Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282575334

Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Program Rehabilitasi dan


Rekonstruksi Perumahan Pasca Gempa 30 September 2009 di Provinsi
Sumatera Barat

Conference Paper · May 2015

CITATION READS

1 1,075

4 authors, including:

Bambang Istijono
Universitas Andalas
97 PUBLICATIONS   160 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Technopark Sumatera Barat View project

All content following this page was uploaded by Bambang Istijono on 05 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Program Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Perumahan Pasca Gempa 30 September 2009 di Provinsi
Sumatera Barat
Taufika Ophiyandri, Bambang Istijono, Diah Chairisna, Ade Tadzkia
Pusat Studi Bencana Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis, Padang, 25163
Email: t_ophiyandri@yahoo.co.uk

Abstrak

Dalam tiga tahun program rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) pasca gempa 30 September 2009 di
provinsi Sumatera Barat, pemerintah telah memberikan bantuan RR terhadap 194.636 unit rumah.
Model program RR perumahan yang diterapkan mengadopsi model pembangunan berbasis
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat
terhadap program RR, serta untuk mengidentifikasi apakah terdapat perbedaan tingkat kepuasan
masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan survey kuesioner secara langsung
terhadap 100 masyarakat di Kota Padang dan 100 masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman.
Masyarakat penerima bantuan diminta untuk mengisi tingkat kepuasan berdasarkan 5 nilai skala
Likert, antara 1 ‘tidak puas sama sekali’ sampai 5 ‘sangat puas sekali’. Tingkat kepuasan dinilai
terhadap proses pelaksanaan RR yang memiliki 14 indikator, dan tingkat kepuasan terhadap hasil RR
dengan 5 indikator.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap program RR berada pada
kondisi rata-rata. Tingkat kepuasan masyarakat kota secara umum adalah sebesar 2,75 sedangkan di
desa sedikit lebih tinggi sebesar 2,88. Kemudian, kepuasan masyarakat kota dan desa terhadap proses
RR secara berurutan adalah sebesar 2,63 dan 2,75; sedangkan kepuasan terhadap hasil adalah sebesar
2,84 dan 2,95. Disini terlihat bahwa tingkat kepuasan masyarakat desa sedikit lebih tinggi
dibandingkan masyarakat kota, dan tingkat kepuasan hasil lebih tinggi dibandingkan tingkat
kepuasan proses.

Kata kunci: rehabilitasi dan rekonstruksi, bantuan perumahan, tingkat kepuasan

PENDAHULUAN
Gempa bumi sebesar 7,6 skala Richter yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 jam 17.16 WIB
telah meluluhlantakkan provinsi Sumatera Barat. Korban jiwa yang ditimbulkan adalah sebesar 1195
jiwa dan perkiraan kerugian dan kerusakan sebesar Rp. 15,41 trilyun. Selain korban jiwa, dampak
lainnya adalah terganggunya perekonomian dan kerusakan pada gedung perkantoran, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat ibadah, pasar, jembatan, jalan dan rumah masyarakat. Total
kerusakan rumah masyarakat adalah sebanyak 249.833 unit rumah. Rincian kerusakan rumah
berdasarkan tingkat kerusakan adalah sebagai berikut: rusak berat sebanyak 114.797 unit, rusak
sedang 67.198 unit, dan rusak ringan sebanyak 67.838 unit (Pranoto et al., 2011).
Kebijakan yang diambil pemerintah dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) rumah di
Sumatra Barat adalah dengan mengimplementasikan model RR berbasis komunitas (community-
based). Di Indonesia, model ini pernah diterapkan sebelumnya di RR Aceh pasca gempa bumi dan
tsunami 2004, dan RR Yogyakarta dan Jawa Tengah pasca gempa bumi 2006. Dalam metoda ini,
komunitas atau masyarakat berperan penting dalam pelaksanaan RR terhadap rumah mereka.
Kesuksesan suatu program RR pasca gempa sering ditentukan dengan melihat berhasil atau tidaknya
RR dalam sektor perumahan. Hal ini disebabkan karena setelah masa tanggap darurat selesai, maka
korban gempa ingin segera untuk kembali ke kehidupan normal. Salah satu cara untuk kembali ke
kehidupan normal diawali dengan tersedianya rumah, yang merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia. Jika korban bencana masih tinggal di shelter atau menumpang pada sanak keluarganya,
tentu akan sangat sulit bagi mereka untuk beraktifutas seperti sedia kala.
RR sektor perumahan dapat digolongkan sebagai proyek konstruksi. Dalam proyek konstruksi,
kesuksesan ditentukan dengan tercapainya tujuan proyek, yaitu penyelesaian proyek yang tepat
waktu, biaya yang tidak melebihi anggaran yang disediakan, dan kualitas yang sesuai dengan yang
diharapkan. Mengingat bahwa RR perumahan langsung bersinggungan dengan korban bencana,
maka satu variabel lain yaitu faktor kepuasan perlu menjadi suatu parameter kesuksesan suatu
program RR. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana
tingkat kesuksesan ditinjau dari tungkat kepuasan masyarakat terhadap program RR perumahan
pasca gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh UNSYIAH and UN Habitat (2006) pasca RR Aceh
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan masyarakat perkotaan jika dibandingkan
dengan masyarakat pedesaan. Penelitian ini juga ingin mengetahui sejauh mana perbedaan tingkat
kepuasan masyarakat perkotaan dibandingkan dengan masyarakat pedesaan pasca RR di Sumatera
Barat.

STUDI PUSTAKA
Index Rawan Bencana Provinsi Sumatera Barat
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang sangat rawan terhadap bencana. Menurut BNPB
(2011) dalam buku Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI), kerawanan Provinsi Sumatera Barat
berada pada peringkat ke 6 dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia dengan klasifikasi tinggi.
Lebih lanjut 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat juga mempunyai kelas kerawan tinggi seperti
yang terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. Sedangkan jenis bencana yang sering terjadi di Sumatera
Barat diantaranya adalah banjir, gempabumi, tsunami, kebakaran permukiman, kekeringan, cuaca
ekstrem, longsor, gunung api, dan abrasi. Diantara sekian banyak bencana yang bisa terjadi di
Sumatera Barat, gempa bumi adalah bencana yang paling mematikan dan membawa banyak
kerugian. Dalam 10 tahun terakhir, gempa yang cukup besar terjadi pada tahun 2007 dan tahun 2009.

Tabel 1. IRBI Provinsi Sumatera Barat


Kabupaten Skor Kelas Rawan Rangking Nasional
Kota Padang 119 Tinggi 10
Padang Pariaman 98 Tinggi 30
Solok 96 Tinggi 36
Agam 94 Tinggi 37
Tanah Datar 89 Tinggi 51
Pesisir Selatan 82 Tinggi 74
Kota Padang Panjang 77 Tinggi 105
Pasaman 76 Tinggi 113
Lima Puluh Koto 76 Tinggi 114
Kepulauan Mentawai 73 Tinggi 138
Sijunjung 72 Tinggi 143
Pasaman Barat 64 Tinggi 179
Kota Pariaman 56 Tinggi 242
Kota Bukittinggi 56 Tinggi 243
Kota Solok 52 Tinggi 270
Kota Payakumbuh 52 Tinggi 271
Dharmasraya 45 Tinggi 332
Solok Selatan 44 Tinggi 341
Kota Sawahlunto 44 Tinggi 342
Sumber: BNPB (2011)

Dampak Gempa 30 September 2009


Gempa 30 September 2009 yang terjadi di Sumatera Barat merupakan gempa subduksi pada lempeng
tektonik di Samudera Hindia di bawah Lempeng Asia Pasifik. Pusat gempa seperti yang ditunjukkan
Gambar 1 berlokasi pada koordinat 0.84 Lintang Selatan dan 99.65 Bujur Timur, 57 km dari pantai
Pariaman, pada kedalaman 71 km.
Gambar 1. Pusat gempa 30 September 2009 di Sumatra Barat
(Source: Volcanological Survey of Indonesia, http://vsi.esdm.go.id).

