Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Jalan Teropong yang penulis pilih sebagai lokasi untuk merencanakan
perkerasan kaku (Rigid Pavement). Jalan Teropong adalah jalan lokal
menghubungkan antara Jalan Cipta Karya dengan Jalan Soekarno Hatta.
Dimana Jalan Teropong yang di teliti oleh Penulis termasuk di Kabupaten
Kampar, karena Titik Pengujinya sudah berada di daerah Kabupaten Kampar.
Tipe Jalan Teropong dua lajur dua arah tidak terbagi (2/2 TB). Kondisi sebagian
jalan saat ini masih merupakan jalan tanah, dengan panjang jalan keseluruhan ± 2
km dengan lebar jalan 6 m, yang mana pada musim hujan akan mengakibatkan
genangan air dan pada musim kemarau jalan akan menimbulkan debu, Penulis
memilih ruas Jalan Teropong sebagai lokasi untuk merencanakan tebal perkerasan
kaku, karena lokasi ini sangat berpotensi sebagai jalan penghubung yang dapat
membantu perekonomian masyarakat sekitar. Penulis merasa pembangunan pada
ruas jalan ini sangat diperlukan karena aktifitas kendaraaan yang melintas di jalan
tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan perencanaan tebal
perkerasan pada ruas jalan tersebut demi keamanan dan kenyamanan perjalanan
bagi masyarakat sekitar. Sket Lokasi bisa dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1. Sket Lokasi Penelitian


Sumber : Dokumentasi Lapangan

1
2

Untuk memperoleh prasarana penghubung yang baik, perlu dilakukan penanganan


khusus agar dapat memenuhi kebutuhan berlalu lintas yang aman, nyaman serta
mampu melayani jumlah lalu lintas dan beban yang lewat diatasnya. Oleh sebab
itu untuk ruas jalan yang telah habis masa layanannya sangat diperlukan
pembangunan kembali badan jalan (reconstruction). (Andri wijaya , 2013)
Keunggulan dari perkerasan kaku sendiri dibanding perkerasan lentur
(asphalt) adalah bagaimana distribusi beban disalurkan ke subgrade. Perkerasan
kaku mempunyai kekuatan dan stiffnes, akan mendistribusikan beban pada daerah
yang relative luas pada subgrade, beton sendiri bagian utama yang menanggung
beban struktural, sedangkan pada perkerasan lentur karena dibuat dari material
yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan tidak sebaik pada
beton. (Yudi andrian , 2014)
Permasalahan yang ada ialah kondisi kekuatan tanah (CBR lapangan) yang
rendah karena Tanah Gambut dan LHR yang ada masih sedikit, mengenai
informasi diatas maka hal ini lah yang melatar belakangi penelitian ini. Kondisi
Jalan Teropong bisa dilihat pada Gambar 1. 2.

Gambar 1.2 Lokasi Penelitian

Sumber : Dokumentasi Lapangan


3

2. Perumusan dan Batasan Masalah


Perumusan Masalah:
1. Menguji Kekuatan tanah dengan Uji CBR lapangan.
2. LHR yang akan diteliti
Ruas jalan dari Jalan Cipta Karya menuju Jalan Soekarno Hatta adalah
ruas jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan pengangkut barang baik berupa
Truk -truk besar dan Mobil pick up, di samping mobil ataupun kendaraan
masyarakat sering masuk keluar, serta sering dilanda banjir. Oleh karena itu perlu
dirancang suatu konstruksi perkerasaan kaku (rigid pavement) diperoleh
perencanaan tebal perkerasan beton semen serta tulangan berupa Dowel dan Tie
Bar yang mampu digunakan mendukung beban yang melintasi ruas jalan tersebut
serta besarnya biaya yang. Fungsi ruang lingkup masalah, metode penelitian ini
dibatasi sebagai berikut:
1. Pengambilan data LHR dilaksanakan selama 3 hari, yaitu pada hari Rabu,
Jum’at dan Minggu
2. Mencari nilai CBR lapangan dengan menggunakan alat DCP (Dinamic
Cone Penetrometer) dengan jarak setiap titik pengujian diambil per 100 m.
3. Panjang jalan yang diteliti ±2 km. dengan jarak setiap titik pengujian
diambil per 100 m.
4. Menghitung tebal perkerasan.
5. Umur rencana diambil 10 Tahun.
6. Perhitungan lalu lintas harian rata-rata dihitung dengan kategori C
dilakukan selama 24 jam.

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah merencanakan tebal perkerasan kaku (rigid
pavement) Jalan Teropong, dan menghitung biaya.
4

1.
2.
3.
4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai referensi bagi mahasiswa khususnya dibidang perencanaan jalan
raya.
2. Dapat memberikan masukan atau informasi bagi masyarakat, serta pihak
instansi terkait dalam tebal Perkerasan Jalan.
5

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi dan Jenis Lapis Perkerasan


Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah
dasar (sub grade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (Shirley,
2000). Menurut Huang (1993) perkerasan jalan berdasarkan bahan pengikatnya
dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu suatu jenis
perkerasan yang menggunakan aspal sebagai pengikat dan mempunyai
sifat lentur dimana setelah pembebanan berlangsung perkerasan akan
kembali seperti semula. Pada struktur perkerasan lentur, beban lalu lintas
didistribusikan ke tanah dasar secara berjenjang dan berlapis.
2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement) yaitu perkerasan yang
menggunakan portland cement sebagai bahan pengikat dan mempunyai
sifat kaku dimana setelah pembebanan berlangsung, perkerasan tidak
mengalami perubahan bentuk sehingga tegangan yang terjadi pada dasar
perkerasan sudah kecil sekali. Struktur perkerasan kaku sebagaimana
layaknya beton memiliki kekakuan dan kekuatan tekan yang besar
sehingga beban lalu lintas yang diterima ditahan langsung oleh struktur
perkerasan itu sendiri. Dengan demikian tebal perkerasan lebih ditentukan
oleh beban kendaraan dibandingkan kondisi tanah dasar.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Dapat berupa
perkerasan lentur diatas dan perkerasan kaku dibawah, atau sebaliknya.
Dalam tugas akhir ini, nantinya penulis akan merencanakan tebal
konstruksi perkerasan kaku.

2.2 Jenis Konstruksi Perkerasan Kaku


Perkerasan kaku dapat dibedakan menjadi 4 jenis (Huang, 1993),yaitu :
2.2.1 Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan (jointed plain
concrete pavement)
6

Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan (Jointed Plain Concrete


Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen yang dibuat tanpa tulangan
dengan ukuran plat mendekati bujur sangkar, dimana panjang dari platnya dibatasi
oleh adanya sambungan-sambungan melintang. Panjang plat dari jenis ini berkisar
antara 4 sampai 5 meter. Detail model perkerasan kaku bersambung tanpa
tulangan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Kaku Jenis Bersambung Tanpa Tulangan


Sumber : Huang, 1993

2.2.2 Perkerasan Kaku Bersambung Dengan Tulangan (Jointed Reinforced


Concrete Pavement)
Perkerasan Kaku Bersambung Dengan Tulangan (Jointed Reinforced
Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan
yang ukuran platnya berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari
platnya dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat dari
jenis ini berkisar 8 sampai 15 Meter. Detail model perkerasan kaku bersambung
dengan tulangan (Jointed Reinforced Concrete Pavement) dapat dilihat pada
Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Perkerasan Kaku Jenis Bersambung dengan Tulangan


Sumber : Huang, 1993
7

2.2.3 Perkerasan Kaku Menerus dengan Tulangan (Continiously Reinforced


Concrete Pavement)
Perkerasan kaku menerus dengan tulangan (Continiously Reinforced
Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan
dan dengan panjang pelat yang menerus yang hanya dibatasi oleh adanya
sambungan-sambungan muai melintang. Panjang plat dari jenis ini lebih besar dari
75 meter. Detail model perkerasan kaku menerus dengan tulangan (Continiously
Reinforced Concrete Pavement) dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Perkerasan Kaku Menerus dengan Tulangan


Sumber : Huang,1993

2.2.4 Perkerasan Kaku pra-Tegang (Jointed Concrete Pavement)


Perkerasan Kaku pra-Tegang adalah jenis perkerasan beton menerus tanpa
tulangan yang menggunakan kabel-kabel pratekan guna mengurangi pengaruh
susut, muai dan lenting akibat perubahan temperatur dan kelembapan. Detail
model perkerasan kaku pra-tegang (Jointed Concrete Pavement) dapat dilihat
pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Struktur perkerasan Kaku pra-Tegang


Sumber : Huang,1993
8

2.3 Fungsi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)


Fungsi utama perkerasan kaku adalah memikul beban lalu lintas secara
aman dan nyaman, dimana selama umur rencana tidak ada kerusakan yang berarti,
untuk itu perkerasan kaku harus mampu :
1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah (Sebagai akibat dari beban
lalu lintas) sampai batas-batas yang mampu dipikul tanah dasar tanpa
menimbulkan lendutan/penurunan yang dapat merusak perkerasan.
2. Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi
pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar serta
pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.

2.4 Struktur Perkerasan Kaku


Detail struktur perkerasan kaku dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Detail Struktur Perkerasan Kaku Beton Semen


Sumber :Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.4.1 Tanah Dasar (Sub Grade)


Seperti pada konstruksi perkerasan lentur, tanah dasar atau subgrade pada
konstruksi perkerasan kaku adalah tanah yang telah disiapkan dan dipadatkan agar
diatasnya dapat dibangun konstruksi perkerasan, baik berupa tanah asli, tanah
galian ataupun tanah timbunan. Walaupun sebagian besar beban pada perkerasan
kaku dipikul oleh plat beton, namun keawetan dan kekuatan plat tersebut sangat
dipengaruhi oleh sifat daya dukung dan keseragaman tanah dasar. Parameter yang
paling umum digunakan untuk menyatakan daya dukung pada perkerasan kaku
adalah modulus reaksi tanah dasar (k) yang ditetapkan dilapangan dengan
pengujian Plate Bearing atau dapat juga ditentukan berdasarkan nilai CBR.
9

2.4.2 Pondasi Bawah (Sub Base Course)


Sub base adalah komponen lapis konstruksi perkerasan kaku yang terletak
antara tanah dasar dan plat beton. Pada dasarnya lapis pondasi bawah pada
perkerasan kaku tidak merupakan bagian utama untuk memikul beban, tetapi bila
digunakan lapis pondasi bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub Base) maka
lapis pondasi bawah diperhitungkan sebagai lapis yang mempunyai daya dukung.
Meskipun pada dasarnya lapis pondasi bawah pada perkerasan kaku tidak
merupakan bagian utama untuk memikul beban, tetapi merupakan bagian yang
tidak bisa diabaikan dengan fungsi :
a) Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar
b) Mencegah instrusi dan pemompaan pada sambungan, dan retakan pada
tepi-tepi pelat.
c) Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
d) Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pada setiap konstruksi perkerasan kaku, lapisan pondasi bawah minumum
10 cm harus selalu dipasang kecuali apabila tanah dasar mempunyai sifat dan
mutu yang sama dengan bahan lapis pondasi bawah.(Departemen Permukiman
dan Prasaran Wilayah,2003). Lapis pondasi bawah dapat terdiri dari bahan
berbutir (Unbound Sub Base) atau bahan distabilkan (Bound Sub Base). Tebal
minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR < 2% maka harus dipasang
pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm
yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%. Penentuan CBR
tanah dasar efektif dapat dilihat pada Gambar 2.7.
10

Gambar 2.6. Tebal Pondasi Bawah Minimum Untuk Perkerasan Kaku


Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
2.4.3 Pelat Beton
Pada konstruksi perkerasan kaku, struktur utama perkerasan adalah
lembaran pelat beton yang pada perkerasan lentur lapisan ini setara dengan
kombinasi lapis aus, lapis permukaan dan lapis pondasi. Oleh karena lapisan
beton berfungsi sebagai lapis aus sekaligus lapis struktural utama jalan maka
beton yang digunakan harus mempunyai kekuatan yang besar dan mutu yang
tinggi. Selain itu kerataan permukaannya juga harus baik agar nyaman dilalu
dengan koefisien gesek yang baik agar aman bagi kendaraan dalam segala cuaca.
Beton memuai dan menyusut akibat temperatur udara yang naik turun,
sehingga sambungan melintang perlu dibuat pada setiap jarak tertentu agar
ekspansi padas dan konstraksi dapat terjadi apabila memberikan pengaruh buruk.
Sambungan memanjang juga diperlukan jika perkerasannya lebar.
11

Gambar 2.7. Nilai CBR efektif tanah dasar dan tebal pondasi bawah
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.4.4 Tulangan
Pada konstruksi perkerasan kaku dikenal 2 jenis tulangan yaitu tulangan
plat beton untuk memperkuat plat beton tersebut dan tulangan sambungan untuk
menyambung kembali bagian – bagian plat beton yang diputus. Kedua jenis
tulangan tersebut mempunyai bentuk, lokasi dan fungsi yang berbeda satu sama
lain.
1. Tulangan Pelat
Tulangan pelat berfungsi untuk memegang setiap retak yang terjadi. Besi
tulangan dapat berupa tulangan baja yang difabrikasi. Jika tulangan plat
berbentuk lembaran yang difabrikasi maka tulangan harus dilebihkan
antara satu lempengan tulangan dengan yang lain pada sambungan atau
dilas. Jika digunakan tulangan batang, maka tulangan harus dipasang
dengan penyangga ditahan pada posisi yang diinginkan.
2. Tulangan Sambungan
12

Pada perkerasan kaku dikenal 2 jenis tulangan sambungan yaitu tulangan


sambungan melintang (Dowel Bar) dan tulangan sambungan memanjang
(Tie Bar).
a) Dowel Bar (Ruji)
Merupakan sepotong baja lurus polos yang berfungsi sebagai
penyalur beban pada sambungan melintang dan sebagai “sliding
device”. Ruji dipasang ditengah pelat beton dan sejajar sumbu
jalan. Ruji dipegang kuat pada posisinya dengan bantuan dudukan
dan salah satu sisi lainnya dilapis untuk mencegah lekatan.
b) Tie Bar
Merupakan penyalur beban pada sambungan memanjang yang
bersifat lekat pada kedua sisi plat beton dan tegak lurus sumbu
jalan. Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.

2.4.5 Sambungan (Joint)


Sambungan adalah perlemahan pelat beton yang sengaja dibuat agar retak
yang timbul pada pelat beton baik retak melintang maupun retak memanjang
sesuai dengan yang diharapkan baik bentuk maupun lokasinya. Sambungan pada
perkerasan beton semen ditujukan untuk :
1. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu lintas.
2. Memudahkan pelaksanaan.
3. Mengakomodasi gerakan pelat.

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan yaitu :


1. Sambungan memanjang, ditujukan untuk mengendalikan retak pada arah
memanjang dengan jarak antar sambungan 3 m – 4 m. Detail sambungan
memanjang dan bentuk penguncian dapat dilihat pada Gambar 2.8.
13

Gambar 2.8. Detail Sambungan Memanjang dan Bentuk Penguncian


Sumber :Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang pengikat (Tie


Bar) baja ulir diameter 16 mm. Sambungan memanjang dapat berupa
sambungan pelaksanaan memanjang dan sambungan susut memanjang.
Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara
penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berupa trapesium atau
setengah lingkaran seperti terlihat pada Gambar 2.8. Sambungan susut
memanjang dapat dibentuk dengan cara menggergaji atau dapat dibentuk
pada saat beton masih plastis dengan kedalaman 1/3 dari tebal pelat.Untuk
ukuran standar penguncian sambungan memanjang dapat dilihat pada
Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Ukuran standar penguncian sambungan memanjang


Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2. Sambungan Melintang, ujung sambungan ini harus tegak lurus terhadap


sumbu memanjang jalan dan tepi perkerasan. Sambungan melintang dapat
berupa sambungan susut melintang dan sambungan pelaksanaan
14

melintang. Sambungan susut melintang dibuat dengan cara menggergaji


atau membentuk pada saat beton masih plastis dengan kedalaman
sambungan ± ¼ dari tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi
berbutir dan 1/3 dari tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi
stabilisasi semen. Untuk detail sambungan susut melintang dan
sambungan pelaksanaan melintang dapat dilihat pada Gambar 2.10 dan
Gambar 2.11.

Gambar 2.10. Detail Sambungan Susut Melintang dengan dan Tanpa Ruji
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Gambar 2.11. Detail Sambungan Pelaksanaan Melintang untuk pengecoran per


lajur
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Jarak antar sambungan tergantung dari tipe perkerasan yaitu 4 – 5 m untuk


perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan dan 8 – 15 m untuk
perkerasan beton semen bersambung dengan tulanga. Sambungan melintang harus
dilengkapi dengan ruji (Dowel Bar) baja polos dengan dimensi sesuai tebal plat.
Setengan dari panjang batang ruji harus diberi cat atau diberi bahan anti lengket
untuk menjamin tidak ada ikat dengan beton.
15

2.4.6 Alur Permukaan (Grooving)


Agar perkerasan kaku yang direncanakan dapat melayani lalu lintas
dengan cepat, aman dan nyaman, maka permukaan plat beton disamping harus
kuat dan awet, juga harus tidak licin. Agar permukaan perkerasan kaku tidak licin
maka perkerasan kaku tersebut dibuatkan alur dipermukaan beton dengan cara
penyikatan (Grooving), sebelum beton ditutup wet burlap dan sebelum beton
mengeras. Alur diatas permukaan perkerasan beton ini memiliki kedalaman antara
1,5 – 3 mm.
Terbagi menjadi dua alur, yaitu alur memanjang dan alur melintang yang
keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan tersebut
adalah :
1. Alur Memanjang
a) Gesekan kearah melintang lebih baik
b) Pelaksanaan lebih mudah dan cepat, khususnya secara mekanik
c) Gesekan kearah memanjang kurang baik
d) Surface drain sedikit terganggu
2. Alur Melintang
a) Gesekan kearah memanjang lebih baik
b) Pelaksanaan lebih mudah dan cepat apabila grooving
dioperasikan menggunakan finisher
c) Gesekan kearah melintang kurang baik
d) Surface Drain lebih baik

2.5 Fungsi Jalan dan Tipe Jalan


Fungsi jalan dapat dibedakan atas : (Hendarsin, 2000)
1. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, dengan
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
16

3. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.

Tipe jalan menentukan jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan,

berikut adalah beberapa tipe jalan : (Hendarsin, 2002)

1. 2 lajur 1 arah (2/1)

2. 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 TB)

3. 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2 TB)

4. 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 B)

5. 6 lajur 2 arah terbagi (6/2 B)


17

Fungsi dan tipe jalan ini diperlukan untuk menentukan nilai Koefisien
Distribusi (Cd) dan Faktor Keamanan (Fk) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan
Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Koefisien Distribusi Kendaraan Niaga (C)
Jumlah Koefisien Distribusi
Lebar Perkerasan (Lp)
Lajur (n) 1 arah 2 arah

Lp<5,50 m 1 1.000 1.000

5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 0.700 0.500

8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 0.500 0.475

11,25 m ≤ LP < 15,00 m 4 - 0.450

15,00 m ≤ Lp < 18,75 m 5 - 0.425

18,75 ≤ Lp < 22,00 m 6 - 0.400

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Tabel 2.2 Faktor Keamanan (Fk)


Faktor
Penggunaan Jalan
Keamanan

Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan


berlajur banyak yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat 1.2
serta volume kendaraan niaga yang tinggi.

Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan


1.1
volume kendaraan niaga menengah.

jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1.0

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.5.1 Usia Rencana


Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus
diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang, penambahan
atau peningkatan. Beberapa tipikal usia rencana : (Hendarsin, 2000)
1. Lapisan perkerasan aspal baru, 20-25 tahun
18

2. Lapisan perkerasan kaku baru, 20-40 tahun


3. Lapisan tambahan (Aspal 10-15 tahun), (Batu Pasir, 10-20 tahun)

2.5.2 Lalu Lintas Rencana


Untuk mendapatkan perkiraan lalu lintas yang representatif dalam rangka
menghitung aliran lalu lintas selama jangka desain rencana diperlukan survey
untuk menentukan :
1. Jumlah kendaraan yang akan memakai jalan.
2. Jenis kendaraan beserta jumlah setiap jenisnya.
3. Konfigurasi sumbu dari tiap kendaraan.
4. Beban masing – masing sumbu kendaraan.
Perhitungan lalu lintas dilakukan dengan cara mencacah/menghitung
jumlah kendaraan yang lewat pada pos – pos pencatatan lalu lintas yang telah
ditentukan. Perhitungan dilakukan dengan formulir lalu lintas yang diisikan sesuai
dengan klasifikasi kendaraan. Waktu pelaksanaan survey lalu lintas tergantung
ketelitian yang diinginkan dan target perencanaan. Umumnya dibagi 3 kategori.
Kategori A dilakukan selama 72 jam, sedangkan kategori B dilakukan selama 36
jam dan kategori C dilakukan selama 24 jam. Survey lalu lintas dapat dilakukan
dengan cara :
1. Perhitungan otomatis (Automatic traffic count)
2. Perhitungan manual (Manual traffic count)
3. Survey timbang.
Untuk teknik perencanaan jalan baru, survey lalu lintas tidak dapat
dilakukan karena belum ada jalan. Akan tetapi untuk menentukan dimensi jalan
tersebut (yang direncanakan) diperlukan data jumlah kendaraan. Untuk itu dapat
dilakukan sebagai berikut (Hendarsin, 2000) :
1. Survey perhitungan lalu lintas dilakukan pada jalan yang sudah ada, yang
diperkirakan mempunyai bentuk, kondisi dan keadaan komposisi lalu
lintas akan serupa dengan jalan yang direncanakan.
2. Survey asal dan tujuan yang dilakukan pada lokasi yang dianggap tepat
(dapat mewakili), dengan cara melakukan wawancara kepada pengguna
19

jalan untuk mendapatkan gambaran rencana jumlah dan komposisi


kendaraan pada jalan yang direncanakan.
3. Pembuatan “model” dengan program komputer.
4. Pengambilan data dari analisi biaya siklus hidup (BSH).

Distribusi beban sumbu untuk masing – masing jenis kendaraan dapat


dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Distribusi Pembebanan Masing – masing Kendaraan

Sumber : SKBI, 1987

Tata cara perhitungan lalu lintas rencana untuk perkerasan kaku adalah :
JSKN = JSKNH × 365 × R × C...........................................................(II.1)
20

Keterangan :
JSKN = Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga.
JSKNH = Jumlah Sumbu Kendaraan maksimum Harian pada Saat
tahun ke 0 (Kendaraan/hari).
n = Umur rencana atau masa pelayanan.
R = Faktor pertumbuhan kumulatif yang besarnya tergantung
dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana
Untuk perkerasan kaku jenis kendaraan yang diperhitungkan hanya
kendaraan niaga dengan berat total minimum 5 Ton. Konfigurasi sumbu yang
diperhitungkan dalam perencanaan perkerasan kaku ada 3, yaitu :
1. Sumbu Tunggal dengan Roda Tunggal (STRT)
2. Sumbu Tunggal dengan Roda Ganda (STRG)
3. Sumbu Tandem dengan Roda Ganda (STdRG)
4. Sumbu Tridem dengan Roda Ganda (STrRG)

2.5.3 Kekuatan Tanah Dasar


CBR ( California Bearing Ratio) merupakan perbandingan beban
penetrasi pada suatu bahan dengan bahan standar pada penetrasi dan kecepatan
pembebanan yang sama. Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR
dapat dibagi atas:
1. CBR lapangan, disebut juga CBRinplaceatau Field CBR.
Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan
kondisi tanah saat itu dimana tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan
lagi. Pemeriksaan dilakukan saat kadar air tanah tinggi.
2. CBR lapangan rendaman / Undisturb Soaked CBR.
Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli dilapangan pada
keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan maksimum.
Pemeriksaan dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan
jenuh air. Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah
di daerah yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi,
terletak didaerah yang badan jalannya sering terendam air pada musim
21

hujan dan kering pada musim kemarau. Pemeriksaan dilakukan pada


musim kemarau.
3. CBR rencana titik / CBR laboratorium / design CBR.
Tanah dasar (Subgrade) pada konstruksi jalan baru merupakan tanah asli,
tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai
kepadatan 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung
tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul
beban setelah tanah tersebut di padatkan. CBR laboratorium dibedakan
atas 2 macam yaitu Soaked design CBR dan Unsoaked design CBR.
Untuk penelitian ini pengujian CBR dilakukan dengan cara CBR lapangan
menggunakan alat DCP. Pengujian dilakukan disetiap titik pengamatan untuk
mendapatkan nilai CBR titik dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat DCP, alat tulis dan form pengujian serta menyiapkan
personil yang berjumlah minimal 4 orang.
2. Menentukan titik pengujian pada lokasi penelitian dengan jarak antar titik
50 atau 100 . Lokasi Titik pengujian dapat diilihat pada Gambar 3.1.
3. Siapkan alat DCP diatas tanah tempat pengujian sehingga siap digunakan
dan pasang roll meter.
4. Lakukan pukulan Hammer 1 kali dan baca roll meter, kemudian catat ke
dalam lembar formulir pengujian. Lakukan hingga angka di roll meter
mendekati angka 1000 mm.
Sebelum mendapatkan nilai CBR titik dalam pengujian DCP, nilai CBR
lapis tanah untuk setiap penurunan akibat pukulan alat DCP harus dihitung
dengan persamaan II.2 dan persamaan II.3.
Nilai CBR setiap lapis tanah = 10(2,628−1,273 x log selisih angka DCP)...........................(II.2)

( )
❑ 3
h 1 √CBR 1 + … .… . h n √ CBRn
3 ❑ 3
CBR Rata – rata pada titik pengamatan = .....................(II.3)
100

Keterangan :
hn = tebal tiap lapisan tanah ke n
CBRn = nilai CBR pada lapisan tanah ke n
22

Setelah didapatkan nilai CBR pada setiap titik pengamatan kemudian


ditentukan harga CBR yang mewakili atau CBR segmen. Dalam menentukan
CBR segmen terdapat 2 cara, yaitu :
1. Cara Analitis
CBRmaks−CBR min
CBR Segmen = CBR rata – rata - ...........................(II.4)
R
Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1
segmen . Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Nilai R untuk perhitungan CBR Segmen


Nilai R
Jumlah titik pengamatan

2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18
Sumber : Hendarsin, 2000

2. Cara Grafis
Menghitunga besarnya nilai CBR yang didapat dari hasil pengamatan,
prosedurnya adalah sebagai berikut :
1) Tentukan nilai CBR yang terendah.
2) Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari
masing masing nilai CBR dan kemudian disusun secara berurut dari
nilai CBR terkecil sampai yang terbesar.
23

3) Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan


presentase dari 100%.
4) Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan presentase jumlah tadi.
Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%.
Dalam perencanaan perkerasan kaku dikenal nilai “k” yaitu Modulus
Reaksi Tanah Dasar. Nilai “k” dapat diperoleh dengan pengujian Plate Bearing,
jika nilai “k” pada perencanaan belum dapat diukur maka dapat digunakan nilai
“k” hasil korelasi dengan nilai CBR yang dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.12. Korelasi Hubungan Antara Nilai k dan CBR


Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003

2.5.4. Kekuatan Beton Semen


Kekuatan beton merupakan salah satu parameter utama yang menentukan
kekuatan perkerasan kaku nantinya. Untuk konstruksi perkerasan, beton harus
memiliki kuat tekan beton umur 28 hari minimal sebesar 30 Mpa dan kuat lentur
umur 90 hari minimal sebesar 3,5 – 4 Mpa. Hubungan kuat tekan, kuat lentur dan
kuat tarik belah beton dapat dilihat pada persamaan II.5 dan II.6.
Fcf = K (fc’)0,50 dalam MPa atau.....................................................................(II.5)
Fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2 ................................................................(II.6)
24

Keterangan :
Fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
Fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk
agregat pecah.

2.6 Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)


Dalam perencanaan perkerasan kaku ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, antara lain :
1. Peranan perkerasan kaku dan intensitas lalu lintas yang akan dilayani.
2. Volume lalu lintas, konfigurasi sumbu dan roda, beban sumbu, ukuran dan
tekanan beban, pertumbuhan lalu lintas, jumlah jalur dan arah lalu lintas.
3. Umur rencana perkerasan kaku ditentukan atas dasar pertimbangan –
pertimbangan peranan perkerasan, pola lalu lintas dan nilai ekonomi
perkerasan serta faktor pengembangan wilayah.
4. Kapasitas perkerasan yang direncanakan harus dipandang sebagai
pembatasan.
5. Daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan pelat perkerasan.
6. Lapis pondasi bawah meskipun bukan merupakan bagian utama dalam
menahan beban, tetapi merupakan bagian yang tidak bisa diabaikan
dengan fungsi sebagai berikut :
a. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar
b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan pada
tepi-tepi pelat.
c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
d. Sebagai perkerasan jalan kerja selama pelaksanaan.
7. Kekuatan lentur beton (flexural Strength) merupakan pencerminan
kekuatan yang paling cocok untuk perencanaan karena tegangan kritis
25

dalam perkerasan beton terjadi akibat melenturnya perkerasan beton


tersebut.

Prosedur perencanaan perkerasan beton didasarkan atas dua model


kerusakan, yaitu :
1. Retak Fatik (lelah) tarik lentur pada Pelat.
2. Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh
lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang
direncanakan.
Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau
bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai
perkerasan bersambung yang dipasang ruji. Data lalu – lintas yang diperlukan
adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repitisi masing – masing
jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan selama umur rencana.

Langkah – Langkah dalam perencanaan tebal plat adalah sebagai berikut :


1. Pilih perkerasan beton semen, bersambung tanpa ruji, bersambung dengan
ruji atau menerus dengan tulangan.
2. Tentukan apakah menggunakan bahu beton atau bukan.
3. Tentukan jenis dan tebal pondasi bawah berdasarkan nilai CBR rencana
dan perkirakan jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
sesuai Gambar 2.6.
4. Tentukan CBR efektif berdasarkan nilai CBR rencana dan pondasi bawah
yang dipilih sesuai dengan Gambar 2.7.
5. Pilih kuat tarik lentur atau kuat tekan beton pada umur 28 hari.
6. Pilih faktor keamanan beban lalu lintas (FKB)
7. Taksir tebal pelat beton menggunakan Gambar 2.16 sampai dengan
Gambar 2.23.
26

Gambar 2.13. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas dalam
Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,1
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
27

Gambar 2.14. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas dalam
Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,2
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
28

Gambar 2.15. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas dalam
Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,1
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
29

Gambar 2.16. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas dalam
Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,2
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
30

Gambar 2.17. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas luar Kota,
Tanpa Ruji, FKB = 1,1
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
31

Gambar 2.18. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas luar Kota,
Tanpa Ruji, FKB = 1,2
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
32

Gambar 2.19. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas luar Kota,
Dengan Ruji, FKB = 1,1
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
33

Gambar 2.20. Contoh Grafik Perencanaan, fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas luar Kota,
Dengan Ruji, FKB = 1,2
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003

8. Tentukan Tegangan Ekivalen (TE) dan faktor Erosi (FE) untuk STRT.
9. Tentukan faktor rasio tegangan (FRT) dengan membagi tegangan ekivalen
(TE) oleh kuat tarik lentur (fcf).
10. Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut, tentukan beban per
roda dan kalikan dengan faktor keamanan beban (F kb) untuk menentukan
beban rencana per roda. Jika beban rencana per roda ≥ 65 Kn (6,5 ton),
anggap dan gunakan nilai tersebut sebagai batas tertinggi pada Gambar
2.23 sampai Gambar 2.25.
34

11. Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana, tentukan jumlah
repitisi ijin untuk fatik dari Gambar 2.24, yang dimulai dari beban roda
tertinggi dari jenis sumbu STRT tersebut.

Gambar 2.21. Analisis fatik dan beban repitisi ijin berdasarkan rasio tegangan,
dengan atau tanpa bahu beton
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
35

12. Hitung persentase dari repitisi fatik yang direncanakan terhadap jumlah
repitisi ijin.
13. Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah repitisi ijin untuk
erosi, dari Gambar 2.24 atau 2.25.

Gambar 2.22. Analisis Erosi dan jumlah repitisi beban ijin, berdasarkan faktor
erosi, tanpa bahu beton
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003
36

Gambar 2.23. Analisis erosi dan jumlah repitisi beban berdasarkan faktor erosi,
dengan bahu beton
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003

14. Hitung persentase dari repitisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah
repitisi ijin.
37

15. Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban per roda pada
pada sumbu tersebut sampai jumlah repitisi beban ijin yang terbaca pada
gambar 2.23 dan Gambar 2.24 atau Gambar 2.25 yang masing-masing
mencapai 10 Juta dan 100 Juta repitisi.
16. Hitung jumlah total fatik dengan menjumlahkan persentase fatik dari
setiap beban roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung
jumlah total erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut.
17. Ulangi langkah 8 sampai dengan 16 untuk setiap jenis kelompok sumbu
lainnya.
18. Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah total kerusakan
akibat erosi untuk seluruh jenis kelompok sumbu.
19. Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga diperoleh ketebalan
tertipis yang menghasilkan total kerusakan akibat fatik atau erosi ≤100%.
Tebal tersebut sebagai tebal perkerasan beton semen yang direncanakan.
20. Menentukan nilai repitisi beban yang diizinkan dari hasil perbandingan
tegangan dapat menggunakan Tabel 2.6.
21. Bandingkan nilai repitisi beban berdasarkan volume lalu lintas dengan
nilai repitisi beban yang diizinkan (dalam %), jumlah persentase erosi
seluruhnya harus lebih kecil atau sama dengan 100%. Untuk faktor erosi
dibantu dengan menggunakan Tabel 2.7 dan bantuan grafik analisa erosi
Gambar 2.23.
38

Tabel 2.5 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu
Beton

Sumber : Departermen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003


39

Tabel 2.6. Jumlah Pengulangan Beban yang Diijinkan

Perbandingan Jumlah Pengulangan Perbandingan Jumlah Pengulangan


Tegangan Beban yang Diijinkan Tegangan Beban yang diijinkan

0,51 400.000 0,69 2.500


0,52 300.000 0,70 2.000
0,53 240.000 0,71 1.500
0,54 180.000 0,72 1.000
0,55 130.000 0,73 850
0,56 100.000 0,74 650
0,57 75.000 0,75 490
0,58 57.000 0,76 360
0,59 42.000 0,77 270
0,60 32.000 0,78 210
0,61 24.000 0,79 160
0,62 18.000 0,80 120
0,63 14.000 0,81 90
0,64 11.000 0,82 70
0,65 8.000 0,83 50
0,66 6.000 0,84 40
0,67 4.500 0,85 30
0,68 3.500
*Tegangan akibat beban dibagi dengan kuat lentur tarik

**Untuk perbandingan tegangan yang lebih kecil atau dengan 0,50, repitisi yang
diizinkan adalah tidak terhingga.

Sumber : SKBI 1988


40

Tabel 2.7. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan tanpa Bahu
Beton
CBR Faktor Erosi
Tebal efekti Tegangan Setara
Tanpa Ruji Dengan Ruji
Slab f
Beto tanah
STR STR STdR STR STR STdR STR STR STdR
n dasar
T G G T G G T G G
%
200 5 1,1 1,81 1,6 2,44 3,04 3,23 2,23 2,83 2,97
200 10 1,05 1,7 1,46 2,42 3,02 3,18 2,22 2,82 2,95
200 14 1,02 1,65 1,4 2,42 3,02 3,15 2,22 2,82 2,93
200 15 1,01 1,62 1,36 2,41 3,01 3,14 2,21 2,81 2,92
200 20 0,99 1,59 1,33 2,4 3,01 3,12 2,21 2,81 2,91
200 25 0,96 1,52 1,25 2,39 3 3,09 2 2,8 2,89
200 35 0,92 1,44 1,18 2,38 2,98 3,06 2,19 2,79 2,87
200 50 0,89 1,36 1,1 2,36 2,96 3 2,18 2,78 2,85

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003

2.6.1 Perencanaan Penulangan


Untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan, luas penampang
tulangan dapat dihitung dengan persamaan II.7.

μ x Lx M xg x H
AS = ..........................................................................(II.7)
2 x fy

Keterangan :
AS = Luas Tulangan (mm² / m panjang plat) μ
μ = Koefisien Gesek antara Plat Beton dengan lapisan dibawahnya
L = Panjang bentang slab Beton (m)
fy = Mutu baja tulangan (Mpa)
M = Berat per satuan volume plat (kg/mᶾ)
g = Gravitasi (m/s²)
h = Tebal plat (m)
41
42

Tabel 2.8 Nilai Koefisien Gesekan

JENIS FAKTOR GESEKAN ( μ)

Pondasi. Burtu, Lapen, sejenis 2,2

Aspal Beton, Lataston 1,8

Stabilitas Kapur 1,8

Stabilitas Aspal 1,8

Stabilitas Beton 1,8

Koral Sungai 1,5

Batu Pecah 1,5

Sirtu 1,2

Tanah 0,9

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003

Untuk dowel bar (ruji) dimensi, panjang dan spasi tulangan telah
ditentukan oleh AASHTO, juga digunakan oleh Bina Marga di Indonesia, sesuai
pada Tabel 2.9.
Untuk tie bar (batang pengikat) menurut AASHTO penentuan dimensi
dapat menggunakan grafik pada Gambar 2.27, sedangkan batang pengikat dapat
dihitung dengan persamaan II.8.
I = (38,3 x ф) + 75................................................................................(II.8)

Keterangan :
I = Panjang Batang Pengikat (mm)
Ф = Diameter Batang Pengikat yang dipilih (mm)
43

Tabel 2.9 Ukuran dan Jarak Ruji (mm)

Tebal Perkerasan Diameter Panjang Dowel Spasi Dowel


(mm) (mm) (mm) (mm)

150 19 450 300

175 25 450 300

200 25 450 300

225 32 450 300

250 32 450 300

275 32 450 300

300 38 450 300

325 38 450 300

350 38 450 300

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.7 Mutu Beton


Beton adalah salah satu material bangunan yang terbuat dari pencampuran
aggregat dan semen sebagai pengikat. Bentuk paling umum dari beton adalah
beton semen portlan, yang terdiri dari aggregat mineral (kerikil dan pasir), semen
dan air.
Mutu beton merupakan klasifikasi kegunaan beton itu sendiri yang terdiri
dari beberapa karakteristik juga menyatakan kekuatan tekan luas bidang
permukaan.

2.7.1 Mutu Beton dengan Fc’


Beton dengan mutu Fc’ 25 menyatakan kekuatan tekan minimum adalah
25 MPa pada beton umur 28 hari, dengan menggunakan silinder beton diameter
15 cm, tinggi 30 cm. Mengacu pada standar SNI 03-2847-2002 yang merujuk
pada ACI (American Concerete Institute) 1 MPa = 10 Kg/cm².
44

2.7.2 Mutu Beton dengan Karakteristik


Beton dengan mutu K-250 menyatakan kekuatan tekan karakteristik
minimum adalah 250 Kg/cm² pada umur beton 28 hari, dengan menggunakan
kubus beton ukuran 15x15x15 cm. Mengacu pada PBI 71 yang merujuk pada
standar eropa lama. Disini kita bisa langsung menyatakan bahwa 25 MPa sama
dengan K-250.

2.8 Klasifikasi Kegunaan Beton Berdasarkan Mutu


Mutu beton berdasarkan karakteristik beton dalam praktek di lapangan
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Beton Non Struktural
Beton Non Struktural adalah pekerjaan pengecoran beton yang tidak
mengandung secara langsung unsur struktural antara lain besi sebagai
bahan penulangan cor beton. Mutu beton Non Struktural atau juga disebut
beton kelas I antara lain : K-BO (Nol), K-100, K-125, K-150, K-175 dan
K-200.

2. Beton Struktural
Beton struktural adalah jenis beton yang mengandung unsur penulangan
besi dalam adukan corannya, beton struktural juga meliputi pekerjaan
pembesian dan pekerjaan pengecoran beton. Sedangkan pekerjaan lainnya
yang sering berhubungan dengan pekerjaan beton adalah pekerjaan
penyusunan struktur baja, bekisting beton, finishing beton, pondasi beton,
pasangan bata, dan lain sebagainya.
Mutu beton struktural juga disebut beton Kelas II yang terdiri dari
beberapa mutu antara lain : K-225, K-250, K-275 dan K-300.

3. Beton Prategang
Beton prategang adalah perpaduan antara beton dan baja, sedangkan beton
merupakan materi yang memiliki daya kekuatan tekan yang tinggi akan
tetapi kekuatan tariknya rendah. Disamping itu baja memiliki kekuatan
tarik yang sangat tinggi. Dengan kombinasi antara kekuatan beton dan
45

baja maka akan menghasilkan struktur yang kuat terhadap beban tekan dan
beban tarik. Mutu beton pratekan ini juga disebut Beton Kelas III yang
terdiri dari beberapa Karakteristik kelas antara lain : K-325, K-350, K-375,
K-400, K-500.
Adapun kegunaan beton jika dilihat dari kelas dan mutunya adalah
sebagai berikut :
1. Kelas A (K-500)
Kelas ini diperuntukkan untuk beton Precast atau beton Prestressed.
2. Kelas P (K-400)
Kelas ini diperuntukkan Rigid Pavement, jalan kelas I atau jalan Tol.
3. Kelas B (K-350)
Kelas ini diperuntukkan untuk lantai, biasanya lantai dasar bangunan
pabrik.
4. Kelas K-300
Diperuntukkan untuk konstruksi bangunan ruko/rumah bertingkat 3 lantai
s/d 5 lantai.
5. Kelas K-250
Diperuntukkan untuk konstruksi bangunan bertingkat dua lantai,
ruko/rumah tinggal standar.
6. Kelas D (K-175)
Diperuntukkan untuk konstruksi bangunan ringan.
7. Kelas E (K-125)
Diperuntukkan untuk konstruksi LC/lantai dasar.
8. Kelas BO Diperuntukkan untuk Konstruksi lantai LC/lantai dasar.

2.9 Tujuan menggunakan Rigid Pavement


1. Job mix lebih mudah dikendalikan kualitasnya, modulus elestisitas antara
lapis permukaan dan pondasi sangat berbeda
2. Dapat lebih bertahan terhadap kondisi drainase yang lebih buruk
3. Umur rencana dapat mencapai 10 tahun
46

4. Jika terjadi kerusakan maka kerusakan tersebut cepat dan dalam waktu
singkat untuk perbaikannya.
5. Indeks pelayanan tetap baik hampir selama umur rencana.

2.10 Dasar pemilihan pekerasan kaku (rigid pavement)


1. Kekuatan tanah dasar tidak kuat
2. Beban dipikul besar
3. Masa umur rencana lama.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Studi Literatur


Penelitian dimulai dengan mempelajari dan memahami buku – buku atau
referensi – referensi yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir ini, baik buku –
buku teknik sipil ataupun laporan tugas akhir yang berkaitan.

3.2 Persiapan
Merencanakan jadwal pelaksanaan tugas akhir, mempersiapkan peralatan
dan perlengkapan yang akan digunakan serta mempersiapkan personil yang
dibutuhkan untuk melakukan survey dan pengujian dilapangan. Adapun peralatan
yang perlu dipersiapkan antara lain :
a) Alat DCP (Dynamic Cone Penetrometer), digunakan untuk melakukan
pengujian kekuatan tanah dasar dilapangan.
b) Meteran, digunakan untuk mengukur panjang, lebar dan jarak antar
titik pengujian.
c) Alat tulis dan lembar formulir survey untuk pencatatan data lalu lintas
harian.
d) Spanduk, digunakan untuk memberikan informasi kepada masyarakat
setempat tentang kegiatan penelitian tugas akhir yang sedang
berlangsung.

3.3 Survey Lapangan


Penulis melakukan peninjauan langsung ke lapangan untuk mengetahui
kondisi lapangan, mengukur panjang jalan yang akan diteliti dan menentukan titik
– titik pengujian. Adapun sket lokasi penelitianbeserta titik – titik pengujian CBR
lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

47
48

Gambar 3.1 Sket lokasi penelitian beserta titik pengujian CBR Lapangan

3.4 Pengumpulan Data


Adapun data yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah :

3.4.1 Data Primer


Data primer penulis peroleh dengan melakukan survei langsung ke
lapangan, adapun data yang di peroleh adalah :
1. Data CBR
Data CBR (California Bearing Ratio) penulis peroleh dengan melakukan
pengujian langsung di lapangan dengan menggunakan alat DCP (Dynamic
Cone Penetrometer), dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat DCP, alat tulis dan formulir pengujian serta personil
yang berjumlah 4 orang.
b. Menentukan titik pengujian pada jalan dengan jarak antar titik
pengujian adalah 100 m.
c. Meletakan alat DCP di atas tanah (titik) yang akan diuji dan membaca
rol meter.
d. Melakukan pemukulan hammer 1 kali dan membaca rol meter.
Kemudian catat ke dalam lembar formulir pengujian.
e. Melakukan bacaan dan catat setiap per 1 kali pukulan hammer
berikutnya hingga bacaan pada rol meter mendekati 100 cm.
49

2. Data LHR
Pengumpulan data mengenai volume lalu lintas harian rata – rata ini
dilakukan dengan cara manual yaitu survei lapangan dengan langkah –
langkah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan personil yang berjumlah 4 orang dan menyediakan
lembar formulir untuk mencatat volume lalu lintas.
b. Menentukan lokasi tempat pengambilan data LHR.
c. Menghitung jumlah dan jenis kendaraan yang lewat untuk kedua arah
selama 3 hari.

3.4.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data pendukung yang penulis dapatkan dari instansi
– instansi terkait berupa :
a) Data pertumbuhan lalu lintas, penulis peroleh dari Dirlantas Polda
Riau.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2

3.5 Pengolahan Data


Penulis mengolah data – data yang telah diperoleh kemudian melakukan
perhitungan tebal perkerasan jalan yang mengacu pada pedoman yang dikeluarkan
oleh dan juga Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
50

MULAI

IDENTIFIKASI MASALAH

STUDI LITERATUR

PENGAMBILAN DATA

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

1. DATA
1. DATA NILAI DCP
PERTUMBUHAN
2. DATA LHR LALU LINTAS
3. DATA TEKNIS JALAN

PENGOLAHAN DATA

1. TENTUKAN NILAI CBR


2. TENTUKAN CBR RENCANA
3. PILIH KUAT TEKAN TARIK/TEKAN BETON UMUR
28 HARI
4. TENTUKAN FAKTOR KEAMANAN BEBAN LALU
LINTAS
5. TENTUKAN TEBAL PLAT BETON

HASIL DAN PEMBAHASAN


GAMBAR RENCANA

KESIMPULAN DAN SARAN

SELESAI

Gambar 3.2. Flowchart Metodologi Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Penelitian


4.1.1 Kekuatan Tanah Dasar
Dari hasil penelitian dilapangan menggunakan alat DCP (Dynamic Cone
Penetrometer) didapatkan nilai CBR untuk setiap titik pengamatan di Jalan
Teropong Kota Pekanbaru yang dapat dilihat pada lampiran. Adapun langkah –
langkah mendapatkan nilai CBR titik dapat dilihat pada uraian penentuan CBR
titik di STA 0+000 berikut :
a) Menentukan selisih angka DCP
Selisih angka DCP yang didapat setelah dilakukan pengujian pada STA
0+000 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
b) Menentukan nilai CBR
Dengan menggunakan persamaan 2.2, nilai CBR pada STA 0+000 akibat
pukulan ke-1 dapat dihitung sebagai berikut :
CBR PUKULAN KE-1 = = 10(2,628−1,273 x log(97)) = 1,25 %
Untuk nilai CBR pada STA 0+000 akibat pukulan selanjutnya dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
c) Menentukan Rata – Rata CBR
Dari persamaan 2.3 didapatkan nilai CBRRATA-RATA pada STA 0+000

(
3 3 3 3 3 3 3 3 3
30 √ 5,59+20 √9,37+ 30 √ 5,59+10 √ 22,65+50 √2,92+60 √ 2,31+50 √ 2,92+100 √ 1,21+¿ 190 √ 0,53+1
1000

=1,80 %

51
52

Tabel 4.1 Nilai CBR pada STA 0+000

Lokasi : Jl. Teropong Waktu :


STA : 0 + 000 Cuaca Cerah
Angka DCP Nilai
No Rata-Rata
Selisih CBR
Pukulan cm mm CBR (%)
(%)
0 100 1000
1 97 970 30 5.59
2 95 950 20 9.37
3 92 920 30 5.59
4 91 910 10 22.65
5 86 860 50 2.92
6 80 800 60 2.31
7 75 750 50 2.92
8 69 690 60 2.31
9 59 590 100 1.21 1.80
10 40 400 190 0.53
11 27 270 130 0.86
12 16 160 110 1.07
13 9 90 70 1.90
14 5 50 40 3.88
15 1 10 40 3.88
16 0 0 10 22.65
17
18

Adapun nilai CBR titik untuk STA berikutnya telah penulis


rangkum dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Nilai CBR Pada Ruas Jalan Teropong Kota Pekanbaru
STA CBR (%) STA CBR (%)
0 + 000 1,80 0 + 700 1,39
0 + 100 1,58 0 + 800 1,54
0 + 200 2,22 0 + 900 2,38
0 + 300 1,52 1 + 000 1,84
0 + 400 1,64 1 + 100 1,58
0 + 500 2,35 1 + 200 2,43
0 + 600 1,72 1 + 300 1,85
Sumber : Hasil Survey dan Analisa
53

Nilai CBR pada Tabel 4.2 diplotkan kedalam grafik yang dapat
dilihat pada Gambar 4.1

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300

Gambar 4.1 Grafik nilai CBR Rata – Rata

1. Perhitungan CBR Cara Analitis


Dengan menggunakan persamaan II.4 dan Tabel. 2.4, maka nilai CBR
segmen dapat dihitung sebagai berikut :
CBRRATA-RATA = 1,85 %
CBRMAX = 2,43 %
CBRMIN = 1,39 %
R (Tabel 2.4) = 3,18
(2,43 %−1,39 %)
Maka, CBR = 1,85 % - = 1,53 %
3,18

2. Perhitungan CBR Cara Grafis


Perhitungan CBR dengan cara grafis dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan hasil
CBR dapat dilihat pada Gambar 4.2.
54

Tabel 4.3 Perhitungan CBR Cara Grafis

Nilai CBR Persen nilai


CBR rata - Nilai yang
rata - rata yang sama
Sta rata per sama atau
dari yang atau lebih
STA (%) lebih besar
terkecil (%) besar (%)
0+000 1.80 1.39 14 100
0+100 1.58 1.52 13 92.9
0+200 2.22 1.54 12 85.7
0+300 1.52 1.58 11 78.6
0+400 1.64 1.58 10 71.4
0+500 2.35 1.64 9 64.3
0+600 1.72 1.72 8 57.1
0+700 1.39 1.80 7 50.0
0+800 1.54 1.84 6 43
0+900 2.38 1.85 5 35.7
1+000 1.84 2.22 4 28.6
1+100 1.58 2.35 3 21.4
1+200 2.43 2.38 2 14.3
1+300 1.85 2.43 1 7.1

Nilai CBR pada Tabel 4.3 diplotkan ke dalam grafik yang dapat
dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Mencari Nilai CBR Rata – rata / Segmen


55

Didapat nilai CBR dengan cara grafis dalam keadaan 90% adalah
1.50 %.

Dari kedua cara perhitungan untuk memperoleh nilai CBR diatas,


dipilih nilai CBR yang terkecil sebagai nilai CBR yang mewakili, maka
untuk nilai CBR yang digunakan yaitu 1,53 %.

4.1.2 Lalu Lintas


Berdasarkan data primer yang didapatkan, diperoleh data lalu lintas
kendaraan pada ruas Jalan Teropong yang dimana Jumlah jenis kendaraan Mobil
Penumpang pada hari Minggu, Jum’at dan hari Rabu dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Demikian juga dengan Jumlah jenis kendaraan Truk 1.2L dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Data Lalu lintas Harian Rata – Rata

JenisKendaraan Jumlah Rata –Rata


Minggu Jum’at Rabu (Kend/hari)
Mobil Penumpang 1779 (Kend/hari)
1313 1385 1492,33
Bus 0 0 0 0
Truk 1.2L 264 207 219 230,00
Truk 1.2H 0 0 0 0
Truk 1.22 0 0 0 0
Trailer 1.2+2.2 0 0 0 0
Trailer 1.2-2 0 0 0 0
Trailer 1.2-2.2 0 0 0 0

Sumber : Hasil Analisa Survey

Berdasarkan data diatas, maka dapat dianalisis perhitungan jumlah


sumbu berdasarkan jenis dan bebannya seperti terlihat pada Tabel 4.5.
56

Tabel 4.5 Konfigurasi Beban Sumbu Masing – Masing Kendaraan


Konfigurasi
Jml.
beban sumbu STRT STRG STdRG
Jenis Jml. Sumb Jml.
(ton)
Kendar Kend u Per Sumb
R R
aan R R (bh). Kend u (bh) BS JS BS JS BS JS
G G
D B (bh). (ton) (bh) (ton) (bh) (ton) (bh)
D B
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9)
Mobil
Penum 2 2 - - 1492 2 2984 2 1492
pang
Truk
3 5 - - 230 2 460 3 230 5 230
(1.2L)
Total 3444 1722 230

Jumlah kendaraan Mobil Penumpang dan Truk 1.2L dapat diliat pada Tabel 4.4
pada Rata – rata (kend/hari).

4.1.3 Pertumbuhan Lalu lintas


Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari Polres Kota Pekanbaru,
diperoleh data pertumbuhan lalu lintas Kota Pekanbaru yang dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Pertumbuhan Lalu Lintas Kota Pekanbaru

JUMLAH / JENIS KENDARAAN


NO TAHUN TOTAL
MOBIL MOBIL SPD
BUS RANSUS
PNP BRG MOTOR
1 TAHUN 2014 16,796 271 11,019 13,056 116 41,258

2 TAHUN 2015 17,876 248 11,192 14,701 111 44,128

3 TAHUN 2016 18,267 252 11,976 15,278 121 45,894

4 TAHUN 2017 23,805 289 12,565 11,447 121 48,227

5 TAHUN 2018 26,332 367 13,409 11,294 138 51,540

JUMLAH 103,076 1,427 60,161 65,776 607 231,047


Sumber : Polres Kota Pekanbaru
57

Didapat nilai Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH) = 3444


dan nilai pertumbuhan lalu lintas sebesar 5,73%.
Berdasarkan persamaan II.1 Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga
(JSKN) selama umur rencana (10 Tahun) adalah :

JSKN = JSKNH × 365 × R × C


( 1+i )UR−1
R=
i
( 1+0,05 )10−1
R=
0,05
R = 12,57

JSKN RENCANA = JSKNH × 365 × R × C


= 3444 × 365 × 12,57 × 0,5
= 7.900.622
Nilai C diambil dari jumlah lajur dan koefisien distribusi
kendaraan niaga berdasarkan lebar perkerasan jalan sesuai dengan Tabel
2.1.

4.2 Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan


1. Fungsi Jalan : Lokal
2. Tipe Jalan Direncanakan : 2 Lajur 2 Arah Tidak Terbagi (2/2
TB)
3. Umur Rencana : 10 Tahun
4. Jenis Perkerasan : Kaku
5. Kuat Tekan Beton (Fc’) : 400 kg/cm² = 40 Mpa
6. Kuat Tarik Lentur Beton (Fcf) : K (FC’)0,50
: 0,75 (40) 0,50
: 4,74 Mpa
7. Pertumbuhan Lalu Lintas : 5%

4.3 Perencanaan Tebal Pelat Beton


58

Urutan langkah perhitungan tebal pelat beton di uraikan sebagai berikut :


1. Menghitung persentase Konfigurasi sumbu dan repitisi beban yang
terjadi.
Data lalu lintas yang diperlukan dalam perencanaan perkerasan beton
semen adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repitisi
masing – masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan
selama umur rencana.
A. Proposi Beban Jenis Sumbu.
a) Proporsi beban jenis sumbu STRT :
Jumlah Sumbu Beban
 Beban Sumbu 2 Ton = x 100
Jumlah Total Jenis Sumbu
1492
= x 100
1722
= 86 % = 0,86

Jumlah Sumbu Beban


 Beban Sumbu 3 Ton = x 100
Jumlah Total Jenis Sumbu
230
= x 100
1722
= 14 % = 0.14

b) Proporsi Beban Jenis Sumbu STRG :


Jumlah Sumbu Beban
 Beban Sumbu 5 Ton = x 100
Jumlah Total Jenis Sumbu
230
= x 100
230
=100 % = 1

B. Proporsi Sumbu
 Beban sumbu STRT =
Jumlah Total Sumbu Beban(STRT )
x 100
JSKNH
59

1722
= x 100
3444
= 50 % = 0,5
 Beban Sumbu STRG =
Jumlah Total Sumbu Beban(STRG )
x 100
JSKNH
230
= x 100
3444
= 6 % = 0,6

Tabel 4.7 Perhitungan Jumlah Repitisi Sumbu Rencana


Beban Lalu
Jenis Jumlah Proporsi Proporsi Repitisi
Sumbu lintas
Sumbu Sumbu Beban Sumbu yang terjadi
(Ton) Rencana

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


STRT 2 1492 0,86 0,5 7.900.622 3,40E+06
3 230 0,14 0,5 7.900.622 5,53E+06
Total 1722 1
STRG 5 230 1 0,6 7.900.622 1,26E+06
Total 264 1 1
Komulatif 5,21E+06
5214410,52
Sumber : Hasil Analisa

2. Penentuan Tebal Pondasi Bawah dan CBR efektif Tanah Dasar


Dari data CBR pada Tabel 4.1 dan hasil perhitungan Jumlah Sumbu
Kendaraan Niaga (JSKN) dapat ditentukan tebal dan jenis pondasi
bawah serta CBR efektif tanah dasar bila CBR tanah dasar < 2%
gunakan Campuran Beton Kurus (CBK) tebal minimum 15 cm pada
Gambar 2.6 dan jika CBR < 2% gunakan tebal pondasi bawah CBR
150 mm dan anggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 1,5%
pada Gambar 2.7. Dikarenakan nilai CBR yang terdapat pada Jalan
60

Teropong adalah 1,5 % < 2 % maka digunakan tebal pondasi bawah


Campuran Beton Kurus (Lean Mix Concrete) dengan tebal pondasi
bawah 15 cm dengan tebal nilai CBR efektif 1,5% .

Dapat ditentukan besarnya nilai modulus reaksi tanah (k)


menggunakan grafik pada Gambar 2.14. Penentuan nilai (k) dapat
dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Penentuan Nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)


Dengan nilai CBR efektif 1,5% didapat Nilai Modulus Reaksi Tanah
Dasar (k) sebesar 17 kPa/mm.

3. Menghitung Tebal Plat analisa Fatik dan analisa Erosi


a) Analisa Fatik
Untuk ruas jalan dengan nilai k = 17 kPa/mm dicoba tebal plat 200
mm. Dengan menentukan tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE), maka
dapat ditentukan faktor rasio tegangan (FRT) untuk masing – masing beban
rencana per roda.

Untuk mengetahui tebal perkerasan aman atau tidak maka harus


dilakukan analisa fatik dan erosi sesuai pedoman perencanaan perkerasan jalan
61

beton semen Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003. Adapun cara
untuk menentukan factor rasio tegangan (FRT) dan Faktor Erosi (FE) didasarkan
pada CBR efektif dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4 menggunakan grafik.

a) Beban rencana per roda :


 STRT beban sumbu 3 ton :
TE = 1,1 (Di dapat dari table 2.7)
FE = 2,23 (Didapat dari table 2.7)
Untuk mencari beban sumbu per roda :

Beban Sumbu 20
× FE= ×1,1=11,00
2 2
Beban Sumbu 30
× FE= ×1,1=16,50
2 2
Untuk mencari FRT :

FE 1,1
= = 0,23 (fcf didapat dari kuat tarik lentur beton)
fcf 4,74
FRT = 0,23
 STRG beban sumbu 5 ton :
TE = 1,81 (didapat dari Tabel 2.7)
FE = 2,83 (didapat dari Tabel 2.7)
Untuk mencari beban sumbu per roda :

Beban Sumbu 50
× FE= ×1,1=13,75
2 2

Untuk mencari FRT :


FE 1,81
= = 0,38 (fcf didapat dari kuat tarik lentur beton)
fcf 4,74
FRT = 0,38
62

Tabel. 4.8 Analisa Fatik dan Erosi (dicoba T = 200 mm)


Analisa Fatik Analisa Erosi
Beban Beban
Faktor
Jenis Sumb rencana Repitisi yang Persen Persen
Tegangan dan Repitisi Repitisi
Sumbu u Per Roda terjadi Rusak Rusak
Erosi Ijin Ijin
(kN) (kN) (%) (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


STRT 20 11,00 3,40E+06 TE = 1,1 TT TT

30 16,50 5,53E+06 FRT = 0,23 TT TT


FE = 2,23

STRG 50 13,75 4,74E+06 TE = 1,81 TT TT


FRT = 0,38
FE = 2,83
TOTAL 0 % < 100 % 0 % > 100%
Sumber : Hasil Analisa

Nilai total fatik yang didapat adalah 0 % < 100 %, dan nilai total erosi
yang didapat adalah 0 > 100% maka dicoba dengan tebal plat yang lebih besar
yaitu 200 mm.
4.4 Perencanaan Penulangan
Parameter dalam perencanaan penulangan yaitu :

1. Tebal Plat (h) : 200 mm


2. Lebar Plat (L) : 3 m (untuk 1 lajur)
3. Panjang Plat : 10 m
4. Koefisien gesek (µ) : 1.8 (dari Tabel 2.7)
5. Kuat tarik ijin baja (fy) : 3000 kg/cm2 = 300 MPa
6. Berat isi beton (M) : 2400 kg/m3
7. Gravitasi (g) : 9.81 m/s2

4.4.1 Tulangan Memanjang


Berdasarkan persamaan II.8 perhitungan tulangan memanjang dapat dilihat
pada uraian berikut:
63

kg m
1.8 ×10 m× 2400 × 9.81 ×0.20 m
m³ s² = 141,2604 mm2/m’
As=
2 ×300 Mpa
As min ¿ 0.1% ×200 ×1000=¿ ¿ 200 mm2/m’
As min > As, maka As perlu = 200 mm2/m’
Digunakan tulangan polos anyaman las Ø8

4.4.2 Tulangan Melintang


Berdasarkan persamaan II.8 perhitungan tulangan memanjang dapat dilihat
pada uraian berikut:

kg m
1.8 ×3 m× 2400 ×9.81 ×0.20 m
m³ s² = 42,3792mm2/m’
As=
2 ×300 Mpa
As min ¿ 0.1% ×200 ×1000=¿ ¿ 200 mm2/m’
As min > As, maka As perlu = 220 mm2/m’
Digunakan tulangan polos anyaman las Ø8 – 200

4.4.3 Sambungan Melintang (Dowel)


Untuk sambungan susut melintang kedalaman potongan yaitu = (1/3 x h),
sehingga didapat kedalaman pemotongan untuk sambungan melintang sebagai
berikut :

Kedalaman Sambung Melintang = 1/3 x 200 mm

= 66,66 mm

Jarak antar sambungan untuk perkerasan beton semen bersambung tanpa


tulangan. Sambungan melintang harus dilengkapi dengan ruji. Ketentuan
penggunaan ruji sebagai penyambung/pengikat pada sambungan pelat beton dapat
dilihat pada Tabel 2.9, sehingga didapatkan ukuran dan jarak ruji yaitu diameter
ruji 32 mm, panjang ruji 450 mm dan jarak antar ruji 300 mm.
64

66,66 mm
66,66 mm

Gambar 4.4 Detail kedalaman sambungan

4.4.4 Sambungan Memanjang (Ruji)


Sama seperti sambungan susut melintang kedalaman sambungan susut
memanjang yaitu = (1/3) x h, maka kedalaman pemotongan untuk sambungan
memanjang digunakan batang pengikat diameter 16 mm dengan jarak antar
pengikat maksimal 120 cm. Jarak antar sambungan adalah 3 – 4 meter, digunakan
3 meter. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang pengikat baja
ulir dengan diameter 16 mm. Jarak batang pengikat dapat ditentukan
menggunakan grafik pada Gambar 2.28
Panjang batang pengikat yang digunakan berdasarkan persamaan II.9
adalah :
I = (38,3 x 16 mm) + 75
= 687,8 mm ~ dipakai 700 mm
Sehingga didapatkan ukuran dan jarak tie bar berdiameter 16 mm, panjang
700 mm.
65

Gambar 4.5 Penentuan jarak Tier Bar

4.5 Pembahasan
Perencanaan tebal perkerasan kaku (rigid pavement) pada ruas Jalan Budi
Kemuliaan Kota Dumai menggunakan jenis perkerasan beton semen bersambung
dengan tulangan. Struktur perkerasakan beton dengan ketebalan 200 mm,
disesuaikan dengan perhitungan perencanaan perkerasan jalan beton Pd-T 14-
2003. Sedangkan lapisan pondasi bawah menggunakan lapisan Bahan Pengikat
tebal 12,5 cm dengan rician sebagai berikut :

 Lebar Pelat :2x3m


 Panjang Pelat : 10 m
 Sambungan susut dipasang setiap jarak 10 m
 Ruji digunakan diameter 33 mm, panjang 450 mm, jarak 300 mm
 Batang pengikat digunakan baja ulir diameter 16 mm, panjang 700 mm.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan untuk perencanaan perkerasan kaku pada
ruas Jalan Budi Kemuliaan Kota Dumai dapat diambil kesimpulan antara lain :
1. Perkerasan kaku yang digunakan adalah jenis perkerasan kaku bersambung
dengan tulangan dengan mutu beton adalah K-400 dan tebal plat beton
adalah 200 mm atau 20 cm.
2. Pondasi bawah menggunakan Bahan Pengikat dengan ketebalan 15 cm.
3. Tulangan yang digunakan masing – masing sebagai berikut :
 Tulangan memanjang : Ø8 mm dengan jarak 518 mm
 Tulangan melintang : Ø8 mm dengan jarak 574 mm
 Dowel (Ruji) : Ø32 mm dengan panjang 450 dan dengan
spasi 300 mm
 Tie Bar : Ø16 mm dengan panjang 700 mm

5.2 Saran
Dari kesimpulan diatas penulis ingin memberi sedikit saran yang
bersangkutan dengan pekerjaan :
1. Bagi mahasiswa/i yang ingin melakukan perencanaan perkerasan kaku,
perlu diperhatikan ketelitian dalam mengambil data – data yang diperlukan
untuk perencanaan perkerasan kaku agar data yang didapat akurat dan
hasil perencanaan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Selalu utamakan faktor keamanan dan kenyamanan dalam setiap
melakukan perencanaan.
3. Hendaknya selalu mengacu pada standar – standar yang telah ditetapkan.

66
67

Anda mungkin juga menyukai