Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS SPASIAL KERAWANAN LONGSOR DI

KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

HARINI MULIANTA SINAGA


171201074

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS SPASIAL KERAWANAN LONGSOR DI
KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

Oleh:
HARINI MULIANTA SINAGA
171201074

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di


Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

HARINI MULIANTA SINAGA: Analisisis Spasial Kerawanan Longsor di


Kabupaten Dairi, dibimbing oleh BEJO SLAMET

Kabupaten Dairi termasuk wilayah dengan tingkat kerawanan bencana


tinggi. Salah satu bencana yang perlu diidentifikasi adalah tanah longsor.
Berkaitan dengan pencegahan dan mitigasi bahaya tanah longsor maka diperlukan
informasi sebaran spasial Kerawanan Longsor. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis tingkat dan sebaran kerawanan longsor di Kabupaten Dairi.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021.
Parameter-parameter yang digunakan adalah curah hujan, kemiringan lereng,
tutupan lahan, jenis tanah, jenis batuan dan gempa bumi. Proses analisis dilakukan
dengan Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebesar 11,31% wilayah masuk kedalam kelas kerawanan longsor tinggi, sebesar
83,55% masuk dalam kerawanan longsor sedang dan 5,14% wilayah Kabupaten
Dairi termasuk kedalam kelas rawan longsor rendah. Persentase luas kelas
kerawanan longsor tinggi terhadap seluruh luas kabupaten di Kecamatan Tanah
Pinem (3,16%), Lae Parira (1,10%), Silimapungga-pungga (1,41%). Persentase
luas kelas kerawanan longsor sedang terhadap seluruh luas kabupaten di
Kecamatan Tanah Pinem (23,04%), Pegagan Hilir (10,70%), Sumbul (10,09%),
Parbuluan (9,17%). Kelas kerawanan longsor tinggi yang ditemukan pada
ketinggian tempat lebih dari 1.200 meter mencapai luas 32% sekitar 64.396,0910
ha. Areal yang berjarak dari 0 sampai 500 meter dari kiri kanan jalan merupakan
areal dengan kerawanan longsor tinggi dengan luas 53% dari seluruh luas
Kabupaten Dairi. Areal yang berjarak 0 sampai 50 meter dari kiri kanan sungai
merupakan wilayah yang kerawanan longsor tinggi dengan luas 35% dari seluruh
luas Kabupaten Dairi. Areal yang berjarak dari 0 sampai 500 meter dari kiri kanan
jalan dan areal yang berjarak 0 sampai 50 meter dari sungai perlu dilakukan
perhatian khusus untuk pencegahan bencana longsor. Semakin dekat jarak ke jalan
dan ke sungai maka kerawanan longsor wilayah tersebut semakin tinggi.

Kata Kunci: Kerawanan, Longsor, Mitigasi

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

HARINI MULIANTA SINAGA: Spatial Analysis of Landslide Vulnerability in


Dairi Regency, supervised by BEJO SLAMET

Dairi Regency is an area with a high level of disaster prone. One of the
disasters that needs to be identified is landslides. In connection with the
prevention and mitigation of landslide hazards, information on the spatial
distribution of landslide hazard is needed. This study aims to analyze the level of
vulnerability and the distribution of landslide-prone areas in Dairi Regency. The
research was conducted from December 2020 to February 2021. The parameters
used were rainfall, slope, land cover, soil type, rock type and earthquakes. The
analysis process is carried out with a Geographic Information System (GIS). The
results showed that 11.31% of the area was included in the high landslide hazard
class, 83.55% was included in the moderate landslide hazard class and 5.14% of
the Dairi Regency area was included in the low landslide prone class. The
percentage of high landslide hazard class area to all regency in Tanah Pinem
District (3.16%), Lae Parira (1.10%), Silimapungga-pungga (1.41%). The
percentage of landslide susceptibility classes to all districts in Tanah Pinem
District (23.04%), Pegagan Hilir (10.70%), Sumbul (10.09%), Parbuluan
(9,17%). The high landslide hazard class found at altitudes of more than 1,200
meters reaches an area of 32% around 64,396.0910 ha. The area that is from 0 to
500 meters from the left and right of the road is an area with high landslide
hazard with an area of 53% of the entire area of Dairi Regency. The area that is 0
to 50 meters from the left and right of the river is a high landslide prone area with
an area of 35% of the entire area of Dairi Regency. Areas that are from 0 to 500
meters from either side of the road and areas that are 0 to 50 meters from the
river need special attention to prevent landslides. The closer the distance to the
road and to the river, the higher the landslide hazard in the area.

Keywords: Landslides, Vulnerability, Mitigation

iv

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lingga Tengah pada tanggal 24


April 2000. Penulis merupakan anak keempat dari enam
bersaudara dari Bapak Patar Sinaga dan Ibu Rosliani Purba.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri No.
030328 pada tahun 2005-2011, pendidikan tingkat Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pegagan Hilir pada
tahun 2011-2014, pendidikan tingkat Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 1 Pegagan Hilir pada tahun 2014-2017.
Pada tahun 2017, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU
melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis memilih minat Departemen Manajemen Hutan.
Semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi HIMAS−USU.
Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Kawasan Wisata
Mangrove Kampung Nipah dan KHDTK Pondok Buluh pada tahun 2019. Pada
tahun 2020 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resor Tangkahan. Selama proses
perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Ekologi Hutan tahun
2019. Pada awal tahun 2021 penulis melaksanakan penelitian dengan judul
“Analisis Spasial Kerawanan Longsor di Kabupaten Dairi” di bawah bimbingan
Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Hasil
penelitian yang berjudul “Analisis Spasial Kerawanan Longsor Di Kabupaten
Dairi”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Dr. Bejo Slamet, S.Hut, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dalam penyelesaian Hasil penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para penguji sidang skripsi,
yaitu Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si, Bapak Dr. Achmad Siddiq Thoha,
S.Hut, M.Si dan Ibu Dr. Arida Susilowati S.Hut, M.Si. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua orangtua dan saudara yang telah memberikan
dukungan kepada penulis. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada sahabat dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dukungan.
Penulis berharap hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi berbagai
pihak dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2021

Harini Mulianta Sinaga

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT ............................................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... .vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
PENDAHULUAN
Latar belakang ......................................................................................................... 1
Tujuan ..................................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................................................... 3
Longsor ................................................................................................................... 3
Jenis Tanah Longsor ........................................................................................ 5
Faktor Penyebab Longsor ................................................................................ 5
Sistem Informasi dan Geografi (SIG) ..................................................................... 6
Digital Elevation Model (DEM) ......................................................................... 8

METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat Penelitian .............................................................................. 10
Alat Dan Bahan Penelitian ................................................................................... 10
Prosedur Penelitian................................................................................................ 10
Pengumpulan data ................................................................................................. 11
Pengolahan Data.................................................................................................... 12
Analisis Rawan Longsor ....................................................................................... 12
Uji Validasi ........................................................................................................... 17

HASIL PEMBAHASAN
Parameter Pemicu Tanah Longsor di Kabupaten Dairi......................................... 18
Analisis Kerawanan Tanah Longsor ..................................................................... 30
Hasil Uji Validasi .................................................................................................. 30
Sebaran Kawasan Rawan Tanah Longsor ............................................................. 32
Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Ketinggian Tempat ........................... 37
Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Jarak Jalan ......................................... 39
Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Jarak Sungai ...................................... 43
Mitigasi Sebaran Rawan Longsor di Pinggir Jalan dan Pinggiran Sungai............ 45

vii

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................................... 51
Saran ..................................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52


LAMPIRAN .......................................................................................................... 56

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1. Data Penelitian ………………………………………………………… 11
2. Kelas dan Skor Curah Hujan ………………………………………….. 13
3. Kelas dan Skor Kelerengan ……………………………………………. 13
4. Tutupan Lahan dan Nilai Skor ………………………………………… 14
5. Jenis Tanah dan Nilai Skor ……………………………………………. 14
6. Klasifikasi Jenis Batuan dan Skor……………………………………... 15
7. Klasifikasi Gempa bumi dan Skor……………………………………... 16
8. Interval Skor Kelas Kerawanan Longsor ……………………………… 17
9. Luasan Curah Hujan di Kabupaten Dairi ……………………………… 18
10. Luas Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Dairi ………………….. 20
11. Tipe dan Luas Tutupan Lahan Tahun 2019 di Kabupaten Dairi ……… 23
12. Luasan Jenis Tanah di Kabupaten Dairi ………………………………. 24
13. Luasan Jenis Batuan di Kabupaten Dairi ……………………………… 27
14. Luasan Gempa Bumi di Kabutapen Dairi ……………………………... 30
15. Luasan Kelas Kerawanan di Kabupaten Dairi ………………………… 30
16. Hasil Validasi Titik Lapangan…………………………………………. 31
17. Luasan Kerawanan Longsor per Kecamatan di Kabupaten Dairi……… 34
18. Luas Rawan Longsor Kabupaten Dairi per Ketinggian Tempat. ……… 39
19. Luas Rawan Longsor Kabupaten Dairi per Jarak Jalan ……………….. 41
20. Luas Rawan Longsor Kabupaten Dairi per Jarak Sungai …….............. 45
21. Mitigasi Rawan Longsor pada Areal yang Berjarak 100 Meter dari
Sungai …………………………………………………………………. 49
22. Mitigasi Rawan Longsor pada Areal yang Berjarak 100 Meter dari
Jalan …………………………………………………………………… 50

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Dairi ……………………………. 10
2. Diagram Alir Penelitian ……………………………………………….. 11
3. Peta Sebaran Curah Hujan Tahunan Kabupaten Dairi …….…………... 19
4. Peta Sebaran Kemiringan Lereng Kabupaten Dairi …………………… 21
5. Peta Sebaran Tutupan Lahan Kabupaten Dairi ……………………….. 22
6. Peta Sebaran Jenis Tanah Kabupaten Dairi …………………………… 26
7. Peta Sebaran Jenis Batuan Kabupaten Dairi …………………………... 28
8. Peta Sebaran Gempa Bumi Kabupaten Dairi ….………………………. 29
9. Longsor Kerawanan Sedang di Lokasi Penelitian……………………... 31
10. Longsor Kerawanan Tinggi di Lokasi Penelitian……………………… 32
11. Peta Sebaran Rawan Longsor Kabupaten Dairi .………………………. 36
12. Peta Sebaran Rawan Longsor Per Ketinggian Tempat Kabupaten Dairi 38
13. Distribusi Luas Rawan Longsor per Ketinggian……………………….. 39
14. Distribusi Luas Rawan Longsor Jarak dari Jalan………………………. 41
15. Peta Sebaran Rawan Longsor per Jarak Jalan ….……………………... 42
16. Peta Sebaran Rawan Longsor per Jarak Sungai ...……………………... 44
17. Distribusi Luas Rawan Longsor Jarak dari Sungai…………………….. 45

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1. Tabel Hasil Validasi Titik Lapangan ………………………….. 56

xi

Universitas Sumatera Utara


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanah longsor belakangan ini sering terjadi di seluruh tanah air dalam
sebaran dan keragaman ruang dan waktu. Bencana tersebut terjadi hampir merata
di seluruh wilayah Indonesia. Bencana longsor sering terjadi di daerah perbukitan,
dimana setiap musim penghujan bencana longsor akan semakin meningkat.
Longsor atau tanah longsor biasanya disebut pergeseran tanah. Menurut Mubekti
dan Alhasanah (2008) bahwa tanah longsor dikategorikan sebagai salah satu
penyebab bencana alam, di samping gempa bumi, banjir, dan angin topan, dan
lain-lain. Bahaya bencana tanah longsor berpengaruh besar terhadap kelangsungan
kehidupan manusia dan senantiasa mengancam keselamatan manusia. Di
Indonesia, terjadinya tanah longsor telah mengakibatkan kerugian yang besar,
misalnya kehilangan jiwa manusia, kerusakan harta benda, dan terganggunya
ekosistem alam.
Longsor menimbulkan dampak yang mempengaruhi kehidupan manusia,
salah satunya adalah rusaknya penggunaan lahan karena tertimbun oleh material
longsor. Akibat lanjutannya adalah kegiatan masyarakat akan terganggu dan
menimbulkan kerugian tidak hanya material, tetapi juga non material, seperti
kematian. Kejadian longsor yang seringkali mengakibatkan jatuhnya korban jiwa
karena terjadi secara tiba tiba sehingga penduduk yang tertimpa longsor tidak
dapat melarikan diri (Sobirin et al., 2017).
Longsor umumnya terjadi pada saat musim penghujan di daerah
perbukitan. Longsor terjadi ketika tanah mengalami patahan atau ketika tidak
dapat menampung air hujan. Longsor ini bisa diakibatkan penggundulan hutan.
Longsor merupakan runtuhnya tanah-tanah akibat adanya pergerakan dari tanah
tersebut. Secara umum longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam adalah faktor yang berasal dari alam misalnya curah
hujan yang tinggi, kondisi lereng yang terjal, kondisi batuan yang kurang padat,
gempa bumi dan lain-lain. Sedangkan faktor manusia adalah faktor yang
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggundulan hutan, adanya
pemukiman di lahan berkemiringan lereng yang terjal serta pemanfaatan lahan

Universitas Sumatera Utara


2

yang tidak sesuai yang akan mempertingkat resiko pada daerah rawan longsor
(Harto et al., 2017).
Kabupaten Dairi berada berada pada ketinggian 400 – 1.700 meter diatas
permukaan laut (m.dpl), didominasi kelerengan berombak, bergelombang, curam
sampai dengan terjal. Luas wilayah Kabupaten Dairi dengan kelerengan terjal
sekitar 88.097 ha atau 45,70% dari luas total wilayah Kabupaten Dairi, kelerengan
curam sekitar 27.824 ha atau 14,43%, selebihnya bergelombang, berombak, dan
sebagian kecil datar sehingga sangat rentan terhadap erosi maupun longsoran
tanah (RPI2 JM, 2020).
Akibat dari bencana longsor ini selain menimbulkan korban jiwa dan
kerusakan sarana prasarana, longsor pada lahan pertanian juga dapat
menimbulkan kerugian lain seperti berkurangnya lahan garapan dan menurunnya
produksi lahan (BNPB, 2015). Sebelumnya telah dilakukan penelitian Distribusi
Spasial Tingkat Kerentanan Longsor di Kabupaten Dairi (Thoha et all., 2020).
Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sebaran longsor
pada areal yang dekat dengan jalan dan sungai dan cara penanggulangan atau
mitigai resiko longsor yang akan terjadi di Kabupaten Dairi. Oleh karena itu saya
melakukan Penelitian Mengenai Analisis Daerah Rawan Longsor di Kabupaten
Dairi. Dengan dilakukannya pemetaan rawan longsor di Kabupaten Dairi, dapat
meminimalisir dampak dari bencana.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat kerawanan dan sebaran daerah rawan longsor di
Kabupaten Dairi.
2. Menganalisis sebaran rawan longsor berdasarkan jarak jalan dan jarak sungai
di Kabupaten Dairi
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini antara lain:
1. Memberikan gambaran tentang tingkat kerawan longsor pada masyarakat di
Kabupaten Dairi, sehingga sebagai salah satu upaya mitigasi bencana tanah
longsor di daerah tersebut
2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


3

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Kabupaten Dairi berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan dengan
ketinggian sekitar 400 - 1.700 meter diatas permukaan laut (m.dpl) atau sekitar
200 meter diatas permukaan Danau Toba, dengan karakter topografi yang spesifik
dan bervariasi, memiliki curah (ceruk) yang cukup dalam dimana pada musim
hujan berfungsi sebagai saluran drainase alami. Secara ekologis, Kabupaten Dairi
merupakan penyangga ekosistem Danau Toba dan menyumbang sebagian besar
input air ke Danau Toba melalui belasan sungai sungainya. Kabupaten Dairi
terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pintu
keluar - masuk dari/ke Provinsi Aceh dari sebelah Barat, secara geografis berada
pada koordinat 98°00’ - 98°30’ BT dan 2°15’ 00’’-3°00’00’’ LU. Berbatasan
dengan: Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi
Aceh; Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat; Sebelah Timur : Kabupaten
Samosir; dan Sebelah Barat : Provinsi Aceh (BPS, 2020).
Kabupaten Dairi berada pada ketinggian 400 – 1.700 meter diatas
permukaan laut (m.dpl), didominasi kelerengan berombak, bergelombang, curam
sampai dengan terjal. Luas wilayah Kabupaten Dairi 192.780 ha atau sekitar
2,69% dari luas Provinsi Sumatera Utara dengan Ibukota Kabupaten adalah
Sidikalang, terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan, 169 desa/kelurahan. Luas
wilayah Kabupaten Dairi dengan kelerengan terjal sekitar 88.097 ha atau 45,70%
dari luas total wilayah Kabupaten Dairi, kelerengan curam sekitar 27.824 ha atau
14,43%, selebihnya bergelombang, berombak, dan sebagian kecil datar sehingga
sangat rentan terhadap erosi maupun longsoran tanah, utamanya di di Kecamatan
Siempat Nempu Hulu memanjang dari Utara, yaitu Kecamatan Tigalingga dan
Kecamatan Pegagan Hilir menuju sebelah Selatan, yaitu Kecamatan Sidikalang,
Berampu dan Kecamatan Lae Parira (RPI2 JM, 2020).

Longsor
Bencana gerakan tanah atau dikenal sebagai tanah longsor merupakan
fenomena alam yang dikontrol oleh kondisi geologi, curah hujan dan pemanfaatan

Universitas Sumatera Utara


4

lahan pada lereng. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya bencana
gerakan tanah di Indonesia semakin meningkat, dengan sebaran wilayah bencana
semakin luas. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya pemanfaatan lahan
yang tidak berwawasan lingkungan pada daerah rentan gerakan tanah, serta
intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang, ataupun akibat
meningkatnya frekuensi kejadian gempa bumi (Amri et al., 2016).
Menurut Subhan et al. (2019) Tanah longsor terjadi karena adanya gerakan
tanah sebagai akibat dari bergeraknya massa tanah atau batuan yang bergerak di
sepanjang lereng atau di luar lereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan
gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan memecah
ke samping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya,
kandungan air yang tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, yang
meningkatkan beban, dan mengurangi kekuatan memecah kesampingnya.
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke
bawah atau keluar lereng. Secara singkat proses terjadinya tanah longsor dapat
diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah, jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya
akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng (Ramadhan et al., 2017).
Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa
geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai
tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum
kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu pendorong dan pemicu. Faktor
pendorong adalah yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor
pemicu adalah yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun
penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng
yang curam, tetapi ada pula faktor lain yang turut berpengaruh, yakni erosi yang
disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai atau gelombang laut yang
menggerus kaki lereng pegunungan bertambah curam. Lereng dari bebatuan dan
tanah diperlemah melalui erosi yang diakibatkan hujan lebat. Gerakan tanah atau
tanah longsor yang mampu merusak lingkungannya baik akibat gerakan tanah di

Universitas Sumatera Utara


5

bawahnya maupun karena penimbunan akibat longsor tersebut. Beberapa akibat


yang ditimbulkan oleh tanah longsor, yakni gerakan tanah yang berjalan lambat,
menyebabkan penggelembungan (tilting) sehingga bangunan di atasnya tidak
dapat digunakan lagi (Murdiyanto dan Gutomo, 2015).

Jenis Tanah Longsor


Ada enam jenis tanah longsor, yakni : longsoran translasi, longsoran
rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan.
Jenis longsoran translasi dan longsoran rotasi merupakan jenis longsoran yang
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan jenis longsoran yang paling banyak
memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Runtuhan batu
terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan
cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung
terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan
kerusakan yang parah (Ramadhan et al., 2017).

Faktor Penyebab Longsor


Bahaya longsor dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu: jenis batuan
permukaan, kemiringan lereng, kondisi iklim, tanah dan penggunaan
lahan/penutupan lahan. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain
dan menentukan besar dan luasnya bencana longsor. Faktor penyebab terjadinya
longsor mencakup faktor pasif dan faktor aktif. Faktor pasif mengontrol terjadinya
longsor sedangkan faktor aktif pemicu terjadinya longsor, faktor pasif meliputi
faktor topografi, keadaan geologis/litologi, keadaan hidrologis, tanah,
keterdapatan longsor sebelumnya dan keadaan vegetasi. Sedangkan faktor aktif
yang mempengaruhi longsor lahan diantaranya aktivitas manusia dalam
penggunaan lahan dan faktor iklim (Abrauw, 2017).
Kelerengan bukanlah satu-satunya faktor penyebab longsor di
Indonesia.Secara umum, faktor penyebab longsor dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam meliputi kelerengan, curah hujan,
geologi dan lain-lain, sedangkan faktor manusia adalah semua tindakan dalam
mengubah kondisi alam yang berakibat meningkatnya potensi longsor. Di antara

Universitas Sumatera Utara


6

kedua faktor tersebut, faktor manusia adalah faktor yang lebih memungkinkan
untuk dikendalikan (Buchori dan Susilo, 2012).
Menurut Nandi (2007) dalam bukunya yang berjudul Longsor, Gejala
umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan-retakan dilereng yang
sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air
baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. Faktor
pennyebab lainya adalah sebagai berikut : hujan, lereng terjal, tanah yang kurang
padat dan tebal, batuan yang kurang kuat, jenis tata lahan, getaran, susut muka air
danau atau bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material
timbunan pada tebing, longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak
sinambung), penggundulan hutan dan daerah pembuangan sampah.

Sistem Informasi Geografi (SIG)


Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang
digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan
mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai
tujuan yang berkaitan (Pangaribuan et al., 2019).
Jenis data di dalam SIG dikelompokkan menjadi 2 jenis data, yaitu data
spasial (keruangan) dan data nonspasial (atribut). Data spasial adalah data
mengenai tata ruang (menyangkut titik koordinat). Data spasial terbagi atas 2
representasi yaitu representasi data raster dan data vektor. Model data raster
adalah model data yang berupa image. Model data raster akan disimpan dalam
bentuk grid, dimana setiap grid mewakili data tertentu. Model data vektor adalah
model data yang didefinisikan dalam suatu bentuk garis, poligon, titik dan
sejenisnya. Ada kelebihan dan kekurangan pada setiap jenis data spasial tersebut,
penggunaan dan pemilihan terhadap salah satu dari keduanya tergantung pada
jenis data dan tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan SIG. Layer
penyimpanan dan pengolahan data spasial yang digunakan dalam SIG adalah:
Point (titik), Line (garis), Boundary (polygon) dan Image
(gambar) (Wahyutomo et al., 2016).
Menurut Kunang (2016) Sistem Informasi Geografis adalah sebuah alat
bantu manajemen informasi yang berkaitan erat dengan sistem pemetaan dan
analisis terhadap segala sesuatu serta berbagai peristiwa yang terjadi di muka

Universitas Sumatera Utara


7

bumi. Data grafis/spasial ini merepresentasikan fenomena permukaan bumi yang


memiliki referensi berupa koordinat pada peta, foto udara, maupun citra satelit.
Sedangkan data atribut diperoleh dari data statistik, catatan survei, dan dokumen
lain yang berhubungan. Sistem informasi geografis dapat diuraikan menjadi
beberapa subsistem yaitu data Input, Subsistem ini bertugas untuk
mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari
berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggungjawab dalam
mengkonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam
format yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan. Data Ouput,
Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran
(termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian
basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya
tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya. Data management, Sub-sistem ini
mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam
sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau
di-retrieve, diupdate, dan diedit. Dan data Manipulation dan Analysis, Sub-sistem
ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu
subsistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi
dan operator matematis dan logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan
informasi yang diharapkan.
Sistem Informasi Geografis memiliki beberapa basis pengembangan
(Shiddiq et al., 2019) yaitu desktop GIS SIG berbasis desktop hanya dapat
digunakan terbatas untuk komputer desktop dan tidak semua orang dapat
mengaksesnya karena merupakan aplikasi stand alone. Memiliki kemampuan
untuk menampilkan data peta, analisis data, dan membuat publikasi. Web GIS
Web GIS adalah sistem informasi geografis yang didistribusikan di seluruh
lingkungan jaringan komputer untuk mengintegrasikan, meyebarkan, dan
mengkomunikasikan informasi geografis secara visual di World Wide Web
melalui internet. Dan Mobile GIS Mobile GIS diimplementasikan pada perangkat
bergerak dengan keterbatasan ruang penyimpanan, memori, dan resolusi.
Implementasi mobile GIS dapat dilakukan dengan metode stand alone dengan

Universitas Sumatera Utara


8

penyimpanan data dalam perangkat bergerak, atau dapat dilakukan dengan


menyesuaikan arsitektur servernya (aplikasi web GIS).
SIG merupakan sistem teknologi komputer yang sangat kuat, baik dalam
menangani masalah basis data spasial maupun nonspasial. Sistem ini
merelokasikan lokasi geografis dengan informasi deskripsinya sehingga
memungkinkan para penggunanya untuk secara mudah membuat peta dan
kemudian menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG juga dapat
merepresentasikan suatu model dunia nyata diatas layar monitor komputer sebagai
mana lembaran-lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas kertas.
Dengan demikian, objek-objek spasial dapat dicari, dipanggil dan ditemukan
berdasarkan atribut-atributnya (Mahfuz et al.,2017).
Berikut dibawah ini beberapa contoh kemampuan SIG dalam pembuatan
peta digital (Mahfuz et al.,2017) memasukkan dan mengumpulkan data unsur-
unsur geografis (spasial dan atribut), mengintegrasikan data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut), memeriksa atau memperbaharui data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut), menyimpan dan memanggil kembali data unsur-unsur
geografis (spasial dan atribut), merepresentasikan dan menampilkan data unsur-
unsur geografis (spasial dan atribut), mengelola data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut), memanipulasi data unsur-unsur geografis (spasial dan
atribut), menganalisi data unsur-unsur geografis (spasial dan atribut) dan
menghasilkan keluaran data unsur-unsur geografis dalam bentuk peta, tebal,
grafik, laporan dan lain sebagainya.

DEM (Digital Elevation Model)


DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk
permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat
hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefenisikan permukaan
tersebut menggunakan himpunan koordinat (Pangaribuan et al., 2019).
Data DEM secara nasional dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial
(BIG). DEM ini disebut dengan DEMNAS (DEM Nasional). DEMNAS
merupakan integrasi data ketinggian. Aplikasi DEM telah banyak digunakan
untuk kajian kebencanaan seperti longsor, banjir genangan, proyeksi banjir rob
ataupun kerawanan dan kerentanan terhadap tsunami. Aplikasi DEM juga dapat

Universitas Sumatera Utara


9

digunakan untuk penentuan jalur evakuasi terhadap bencana alam seperti gunung
meletus atau tsunami. DEM dapat diturunkan menjadi informasi ketinggian
ataupun kemiringan lereng (slope) (Iswari dan Anggraini, 2018). Data DEM juga
digunakan untuk menghitung kemiringan lereng secara digital. Hasil perhitungan
lereng ini berupa data raster yang kemudian dikonversi menjadi data vektor dalam
bentuk poligon. Lereng diklasifikasi ke dalam tiga kelas, yaitu <40%, 40%-70%
dan >70%. Pertimbangan klasifikasi ini adalah bahwa pada kemiringan lereng
<40% kemungkinan besar tidak akan terjadi longsor (Suriadi et al., 2014)

Universitas Sumatera Utara


10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai Februari
2021. Di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di
Laboratorium Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera
Utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Dairi


Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah seperangkat
Laptop, Software AcrGIS dan Alat Tulis.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah data Peta jenis batuan,
Peta jenis tanah, data DEMNAS, Peta curah hujan, Peta penggunaan lahan
(Tutupan lahan) dan Peta gempa bumi.

Prosedur Penelitian
Prosedur kerja dalam penelitian Analisis Rawan Longsor dilakukan dalam
tahap yang disajikan pada gambar dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian


Pengumpulan Data
Data yang dipakai adalah data sekunder. Data sekunder yang dipakai
sesuai dengan parameter pada penelitian ini yaitu data gempa bumi, peta jenis
tanah, peta jenis batuan, peta penggunaan lahan, peta curah hujan, dan peta
kemiringan lereng. Berikut sumber data penelitian yang diperlukan disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Data Penelitian
No. Data Diperoleh dari
1. Curah Hujan Kab. Dairi tahun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
2015-2019 Geofisika (BMKG)
2. Jenis Batuan Kab. Dairi Data LandSytem
3. Jenis Tanah Kab. Dairi Data LandSytem
4. Data Gempa Kab. Dairi KRB (Kawasan Rawan Bencana) Sumut
5. DEMNAS Kab. Dairi Badan Informasi Geospasial (BIG)
6. Peta Tutupan lahan Kab. Dairi Kementerian Lingkungan Hidup dan
2019 Kehutanan (KLHK)
7. Peta Administrasi Kab. Dairi https://tanahair.indonesia.go.id/

Universitas Sumatera Utara


12

Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan adalah pengolahan data spasial. Data
berupa peta curah hujan, peta jenis tanah, peta batuan, peta gempa, peta
penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng selanjutnya di Input dalam software
SIG. Proses pemasukan data-data dilakukan melalui seperangkat komputer dengan
software ArcGIS. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan
penentuan wilayah penelitian serta acuan analisis pemetaan daerah rawan bencana
longsor.

Analisis Rawan Longsor


Analisis kerawanan tanah longsor dilakukan setelah peta-peta tematik
yaitu Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, Peta jenis Batuan, Peta Kemiringan
Lahan, Peta Gempa bumi dan Peta Penutupan Lahan wilayah tersebut tersedia.
Setiap jenis peta tersebut dilakukan klasifikasi berdasarkan skor serta diberi bobot
kemudian ditumpangsusunkan (overlay). Overlay tersebut dilakukan dengan
menggunakan software ArcGIS. Pada proses overlay setiap parameter memiliki
klasifikasi skor yang dikalikan dengan bobot masing-masing parameter, kemudian
hasil perkalian skor dan bobot tersebut dijumlahkan.
Pemberian bobot (scoring) digunakan untuk menentukan atau menilai
tingkat kerentanan longsor lahan di daerah penelitian. Pemberian nilai didasarkan
pada besar kecilnya pengaruh variabel pendukung tingkat kerentanan longsor
lahan di daerah penelitian. Tingkat kerentanan longsor lahan ditunjukkan oleh
jumlah skor secara keseluruhan dari masing-masing parameter pendukung
terjadinya longsor lahan.
Curah hujan
Sobirin et al. (2017) menyatakan salah satu faktor penting yang dapat
menyebabkan terjadinya longsor adalah curah hujan, dimana ketika intensitas
curah hujan tinggi dalam waktu yang lama, menyebabkan air hujan yang turun
dan meresap kedalam tanah akan merusak struktur batuan yang kompak dan
kedap air. Lama kelamaan batuan tersebut akan pecah dan materi pecahan batuan
akan terbawa oleh aliran air sehingga longsor terjadi, yang terdapat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara


13

Tabel 2. Kelas dan Skor Curah Hujan


No. Kriteria Keterangan Skor
1. < 2500 mm/tahun Sangat rendah 1
2. 2500 – 3500 mm/tahun Rendah 3
3. 3500 – 4500 mm/tahun Sedang 5
4. 4500 – 5500 mm/tahun Tinggi 7
5. > 5500 mm/tahun Sangat tinggi 9
Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRLH-
DAS). 2009

Kemiringan lereng
Kelerengan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi dan
longsor di kawasan pegunungan. Biasanya longsor terjadi pada kawasan dengan
kelerengan curam. Oleh karena itu, dalam berbagai model penentuan erosi dan
longsor, faktor kelerengan selalu dimasukkan sebagai salah satu faktor utama
(Buchori dan Susilo, 2012).
Pada penelitian ini data kelerengan lahan diperolah dari Data DEM. Data
DEM digunakan untuk menghitung kemiringan lereng secara digital. Hasil
perhitungan lereng ini berupa data raster yang kemudian dikonversi menjadi data
vektor dalam bentuk poligon. Data DEM yang diperoleh dari BIG (Badan
Informasi Geospasial), kelas kelerengan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelas dan Skor Kelerengan
No. Kriteria Keterangan Skor
1. (>40%) Sangat curam 9
2. (25-40%) Curam 7
3. (15-25%) Agak curam 5
4. (8-15%) Landai 3
5. (0-8%) Datar 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRLH-
DAS). 2009

Tutupan lahan atau penutupan lahan


Penutupan lahan juga memberikan andil dalam kerawanan longsor.
Perubahan penutup lahan terjadi akibat campur tangan manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, penutup lahan
memiliki konteks yang mengarah pada karakteristik penggunaan lahan, skor
tutupan lahan disajikan pada Tabel 4.

Universitas Sumatera Utara


14

Tabel 4.Tutupan Lahan dan Nilai Skor


No. Tutupan lahan Skor Bobot
1. Danau 0
2. Sungai 0
3. Hutan 1
4. Perkebunan 5 20%
5. Pemukiman 1
6. Sawah 1
7. Semak belukar 9
8. Tegalan 5
Sumber : Darmawan,M. Dan Theml,S.,(2008) dalam Pangaribuan et al., 2019

Jenis tanah
Penentuan skor jenis tanah dilakukan berdasarkan tingkat kepekaan
terhadap longsor jenis tanah tersebut, semakin peka terhadap longsor maka
semakin tinggi skor yang diberikan. Tingkat kepekaan terhadap longsor
berhubungan dengan tingkat kemampuan tanah menahan dan melepaskan air yang
masuk, tanah dengan permeabilitas sangat lambat sangat kuat menahan air yang
masuk dan sangat sulit untuk melepaskannya, hal itu akan menyebabkan tanah
menahan beban yang lebih besar dan apabila curah hujan semakin tinggi serta
tanah tersebut berada pada wilayah yang memiliki topografi yang terjal sampai
sangat curam maka longsor kemungkinan besar terjadi (Yunianto, 2011) skor jenis
tanah disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis Tanah dan Nilai Skor
No. Kriteria Infiltrasi Skor
1. Litosol, Organosol, Renzina Besar 9
2. Andosol, Inceptisol, Entisol Agak besar 7
3. Regosol, Alfisol Sedang 5
4. Latosol Agak kecil 3
5 Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu Kecil 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRLH-
DAS). 2009

Jenis batuan
Jenis batuan diklasifikasikan berdasarkan asal bentuknya yaitu batuan
vulkanik, batuan sedimen dan karst serta batuan aluvial. Batuan aluvial

Universitas Sumatera Utara


15

merupakan batuan hasil endapan proses geodinamika yang terjadi pada batuan di
wilayah tersebut. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor rendah.
Batuan sedimen dan karst merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan laut
dan pesisir serta perairan lain seperti sungai dan danau kuno sampai batuan
tersebut terangkat menjadi daratan pada masa lalu. Umumnya batuan ini memiliki
permeabilitas kecil bahkan kedap air kecuali jika batuan banyak memiliki rekahan
atau telah mengalami pelarutan, maka dapat bersifat tahan air sehingga menjadi
akuifer (batuan penyimpan air tanah) atau dapat berfungsi sebagai imbuhan air.
Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor sedang. Sedangkan batuan
vulkanik merupakan batuan gunung api yang tidak teruraikan. Jenis ini memiliki
sifat kepekaan terhadap longsor tinggi (Amalia, 2019) skor jenis batuan disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi Jenis Batuan dan Skor
No. Parameter Skor Bobot
1. Batuan vulkanik 9
2. Batuan sedimen 5 10 %
3. Batuan alluvial 1
Sumber : Puslittanak Bogor (2004) dalam Amalia (2019)
Gempa bumi
Gempa sangat berpengaruh terhadap kestabilan tanah apabila terjadi
gempa bumi, maka pertama-tama yang merasakan getaran adalah tanah
disekeliling pusat gempa. Getaran akibat gempa kemudian disebarkan kesegala
penjuru, selama getaran menjalar dari pusat gempa sampai ke permukaan tanah
maka faktor tanah sebagai penghantar getaran mempunyai peran yang sangat
penting. Kondisi geologi dan kondisi tanah tertentu, akan menyebabkan respon
tanah akibat beban dinamis. Perpindahan tanah selama gempa bumi meyebabkan
momen inersia yang besar pada lereng. Pada saat lereng mengalami pengaruh
gempa dapat diasumsikan bahwa tanah tersebut akan mengalami sedikit
penurunan pada kekuatan lereng karena beban siklis (Rekzyant et al., 2016) skor
klasifikasi gempa bumi disajikan pada Tabel 7.

Universitas Sumatera Utara


16

Tabel 7. Klasifikasi Gempa bumi dan Skor


Magnitudo Keterangan Skor
<5 SR Kecil 1
5-6,4 SK Sedang 3
>6,4-7,4 SR Besar 5
>7,4 SR Sangat besar 7
Sumber : Peraturan Menteri PU No. 21 (2007)
Model yang digunakan untuk menganalisis kerawanan longsor adalah
model pendugaan yang mengacu pada penelitian Puslittanak tahun 2004 dengan
Rumus:
SKOR TOTAL = 30 x FCH + 20 x FKL + 20 x FPL + 10 x FJT + 10 x FGB +
10 x FBD
Keterangan :
FCH = Faktor Curah Hujan
FBD = Faktor Jenis Batuan
FKL = Faktor Kemiringan Lereng
FPL = Faktor Penutupan Lahan
FJT = Faktor Jenis Tanah
FGB = Faktor Gempa bumi
Skor hasil akhir, dibagi menjadi 5 kelas kerawanan longsor yaitu sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Interval kelas kerawanan longsor
dibuat berdasarkan nilai skor tertinggi dan nilai skor terendah, dengan penentuan
nilai skor :
Skor tertinggi – skor terendah
Jumlah kelas klasifikasi
Berdasarkan penentuan nilai skor diperoleh klasifikasi kelas kerawanan
dengan interval skor masing-masing tingkat kerawanan dimana semakin tinggi
total skor maka semakin tinggi tingkat kerawanan tanah longsor di wilayah
tersebut, interval skor kelas rawan longsor dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara


17

Tabel 8. Interval skor kelas kerawanan longsor


Kelas Kerawanan Interval Skor
Sangat Rendah 100-260
Rendah 260-420
Sedang 420-580
Tinggi 580-740
Sangat Tinggi 740-900

Uji Validasi
Uji validasi dilakukan untuk membandingkan hasil analisis kerawanan
dengan hasil ground check di lapangan. Prosedur menghitung dalam validasi hasil
titik yang diperoleh dari lapangan menggunakan overall accuracy.

Universitas Sumatera Utara


18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Pemicu Tanah Longsor di Kabupaten Dairi


Curah hujan
Curah hujan merupakan salah satu parameter untuk menentukan wilayah
rawan longsor, faktor-faktor curah hujan seperti besarnya curah hujan, intensitas
hujan dan distribusi curah hujan akan menentukan seberapa besar peluang
terjadinya longsor dan dimana longsor itu akan terjadi. Luasan curah hujan pada
Kabupaten Dairi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Luasan Curah Hujan di Kabupaten Dairi
Curah Hujan (mm) Luas (ha)
2500-2800 41.678,7842
2800-3000 143.197,0796
3000-3200 18.859,4433
Total Luas (ha) 203.735,3071

Hasil klasifikasi curah hujan Kabupaten Dairi memiliki 1 kelas hujan yaitu
2500 – 3500 mm/tahun. Curah hujan dengan intensitas 2800-3000 mm/tahun
memiliki luasan wilayah yang terbesar yaitu 143.197,0796 ha. Besar kecilnya
suatu curah hujan dapat menimbulkan pengaruh dalam suatu kejadian longsor
lahan. Sesuai dengan pernyataan Nasiah dan Invanni (2014) bahwa tinggi
rendahnya curah hujan sangat berpengaruh terhadap bencana longsor. Semakin
tinggi curah hujannya maka akan besar kemungkinan terjadinya bencana longsor,
jika didukung oleh lereng yang terjal serta sifat batuan yang kurang kompak.
Peta sebaran curah hujan tahunan Kabupaten Dairi berdasarkan data dari
BMKG tahun 2015-2019 dengan menggunakan metode isohyet. Dimana jenis
interpolasi yang digunakan untuk metode isohyet adalah Inverse Distance
Weighted (IDW), dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara


19

Gambar 3. Peta Sebaran Curah Hujan Tahunan Kabupaten Dairi

Kemiringan lereng
Kemiringan lereng memiliki dampak terhadap terjadinya longsor. Pada
wilayah perbukitan, pegunungan yang lerengnya curam memiliki tingkat
kerawanan longsor yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang datar juga

Universitas Sumatera Utara


20

bergelombang. Daerah yang memiliki lereng curam, material yang lapuk bisa
bergerak menuruni lereng walaupun tanpa dengan media pengangkut (misal air)
dikarenakan adanya gaya gravitasi yang menarik material tersebut. Tidak adanya
hambatan yang menahan material tersebut akan mempercepat terjadinya jatuhnya
material dampak gaya gravitasi.
Klasifikasi kemiringan lereng dari data DEM (Digital Elevation Model)
Kabupaten Dairi, didapatkan klasifikasi kemiringan lereng dengan luasan masing-
masing kelas kemiringan lereng yang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Luas Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Dairi
Kelerengan Luas (ha)
0 - 8% 39.589,6529
8 - 15% 36.872,9134
15 - 25% 33.048,1213
25 - 40 % 34.364,8292
>40 % 59.859,7900
Total luas (ha) 203.735,3071

Wilayah dengan kelerengan >40% (sangat curam) merupakan wilayah


yang mencapai areal penyebaran paling luas yaitu seluas 59.859,7900 ha, wilayah
ini biasanya berada di tepi pegunungan ataupun daerah aliran sungai yaitu di
sekitar tebing sungai. Apabila kelerengan kawasan tersebut sangat curam maka
akan sangat berpotensi terhadap terjadinya longsor. Menurut Suriadi et al. (2014)
bahwa kondisi tanah yang labil dengan lereng yang curam adalah daerah yang
rawan longsor, apabila terjadi cuaca ekstrim berupa curah hujan yang tinggi maka
kemungkinan akan terjadi longsor. Peningkatan curah hujan berkorelasi positif
terhadap kelembaban tanah sebelum terjadi longsor. Peta kemiringan lereng
Kabupaten Dairi disajikan pada Gambar 4.

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 4. Peta Sebaran Kemiringan Lereng Kabupaten Dairi

Tutupan lahan
Tutupan lahan di Kabupaten Dairi terbagi kedalam delapan tipe yaitu :
Belukar, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan Tanaman, Pemukiman, Pertanian
Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah, Tanah Terbuka

Universitas Sumatera Utara


22

berdasarkan data KLHK. Sebaran Tutupan lahan di Kabupaten Dairi tahun 2019
disajikan pada Gambar 5, dan luasan dari masing-masing tutupan lahan disajikan
pada Tabel 11.

Gambar 5. Peta Sebaran Tutupan Lahan Kabupaten Dairi tahun 2019

Universitas Sumatera Utara


23

Tabel 11. Tipe dan Luas Tutupan Lahan Tahun 2019 di Kabupaten Dairi
Tutupan lahan Luas (ha)
Belukar 21.957,4724
Hutan Lahan Kering Sekunder 55.896,0237
Hutan Tanaman 4.152,5188
Pemukiman 857,3065
Pertanian Lahan Kering 107.473,8039
Pertanian Lahan Kering Campur 4.975,9876
Sawah 6.441,4570
Tanah Terbuka 1.980,7367
Total luas (ha) 203.735,3071

Tipe tutupan lahan Pertanian lahan kering merupakan luasan yang paling
besar yaitu 107.473,8039 ha, hal ini karena sebagian besar mata pencaharian
masyarakat Kabupaten Dairi berasal dari hasil hasil pertanian. Tipe tutupan lahan
Pertanian lahan kering campuran mencapai luasan 4.975,9876 ha, perbukitan yang
memiliki lereng datar sampai dengan curam menjadi perkebunan rakyat, sehingga
sering dijumpai kebun campuran yang diolah oleh masyarakat sekitar. Tutupan
lahan lainnya seperti belukar dengan luas 21.957,4724 ha dan tutupan lahan sawah
seluas 6.441,4570 ha.
Tipe tutupan lahan berupa pemukiman merupakan luasan paling kecil dari
semua tipe tutupan lahan yaitu 857,3065 ha. Tipe tutupan lahan tanah terbuka
dengan luas 1.980,7368 ha. Lahan terbuka lebih luas dibandingkan dengan
pemukiman, masih banyak lahan-lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Hal ini
dikarenakan, perkampungan di Kabupaten Dairi masih sedikit dan pola
permukiman di Kabupaten Dairi tersebar mengikuti jaringan jalan. Tipe Tutupan
lahan hutan lahan kering sekunder mencapai luas 55.896,0237 ha dan hutan
tanaman seluas 4.152,5188 ha. Tutupan lahan hutan masih banyak dijumpai di
Kabupaten Dairi dan menempati daerah-daerah dengan kemiringan lereng datar
hingga sangat curam.
Lahan yang ditutupi hutan serta perkebunan relatif lebih bisa menjaga
stabilitas lahan sebab sistem perakaran vegetasi dan tanaman mampu menjaga
kekompakkan antar partikel tanah dan partikel tanah menggunakan batuan dasar
serta bisa mengatur limpasan dan resapan air saat hujan. Sedangkan belukar dan
sawah memiliki vegetasi yang tidak dapat menjaga stabilitas permukaan karena

Universitas Sumatera Utara


24

bersifat tergenang, dan mempunyai sistem perakaran yang dangkal sebagai


akibatnya kurang menjaga kekompakkan partikel tanah, pada tipe tutupan lahan
yang seperti itulah sering terjadi longsor. Sesuai dengan pendapat Indracahya et
al., (2015) bahwa penggunaan lahan dengan vegetasi yang tidak sesuai dengan
kondisi fisik daerah juga menyebabkan masalah lingkungan terutama kejadian
longsor lahan. Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap
pengaruh faktor-faktor lain yang erosif seperti hujan, topografi dan karakteristik
tanah.
Jenis tanah
Jenis tanah di Kabupaten Dairi adalah Alfisols, Andisols, Inceptisols,
Litosol dan Ultisols. Adapun luasan masing-masing jenis tanah disajikan pada
Tabel 12.
Tabel 12. Luasan Jenis Tanah di Kabupaten Dairi
Jenis Tanah Luas (ha)
Alfisols 19.015,8975
Andisols 88.837,8440
Inceptisols 84.842,9700
Litosol 3.128,8141
Ultisols 7.909,7814
Total luas (ha) 203.735,3071

Jenis tanah Alfisols adalah tanah mineral yang telah mempunyai


perkembangan profil dengan susunan horizon A-Bt-C, mempunyai horizon okhrik
dan horizon B argilik akumulasi liat pada tanah lapisan bawah. Tanah ini
terbentuk dari bahan induk batu gamping. Kedalaman bervariasi dangkal sampai
dalam dan mempunyai drainase sedang sampai baik. Penampang tanah sedang
sampai agak dalam, tekstur tanah lapisan atas lempung liat berpasir, lapisan
bawah liat, konsistensi teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), nilai erosibilitas
tanah ini relative tinggi disebabkan oleh tingginya fraksi debu (Waas et al., 2014).
Luasan tanah alfisols di Kabupaten Dairi mencapai luas 19.015,8975 ha.
Jenis tanah Andisols terdapat pada tofografi datar, bergelombang dan
berbukit. Jenis tanah ini umumnya berwarna hitam, memiliki penampang yang
berkembang, dengan horizon-A yang tebal, gembur dan kaya bahan organik.
Batuan asal adalah andesit, tufa andesit dan dasit. Sifat fisiknya baik, dengan

Universitas Sumatera Utara


25

kelulusan sedang serta peka terhadap erosi (Subardja et al. 2014). Pada Kabupaten
Dairi tanah jenis ini mencapai luasan 88.837,8440 ha.
Jenis Tanah Inceptisols adalah tanah mineral, dengan perkembangan pada
tahap awal dicirikan oleh terbentuknya karatan dan struktur yang lemah.
Inceptisol berkembangan dari bahan endapat marin, alluvial dan batu liat, batu
pasir dan vulkan. Tanah yang berkembang dari endapan laut subresen mempunyai
solum tanah agak dalam tekstur halus reaksi tanah agak netral, mempunyai
susunan horizon Bg-Cg pada lahan basah (lowland), tanah ini digolongkan peka
terhadap erosi (Waas et al., 2014). Pada Kabupaten Dairi tanah jenis ini mencapai
luasan 84.842,9700 ha.
Jenis Tanah Litosol memiliki ketebalan ini antara 130-500 mm, batas
horizon jelas, warna merah, coklat sampai kuning, pH tanah 4.5-6.5 dengan
tekstur tanah liat, tanah jenis ini digolongkan kedalam jenis tanah agak peka
erosi/permeabilitas cepat (Subardja et al. 2014). Pada Kabupaten Dairi tanah jenis
ini mencapai luasan 3.128,8141 ha.
Jenis Tanah Ultisols adalah tanah mineral yang telah mempunyai
perkembangan profil lanjut dengan susunan horizon A-Bt-C, mempunyai horizon
okhrik dan horizon B argilik akumulasi liat pada tanah lapisan bawah, dan
kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) sebesar kurang dari 35 persen. Tanah
ini terbentuk dari bahan induk skis, geneis, filit, kuarsa, batu metamorfik dan batu
gamping. Kedalaman tanah umumnya dangkal sampai dalam dan mempunyai
drainase sedang sampai baik (Waas et al., 2014). Tanah ini digolongkan peka
terhadap erosi. Pada Kabupaten Dairi tanah jenis ini memiliki luas 7.909,7814 ha.
Pada hakekatnya semua jenis tanah yang ada di Indonesia rawan terhadap
longsor (kerawanan dapat meningkat lagi dipicu oleh adanya curah hujan tinggi /
iklim tropis dan kecerobohan manusia). Namun secara nyata tanah ini bisa longsor
biasanya berada daerah miring (bidang gelincir), curah hujan tinggi, dan faktor
sifat tanah dan lainnya (Priyono, 2015). Longsor dapat terjadi ketika adanya suatu
volume tanah yang meluncur pada suatu lapisan tanah yang agak kedap air dan
jenuh air sehingga air yang masuk ke dalam tanah tersebut tidak dapat menembus
lapisan kedap air dan akan mengalir/menyebar. Sebaran jenis tanah di Kabupaten
Dairi disajikan pada Gambar 6.

Universitas Sumatera Utara


26

Gambar 6. Peta Sebaran Jenis Tanah di Kabupaten Dairi

Jenis batuan
Secara geologi Kabupaten Dairi merupakan wilayah dengan struktur
batuan yang dipengaruhi oleh kondisi pegunungan disekitarnya. Sifat-sifat teknis

Universitas Sumatera Utara


27

batuan berbeda-beda tergantung pada asal-usulnya. Secara umum sifat-sifat teknis


batuan dipengaruhi oleh struktur dan tekstur, kandungan mineral, kekar/bentuk
gabungan lapisan bidang dasar, kondisi cuaca dan sedimentasi/rekatan. Klasifikasi
batuan di Kabupaten Dairi berdasarkan asal bentukannya dibagi menjadi tiga yaitu
batuan malihan, batuan sedimen dan batuan vulkanik. Luasan jenis batuan di
Kabupaten Dairi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Luasan Jenis Batuan di Kabupaten Dairi
Jenis Batuan Luas (ha)
Batuan Malihan 42.864,0933
Batuan Sedimen 35.581,3530
Batuan Vulkanik 125.289,8608
Total luas (ha) 203.735,3071

Formasi batuan malihan berasal dari batuan beku atau batuhan sedimen
yang termalihkan (terubah) didalam bumi akibat tekanan dan temperature yang
sangat tinggi yang mengakibatkan sifat fisik dan kimia dari batuan asal. Batuan ini
memiliki sifat kepekaan terhadap longsor tinggi. Luas batuan malihan di
Kabupaten Dairi mencapai 42.864,0933 ha.
Formasi batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari
lingkungan laut serta pesisir dan perairan lain seperti sungai dan danau sampai
batuan tersebut terangkat menjadi daratan. Batuan ini memiliki sifat kepekaan
terhadap longsor sedang. Batuan sedimen pada Kabupaten Dairi mencapai luas
35.581,3530 ha. Formasi batuan Vulkanik merupakan batuan Gunung Api yang
tidak teruraikan. Batuan vulkanik mencapai luas 125.289,8608 ha di Kabupaten
Dairi.
Buchori dan Susilo (2012) mengatakan bahwa di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan kokoh dari batuan vulkanik, sedimen,
dan metamorfik. Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat,
batu liat berkapur atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan
longsor. Batuan vulkanik umumnya tahan erosi dan longsor. Semakin lunak
susunan struktur batuan yang terkandung di dalam maka semakin mudah terjadi
longsor pada suatu lereng sebaliknya. Sebaran jenis batuan di Kabupaten Dairi
disajikan pada Gambar 7.

Universitas Sumatera Utara


28

Gambar 7. Peta Sebaran Jenis Batuan di Kabupaten Dairi

Gempa Bumi
Getaran yang berasal dari gempa bumi memungkinkan untuk
menyebabkan longsor, terlebih untuk yang tinggal di wilayah dekat tebing atau
pegunungan. Guncangan gempa bumi sangat mungkin untuk meruntuhkan

Universitas Sumatera Utara


29

struktur tanah sehingga terjadilah tanah longsor. Dimana semakin tinggi frekuensi
gempa yang terjadi semakin tinggi potensi terjadinya longsor. Sebaran kerawanan
gempa di Kabupaten Dairi dapat dilihat pada Gambar 8. Adapun luasan dari
masing-masing kelasnya disajikan pada Tabel 14.

Gambar 8. Peta Gempa Bumi Kabupaten Dairi

Universitas Sumatera Utara


30

Tabel 14. Luasan Gempa Bumi di Kabutapen Dairi


Kerawanan Gempa Luas (ha)
Rawan Tinggi 173.852,4663
Sedang 29.882,8408
Total luas (ha) 203.735,3071

Kerawanan Gempa di Kabupaten Dairi dengan kategori rawan tinggi


memiliki luas 173.852,4663 ha merupakan kategori yang paling luas. Berdasarkan
hal ini, Kabupaten Dairi merupakan daerah rawan terhadap bencana gempa dan
kategori sedang seluas 29.882,8408 ha. Wilayah kerawanan gempa yang tinggi
merupakan wilayah yang paling berpotensi terjadinya tanah longsor. Nasiah dan
Invanni (2014) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat kerawanan gempanya
maka semakin besar peluangnya terjadi longsor di wilayah tersebut. Gempa
menimbulkan retakan tanah, adanya retakan maka kemungkinan besar akan terjadi
sesar baik vertikal maupun horizontal. Adanya sesar atau patahan bisa
menyebabkan horts dan graben, maka akan menghasilkan dinding terjal. Dengan
adanya dinding terjal, maka besar peluang terjadinya longsor.

Analisis Kerawanan Tanah Longsor


Hasil analisis kerawanan longsor di Kabupaten Dairi yaitu sebanyak 3
kelas kerawanan dari 5 kelas kerawanan yang mungkin terjadi. Tiga kelas
kerawanan yang dimaksud yaitu rendah, sedang dan tinggi. Sebaran luas masing-
masing kelas kerawanan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Luas Kelas Kerawanan di Kabupaten Dairi
Kelas Kerawanan Longsor Luas (ha) Luas (%)
Rendah 10.464,5517 5,14
Sedang 170.227,7067 83,55
Tinggi 23.043,0487 11,31
Total luas (ha) 203.735,3071 100

Hasil Uji Validasi


Pengujian validasi pada penelitian ini menggunakan Confusion Matrix
sehingga menghasilkan hasil nilai keakuratan validasi keseluruhan (overall
validation). Nilai validasi keseluruhan (overall validation) yang diperoleh dari
titik lapangan pada Tabel 16.

Universitas Sumatera Utara


31

Tabel 16. Hasil Validasi Titik Lapangan


Titik Lapangan
Kelas Kerawanan
Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi 48 0 0 48
hasil analisis

Sedang 0 183 0 183


Rendah 2 0 0 2

Total 50 183 0 233

Jumlah titik yang diperoleh dari lapangan yaitu : 233


Hasil perhitungan overall validation : ((48+183)/233) * 100% = 99 %
Hasil penelitian menunjukkan nilai validasi seluruhnya (overall
validation) yang diperoleh diatas 80%. Secara keseluruhan hasil validasi
memenuhi standard dalam skala internasional dan nasional yaitu validasi di atas
persentase 80%. Di temukan dua titik yang tidak sesuai, dimana seharusnya tinggi
dilapangan tetapi pada hasil analisis rendah. Hal ini dikarenakan resiko longsor
yang ditemukan dilapangan tidak ada yang berada pada tingkat kerawanan rendah
terhadap bencana longsor. Hampir semua kondisi lapangan yang dijumpai berada
pada tingkat kerawanan sedang sampai tinggi.

Gambar 9. Longsor Kerawanan Sedang di Lokasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara


32

Gambar 10. Longsor Kerawanan Tinggi di Lokasi Penelitian

Sebaran Kawasan Rawan Tanah Longsor


Kelas-kelas kerawanan longsor di Kabupaten Dairi sesuai dengan hasil
analisis yaitu: kelas kerawanan longsor rendah yang merupakan wilayah yang
memiliki tingkat kerawanan yang rendah dimana masih ada kemungkinan kecil
terjadinya longsor. Wilayah ini berada pada kemiringan lereng sekitar 0-8%
(datar) sampai dengan 25-40 (curam). Kemungkinan terjadinya tanah longsor
pada wilayah ini rendah, tanah longsor dalam ukuran kecil mungkin dapat terjadi
pada tebing lembah sungai, tergantung kepada sifat tanah, batuan pembentuk,
penutupan lahan dan kerentanan gerakan tanah atau gempa bumi. Seluas
10.464,5517 ha dari Kabupaten Dairi tergolong dalam kelas kerawanan longsor
sangat rendah. Kelas kerawanan ini merupakan kelas kerawanan dengan areal
penyebaran terkecil dibandingkan kelas lainnya. Kecamatan Parbuluan merupakan
daerah yang memiliki luas paling besar pada kelas kerawanan longsor rendah
yaitu seluas 2.523,0298 ha sekitar 11% dari luas Kabupaten Dairi.
Kelas kerawanan longsor sedang merupakan wilayah yang memiliki
tingkat kerawanan yang sedang dimana pada wilayah ini tanah longsor sangat
mungkin terjadi baik longsoran kecil sampai dengan longsoran yang besar

Universitas Sumatera Utara


33

terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, tebing pemotongan


jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan baik dari hujan maupun akibat
adanya gempa bumi. Daerah yang sebelumnya terjadi longsor masih memiliki
kemungkinan terjadi longsor kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi
dalam waktu yang lama dan erosi yang kuat. Wilayah ini berada pada kemiringan
lereng sekitar 0-8% (datar) sampai dengan 25-40 (curam). Seluas 170.227,7067 ha
dari luas Kabupaten Dairi tergolong dalam kelas kerawanan longsor sedang,
dimana kelas kerawanan ini merupakan kelas yang paling luas wilayah
penyebarannya dibandingkan kelas kerawanan yang lain. Pada kelas ini
Kecamatan Tanah Pinem merupakan daerah yang penyebarannya yang paling luas
yaitu 46.937,7789 ha.
Kelas kerawanan longsor tinggi merupakan wilayah yang tingkat
kerawanan yang tinggi untuk terjadinya longsor. Pada wilayah ini tanah longsor
sangat sering terjadi baik longsoran besar maupun kecil akan sering terjadi. Tanah
longsor lama dan baru masih ada dan aktif akibat curah hujan yang tinggi dan
erosi yang kuat. Wilayah ini berada pada kisaran kemiringan lereng 15-25% (agak
curam) sampai dengan kemiringan lereng >40% (sangat curam). Seluas
23.043,0487 ha dari luas Kabupaten Dairi tergolong kedalam kelas rawan longsor
tinggi. Kecamatan yang paling rawan yaitu Kecamatan Tanah Pinem sekitar 27%
dari Kabupaten Dairi. Daerah pada kelas kerawanan ini harus selalu diwaspadai
karena sewaktu-waktu dapat terjadi tanah longsor, terutama saat memasuki musim
hujan.
Semakin rentan suatu lokasi, maka akan semakin berbahaya untuk
manusia beraktivitas di lokasi tersebut. Dengan demikian maka secara fisik,
prioritas penanggulangan bencana longsor secara berurutan lebih banyak di
lakukan di Kecamatan Tanah Pinem, kemudian di Kecamatan Pegagan Hilir,
Sumbul dan Parbuluan. Dalam penelitian Thoha et all. (2020) bahwa kecamatan
yang memiliki luas wilayah tertinggi sampai sangat tinggi tingkat rawan
longsornya adalah Tanah Pinem, Sumbul, dan Parbuluan. Sebagian besar wilayah
di tiga kecamatan ini memiliki lereng yang curam sampai sangat curam.
Kecamatan Sumbul terletak di bagian hulu Daerah Tangkapan Air Danau Toba
yang sebagian besar wilayahnya terjal. Tanah Pinem dan Parbuluan juga

Universitas Sumatera Utara


34

memiliki tebing yang sangat curam. Selain lereng yang terjal, tata guna lahan di
kawasan tersebut juga terpengaruh. Umumnya, daerah rawan longsor berada di
lahan semak, padang rumput, dan areal pertanian. Kecamatan Tanah Pinem terjadi
konversi lahan dari hutan dan hutan Tanaman kemiri (Aleurites moluccanus)
konversi lahan menjadi ladang jagung (Zea mays). Kegiatan tersebut berpotensi
meningkatkan tingkat kerentanan suatu daerah. Substitusi jenis tumbuhan dari
tumbuhan berkayu dengan akar tunggang yang kuat menahan tanah menjadi
tumbuhan semusim dengan serabut berakar bisa memicu longsor di masa depan.
Potensi longsor lebih tinggi pada lahan yang sangat terjal lereng.
Menurut Leng et al. (2016) umumnya longsor terjadi pada daerah yang
memiliki intensitas curah hujan tinggi, kemiringan lereng tinggi dan tutupan lahan
berupa tanah kosong, sawah ataupun padang rumput yang tidak dapat menahan
air/penyerapan air kurang. Longsoran juga bisa terjadi didaerah dengan
kemiringan lereng yang tidak terlalu tinggi, tutupan lahan berupa tanah kosong
dan padang rumput, intensitas curah hujan sedang. Namun jika berlangsung secara
terus-menerus dan dalam waktu yang lama maka kondisi tanah menjadi tidak
stabil karena bobot air yang banyak dalam tanah sehingga tanah mudah untuk
bergerak/terjadi longsor. Gambaran analisis kerawanan longsor berdasarkan hasil
overlay peta rawan longsor dengan peta adminitrasi kecamatan Kabupaten Dairi
serta luasan tingkat kerawanan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 17 dan
pada Gambar 11.
Tabel 17. Luasan Kerawanan Longsor Per Kecamatan di Kabupaten Dairi
Kelas Kerawanan Luas total Luas
Nama Kecamatan
Rendah Sedang Tinggi (ha) (%)
Berampu 290,0852 6.967,1423 821,6405 8.078,8679 4%
Gunungsitember 159,1876 6.789,3515 1.760,4738 8.709,0129 4%
Laeparira 779,3248 2.501,7449 2.237,7338 5.518,8035 3%
Parbuluan 2.523,0298 18.684,9943 616,5319 21.824,5560 11%
Pegagan Hilir 216,1393 21.793,8620 1.630,3472 23.640,3485 12%
Sidikalang 558,8008 5.201,1029 119,1168 5.879,0205 3%
Siempatnempu 468,0591 4.001,8041 464,0553 4.933,9185 2%
Siempatnempu Hilir 112,7054 6.706,1953 1.814,4625 8.633,3632 4%
Siempatnempu Hulu 188,7485 6.132,1272 682,5563 7.003,4321 3%
Silahisabungan 376,9107 3.096,6132 2.022,0078 5.495,5316 3%
Silimapungga-
Pungga 455,0523 9.450,3224 2.864,7239 12.770,0987 6%
Sitinjo 166,2615 3.509,0107 135,2396 3.810,5118 2%

Universitas Sumatera Utara


35

Kelas Kerawanan Luas total Luas


Nama Kecamatan
Rendah Sedang Tinggi (ha) (%)
Sumbul 2.108,4355 20.566,4835 678,6871 23.353,6061 11%
Tanahpinem 1.353,1026 46.937,7789 6.429,3327 54.720,2142 27%
Tigalingga 708,7088 7.889,1734 766,1395 9.364,0216 5%
Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071 100%

Universitas Sumatera Utara


36

Gambar 11. Peta Sebaran Rawan Longsor Kabupaten Dairi

Universitas Sumatera Utara


37

Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Ketinggian Tempat


Ketinggian tempat tentunya berpengaruh terhadap terjadinya longsor.
Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap kondisi iklim, curah hujan suatu
daerah. Menurut Lesik et al., (2020) bahwa elevasi atau ketinggian tempat dari
permukaan laut merupakan faktor pengendali iklim yang paling penting di daerah
tropis, terutama terhadap hujan dan suhu udara. Selanjutnya dinyatakan bahwa
makin tinggi tempat dari permukaan laut, cenderung makin tinggi pula curah
hujan sampai batas tertentu dan selanjutnya akan menurun. Sesuai dengan yang
dikatakan Nugroho dan Nugroho (2020) bahwa, elevasi suatu daerah dapat
dijadikan faktor pengkondisi tanah longsor karena pada elevasi yang tinggi secara
umum mempunyai banyak lereng curam, meskipun pada beberapa daerah di
dataran tinggi terdapat lereng landai, sehingga pada ketinggian tempat yang tinggi
bahaya longsor semakin tinggi, karena longsor dapat terjadi ketika kemiringan
lereng yang cukup curam serta curah hujan yang tinggi.
Wilayah Kabupaten Dairi ketinggian 0-300 mdpl, kelas kerawanan yang
paling luas yaitu kelas kerawanan longsor sedang dengan luas areal sebesar
9.288,1885 ha dari total luas ketinggian 0-300 mdpl yaitu 11.003,1359 ha yang
merupakan luas yang paling kecil. Tingkat kerawanan pada ketinggian ini sedang.
Ketinggian >300-600 mdpl kelas kerawanan yang paling luas yaitu kelas
kerawanan longsor sedang yaitu seluas 29.847,8470 ha dari total luas yaitu
35.987,4892 ha. Tingkat kerawanan pada ketinggian ini sedang, sehingga sangat
perlu diwaspadai terutama pada musim hujan. Ketinggian >600-900 mdpl kelas
kerawanan yang paling luas yaitu kelas kerawanan longsor sedang yaitu seluas
35.868,0609 ha dari total luas yaitu 46.963,8323 ha.
Ketinggian >900-1200 mdpl kelas kerawanan yang paling luas yaitu kelas
kerawanan longsor sedang yaitu seluas 36.924,5474 ha dari luas total yaitu
45.384,7587 ha pada ketinggian ini tingkat rawan longsornya sedang. Pada
ketinggian >1200 mdpl yaitu seluas 64.396,0910 ha merupakan areal yang paling
luas. Pada daerah yang ketinggiannya >1200 mdpl tingkat kerawanan longsornya
berada pada tingkat sedang, sehingga sangat perlu diwaspadai karena tingkat
kerawanan longsornya tinggi. Terutama pada musim hujan karena sewaktu-waktu
bisa terjadi longsor. Luas Kerawanan Longsor pada Kabupaten Dairi berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


38

ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 18 dan hasil overlay peta ketinggian
tempat dengan peta rawan longsor Kabupaten Dairi (Gambar 12)

Gambar 12. Peta Sebaran Rawan Longsor Per Ketinggian Tempat Kabupaten
Dairi

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 18. Luas Rawan Longsor Kabupaten Dairi per Ketinggian Tempat
Kelas Kerawanan
Ketinggian Luas Total (ha)
Rendah Sedang Tinggi
0-300 mdpl 589,7374 9.288,1885 1.125,2101 11.003,1359
>300-600 mdpl 1.696,0297 29.847,8470 4.443,6125 35.987,4892
>600-900 mdpl 1.927,0787 35.868,0609 9.168,6927 46.963,8323
>900-1200 mdpl 3.206,4742 36.924,5474 5.253,7371 45.384,7587
>1200 mdpl 3.045,2318 58.299,0630 3.051,7963 64.396,0910
Luas Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071

Gambar 13. Distribusi Luas Rawan Longsor per Ketinggian Tempat

Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Jarak Jalan


Fungsi jalan sebagai infrastruktur akan mengalami penurunan kinerja
seiring waktu dan beban lalu lintas yang dipikulnya. Penurunan kinerja atau
fungsi jalan dapat terjadi secara perlahan dan dapat terjadi secara mendadak.
Penurunan kinerja ini dapat mengakibatkan kerusakan jalan secara keseluruhan.
Salah satu penyebab penurunan kinerja ini adalah bencana alam, salah satunya
longsor. Terjadinya bencana longsor pada ruas jalan akan mengakibatkan
gangguan terhadap fungsi ruas jalan dalam jaringan. Apabila ruas jalan terganggu
maka akan mengakibatkan gangguan pada ruas-ruas jalan lain pada jaringan jalan
tersebut (Toyfur et al., 2020).
Longsoran dipinggir jalan sangat sering ditemukan pada saat musim
penghujan, hal ini biasanya menyebabkan aktifitas masyarakat terganggu atau

Universitas Sumatera Utara


40

bahkan adanya korban. Longsor pinggir jalan biasanya disebabkan karena lereng
dipinggir jalan sangat curam dan tutupan lahan yang tidak sesuai. Menurut
Tupenalay et al., (2014) longsoran yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh
beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan. Adapun faktor-faktor penyebab
longsoran yang sering terjadi adalah : adanya penambahan beban pada lereng
seperti bangunan atau beban dinamis, penggalian atau pemotongan kaki lereng,
adanya kegiatan penggalian yang mempertajam kemiringan lereng, terjadi
perubahan posisi muka air secara cepat, tekanan lateral yang diakibatkan oleh air
terutama air hujan, penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng, dan adanya
getaran akibat gempa bumi.
Areal Kabupaten Dairi yang berjarak 500 meter dari jalan memiliki luas
yang paling luas yaitu seluas 43.273,7425 ha, kelas kerawanan yang paling luas
yaitu kelas kerawanan longsor sedang yaitu seluas 34.352,9888 ha. Dan jarak
yang luas arealnya paling kecil yaitu pada jarak 12.000 meter dari jalan yaitu
seluas 1.835,9278 ha, kelas kerawanan yang paling luas yaitu kelas kerawanan
longsor sedang yaitu seluas 1.786,8100 ha, hal ini dikarenakan jarak kejalan sudah
semakin jauh sehingga tingkat rawan longsornya semakin kecil. Semakin dekat
jarak ke jalan maka rawan longsornya semakin besar. Potensi terjadinya longsor
pada areal yang dekat dengan jalan sangat tinggi.
Tipe longsor yang terjadi di sepanjang jalan adalah tipe longsoran dangkal
berupa kupasan permukaan. Pemicu longsor terjadi akibat terjadi hujan yang terus
menerus dan tinggi, tanaman lindung yang tidak dipangkas daun dan ranting-
rantingnya sehingga bila terjadi hujan maka tanaman menjadi berat dan tumbang
sehingga tanah disekitarnya ikut tergerus ditambah dengan air hujan maka lapisan
serpih menjadi tidak stabil sehingga longsoran tanah menjadi lebih besar dan
menimbulkan longsoran susulan. Perbaikan lereng dengan mengurangi
kemiringan lereng sehingga kemungkinan lereng menjadi longsor lebih kecil
(Hartini et al., 2014). Luas Kerawanan Longsor pada Kabupaten Dairi
berdasarkan jarak jalan dapat dilihat pada Tabel 19 dan hasil overlay peta jarak
jalan dengan peta rawan longsor Kabupaten Dairi (Gambar 15).

Universitas Sumatera Utara


41

Tabel 19. Luas rawan longsor Kabupaten Dairi per Jarak Jalan
Kelas Kerawanan
Jarak Jalan (m) Luas Total (ha)
Rendah Sedang Tinggi
50 2.464,1045 17.375,0902 923,0812 20.762,2759
100 1.659,8471 14.621,1829 1.029,4613 17.310,4914
200 2.202,0293 22.492,8710 2.239,6469 26.934,5472
500 2.550,1334 34.352,9888 6.370,6202 43.273,7425
1.000 758,5299 23.172,8323 6.790,8698 30.722,2320
2.500 548,6697 34.847,7273 5.301,1065 40.697,5035
5.000 263,8411 21.578,2042 356,5416 22.198,5869
12.000 17,3967 1.786,8100 31,7211 1.835,9278
Luas Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071

Gambar 14. Distribusi Luas Rawan Longsor Jarak dari Jalan

Universitas Sumatera Utara


42

Gambar 15. Peta Sebaran Rawan Longsor per Jarak Jalan

Universitas Sumatera Utara


43

Sebaran Kerawanan Longsor Berdasarkan Jarak Sungai


Salah satu erosi yang terjadi di permukaan bumi ini adalah erosi tebing
sungai (streambank erosion) yang merupakan pengikisan kaki tebing-tebing
sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi tebing sungai
dipengaruhi antara lain oleh kecepatan aliran, kondisi vegetasi di sepanjang tebing
sungai, kegiatan bercocok tanam di pinggir sungai, kedalaman dan lebar sungai,
bentuk alur sungai dan tekstur tanah. Alur sungai yang tidak teratur dengan
banyak rintangan seperti tanggul pencegah tanah longsor dapat mempertajam
kelokan sungai dan menjadi penyebab utama erosi sepanjang tebing sungai.
Bagian tebing sungai yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi tebing
adalah pada kelokan sungai karena gaya benturan aliran sungai di tempat tersebut
adalah besar (Gusta dan Widiyanto, 2016). Longsoran disekitar sungai sangat
mengganggu mengakibatkan supply kebutuhan air terganggu. Semakin dekat jarak
tanah longsor dengan sungai maka semakin rentan kualitas supply kebutuhan
airnya yang terkena tanah longsor.
Areal yang berjarak 50 meter dari sungai memiliki luas yang paling besar
yaitu seluas 70.581,7972 ha, kelas kerawanan yang paling luas yaitu kelas
kerawanan longsor sedang yaitu seluas 57.851,4422 ha. Pada jarak 2500 meter
memiliki luas paling kecil yaitu seluas 902,0517 ha dari seluruh total luas. Hal ini
dikarenakan semakin dekat jarak ke sungai maka semakin rawan, sehingga perlu
diadakannya pencegahan terhadap longsor dekat sungai. Potensi terjadinya
longsor pada areal yang dekat dengan sungai sangat tinggi, dimana dipinggiran
sungai jika tutupan lahannya tidak ada vegetasi.
Gusta dan Widiyanto (2016) mengatakan erosi tebing sungai dapat
dikurangi dengan cara penanaman vegetasi sepanjang tepi sungai. Vegetasi ini
melalui sistem perakaran, tidak saja menurunkan laju erosi, tetapi juga mencegah
tanah longsor di daerah tersebut karena mengurangi kelembaban tanah oleh
adanya proses transpirasi. Longsor tebing sungai merupakan dampak dari aliran
lahar hujan yang memiliki daya rusak tinggi dan dapat menggerus tebing sungai
dan dasar sungai. Pada dasarnya, longsor tebing sungai tidak hanya diakibatkan
oleh aliran lahar hujan saja, tetapi dapat juga diakibatkan oleh aliran air sungai
normal maupun aliran pada saat banjir. Akan tetapi, longsor tebing sungai

Universitas Sumatera Utara


44

memiliki dampak yang sangat merusak apabila dikenai oleh aliran lahar hujan.
Luas Kerawanan Longsor pada Kabupaten Dairi berdasarkan jarak sungai dapat
dilihat pada Tabel 20 dan hasil overlay peta jarak sungai dengan peta rawan
longsor Kabupaten Dairi (Gambar 16).

Gambar 16. Peta sebaran Rawan Longsor per Jarak Sungai

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 20. Luas rawan longsor Kabupaten Dairi per Jarak Sungai
Kelas Kerawanan
Jarak Sungai (m) Luas Total (ha)
Rendah Sedang Tinggi
50 2.040,1784 57.851,4422 10.690,1766 70.581,7972
100 2.207,6066 47.095,1593 6.896,2194 56.198,9853
200 3.298,5928 42.475,8512 4.344,8501 50.119,2940
500 2.621,9066 17.666,9573 1.094,2048 21.383,0687
1000 292,6123 4.240,7674 16,7307 4.550,1103
2500 3,6551 897,5294 0,8672 902,0517
Luas Total (ha) 10.464,5517 170.227,7067 23.043,0487 203.735,3071

Gambar 17. Distribusi Luas Rawan Longsor Jarak dari Sungai

Mitigasi Sebaran Rawan Longsor di Pinggir Jalan dan Pinggiran Sungai


Hampir semua jalan di Kabupaten Dairi rawan terhadap longsor. Sehingga
sangat perlu diadakan pencegahan atau mitigasi untuk mengurangi terjadinya
longsor. Menurut Thapa (2015) Sering terjadi kegagalan dinding penahan di
sepanjang tepi jalan karena desain dinding yang tidak sesuai untuk menahan
beban yang dikenakan dan dengan demikian sistem retensi harus dievaluasi untuk
lokal dan stabilitas global karena stabilitas global biasanya mengontrol desain
dalam mitigasi longsor. Mekanisme paling kritis dari gerakan lereng adalah air
yang mengalir ke lapisan penutup material selama hujan lebat dan mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara


46

peningkatan tekanan air pori. Perilaku aliran air tanah dan distribusinya diberbagai
lapisan dalam massa tanah longsor dapat disimulasikan secara numerik untuk
menginstal tindakan pencegahan, seperti saluran horizontal, untuk mencegah
terjadinya bencana tanah longsor.
Longsoran tepi sungai di Kabupaten Dairi memiliki potensi yang sangat
tinggi untuk terjadi. Kondisi badan sungai adalah salah satu yang
dipertimbangkan dalam kerawanan longsor tebing sungai. Kondisi fisik sungai
merupakan kondisi sungai yang ditunjukkan melalui penggunaan lahan dan tebing
di sepanjang sungai. Penggunaan lahan adalah salah satu faktor yang berpengaruh
pada kerawanan longsor tebing sungai. Penggunaan lahan yang terdiri dari lahan
terbangun akan memiliki kerawanan longsor tebing sungai yang lebih tinggi jika
dibandingkan lahan yang bervegetasi. Vegetasi atau tumbuhan sangat cocok untuk
mengendalikan erosi yang terjadi pada saluran. Vegetasi atau tumbuhan dapat
memberi kekasaran tebing terhadap aliran air sehingga mengurangi energi air
untuk menggerus tebing dan dasar sungai yang menjadi penyebab awal terjadinya
longsor tebing sungai (Gusta dan Widiyanto, 2016).
Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetatif harus dipilahkan
antara bagian kaki, bagian tengah, dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah
diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif) maupun bangunan.
Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain: jenis tanaman
memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat
agregat tanah, dan bobot biomassanya ringan. Pada lahan yang rawan longsor,
kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng (paling rapat = standar
kerapatan tanaman), tengah (agak jarang = ½ standar) dan atas (jarang = ¼
standar). Kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman rumput dan atau tanaman
penutup tanah (cover crop) dengan drainase baik, seperti pola agroforestry. Pada
bagian tengah dan atas lereng diupayakan perbaikan sistim drainase (internal dan
eksternal) yang baik sehingga air yang masuk ke dalam tanah tidak terlalu besar,
agar tingkat kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap (bidang
gelincir) bisa dikurangi bebannya (Paimin et al., 2009).
Penanaman tanaman tahunan perlu dilakukan, terutama pada pinggir/batas
pemilikan lahan. Mengingat sebagian besar penduduk pendapatannya tergantung

Universitas Sumatera Utara


47

pada lahan sehingga budidaya tanaman semusim masih diutamakan, oleh sebab itu
perlu dilakukan kompromi agar fungsi produksi sekaligus fungsi perlindungan
dapat tercapai. Kompromi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan
sistem agroforestri atau hutan rakyat. Pola yang dapat dikembangkan adalah: 1.
tanaman sengon + tanaman perkebunan + tanaman buah + tanaman bawah
(kapulaga). 2. tanaman sengon + tanaman perkebunan + tanaman buah + tanaman
bawah (kapulaga) + tanaman pangan (singkong). 3. tanaman sengon + tanaman
buah + tanaman bawah (kapulaga) (Wahyuningrum dan Supangat, 2016).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada daerah longsor maupun rawan
longsor adalah sebagai berikut: Slope reshaping lereng terjal (pembentukan lereng
lahan menjadi lebih landai) pada daerah yang potensial longsor, Penguatan lereng
terjal dengan bronjong kawat pada kaki lereng, Penutupan rekahan/retakan tanah
dengan segera karena pada musim penghujan rekahan bisa diisi oleh air hujan
yang masuk ke dalam tanah sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap dan
Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan terhadap
retakan tanah dibanding dengan bangunan pasangan batu/bata pada lahan yang
masih akan bergerak (Suryajaya dan Suhendra, 2019)
Pengelolaan DAS dalam mengurangi resiko longsor
Berdasarkan Undang - Undang Sumberdaya Air, Nomor 7 Tahun 2004,
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.
Bahaya longsor tidak selalu dapat ditanggulangi dengan penanaman
pohon, terutama untuk longsor dalam (deep landslide) yang diakibatkan oleh
intensitas hujan yang tinggi dan juga gempa bumi. Demikian juga pada lahan
dengan tanah yang tidak stabil yang mendukung sedikit pepohonan seperti halnya
timbunan tanah vulkanik. Sebaliknya pohon dengan perakaran dalam dan semak
belukar dapat mengurangi kejadian longsor dangkal (shallow landslide) karena
dapat memperkuat permukaan tanah dan memperbaiki drainase (Wahyuningrum
dan Supangat, 2016).

Universitas Sumatera Utara


48

Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan


konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan,
tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi
DAS yang mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor. Dalam upaya
menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan
perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan.
Dengan demikian, bila ada bencana banjir dan tanah longsor, penanggulangannya
dapat dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu
sampai hilir (Santoso, 2012).
Pengelolaan lahan merupakan faktor penting untuk mengurangi kejadian
longsor seperti mengurangi perubahan penutup lahan, meningkatkan usaha
konservasi tanah dan air serta pengaturan drainase tanah. Pengaruh vegetasi hutan
dapat memperbaiki stabilisasi lereng karena sistem perakaran tanaman dapat
berfungsi sebagai jangkar, selain itu bobot tanaman pada lereng datar dapat juga
menstabilkan tanah. Namun demikian meskipun pada umumnya hutan mampu
memberi pengaruh positif terhadap pengendalian longsor, ada juga beberapa efek
negatifnya misalnya dengan meningkatkan infiltrasi, perakarannya dapat terangkat
dan memberi beban berat terutama pada lereng terjal (Destriani dan Pamungkas,
2013). Menurut Pratiwi dan Narendra (2012), kegiatan yang dapat dilakukan
untuk mengurasi resiko longsor tebing sungai adalah dengan pembuatan mulsa
vertikal pada dinding saluran air maupun tampingan teras dan pada tebing-tebing
sungai. Mulsa vertikal dapat menampung aliran permukaan dan
menginfiltrasikannya. Kelebihan aliran permukaan yang tidak terserap dalam
suatu saluran mulsa vertikal akan menjadi aliran permukaan dengan kecepatan
aliran yang lebih rendah dan akan tertampung pada saluran mulsa vertikal di
bagian hilirnya. Mitigasi rawan longsor pada areal yang berjarak 100 meter dari
sungai dan jalan disajikan pada Tabel 21 dan Tabel 22.

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 21. Mitigasi Rawan Longsor pada Areal yang Berjarak dari 0 - 100 Meter
dari Sungai
Jarak 100 meter dari Sungai
Kelas Kelas Keterangan
Tutupan lahan
Longsor lereng
Rendah Hutan Tanaman 25 - 40 % Tutupan lahan pada areal ini perlu
dipertahankan
Pemukiman 25 - 40 % Penanaman tanaman tahunan perlu
dilakukan disekitar pemukiman
Sawah 25 - 40 % Membuat Terasering atau sistem
bertingkat sehingga akan memperlambat
run off (aliran permukaan) ketika hujan.
Tanah Terbuka 25 - 40 % Perlu dilakukan reboisasi pada areal
> 40%
Sedang Belukar 25 - 40 % Semak belukar harus dipertahankan
>40% untuk menghidari terbentuknya erosi
alur dan parit dan ditambahkan pohon
Hutan Lahan 25 - 40 % Tanaman keras pada lereng yang sudah
Kering Sekunder >40% ada sebaiknya tidak dilakukan
penebangan
Hutan Tanaman 25 - 40% Tutupan lahan pada areal ini perlu
>40% dipertahankan untuk mencegah bahaya
longsor
Pemukiman 25 - 40% Penanaman pohon yang mempunyai
>40% perakaran yang dalam
Pertanian Lahan 25 - 40% Perlu dilakukan penanaman Pohon di
Kering >40% pinggiran lahan atau areal
Pertanian Lahan 25 - 40% Perlu dilakukan penanaman Pohon di
Kering Campur >40% pinggiran lahan atau areal
Sawah 25 – 40% Membuat Terasering: buatlah sistem
>40% bertingkat sehingga akan memperlambat
run off (aliran permukaan) ketika hujan.
Tanah Terbuka 25 - 40% Perlu dilakukan reboisasi pada areal
> 40%
Tinggi Belukar 25 - 40% Perlu dilakukan penanaman tanaman
>40% konservasi yang berakar kuat
Hutan Lahan > 40% Tanaman keras pada lereng yang sudah
Kering Sekunder ada sebaiknya tidak dilakukan
penebangan
Pertanian Lahan > 40% Penanaman tanaman tahunan perlu
Kering dilakukan
Pertanian Lahan > 40% Penanaman tanaman tahunan perlu
Kering Campur dilakukan
Tanah Terbuka > 40 % Reboisasi lahan kritis di daerah bencana
longsor di sekitarnya perlu dilakukan

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 22. Mitigasi Rawan Longsor pada Areal yang Berjarak dari 0 - 100 Meter
dari Jalan
Jarak 100 Meter dari Jalan
Kelas Tutupan Lahan Kelas Keterangan
Longsor Lereng
Rendah Pemukiman 25 - 40 % Lokasi rumah atau bangunan berjarak
minimal 250 meter dari kaki lereng
Sawah 25 - 40 % Perbaikan lereng dengan mengurangi
kemiringan lereng sehingga
kemungkinan lereng menjadi longsor
lebih kecil
Sedang Belukar 25 - 40 % Semak belukar harus dipertahankan
untuk menghidari terbentuknya erosi
Hutan Lahan 25 - 40 % Tanaman lindung dipangkas daun
Kering Sekunder >40 % dan ranting-rantingnya
Hutan Tanaman 25 - 40 % Tanaman lindung dipangkas daun
>40 % dan ranting-rantingnya
Pemukiman 25 - 40 % Lokasi rumah atau bangunan berjarak
>40 % minimal 250 meter dari kaki lereng.
Sehingga apabila terjadi tanah
longsor tidak akan mencapai
bangunan tersebut.
Pertanian Lahan 25 - 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering >40 % berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng
Pertanian Lahan 25 - 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering Campur >40 % berakar dalam
Sawah 25 - 40 % Perbaikan lereng dengan mengurangi
40 % kemiringan lereng sehingga
kemungkinan lereng menjadi longsor
lebih kecil
Tanah Terbuka 25 - 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
>40 % berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng.
Tinggi Belukar 25 - 40 % Semak belukar harus dipertahankan
>40% untuk menghidari terbentuknya erosi
alur dan parit
Hutan Lahan > 40 % Tanaman lindung dipangkas daun
Kering Sekunder dan ranting-rantingnya
Pertanian Lahan > 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng
Pertanian Lahan > 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
Kering Campur berakar dalam
Tanah Terbuka > 40 % Penanaman tanaman konservasi yang
berakar dalam sehingga
perakarannya dapat bertindak sebagai
stabilisator lereng.

Universitas Sumatera Utara


51

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Wilayah Kabupaten Dairi secara berturut-turut didominasi kerawanan longsor
sedang, tinggi dan rendah. Kelas kerawanan longsor sedang dengan luas
170.227,7067 ha meliputi 15 kecamatan, kelas kerawanan longsor tinggi
dengan luas 23.043,0487 ha meliputi 15 kecamatan dan kelas kerawanan
longsor rendah dengan luas 10.464,5517 ha meliputi 15 kecamatan.
Kecamatan yang areal rawan longsor terluas adalah Kecamatan Tanah Pinem
yang mencapai luas 27% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Dairi. Dan
kecamatan yang luasannya paling kecil yaitu Kecamatan Sitinjo dan
Kecamatan Siempatnempu yaitu masing-masing mencapai luas 2% dari luas
Kabupaten Dairi.
2. Areal yang berjarak dari 0 sampai 500 meter dari kiri kanan jalan merupakan
kerawanan longsor tinggi, hampir semua jalan di Kabupaten Dairi rawan
terhadap longsor. Areal yang berjarak 0 sampai 50 meter dari sungai memiliki
potensi yang sangat tinggi untuk terjadi longsor. Perlu dilakukan perhatian
khusus untuk pencegahan bencana longsor diareal tersebut.

Saran
1. Analisis dan pemetaan rawan longsor di berbagai daerah yang berpotensi
bencana sangat perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui mana daerah yang
rawan dan sangat rawan guna melakukan upaya penanggulangan bencana
secara lebih cepat dan tanggap dan perlu dilakukan sosialisai terkait tingkat
kerawanan longsor kepada masyarakat atau pihak-pihak terkait, terutama
dalam upaya mitigasi bencana longsor.
2. Untuk penelitian selanjutnya penggunaan parameter sangat berpengaruh dalam
analisis bencana longsor, oleh karena itu dapat dilakukan penambahan
parameter lainnya dan parameter yang digunakan harus sesuai agar hasilnya
lebih akurat.

Universitas Sumatera Utara


52

DAFTAR PUSTAKA

(BNPB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2015). Data pantauan


Bencana.
(BPS) Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. 2018. Dairi dalam Angka 2020.
Kabupaten Dairi.
(Puslittanak) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. (2004).
Laporan Akhir Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan
Longsor di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa
Barat Bagian Barat Berbasis Sistem Informasi Geografi. Bogor.
(RPI2 JM) Rencana Terpadu Dan Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah 2016 – 2020. Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang Pemerintah
Kabupaten Dairi.
http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/ (5
Oktober 2020).
Abrauw RD. 2017. Wilayah Rawan Longsor di Kota Jayapura. Jurnal
Geografi Lingkungan Tropik, 1 (1):14-28.
Amalia S. 2019. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Analisis
Kerawanan Longsor di Kecamatan Sibolangit. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara.
Amri MR, Yulianti G, Yunus R, Wiguna S, Adi AW, Ichwana AN, Randongkir
RE, Septian RT. 2016. Resiko Bencana Indonesia. Direktorat Pengurangan
Risiko Bencana. BNPB.
Buchori I, Susilo J. 2012. Model Keruangan untuk Identifikasi Kawasan Rawan
Longsor. TATA LOKA, 14(4):282-294.
Destriani N, Pamungkas A. (2013). Identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah
Longsor Dalam KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman. Jurnal Teknik
ITS, 2(2).
Gusta HYA, Widiyanto. 2016. Kajian Kerawanan Longsor Tebing Sungai Code
Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus : Penggal Sungai Code Antara
Banteng-Gondolayu).
Hartini R, Redana IW, Wardana IGN. 2014. Kerawanan Longsor Lereng Jalan
Studi Kasus Ruas Jalan Sukasada – Candi Kuning. Jurnal Spektran, 2 (2):
10-15.
Harto MFD, Rachman A, L Putri R, Aisyah M, W Haris Purna, Abigail N dan R
Fadlillah N, Utama W. 2017. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis Studi Kasus Kabupaten
Bondowoso. Jurnal Geosaintek, 03(03):161-166.

Universitas Sumatera Utara


53

Indracahya MB, Suwarno, Sutomo (2015) Kajian Penggunaan Lahan


Terhadap Kerawanan Longsorlahan Di SUB-DAS Logawa Kabupaten
Banyumas, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi
FKIP UMP. 13 Juni 2015, ISBN 978-602-74194-0-7.
Iswari MY, Anggraini K. 2018. DEMNAS : Model Digital Ketinggian Nasional
Untuk Aplikasi Kepesisiran. Oseana, XLIII (4):68-80.
Kunang SO, Sulaiman. 2016. Sistem Informasi Geografis Pemetaan
Populasi Hewan Ternak Di Sumatera Selatan Berbasis Web. Jurnal
Matrik. 18 (1).
Leng M, Tanesib JL, Warsito A. 2016. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan
Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten
Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fisika, Fakultas
Sains Dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, Kota Kupang.
Lesik EM, Sianturi HL, Geru AS, Bernandus. 2020. Analisis Pola Hujan Dan
Distribusi Hujan Berdasarkan Ketinggian Tempat Di Pulau Flores.
Jurnal Fisika, 5(2):118-128.
Mahfuz M, Purnawan B, Harahap RM. 2017. Analisis Data Spasial Untuk
Identifikasi Kawasan Rawan Banjir Di Kabupaten Banyumas Provinsi
Jawa Tengah. Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor.
Mubekti, Alhasanah F. 2008. Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor
Menggunakan Teknik Pemodelan Sistem Informasi Geografis; Studi
Kasus: Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan. J. Tek.Ling,
9(2): 121-129.
Murdiyanto, Gutomo T. 2015. Bencana Alam Banjir dan Tanah Longsor dan
Upaya Masyarakat dalam Penanggulangan. Jurnal PKS, 14 (4); 437 – 452.
Nandin. 2007. Longsor. Jurusan Pendidikan Geografi. FPIPS-UPI.
Nasiah, Invanni I. 2014. Identifikasi Daerah Rawan Bencana Longsor Lahan
Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sinjai. Jurnal
Sainsmat, III (2) : 109-121.
Nugroho DD, Nugroho H. 2020. Analisis Kerentanan Tanah Longsor
Menggunakan Metode Frequency Ratio di Kabupaten Bandung Barat,
Jawa Barat. Geoid, 16 (1):8-18.
Paimin, Sukresno, Pramono IB. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutananan : Tropenbos International
Indonesia Programme. Balikpapan.
Pangaribuan J, Sabri LM, Amarrohman FJ. 2019. Analisis Daerah Rawan
Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten Magelang Menggunakan Sistem

Universitas Sumatera Utara


54

Informasi Geografis Dengan Metode Standar Nasional Indonesia Dan


Analythical Hierarchy Process. Jurnal Geodesi Undip, 8(1):288-297.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Nomor :
P.32/MENHUTII/2009. Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRLH-DAS).
Pratiwi, Narendra BH. 2012. Pengaruh Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Terhadap Pertumbuhan Pertanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King)
di Hutan Penelitian Carita, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, 9(2): 139-150.
Priyono. 2015. Hubungan Klasifikasi Longsor, Klasifikasi Tanah Rawan Longsor
Dan Klasifikasi Tanah Pertanian Rawan Longsor. Fakultas Pertanian
UNISRI Surakarta. GEMA, Th. XXVII/49.
Rahmad, R, Suib, Nurman A. 2018. Aplikasi SIG untuk Pemetaan Tingkat
Ancaman Longsor di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. Majalah Geografi Indonesia, 32(1):1 – 13.
Ramadhan TE, Suprayogi A, Nugraha AL. 2017. Pemodelan Potensi Bencana
Tanah Longsor Menggunakan Analisis SIG Di Kabupaten Semarang.
Jurnal Geodesi Undip, 6(1): 118-127.
Rekzyanti R., Balamba S, Manaroinsong L. 2016. Analisa Kestabilan Lereng
Akibat Gempa (Studi Kasus : Iain Manado). TEKNO. 14(66): 23-33.
Santoso H. 2012. Aplikasi “SSOP BANTAL” Berbasis Das Untuk
Penanggulangan Banjir Dan Tanah Longsor. Jurnal Penanggulangan
Bencana, 3 (1): 43-55.
Shiddiq I, Nugraha AL, Suprayogi A. 2019. Desain Aplikasi Sistem Informasi
Geografis Pedagang Pasar Menggunakan Visual Basic dan Dotspatial
(Studi Kasus: Pasar Bintoro Kabupaten Demak). Jurnal Geodesi Undip. 8
(1):446-455.
Sobirin, Sitanala, F.TH.R., Ramadhan, M. 2017. Analisis Potensi Dan Bahaya
Bencana Longsor Menggunakan Modifikasi Metode Indeks Storie Di
Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Prosiding. 8thIndustrial Research
Workshop and National Seminar. 26-27 Juli 2017. Politeknik Negeri
Bandung. 59-64.
Subardja D, Ritung S, Anda M, Sukarman, Suryani E, Subandiono RE. 2014.
Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Bogor.
Subhan, Murtilaksono K, Barus B. 2019. Identifikasi Dan Analisis Karakteristik
Longsor Di Kabupaten Garut. Jurnal Teknik Sipil, 8(2):68-78.

Universitas Sumatera Utara


55

Suriadi AB, Arsjad M, Hartini S. 2014. Analisis Potensi Risiko Tanah


Longsor di Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar, Jawa Barat. Majalah
Ilmiah Globe, 16, 165–172.
Suryajaya E, Suhendra A. 2019. Analisis Mitigasi Bencana Tanah Longsor Dan
Metode Pengendaliannya (Studi Kasus Proyek Jalan di Jambi). Jurnal
Mitra Teknik Sipil, 2 (4):177-186.
Thapa PB. 2015. Occurrence of Landslides in Nepal and Their Mitigation
Options. Journal of Nepal Geological Society, 49: 17-28.
Thoha AS, Sundari D, Patana P, Sulistiyono N. 2020.Spatial Distribution of
Landslide Vulnerability Level in Dairi District, North Sumatera Province,
Indonesia. TALENTA-International Conference on Science and
Technology 2019. Journal of Physics: Conference Series 1542 012011.

Toyfur MF, Iryani SY, Alia F. 2020. Identifikasi Kerentanan Bencana


Longsor Pada Ruas Jalan Nasional. Seminar Nasional AVoER XII,
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Tupenalay A, Samang L, Parung H, Harianto T. 2014. Studi Kerentanan Bahaya
Longsor Pada Ruas Jalan Deposisi Intrusi Batuan Beku Interaksi Struktur
Sesar.
Waas, ED, Ayal J, dan Kaihatu S. 2014. Evaluasi Dan Penentuan Jenis Tanah Di
Kabupaten Seram Bagian Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Maluku. Agros, 16 (2): 336-348.
Wahyuningrum N, Supangat AB. 2016. Identifikasi Tingkat Bahaya Longsor
Dengan Skala Data Berbeda Untuk Perencanaan Das Mikro Naruwan, Sub
DAS Keduang. Majalah Ilmiah Globë. 18 (2) : 53 – 60.
Wahyutomo PK, Suprayogi A, Wijaya AP. 2016. Aplikasi Sistem Informasi
Geografis Berbasis Web untuk Persebaran Kantor Pos di Kota Semarang
dengan Google Maps Api. Jurnal Geodesi Undip, 5 (3).
Yunianto AC. 2011. Analisis Kerawanan Tanah Longsor Dengan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis (SIG) Dan Penginderaan Jauh Di Kabupaten Bogor.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Universitas Sumatera Utara


56

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel hasil validasi titik lapangan


Elevasi Nama Skor Longsor Kelas Longsor
1406,9700 Point 22 560 Sedang
1407,2800 Huu 520 Sedang
1413,0700 Point 21 560 Sedang
1414,2900 Point 20 520 Sedang
1430,7500 Point 24 400 Rendah
1458,4900 Point 25 520 Sedang
1422,8200 Point 19 480 Sedang
1476,7700 Point 26 440 Sedang
1419,7800 Point 18 480 Sedang
1399,0500 Point 17 440 Sedang
1465,8000 Point 27 480 Sedang
1399,3500 Point 16 520 Sedang
1471,5900 Point 28 520 Sedang
1480,7400 Point 29 520 Sedang
1478,3000 Point 30 480 Sedang
1469,7600 Point 31 480 Sedang
1449,3400 Point 32 440 Sedang
1408,1900 Point 15 440 Sedang
1363,0800 Point 33 600 Tinggi
1350,2800 Point 34 600 Tinggi
1344,4900 Point 35 560 Sedang
1303,3400 Point 36 600 Tinggi
1290,5400 Point 37 600 Tinggi
1291,4500 Point 38 600 Tinggi
1121,9800 Point 14 600 Tinggi
1116,1900 Point 13 480 Sedang
1161,3000 Point 1 440 Sedang
1161,3000 Point 1 480 Sedang
1086,3200 Point 12 480 Sedang
1036,3300 Point 11 520 Sedang
1111,6200 Point 39 520 Sedang
912,2800 Point 41 520 Sedang
907,4000 Point 42 560 Sedang
929,6500 Point 40 560 Sedang
925,9900 Point 43 560 Sedang
1089,3700 Point 2 560 Sedang
939,4100 Point 44 520 Sedang
863,5100 Point 25 560 Sedang
863,5100 Point 26 560 Sedang

Universitas Sumatera Utara


57

1322,2400 Point 10 520 Sedang


1323,7600 Point 9 480 Sedang
1331,9900 Point 7 480 Sedang
1331,9900 Point 8 480 Sedang
1011,9500 Point 45 520 Sedang
1018,9600 Point 46 440 Sedang
1373,4500 Point 6 440 Sedang
1373,4500 Point 6 480 Sedang
940,0100 Point 47 600 Tinggi
940,0100 Point 48 600 Tinggi
939,1000 Point 49 560 Sedang
920,5100 Point 12 480 Sedang
1015,3000 Point 50 600 Tinggi
1012,5600 Point 51 440 Sedang
794,3200 Point 24 520 Sedang
790,9700 Point 23 480 Sedang
1381,9800 Point 5 480 Sedang
925,9900 Point 11 440 Sedang
1386,2500 Point 4 520 Sedang
1178,6800 Point 3 520 Sedang
1172,8800 Point 4 520 Sedang
1172,2800 Point 5 520 Sedang
1376,4900 Point 3 560 Sedang
1372,8400 Point 2 560 Sedang
1374,9700 Point 1 600 Tinggi
732,1400 Point 21 520 Sedang
737,0200 Point 22 520 Sedang
1614,8500 Point 1 640 Tinggi
1614,8500 Point 1 680 Tinggi
1153,9900 Point 6 560 Sedang
1154,2900 Point 7 560 Sedang
1585,8900 Point 2 640 Tinggi
1585,8900 Point 2 680 Tinggi
1150,6300 Point 8 560 Sedang
1150,0200 Point 9 560 Sedang
1150,6300 Point 10 560 Sedang
1150,3300 Point 11 560 Sedang
1141,1900 Point 12 520 Sedang
1510,3000 Point 17 640 Tinggi
1510,3000 Point 17 680 Tinggi
1145,4500 Point 13 520 Sedang
1145,7600 Point 14 560 Sedang
1276,8200 Point 9 600 Tinggi
1541,7000 Point 3 640 Tinggi

Universitas Sumatera Utara


58

1541,7000 Point 3 680 Tinggi


1139,3600 Point 15 560 Sedang
1188,4300 Point 10 580 Sedang
1138,7500 Point 16 560 Sedang
1333,5200 Point 6 580 Sedang
1435,9300 Point 4 600 Tinggi
1271,3400 Point 8 580 Sedang
1410,3300 Point 5 580 Sedang
1138,4400 Point 17 560 Sedang
1136,9200 Point 18 560 Sedang
1312,4800 Point 7 580 Sedang
805,9000 Point 12 560 Sedang
797,3700 Point 13 480 Sedang
797,3700 Point 14 480 Sedang
1102,4800 Point 19 520 Sedang
784,2600 Point 15 520 Sedang
908,9200 Point 11 520 Sedang
1110,4000 Point 20 560 Sedang
913,1900 Point 10 480 Sedang
1098,2100 Point 5 520 Sedang
1084,1900 Point 7 560 Sedang
1084,1900 Point 8 560 Sedang
1091,5000 Point 6 520 Sedang
710,8000 Point 20 560 Sedang
1098,8200 Point 4 480 Sedang
1114,9700 Point 9 600 Tinggi
1112,5300 Point 3 520 Sedang
1177,4600 Point 50 520 Sedang
1178,6800 Point 49 520 Sedang
1363,6900 Point 2 480 Sedang
1361,5600 Point 1 440 Sedang
677,5800 Point 16 560 Sedang
1166,4800 Point 48 560 Sedang
1107,9600 Point 34 560 Sedang
1168,6200 Point 47 560 Sedang
1089,6700 Point 32 520 Sedang
1087,8400 Point 33 560 Sedang
1106,7400 Point 35 520 Sedang
920,2000 Point 14 520 Sedang
1053,4000 Point 31 520 Sedang
1046,0900 Point 30 480 Sedang
1049,7400 Point 29 480 Sedang
1039,3800 Point 28 560 Sedang
722,3800 Point 17 600 Tinggi

Universitas Sumatera Utara


59

1016,2200 Point 27 560 Sedang


1022,0100 Point 26 480 Sedang
730,9200 Point 18 400 Rendah
1008,9000 Point 25 520 Sedang
989,0900 Point 24 520 Sedang
915,9400 Point 27 480 Sedang
714,7600 Point 22 600 Tinggi
715,6800 Point 21 600 Tinggi
709,2800 Point 23 600 Tinggi
730,9200 Point 20 600 Tinggi
745,5500 Point 19 560 Sedang
1221,6500 Point 36 560 Sedang
1219,2100 Point 37 520 Sedang
868,6900 Point 28 560 Sedang
1257,6200 Point 46 520 Sedang
1257,6200 Point 45 520 Sedang
852,8400 Point 29 560 Sedang
802,8500 Point 17 560 Sedang
921,1200 Point 16 640 Tinggi
1261,5800 Point 38 520 Sedang
800,4100 Point 18 520 Sedang
798,5900 Point 19 560 Sedang
810,7800 Point 31 560 Sedang
815,0500 Point 30 600 Tinggi
783,0400 Point 32 600 Tinggi
1399,0500 Point 40 560 Sedang
1397,2200 Point 39 440 Sedang
1403,6200 Point 42 560 Sedang
1402,1000 Point 41 560 Sedang
1333,8200 Point 44 520 Sedang
1342,9700 Point 43 520 Sedang
594,0600 Point 16 560 Sedang
417,2800 Point 2 560 Sedang
418,5000 Point 1 560 Sedang
428,5500 Point 3 480 Sedang
465,7400 Point 15 520 Sedang
444,4000 Point 14 520 Sedang
527,0100 Point 1 540 Sedang
527,3100 Point 2 540 Sedang
444,4000 Point 4 600 Tinggi
441,6600 Point 5 600 Tinggi
474,8800 Point 13 600 Tinggi
475,4900 Yyy 560 Sedang
475,4900 Point 8 560 Sedang

Universitas Sumatera Utara


60

475,4900 Point 9 560 Sedang


473,0600 Point 6 560 Sedang
560,5300 Point 52 540 Sedang
520,6000 Point 11 580 Sedang
520,6000 Point 12 580 Sedang
519,3900 Point 10 580 Sedang
511,7700 Point 35 560 Sedang
517,8600 Point 36 520 Sedang
520,6000 Point 37 580 Sedang
501,1000 Point 34 560 Sedang
516,9500 Point 33 600 Tinggi
542,8600 Point 50 540 Sedang
543,4700 Point 51 540 Sedang
550,1700 Point 49 540 Sedang
545,9000 Point 48 580 Sedang
536,7600 Point 47 540 Sedang
540,1100 Point 46 540 Sedang
427,9400 Point 44 560 Sedang
431,3000 Point 45 560 Sedang
375,8200 Ggh 600 Tinggi
373,9900 Point 42 600 Tinggi
404,1700 Point 41 560 Sedang
382,5300 Point 40 560 Sedang
376,1300 Point 39 600 Tinggi
359,9700 Point 38 520 Sedang
369,7300 Point 37 600 Tinggi
367,2900 Point 36 600 Tinggi
370,6400 Point 35 600 Tinggi
331,3200 Point 11 560 Sedang
370,3400 Point 33 600 Tinggi
370,9500 Point 34 600 Tinggi
373,6900 Point 32 520 Sedang
373,6900 Point 32 560 Sedang
362,7200 Point 31 520 Sedang
362,7200 Point 31 560 Sedang
331,9300 Point 30 520 Sedang
330,7100 Point 9 520 Sedang
329,8000 Point 8 520 Sedang
331,6300 Point 10 520 Sedang
465,7400 Point 5 500 Sedang
467,2600 Point 6 500 Sedang
467,2600 Point 7 500 Sedang
266,0900 Point 4 600 Tinggi
263,9600 Point 3 600 Tinggi

Universitas Sumatera Utara


61

317,6100 Point 29 440 Sedang


329,4900 Point 12 520 Sedang
328,8800 Point 13 520 Sedang
336,5000 Point 14 560 Sedang
337,7200 Point 15 560 Sedang
327,6600 Point 16 520 Sedang
302,3700 Point 18 600 Tinggi
302,3700 Point 19 600 Tinggi
299,6200 Point 17 600 Tinggi
304,1900 Point 20 600 Tinggi
273,4100 Point 22 560 Sedang
273,4100 Point 23 560 Sedang
273,4100 Point 21 560 Sedang
241,7100 Point 25 560 Sedang
243,2300 Point 26 560 Sedang
241,1000 Point 24 600 Tinggi
228,6000 Point 27 560 Sedang
263,9600 Point 28 560 Sedang

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai