Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya merupakan suatu kebutuhan
dalam kehidupan manusia. Perpindahan manusia tersebut didasari kenyataan bahwa sumber
kehidupan manusia tidak terdapat di sembarang tempat dan terpusat pada suatu daerah saja.
Untuk itu diperlukan sarana ataupun prasarana transportasi guna mendukung pergerakan
manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Di Indonesia transportasi darat masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat
Indonesia, sehingga pertumbuhan transportasi darat terus berkembang seiring dengan
pertumbahan jumlah penduduk. Sehingga pertumbuhan jalan juga perlu ditingkatkan, baik
jalan penghubung antar kota maupun jalan dalam kota untuk memenuhi kebutuhan berpindah
pengguna jalan.
Jalan sebagai prasarana perangkutan diharapkan dapat menampung semua kendaraan
yang melintas dan memberikan pelayanan yang baik bagi semua pengguna jalan. Jadi
transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan (The promoting sector) dan
pemberi jasa (The sevicing sector) bagi perkembangan perekonomian.
Tetapi tidak semua jalan yang ada, sesuai dengan kebutuhan yang ada. Banyak
permasalahan lalu lintas berupa kemacetan, kecelakaan dan ketidaknyamanan pengguna jalan
akibat dari perencanaan geometrik jalan yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Sehingga beberapa jalan membuat pengguna jalan tidak nyaman saat melintasi jalan tersebut.
Didasari hal tersebut sebagai mahasiswa teknik sipil yang menempuh mata kuliah Jalan
Raya I, kami menerapkan ilmu yang kami dapatkan dalam kuliah Jalan Raya I untuk
merencanakan geometrik jalan yang baik dan benar.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan tugas mata kuliah Perencangan Jalan Raya ini adalah dapat
menerapkan pengetahuan dasar yang didapat dibangku kuliah dalam merencanakan
geometrik jalan.

1
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari perancangan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dasar
yang didapat dibangku kuliah dalam merencanakan geomtrik jalan.

1.4. Batasan Perencanaan


Mengingat luasnya perencanaan yang diperhitungkan serta keterbatasan waktu dan
keterbatasan kemampuan pada diri penulis membatasi perencanaan yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Perencanaan ini akan membahas mengenai perencanaan geometrik jalan.
2. Menghitung volume galian timbunan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air,
serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan)

2.1 Klasifikasi Jalan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,


system jaringan jalan didefinisikan sebagai berikut:

1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

2.1.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya:


1. Jalan arteri sebagaimana merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi,
dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor sebagaimana merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal sebagaimana merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan sebagaimana merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan

3
kecepatan rata-rata rendah.(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2004 tentang Jalan).

2.1.2 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


1. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas ,dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satu ton.
2. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam tabel II-1.
Tabel II- 1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan.

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometric Jalan Antar Kota No :38/TBM/1997

2.1.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan


1. Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
2. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat
pada tabel II-2.
Tabel II- 2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan.

4
3. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan
keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan
perubahan perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana tersebut.

2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Raya

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi untuk memberikan
pelayanan yang optimum bagi lalu lintas (Sukirman, 1994).

Ada beberapa parameter perencanaan jalan raya yang merupakan faktor penentu
tingkat keamanan dan kenyamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan yaitu:

2.2.1 Kendaraan Rencana


1. Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
2. Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
a. Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
b. Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
c. Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
3. Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan
dalam Tabel II-3 Gambar II-1 s.d. Gambar II-3 menampilkan sketsa dimensi
kendaraan rencana tersebut.
Tabel II- 3 Dimensi Kendaraan Rencana

(Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

5
Keterangan:

a. Kendaraan Kecil, kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 (empat) roda dan
dengan jarak as 2,0 m - 3,0 m (meliputi: mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick-
up dan truk kecil).
b. Kendaraan Sedang, kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 m -
5,0 m (termasuk bis kecil, truk dua as dengan enam roda).
c. Kendaraan Berat, seperti Truk Besar Truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan
jarak gandar < 3,5 m. Bis Besar Bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as
5,0 m - 6,0 m.

Gambar II- 1 Dimensi Kemdaraan Kecil (Sumber :TCPGJAK No :


38/TBM/1997)

Gambar II- 2 Dimensi Kendaraan Sedang ( Sumber :TCPGJAK No :


38/TBM/1997)

6
Gambar II- 3 Dimensi Kendaraan Besar ( Sumber :TCPGJAK No :
38/TBM/1997)

Gambar II- 4 Jari Jari Maneuver Kendaraan Kecil


(Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

7
Gambar II- 5 Jari Jari Maneuver Kendaraan Sedang
(Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

Gambar II- 6 Jari Jari Maneuver Kendaraan Besar


( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

8
2.2.2 Satuan Mobil Penumpang
1. SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil
penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
2. SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat
dalam Tabel II-4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI) No.036/TBM/1997.
Tabel II- 4 Ekivalen Mobil Penumpang (SMP)

( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

2.2.3 Kecepatan Rencana


1. Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan
bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas
yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
2. VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel II-6.
3. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

9
Tabel II- 5 Klasifikasi Jalan Raya

(Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU)

10
Tabel II- 6 Kecepatan Rencana, VR, sesuai
klasifikasi fungsidan kiasifikasi medan jalan

(Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

2.2.4 Jarak Pandang


Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya
tersebutdengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh)
dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

1. Jarak Pandang Henti


Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di
depan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi Jh.Jh diukur berdasarkan
asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm
diukur dari permukaan jalan.

Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:

a. Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi
1. Melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat
2. Pengemudi menginjak rem; dan
b. Jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
1. Kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

11
..(2.1)

di mana :

VR = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-


0,55.

Tabel II- 7 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan dengan


pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel II- 7 Jarak Pandang Henti (Jh) Minmum.

( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

Tabel II- 8 Besarnya Koefisien Gesekan Terhadap


Kecepatan Rencana

Kecepatan Kecepatan Koefisien d Perhitungan d Perhitungan


d Design
Rencana Jalan Gesekan untuk Vr untuk Vj

(Km/jam) (Km/jam) (fm) (m) (m) (m)

30 27 0,400 29,71 25,94 25 - 30

40 36 0,375 44,60 38,63 40 - 45

50 45 0,350 62,87 54,05 55 - 65

60 54 0,330 84,65 72,32 75 - 85

70 63 0,313 110,28 93,71 95 - 110

80 72 0,300 139,59 118,07 120 - 140

100 90 0,285 207,64 174,44 175 - 210

120 108 0,280 285,87 239,06 240 - 285

12
2. Jarak Pandang Mendahului
a. Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului
kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut
kembali ke lajur semula (lihat Gambar II-7).
b. Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm
dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Gambar II- 7 Jarak Pandang Mendahului


( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

13
c. Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:
Tabel II- 9 Perhitungan Jarak Pandangan Menyiap

V a t1 d1 t2 d2 d3 d4
Jarak Pad. Jarak Pad.
Renc. Menyiap Menyiap
km/jam/dt det. m det. m m m
Km/jam Standar (m) Min. (m)

30 216 29 15 8 67 20 44 146 109

40 2196 316 25 848 94 25 63 207 151

50 2232 342 37 896 125 30 83 274 196

60 2268 368 50 944 157 40 105 353 250

70 2304 394 65 992 193 50 129 437 307

80 234 42 82 104 231 60 154 527 368

100 2412 472 119 1136 316 75 211 720 496

120 2484 524 162 1232 411 90 274 937 638

2.3 Alinemen Horisontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal atau dikenal
dengan nama trasse jalan , yang terdiri dari garis garis lurus yang dihubungkan deengan
garis garis lengkung .

Alinyemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi
gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR. Untuk
keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan harus
diperhitungkan.

14
Tabel II- 10 Daftar Standar Perencanaan Alinyemen

Jarak Batas jari - jari (R) Landai relatif


Kecepatan Jarak Jari lengkung minimum
pandang lengkung dimana maksimum
rencana pandang dimana miring tikungan
menyiap harus menggunakan antara tepi
(km/jam) henti (m) tak perlu (m)
(m) busur peralihan (m) perkerasan

120 225 790 3000 2000 280


100 165 670 2300 1500 240
80 115 520 1600 1100 150

60 75 380 1000 700 125

50 55 220 660 440 115

40 40 140 420 300 100


30 30 80 240 180 75
Sumber: (SHIRLEY, 2000)

Tabel II- 11 Koefisien gesekan melintang pada tikungan

V
40 50 60 70 80 90 100 110 120
(km/jam)

Fmaks 0,166 0,160 0,153 0,147 0,140 0,128 0,115 0,103 0,090

Sumber: (SHIRLEY, 2000)

2.3.1 Panjang Bagian Lurus


Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus
dapat ditetapkan dari Tabel II-12.

15
Tabel II- 12 Panjang Bagian Lurus Maksimum

( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

2.3.2 Tikungan
1. Jari-jari Minimum
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu
dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien
gesekan maksimum.
2
= .........................................(2.2)
127 ( + )
Dimana :
Rmin = Jari-jari tikungan minimum, (m)
VR = Kecepatan kendaraan rencana, (km/jam)
Emak = Superelevasi maksimum (%)
Fmak = Koefisien gesekan melintang maksimum

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang


berfungsimengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat
berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum
ditetapkan 10%.

( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

Tabel II- 13 Panjang Jari-jari Minimum


V
120 100 90 80 60 50 40 30 20
(km/jam)

Rmin (m) 600 370 280 210 115 80 50 30 15

Sumber : (SHIRLEY, 2000)

16
2. Bentuk Bagian Lengkung

a. Full Circle (Fc);


Bentuk circle bergantung kepada besarnya R (radius) dan kecepatan
rencana, sedangkan batasan dimana diperbolehkan menggunakan full circle
adalah seperti daftar dibawah ini :

Gambar II- 8 Bentuk Tikungan Circle


(Sumber : Silvi Sukirman,1999)
Rumus:

Tc= Rc tg .. ( 2.3)

Ec= Tc ....... ( 2.4)

2
Lc = .. ( 2.5)
360

b. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R= => R =
RC ), Jadi lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian
lingkaran (Circle), yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur
lingkaran.

17
Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis
S-C-S

Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut tatacara perencanaan


geometrik jalan antar kota, 1997, diambil nilai yang tebesar dari 3 persamaan
dibawah ini :

1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk melintasi


lengkung peralihan, maka panjang lengkung :

= ...( 2.6)
3,6

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus


modifikasi shortt, sebagai berkut :

3 .
= 0,022 2,727 .. ( 2.7)

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian :


( )
= ......................... ( 2.8)
3,6

Dimana :
T = Waktu tempuh = 3 detik : e = Super elevasi
Rc = Jari-jari busur lingkaran, (m) : em = Super elevasi maksimal
C = Perubaha percepatan, 0,3- : en = Super elevasi nomal

1,0 disarankan 0,4 m/det3

re = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melntang jalan, sebagai


berikut :
Untuk VR 70 km/jam : Untuk VR 80 km/jam
re mak = 0,035 m/m/det : re mak = 0,025 m/m/det

18
Gambar II- 9 Bentuk Lengkung busur lingkaran
denganlengkung peralihan (Spiral-Circle-Spiral)
(Sumber: Silvi Sukirman,1999)
Rumus :

Penampang lengkung peralihan dari Ts ke Sc

Ls 2
Xs = Ls (1 - ) ....( 2.9)
40.Rc 2

Ls 2
Ys = ...................... ( 2.10)
6.Rc

Besarnya Sudut spiral pada titik Sc

90 Ls
s = dalam derajat
Rc

Besarnya pergeseran busur lingkar terhadap tangent asli, (P)

Ls 2
p= - Rc ( 1 cos s ) .......... ( 2.11)
6.Rc

Besarnya jarak dari busur lingkaran yang tergeser dari titik Ts, (K)

Ls 3
k = Ls - - Rc sin s ..... ( 2.12)
40.Rc 2

19
Perhitungan jarak titik station ke lengkungan lingkaran :

Es = ( Rc + P ) . sec Rc ... ( 2.13)

Ts= (Rc+ P ) . tan + K ...... ( 2.14)

Perhitungan lengkung circle :


= ..( 2.15)
180

Syarat : LC > 20 m

L total = Lc + 2 Ls < 2 Ts

( Sumber : Silvi Sukirman,1999)

c. Spiral-Spiral (SS).

Gambar II- 10 Bentuk Lengkung Spiral Spiral


( Sumber : Silvi Sukirman,1999)
Tikungan ini adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga titik Sc
berhimpit dengan titik Cs.

Rumus :

Panjang busur lingkaran Lc = 0.

s = . .....( 2.16)

20
. .
= ..( 2.17)
90

Syarat :Ls > Ls Min.

Untuk menghitung p, k, Ts dan Es dapat menggunakan rumus-rumus ( 2.11)-


( 2.14)

d. Pencapaian superelevasi
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)
pada bagianlengkung. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi
dilakukan secara linear (lihatGambar II.11), diawali dari bentuk normal
sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk
pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh

pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).Pada tikungan fC,


pencapaian superelevasi dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus
sepanjang 213 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113
bagian panjang LS.Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya
dilakukan pada bagian spiral.

Gambar II- 11 Metode Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe SCS


( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

21
Gambar II- 12 Metode Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe fC
Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997
2.3.3 Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan
Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor jari jari lengkung, kecepatan
kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang direncanaan. Elemen elemen
dari pelebaran perkerasan tikungan dari:

1) Off Tracking
Untuk perencanaan geometrik jalan antar kota, Bina Marga
memperhitungkan lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan ditikungan
pada jalur sebelah dalam (b) dengan mengambil posisi kritis kendaraan yaitu
pada saat roda depan kendaraan pertama kali dibelehkan dan ditinjau
dilakukan untuk sebelah dalam. Besaran (b) dapat dihitung dengan rumus:

b = b = R - R 2 B 2 ..(2.18)

2) Kesukaran dalam mengemudi ditikungan (Z)


Tambahan lebar perkerasan kesukaran dalam mengemudi ditikungan
oleh AASHTO sebagai fungsi dari kecepatan dari radius jalur sebelah kanan.
22
Dapat dicari dengan rumus:

V
Z = 0.105 x .(2.19)
R

3) Tonjolon depan kendaraan


Tambahan lebar perkerasan akibat tonjolan depan kendaraan dapat dicari
dengan rumus:

Td = R 2 ( 2 B A) - R (2.20)

4) Lebar perkerasan tikungan (Bt)


Lebar perkerasan tikungan (Bt) dapat dicari dengan rumus:

Bt = n (b + c) + Td + Z (2.21)

Jadi tambahan Lebar perkerasan ditikungan (b) adalah:

b = Bt Bn ... (2.22)

dimana:

Bt =Lebar perkerasan pada tikungan (m)

Bn =Lebar perkerasan jalan lurus (m)

n =Jumlah lajur lalu lintas

b =Lebar lintas kendaraan truk pada tikungan (m)

C =Kebebasan samping yang dapat diambil untuk

Bn = 6.5 m C = 0.65 m

Bn = 7 m C = 0.78 m

Bn = 7.5 m C = 0.91 m

Td = Lebar melintang akan ditonjolkan didepan kendaraan

Z = Lebar tambahan kenaikan akibat pengemudi (m)

23
V = Kecepatan rencana (km)

R = Jari jari tikungan (m)

B = Jarak antara gandar (m)

A = Tonjolan depan kendaraan ( m)

B = Lebar kendaraan (m)

2.3.4 Tikungan Gabungan


1. Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:
a. tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan
arah putaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda.
b. tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran yang berbeda.
2. Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:
Tikungan gabungan searah harus dihindarkan tikungan gabungan harus
dilengkapi bagian lurus atau clothoide sepanjang paling tidak 20 meter.

3. Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di
antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 20 m.

Tikungan Gabungan Searah

24
Tikungan Gabungan Searah
dengan sisipan bagian lurus
minimum sepanjang 20 meter.

Tikungan Gabungan Balik Tikungan Gabungan Balik dengan


sisipan bagian lurus minimum
sepanjang 20 meter.

2.3.5 Kebebasan Samping Pada Tikungan


1. Jarak pandangan < dari panjang lengkung horizontal (S<L)
Besarnya kebebasan samping (m) untuk lengkung horizontal yang
direncanakan dengan jarak pandang henti dapat dihitung dengan rumus, yaitu :
= (1 )
90
=
.
Dimana :

m = Jarak penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)

= Setelah sudut pusat lengkung sepanjang L (o)

25
S = Jarak pandang henti (m)

L = Panjang lengkung horizontal (m)

R = jari-jari lengkung (m)

2. Jarak pandangan > panjang lengkung horizontal (S>L)


Besarnya kebebasan samping (m) untuk lengkung horizontal yang direncanakan
dengan jarak pandang menyiap dapat dihitung dengan rumus, yaitu :
= 1/2( ) + (1 )

= 28,648

Dimana :

m = Jarak penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)

= Setelah sudut pusat lengkung sepanjang L (o)

S = Jarak pandang menyiap (m)

L = Panjang lengkung horizontal (m)

R = jari-jari lengkung (m)

2.3.6 Penomoran Panjang Jalan


Penomoran panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberikan nomor
pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan (Sta jalan)
dibutuhkan sebagai sarana komunikasi untuk dengan cepat mengenal lokasi yang
sedang dibicarakan disamping itu arti penomoran jalan tersebut diperoleh informasi
tentang jalan secara keseluruhan. Setiap Sta jalan dilengkapi dengan gambar potongan
melintang.

Cara penomoran adalah Sta jalan dimulai dari 0+000 yang berarti km dari 0 m
dari awal pekerjaan. Sta 2+250 berarti lokasi jalan terletak pada jarak 2 km dan 250 m
dari awal pekerjaan. Jika tidak terjadi perubahan arah tangen pada alinyemen
horisontal maupun vertikal maka penomoran selanjutnya dilakukan dengan:

1. Setiap 100 meter pada medan datar


2. Setiap 50 meter pada medan berbukit
3. Setiap 25 meter pada medan pegunungan

26
Pada tikungan penomoran dilakukan pada setiap titik penting jadi terdapat Sta
titik TC, dan Sta titik CT pada tikungan jenis lingkaran sederhana. Sta titik TS, Sta
titik SC, Sta titik CS dan Sta titik ST pada tikungan jenis spiral-circle-spiral, full
circle dan spiral-spiral.
1. Sta TC = Sta titik A + d1 T
2. Sta CT = Sta titik TC + Lc
3. Sta TS = Sta titik CT + (d2 T Ts)
4. Sta SC = Sta titik TS + Ls
5. Sta CS = Sta titik SC + Lc
6. Sta ST = Sta titik CS + Ls

2.4 Alinemen Vertikal


Alinemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk 2 jalur 2 arah atau melalui tepi dalam masing
masing perkerasan untuk jalan dengan media. Sering disebut juga sebagai penampang
memanjang jalan.( Sumber : Silvi Sukirman,1999)

Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung
vertikal.Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai
positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar).Bagian lengkung
vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.

( Sumber :TCPGJAK No : 38/TBM/1997)

Dalam perencanaan lengkung vertikal ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

2.4.1 Kelandaian
Kelandaian suatu jalan memeberi efek yang berarti terhadap gerak kendaraan, maka
landai jalan yang diberi tanda positif untuk pendakaian dan tanda negative untuk penurunan.

1. Kelandaian Minimum
Dalam perencanaan disarankan menggunakan :

1) Landai datar untuk jalan jalan di atas tanah timbunan tidak mempunyai kereb.
Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air diatas badan jalan
dan kemudian ke lereng jalan.

27
2) Landai 0.15% dianjurkan untuk jalan jalan diatas tanah timbunan dengan medan
datar untuk mempergunakan kereb. Kelandaian ini cukup untuk membantu
mengalirkan iar hujan ke salur pembuangan.
3) Landai minimum 0.3% - 0.5% dianjurkan digunakan untuk jalan jalan di daerah
galian ato jalan yang memakai kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk
mengalirkan air hujan yang jatuh di atas badan jalan dibutuhkan untuk membuat
kemiringan dasar saluran samping.
( Sumber : Silvi Sukirman,1999)

2. Kelandaian Maksimum

Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraanbergerak


terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.Kelandaian maksimum didasarkan pada
kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan
kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi
rendah.Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam
Tabel II-14.

Tabel II- 14 Kelandaian maksimum yang diizinkan

Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak
lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel II-15.

Tabel II- 15 Panjang Kritis (m)


Kecepatan Rencana (Km/Jam)
80 60 50 40 30 20
% m % m % m % m % m % m
5 500 6 500 7 500 8 420 9 340 10 250
6 500 7 500 8 420 9 340 10 250 11 250
7 500 8 420 9 340 10 250 11 250 12 250
8 420 9 340 10 250 11 250 12 250 13 250

28
2.4.2 Lengkung Vertikal
Pergantian dari satu kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung
vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi
kemanan dan kenyamanan dan drainase. Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak
perpotongan ke dua bagian lurus (tangen) adalah:

1. Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua


tangen berada dibawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan.
Kelandaian mendaki (pendakian), diberi tandan (+), sedangkan kelandaian menurun
(penurunan) diberi tanda (-). Ketentuan pendakian (naik) atau penurunan (turun) ditinjau dari
sebelah kiri ke kanan.
Rumus perhitungan elevasi pada poros lengkung vertikal ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:

.....................................................................................(2.23)

Gambar II- 13 Lengkung Vertikal Cembung

29
Gambar II- 14 Lengkung Vertikal Cekung
2.4.3 Menghitung Panjang Lengkung Vertikal
A. Lengkung Vertikal Cembung
Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan jarak pandang dapat dibedakan atas dua
keadaan yaitu:
1. Jarak pandang berada seluruh dalam daerah lengkung (S < L)

Gambar II- 15 Lengkung Vertikal Cembung Dengan S < L


Rumus:

............................................................(2.24)

Dimana:

L = Panjang lengkung vertikal (m)

A = Selisih kelandaian (g2 g1) (m)

h1 = Tinggi mata pengemudi (m)

h2 = Tinggi penghalang (m)

S = Jarak pandang henti (m)

30
2. Jarak pandang berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L)

Gambar II- 16 Lengkung Vertikal Cembung Dengan S > L


Rumus:

200(1 + 2 )2
= 2. ..................................................(2.25)

Dimana:

L = Panjang lengkung vertikal (m)

S = Jarak pandang menyiap (m)

A = Selisih kelandaian (g2 g1) (m)

3. Berdasarkan keluwesan bentuk


Rumus:

..........................................................................(2.26)
Dimana:
Lv = Panjang lengkung vertikal (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
4. Berdasarkan syarat drainase
Rumus:
= 50 . ................................................................................(2.27)

Lv = Panjang lengkung vertikal (m)


A = Selisih kelandaian (m)

Panjang lengkung vertikal cembung (Lv), yang diperoleh dari rumus Jarak
Pandang Menyiap pada umumnya akan menghasilkan Lv lebih panjang
daripada jika menggunakan rumus jarak pandang henti. Untuk penghematan
biaya Lv dapat ditentukan dengan Lv berdasarkan rumus Jarak Pandang Henti

31
dengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung tidak dapat
mendahului kendaraan didepannya, untuk keamanan dipasang rambu
(L.Hendarshin, 2000).

B. Lengkung Vertikal Cekung


Panjang lengkung vertikal cekung juga harus ditentukan dengan
memperhatikan:
1. Jarak penyinaran lampu kendaraan
Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan
batas jarak pandang yang dapat dilihat oleh pengemudi di malam hari. Di
dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setinggi 60 cm,
dengan sudut 1. Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan
menjadi atas 2 keadaan yaitu:
a. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan (S < L)

Gambar II- 17 Lengkung Vertikal Cekung Berdasarkan Jarak


Pandang Henti S < L

Rumus:

.........................................................(2.28)

b. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan (S > L)

Gambar II- 18 Lengkung Vertikal Cekung Berdasarkan Jarak


Pandang Menyiap S > L

32
Rumus:

.............................................(2.29)

2. Berdasarkan Kenyamanan
Rumus:
. 2
= ...................................................................(2.30)
390

Dimana:
Lv = Panjang lengkung vertikal (m)
A = Selisih kelandaian (m)

3. Berdasarkan keluwesan bentuk


Rumus:

................................................................(2.31)
Dimana:
Lv = Panjang lengkung vertikal (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
4. Berdasarkan syarat drainase
Rumus:
= 40 . ....................................................................(2.32)
Lv = Panjang lengkung vertikal (m)
A = Selisih kelandaian (m)

C. Jarak pandangan bebas dibawah bangunan pada lengkung vertikal cekung


a. Jarak pandangan S < L
Rumus:
. 2
= ..................................................(2.33)
800 . 400(1 +2 )

Dimana:
L = Panjang lengkung vertikal (m)
S = Jarak pandang menyiap (m)
33
A = Selisih kelandaian (g2 g1) (m)
C = Ruang bebas vertikal disarankan mengambil = 5,50 m
h1 = Tinggi mata pengemudi (m)
h2 = Tinggi penghalang (m)

b. Jarak pandang S > L


Rumus:
800 . 400(1 +2 )
= 2 . ..................................(2.34)

Dimana:
L = Panjang lengkung vertikal (m)
S = Jarak pandang menyiap (m)
A = Selisih kelandaian (g2 g1) (m)
C = Ruang bebas vertikal disarankan mengambil = 5,50 m
h1 = Tinggi mata pengemudi (m)
h2 = Tinggi penghalang (m)

3 Panjang lengkung vertikal cembung (Lv), yang diperoleh dari rumus Jarak Pandang
Menyiap pada umumnya akan menghasilkan Lv lebih panjang daripada jika
menggunakan rumus jarak pandang henti. Untuk penghematan biaya Lv dapat ditentukan
dengan Lv berdasarkan rumus Jarak Pandang Henti dengan konsekuensi kendaraan pada
daerah lengkung cembung tidak dapat mendahului kendaraan didepannya, untuk
keamanan dipasang rambu (L.Hendarshin, 2000).

2.4.5 Lajur Pendakian


1. Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan
berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan-
kendaraan lain pada umumnya, agar kendaraan-kendaraaan lain dapat
mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau
menggunakan lajur arah berlawanan.
2. Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai
kelandaian yang besarm menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.

34
3. Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Disediakan pada jalan arteri atau kolektor
b. Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000
SMP/hari, dan persentase truk > 15%
4. Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
5. Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter (gambar II-19).
6. Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (gambar II-20).

Gambar II- 19 Lajur Pendakian Tipikal

35
Gambar II- 20 Jarak Antara Dua Lajur Pendakian
2.4.6 Koordinasi Alinyemen
Alinyemen vertikal, alinyemen horisontal, dan potongan melintang jalan adalah
elemen-elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan sedemikian
rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan
pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman.

Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan


kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di
depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.

Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal harus memenuhi


ketentuan sebagai berikut:

1. Alinyemen horisontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, dan secara


ideal alinyemen horisontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal
2. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada
bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan
3. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan
4. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horisontal harus dihindarkan
5. Tikungan yang tajam diantara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan

36
Sebagai ilustrasi, gambar II-21 s.d. II-23 gambar menampilkan contoh-contoh
koordinasi alinyemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

Gambar II- 21 Koordinasi yang Ideal Antara Alinyemen Horisontal


Dengan Alinyemen Vertikal yang Saling Berhimpit

Gambar II- 22 Koordinasi yang Harus Dihindarkan, Dimana Alinyemen


Vertikal Menghalangi Pandangan Mengemudi Pada Saat Mulai
Memasuki Tikungan Pertama

Gambar II- 23 Koordinasi yang Harus Dihindarkan, Dimana pad


Bagian yang Lurus Pandangan Pengemudi Terhalang Oleh Puncak
Alinyemen Vertikal Sehingga Pengemudi Sulit Memperkirakan
Arah Alinyemen di Balik Puncak Tersebut

37
2.5 Galian Dan Timbunan
Volume galian dan timbunan berdasarakan gambar potongan melintang .dari gambar
tersebut dapat dihitung luas galian dan timbunan sedangkan jarak antar propel masing
masing yang dapat dilihat pada potongan memanjang kemudian perhitungan dimasukkan ke
dalam tabel.

Tabel II- 16 Contoh Tabel Perhitungan Galian dan timbunan

38
BAB III
METODE PERENCANAAN

3.1. Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam perencanaan
Rekayasa Jalan Raya ini adalah pengumpulan data dokumen dengan menggunakan data
sekunder. Yang terdiri dari data topografi, data lalu lintas, dan jumlah kendaraan.

3.2. Metode Analisa Data

3.2.1. Data Topografi


Data topografi ini berupa peta kontur tanah atau permukaan yang diperlukan
untuk mentrasi jalan sehingga dapat menentukan lokasi atau tempat jalan itu akan
dibuat. Adapun data sekunder ada pada halaman lampiran.

3.2.2. Data Lalu Lintas Harian


Merupakan data lalu lintas rencana dalam satua kendaraan/hari/2 arah yang
digunakan untuk menghitung lalu lintas harian rata-rata dalam satuan mobil.

Tabel 3.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata

39
Untuk data lalu lintas harian rata-rata yang diperoleh selanjutnya dikalikan
dengan koefisien dari masing-masing jenis kendaraan, sehingga diperoleh volume lalu
lintas harian rata-rata dalam satuan mobil penumpang (smp). Dari volume lalu lintas
dalam smp ini, salnjutnya dapat ditentukan kelas jalan yang direncanakan.

3.2.3. Metode Perencanaan Geometrik Jalan


Untuk perencanaan geometrik pada jalan A digunakan standar resmi dari
Direktorat Jenderal Bina Marga yaitu Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya
No. 13/1970 dari Bina Marga. Adapun tahap perencanaan geometrik jalan adalah
sebagai berikut:
1. Mentrase jalan pada Peta Topografi yang bertujuan untuk membuat lokasi
jalan pada peta dari titik awal dengan koordinat (x,y) ke titik akhir dengan
dihubungkan garis sumbu as jalan.
2. Menentukan klasifikasi medan pada Peta Topografi, yang bertujuan untuk
mengetahui apakah medan tersebut termasuk datar, perbukitan dan
pegunungan
Adapun cara menentukan klasifikasi medan adalah:
a. Melihat nilai garis kontur sebelah kiri dan kanan as jalan
b. Nilai yang lebih besar dikurangi yang lebih kecil kemudian dibagi jarak
antara kedua garis kontur
c. Hasil tersebut dikalikan 100% selanjutnya lihat ketentuan klasifikasi
medan
3. Menentukan sudut tangen pada titik perpotongan dan menentukan jarak
statsioning.
4. Menentukan ketentuan-ketentuan dasar peraturan perencenaan geometrik
seperti pada daftar 2.9.a (Standar Perencanaan Geometrik) agar dapat
menghasilkan jalan-jalan yang memuaskan, dengan memasukkan data lalu
lintas harian rata-rata dan klasifikasi medan.

40
5. Menghitung alinyemen horisontal
Dalam menentukan alinyemen horisontal yaitu dengan cara:
a. Menentukan bentuk tikungan pada titik perpotongan
b. Menghitung jari-jari (R) tikungan, dengan ketentuan pada daftar 2.1
(Standar Perencanaan Geometrik) didapat R minimum dan pada daftar
2.2 standar perencanaan alinyemen dimana batas jari-jari lengkung
tikungan menggunakan busur peralihan didapat R maksimum, sehingga
batasan untuk jari-jari adalah Rmin < R < Rmaks.
c. Menghitung panjang lengkung busur lingkaran pada tikungan circle,
tikungan spiral-circle-spiral, tikungan spiral-spiral
d. Perhitungan pelebaran pada perekerasan pada tikungan
e. Perhitungan kebebasan samping
f. Membuat diagram superelevasi.
6. Membuat penampang memanjang
Dalam pembuatan penampang memanjang ada 2 yaitu:
a. Membuat penampang memanjang adalah berupa garis potong yang
dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan, garis potong vertikal
ini digambar dalam bidang kertas gambar dimana ditunjukkan
ketinggian dari setiap titik-titik yang dilalui oleh sumbu jalan.
b. Membuat rencana jalan untuk mengetahui penggalian dan peninggian
terhadap tanah dasar, dan juga mengetahui kelandaian jalan.
7. Menghitung alinyemen vertikal
Dalam menghitung alinyemen vertikal ini dipengaruhi jarak pandang dan
tingginya penghalang. Menghitung penyimpangan dari titik pusat
perpotongan vertikal ke lengkung vertikal yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Membuat potongan vertikal pada sumbu jalan yang terdapat lengkung
vertikal cekung maupun lengkung vertikal cembung
b. Membuat lengkung aprabola sederhana pada potongan vertikal tersebut
c. Menghitung besarnya pergeseran dari titik pusat perpotongan vertikal ke
lengkungan vertikal (Ev)
d. Menghitung panjang lengkung vertikal (Lv)
e. Menghitung perbedaan kelandaian (A)
41
f. Menghitung panjang lengkung vertikal berdasarkan jarak pandang (S),
berdasarkan penyinaran lampu kendaraan, berdasarkan rasa tidak
nyaman kepada pengemudi
8. Penomoran panjang jalan (stationing)
Penomoran panjang jalan adalah memberikan nomor pada interval-niterval
tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan (Sta jalan) dibutuhkan sebagai
saran komunikasi untuk dengan cepat mengenal lokasi yang sedang
dibicarakan. Di samping itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh
informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan. Setiap Sta jalan
dilengkapi dengan potongan melintang.
9. Menggambar perencanaan geometrik jalan yang dibuat berdasarkan
perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan

42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data


4.1.1 Analisa Data Lalu Lintas
Data lalu lintas harian rata rata didapat dari pengumpulan data dengan survey
langsung ke lapangan untuk menghitung jumlah kendaraan. Karena dalam tugas ini tidak
dilakukan survey langsung ke lapangan maka digunakan data yang sudah ada seperti pada
Tabel IV-1 dibawah ini :

Tabel IV-1 Data Lalu Lintas Dalam Satuan Mobil Penumpang

Faktor SMP
No Jenis Kendaraan VLHR LHR
Datar/Bukit Gunung

Mobil Penumpang
1 1960 1,0 1,0 1960
(kendaraan ringan)

Pick up (kendaraan
2 319 1,2-2,4 2,0 638
sedang)

Truk kecil
3 256 1,2-2,4 1,5 384
(kendaraan sedang)

Jumlah Kendaraan/hari/2jalur = 2982

Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) yang besarnya
menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata rata untuk kedua jurusan. Jadi menurut Bina
Marga jumlah lalu lintas harian ratarata 1500 - 8000 smp dengan klisifikasi jalan yang akan
dibangun adalah jalan kelas II B.

4.1.2 Menentukan Klasifikasi Jalan


Jika titik pada potongan yang ditinjau berada diantara kontur yang elevasinya sama
maka tidak diperlukan perhitungan lagi dan lokasi tersebut dianggap datar. Jika masing-
masing ujung titik potongan berada pada elevasi yang berbeda, maka perlu dilakukan
perhitungan dengan cara selisih ketinggiannya di bagi dengan jarak kedua titik tersebut
kemudian di kalikan 100%.

43
Contoh:

1. Kemiringan Potongan 1-1

Gambar 4.1 Potongan Melintang 1-1

Kemiringan Pot. 1 1 = 0%

44
2. Kemiringan Potongan 2-2

Gambar 4.2 Potongan Melintang 2-2

|31,81 15,05|
Kemiringan Pot. 2 2 = 100% = 11,17%
150

45
3. Kemiringan Potongan 3-3

Gambar 4.3 Potongan Melintang 3-3

|46,49 26,06|
Kemiringan Pot. 3 3 = 100% = 13,62%
150

46
Tabel IV-2 Perhitungan Kemiringan Potongan Melintang

ELEVASI JARAK
BEDA KEMIRINGAN
NOMER MELINTANG
KIRI TENGAH KANAN TINGGI (%)
PATOK (m)
A B C d |e|=|a-c| f = e/d 100%
1-1' 10.00 10.00 10.00 150 0.00 0.00
2-2' 31.81 10.00 15.05 150 16.76 11.17
3-3' 46.49 20.00 26.06 150 20.43 13.62
4-4' 54.00 30.00 35.75 150 18.24 12.16
5-5' 61.07 40.00 43.01 150 18.06 12.04
6-6' 68.38 50.00 52.51 150 15.87 10.58
7-7' 78.24 60.00 60.75 150 17.49 11.66
8-8' 86.47 70.00 67.72 150 18.75 12.50
9-9' 94.72 80.00 78.78 150 15.94 10.63
10-10' 90.10 90.00 99.16 150 9.06 6.04
11-11' 98.54 100.00 103.44 150 4.89 3.26
12-12' 113.70 110.00 108.92 150 4.78 3.18
13-13' 126.00 120.00 114.35 150 11.64 7.76
14-14' 135.34 120.00 109.08 150 26.26 17.51
15-15' 119.21 110.00 100.80 150 18.41 12.27
16-16' 109.89 100.00 91.60 150 18.29 12.19
17-17' 97.41 90.00 90.00 150 7.41 4.94
18-18' 90.00 90.00 99.43 150 9.43 6.29
19-19' 91.69 100.00 101.69 150 10.00 6.67
20-20' 100.08 110.00 122.81 150 22.73 15.16
21-21' 100.00 120.00 129.00 150 29.00 19.33
22-22' 102.65 120.00 128.31 150 25.66 17.11
23-23' 103.41 110.00 126.73 150 23.32 15.55
24-24' 105.37 117.27 128.01 150 22.64 15.09
25-25' 118.26 120.00 121.95 150 3.69 2.46
26-26' 132.69 130.00 136.65 150 3.96 2.64
27-27' 139.35 140.00 144.71 150 5.36 3.57
28-28' 146.63 150.00 160.85 150 14.22 9.48
29-29' 151.11 160.00 170.25 150 19.14 12.76
30-30' 155.88 170.00 171.91 150 16.03 10.69
31-31' 157.57 170.00 177.36 150 19.78 13.19
32-32' 154.93 160.00 171.02 150 16.09 10.72
33-33' 90.00 90.00 90.00 150 0.00 0.00
34-34' 90.00 90.00 90.00 150 0.00 0.00
35-35' 132.50 130.00 144.80 150 12.30 8.20
36-36' 114.16 130.00 151.15 150 36.99 24.66

47
37-37' 122.28 140.00 162.28 150 40.00 26.66
38-38' 135.87 143.71 172.71 150 36.84 24.56
39-39' 138.39 140.00 139.38 150 1.00 0.67
40-40' 130.48 130.00 131.62 150 1.14 0.76
41-41' 130.00 130.00 130.00 150 0.00 0.00
42-42' 140.00 140.00 134.19 150 5.81 3.87
43-43' 139.06 140.00 140.00 150 0.94 0.63
44-44' 126.87 130.00 132.24 150 5.37 3.58
45-45' 109.53 120.00 121.48 150 11.95 7.97
46-46' 101.24 110.00 114.37 150 13.13 8.75
47-47' 80.35 100.00 104.41 150 24.06 16.04
48-48' 71.90 90.00 102.00 150 30.09 20.06
49-49' 65.36 80.00 97.77 150 32.40 21.60
50-50' 59.46 70.00 85.29 150 25.83 17.22
51-51' 51.85 60.00 69.87 150 18.02 12.01
52-52' 50.00 50.00 50.80 150 0.80 0.53
53-53' 50.00 50.00 50.00 150 0.00 0.00

Tabel IV-3 Kalisifikasi Jalan Sesuai dengan Kemiringan

KLASIFIKASI
POTONGAN JALAN KEMIRINGAN
MEDAN

1 s/d 14 LURUS 9,44% PERBUKITAN

15 s/d 19 TIKUNGAN D1 8,47% PERBUKITAN

20 s/d 21 LURUS 17,24% PERBUKITAN

22 s/d 30 TIKUNGAN H2 9,93% PERBUKITAN

31 s/d 36 LURUS 9,46% PERBUKITAN

37 s/d 39 TIKUNGAN H5 17,30% PERBUKITAN

40 s/d 53 LURUS 8,07% PERBUKITAN

48
4.1.3 Menghitung Jarak dan sudut
Diketahui masing-masing Koordinat sebagai berikut (dapat dilihat digambar III-1) :

A3 : (-1500 ; +500)

D1 : (-691,82; +801,98)

H2 : (+244,09; +536,11)

H5 : (+370,11; -167,08)

J9 : (+750; -1000)

Gambar 4-4 Koordinat masing-masing titik

4.1.4 Perhitungan Jarak


Dari koordinat yang diketahui maka dapat dicari masing masing jaraknya yaitu :

1 = (1 3 )2 + (1 3 )2

1 = (691,82 (1500))2 + (801,98 500)2 = 862,75227

2 = (2 1 )2 + (2 1 )2

49
2 = (244,09 (691,82))2 + (536,11 801,98)2 = 972,94556

3 = (5 2 )2 + (5 2 )2

3 = (370,11 244,09)2 + (167,08 536,11)2 = 714,39478

2 2
4 = (9 5 ) + (9 5 )

4 = (750 370,11)2 + (1000 (167,08))2 = 915,4630

4.1.5 Perhitungan Sudut


1. Perhitungan Sudut Tangen Pada Tikungan D1
Sudut ( 1)

|1 3 | |801,98 500|
1 = = = 0,3737
|1 3 | |(691,82) (1500)|

1 = tan 0,3737 = 20,4907 = 20 29 26,58"

|2 1 | |536,11 801,98|
1 = = = 0,28408
|2 1 | |244,09 (691,82)|

1 = tan 0,28408 = 15,8588 = 15 51 31,64"

Jadi sudut (1),

1 = 1 + 2 = 20,4907 + 15,8588 = 36,35 = 36 21 0"

50
2. Perhitungan Sudut Tangen Pada Tikungan H2
Sudut ( 2)

|2 1 | |536,11 801,98|
1 = = = 0,28408
|2 1 | |(244,09) (691,82)|

1 = tan 0,28408 = 15,8588 = 15 51 31,64"

|5 2 | |370,11 244,09|
2 = = = 0,17921
|5 2 | |167,08 536,11|

2 = tan 0,17921 = 10,1601 = 10 9 36,45"

Jadi sudut (2),

2 = 90 (1 + 2) = 90 (15,8588 + 10,1601) = 63,98 = 635848"

3. Perhitungan Sudut Tangen Pada Tikungan H5


Sudut ( 3)

|5 2 | |370,11 244,0|
1 = = = 0,17921
|5 2 | |167,08 536,11|

1 = tan 0,17921 = 10,1601 = 10 9 36,45"

|9 5 | |750 370,11|
2 = = = 0,45609
|9 5 | |(1000 (167,08))|

2 = tan 0,45609 = 24,5173 = 24 31 2,12"

51
Jadi sudut (3),

3 = (2 1) = (24,5173 10,1601) = 14,357 = 14 21 25,2"

Berdasarkan perhitungan pada peta kontur, di dapat jarak dan sudut sebagai berikut :

d1 = 862,75227 m 1 = 36 21 0"

d2 = 972,94556 m 2 = 63 58 48"

d3 = 714,39478 m 3 = 14 21 25,2"

d4 = 915,4630 m

dtotal = d1+d2+d3+d4

= 862,75227 + 972,94556 + 714,39478 + 915,4630

= 3465,556

Duga Rencana atau penentuan di estimasi menurut pertimbangan perencana


dengan memperhatikan, keadaan medan, perbandingan antara timbunan dan
galian. Gambar di bawah ini adalah contoh cara yang digunakan perencana
sebagai pertimbangan penentuan titik duga rencana elevasi jalan yang
direncanakan.

52
4.2 Perhitungan Alinemen Horizontal
4.2.1 Perhitungan Tikungan I (D1)
Jalan yang direncanakan pada tikungan D1 memiliki kemiringan medan 8,47% maka
menurut Tabel II-4 Klasifikasi Menurut Medan Jalan, Jalan yang direncanakan ini termasuk
jenis medan perbukitan.

Berdasarkan kriteria perencanaan Tabel II - 5 Klasifikasi Jalan Raya dengan Lalu


Lintas Harian Rata-rata (LHR) yang didapat adalah 2982 kendaraan/hari/2jalur maka jalan
yang direncanakan termasuk jenis Jalan Raya Sekunder Kelas II B. Sehingga diperoleh data
perencanaan sebagai berikut:

1. Kecepatan rencana 60 Km/jam,


2. Lebar daerah penguasaan minimum 30 m,
3. Lebar perkerasan 2x3,50 m,
4. Lebar bahu 2,5 m,
5. Lereng melintang perkerasan 2%,
6. Lereng melintang bahu 6%,
7. Jenis lapisan permukaan yaitu Penetrasi berganda/setaraf,
8. Miring tikungan maksimum 10%,
9. Jari-jari lengkung minimum 115 m,
10. dan Landai maksimum 7%.
Standar perencanaan alinyemen berdasarkan Tabel II-16 untuk kelas jalan II B dengan
klasifikasi medan perbukitan dan kecepatan rencana 60 km/jam maka digunakan:

a. Jarak pandang henti 75 m,


b. Jarak pandang menyiap 380 m,
c. Jari lengkung minimum dimana miring tikungan tak perlu yaitu 1000 m,
d. Batas jari-jari minimum (R) lengkung dimana harus menggunakan busur peralihan
yaitu 700 m,
1
e. dan Landai relatif maksimum antara tepi perkerasan adalah 125 .

Menurut Tabel II-17 Koefisien gesekan melintang pada tikungan untuk kecepatan
rencana 60 km/jam maka digunakan Fmaks = 0,153.

53
Menentukan jari-jari minimum yang akan digunakan:

Perhitungan jari jari lengkung lintasan (Rc)

Rumus:

2
=
127( + )

602
= = 112.04133080 112
127(0,1 + 0,153)

Dalam perhitungan tikungan ini, karena R rencana tidak memenuhi syarat maka
digunakan Rmin = 115 m.

Tikungan I dengan 1 = 36,35 = 36 21 0" dicoba tikungan spiral circle spiral.

1. Perhitungan panjang lengkung spiral (Ls)


Dalam perhitungan tikungan ini digunakan jari-jari lingkaran dengan
ukuran 115 m. Menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
1997, diambil nilai terbesar dari tiga persamaan di bawah ini:

a. Menurut Bina Marga (luar kota), waktu tempuh maksimum (3 detik),


untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :

= = 3
3,6
60
= 3 = 50
3,6

b. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus Modifikasi


Shortt, sebagai berikut:
3 .
= 0,022 2,727
.
603 60 0,1
= 0,022 2,727
115 0,4 0,4
= 62,399

Nilai e pada perhitungan diatas digunakan nilai superelevasi


maksimum(emaks)

C = perubahan percepatan, 0,3-1,0 m/dt3dicoba 0,40 m3/dt

Sumber: (SHIRLEY, 2000)


54
c. Berdasarkan kelandaian relative maksimum
( ) (0,10 0,02)
= = 60
3,6 3,6 0,035
= 38,095
untuk V=60 km/jam maka, re mak = 0,035 m/m/dt

2. Perhitungan bagian spiral


90 90 62,399
= = = 15,552 = 15 33 03"
3,14 115

2 62,3992
= = = 5,643
6 6 115

2 62,3992
= . (1 ) = 62,399 (1 ) = 61,9397
40 2 40 1152

= (1 cos ) = 5,643 115(1 cos 15,552)

= 1,433

3
= . sin
40 2

62,3993
= 62,399 115 sin 15,552 = 31,1067
40 1152
3. Perhitungan jarak titik station ke lengkung lingkaran ( Es )
1
= ( + ). 1 ]
2
= (115 + 1,433) 1,053 115
= 7,604
1
= ( + ) tan 1 +
2
= (115 + 1,433) 0,328 + 31,1067 = 69,3316

4. Perhitungan lengkung circle ( Lc )


= 1 (2 ) = 36,35 2 15,552 = 5,246
5,246
=
. = 3,14 115 = 10,524
180 180
Lc = 10,524 > 20 m (TIDAK OK)

maka tidak memenuhi syarat perhitungan dengan S-C-S sehingga di


coba dengan lengkung tipe SS

55
Rumus perhitungan untuk lengkung tipe S-S

= 0

1 1
= . 1 = 36,35 = 18,175
2 2
. . 18,175 3,14 115
= = = 72,922
90 90
Ls > Ls min

72,922 > 62,399

5. Perhitungan bagian spiral


90 90 72,922
= = = 18,175 = 18 10 29,88"
3,14 115

2 72,9222
= = = 7,707
6 6 115

2 72,9222
= . (1 ) = 72,922 (1 ) = 72,189
40 2 40 1152

= (1 cos ) = 7,707 115(1 cos 18,175)

= 1,9695

3
= . sin
40 2

72,9223
= 72,922 115 sin 18,175 = 36,318
40 1152
6. Perhitungan jarak titik station ke lengkung lingkaran ( Es )
1
= ( + ). 1 ]
2
= (115 + 1,9695) 1,053 115
= 8,169
1
= ( + ) tan 1 +
2
= (115 + 1,9695) 0,328 + 36,318 = 74,684

Jadi memenuhi syarat lengkung S-S

56
7. Perhitungan Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
1. Berdasarkan Tabel II-3 Untuk perencanaan jalan kelas IIB,
digunakan kendaraan rencana adalah kendaraan sedang dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Lebar kendaraan rencana (b) : 2,6 m
b. Jarak antar gandar (P) :5m
c. Tonjolan depan kendaraan (A) : 2,1 m
d. Jumlah lajur (n) :2
e. Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) : 2 x 3,5 m
2. B adalah lebar pekerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan
pada lajur sebelah dalam
2
= { 64 + 1,25} + 64 2 64 + 1,25
2

2
= {1152 64 + 1,25} + 64 1152 64 + 1,25

= 0,276

3. Tambahan lebar akibat kesukaran mengemudi di tikungan (Z)


0,105 0,105 60
= = = 0,587
115

Jadi tambahan lebar pekerasan di tikungan IV


= ( + ) +
Dimana Bn adalah lebar perkerasan = 2 x 3,5 m = 7 m
Untuk Bn = 7 C = 1 m
= 2(0,276 + 1) + 0,587 = 2,699
<
3,139 < 7
Karena Bt lebih kecil dari Bn maka tidak perlu diadakan pelebaran
perkerasan

57
8. Perhitungan Kebebasan Samping Pada Tikungan I
Berdasarkan Tabel II-16 Standar perencanaan alinyemen untuk kecepatan
rencana 60 km/jam maka digunakan:
1. Jarak pandang henti (S) = 75 m
2. Jarak pandang menyiap (M) = 380 m
Ltot pada perhitungan = 72,922 m
Untuk S < L, maka:
90 90 75
= = = 18,693
3,14 115
= (1 cos )
= 115 (1 cos 18,693)
= 6,066
9. Mencari Titik-Titik di Tikungan
Sta A = 0 + 000
StaTS1 = Sta A + d1 TS1

= (0 + 000) + 862,75227 74,684

= 0 + 788,068

Sta ST1 = StaTS1 + 2 x LS

= (0 + 788,068) + 145,844

= 0 + 933,912
Jadi panjang jalan rencana dari titik A Sta ST1 adalah 933,912 m

58
4.2.2 Perhitungan Tikungan II (H2)
Jalan yang direncanakan pada tikungan H2 memiliki kemiringan medan 9,93% maka
menurut Tabel II-6 Klasifikasi Menurut Medan Jalan, Jalan yang direncanakan ini termasuk
jenis medan perbukitan.

Berdasarkan kriteria perencanaan Tabel II - 7 Klasifikasi Jalan Raya dengan Lalu


Lintas Harian Rata-rata (LHR) yang didapat adalah 2982 kendaraan/hari/2jalur maka jalan
yang direncanakan termasuk jenis Jalan Raya Sekunder Kelas II B. Sehingga diperoleh data
perencanaan sebagai berikut:

1. Kecepatan rencana 60 Km/jam,


2. Lebar daerah penguasaan minimum 30 m,
3. Lebar perkerasan 2x3,50 m,
4. Lebar bahu 2,5 m,
5. Lereng melintang perkerasan 2%,
6. Lereng melintang bahu 6%,
7. Jenis lapisan permukaan yaitu Penetrasi berganda/setaraf,
8. Miring tikungan maksimum 10%,
9. Jari-jari lengkung minimum 115 m,
10. dan Landai maksimum 7%.
Standar perencanaan alinyemen berdasarkan Tabel II-16 untuk kelas jalan II B dengan
klasifikasi medan perbukitan dan kecepatan rencana 60 km/jam maka digunakan:

a. Jarak pandang henti 75 m,


b. Jarak pandang menyiap 380 m,
c. Jari lengkung minimum dimana miring tikungan tak perlu yaitu 1000 m,
d. Batas jari-jari minimum (R) lengkung dimana harus menggunakan busur peralihan
yaitu 700 m,
1
e. dan Landai relatif maksimum antara tepi perkerasan adalah 125 .

Menurut Tabel II-17 Koefisien gesekan melintang pada tikungan untuk kecepatan
rencana 60 km/jam maka digunakan Fmaks = 0,153.

59
Menentukan jari-jari minimum yang akan digunakan:

Perhitungan jari jari lengkung lintasan (Rc)

Rumus :

2
=
127( + )

602
= = 112,041 112
127(0,1 + 0,153)

Dalam perhitungan tikungan ini, karena R rencana tidak memenuhi syarat maka
digunakan Rmin = 115 m. Tikungan II dengan 2 = 63,98 = 63 58 48" dicoba
tikungan spiral circle spiral.
1. Perhitungan panjang lengkung spiral (Ls)
Dalam perhitungan tikungan ini digunakan jari-jari lingkaran dengan
ukuran 115 m. Menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
1997, diambil nilai terbesar dari tiga persamaan di bawah ini:
a. Menurut Bina Marga (luar kota), waktu tempuh maksimum (3 detik),
untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :

= = 3
3,6
60
= 3 = 50
3,6

b. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus Modifikasi


Shortt, sebagai berikut:
3 .
= 0,022 2,727
.
603 60 0,1
= 0,022 2,727
115 0,4 0,4
= 62,399

Nilai e pada perhitungan diatas digunakan nilai superelevasi


maksimum(emaks)

C = perubahan percepatan, 0,3-1,0 m/dt3dicoba 0,40 m3/dt

60
c. Berdasarkan kelandaian relative maksimum
( ) (0,10 0,02)
= = 60
3,6 3,6 0,035
= 38,095
untuk V=60 km/jam maka, re mak = 0,035 m/m/dt
2. Perhitungan bagian spiral
90 90 62,399
= = = 15,552 = 15 33 03"
3,14 115

2 62,3992
= = = 5,643
6 6 115

2 62,3992
= . (1 2 ) = 62,399 (1 ) = 61,9397
40 40 1152

= (1 cos ) = 5,643 115(1 cos 15,552)

= 1,433

3
= . sin
40 2

62,3993
= 62,399 115 sin 15,552 = 31,1067
40 1152
3. Perhitungan jarak titik station ke lengkung lingkaran ( Es )
1
= ( + ). 2 ]
2
= (115 + 1,433) 1,179 115
= 22,280
1
= ( + ) tan 2 +
2
= (115 + 1,433) 0,625 + 31,1067 = 103,877

4. Perhitungan lengkung circle ( Lc )


= 2 (2 ) = 63,98 2 15,552 = 32,876
32,876
= . = 3,14 115 = 65,953
180 180
Lc = 65,953 > 20 m (OK)

maka memenuhi syarat perhitungan dengan S-C-S sehingga dapat


digunakan

61
5. Perhitungan panjang tikungan total
L tot = Lc + 2. Ls < 2 Ts

L tot = 65,953 + 2 62,399 < 2 x 103,877 m

L tot = 190,751 m < 207,754 m ( memenuhi syarat )

6. Perhitungan Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan


1. Berdasarkan Tabel II-3 Untuk perencanaan jalan kelas IIB, digunakan
kendaraan rencana adalah kendaraan sedang dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Lebar kendaraan rencana (b) : 2,6 m
b. Jarak antar gandar (P) :5m
c. Tonjolan depan kendaraan (A) : 2,1 m
d. Jumlah lajur (n) :2
e. Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) : 2 x 3,5 m
2. B adalah lebar pekerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan
pada lajur sebelah dalam
2
= { 2 64 + 1,25} + 64 2 64 + 1,25

2
= {1152 64 + 1,25} + 64 1152 64 + 1,25

= 0,276

3. Tambahan lebar akibat kesukaran mengemudi di tikungan (Z)


0,105 0,105 60
= = = 0,587
115
Jadi tambahan lebar pekerasan di tikungan I
= ( + ) +
Dimana Bn adalah lebar perkerasan = 2 x 3,5 m = 7 m
Untuk Bn = 7 C = 1 m
= 2(0,276 + 1) + 0,587 = 2,699
<
3,139 < 7

62
Karena Bt lebih kecil dari Bn maka tidak perlu diadakan pelebaran
perkerasan

7. Perhitungan Kebebasan Samping Pada Tikungan II


Berdasarkan Tabel II-16 Standar perencanaan alinyemen untuk kecepatan
rencana 60 km/jam maka digunakan:
1. Jarak pandang henti (S) = 75 m
2. Jarak pandang menyiap (M) = 380 m
Ltot pada perhitungan = 77,653 m
Untuk S < L, maka:
90 90 75
= = = 18,693
3,14 115
= (1 cos )
= 115 (1 cos 18,693)
= 6,066
8. Mencari Titik-Titik di Tikungan
Sta TS2 = StaST1 + d2 TS1 TS2
= (0 + 933,912) + 972,94556 74,684 103,877
= 1 + 728,297
StaSC2 = Sta TS2 + LS
= (1 + 728,297) + 62,399
= 1 + 790,696
Sta CS2 = StaSC2 + LC
= (1 + 790,696) + 65,953
= 1 + 856,649
Sta ST2 = Sta CS2 + LS
= (1 + 856,649) + 62,399
= 1 + 919,048
Jadi panjang jalan rencana dari titik A Sta ST2 adalah 1919,048 m

63
4.2.3 Perhitungan Tikungan III (H5)
Jalan yang direncanakan pada tikungan H5 memiliki kemiringan medan 17,30%
maka menurut Tabel II-8 Klasifikasi Menurut Medan Jalan, Jalan yang direncanakan ini
termasuk jenis medan perbukitan.

Berdasarkan kriteria perencanaan Tabel II - 9 Klasifikasi Jalan Raya dengan Lalu


Lintas Harian Rata-rata (LHR) yang didapat adalah 2982 kendaraan/hari/2jalur maka jalan
yang direncanakan termasuk jenis Jalan Raya Sekunder Kelas II B. Sehingga diperoleh data
perencanaan sebagai berikut:

1. Kecepatan rencana 60 Km/jam,


2. Lebar daerah penguasaan minimum 30 m,
3. Lebar perkerasan 2x3,50 m,
4. Lebar bahu 2,5 m,
5. Lereng melintang perkerasan 2%,
6. Lereng melintang bahu 6%,
7. Jenis lapisan permukaanj yaitu Penetrasi berganda/setaraf,
8. Miring tikungan maksimum 10%,
9. Jari-jari lengkung minimum 115 m
10. dan Landai maksimum 7%.
Standar perencanaan alinyemen berdasarkan Tabel II-16 untuk kelas jalan II B dengan
klasifikasi medan perbukitan dan kecepatan rencana 60 km/jam maka digunakan:
a. Jarak pandang henti 75 m,
b. Jarak pandang menyiap 380 m,
c. Jari lengkung minimum dimana miring tikungan tak perlu yaitu 1000 m,
d. Batas jari-jari minimum (R) lengkung dimana harus menggunakan busur peralihan
yaitu 700 m,
1
e. dan Landai relatif maksimum antara tepi perkerasan adalah 125 .

Menurut Tabel II-17 Koefisien gesekan melintang pada tikungan untuk kecepatan
rencana 60 km/jam maka digunakan Fmaks= 0,153.

64
Menentukan jari-jari minimum yang akan digunakan:

Perhitungan jari jari lengkung lintasan (Rc)

Rumus :

2
=
127( + )

602
= = 112,041 112
127(0,1 + 0,153)

Dalam perhitungan tikungan ini, karena R rencana tidak memenuhi syarat maka
digunakan Rmin = 115 m. Pada tikungan III mempunyai sudut 3 = 14,357 =
14 21 25,2", maka dicoba menggunakan tikungan spiral circle spiral.

1. Perhitungan panjang lengkung spiral (Ls)


Dalam perhitungan tikungan ini digunakan jari-jari lingkaran dengan
ukuran 115 m. Panjang lengkung peralihan (Ls), Menurut Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, diambil nilai terbesar dari tiga
persamaan di bawah ini:

a. Menurut Bina Marga (luar kota), waktu tempuh maksimum (3 detik),


untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :

= = 3
3,6
60
= 3 = 50
3,6

b. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus Modifikasi


Shortt, sebagai berikut:
3 .
= 0,022 2,727
.
3
60 60 0,1
= 0,022 2,727
115 0,4 0,4
= 62,399

Nilai e pada perhitungan diatas digunakan nilai superelevasi


maksimum(emaks)

65
C = perubahan percepatan, 0,3-1,0 m/dt3dicoba 0,40 m3/dt

c. Berdasarkan kelandaian relative maksimum


( ) (0,10 0,02)
= = 60
3,6 3,6 0,035
= 38,095
untuk V=60 km/jam maka, re mak = 0,035 m/m/dt
2. Perhitungan bagian spiral
90 90 62,399
= = = 15,552 = 15 33 03"
3,14 115

2 62,3992
= = = 5,643
6 6 115

2 62,3992
= . (1 ) = 62,399 (1 ) = 61,9397
40 2 40 1152

= (1 cos ) = 5,643 115(1 cos 15,552)

= 1,433

3
= . sin
40 2

62,3993
= 62,399 115 sin 15,552 = 31,1067
40 1152
3. Perhitungan jarak titik station ke lengkung lingkaran ( Es )
1
= ( + ). 3 ]
2
= (115 + 1,433) 1,008 115
= 2,35285
1
= ( + ) tan 3 +
2
= (115 + 1,433) 0,126 + 31,1067 = 45,7712

4. Perhitungan lengkung circle ( Lc )


= 3 (2 ) = 14,357 2 15,552 = 16,747
16,747
=
. = 3,14 115 = 33,596
180 180
Lc = , > 20 m (TIDAK OK)

66
maka tidak memenuhi syarat perhitungan dengan S-C-S sehingga di
coba dengan lengkung tipe SS

Rumus perhitungan untuk lengkung tipe S-S

= 0

1 1
= . 3 = 14,357 = 7,1785
2 2
. . 7,1785 3,14 115
= = = 28,802
90 90
Ls > Ls min

28,802 > 62,399 (TIDAK OK)

maka tidak memenuhi syarat perhitungan dengan S-S sehingga di


coba dengan lengkung tipe FC

5. Perhitungan Menggunakan Tipe FC


1 1
= 3 = 115 14,357 = 14,484
2 2
1 1
= 3 = 14,484 14,357 = 0,9085
4 4
3 2 14,357 2 3,14 115
= = = 28,8017
360 360
Syarat:
<
28,8017 < 28,968 ............................. (OK)
= = 3,5 0,10 125 = 43,75
6. Perhitungan Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
1. Berdasarkan Tabel II-3 Untuk perencanaan jalan kelas IIB, digunakan
kendaraan rencana adalah kendaraan sedang dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Lebar kendaraan rencana (b) : 2,6 m
b. Jarak antar gandar (P) :5m
c. Tonjolan depan kendaraan (A) : 2,1 m

67
d. Jumlah lajur (n) :2
e. Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) : 2 x 3,5 m
2. B adalah lebar pekerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan
pada lajur sebelah dalam
2
= { 64 + 1,25} + 64 2 64 + 1,25
2

2
= {1152 64 + 1,25} + 64 1152 64 + 1,25

= 0,276
3. Tambahan lebar akibat kesukaran mengemudi di tikungan (Z)
0,105 0,105 60
= = = 0,587
115
Jadi tambahan lebar pekerasan di tikungan V
= ( + ) +
Dimana Bn adalah lebar perkerasan = 2 x 3,5 m = 7 m
Untuk Bn = 7 C = 1 m
= 2(0,276 + 1) + 0,587 = 2,699
<
3,139 < 7
Karena Bt lebih kecil dari Bn maka tidak perlu diadakan pelebaran
perkerasan.
7. Perhitungan Kebebasan Samping Pada Tikungan III
Berdasarkan Tabel II-16 Standar perencanaan alinyemen untuk kecepatan
rencana 60 km/jam maka digunakan:
1. Jarak pandang henti (S) = 75 m
2. Jarak pandang menyiap (M) = 380 m
Ltot pada perhitungan = 267,031 m
Untuk S < L, maka:
90 90 75
= = = 18,683
3,14 115
= (1 ) = 115(1 18,683) = 6,0601

68
8. Mencari Titik-Titik di Tikungan714,39478
StaTC1 = Sta ST2 + d3 TS2 TC
= (1 + 919,048) + 714,39478 103,877 14,484
= 2 + 515,082
Sta CT1 = StaTC1 + LC
= (2 + 515,082) + 28,8017
= 2 + 543,8835
Sta J9 = Sta CT1 TC + d4
= (2 + 543,8835) 14,484 + 915,4630
= 3 + 444,86248
Jadi panjang jalan rencana dari titik A J9 adalah 3444,86248 m

1. Dari hasil perhitungan Alinemen horisontal didapat rencana jalan seperti pada
gambar dibawah ini :

Gambar IV-2 Hasil perhitungan alinemen horisontal

69
4.3 Perhitungan Alinemen Vertikal
Perhitungan Alinemen Vertikal ini dihitung berdasarkan data-data pada potongan
memanjang rencana jalan.

4.3.1 Perhitungan PPV1


Perhitungan g (A-PPV1)

Jarak patok A ke PPV1 = 305,1388 m


Duga rencana patok A = 75
Duga rencana pada PPV1 = 75

Duga rencana pada PPV1 - Duga rencana patok A


g1 x100%
Jarak patok A ke PPV1

7575
1 = 100%
305,1388

g1 0%

Perhitungan g (PPV1-PPV2)

Jarak patok PPV1 ke PPV2 = 459,097 m


Duga rencana pada PPV1 = 75
Duga rencana pada PPV2 = 105

Duga rencana pada PPV2 - Duga rencana pada PPV1


g2 x100%
Jarak patok PPV1 ke PPV2

105 75
2 = 100%
459,097

g 2 6,53%

1. Data - data :
g1 =0%

g2 = 6,53 %

Sta. PPV1 = 0 + 305,14

Elevasi PPV1 = +75

2. Perbedaan kelandaian (A)


A = g2-g1
70
A = 6,53 % - 0 %

A = 6,53 %

Gambar sesuai data :

Gambar4-1 Perbedaan kelandaian di titik PPV1


Maka didapat bentuk PPV1 adalah CEKUNG

3. Menentukan Panjang Lengkung Vertikal (Lv)


A. Berdasarkan rumus 2.1 jarak pandang henti adalah sebagai berikut :
2
Vr

Jh
VR
.T 3,6
3,6 2. g . f

Dimana :

VR = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan


berdasarkan tabel 2-9

2 60 2
(3,6) 60 (3,6)
= . + = 2,5 + = 84,613
3,6 2. . 3,6 2 9,8 0,33

B. Untuk mencari jarak pandang menyiap digunakan tabel 2-11 dengan


kecepatan rencana 60 km/jam adalah 353 m
C. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S < L)
2
=
120 + 3,50
6,53 84,6132
=
120 + 3,50 84,613
= 112,342

71
Syarat:
<
84,613 < 112,342...................................... OK
D. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S > L)
120 + 3,5
= 2

120 + 3,5 84,613
= 2 84,613
6,53
= 105,498
Syarat:
>
84,613 > 105,498....................................... OK
E. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S <
L)
2
=
120 + 3,50
6,53 3532
=
120 + 3,50 353
= 600,293
Syarat:
<
353 < 600,293...................................... OK
F. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S >
L)
120 + 3,5
= 2

120 + 3,5 353
= 2 353
6,53
= 498,4196
Syarat:
>
353 > 498,4196.......................................TIDAK OK
G. Berdasarkan Keluwesan Bentuk
= 0,6

72
= 0,6 60 Dimana V rencana = 60 km/jam
= 36
H. Berdasarkan Syarat Drainase
= 40
= 40 6,53
= 261,2
I. Berdasarkan Kenyamanan
2
=
390
6,53 602
=
390
= 60,277
Panjang lengkung vertikal cembung (Lv), yang diperoleh dari rumus Jarak
Pandang Menyiap pada umumnya akan menghasilkan Lv lebih panjang
daripada jika menggunakan rumus jarak pandang henti. Untuk penghematan
biaya Lv dapat ditentukan dengan Lv berdasarkan rumus Jarak Pandang Henti
dengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung tidak dapat
mendahului kendaraan didepannya, untuk keamanan dipasang rambu
(L.Hendarshin, 2000).
Jadi LV yang digunakan adalah LV berdasarkan drainase yaitu 261,2 m
J. Menghitung Panjang Penyimpangan

=
800
6,53 261,2
=
800
= 2,132
Keterangan:
Tanda (-) menunjukkan bahwa jalan di bawah titik PPV
Tanda (+) menunjukkan bahwa jalan di atas titik PPV
. 2
=
200
1 1
= = 261,2 = 130,6
2 2
. 2 6,53. 130,6 2
= = = 2,132
200 200 . 261,2
73
y = Ev

K. Menentukan Elevasi Stationing


Elv. PLV = Elv. PPV1 (g1 . Lv)
= +75 (0% . 261,2)
= +75 m
Sta. PLV = Sta PPV1 Lv
= (0+305,14) . 261,2
= 0 + 174,54 m
Elv. PPV1 = Elv. PPV1 + Ev
= +75 + 2,132
= +77,132 m
Sta. PPV1 = Sta. A + Jarak Patok A ke PPV1
= (0 + 0.00) + (305,14)
= 0 + 305,14 m
Elv. PTV = Elv. PPV1 + (g2 . Lv)
= +75 + (6,53% . 261,2)
= +83,528
Sta. PTV = Sta. PPV1 + Lv
= (0 + 305,14) + 261,2
= 0 + 435,74

4.3.2 Perhitungan PPV2


Perhitungan g (PPV1-PPV2)
Jarak patok PPV1 ke PPV2 = 459,097 m
Duga rencana patok PPV1 = 75
Duga rencana pada PPV2 = 105
Duga rencana pada PPV2 - Duga rencana pada PPV1
g2 x100%
Jarak patok PPV1 ke PPV2
10575
2 = 100%
459,097

g 2 6,53%
Perhitungan g (PPV2-PPV3)
Jarak patok PPV2 ke PPV3 = 1785,86 m

74
Duga rencana pada PPV2 = 105
Duga rencana pada PPV3 = 105
Duga rencana pada PPV3 - Duga rencana pada PPV2
g3 x100%
Jarak patok PPV2 ke PPV3
105105
3 = 100%
1785,86

g 3 0%
1. Data - data :
g2 = 6,53 %

g3 =0%

Sta. PPV2 = 0 + 764,24

Elevasi PPV2 = +105

2. Perbedaan kelandaian (A)


A = g3-g2

A = 0 % - 6,53 %

A = - 6,53 % (karena kelandaian menurun)

Gambar sesuai data :

Gambar 4-2 Perbedaan kelandaian di titik PPV2


Maka didapat bentuk PPV2 adalah CEMBUNG

3. Menentukan Panjang Lengkung Vertikal (Lv)


A. Berdasarkan rumus 2.1 jarak pandang henti adalah sebagai berikut :
2
Vr

Jh
VR
.T 3,6
3,6 2. g . f

Dimana :
75
VR = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan


berdasarkan tabel 2-9

2 60 2
(3,6) 60 (3,6)
= . + = 2,5 + = 84,613
3,6 2. . 3,6 2 9,8 0,33

B. Untuk mencari jarak pandang menyiap digunakan tabel 2-11 dengan


kecepatan rencana 60 km/jam adalah 353 m
C. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S < L)
2
=
100(2 1 + 2 2 )2
6,53 84,6132
=
100(2 0,1 + 2 1,2)2
= 117,298
Dimana:
h1 = Tinggi mata pengemudi untuk jarak pandang henti (0,1 m)
h2 = Tinggi penghalang untuk jarak pandang henti (1,2 m)
Syarat:
<
84,61 < 117,298...................................... OK
D. Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S > L)
200(1 + 2 )
= 2

200(0,1 + 1,2)
= 2 84,613
6,53
= 125,989
Syarat:
>
84,613 > 125,989.......................................TIDAK OK

76
E. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S < L)
2
=
100(2 1 + 2 2 )2
6,53 3532
=
100(2 1,2 + 2 1,2)2
= 847,60
Dimana:
h1 = Tinggi mata pengemudi untuk jarak pandang menyiap (1,2 m)
h2 = Tinggi penghalang untuk jarak pandang menyiap (1,2 m)
Syarat:
<
84,613 < 847,60......................................OK
F. Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S > L)
200(1 + 2 )
= 2

200(1,2 + 1,2)
= 2 353
6,53
= 638,898
Syarat:
>
353 > 638,898.......................................TIDAK OK
G. Berdasarkan Kuluwesan Bentuk
= 0,6
= 0,6 60 Dimana V rencana = 60 km/jam
= 36
H. Berdasarkan Syarat Drainase
= 50
= 50 6,53
= 326,5
Panjang lengkung vertikal cembung (Lv), yang diperoleh dari rumus Jarak
Pandang Menyiap pada umumnya akan menghasilkan Lv lebih panjang
daripada jika menggunakan rumus jarak pandang henti. Untuk penghematan
biaya Lv dapat ditentukan dengan Lv berdasarkan rumus Jarak Pandang

77
Hentidengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung tidak dapat
mendahului kendaraan didepannya, untuk keamanan dipasang rambu
(L.Hendarshin, 2000).
Jadi LV yang digunakan adalah LV berdasarkan drainase yaitu 326,5 m
I. Menghitung Panjang Penyimpangan

=
800
6,53 326,5
=
800
= 2,665
Keterangan:
Tanda (-) menunjukkan bahwa jalan di bawah titik PPV (Cembung)
Tanda (+) menunjukkan bahwa jalan di atas titik PPV (Cekung)
. 2
=
200
1 1
= = 326,5 = 163,25
2 2
. 2 6,53. 163,25 2
= = = 2,665
200 200 . 326,5

y = Ev

J. Menentukan Elevasi Stationing


Elv. PLV = Elv. PPV2 (g2 . Lv)
= +105 (6,53% . 326,5)
= +94,339
Sta. PLV = Sta. PPV2 Lv
= (0 + 764,24) 326,5
= 0 + 600,99
Elv. PPV2 = Elv. PPV2 - Ev
= +105 - 2,665
= +102,335
Sta. PPV2 = Sta. PPV1 + Jarak Patok PPV1 ke PPV2
= (0 + 305,14) + 459,097
= 0 + 764,237

78
Elv. PTV = Elv. PPV2 + (g2 . Lv)
= +105 + (0% . 326,5)
= +105
Sta. PTV = Sta. PPV2 + Lv
= (0 + 764,24) + 326,5
= 0 + 927,49

4.3.3 Perhitungan PPV3


Perhitungan g (PPV2 PPV3)
Jarak patok PPV2 ke PPV3 = 1785,86 m
Duga rencana patok PPV2 = 105
Duga rencana pada PPV3 = 105
Duga rencana pada PPV3 - Duga rencana pada PPV2
g3 x100%
Jarak patok PPV2 ke PPV3

105 105
3 = 100%
1785,86

g 3 0%
Perhitungan g (PPV3 PPV4)
Jarak patok PPV3 ke PPV4 = 493,856 m
Duga rencana pada PPV3 = 105
Duga rencana pada PPV4 = 125
Duga rencana pada PPV4 - Duga rencana pada PPV3
g4 x100%
Jarak patok PPV3 ke PPV4
125 105
4 = 100%
493,856
g 4 4,05%
1. Data - data :
g3 =0%

g4 = 4,05 %

Sta. PPV3 = 2 + 550,09

Elevasi PPV3 = +105

79
2. Perbedaan kelandaian (A)
A = g4-g3

A = 4,05 % - 0 %

A = 4,05 %

Gambar sesuai data :

Gambar 4-3 Perbedaan kelandaian di titik PPV3


Maka didapat bentuk PPV3 adalah CEKUNG

3. Menentukan Panjang Lengkung Vertikal (Lv)


A. Berdasarkan rumus 2.1 jarak pandang henti adalah sebagai berikut :
2
Vr

Jh
VR
.T 3,6
3,6 2. g . f

Dimana :

VR = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan


berdasarkan tabel 2-9

2 60 2
( ) (
3,6 60 3,6)
= . + = 2,5 + = 84,613
3,6 2. . 3,6 2 9,8 0,33

B. Untuk mencari jarak pandang menyiap digunakan tabel 2-11 dengan


kecepatan rencana 60 km/jam adalah 353 m

80
C. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S < L)
2
=
120 + 3,50
4,05 84,6132
=
120 + 3,50 84,613
= 69,676
Syarat:
<
84,613 < 69,676...................................... TIDAK OK
D. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S > L)
120 + 3,5
= 2

120 + 3,5 84,613
= 2 84,613
4,05
= 66,474
Syarat:
>
84,613 > 66,474....................................... OK
E. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S > L)
120 + 3,5
= 2

120 + 3,5 353
= 2 353
4,05
= 371,309
Syarat:
>
84,613 > 371,309...................................... OK
F. Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S < L)
2
=
120 + 3,50
4,05 3532
=
120 + 3,50 353
= 372,310
Syarat:
<
81
353 < 372,310...................................... OK
G. Berdasarkan Keluwesan Bentuk
= 0,6
= 0,6 60 Dimana V rencana = 60 km/jam
= 36
H. Berdasarkan Syarat Drainase
= 40
= 40 4,05
= 162
I. Berdasarkan Kenyamanan
2
=
390
4,05 602
=
390
= 37,385
Panjang lengkung vertikal cembung (Lv), yang diperoleh dari rumus Jarak
Pandang Menyiap pada umumnya akan menghasilkan Lv lebih panjang
daripada jika menggunakan rumus jarak pandang henti. Untuk penghematan
biaya Lv dapat ditentukan dengan Lv berdasarkan rumus Jarak Pandang
Hentidengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung tidak
dapat mendahului kendaraan didepannya, untuk keamanan dipasang rambu
(L.Hendarshin, 2000).
Jadi LV yang digunakan adalah LV berdasarkan drainase yaitu 162 m
J. Menghitung Panjang Penyimpangan

=
800
4,05 162
=
800
= 0,82
Keterangan:
Tanda (-) menunjukkan bahwa jalan di bawah titik PPV
Tanda (+) menunjukkan bahwa jalan di atas titik PPV
. 2
=
200

82
1 1
= = 162 = 81
2 2
. 2 4,05. 81 2
= = = 0,82
200 200 . 162

y = Ev

K. Menentukan Elevasi Stationing


Elv. PLV = Elv. PPV3 (g3 . Lv)
= +105 (0% . 162)
= +105 m
Sta. PLV = Sta. PPV3 Lv
= (2+550,09) . 162
= 2 + 469,09 m
Elv. PPV3 = Elv. PPV3 + Ev
= +105 + 0,82
= +105,82 m
Sta. PPV3 = Sta. PPV2 + Jarak Patok PPV2 ke PPV3
= (0 + 764,24) + (1785,86)
= 2 + 550,1 m
Elv. PTV = Elv. PPV3 + (g4 . Lv)
= +105 + (4,05% . 162)
= +108,28
Sta. PTV = Sta. PPV3 + Lv
= (2 + 550,1) + 162
= 2 + 631,1

4.3.4 Perhitungan PPV4


Perhitungan g (PPV3 PPV4)
Jarak patok PPV3 ke PPV4 = 1785,86 m
Duga rencana patok PPV3 = 105
Duga rencana pada PPV4 = 125
Duga rencana pada PPV4 - Duga rencana pada PPV3
g4 x100%
Jarak patok PPV3 ke PPV4

83
105125
4 = 100%
1785,86

g 4 4,05%
Perhitungan g (PPV4 - B)
Jarak patok PPV4 ke B = 493,856 m
Duga rencana pada PPV4 = 125
Duga rencana pada B = 125
Duga rencana pada B - Duga rencana pada PPV4
g5 x100%
Jarak patok PPV2 ke PPV3
125125
5 = 100%
493,856

g 5 0%
1. Data - data :
g4 = 4,05 %
g5 =0%
Sta. PPV4 = 3 + 043,95
Elevasi PPV4 = +125
2. Perbedaan kelandaian (A)
A = g5-g4
A = 0 % - 4,05 %
A = -4,05 %

Gambar sesuai data :

Gambar 4-4 Perbedaan kelandaian di titik PPV4


Maka didapat bentuk PPV4 adalah CEMBUNG

84
3. Menentukan Panjang Lengkung Vertikal (Lv)
A. Berdasarkan rumus 2.1 jarak pandang henti adalah sebagai berikut :
2
Vr

Jh
VR
.T 3,6
3,6 2. g . f

Dimana :

VR = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan berdasarkan


tabel 2-9

2 60 2
(3,6) 60 (3,6)
= . + = 2,5 + = 84,613
3,6 2. . 3,6 2 9,8 0,33

B. Untuk mencari jarak pandang menyiap digunakan tabel 2-11 dengan kecepatan
rencana 60 km/jam adalah 353 m
C. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S < L)
2
=
100(2 1 + 2 2 )2
4,05 84,6132
=
100(2 0,1 + 2 1,2)2
= 72,7497
Dimana:
h1 = Tinggi mata pengemudi untuk jarak pandang henti (0,1 m)
h2 = Tinggi penghalang untuk jarak pandang henti (1,2 m)
Syarat:
<
84,613 < 72,7497...................................... TIDAK OK
D. Berdasarkan Jarak Pandang Henti (S > L)
200(1 + 2 )
= 2

85
200(0,1 + 1,2)
= 2 84,613
4,05
= 99,514
Syarat:
>
84,613 > 99,514.......................................TIDAK OK
E. Berdasarkan Syarat Keamanan, Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S < L)
2
=
100(2 1 + 2 2 )2
4,05 3532
=
100(2 1,2 + 2 1,2)2
= 525,694
Dimana:
h1 = Tinggi mata pengemudi untuk jarak pandang menyiap (1,2 m)
h2 = Tinggi penghalang untuk jarak pandang henti (1,2 m)
Syarat:
<
84,613 < 525,694......................................OK
F. Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (S > L)
200(1 + 2 )
= 2

200(1,2 + 1,2)
= 2 353
4,05
= 597,808
Syarat:
>
84,613 > 597,808.......................................TIDAK OK
G. Berdasarkan Keluwesan Bentuk
= 0,6
= 0,6 60 Dimana V rencana = 60 km/jam
= 36

86
H. Berdasarkan Syarat Drainase
= 50
= 50 4,05
= 202,5
Panjang lengkung vertikal cembung (Lv), yang diperoleh dari rumus Jarak
Pandang Menyiap pada umumnya akan menghasilkan Lv lebih panjang
daripada jika menggunakan rumus jarak pandang henti. Untuk penghematan
biaya Lv dapat ditentukan dengan Lv berdasarkan rumus Jarak Pandang
Hentidengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung tidak dapat
mendahului kendaraan didepannya, untuk keamanan dipasang rambu
(L.Hendarshin, 2000).
Jadi LV yang digunakan adalah LV berdasarkan drainase yaitu 202,5 m
I. Menghitung Panjang Penyimpangan

=
800
4,05 202,5
=
800
= 1,025
Keterangan:
Tanda (-) menunjukkan bahwa jalan di bawah titik PPV (Cembung)
Tanda (+) menunjukkan bahwa jalan di atas titik PPV (Cekung)
J. Menghitung Panjang Kelengkungan (Y)
. 2
=
200
1 1
= = 202,5 = 101,25
2 2
. 2 4,05. 101,25 2
= = = 1,025
200 200 . 202,5
y = Ev

K. Menentukan Elevasi Stationing


Elv. PLV = Elv. PPV4 (g4 . Lv)
= +125 (4,05% . 202,5)
= +120,899 m
Sta. PLV = Sta. PPV4 Lv

87
= (3+043,95) . 202,5
= 2 + 942,7 m
Elv. PPV4 = Elv. PPV4 - Ev
= +125 - 1,025
= +123,975 m
Sta. PPV4 = Sta. PPV3 + Jarak Patok PPV3 ke PPV4
= (2 + 550,09) + (493,856)
= 3 + 043,946 m
Elv. PTV = Elv. PPV4 + (g5 . Lv)
= +125 + (0% . 202,5)
= +125
Sta. PTV = Sta. PPV4 + Lv
= (3 + 043,95) + 202,5
= 3 + 145,2

88
4.4 Perhitungan Galian dan Timbunan
Hitungan diambil dari potongan melintang :

Perhitungan luas penampang Galian dan timbunan di hitung dengan menggunakan


Analisis Autocad.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung volume galian dan timbunan adalah :

(1 + 2)
(3 ) =
2
Dimana :

A1 = luas penampang di Sta.1, (m2)

A2 = luas penampang di Sta.2, (m2)

Tabel IV.4 Perhitungan Volume Timbunan

Luas Luas Volume


No Patok Jarak (m) Timbunan Timbunan Timbunan
(m2) Rata-Rata (m2) (m3)

1-1 5078.2864
1 174.1603 4873.8727 848835.1316
2-2 4669.459
2-2 4669.459
2 20.6267 4028.8775 83102.44753
3-3 3388.296
3-3 3388.296
3 13.8104 2885.2148 39845.97047
4-4 2382.1336
4-4 2382.1336
4 13.756 1970.892 27111.59035
5-5 1559.6504
5-5 1559.6504
5 16.9518 1224.44935 20756.62049
6-6 889.2483
6-6 889.2483
6 19.9691 641.4758 12809.6944
7-7 393.7033
7-7 393.7033
7 18.5974 238.3955 4433.536472
8-8 83.0877
8-8 104.0083
8 Titik 13.6336 52.00415 709.0037794
0
Potong
Titik
0
9 Potong 27.6174 44.25825 1222.297794
16-16 88.5165
10 16-16 98.5165 88.5165 248.9208 24522.80599

89
17-17 409.3251
17-17 409.3251
11 88.2639 407.91945 36004.56154
18-18 406.5138
18-18 406.5138
12 18.2712 249.19275 4553.050574
19-19 91.8717
19-19 91.8717
13 Titik 147.4796 45.93585 6774.600784
0
Potong
Titik
0
14 Potong 63.2963 46.5314 2945.265454
45-45 93.0628
45-45 93.0628
15 34.88 260.59965 9089.715792
46-46 428.1365
46-46 428.1365
16 46.47 720.47575 33480.5081
47-47 1012.815
47-47 1012.815
17 14.42 1375.4461 19833.93276
48-48 1738.0772
48-48 1738.0772
18 14.07 2177.9798 30644.17579
49-49 2617.8824
49-49 2617.8824
19 14.03 3166.2373 44422.30932
50-50 3714.5922
50-50 3714.5922
20 21.71 4390.9536 95327.60266
51-51 5067.315
51-51 5067.315
21 23.96 5829.684 139679.2286
52-52 6592.053
52-52 6592.053
22 21.496 6600.96965 141894.4436
53-53 6609.8863

TOTAL VOLUME TIMBUNAN = 1627998.494

90
Tabel IV.5 Perhitungan Volume Galian

Luas Galian
Luas Galian Volume
No Patok Jarak (m) Rata-Rata
(m2) Galian (m3)
(m2)
Titik
0
1 Potong 13.6336 52.00415 709.0037794
9-9 104.0083
9-9 104.0083
2 154.6532 101.5637 15707.15121
10-10 99.1191
10-10 99.1191
3 23.2155 234.04635 5433.503038
11-11 368.9736
11-11 368.9736
4 33.4124 558.65295 18665.93583
12-12 748.3323
12-12 748.3323
5 36.3377 987.1274 35869.93932
13-13 1225.9225
13-13 1225.9225
6 54.5695 1115.1378 60852.51218
14-14 1004.3531
14-14 1004.3531
7 70.4781 634.15945 44694.35313
15-15 263.9658
15-15 263.9658
8 Titik 70.4781 131.9829 9301.904024
0
Potong
Titik
0
9 Potong 147.4797 49.67675 7326.312187
20-20 99.3535
20-20 99.3535
10 151.0261 260.8253 39391.42784
21-21 422.2971
21-21 422.2971
11 182.8794 423.2517 77404.01694
22-22 424.2063
22-22 424.2063
12 76.7163 263.64445 20225.82672
23-23 103.0826
23-23 103.0826
13 160.8294 213.41155 34322.85154
24-24 323.7405
24-24 323.7405
14 6.7948 211.547 1437.419556
25-25 99.3535
25-25 99.3535
15 79.1799 266.99485 21140.62552
26-26 434.6362
26-26 434.6362
16 14.8723 1079.2011 16050.20252
27-27 1723.766
27-27 1723.766
17 21.9408 2213.4252 48564.31963
28-28 2703.0844
18 28-28 14.1249 2703.0844 3168.97035 44761.3893
91
29-29 3634.8563
29-29 3634.8563
19 15.9768 4264.24675 68129.01748
30-30 4893.6372
30-30 4893.6372
20 88.86 4955.50845 440346.4809
31-31 5017.3797
31-31 5017.3797
21 14.13 4430.2462 62599.37881
32-32 3843.1127
32-32 3843.1127
22 20.79 3296.61585 68536.64352
33-33 2750.119
33-33 2750.119
23 11.6 2293.2202 26601.35432
34-34 1836.3214
34-34 1836.3214
24 27.54 1434.3597 39502.26614
35-35 1032.398
35-35 1032.398
25 148.69 1018.9526 151508.0621
36-36 1005.5072
35-35 1764.1251
25 148.69 1992.416 296252.335
36-36 2220.7069
36-36 1005.5072
26 66.22 1384.81615 91702.52545
37-37 1764.1251
37-37 1764.1251
27 183.68 1992.416 365966.9709
38-38 2220.7069
38-38 2220.7069
28 170.43 1692.66395 288480.717
39-39 1164.621
39-39 1164.621
29 38.43 843.6034 32419.67866
40-40 522.5858
40-40 522.5858
30 128.89 404.9043 52188.11523
41-41 287.2228
41-41 287.2228
31 76.55 430.1113 32925.02002
42-42 572.9998
42-42 572.9998
32 79.55 502.829 40000.04695
43-43 432.6582
43-43 432.6582
32 103.68 264.64535 27438.42989
44-44 96.6325
44-44 96.6325
33 Titik 62.2963 48.31625 3009.923605
0
Potong

TOTAL VOLUME GALIAN = 2589465.66

92
Selisih Galian dan Timbunan = Volume Galian - Volume Timbunan

= 2589465,66 m3 1627998,494 m3

= 961467,1663 m3

93

Anda mungkin juga menyukai