Gempa ini mengakibatkan kerusakan di 12 Kota/Kabupaten yang ada di Sumatera Barat. Daerah
yang mengalami kerusakan parah adalah Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman,
dan Kabupaten Agam. Secara rinci dampak gempa ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2
menunjukkan dampak negatif dari gempa 30 September 2009, sedangkan Tabel 3 menunjukkan
dampak kerusakan khusus di sektor perumahan berdasarkan wilayah terdampak.

Tabel 2. Jumlah korban dan dampak gempa 30 September 2009


Jumlah korban dan dampak Jumlah
Korban jiwa 1.195 orang
Korban luka berat 619 orang
Korban luka ringan 1.179 orang
Korban hilang 2 orang
Rumah rusak berat 114.797 unit
Rumah rusak sedang 67.198 unit
Rumah rusak ringan 67.838 unit
Gedung perkantoran rusak 442 unit
Fasilitas pendidikan rusak 4.748 unit
Fasilitas kesehatan rusak 153 unit
Fasilitas tempat ibadah rusak 2.851 unit
Pasar rusak 58 unit
Jembatan rusak 68 unit
Sumber: Pranoto et al. (2011)
Tabel 3. Data Rumah Rusak Akibat Gempa di Sumatera Barat 30 September 2009
Data Rumah Rusak
No. Kabupaten/Kota Total
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
1 Kota Padang 33.597 35.816 37.615 107.028
2 Kab. Padang Pariaman 57.931 16.291 12.945 87.167
3 Kota Pariaman 6.685 4.115 2.605 13.028
4 Kabupaten Agam 11.796 3.797 4.353 19.946
5 Kab. Pesisir Selatan 1.156 3.596 5.510 10.262
6 Kabuapaten Solok 145 243 357 745
7 Kab.Kepulauan Mentawai 3 0 136 139
8 Kab. Pasaman Barat 3.240 3.046 2.862 9.148
9 Kab. Pasaman 197 13 931 9.148
10 Kota Padang Panjang 17 164 413 594
11 Kota Solok 2 2 6 10
12 Kabupaten Tanah Datar 28 115 105 248
Jumlah 114.797 67.198 67.838 249.833
(Sumber :Pranoto et al., 2011)

Metode RR berbasis komunitas (Community-based method)


Jha (2010) menyatakan bahwa rekonstruksi berbasis masyarakat/komunitas dapat berupa bantuan
keuangan atau material yang disalurkan melalui organisasi masyarakat yang secara aktif terlibat
dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Mengacu kepada model keterlibatan
masyarakat yang diajukan oleh Davidson et al. (2007), Ophiyandri et al. (2010) menyatakan bahwa
dalam rekonstruksi rumah pasca bencana suatua program dapat disebut sebagai program yang
berbasis komunitas adalah apabila keterlibatan masyarakat berada pada tingkat dalam bentuk
kolaborasi atau pemberdayaan (Gambar 2).

Manipulasi

Informasi

Konsultasi

Kolaborasi

Pemberdayaan
Metoda Berbasis
Komunitas
Tingkat Kontrol Masyarakat

Gambar 1. Level minimum partisipasi masyarakat dalam metoda berbasis komunitas

Metode RR berbasis komunitas ini telah diterapkan pada beberapa negara yang terkena bencana,
seperti di India, Srilanka, Turki, dan Indonesia. Banyak sekali keuntungan yang didapatkan dengan
penerapan metode RR berbasis komunitas, diantaranya adalah rasa memiliki yang tinggi dari korban
bencana terhadap program RR yang dilaksanakan, dapat membangun kembali jaringan sosial di
masyarakat, akuntabilitas yang tinggi, dapat mengurangi korupsi, dan sesuai dengan budaya dan adat
istiadat setempat. Akan tetapi, model RR berbasi komunitas ini juga memeliki kekurangan seperti
membutuhkan waktu pra-rekonstruksi yang cukup lama dibandingkan dengan metode yang berbasis
kontraktor dan kurangnya pemahaman tentang bagaimana seharusnya program RR berbasis
komunitas ini diimplementasikan.
Pelaksanaan RR Perumahan di Sumatera Barat
Dalam RR Sumatra Barat, pemerintah membentuk suatu badan yang dinamakan Tim Pendamping
Teknis (TPT) yang bertujuan untuk memperkuat pemerintah daerah dalam pendataan, perencanaan,
pendanaan, fasilitasi dan koordinasi, pengawasan, monitoring, dan evaluasi RR. Tugas TPT ini
diantaranya adalah untuk membuat strategi dan kebijakan operasional RR. Pelaksanaan RR sendiri
melibatkan unsur pemerintahan daerah dari level provinsi sampai yang terendah di
Kecamatan/Kelurahan/Nagari. Masyarakat dalam pelaksanaan RR membentuk suatuk kelompok
masyarakat (POKMAS) yang terdiri dari 20-25 kepala keluarga. POKMAS akan didampingi oleh
fasilitator yang bertugas membantu POKMAS baik dalam administrasi maupun teknis pembangunan
rumah.
Secara umum RR perumahan dilaksanakan dalam 4 tahapan, dimulai pada tahun 2009 sampai tahun
2012 dengan sumber pembiayan berasal dari APBN. Dikarenakan terbatasnya dana yang tersedia,
maka dana bantuan perumahan hanya bersifat stimulus. Masyarakat yang rumahnya rusak berat
mendapat bantuan Rp. 15 juta, dan rumah rusak sedang sebesar Rp. 10 juta. Dana bantuan ini
disalurkan (ditransfer) langsung ke rekening POKMAS. Selanjutnya POKMAS yang akan
mendistribusikan ke anggotanya. Pencairan dana dilakukan dalam dua tahap, tahap 1 sebesar 50%
dari dana bantuan yang ditetapkan dan tahap 2 sebesar 50% dicairkan setelah pekerjaan mencapai
minimal 30% dari bantuan dana tahap I.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Pemilihan metode ini dilakukan
karena metode ini dianggap paling cocok untuk bisa menjawab research questions yang diajukan
dan mencapai tujuan yang diinginkan. Mengacu pada Yin (2009), metode survey paling cocok
digunakan apabila suatu penelitian memiliki pertanyaan yang lebih mengarah kepada ‘what’, ‘how
many’, dan ‘how much’. Penelitian ini melibatkan pertanyaan seperti yang didefensikan oleh Yin
tersebut. Karena tidak memungkinan bagi peneliti untuk melakukan survey terhadap keseluruhan
populasi maka dilakukanlah metode sampling, dengan menerapkan metode probability sampling.
Jenis yang digunakan adalah metode multi stage random sampling dengan area probability dan
cluster random sampling. Pemilihan sampling secara bertingkat dilakukan pertama dengan memilih
wilayah pelaksanaan survey, satu wilayah kota dan satu wilayah pedesaan (Kabupaten). Pemilihan
dilakukan pada dua daerah yang paling banyak terdampak bencana, yaitu Kota Padang dan
Kabupaten Padang Pariaman masing-masing sebesar 100 sampel. Untuk Kota Padang penelitian
dilakukan di Kecamatan Padang Utara dan Kecamatan Koto Tangah, sedangkan untuk Kabupaten
Padang Pariaman dilakukan di Kanagarian Sungai Sariak.
Kuesioner penelitian terdiri dari dua bagian utama, pertama adalah deskripsi responden dan kedua
adalah pertanyaan tentang tingkat kepuasan. Deskripsi diri responden diantaranya terdiri dari
pertanyaan tentang jenis kelamin, umur, pekerjaan, jumlah bantuan yang diterima dsb. Sedangkan
untuk pengukuran tingkat kepuasan digunakan metode Likert scale: 1 (sangat tidak puas), 2 (tidak
puas), 3 (puas), 4 (sangat puas), dan 5 (sangat puas sekali). Tingkat kepuasan diukur terhadap proses
selama rekonstruksi (14 varibel) dan terhadap hasil rekonstruksi itu sendiri (5 variabel). Selain itu
juga ditanyakan tingkat kepuasan responden secara umum terhadap pelaksanaan RR perumahan di
Sumatra Barat.
Sebelum kuisioner disebarkan ke masyarakat maka dilakukan pengujian kuisioner untuk melihat
tanggapan dan pendapat dari masyarakat apakah perlu adanya perubahan atau tidak terhadap isi
kuisioner dan juga untuk menentukan metoda yang akan digunakan dalam penyebaran kuisioner.
Kuisioner diujicoba pada 3 responden. Dari hasil penyebaran kuisioner tersebut diketahui bahwa
responden terkesan asal-asalan apabila kuisioner diserahkan langsung ke responden. Oleh karena itu
metode pengumpulannya diubah dengan membacakan pertanyaan kuisioner secara langsung,
responden menjawab pertanyaan jawaban yang telah disediakan secara lisan, lalu peneliti mengisikan
jawab tersebut ke kuesioner. Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan September 2014 sampai
Oktober 2014. Waktu pelaksanaan survei umumnya adalah pada hari Sabtu atau Minggu mengingat
pada hari tersebut adalah hari libur dan diharapkan masyarakat berada di rumahnya. Data yang telah
terkumpul kemudian diinput ke dalam Microsoft Excel untuk selanjutnya dilakukan analisa statistik
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Demografi Responden
Tabel 4 memperlihatkan demografi responden pada kedua lokasi penelitian. Terlihat bahwa sebagian
besar responden adalah perempuan (77%) dan umur dominan antara 40-55 tahun. Tingkat pendidikan
responden pada umumnya adalah tamatan SMA di Kota Padang (35%) dan SD di Kabupaten Padang
Pariaman (35%). Jenis pekerjaan paling dominan adalah tidak bekerja (termasuk di dalamnya ibu
rumah tangga).

Tabel 4. Demografi responden berdasarkan lokasi responden


Lokasi Responden
Deskripsi
Padang Padang Pariaman
1. Jenis Kelamin Responden:
Laki-Laki 26 20
Perempuan 74 80
2. Umur Responden:
17-25 Tahun 6 6
25-40 Tahun 24 31
40-55 Tahun 37 39
>55 Tahun 33 24
3. Tingkat Pendidikan:
Tidak Sekolah 6 12
SD 13 35
SMP 17 11
SMA 35 33
D3 (Akademi) 13 1
S1 (Universitas) 13 8
S2 (Universitas) 3 0
4. Jenis Pekerjaan Responden:
Tidak Bekerja 37 50
Petani 1 18
Pegawai Negeri 12 4
Dagang/Wirausaha 20 19
Buruh 4 1
BUMN 4 0
Nelayan 6 0
Lainnya 19 8
5. Besar Pendapatan rata-rata/bulan:
< Rp. 1 Juta 17 37
Rp. 1-2 Juta 29 41
Rp. 2-3 Juta 10 9
Rp. 3-5 Juta 30 11
Rp. 5-10 Juta 12 2
> Rp.10 Juta 2 0
6. Perkiraan biaya kerusakan rumah:
< Rp. 5 Juta 3 1
Rp. 5-10 Juta 22 4
Rp. 10-15 Juta 9 9
Rp. 15-20 Juta 6 22
Rp. 20-50 Juta 39 40
> Rp. 50 Juta 21 24
7. Besar bantuan yang diterima:
Rp. 10 Juta 55 31
Rp. 15 Juta 45 69
8. Kapan bantuan diterima :
< 6 bulan 13 5
6 bulan - 12 bulan 22 23
12 bulan - 24 bulan 22 40
> 24 bulan 43 31
Terkait dengan dampak gempa 30 September 2011 terhadap rumah responden, mayoritas responden
di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman menyatakan bahwa rumah mereka membutuhkan
biaya RR sebesar Rp. 20-50 juta. Lebih lanjut, 66% responden di Kota Padang menyatakan bahwa
biaya kerusakan rumah mereka adalah lebih dari Rp. 15 juta, dan 86 % di Kabupaten Padang
Pariaman. Sedangkan jumlah responden yang menerima besar bantuan untuk rumah rusak sedang
(Rp. 10 juta) dan rusak berat (Rp. 15 juta) di Kota Padang adalah sebanyak 55 orang dan 45 orang
secara berurutan. Untuk Kabupaten Padang Pariaman jumlahnya adalah sebanyak 31 orang
menerima bantuan Rp. 15 juta dan 69 orang menerima bantuan 15 juta. Pada umumnya 43%
responden di Kota Padang menerima bantuan setelah lebih dari 2 tahun, sedangkan di Kabupaten
Padang Pariaman (40%) menerima dalam periode 12-24 bulan.

Tingkat Kepuasan
Tabel 5 memperlihatkan rata-rata tingkat kepuasan responden terhadap program rekonstruksi pasca
gempa 30 september 2009 di Sumatera Barat.

Tabel 5. Rata-rata tingkat kepuasan masyarakat terhadap program rekonstruksi


Total Rata-rata tingkat kepuasan pada tiap
Indikator kepuasan
rata-rata daerah
A. PROSES REKONSTRUKSI 1 2 3 4 5
1. Informasi dan sosialisasi tentang program rekon 2.73

2. Waktu dimulainya program rekonstruksi 2.60

3. Proses identifikasi kerusakan rumah 2.80

4. Proses identifikasi penerima bantuan 2.67

5. Keterlibatan/partisipasi dalam rekonstruksi 2.84

6. Kerjasama masyarakat dalam rekonstruksi 2.71

7. Terpenuhinya keinginan masyarakat 2.71

8. Jumlah dana bantuan yang disediakan 2.45

9. Kemudahan administrasi/proses pencairan dana 2.81

10. Peran pemerintah dalam proses rekonstruksi 2.71

11. Peran Tim Pendamping Masyarakat (TPM) 2.74

12. Peran fasilitator dalam proses rekonstruksi 2.67

13. Ketersediaan tenaga kerja (tukang) 2.56

14. Pengalaman dan keahlian tenaga kerja (tukang) 2.66

B. HASIL REKONSTRUKSI

15. Rumah terasa lebih tahan terhadap gempa 2.97

16. Rumah terasa lebih nyaman 2.99

17. Rumah kualitasnya terasa lebih bagus 2.98 PADANG

18. Rumah telah sesuai dengan keinginan 2.84


PADANG
PARIAMAN
19. Terpenuhinya janji yang diberikan pemerintah 2.74

C. KEPUASAN SECARA UMUM 2.82 Padang = 2.75; Padang Pariaman = 2.88


Tingkat Kepuasan di Kota Padang
Secara umum terlihat bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap program RR perumahan di Kota
Padang berada pada level rata-rata. Untuk seluruh indikator baik pada kepuasan dalam proses
rekonstruksi maupun pada hasil rekonstruksi nilainya lebih rendah dari 3. Rata-rata tingkat kepuasan
masyarakat Kota Padang dalam proses rekonstruksi adalah sebesar 2,63. Tingkat kepuasan paling
tinggi pada kelompok ini tercapai pada kepuasan terhadap proses identifikasi kerusakan rumah
(2,80), diikuti oleh kepuasan terhadap penyampaian informasi dan sosialisasi tentang program RR
pada penerima bantuan dan keterlibatan/partisipasi dalam rekonstruksi (masing-masing sebesar
2,79). Sedangkan tingkat kepuasan paling rendah adalah pada indikator jumlah dana bantuan yang
disediakan pemerintah (2,32) dan ketersediaan tenaga kerja (2,52). Hal ini dapat dimaklumi karena
jumlah bantuan maksimal yang diberikan oleh pemerintah lebih rendah daripada rata-rata kebutuhan
RR yang dikeluarkan masyarakat. Akibatnya masyarakat menggunakan dana pribadi atau memilih
melakukan rekonstruksi sesuai dana yang ada dengan cara hanya sebagian dari rumah yang benar-
benar perlu dilakukan perbaikan.
Indikator tingkat kepuasan hasil rekonstruksi sedikit lebih baik daripada indikator kepuasan proses
rekonstruksi. Rata-rata tingkat kepuasan terhadap hasil rekonstruksi adalah sebesar 2,84. Tingkat
kepuasan paling tinggi adalah masyarakat merasa bahwa rumah yang telah mereka bangun terasa
lebih nyaman dibandingkan sebelumnya, diikuti oleh perasaan lebih tahan terhadap gempa.
Sedangkan tingkat kepuasan terhadap janji-janji yang pernah diberikan oleh pemerintah, nilai
kepuasannya adalah yang terendah yaitu sebesar 2,65. Secara umum masyarakat menilai bahwa
tingkat kepuasan mereka terhadap program RR di Kota Padang adalah sebesar 2,75.
.
Tingkat Kepuasan di Kabupaten Padang Pariaman
Secara umum rata-rata tingkat kepuasan masyarakat terhadap program rekonstruksi berbasis
masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman adalah sebesar 2.88. Sama halnya dengan yang terjadi
Kota Padang, rata-rata tingkat kepuasan pada proses rekonstruksi adalah sebesar 2,75, lebih kecil
daripada tingkat kepuasan pada rumah hasil RR yang sebesar 2,95.
Indikator yang memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah pada proses rekonstruksi adalah jumlah
bantuan dana yang diberikan pemerintah ke masyarakat korban bencana (2,54). Sedangkan yang
paling tinggi tingkat kepuasannnya adalah kepuasan terhadap proses identifikasi kerusakan rumah
(2,89).
Tiga dari lima indicator hasil rekonstruksi berada sedikit lebih baik daripada rata-rata. Indicator ini
berhubungan dengan persepsi korban bencana terhadap rumah yang dibangun terasa lebih nyaman
(3,07), terasa lebih bagus (3,06), dan terasa lebih tahan gempa (3,03) daripada rumah yang mereka
tempati sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa telah tercapainya prinsip building back better
menurut persepsi masyarakat.

Cross Case Analysis


Analisis terhadap tingkat kepuasan masyarakat di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman
menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Padang Pariaman (desa) lebih puas terhadap program
RR perumahan dibandingkan masyarakat Kota Padang. Seperti yang terlihat pada Tabel 5, dari total
19 indikator kepuasan, hanya pada satu indicator masyarakat kota lebih tinggi tingkat kepuasannya
dibandingkan masyarakat desa, yaitu dalam hal ketersediaan informasi dan sosialisasi program RR.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang hidup di kota mempunyai akses informasi yang lebih
mudah dibandingkan masyarakat desa. Selanjutnya ini juga harus menjadi perhatian pemerintah
untuk pemerataan akses informasi ke setiap lapisan masyarakat. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian UNSYIAH dan UN-HABITAT (2006) pasca tsunami di Aceh. Karena pada umumnya
kepuasan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman lebih tinggi daripada masyarakat Kota Padang,
maka tingkat kepuasan terhadap proses rekonstruksi dan hasil rekonstruksi hasilnya juga demikian.
Secara umum, berdasarkan analisis terhadap 200 responden diketahui bahwa tingkat kepuasan
masyarakat adalah sebesar 2,82. Penilaian terhadap tingkat kepuasan pada proses rekonstruksi adalah
sebesar 2,69 sedangkan terhadap hasil adalah sebesar 2,90. Lebih rendahnya nilai proses
dibandingkan nilai hasil bisa menjadi masukan bagi pemerintah untuk tidak hanya terpaku pada
penelaian output dari suatu program. Pada program RR yang berbasis masyarakat, proses yang
dilakukan selama rekonstruksi juga sangat memegang peranan penting. Hal ini dikarenakan, pada
proses rekonstruksi inilah banyak keuntungan program berbasis komunitas yang bisa didapat, seperti
dapat meningkatkan kebersamaan antar masyarakat.
Pada kedua daerah terlihat bahwa tingkat kepuasan yang paling rendah terjadi pada indicator jumlah
dana bantuan yang diberikan. Rendahnya tingkat kepuasan pada indicator ini mungkin disebabkan
oleh lebih banyaknya dana yang dikeluarkan oleh responden dalam pelaksanaan RR rumah mereka
dibandingkan jumlah dana bantuan yang diterima dari pemerintah. Ditambah lagi dengan
kecenderungan naiknya harga material dan upah pada daerah terdampak bencana. Untuk itu,
pemerintah perlu memikirkan cara untuk menyediakan bantuan dana ke masyarakat. Asuransi atau
membuat tabungan khusus bencana mungkin salah satu solusinya. Cara lain adalah dengan
mengontrol secara ketat harga upah dan material bangunan.
Perbedaan tingkat kepuasan antara masyarakat desa dan masyarakat kota mungkin berhubungan
dengan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jumlah pendapatan responden. Sebagai contoh dalam
hal pendapatan/gaji. Pada Kabupaten Padang Pariaman 78% responden memiliki penghasilan
dibawah Rp 2 juta, sedangkan responden Kota Padang yang berpenghasilan dibawah Rp 2 juta adalah
sebanyak lebih dari 46%. Secara logika, masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah tentu akan
lebih puas dibandingkan masyarakat yang berpenghasilan lebih tinggi jika diberikan jumlah dana
bantuan yang sama besarnya. Untuk mengetahui hubungan tersebut di atas, maka untuk penelitian
selanjutnya disarankan untuk melakukan analisis statistic inferential.

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat Sumatera Barat terhadap program
RR berada pada kondisi rata-rata, yaitu sebesar 2,82. Jika dilihat dari capaian tingkat kepuasan
berdasarkan proses rekonstruksi dan hasil rekonstruksi, maka terlihat bahwa tingkat kepuasan hasil
rekonstruksi lebih tinggi daripada proses rekonstruksi, dengan nilai masing-masingnya adalah
sebesar 2,69 untuk proses rekonstruksi, dan 2,90 untuk hasil rekonstruksi.
Selain itu, berdasarkan hasil yang diperoleh dari tingkat kepuasan masyarakat di Kota Padang dan
Kabupaten Padang Pariaman dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat pedesaan lebih
tinggi daripada tingkat kepuasan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Tingkat kepuasan
masyarakat desa terhadap program RR adalah sebesar 2,88, sedang masyarakat kota sebesar 2,75.
Secara lebih detail, tingkat kepuasan masyarakat kota dan desa terhadap proses RR secara berurutan
adalah sebesar 2,63 dan 2,75; sedangkan kepuasan terhadap hasil adalah sebesar 2,84 dan 2,95

ACKNOWLEDGEMENT
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Andalas
yang telah membiayai penelitian ini pada tahun 2014.

REFERENSI

Davidson, C.H., Johnson, C., Lizarralde, G., Dikmen, N., Sliwinski, A. (2007). Truths and Myths about
Community Participation in Post-disaster Housing Projects. Habitat International, 31(1), 100–115.
Jha, A. K., Barenstein, J. D., Phelps, P. M., Pittet, D. and Sena, S. (2010), Safer Homes, Stronger Communities:
A Handbook for Reconstructing after Natural Disasters, Washington: The World Bank
Ophiyandri, T., Amaratunga, D. and Pathirage, C. (2010a). Community Based Post Disaster Housing
Reconstruction: Indonesian Perspective. In: Barrett, P., Amaratunga, D., Haigh, R., Keraminiyage, K., and
Pathirage, C. (Eds). CIB World Congress, Salford Quays, UK, 10-13 May 2010.
Pranoto, S., Sentosa, S., Kayo, R.B.K.P., Karimi, S., Fauzan, Ermiza, Z. and Antoni, S. (2011). Lesson
Learned, Pembelajaran Rehab Rekon Pasca Gempa di Sumatera Barat 30 September 2009, BuildingBack
Better. Padang: TPT RR.
Universitas Syiah Kuala and UN-HABITAT (2006). Post Tsunami Settlement Recovery Monitoring in Aceh.
Banda Aceh: UNSYIAH-UN-HABITAT
Yin, R.K. (2009). Case study research: Design and methods (4th ed.). London: Sage Publications.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai