KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh:
HARINI MULIANTA SINAGA
171201074
iii
Dairi Regency is an area with a high level of disaster prone. One of the
disasters that needs to be identified is landslides. In connection with the
prevention and mitigation of landslide hazards, information on the spatial
distribution of landslide hazard is needed. This study aims to analyze the level of
vulnerability and the distribution of landslide-prone areas in Dairi Regency. The
research was conducted from December 2020 to February 2021. The parameters
used were rainfall, slope, land cover, soil type, rock type and earthquakes. The
analysis process is carried out with a Geographic Information System (GIS). The
results showed that 11.31% of the area was included in the high landslide hazard
class, 83.55% was included in the moderate landslide hazard class and 5.14% of
the Dairi Regency area was included in the low landslide prone class. The
percentage of high landslide hazard class area to all regency in Tanah Pinem
District (3.16%), Lae Parira (1.10%), Silimapungga-pungga (1.41%). The
percentage of landslide susceptibility classes to all districts in Tanah Pinem
District (23.04%), Pegagan Hilir (10.70%), Sumbul (10.09%), Parbuluan
(9,17%). The high landslide hazard class found at altitudes of more than 1,200
meters reaches an area of 32% around 64,396.0910 ha. The area that is from 0 to
500 meters from the left and right of the road is an area with high landslide
hazard with an area of 53% of the entire area of Dairi Regency. The area that is 0
to 50 meters from the left and right of the river is a high landslide prone area with
an area of 35% of the entire area of Dairi Regency. Areas that are from 0 to 500
meters from either side of the road and areas that are 0 to 50 meters from the
river need special attention to prevent landslides. The closer the distance to the
road and to the river, the higher the landslide hazard in the area.
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Hasil
penelitian yang berjudul “Analisis Spasial Kerawanan Longsor Di Kabupaten
Dairi”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Dr. Bejo Slamet, S.Hut, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dalam penyelesaian Hasil penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para penguji sidang skripsi,
yaitu Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si, Bapak Dr. Achmad Siddiq Thoha,
S.Hut, M.Si dan Ibu Dr. Arida Susilowati S.Hut, M.Si. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua orangtua dan saudara yang telah memberikan
dukungan kepada penulis. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada sahabat dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dukungan.
Penulis berharap hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi berbagai
pihak dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
vi
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT ............................................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... .vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
PENDAHULUAN
Latar belakang ......................................................................................................... 1
Tujuan ..................................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................................................... 3
Longsor ................................................................................................................... 3
Jenis Tanah Longsor ........................................................................................ 5
Faktor Penyebab Longsor ................................................................................ 5
Sistem Informasi dan Geografi (SIG) ..................................................................... 6
Digital Elevation Model (DEM) ......................................................................... 8
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat Penelitian .............................................................................. 10
Alat Dan Bahan Penelitian ................................................................................... 10
Prosedur Penelitian................................................................................................ 10
Pengumpulan data ................................................................................................. 11
Pengolahan Data.................................................................................................... 12
Analisis Rawan Longsor ....................................................................................... 12
Uji Validasi ........................................................................................................... 17
HASIL PEMBAHASAN
Parameter Pemicu Tanah Longsor di Kabupaten Dairi......................................... 18
Analisis Kerawanan Tanah Longsor ..................................................................... 30
Hasil Uji Validasi .................................................................................................. 30
Sebaran Kawasan Rawan Tanah Longsor ............................................................. 32
Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Ketinggian Tempat ........................... 37
Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Jarak Jalan ......................................... 39
Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Jarak Sungai ...................................... 43
Mitigasi Sebaran Rawan Longsor di Pinggir Jalan dan Pinggiran Sungai............ 45
vii
viii
ix
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah longsor belakangan ini sering terjadi di seluruh tanah air dalam
sebaran dan keragaman ruang dan waktu. Bencana tersebut terjadi hampir merata
di seluruh wilayah Indonesia. Bencana longsor sering terjadi di daerah perbukitan,
dimana setiap musim penghujan bencana longsor akan semakin meningkat.
Longsor atau tanah longsor biasanya disebut pergeseran tanah. Menurut Mubekti
dan Alhasanah (2008) bahwa tanah longsor dikategorikan sebagai salah satu
penyebab bencana alam, di samping gempa bumi, banjir, dan angin topan, dan
lain-lain. Bahaya bencana tanah longsor berpengaruh besar terhadap kelangsungan
kehidupan manusia dan senantiasa mengancam keselamatan manusia. Di
Indonesia, terjadinya tanah longsor telah mengakibatkan kerugian yang besar,
misalnya kehilangan jiwa manusia, kerusakan harta benda, dan terganggunya
ekosistem alam.
Longsor menimbulkan dampak yang mempengaruhi kehidupan manusia,
salah satunya adalah rusaknya penggunaan lahan karena tertimbun oleh material
longsor. Akibat lanjutannya adalah kegiatan masyarakat akan terganggu dan
menimbulkan kerugian tidak hanya material, tetapi juga non material, seperti
kematian. Kejadian longsor yang seringkali mengakibatkan jatuhnya korban jiwa
karena terjadi secara tiba tiba sehingga penduduk yang tertimpa longsor tidak
dapat melarikan diri (Sobirin et al., 2017).
Longsor umumnya terjadi pada saat musim penghujan di daerah
perbukitan. Longsor terjadi ketika tanah mengalami patahan atau ketika tidak
dapat menampung air hujan. Longsor ini bisa diakibatkan penggundulan hutan.
Longsor merupakan runtuhnya tanah-tanah akibat adanya pergerakan dari tanah
tersebut. Secara umum longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam adalah faktor yang berasal dari alam misalnya curah
hujan yang tinggi, kondisi lereng yang terjal, kondisi batuan yang kurang padat,
gempa bumi dan lain-lain. Sedangkan faktor manusia adalah faktor yang
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggundulan hutan, adanya
pemukiman di lahan berkemiringan lereng yang terjal serta pemanfaatan lahan
yang tidak sesuai yang akan mempertingkat resiko pada daerah rawan longsor
(Harto et al., 2017).
Kabupaten Dairi berada berada pada ketinggian 400 – 1.700 meter diatas
permukaan laut (m.dpl), didominasi kelerengan berombak, bergelombang, curam
sampai dengan terjal. Luas wilayah Kabupaten Dairi dengan kelerengan terjal
sekitar 88.097 ha atau 45,70% dari luas total wilayah Kabupaten Dairi, kelerengan
curam sekitar 27.824 ha atau 14,43%, selebihnya bergelombang, berombak, dan
sebagian kecil datar sehingga sangat rentan terhadap erosi maupun longsoran
tanah (RPI2 JM, 2020).
Akibat dari bencana longsor ini selain menimbulkan korban jiwa dan
kerusakan sarana prasarana, longsor pada lahan pertanian juga dapat
menimbulkan kerugian lain seperti berkurangnya lahan garapan dan menurunnya
produksi lahan (BNPB, 2015). Sebelumnya telah dilakukan penelitian Distribusi
Spasial Tingkat Kerentanan Longsor di Kabupaten Dairi (Thoha et all., 2020).
Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sebaran longsor
pada areal yang dekat dengan jalan dan sungai dan cara penanggulangan atau
mitigai resiko longsor yang akan terjadi di Kabupaten Dairi. Oleh karena itu saya
melakukan Penelitian Mengenai Analisis Daerah Rawan Longsor di Kabupaten
Dairi. Dengan dilakukannya pemetaan rawan longsor di Kabupaten Dairi, dapat
meminimalisir dampak dari bencana.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat kerawanan dan sebaran daerah rawan longsor di
Kabupaten Dairi.
2. Menganalisis sebaran rawan longsor berdasarkan jarak jalan dan jarak sungai
di Kabupaten Dairi
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini antara lain:
1. Memberikan gambaran tentang tingkat kerawan longsor pada masyarakat di
Kabupaten Dairi, sehingga sebagai salah satu upaya mitigasi bencana tanah
longsor di daerah tersebut
2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Longsor
Bencana gerakan tanah atau dikenal sebagai tanah longsor merupakan
fenomena alam yang dikontrol oleh kondisi geologi, curah hujan dan pemanfaatan
lahan pada lereng. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya bencana
gerakan tanah di Indonesia semakin meningkat, dengan sebaran wilayah bencana
semakin luas. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya pemanfaatan lahan
yang tidak berwawasan lingkungan pada daerah rentan gerakan tanah, serta
intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang, ataupun akibat
meningkatnya frekuensi kejadian gempa bumi (Amri et al., 2016).
Menurut Subhan et al. (2019) Tanah longsor terjadi karena adanya gerakan
tanah sebagai akibat dari bergeraknya massa tanah atau batuan yang bergerak di
sepanjang lereng atau di luar lereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan
gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan memecah
ke samping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya,
kandungan air yang tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, yang
meningkatkan beban, dan mengurangi kekuatan memecah kesampingnya.
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke
bawah atau keluar lereng. Secara singkat proses terjadinya tanah longsor dapat
diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah, jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya
akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng (Ramadhan et al., 2017).
Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa
geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai
tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum
kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu pendorong dan pemicu. Faktor
pendorong adalah yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor
pemicu adalah yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun
penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng
yang curam, tetapi ada pula faktor lain yang turut berpengaruh, yakni erosi yang
disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai atau gelombang laut yang
menggerus kaki lereng pegunungan bertambah curam. Lereng dari bebatuan dan
tanah diperlemah melalui erosi yang diakibatkan hujan lebat. Gerakan tanah atau
tanah longsor yang mampu merusak lingkungannya baik akibat gerakan tanah di
kedua faktor tersebut, faktor manusia adalah faktor yang lebih memungkinkan
untuk dikendalikan (Buchori dan Susilo, 2012).
Menurut Nandi (2007) dalam bukunya yang berjudul Longsor, Gejala
umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan-retakan dilereng yang
sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air
baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. Faktor
pennyebab lainya adalah sebagai berikut : hujan, lereng terjal, tanah yang kurang
padat dan tebal, batuan yang kurang kuat, jenis tata lahan, getaran, susut muka air
danau atau bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material
timbunan pada tebing, longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak
sinambung), penggundulan hutan dan daerah pembuangan sampah.
digunakan untuk penentuan jalur evakuasi terhadap bencana alam seperti gunung
meletus atau tsunami. DEM dapat diturunkan menjadi informasi ketinggian
ataupun kemiringan lereng (slope) (Iswari dan Anggraini, 2018). Data DEM juga
digunakan untuk menghitung kemiringan lereng secara digital. Hasil perhitungan
lereng ini berupa data raster yang kemudian dikonversi menjadi data vektor dalam
bentuk poligon. Lereng diklasifikasi ke dalam tiga kelas, yaitu <40%, 40%-70%
dan >70%. Pertimbangan klasifikasi ini adalah bahwa pada kemiringan lereng
<40% kemungkinan besar tidak akan terjadi longsor (Suriadi et al., 2014)
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
Prosedur kerja dalam penelitian Analisis Rawan Longsor dilakukan dalam
tahap yang disajikan pada gambar dibawah ini :
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan adalah pengolahan data spasial. Data
berupa peta curah hujan, peta jenis tanah, peta batuan, peta gempa, peta
penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng selanjutnya di Input dalam software
SIG. Proses pemasukan data-data dilakukan melalui seperangkat komputer dengan
software ArcGIS. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan
penentuan wilayah penelitian serta acuan analisis pemetaan daerah rawan bencana
longsor.
Kemiringan lereng
Kelerengan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi dan
longsor di kawasan pegunungan. Biasanya longsor terjadi pada kawasan dengan
kelerengan curam. Oleh karena itu, dalam berbagai model penentuan erosi dan
longsor, faktor kelerengan selalu dimasukkan sebagai salah satu faktor utama
(Buchori dan Susilo, 2012).
Pada penelitian ini data kelerengan lahan diperolah dari Data DEM. Data
DEM digunakan untuk menghitung kemiringan lereng secara digital. Hasil
perhitungan lereng ini berupa data raster yang kemudian dikonversi menjadi data
vektor dalam bentuk poligon. Data DEM yang diperoleh dari BIG (Badan
Informasi Geospasial), kelas kelerengan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelas dan Skor Kelerengan
No. Kriteria Keterangan Skor
1. (>40%) Sangat curam 9
2. (25-40%) Curam 7
3. (15-25%) Agak curam 5
4. (8-15%) Landai 3
5. (0-8%) Datar 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRLH-
DAS). 2009
Jenis tanah
Penentuan skor jenis tanah dilakukan berdasarkan tingkat kepekaan
terhadap longsor jenis tanah tersebut, semakin peka terhadap longsor maka
semakin tinggi skor yang diberikan. Tingkat kepekaan terhadap longsor
berhubungan dengan tingkat kemampuan tanah menahan dan melepaskan air yang
masuk, tanah dengan permeabilitas sangat lambat sangat kuat menahan air yang
masuk dan sangat sulit untuk melepaskannya, hal itu akan menyebabkan tanah
menahan beban yang lebih besar dan apabila curah hujan semakin tinggi serta
tanah tersebut berada pada wilayah yang memiliki topografi yang terjal sampai
sangat curam maka longsor kemungkinan besar terjadi (Yunianto, 2011) skor jenis
tanah disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis Tanah dan Nilai Skor
No. Kriteria Infiltrasi Skor
1. Litosol, Organosol, Renzina Besar 9
2. Andosol, Inceptisol, Entisol Agak besar 7
3. Regosol, Alfisol Sedang 5
4. Latosol Agak kecil 3
5 Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu Kecil 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRLH-
DAS). 2009
Jenis batuan
Jenis batuan diklasifikasikan berdasarkan asal bentuknya yaitu batuan
vulkanik, batuan sedimen dan karst serta batuan aluvial. Batuan aluvial
merupakan batuan hasil endapan proses geodinamika yang terjadi pada batuan di
wilayah tersebut. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor rendah.
Batuan sedimen dan karst merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan laut
dan pesisir serta perairan lain seperti sungai dan danau kuno sampai batuan
tersebut terangkat menjadi daratan pada masa lalu. Umumnya batuan ini memiliki
permeabilitas kecil bahkan kedap air kecuali jika batuan banyak memiliki rekahan
atau telah mengalami pelarutan, maka dapat bersifat tahan air sehingga menjadi
akuifer (batuan penyimpan air tanah) atau dapat berfungsi sebagai imbuhan air.
Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor sedang. Sedangkan batuan
vulkanik merupakan batuan gunung api yang tidak teruraikan. Jenis ini memiliki
sifat kepekaan terhadap longsor tinggi (Amalia, 2019) skor jenis batuan disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi Jenis Batuan dan Skor
No. Parameter Skor Bobot
1. Batuan vulkanik 9
2. Batuan sedimen 5 10 %
3. Batuan alluvial 1
Sumber : Puslittanak Bogor (2004) dalam Amalia (2019)
Gempa bumi
Gempa sangat berpengaruh terhadap kestabilan tanah apabila terjadi
gempa bumi, maka pertama-tama yang merasakan getaran adalah tanah
disekeliling pusat gempa. Getaran akibat gempa kemudian disebarkan kesegala
penjuru, selama getaran menjalar dari pusat gempa sampai ke permukaan tanah
maka faktor tanah sebagai penghantar getaran mempunyai peran yang sangat
penting. Kondisi geologi dan kondisi tanah tertentu, akan menyebabkan respon
tanah akibat beban dinamis. Perpindahan tanah selama gempa bumi meyebabkan
momen inersia yang besar pada lereng. Pada saat lereng mengalami pengaruh
gempa dapat diasumsikan bahwa tanah tersebut akan mengalami sedikit
penurunan pada kekuatan lereng karena beban siklis (Rekzyant et al., 2016) skor
klasifikasi gempa bumi disajikan pada Tabel 7.
Uji Validasi
Uji validasi dilakukan untuk membandingkan hasil analisis kerawanan
dengan hasil ground check di lapangan. Prosedur menghitung dalam validasi hasil
titik yang diperoleh dari lapangan menggunakan overall accuracy.
Hasil klasifikasi curah hujan Kabupaten Dairi memiliki 1 kelas hujan yaitu
2500 – 3500 mm/tahun. Curah hujan dengan intensitas 2800-3000 mm/tahun
memiliki luasan wilayah yang terbesar yaitu 143.197,0796 ha. Besar kecilnya
suatu curah hujan dapat menimbulkan pengaruh dalam suatu kejadian longsor
lahan. Sesuai dengan pernyataan Nasiah dan Invanni (2014) bahwa tinggi
rendahnya curah hujan sangat berpengaruh terhadap bencana longsor. Semakin
tinggi curah hujannya maka akan besar kemungkinan terjadinya bencana longsor,
jika didukung oleh lereng yang terjal serta sifat batuan yang kurang kompak.
Peta sebaran curah hujan tahunan Kabupaten Dairi berdasarkan data dari
BMKG tahun 2015-2019 dengan menggunakan metode isohyet. Dimana jenis
interpolasi yang digunakan untuk metode isohyet adalah Inverse Distance
Weighted (IDW), dapat dilihat pada Gambar 3.
Kemiringan lereng
Kemiringan lereng memiliki dampak terhadap terjadinya longsor. Pada
wilayah perbukitan, pegunungan yang lerengnya curam memiliki tingkat
kerawanan longsor yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang datar juga
bergelombang. Daerah yang memiliki lereng curam, material yang lapuk bisa
bergerak menuruni lereng walaupun tanpa dengan media pengangkut (misal air)
dikarenakan adanya gaya gravitasi yang menarik material tersebut. Tidak adanya
hambatan yang menahan material tersebut akan mempercepat terjadinya jatuhnya
material dampak gaya gravitasi.
Klasifikasi kemiringan lereng dari data DEM (Digital Elevation Model)
Kabupaten Dairi, didapatkan klasifikasi kemiringan lereng dengan luasan masing-
masing kelas kemiringan lereng yang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Luas Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Dairi
Kelerengan Luas (ha)
0 - 8% 39.589,6529
8 - 15% 36.872,9134
15 - 25% 33.048,1213
25 - 40 % 34.364,8292
>40 % 59.859,7900
Total luas (ha) 203.735,3071
Tutupan lahan
Tutupan lahan di Kabupaten Dairi terbagi kedalam delapan tipe yaitu :
Belukar, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan Tanaman, Pemukiman, Pertanian
Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah, Tanah Terbuka
berdasarkan data KLHK. Sebaran Tutupan lahan di Kabupaten Dairi tahun 2019
disajikan pada Gambar 5, dan luasan dari masing-masing tutupan lahan disajikan
pada Tabel 11.
Tabel 11. Tipe dan Luas Tutupan Lahan Tahun 2019 di Kabupaten Dairi
Tutupan lahan Luas (ha)
Belukar 21.957,4724
Hutan Lahan Kering Sekunder 55.896,0237
Hutan Tanaman 4.152,5188
Pemukiman 857,3065
Pertanian Lahan Kering 107.473,8039
Pertanian Lahan Kering Campur 4.975,9876
Sawah 6.441,4570
Tanah Terbuka 1.980,7367
Total luas (ha) 203.735,3071
Tipe tutupan lahan Pertanian lahan kering merupakan luasan yang paling
besar yaitu 107.473,8039 ha, hal ini karena sebagian besar mata pencaharian
masyarakat Kabupaten Dairi berasal dari hasil hasil pertanian. Tipe tutupan lahan
Pertanian lahan kering campuran mencapai luasan 4.975,9876 ha, perbukitan yang
memiliki lereng datar sampai dengan curam menjadi perkebunan rakyat, sehingga
sering dijumpai kebun campuran yang diolah oleh masyarakat sekitar. Tutupan
lahan lainnya seperti belukar dengan luas 21.957,4724 ha dan tutupan lahan sawah
seluas 6.441,4570 ha.
Tipe tutupan lahan berupa pemukiman merupakan luasan paling kecil dari
semua tipe tutupan lahan yaitu 857,3065 ha. Tipe tutupan lahan tanah terbuka
dengan luas 1.980,7368 ha. Lahan terbuka lebih luas dibandingkan dengan
pemukiman, masih banyak lahan-lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Hal ini
dikarenakan, perkampungan di Kabupaten Dairi masih sedikit dan pola
permukiman di Kabupaten Dairi tersebar mengikuti jaringan jalan. Tipe Tutupan
lahan hutan lahan kering sekunder mencapai luas 55.896,0237 ha dan hutan
tanaman seluas 4.152,5188 ha. Tutupan lahan hutan masih banyak dijumpai di
Kabupaten Dairi dan menempati daerah-daerah dengan kemiringan lereng datar
hingga sangat curam.
Lahan yang ditutupi hutan serta perkebunan relatif lebih bisa menjaga
stabilitas lahan sebab sistem perakaran vegetasi dan tanaman mampu menjaga
kekompakkan antar partikel tanah dan partikel tanah menggunakan batuan dasar
serta bisa mengatur limpasan dan resapan air saat hujan. Sedangkan belukar dan
sawah memiliki vegetasi yang tidak dapat menjaga stabilitas permukaan karena
kelulusan sedang serta peka terhadap erosi (Subardja et al. 2014). Pada Kabupaten
Dairi tanah jenis ini mencapai luasan 88.837,8440 ha.
Jenis Tanah Inceptisols adalah tanah mineral, dengan perkembangan pada
tahap awal dicirikan oleh terbentuknya karatan dan struktur yang lemah.
Inceptisol berkembangan dari bahan endapat marin, alluvial dan batu liat, batu
pasir dan vulkan. Tanah yang berkembang dari endapan laut subresen mempunyai
solum tanah agak dalam tekstur halus reaksi tanah agak netral, mempunyai
susunan horizon Bg-Cg pada lahan basah (lowland), tanah ini digolongkan peka
terhadap erosi (Waas et al., 2014). Pada Kabupaten Dairi tanah jenis ini mencapai
luasan 84.842,9700 ha.
Jenis Tanah Litosol memiliki ketebalan ini antara 130-500 mm, batas
horizon jelas, warna merah, coklat sampai kuning, pH tanah 4.5-6.5 dengan
tekstur tanah liat, tanah jenis ini digolongkan kedalam jenis tanah agak peka
erosi/permeabilitas cepat (Subardja et al. 2014). Pada Kabupaten Dairi tanah jenis
ini mencapai luasan 3.128,8141 ha.
Jenis Tanah Ultisols adalah tanah mineral yang telah mempunyai
perkembangan profil lanjut dengan susunan horizon A-Bt-C, mempunyai horizon
okhrik dan horizon B argilik akumulasi liat pada tanah lapisan bawah, dan
kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) sebesar kurang dari 35 persen. Tanah
ini terbentuk dari bahan induk skis, geneis, filit, kuarsa, batu metamorfik dan batu
gamping. Kedalaman tanah umumnya dangkal sampai dalam dan mempunyai
drainase sedang sampai baik (Waas et al., 2014). Tanah ini digolongkan peka
terhadap erosi. Pada Kabupaten Dairi tanah jenis ini memiliki luas 7.909,7814 ha.
Pada hakekatnya semua jenis tanah yang ada di Indonesia rawan terhadap
longsor (kerawanan dapat meningkat lagi dipicu oleh adanya curah hujan tinggi /
iklim tropis dan kecerobohan manusia). Namun secara nyata tanah ini bisa longsor
biasanya berada daerah miring (bidang gelincir), curah hujan tinggi, dan faktor
sifat tanah dan lainnya (Priyono, 2015). Longsor dapat terjadi ketika adanya suatu
volume tanah yang meluncur pada suatu lapisan tanah yang agak kedap air dan
jenuh air sehingga air yang masuk ke dalam tanah tersebut tidak dapat menembus
lapisan kedap air dan akan mengalir/menyebar. Sebaran jenis tanah di Kabupaten
Dairi disajikan pada Gambar 6.
Jenis batuan
Secara geologi Kabupaten Dairi merupakan wilayah dengan struktur
batuan yang dipengaruhi oleh kondisi pegunungan disekitarnya. Sifat-sifat teknis
Formasi batuan malihan berasal dari batuan beku atau batuhan sedimen
yang termalihkan (terubah) didalam bumi akibat tekanan dan temperature yang
sangat tinggi yang mengakibatkan sifat fisik dan kimia dari batuan asal. Batuan ini
memiliki sifat kepekaan terhadap longsor tinggi. Luas batuan malihan di
Kabupaten Dairi mencapai 42.864,0933 ha.
Formasi batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari
lingkungan laut serta pesisir dan perairan lain seperti sungai dan danau sampai
batuan tersebut terangkat menjadi daratan. Batuan ini memiliki sifat kepekaan
terhadap longsor sedang. Batuan sedimen pada Kabupaten Dairi mencapai luas
35.581,3530 ha. Formasi batuan Vulkanik merupakan batuan Gunung Api yang
tidak teruraikan. Batuan vulkanik mencapai luas 125.289,8608 ha di Kabupaten
Dairi.
Buchori dan Susilo (2012) mengatakan bahwa di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan kokoh dari batuan vulkanik, sedimen,
dan metamorfik. Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat,
batu liat berkapur atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan
longsor. Batuan vulkanik umumnya tahan erosi dan longsor. Semakin lunak
susunan struktur batuan yang terkandung di dalam maka semakin mudah terjadi
longsor pada suatu lereng sebaliknya. Sebaran jenis batuan di Kabupaten Dairi
disajikan pada Gambar 7.
Gempa Bumi
Getaran yang berasal dari gempa bumi memungkinkan untuk
menyebabkan longsor, terlebih untuk yang tinggal di wilayah dekat tebing atau
pegunungan. Guncangan gempa bumi sangat mungkin untuk meruntuhkan
struktur tanah sehingga terjadilah tanah longsor. Dimana semakin tinggi frekuensi
gempa yang terjadi semakin tinggi potensi terjadinya longsor. Sebaran kerawanan
gempa di Kabupaten Dairi dapat dilihat pada Gambar 8. Adapun luasan dari
masing-masing kelasnya disajikan pada Tabel 14.
memiliki tebing yang sangat curam. Selain lereng yang terjal, tata guna lahan di
kawasan tersebut juga terpengaruh. Umumnya, daerah rawan longsor berada di
lahan semak, padang rumput, dan areal pertanian. Kecamatan Tanah Pinem terjadi
konversi lahan dari hutan dan hutan Tanaman kemiri (Aleurites moluccanus)
konversi lahan menjadi ladang jagung (Zea mays). Kegiatan tersebut berpotensi
meningkatkan tingkat kerentanan suatu daerah. Substitusi jenis tumbuhan dari
tumbuhan berkayu dengan akar tunggang yang kuat menahan tanah menjadi
tumbuhan semusim dengan serabut berakar bisa memicu longsor di masa depan.
Potensi longsor lebih tinggi pada lahan yang sangat terjal lereng.
Menurut Leng et al. (2016) umumnya longsor terjadi pada daerah yang
memiliki intensitas curah hujan tinggi, kemiringan lereng tinggi dan tutupan lahan
berupa tanah kosong, sawah ataupun padang rumput yang tidak dapat menahan
air/penyerapan air kurang. Longsoran juga bisa terjadi didaerah dengan
kemiringan lereng yang tidak terlalu tinggi, tutupan lahan berupa tanah kosong
dan padang rumput, intensitas curah hujan sedang. Namun jika berlangsung secara
terus-menerus dan dalam waktu yang lama maka kondisi tanah menjadi tidak
stabil karena bobot air yang banyak dalam tanah sehingga tanah mudah untuk
bergerak/terjadi longsor. Gambaran analisis kerawanan longsor berdasarkan hasil
overlay peta rawan longsor dengan peta adminitrasi kecamatan Kabupaten Dairi
serta luasan tingkat kerawanan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 17 dan
pada Gambar 11.
Tabel 17. Luasan Kerawanan Longsor Per Kecamatan di Kabupaten Dairi
Kelas Kerawanan Luas total Luas
Nama Kecamatan
Rendah Sedang Tinggi (ha) (%)
Berampu 290,0852 6.967,1423 821,6405 8.078,8679 4%
Gunungsitember 159,1876 6.789,3515 1.760,4738 8.709,0129 4%
Laeparira 779,3248 2.501,7449 2.237,7338 5.518,8035 3%
Parbuluan 2.523,0298 18.684,9943 616,5319 21.824,5560 11%
Pegagan Hilir 216,1393 21.793,8620 1.630,3472 23.640,3485 12%
Sidikalang 558,8008 5.201,1029 119,1168 5.879,0205 3%
Siempatnempu 468,0591 4.001,8041 464,0553 4.933,9185 2%
Siempatnempu Hilir 112,7054 6.706,1953 1.814,4625 8.633,3632 4%
Siempatnempu Hulu 188,7485 6.132,1272 682,5563 7.003,4321 3%
Silahisabungan 376,9107 3.096,6132 2.022,0078 5.495,5316 3%
Silimapungga-
Pungga 455,0523 9.450,3224 2.864,7239 12.770,0987 6%
Sitinjo 166,2615 3.509,0107 135,2396 3.810,5118 2%
ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 18 dan hasil overlay peta ketinggian
tempat dengan peta rawan longsor Kabupaten Dairi (Gambar 12)
Gambar 12. Peta Sebaran Rawan Longsor Per Ketinggian Tempat Kabupaten
Dairi
Tabel 18. Luas Rawan Longsor Kabupaten Dairi per Ketinggian Tempat
Kelas Kerawanan
Ketinggian Luas Total (ha)
Rendah Sedang Tinggi
0-300 mdpl 589,7374 9.288,1885 1.125,2101 11.003,1359
>300-600 mdpl 1.696,0297 29.847,8470 4.443,6125 35.987,4892
>600-900 mdpl 1.927,0787 35.868,0609 9.168,6927 46.963,8323
>900-1200 mdpl 3.206,4742 36.924,5474 5.253,7371 45.384,7587
>1200 mdpl 3.045,2318 58.299,0630 3.051,7963 64.396,0910
Luas Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071
bahkan adanya korban. Longsor pinggir jalan biasanya disebabkan karena lereng
dipinggir jalan sangat curam dan tutupan lahan yang tidak sesuai. Menurut
Tupenalay et al., (2014) longsoran yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh
beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan. Adapun faktor-faktor penyebab
longsoran yang sering terjadi adalah : adanya penambahan beban pada lereng
seperti bangunan atau beban dinamis, penggalian atau pemotongan kaki lereng,
adanya kegiatan penggalian yang mempertajam kemiringan lereng, terjadi
perubahan posisi muka air secara cepat, tekanan lateral yang diakibatkan oleh air
terutama air hujan, penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng, dan adanya
getaran akibat gempa bumi.
Areal Kabupaten Dairi yang berjarak 500 meter dari jalan memiliki luas
yang paling luas yaitu seluas 43.273,7425 ha, kelas kerawanan yang paling luas
yaitu kelas kerawanan longsor sedang yaitu seluas 34.352,9888 ha. Dan jarak
yang luas arealnya paling kecil yaitu pada jarak 12.000 meter dari jalan yaitu
seluas 1.835,9278 ha, kelas kerawanan yang paling luas yaitu kelas kerawanan
longsor sedang yaitu seluas 1.786,8100 ha, hal ini dikarenakan jarak kejalan sudah
semakin jauh sehingga tingkat rawan longsornya semakin kecil. Semakin dekat
jarak ke jalan maka rawan longsornya semakin besar. Potensi terjadinya longsor
pada areal yang dekat dengan jalan sangat tinggi.
Tipe longsor yang terjadi di sepanjang jalan adalah tipe longsoran dangkal
berupa kupasan permukaan. Pemicu longsor terjadi akibat terjadi hujan yang terus
menerus dan tinggi, tanaman lindung yang tidak dipangkas daun dan ranting-
rantingnya sehingga bila terjadi hujan maka tanaman menjadi berat dan tumbang
sehingga tanah disekitarnya ikut tergerus ditambah dengan air hujan maka lapisan
serpih menjadi tidak stabil sehingga longsoran tanah menjadi lebih besar dan
menimbulkan longsoran susulan. Perbaikan lereng dengan mengurangi
kemiringan lereng sehingga kemungkinan lereng menjadi longsor lebih kecil
(Hartini et al., 2014). Luas Kerawanan Longsor pada Kabupaten Dairi
berdasarkan jarak jalan dapat dilihat pada Tabel 19 dan hasil overlay peta jarak
jalan dengan peta rawan longsor Kabupaten Dairi (Gambar 15).
Tabel 19. Luas rawan longsor Kabupaten Dairi per Jarak Jalan
Kelas Kerawanan
Jarak Jalan (m) Luas Total (ha)
Rendah Sedang Tinggi
50 2.464,1045 17.375,0902 923,0812 20.762,2759
100 1.659,8471 14.621,1829 1.029,4613 17.310,4914
200 2.202,0293 22.492,8710 2.239,6469 26.934,5472
500 2.550,1334 34.352,9888 6.370,6202 43.273,7425
1.000 758,5299 23.172,8323 6.790,8698 30.722,2320
2.500 548,6697 34.847,7273 5.301,1065 40.697,5035
5.000 263,8411 21.578,2042 356,5416 22.198,5869
12.000 17,3967 1.786,8100 31,7211 1.835,9278
Luas Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071
memiliki dampak yang sangat merusak apabila dikenai oleh aliran lahar hujan.
Luas Kerawanan Longsor pada Kabupaten Dairi berdasarkan jarak sungai dapat
dilihat pada Tabel 20 dan hasil overlay peta jarak sungai dengan peta rawan
longsor Kabupaten Dairi (Gambar 16).
Tabel 20. Luas rawan longsor Kabupaten Dairi per Jarak Sungai
Kelas Kerawanan
Jarak Sungai (m) Luas Total (ha)
Rendah Sedang Tinggi
50 2.040,1784 57.851,4422 10.690,1766 70.581,7972
100 2.207,6066 47.095,1593 6.896,2194 56.198,9853
200 3.298,5928 42.475,8512 4.344,8501 50.119,2940
500 2.621,9066 17.666,9573 1.094,2048 21.383,0687
1000 292,6123 4.240,7674 16,7307 4.550,1103
2500 3,6551 897,5294 0,8672 902,0517
Luas Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071
peningkatan tekanan air pori. Perilaku aliran air tanah dan distribusinya diberbagai
lapisan dalam massa tanah longsor dapat disimulasikan secara numerik untuk
menginstal tindakan pencegahan, seperti saluran horizontal, untuk mencegah
terjadinya bencana tanah longsor.
Longsoran tepi sungai di Kabupaten Dairi memiliki potensi yang sangat
tinggi untuk terjadi. Kondisi badan sungai adalah salah satu yang
dipertimbangkan dalam kerawanan longsor tebing sungai. Kondisi fisik sungai
merupakan kondisi sungai yang ditunjukkan melalui penggunaan lahan dan tebing
di sepanjang sungai. Penggunaan lahan adalah salah satu faktor yang berpengaruh
pada kerawanan longsor tebing sungai. Penggunaan lahan yang terdiri dari lahan
terbangun akan memiliki kerawanan longsor tebing sungai yang lebih tinggi jika
dibandingkan lahan yang bervegetasi. Vegetasi atau tumbuhan sangat cocok untuk
mengendalikan erosi yang terjadi pada saluran. Vegetasi atau tumbuhan dapat
memberi kekasaran tebing terhadap aliran air sehingga mengurangi energi air
untuk menggerus tebing dan dasar sungai yang menjadi penyebab awal terjadinya
longsor tebing sungai (Gusta dan Widiyanto, 2016).
Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetatif harus dipilahkan
antara bagian kaki, bagian tengah, dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah
diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif) maupun bangunan.
Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain: jenis tanaman
memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat
agregat tanah, dan bobot biomassanya ringan. Pada lahan yang rawan longsor,
kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng (paling rapat = standar
kerapatan tanaman), tengah (agak jarang = ½ standar) dan atas (jarang = ¼
standar). Kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman rumput dan atau tanaman
penutup tanah (cover crop) dengan drainase baik, seperti pola agroforestry. Pada
bagian tengah dan atas lereng diupayakan perbaikan sistim drainase (internal dan
eksternal) yang baik sehingga air yang masuk ke dalam tanah tidak terlalu besar,
agar tingkat kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap (bidang
gelincir) bisa dikurangi bebannya (Paimin et al., 2009).
Penanaman tanaman tahunan perlu dilakukan, terutama pada pinggir/batas
pemilikan lahan. Mengingat sebagian besar penduduk pendapatannya tergantung
pada lahan sehingga budidaya tanaman semusim masih diutamakan, oleh sebab itu
perlu dilakukan kompromi agar fungsi produksi sekaligus fungsi perlindungan
dapat tercapai. Kompromi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan
sistem agroforestri atau hutan rakyat. Pola yang dapat dikembangkan adalah: 1.
tanaman sengon + tanaman perkebunan + tanaman buah + tanaman bawah
(kapulaga). 2. tanaman sengon + tanaman perkebunan + tanaman buah + tanaman
bawah (kapulaga) + tanaman pangan (singkong). 3. tanaman sengon + tanaman
buah + tanaman bawah (kapulaga) (Wahyuningrum dan Supangat, 2016).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada daerah longsor maupun rawan
longsor adalah sebagai berikut: Slope reshaping lereng terjal (pembentukan lereng
lahan menjadi lebih landai) pada daerah yang potensial longsor, Penguatan lereng
terjal dengan bronjong kawat pada kaki lereng, Penutupan rekahan/retakan tanah
dengan segera karena pada musim penghujan rekahan bisa diisi oleh air hujan
yang masuk ke dalam tanah sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap dan
Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan terhadap
retakan tanah dibanding dengan bangunan pasangan batu/bata pada lahan yang
masih akan bergerak (Suryajaya dan Suhendra, 2019)
Pengelolaan DAS dalam mengurangi resiko longsor
Berdasarkan Undang - Undang Sumberdaya Air, Nomor 7 Tahun 2004,
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.
Bahaya longsor tidak selalu dapat ditanggulangi dengan penanaman
pohon, terutama untuk longsor dalam (deep landslide) yang diakibatkan oleh
intensitas hujan yang tinggi dan juga gempa bumi. Demikian juga pada lahan
dengan tanah yang tidak stabil yang mendukung sedikit pepohonan seperti halnya
timbunan tanah vulkanik. Sebaliknya pohon dengan perakaran dalam dan semak
belukar dapat mengurangi kejadian longsor dangkal (shallow landslide) karena
dapat memperkuat permukaan tanah dan memperbaiki drainase (Wahyuningrum
dan Supangat, 2016).
Tabel 21. Mitigasi Rawan Longsor pada Areal yang Berjarak dari 0 - 100 Meter
dari Sungai
Jarak 100 meter dari Sungai
Kelas Kelas Keterangan
Tutupan lahan
Longsor lereng
Rendah Hutan Tanaman 25 - 40 % Tutupan lahan pada areal ini perlu
dipertahankan
Pemukiman 25 - 40 % Penanaman tanaman tahunan perlu
dilakukan disekitar pemukiman
Sawah 25 - 40 % Membuat Terasering atau sistem
bertingkat sehingga akan memperlambat
run off (aliran permukaan) ketika hujan.
Tanah Terbuka 25 - 40 % Perlu dilakukan reboisasi pada areal
> 40%
Sedang Belukar 25 - 40 % Semak belukar harus dipertahankan
>40% untuk menghidari terbentuknya erosi
alur dan parit dan ditambahkan pohon
Hutan Lahan 25 - 40 % Tanaman keras pada lereng yang sudah
Kering Sekunder >40% ada sebaiknya tidak dilakukan
penebangan
Hutan Tanaman 25 - 40% Tutupan lahan pada areal ini perlu
>40% dipertahankan untuk mencegah bahaya
longsor
Pemukiman 25 - 40% Penanaman pohon yang mempunyai
>40% perakaran yang dalam
Pertanian Lahan 25 - 40% Perlu dilakukan penanaman Pohon di
Kering >40% pinggiran lahan atau areal
Pertanian Lahan 25 - 40% Perlu dilakukan penanaman Pohon di
Kering Campur >40% pinggiran lahan atau areal
Sawah 25 – 40% Membuat Terasering: buatlah sistem
>40% bertingkat sehingga akan memperlambat
run off (aliran permukaan) ketika hujan.
Tanah Terbuka 25 - 40% Perlu dilakukan reboisasi pada areal
> 40%
Tinggi Belukar 25 - 40% Perlu dilakukan penanaman tanaman
>40% konservasi yang berakar kuat
Hutan Lahan > 40% Tanaman keras pada lereng yang sudah
Kering Sekunder ada sebaiknya tidak dilakukan
penebangan
Pertanian Lahan > 40% Penanaman tanaman tahunan perlu
Kering dilakukan
Pertanian Lahan > 40% Penanaman tanaman tahunan perlu
Kering Campur dilakukan
Tanah Terbuka > 40 % Reboisasi lahan kritis di daerah bencana
longsor di sekitarnya perlu dilakukan
Tabel 22. Mitigasi Rawan Longsor pada Areal yang Berjarak dari 0 - 100 Meter
dari Jalan
Jarak 100 Meter dari Jalan
Kelas Tutupan Lahan Kelas Keterangan
Longsor Lereng
Rendah Pemukiman 25 - 40 % Lokasi rumah atau bangunan berjarak
minimal 250 meter dari kaki lereng
Sawah 25 - 40 % Perbaikan lereng dengan mengurangi
kemiringan lereng sehingga
kemungkinan lereng menjadi longsor
lebih kecil
Sedang Belukar 25 - 40 % Semak belukar harus dipertahankan
untuk menghidari terbentuknya erosi
Hutan Lahan 25 - 40 % Tanaman lindung dipangkas daun
Kering Sekunder >40 % dan ranting-rantingnya
Hutan Tanaman 25 - 40 % Tanaman lindung dipangkas daun
>40 % dan ranting-rantingnya
Pemukiman 25 - 40 % Lokasi rumah atau bangunan berjarak
>40 % minimal 250 meter dari kaki lereng.
Sehingga apabila terjadi tanah
longsor tidak akan mencapai
bangunan tersebut.
Pertanian Lahan 25 - 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering >40 % berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng
Pertanian Lahan 25 - 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering Campur >40 % berakar dalam
Sawah 25 - 40 % Perbaikan lereng dengan mengurangi
40 % kemiringan lereng sehingga
kemungkinan lereng menjadi longsor
lebih kecil
Tanah Terbuka 25 - 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
>40 % berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng.
Tinggi Belukar 25 - 40 % Semak belukar harus dipertahankan
>40% untuk menghidari terbentuknya erosi
alur dan parit
Hutan Lahan > 40 % Tanaman lindung dipangkas daun
Kering Sekunder dan ranting-rantingnya
Pertanian Lahan > 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng
Pertanian Lahan > 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering Campur berakar dalam
Tanah Terbuka > 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng.
Kesimpulan
1. Wilayah Kabupaten Dairi secara berturut-turut didominasi kerawanan longsor
sedang, tinggi dan rendah. Kelas kerawanan longsor sedang dengan luas
170.227,7067 ha meliputi 15 kecamatan, kelas kerawanan longsor tinggi
dengan luas 23.043,0487 ha meliputi 15 kecamatan dan kelas kerawanan
longsor rendah dengan luas 10.464,5517 ha meliputi 15 kecamatan.
Kecamatan yang areal rawan longsor terluas adalah Kecamatan Tanah Pinem
yang mencapai luas 27% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Dairi. Dan
kecamatan yang luasannya paling kecil yaitu Kecamatan Sitinjo dan
Kecamatan Siempatnempu yaitu masing-masing mencapai luas 2% dari luas
Kabupaten Dairi.
2. Areal yang berjarak dari 0 sampai 500 meter dari kiri kanan jalan merupakan
kerawanan longsor tinggi, hampir semua jalan di Kabupaten Dairi rawan
terhadap longsor. Areal yang berjarak 0 sampai 50 meter dari sungai memiliki
potensi yang sangat tinggi untuk terjadi longsor. Perlu dilakukan perhatian
khusus untuk pencegahan bencana longsor diareal tersebut.
Saran
1. Analisis dan pemetaan rawan longsor di berbagai daerah yang berpotensi
bencana sangat perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui mana daerah yang
rawan dan sangat rawan guna melakukan upaya penanggulangan bencana
secara lebih cepat dan tanggap dan perlu dilakukan sosialisai terkait tingkat
kerawanan longsor kepada masyarakat atau pihak-pihak terkait, terutama
dalam upaya mitigasi bencana longsor.
2. Untuk penelitian selanjutnya penggunaan parameter sangat berpengaruh dalam
analisis bencana longsor, oleh karena itu dapat dilakukan penambahan
parameter lainnya dan parameter yang digunakan harus sesuai agar hasilnya
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN