BAB I
PENDAHULUAN
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha mendatangkan air dengan membuat
bangunan dan saluran-saluran ke sawah-sawah atau ke ladang-ladang dengan cara
teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi, setelah air itu dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan
menambah sumber air dalam tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air
terdapat berlebihan dalam tanah maka perlu dilakukan pembuangan, agar tidak
mengganggu kehidupan tanaman. Sistem irigasi di Indonesia dikembangkan untuk
mengairi persawahan, walaupun tidak semua persawahan yang ada sekarang ini
dilayani oleh sistem irigasi. Sekitar 84% produksi beras nasional berasal dari
daerah sawah beririgas (Hasan, 2005). Jadi sawah irigasi merupakan faktor utama
dalam pencapaian ketahanan pangan nasional. Agar produksi beras di lahan
beririgasi maksimal, maka jaringan irigasi harus dikelola dengan baik.
Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk
keperluan penyediaan cairan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman
(Hansen, Israelsen, dan Stringham, 1992). Salah satu sistem irigasi yang
memungkinkan untuk mengatur jumlah air sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Dalam tahap awal pengembangan lahan dimulai dengan pembukaan areal hutan
atau semak belukar menjadi lahan yang siap untuk ditanami. Dalam
perkembangan yang lebih lanjut dilakukan perataan tanah dan pembuatan
pematang-pematang untuk memungkinkan air hujan dapat ditampung lebih lama
khusunya untuk budidaya padi. Dalam tahap berikutnya mulai dikembangkan
irigasi untuk memberikan air oleh hujan. Daerah-daerah irigasi umumnya dimulai
pada areal tadah hujan dan berkembang dalam waktu yang cukup lama dengan
tahapan –tahapannya tersendiri. (Effendi Pasandaran, 1991).
Irigasi merupakan salah satu dari 15 aspek yang dikenali sebagai aspek – aspek
dalam pengembanhan wilayah sungai, yaitu : pengendalian banjir, irigasi,
pembangkit tenaga listrik, navigasi, penyediaan air bersih, air kota dan air
industri, pengelolaan daerah aliran sungai, rekreasi, perikanan darat dan
perlindungan satwa liar, penanggulangan pencemaran, pengendalian gulma air,
drainase, pengendalian sedimen, pengendalian salinitas, penangulangan
kekeringan dan pengembangan air tanah.
1.3. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi berasal dari istilah irrigatie dalam bahasa Belanda atau irrigation dalam
bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk
mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan
membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali.
Istilah pengairan yang sering pula didengar dapat diartikan sebagai usaha
pemanfaatan air pada umumnya, berarti irigasi termasuk didalamnya. Maksud
irigasi, yaitu untuk mencukupi kebutuhan air di musim hujan bagi keperluan
pertanian, seperti membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah,
Dalam perkembangannya sampai saat ini, ada 4 jenis sistem irigasi yang biasa
digunakan.Keempat irigasi itu adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Gravitasi (gavitational irrigation)
Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi untuk
mengalirkan air dari sumber ketempat yang membutuhkan.
2. Irigasi Bawah Tanah (sub surface irrigation)
Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang men-suply air langsung ke daerah akar
tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah. Dengan demikian
tanaman diberi air tidak lewat permukaan, tetapi dari bawah permukaan
dengan mengatur muka air tanah.
3. Irigasi Siraman (sprinkler irrigation)
Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan bantuan
pompa air. Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat
dikontrol dengan sangat mudah.
4. Irigasi Tetesan (driple irrigation)
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung
diteteskan atau disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk
mengalirkan air.
Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-hal
seperti dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
No Uraian
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan
Bangunan Permanen Bangunan
1 Bangunan Utama
Permanen atau Sementara
semipermanen
Kemampuan Bangunan
2 dalam mengukur dan Baik Sedang Buruk
mengatur debit
Saluran Irigasi
Saluran Irigasi dan pembuang Saluran Irigasi
3 Jaringan Saluran dan Pembuang tidak dan Pembuang
Terpisah sepenuhnya jadi satu
terpisah
Belum
Belum ada
dikembangkan
Dikembangkan jaringan
4 Petak Tersier atau densitas
Seluruhnya terpisah yang
bangunan
dikembangkan
tersier jarang
Efisiensi secara
5 50% - 60% 40% - 50% <40%
keseluruhan
Tidak ada
6 Ukuran ≤ 2000 Ha < 500 Ha
batasan
(Sumber : Perencanaan Jaringan Irigasi KP-01)
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air, dan kelengkapan fasilitas,
jaringan irigasi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Jaringan Irigasi Sederhana
Pembagian air pada jaringan irigasi sederhana tidak diukur atau diatur, air lebih
akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air tersebut
tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak
memerlukan keterlibatan pemerintah dalam organisasi jaringan irigasi
semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar
antara sedang sampai curam. Oleh karena itu, hampir-hampir tidak diperlukan
teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya.
Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi, tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Adanya pemborosan air dan dikarenakan
pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang
tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Selain itu, terdapat
banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk
karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena
bangunan pengelaknya bukan bangunan tetap atau permanen, maka umurnya
mungkin pendek.
Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air
ditampung dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter yang
kemudian dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan kuarter. Jaringan
irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip diatas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu-waktu
bangunan pengambilan bebas. Petak irigasi dibagi 3 (tiga) jenis, yaitu sebagai
berikut:
a. Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier.
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap
(off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan
sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian
air, eksploitasi, dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang
bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran
petak tersier. Petak yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani
dalam satu petak, jenis tanaman, dan topografi. Di daerah-daerah yang
ditanami padi luas petak tersier idealnya maksimum 50 Ha, tetapi dalam
keadaan tertentu dapat ditolelir hingga seluas 75 Ha, disesuaikan dengan
kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan tujuan agar pelaksanaan
operasi dan pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus mempunyai batas-
batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa, dan batas perubahan
bentuk medan (terrain fault).
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang semuanya dilayani oleh
satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder
pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya
saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda tergantung pada
situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak dipunggung medan mengairi
kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran
sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer
yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-
proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer. Ini menghasilkan dua
petak primer. Daerah disepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani
dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila
saluran primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang
berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
Dalam mengalirkan dan mengeluarkan air dari petak sawah dibutuhkan suatu
saluran irigasi. Saluran pembawa itu dibagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan
fungsinya, saluran pembawa yang membawa air masuk ke petak sawah dan
saluran pembuang yang akan mengalirkan kelebihan air dari petak-petak sawah.
a. Saluran Pembawa
Berfungsi untuk mengairi sawah dengan mengalirkan air dari daerah yang
disadap. Berdasarkan hierarki saluran pembawa dibagi menjadi 3(tiga), yaitu:
1. Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya.
Dan selanjutnya dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini
dapat menyadap dari sungai, waduk, atau waduk. Bangunan sadap terakhir
yang terdapat di saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini.
2. Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran
sekunder nantinya akan memberikan air kepada saluran tersier. Akan sangat
baik jika saluran sekunder dibuat memotong atau melintang terhadap garis
tinggi tanah. Sehingga air dapat dibagikan ke kedua sisi dari saluran.
3. Saluran Tersier
Merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air yang disadap
dari saluran sekunder ke petak-petak sawah. Saluran ini dapat mengairi
kurang lebih 75 – 125 Ha.
b. Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang terjadi
pada petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan saluran lembah.
Saluran lembah tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik terendah daerah
sekitar.
1. Bangunan Utama
a. Bangunan bagi adalah bangunan yang terletak di saluran utama yang
membagi air ke saluran sekunder atau tersier. Dan juga dari saluran
sekunder ke tersier. Bangunan ini dengan akurat menghitung dan mengatur
air yang akan dibagi ke saluran-saluran lainnya.
b. Bangunan sadap adalah bangunan yang terletak di saluran primer ataupun
sekunder yang member air ke saluran tersier.
c. Bangunan bagi-sadap adalah bangunan bagi yang juga bangunan sadap.
Bangunan ini merupakan kombinasi keduanya.
2. Bangunan Pelengkap
a. Bangunan pengatur
Bangunan atau pintu pengatur akan berfungsi mengatur taraf muka air yang
melaluinya di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan bangunan
bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus
kecil, bangunan pengatur harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
(2.1)
b. Rumus Strickler
(2.2)
Keterangan :
= Kecepatan aliran
= Jari-jari hidraulik
= Kemiringan saluran
= Koefisien saluran
c. (Kecepatan aliran)
Didapat berdasarkan Kriteria Perencanaan 03 – Saluran
(2.3)
e. Kemiringan Talud ( )
Didapat berdasarkan Kriteria Perencanaan 03 –Saluran halaman 29-30.
f. Lebar dasar saluran ( )
(2.4)
g. Checking Luas (Luas dasar Rencana) ( )
(2.5)
h. 2 Keliling basah Penampang ( )
(2.6)
i. Jari – Jari Hidrolis I
(2.7)
j. Koefisien Strickler (K)
Diperoleh melalui tabel di Kriteria Perencanaan 03 - Saluran (Tabel 5-4.
Harga-harga Kecepatan Maksimum dan K (Strickler)).
k. Kemiringan Dasar Saluran (I)
(2.8)
l. Tinggi Jagaan ( )
Didapat melalui tabel di Kriteria Perencanaan 03
Penentuan kebutuhan air ditujukan untuk mengetahui berapa banyak air yang
diperlukan lahan agar dapat menghasilkan produksi optimum. Dalam penentuan
kebutuhan air diperhitungkan juga efisiensi saluran yang dilalui. Kebutuhan air
untuk setiap jenis tanaman adalah berbeda tergantung koefisien tanaman.. Berikut
adalah hal yang mempengaruhi kebutuhan air:
1. Evapotranspirasi Potensial
Tabel 2.8. Harga Dari F(U) = 0,27x(1 + U2 /100) Pada Tinggi 2 Meter Dinyatakan
Dalam km/hari
20%. Sedangkan untuk palawija nilai curah hujan efektif tengah bulanan
diambil P=50% Curah hujan dianalisis dengan analisis curah hujan. Analisis
curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :
a. Curah hujan efektif, yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air
irigasi
b. Curah hujan lebih, yang digunakan untuk menentukan besar kebutuhan
pembuangan dan debit banjir
Cara mencari curah hujan efektif adalah sebagai berikut :
a. Menentukan stasiun hujan yang paling dekat dengan bending
b. Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai terbesar
c. Menentukan tingkat probabilitas terlampaui tiap data
d. Mencari nilai curah hujan dengan P=50% dan P=80% Jika tidak adalah
curah hujan dengan P=50% dan P=80% maka digunakan interpolasi
menggunakan nilai curah hujan dengan tingkat probabilitas terdekat.
3. Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagin tanaman, penentuan pola tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah merupakan contoh
pola tanam yang biasa digunakan.
Tabel 2.11. Urutan Pola Tanam
yang konstan l/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus
sebagai berikut :
(2.9)
Dimana :
= Kebutuhan air total dalam mm/hari
= Kebutuhan air untuk mengganti atau mengkompensari
kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang
sudah dijenuhkan .
=
= 1,1
= Perkolasi
= /
= Jangka waktu penyiapan lahan, hari
= Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah
dengan lapisan air, 50 mm yakni 200 + 50 250 mm seperti yang sudah
diterangkan diatas. Kebutuhan total tersebut bisa dilihat ditabelkan sebagai
berikut.
Pemberian nama pada daerah, petak, bangunan dan saluran irigasi haruslah jelas,
pendek, dan tidak multitafsir. Nama-nama dipilih sedemekian sehingga jika ada
penambahan bangunan baru tidak perlu untuk mengganti nama yang telah
diberikan.
1. Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sebaiknya menggunakan nama daerah atau desa terdekat
dengan bangunan air atau dapat juga menggunakan nama sungai yang airnya
disadap. Akan tetapi ketika sumber air yang disadap lebih dari satu maka
sebaiknya menggunakan nama daerah.
2. Jaringan Irigasi Utama
Saluran primer sebaiknya dinamai dengan nama daerah irigasi yang dilayani.
Saluran sekunder menggunakan nama desa yang dialiri airnya. Petak sekunder
sebaiknya menggunakan nama saluran sekunder.
3. Jaringan Irigasi Tersier
Jaringan irigasi tersier sebaiknya dinamai sesuai dengan bangunan bagi air
tersier.
BAB III
DATA PERENCANAAN
Tabel 3.1. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 1995
Tabel 3.2. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 1996
Tabel 3.3. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 1997
Tabel 3.4. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 1998
Tabel 3.5. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 1999
Tabel 3.6. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 2000
Tabel 3.7. Data Curah Hujan Stasiun Bagan Batu Tahun 2001
Untuk menghitung kebutuhan air daerah irigasi sungai Buluala dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
1. Mencari data iklim selama 7 tahun (1996-2002) untuk daerah irigasi yang
ditinjau. Untuk daerah irigasi Sungai Buluala. Adapun data-data yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Temperatur rata-rata (T) oC selama 7 tahun.
b. Kelembapan rata-rata (Rh) % selama 7 tahun.
c. Kelembapan maksimum (Rhmaks) % selama 7 tahun.
d. Kecepatan angin rata-rata (U) km/hari selama 7 tahun.
e. Penyinaran matahari rata-rata (n/N) %.
2. Melakukan perhitungan evapotransporasi potensial setiap bulannya. Untuk
menghitung nilai evapotranspirasi potensial (ETo) digunakan metode Penman
Modifikasi.
a. Mengumpulkan data iklim bulan Januari :
Temperatur rata-rata (T).
Kelembapan rata-rata (Rh).
Penyinaran matahari rata-rata (n/N).
Kecepatan angin rata-rata (U).
b. Mencari nilai tekanan uap jenuh (ea) dengan menginterpolasi T dan ea.
c. Mencari harga Rh/100.
d. Mencari tekanan uap nyata (ed).
e. Mencari harga (ea-ed) perbedaan tekanan uap air (mmHg).
f. Mencari harga kecepatan angin rata-rata.
g. Mencari harga fungsi kecepatan angin.
h. Mencari faktor harga berat (W) dan (1-W) dengan menginterpolasi dari data
yang sudah ada.
i. Mencari harga (Ra) penyinaran radiasi matahari teoritis (mm/hari).
j. Mencari harga Rs.
k. Mencari harga n/N.
l. Mencari harga Rn.
m. Mencari harga koreksi akibat temperatur f(T).
n. Mencari harga koreksi akibat tekanan air f(ed).
o. Mencari harga f(n/N).
p. Mencari harga radiasi matahari yang dipancarkan bumi (Rn1).
q. Mencari harga radiasi matahari yang dipancarkan bumi (Rn).
r. Mencai faktor perkiraan dari kondisi umum yaitu nilai c, faktor Albedo (r),
dan radiasi gelombang pendek neto Rns.
3. Menghitung curah hujan efektif
Untuk irigasi padi, curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan
minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun.
4. Menghitung kebutuhan air disawah untuk petak-petak irigasi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan petak adalah sebagai berikut.
1. Petak mempunyai batas yang jelas sehingga terpisah dari petak yang lain dan
batas tiap petak adalah saluran drainase.
2. Tiap jenis petak memiliki syarat-syarat luasan masing-masing yang diatur
dalam KP.
3. Bentuk petak diusahakan bujur sangkar, untuk meningkatkan efisiensi.
4. Tanah dalam suatu petak tersier diusahakan dimiliki oleh satu desa atau paling
banyak tiga desa.
5. Desa, jalan, sungai diusahakan menjadi batas petak.
6. Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, dan gerak pembagi
ditempatkan di tempat tertinggi.
7. Petak tersier harus diletakkan sedekat mungkin dengan saluran pembawa
ataupun bangunan pembawa. Petak yang direncanakan berjumlah 3 petak.
Pertimbangan ini dilakukan masih berdasarkan pada ketersediaan lahan dan
perancangan lahan seluas-luasnya.
3.5.2. Perencanaan Saluran
Ada 2 jenis saluran, yaitu saluran pembawa dan saluran pembuang. Saluran
pembawa terdiri dari 3 macam, yaitu saluran primer, saluran sekunder dan saluran
tersier yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Saluran primer
a. Panjang saluran diusahakan tidak berlebihan karena harus membelok-belok
mengikuti garis tranche.
b. Saluran primer memungkinkan melewati jurang-jurang atau memotong
aliran sungai, sehingga perlu dipertimbangkan banyaknya galian dan
timbunan karena nanti akan mengakibatkan banyaknya kehilangan air.
c. Untuk mengurangi masuknya air hujan ke saluran primer, di tepi saluran
dibuat saluran pelampung air hujan.
d. Dimensi saluran primer ditentukan berdasarkan banyaknya air yang
dibutuhkan untuk seluruh areal irigasi dengan memperhatikan faktor-faktor
kehilangan air baik di petak sawah maupun di sepanjang saluran.
e. Saluran Primer harus berada di satu kontur sehingga saluran ini tidak
diperbolehkan melewati ataupun memotong kontur.
2. Saluran Sekunder
Untuk memungkinkan dapat mengairi daerah kedua sisi saluran, maka saluran
sekunder dibuat menyilang tegak lurus garis tranche dan diletakkan di
punggung topografi. Dalam pembuatan saluran sekunder, hal-hal di bawah ini
harus menjadi pertimbangan :
a. Bentuk petak tersier dan jenis pengairannya, saluran sekunder merupakan
batas dari petak tersier, sehingga penentuan dari petak tersier, sehingga
penentuan dari petak tersier diusahakan berbentuk persegi panjang
(memanjang arah aliran) dengan luas disesuaikan dengan keadaan topografi
daerah.
b. Perbedaan tinggi tempat, saluran yang melalui suatu daerah dimana
kemiringan tanahnya besar akan memperbanyak bangunan terjunan yang
diperlukan serta memperbesar biaya pembangunan
c. Dimensi saluran sekunder ditentukan berdasarkan kebutuhan air dari seluruh
petak tersier yang dilayani dengan memperhitungkan kehilangan air banyak
di petak sawah maupun pada saluran sekunder
d. Bangunan pembagi dan bangunan pelengkap dijadikan satu untuk
memudahkan operasinya dan penghematan biaya pembangunannya.
Bangunan irigasi yang dipakai adalah bangunan utama, dalam hal ini bendung
(untuk meninggikan tinggi muka air di sungai sampai ketinggian yang diperlukan
sehingga air dapat dialirkan ke lahan disekitarnya). Selain itu, dalam sistem irigasi
daerah Sungai Buluala ini juga digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Bangunan bagi yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke saluran-
saluran sekunder atau pada saluran sekunder yang membagi air ke saluran
sekunder lainnya. Terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan
mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran.
2. Bangunan sadap yang terletak di saluran primer ataupun sekunder yang
memberi air kepada saluran tersier.
3. Bangunan bagi sadap yang berupa bangunan bagi dan bersama itu pula sebagai
bangunan sadap. Bangunan bagi-sadap merupakan kombinasi dari bangunan
bagi dan bangunan sadap (bangunan yang terletak di saluran primer atau
sekunder yang memberi air ke saluran tersier).
Untuk menghitung kebutuhan air daerah irigasi sungai Buluala dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
1. Mencari data iklim selama 7 tahun (1996-2002) untuk daerah irigasi yang
ditinjau. Untuk daerah irigasi Sungai Buluala. Adapun data-data yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Temperatur rata-rata (T) oC selama 7 tahun.
b. Kelembapan rata-rata (Rh) % selama 7 tahun.
c. Kelembapan maksimum (Rhmaks) % selama 7 tahun.
d. Kecepatan angin rata-rata (U) km/hari selama 7 tahun.
e. Penyinaran matahari rata-rata (n/N) %.
2. Melakukan perhitungan evapotransporasi potensial setiap bulannya. Untuk
menghitung nilai evapotranspirasi potensial (ETo) digunakan metode Penman
Modifikasi.
a. Mengumpulkan data iklim bulan Januari :
Temperatur rata-rata (T).
Kelembapan rata-rata (Rh).
Penyinaran matahari rata-rata (n/N).
Kecepatan angin rata-rata (U).
b. Mencari nilai tekanan uap jenuh (ea) dengan menginterpolasi T dan ea.
c. Mencari harga Rh/100.
7. Mencari nilai Cs
8. Menentukan nilai Kt
Nilai Cs pada R1/2 bulan 1 bulan Januari = -0,2428
Nilai Kt = 0,851
Nilai tersebut didapatkan dari interpolasi data yang sudah ada.
9. Mencari nilai Re
Nilai Re pada R1/2 bulan 1 bulan Januari
Re = 10(Xrata-rata+(Kt x Slog x)
Re = 10(1,299(0,851 x 0,2531)
Re = 2000,68
Untuk menghitung kebutuhan air daerah irigasi sungai Bagan Batu dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Mencari data iklim selama 7 tahun (1995-2001) untuk daerah irigasi yang
ditinjau. Untuk daerah irigasi Sungai Bagan Batu. Adapun data-data yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Temperatur rata-rata (T) oC selama 7 tahun.
b. Kelembapan rata-rata (Rh) % selama 7 tahun.
c. Kelembapan maksimum (Rhmaks) % selama 7 tahun.
d. Kecepatan angin rata-rata (U) km/hari selama 7 tahun.
e. Penyinaran matahari rata-rata (n/N) %.
2. Dari data-data dicari nilai rata-rata setiap bulannya, maka dapat dilakukan
perhitungan evatransporasi potensial setiap bulannya. Untuk menghitung nilai
evatranspirasi potensial (ETo) dapat menggunakan metode Pennman
Modifikasi.
Contoh perhitungan untuk awal bulan Januari
Perhitungan ETo dengan metode Penman adalah sebagai berikut.
Langkah 1 : Data Iklim Januari
Temperatur rata-rata (T) : 26,55oC.
Kelembaban rata-rata (Rh) : 72,00 %.
Penyinaran matahari rata-rata (n/N) : 45,77%.
Kecepatan angin rata-rata (U) : 9,60 km/jam.
Langkah 2 : Mencari nilai tekanan uap jenuh (ea).
Temperatur rata-rata (T) : 26,55 oC.
Tekanan uap jenuh (ea) : 34,67 mmHg.
Dengan menginterpolasi dari data yang sudah ada.
Langkah 3 : Mencari harga Rh/100
Rh = 72,00 %
= 0,72
Langkah 4 : Mencari tekanan uap nyata (ed)
ed = ea x Rh/100
= 34,67 x 0.72
= 24,96 mmHg
Langkah 5 : Mencari harga (ea – ed) perbedaan tekanan uap air (mmHg)
ea–ed = 34,67 – 24,96
= 9,71
Langkah 6 : Mencari harga kecepatan angin rata-rata
Dari merata-ratakan data maksimum dan minimum maka
didapatkan harga kecepatan angin rata-rata adalah 230,4 km/hari.
Langkah 7 : Mencari harga fungsi kecepatan angin
f(U) = 0.27(1 + U/100)
= 0.27(1 + 230,4/100)
= 0,892 m/dt.
Langkah 8 : Mencari faktor harga berat (W) dan (1-W)
Nilai tersebut didapatkan dari interpolasi data yang sudah ada. Dari
perhitungan didapatkan:
W = 0.754
(1-W) = 1 – 0,754
= 0,245
Langkah 9 : Mencari harga (1-W) x f(U) x (ea-ed)
= (1-W) x f(U) x (ea-ed)
= 0,245 x 0,300 x 10,95
= 0,805
Langkah 10: Mencari harga (Ra) penyinaran radiasi matahari teoritis (mm/hari)
Untuk koordinat 8 LU/LS dan 101 BT, nilai Ra untuk bulan
januari adalah 13,60 mm/hari dengan menginterpolasi Tabel 2.10.
Maka didapatkann nilai:
Ra = 13,6 mm/hari
Langkah 11 : Mencari harga n/N
n/N = 45,77/100
= 0.4577
Langkah 12 : Mencari harga Rs
Rs = (0.25 + (0.5 x n/N)) x Ra
Rs = (0.25 + (0.5 x 0,452)) x 9,452
= 7,52 mm/hari
Langkah 13 : Mencari harga radiasi penyinaran matahari yang diserap bumi
(Rns). Didapat dari tabel atau menggunakan rumus.
Rns = (1 - w) x Rs
= 0,245 x 7,52
= 6,0166 mm/hari
Langkah 14 : Mencari harga koreksi akibat temperatur f(T)
Dengan interpolasi data.
T = 26,45 oC, maka
f(T) = 15,98
Langkah 15: Mencari harga koreksi akibat tekanan air f(ed)
f(ed) = (0,34 – (0,044 x ed x 0,5)
f(ed) = (0.34 – (0,044 x 23,58 x 0,5)
= 0,10
Langkah 16: Mencari harga f(n/N)
f(n/N) = 0,1 + 0,9(n/N)
= 0,1 + 0,9(0,452)
= 0,506
Langkah 17: Mencari harga radiasi matahari yang dipancarkan bumi (Rnl)
Rnl = f(T) x f(ed) x f(n/N)
= 15,98 x 0,10 x 0,506
= 1,023 mm/hari
Langkah 18: Mencari harga radiasi matahari yang dipancarkan bumi (Rn)
Rn = Rns – Rnl
= 7,38 – 0,8
= 6,57 mm/hari
Langkah 19 : Mencari faktor pengali pengganti kondisi cuaca akibat siang dan
malam (C)
Didapatkan nilainya dengan melihat nilai Using/Umalam
kemudian lihat nilai RH maksimum dan nilai RS, lalu lakukan
interpolasi pertama nilai RH maksimum terhadap Usiang pada
Tabel Faktor Penyesuaian untuk persamaan Penman dengan
modifikasi, lalu lakukan interpolasi kedua nilai U (kecepatan
angin) terhadap nilai yang didapatkan pada interpolasi pertama
sesuai dengan RS yang didapatkan. Maka didapatkan nilainya:
C = 1,007
Langkah 20 : Perhitungan ETo (mm/hari)
ETo = C x (W x Rn + (1-W) x f(U) x (ea-ed))
ETo = 1,007 x (0.754 x 6,5 x 0,805)
ETo = 5,75
Maka ETo untuk bulan Januari adalah 5,75 mm/hari.
3. Menghitung curah hujan efektif berdasarkan jenis tanaman.
Curah hujan efektif tanaman Padi bulan Januari periode R1/2 minggu 1 :
Re = 1/15 x 80% x Re (Setengah Bulanan)
= 1/15 x 80 % x 2000,68
= 106,703
Curah hujan efektif tanaman Palawija bulan Januari periode R1/2 minggu 1 :
Re = 1/15 x 50% x Re (Setengah Bulanan)
= 1/15 x 50 % x 2000,68
= 66,689
4. Menghitung curah hujan efektif berdasarkan jenis tanaman.
Perhitungan kebutuhan air di sawah dapat dilihat pada tabel. Langkah-langkah
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Baris 1 : Periode tanaman, dimulai pada bulan November tengah bulan
pertama
Baris 2 : Evapotranspirasi potensial (ETo) (mm/hari)
Untuk bulan November, ETo = 5,45 mm/hari
Baris 3 : Nilai kehilangan air akibat perkolasi tanaman (P) (mm/hari)
Diambil nilai P = 3 mm/hari
Baris 4 : Curah hujan efektif (Re) (mm/hari)
Baris 12 : Kebutuhan air bersih di sawah untuk padi, NFR (Netto Field
Requirement)
Untuk masa penyiapan lahan,
NFR = LP – Re
Untuk tanaman padi,
NFR = ETc + WLR + P – Re
Untuk tanaman palawija,
NFR = Etc + P – Re
Karena pada bulan Oktober periode I, lahan sedang dalam masa
persiapan maka,
NFR = 30 + 3 + 2 – 8,99 = -3,99 mm/hari
Perhitungan curah hujan efektif (Re) adalah dengan menggunakan metode Log-
Pearson III yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.7. R1/2 1 Bulan Januari Tabel 4.8. R1/2 2 Bulan Januari
Tabel 4.15. R1/2 1 Bulan Mei Tabel 4.16. R1/2 2 Bulan Mei
Tabel 4.23. R1/2 1 Bulan September Tabel 4.24. R1/2 2 Bulan September