang berpengaruh dalam perancangan trase jalan adalah sebagai
berikut :
a. Faktor Topografi
Topografi adalah study tentang bentuk permukaan bumi dan obyek
lain seperti planet, satelit alam, dalam arti luas topografi tidak hanya
mengenai bentuk permukaan tetapi juga pengaruh manusia terhadap
lingkungan. Peranan topografi dalam penetapan trase jalan adalah
sangat penting, karena akan mempengaruhi penetapan alinemen,
kelandaian jalan, jarak pandang, penampang melintang saluran
samping jalan, dan sebagainya. Adapun pelaksanaan kegiatan
topografi adalah berupa survey topografi yaitu pengukuran route
disepanjang trase jalan yang akan direncanakan dengan tujuan
memindahkan kondisi permukaan bumi dari lokasi yang diukur pada
kertas berupa kertas planimetri. Peta ini akan digunakan sebagai peta
dasar untuk ploting geometrik jalan. Dalam kegiatan survey topografi
berupa penentuan trase jalan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Trase jalan dibuat lurus, pendek, sedikit tikungan dan kelandaian
seminim mungkin.
2. Trase jalan sebaiknya menjauhi daerah aliran sungai (DAS), bila
rencana trase jalan harus memotong sungai diusahakan bentang
sungai yang pendek,serta pembuatan jembatan dibuat tegak lurus
sungai
3. Mempertimbangkan besarnya volume galian dan timbunan
dalam penyiapan badan jalan.
4. Trase jalan diletakkan pada kondisi tanah dasar sebaiknya
mempunyai nilai CBR memenuhi syarat spesifikasi, sehingga
keberadaan tanah di lokasi trase jalan yang akan dibuat dapat
digunakan untuk pekerjaan galian dan timbunan.

Latifah aini (20101154330101) 5


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

5. Penentuan trase jalan dipertimbangkan kondisi lingkungan,


hutan lindung, cagar budaya serta iklim.
6. Penentuan trase jalan dihindari di daerah patahan, tanah rawan
longsor, muka air tanah yang tinggi dan intensitas curah hujan yang
tinggi.
b. Faktor Geofisik
Faktor geofisik adalah satu persyaratan dalam merencanakan trase
jalan adapun tujuannya untuk memetakan penyebaran tanah atau
batuan dasar yang meliputi kisaran tebal tanah pelapukan pada daerah
sepanjang trase rencana, sehingga dapat memberikan informasi
mengenai stabilitas lereng, prediksi penurunan lapisan tanah dasar dan
daya dukung tanah. Dalam perencanan trase jalan perlu dihindari
daerah patahan, kondisi karakteristik tanah yang lunak (exvansive
soil), kondisi permukaan air tanah yang tinggi, serta faktor iklim. Jika
dalam penentuan trase jalan ditemukan kondisi tersebut diatas
sebaiknya lokasi trase jalan dialihkan ketempat lain.
c. Faktor Lingkungan
Dalam pekerjaan konstruksi akan terdapat banyak komponen kegiatan
yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup,
sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, maka sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku kegiatan
tersebut di atas wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) yang pelaksanaannya mengacu pada berbagai
pedoman dan petunjuk teknis AMDAL yang relevan, dengan
memperhatikan sasaran dan ciri-ciri atau karakteristik kegiatan pekerjaan
yang bersangkutan.
Dokumen AMDAL tersebut diatas terdiri atas berbagai dokumen yang
berturut-turut sebagai berikut :

Latifah aini (20101154330101) 2


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

1. KA (Kerangka Acuan) AMDAL, yaitu ruang lingkup studi


AMDAL yang merupakan hasil pelingkupan atau proses pemusatan
studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak penting.
2. AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), yaitu dokumen yang
menelaah secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu
rencana atau kegiatan.
3. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) adalah dokumen yang
mengandung upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan
hidup yang ditimbulkan oleh rencana kegiatan.
4. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) adalah dokumen yang
mengandung upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak penting akibat rencana kegiatan.
d. Faktor Tata Guna Lahan
Tata guna lahan merupakan hal yang paling mendasar dalam
perencanaan suatu lokasi jalan, karena ini perlu adanya suatu
musyawarah yang berhubungan langsung dengan masyarakat terkait
tentang pembebasan tanah sarana transportasi. Dengan demikian akan
merubah kualitas kehidupan secara keseluruhan dari suatu daerah dan
nilai lahannya yang akan berwujud lain.
Akibat bangunnya suatu lokasi jalan baru pembebasan lahan ternyata
sering menimbulnya permasalahan yang sulit dan kontroversial. Hal-hal
demikian harus kita pertimbangkan kaitannya dengan hak milik,
kepentingan umum dan pemerintah.

2.2 Perancangan Alternatif Trase


Trase jalan merupakan rencana jalan yang akan terlihat apakah jalan
tersebut merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan.
Prinsip dalam perencanaan penentuan pemilihan trase jalan berdasarkan
permen PU No. 19 Tahun 2011 tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria
perencanaan teknis jalan adalah :

Latifah aini (20101154330101) 3


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

a. Trase jalan sebaiknya dibuat lurus, pendek, sedikit tikugan dan


kelandaiannya (grade) seminim mungkin.
b. Trase jalan menjauhi daerah aliran sungai.
c. Trase jalan mempertimbangkan besarnya volume aliran timbunan.
Daerah yang dipilih pada perencanaan jalan kali ini berada pada kec. Pauh,
Padang, Sumatera Barat yang berfungi untuk mempermudah akses masyarakat
dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Alternatif trase yang direncanakan
sebagai berikut :

Gambar 2.1 Perencanaan Trase Jalan


Sumber : Google Earth

2.2.1. Penentuan Klasifikasi Medan


Dalam kita merencanakan jalan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi
medan, namun fungsi jalan sering kali menuntut perencanaan jalan yang tidak
sesuai kondisi medan dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal perencanaan yang
mengikuti keseimbangan antara fungsi jalan dan medan, maka menyebabkan akan
terjadi tingginya volume pekerjaan tanah sehingga dilihat dari biayanya dianggap
tidak ekonomis. Klasifikasi golongan medan dalam perencanaan jalan dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Medan Datar (D)
Suatu medan dikatakan datar apabila kecepatan kendaraan truk sama
atau mendekati kecepatan mobil penumpang.

Latifah aini (20101154330101) 4


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

b. Medan Perbukitan (B)


Suatu medan dikatakan perbukitan apabila kecepatan kendaraan truk
berkurang dengan kecepatan mobil penumpang, tetapi belum merangkak.
c. Medan Pegunungan (P)
Suatu medan dikatakan pegunungan apabila kecepatan kendaraan truk
berkurang banyak sehingga truk tersebut jalannya merangkak dengan
frekuensi sering. Kondisi medan berupa datar, bukit dan pegunungan dapat
pula dibedakan dari data besarnya persentase (%) kemiringan melintang
rata-rata terhadap as sumbu jalan seperti dalam tabel dan gambar berikut :
Tabel 2.1: Klasifikasi Golongan Medan
Kemiringan Medan
No Jenis Medan Notasi
(%)

1 Datar D <3

2 Perbukitan B 3-25

3 Pegunungan G >25
Sumber : PUSDIKLAT, 2017

2.2.2 Alternatif Trase


Berdasarkan gambar kontur maka ditetapkan dua alternatif trase sebagai
berikut :

Gambar 2.2 Perencanaan Trase 1


Sumber : Autocad

Latifah aini (20101154330101) 5


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 2.3 Perencanaan Trase 2


Sumber : Autocad

2.2.3 Penentuan Kecepatan Rencana Dan Jarak Pandang


a. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi
cuaca yang cerah, Ialu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan
yang tidak berarti. VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan
dari Tabel. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat
diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20
km/jam.
Tabel 2.2 Kecepatan Rencana
Kecepatan
Fungsi Rencana,VR,k
m/jam
Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70-120 60-80 40-70

Kolektor 60-90 50-60 30-50

Lokal 40-70 30-50 20-30

Sumber : Modul, 2017

Latifah aini (20101154330101) 6


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

b. Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang
pengemudi pada saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang dibutuhkan
untuk menjamin faktor keamanan bagi pengendara kendaraan. Tersedianya
jarak pandang yang cukup akan memungkinkan pengendara mampu
mengendalikan kendaraannya menghadapi hambatan yang ada
didepannya. Misalnya adanya penyeberangan orang, rambu-rambu,
persimpangan, tikungan, kelandaian dan lain sebagainya.
Dengan demikian maka, jarak pandang akan sangat mempengaruhi
desainer didalam menetapkan kecepatan rencana. Jarak pandang (sight
distance) adalah panjang bagian jalan didepan pengendara kendaran yang
masih dapat dilihat dengan jelas yang diukur dari titik kedudukan
pengendara tersebut dan harus ditentukan oleh desainer dalam batas yang
cukup sehingga pengendara masih dalam batas toleransi pengendalian
kendaraan agar terhindar dari timbulnya kecelakaan. Jarak pandang sangat
dipengaruhi oleh 3 faktor penting yaitu :
1. Waktu PIEV yaitu Perception Time, Intelection Process, Emotion
Proces dan Volition.
a. Perception time, waktu untuk menelaah rangsangan melalui
mata, telinga maupun reaksi fisik badan.
b. Itelection process, yaitu waktu telaah rangsangan disertai dengan
proses pemikiran atau pembandingan dengan pengalaman.
c. Emotion proces, yaitu waktu yang dibutuhkan selama proses
penanggapan emosional untuk bereaksi setelah perception time
dan intelection time.
d. Volition, waktu yang dibutuhkan untuk memutuskan kemauan
bertindak atas pertimbangan yang ada.
2. Waktu untuk menghindari keadaan bahaya.

Latifah aini (20101154330101) 7


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

3. Kecepatan kendaraan.
Jarak pandang terdiri dari :
1) Jarak Pandang Henti (Jh)
Jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi unuk
menghentikan kendaraannnya dengan aman saat melihat adanya halangan
didepan. Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi
mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari
permukaan jalan. Dalam perencanaan jarak pandang henti harus lebih
besar daripada jarak pandang henti minimum. Jarak pandang henti terdiri
dari komponen Jarak Tanggap (Jht) dan Jarak Pengereman (Jhr).
Jarak Tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi sadar melihat adanya halangan yang menyebabkan harus
berhenti sampai pengemudi menginjak rem (waktu PIEV). AASHTO
merekomendasikan waktu tanggap adalah 2,5 detik.
Jarak Pengereman (Jhr) adalah jarak yang diperlukan untuk
menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai
kendaraan berhenti. Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh tekanan angin
ban, jenis ban, type ban, system pengereman, permukaan perkerasan dan
kelembaban permukan jalan. AASHTO 2004 menyarankan menggunakan
nilai perlambatan kendaraan sebesar 3,4 m/detik² untuk penentuan jarak
pandang henti.
Tabel 2.3 Jarak Pandang Henti Berdasarkan Berbagai Pedoman
Bina Marga RSNI T
Kecepatan AASTHO
No.038/T/BM/ 14-2004
(Km/Jam) 2004 (m)
1997 (m) (m)
20 20 16
30 35 27 35
40 50 40 50
50 65 55 65
60 85 75 85

Latifah aini (20101154330101) 8


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

70 105 105
80 130 120 130
90 160 160
100 185 175 185
110 220
120 250 250
130 825
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
2) Jarak Pandang Menyiap (Js)
Jarak Pandang Menyiap adalah jarak yang memungkinkan kendaraan
menyiap kendaraan lain didepannya dengan aman hingga kendaraan
tersebut kembali pada lajurnya semula. Jarak pandang menyiap diukur
berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm ( 50
cm tinggi jok dan 55 cm tinggi mata orang posisi duduk) dan tinggi
halangan adalah 105 cm.
Pada perencanaan geometrik, terkait dengan jarak pandang menyiap,
perencana perlu memperhatikan 2 hal penting berikut :

a. Frekuensi Pengadaan Jarak Pandang Menyiap.


Menurut Bina Marga (1997) jalan luar kota disarankan minimal
30% dari keseluruhan panjang jalan perlu tersedia jarak pandang
menyiap.
Artinya daerah menyiap harus tersebar disepanjang jalan dengan
jumlah panjang minimum 30 % dari total panjang ruas jalan tersebut.
Pertimbangan ini sesuai prinsip effisiensi antara pemenuhan jarak
pandang menyiap dan biaya pembangunan jalan sesuai fungsinya.
b. Jarak Pandang Pada Malam Hari.
Dipengaruhi oleh kuat sinar, tinggi lampu besar, sifat pantulan
benda. Pada malam hari jarak pandang henti masih penting,

Latifah aini (20101154330101) 9


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

sedangkan jarak pandang menyiap tidak karena pengaruh silau lampu


dari kendaraan arah lawan.
Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kendaraan yang disiap dengan kecepatan tetap.
2. Sebelum menyiap, kendaraan penyiap telah memiliki kecepatan
sama dengan kendaraan yang didepan.
3. Sebelum menyiap diperlukan waktu untuk mengamati.
4. Gerakan menyiap dilakukan setelah yakin dapat menyiap.
5. Kendaraan penyiap kecepatannya bertambah ± 15 Km/Jam lebih
besar dari pada kendaraan yang disiap.
6. Kendaraan penyiap bergerak kekiri pada jarak bebas tertentu dari
kendaraan yang berpapasan.
7. Kendaraan yang berpapasan berkecepatan sama dengan kendaraan
penyiap.
Jarak Pandang Menyiap (Js) terdiri dari 4 komponen :
d₁ = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m). Berdasarkan
waktu PIEV.
d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur
semula (m).
d₃ = Jarak antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang
dating dari arah berlawanan setelah proses menyiap selesai (m), antara
30-100 meter.
d₄ = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d₂ (m).
Sehingga :
Jm = d₁ + d₂ + d₃ + d₄
Tabel 2.4 Panjang Jarak pandang menyiap
Vr
(Km/ 120 100 80 60 50 40 30 20
Jam

Latifah aini (20101154330101) 10


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Js (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

Sumber: Bina Marga, 1997

2.3 Pemilihan Trase Terbaik


2.3.1 Perhitungan Jarak Dan Sudut Tikungan Pada Trase 1
Koordinat
A = (662636,2626 ; 9896959,6272)
Pi1 = (662907,3433 ; 9897088,1387)
Pi2 = (663277,4435 ; 9896936,3959)
B = (663527,3698 ; 9897088,5440)
Pengukuran
d A Pi1 =300,0000
d Pi1-Pi2 = 400,0000
d Pi2-B = 292,5957
∑d Pengukuran = 992,5957

d A Pi 1 =
=√ ¿ ¿

=299,9999192

d Pi1 Pi2 =

= √¿¿

= 400,0000442

d Pi2 B =
=
√(663527,3698−663277,4435)2 +(9897088,5440−9896936,3959)2
= 292,72945

Latifah aini (20101154330101) 11


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

∑d Perhitungan = 992,7294132
Kontrol = ∑d Pengukuran - ∑d Perhitungan
= 992,5957 – 992,7294132
= -0,1337132
Perhitungan Azimuth

α d A Pi1 = arc tan


662907,3433−662636,2626
= arc tan 9897088,1387−989659,6272
= 64º38’8,61”

α d Pi1 Pi2 = arc tan


663277,4435−662907,3433
= arc tan 9896936,3959−9897088,1387
= -67º42’22,12”

Α d Pi2 B = arc tan


663527,3698−663277,4435
= arc tan
9897088,5440−9896936,3959
= 58º40’5,24”
Besar sudut tikungan

Gambar 2.4 Besar Sudut Tikungan Trase 1


Sumber : Autocad

∆ PI 1 = ∝ ∆ PA Pi 1−∝ ∆ Pi 1 Pi 2∝ ∆ PA−∝ ∆ Pi 1
= (- 67º-42’-22,12” + 180° ) - 64° 38’8,61”
= 47° 39’29,27”

Latifah aini (20101154330101) 12


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

∆ PI 2 = ∝ ∆ PI 2 PI 3−∝ ∆ PI 1 PI 2
= (- 67º-42’-22,12” + 180° ) - 58° 40”5,24”
= 53° 37’32,64”

2.3.2 Perhitungan Jarak dan Sudut Tikungan Pada Trase 2


Koordinat
A = (662547,8179 ; 9896030,7375)
Pi1 = (662843,5217 ; 9895980,1482)
Pi2 = (663111,5706 ; 9896205,2032)
B = (663438,9252 ; 9896159,6543)
Pengukuran
d A Pi1 = 300,0000
d Pi1-Pi2 = 350,0000
d Pi2-B = 330,5082
∑d Pengukuran = 980,5082

d A Pi 1 =
= √(662843,5217−662547,8179)2+¿ ¿
= 300,0000243

d Pi1 Pi2 =

=√ ¿ ¿
= 349,9999512

d Pi2 B =

= √¿¿
= 330,5083000
∑d Perhitungan = 980,5082755
Kontrol = ∑d Pengukuran - ∑d Perhitungan
= 980,5082 – 980,5082755

= -0,0000755

Latifah aini (20101154330101) 13


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Perhitungan Azimuth

α d A Pi1 = arc tan


662843,5217−662547,8179
= arc tan 9895980,1482−9896030,7375

= -80º17’30,37”

α d Pi1 Pi2 = arc tan


663111,5706−662843,5217
= arc tan 9896205−9895980,1482
= 49º58’58,93”

Α d Pi2 B = arc tan


663438,9252−663111,5706
= arc tan 9896159,6543−9896205,2032
= -82º4’42,92”
Besar sudut tikungan

Gambar 2.5 Besar Sudut Tikungan Trase 2


Sumber : Autocad

∆ PI 1 = ∝ ∆ Pi 1 Pi 2−∝∆ PAPi 1∝ ∆ PAPi1−∝ ∆ Pi 1 Pi 2


∝ ∆ PA−∝ ∆ Pi 1
= (-80º17’30,37”+180) - 49º58’58,93”
= 49º43’30,70”
∆ PI 2 = ∝ ∆ Pi 1 Pi 2−∝∆ Pi 2 B
= (-82º4’42,92”+180) - 49º58’58,93”
= 47° 56’19,07”

Latifah aini (20101154330101) 14


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Tabel 2.5 Perhitungan klasifikasi medan pada trase 1

Latifah aini (20101154330101) 15


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Latifah aini (20101154330101) 16


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Sumber : Pengolahan Data

2.3.4 Perhitungan Klasifikasi Medan Pada Trase 2


Tabel 2.6 : Penghitungan klasifikasi medan pada trase 2

Latifah aini (20101154330101) 17


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Latifah aini (20101154330101) 18


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Sumber : Pengolahan Data

2.3.5 Pemilihan Trase Terbaik


Tabel 2.7 Pemilihan Trase Terbaik

PEMILIHAN TRASE TERBAIK

N PARAMETER PILIHA
SATUAN TRASE 1 TRASE 2
O PERBANDINGAN N

1 Panjang Jalan METER 900 900 Trase 1

2 Jumlah Tikungan BUAH 2 2 Trase 1

3 Kecepatan Rencana KM/JAM 70 70 Trase 1

4 Klasifikasi Medan - ARTERI ARTERI Trase 1

Kelandaian
5 % 7,00% 5,36% Trase 1
Minimum
Kendaraan Mobil Mobil
6 - Trase 1
Rencana penumpang penumpang

7 Luas Galian M2     Trase 1

8 Luas Timbunan M2     Trase 1

47º39’29,27 49º43’30,70
9 Sudut Tikungan ∆1 O' " Trase 1
” ”
53º37’32,64 47º56’19,07
10 Sudut Tikungan ∆2 O' " Trase 1
” ”
Jenis Lengkungan
11  
Horizontal
Sumber : Pengolahan Data
Dari hasil perbandingan pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa trase
1 lebih efektif dari pada trase 2, hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
dalam perhitungan perbandingan trase 1 dan 2, trase 1 memiliki sudut yang lebih

Latifah aini (20101154330101) 19


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

baik daripada trase 2. Medan tikungan yang datar juga akan menambah
kenyamanan pengendara selama melakukan perjalanan.

Latifah aini (20101154330101) 20

Anda mungkin juga menyukai