Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH

KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA


TAHUN 2000 SAMPAI 2019

SKRIPSI

SAURMA ROMATUA SINAGA


161201140

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH KECAMATAN
SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2000
SAMPAI 2019

SKRIPSI

OLEH:

SAURMA ROMATUA SINAGA


161201140

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH KECAMATAN
SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2000
SAMPAI 2019

SKRIPSI

Oleh:

SAURMA ROMATUA SINAGA


161201140

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian : Analisis Tutupan Lahan Di Wilayah Kecamatan Sei Suka


Kabupaten Batu Bara Tahun 2000 Sampai 2019
Nama : Saurma Romatua Sinaga
NIM : 161201140
Departemen : Manajemen Hutan
Fakultas : Kehutanan

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si.


Ketua

Mengetahui,

Dr. Bejo Slamet, S. Hut., M. Si


Ketua Departemen Manajemen Hutan

Tanggal Lulus: 3 Maret 2020

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN ORIGINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Saurma Romatua Sinaga


NIM : 161201140
Judul Skripsi : Analisis Tutupan Lahan Di Wilayah Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000 Sampai 2019

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan


yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam
penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai
dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, 3 Maret 2020

Saurma Romatua Sinaga


NIM. 161201140

ii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

SAURMA ROMATUA SINAGA. Analisis Tutupan Lahan Di Wilayah


Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000 Sampai 2019. Dibimbing
oleh SAMSURI.

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara dengan letak Ibu Kota di Lima Puluh. Semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat
berdampak pada semakin meningkatnya perubahan penggunaan lahan.
Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat disertai dengan peningkatan
pendapatan perkapita masyarakat telah mengakibatkan kebutuhan lahan semakin
meningkat, tetapi persediaan lahan terbatas, maka terjadilah perubahan penutupan
lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan di
daerah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2019.
Klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra landsat 5 dan citra landsat 8 OLI.
Klasifikasi citra menggunakan klasifikasi terbimbing. Berdasarkan 130 titik
koordinat di lapangan, diperoleh 8 jenis tutupan lahan di lapangan yang terdiri
dari badan air, hutan, lahan kosong, mangrove, perkebunan, permukiman, sawah,
dan semak. Persentase tutupan lahan yang mengalami penurunan luas terbesar
tahun 2000 sampai 2019 adalah mangrove yang berkurang sebesar 74,662%,
sedangkan persentase tutupan lahan yang mengalami peningkatan luas terbesar
adalah badan air meningkat sebesar 1641,630%.

Kata Kunci: citra landsat, kecamatan sei suka, perubahan tutupan lahan, tutupan
lahan.

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

SAURMA ROMATUA SINAGA. Land cover analysis in Sei Suka sub District,
Batu Bara District year 2000 - 2019. Supervised by SAMSURI.
Batu Bara district is a regency located in North Sumatra Province with a capital
in Lima Puluh. Increasing the number of population and increasingly intensive
population activities in a place have an impact on increasing land use change.
The rapid increasing of population coupled with an increased in community per
capita income has resulted in increased land needs, but land supply is limited, so
it will changes land cover. This study aimed to determine land cover changes of
Sei Suka sub district in Batu Bara District from 2000 to 2019. Classification of
land cover used Landsat 5 and Landsat 8 OLI images. Image classification used
supervised classification. Based on 130 coordinate points in the field, obtained 8
types of land cover in the field consisting of water bodies, forests, empity land,
mangroves, estate, settlements, rice fields, and shrubs. The percentage of land
cover that experienced the largest area decline in 2000 to 2019 was mangrove
forests which decreased by 74.662%, while the percentage of land cover that
experienced the largest area increase was water bodies increasing by
1641.630%.

Keywords: Landsat image, land cover change, Sei Suka district

iv

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada 1 April 1998.


Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara oleh pasangan Kapt. Inf.
Janes Ridwan Sinaga dan Dra. Roida Sitohang.
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Swasta Methodist
Galang, Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2007-2012, pendidikan tingkat
Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta ST. Ignasius Medan Johor pada
tahun 2012-2014, dan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 1 Medan pada tahun 2014-2016. Pada tahun 2016, penulis lulus di
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara
(USU) melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi (UMB-PT). Penulis
memilih minat Departemen Manajemen Hutan.
Semasa kuliah penulis mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional
(LKTIN) dengan Tema Menggagas Indonesia Hijau di Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta dan mendapat juara Harapan 1. Penulis juga mengikuti
Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) dengan Tema Peran Generasi
Muda dalam Upaya Mengetahui Degradasi Lahan di Universitas Padjadjaran
(UNPAD) Bandung dan mendapat juara 3 serta mendapatkan predikat sebagai
peserta terbaik pada tahun 2017. Penulis merupakan mahasiswa berprestasi di
Fakultas Kehutanan sebagai motivator pada tahun 2017.
Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
Mangrove Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat pada
tahun 2018. Pada tahun 2019 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Sektor Aek Nauli, Kabupaten
Simalungun. Pada tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul
“ Analisis Tutupan Lahan Di Wilayah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Tahun 2000-2019” di bawah bimbingan Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian
yang berjudul “ Analisis Tutupan Lahan Di Wilayah Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2019” ini dengan baik untuk memenuhi
persyaratan menyelesaikan studi pada Program S1 Kehutanan Universitas
Sumatera Utara.
Penulis banyak menerima bimbingan, motivasi, saran, dan juga doa dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa dari kedua orangtua
yang sangat penulis sayangi yaitu ayahanda Kapt. Inf. Janes Ridwan Sinaga dan
ibunda Dra. Roida Sitohang yang tidak pernah berhenti memberikan kasih
sayang, doa, dukungan, dan nasihat yang tulus dalam penyelesaian skripsi ini,
serta adik saya Saut Martua Sinaga yang selalu membantu dan mendoakan saya
selama proses penelitian hingga saat ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Samsuri, S.Hut., M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
2. Dr. Nurdin Sulistiyono, S.Hut., M.Si; Dr. Budi Utomo, S.P., M.P; dan Dr.
Evalina Herawati, S.Hut., M.Si. selaku dosen penguji ujian komprehensif.
3. Teman-teman yang selalu memberi dukungan semangat, yaitu: Ivan Doli,
S.Hut; Nurlianti, S.Hut, dan Rimbawan Kecil (Ega Widya, Elwinni Elena,
Ema Franisa, Ivana Siboro, Muaw Wanah, Nur Hidayat, dan Reza
Irfansyah)
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai
pihak dan menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2020

Saurma Romatua Sinaga

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... i


PERNYATAAN ORIGINALITAS ........................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 4
Penutupan Lahan Dan Penggunaan Lahan ....................................... 5
Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tutupan Lahan ................. 6
Keterkaitan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dan Ekologi
Terhadap Perubahan Lahan .............................................................. 7
Penginderaan Jauh ............................................................................ 8
Landsat-5 TM (Thematic Mapper) Dan Landsat-7 ETM+
(Enchanced Thematic Mapper Plus) ............................................... 14
Landsat 8 OLI ................................................................................... 16
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ............................................................................. 19
Alat dan Bahan .................................................................................. 19
Prosedur Penelitian ........................................................................... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka .......................... 26
Interpretasi Citra ............................................................................... 28
Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi ....................................... 29
Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000, 2010, dan 2019 ......................... 29
Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010 .......................................... 36
Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka

vii

Universitas Sumatera Utara


Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019 .......................................... 39
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Jaringan Jalan .... 43
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Jaringan Sungai . 46
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Pusat Industri..... 48
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Pusat Kota ......... 50

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ....................................................................................... 54
Saran ................................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 55

LAMPIRAN ............................................................................................... 60

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Spesifikasi band Landsat Thematic Mapper/TM ............................. 14
2. Spesifikasi band Landsat Enhanced Thematic Mapper/ETM+......... 15
3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 .............................................. 15
+
4. Enhanced Thematic Mapper/ETM Spesifikasi kanal-kanal
spektral sensor pencitra LDCM (Landsat-8) .................................... 17
5. Karakteristik citra landsat 8 OLI ...................................................... 17
6. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian .................................... 19
7. Contoh perhitungan akurasi .............................................................. 23
8. Karakteristik Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara ........................................................................ 26
9. Jenis, luas, dan presentase tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara ........................................................................ 29
10. Perubahan tutupan lahan Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara ........................................................................ 30

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Skema analisis perubahan penutupan lahan ..................................... 25
2. Contoh kenampakan objek permukaan bumi ................................... 28
3. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara Tahun 2000 ...................................................................... 33
4. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara Tahun 2010 ...................................................................... 34
5. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara Tahun 2019 ...................................................................... 35
6. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010 .......................................... 36
7. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010 .......................................... 38
8. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019 .......................................... 40
9. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019 .......................................... 42
10. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Jaringan Jalan............................................................................. 43
11. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Jaringan Jalan............................................................................. 44
12. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Jaringan Sungai.......................................................................... 46
13. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Jaringan Sungai.......................................................................... 47
14. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Pusat Industri ............................................................................. 48
15. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Pusat Industri ............................................................................. 49
16. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Pusat Kota .................................................................................. 51
17. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Pusat Kota .................................................................................. 52

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman
1. Titik ground check Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara ...... 60
2. Hasil overlay peta jalan dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 62
3. Hasil overlay peta jalan dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 63
4. Hasil overlay peta sungai dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 63
5. Hasil overlay peta sungai dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 64
6. Hasil overlay peta industri dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 64
7. Hasil overlay peta industri dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 65
8. Hasil overlay peta pusat kota dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 65
9. Hasil overlay peta pusat kota dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 66
10. Matrik kontingensi tahun 2000 ......................................................... 67
11. Matrik kontingensi tahun 2010 ......................................................... 67
12. Matrik kontingensi tahun 2019 ......................................................... 68

xi

Universitas Sumatera Utara


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tutupan lahan adalah kenampakan material fisik permukaan bumi.
Tutupan lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan sosial.
Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting untuk keperluan
pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di permukaan
bumi (Sampurno dan Thoriq, 2016). Data tutupan lahan juga digunakan dalam
mempelajari perubahan iklim dan memahami keterkaitan antara aktivitas manusia
dan perubahan global. Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan
kemudahan dalam melakukan analisis perencanaan dan pengembangan suatu
wilayah.
Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah berkaitan dengan pertumbuhan
penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan
semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada semakin
meningkatnya perubahan penggunaan lahan. Peningkatan jumlah penduduk yang
sangat cepat disertai dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat telah
mengakibatkan kebutuhan lahan semakin meningkat, tetapi persediaan lahan
terbatas, maka terjadilah perubahan penutupan lahan.
Berdasarkan pengertian di atas, lahan dapat dipandang sebagai suatu
sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen ini dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu (1) komponen struktural disebut karakteristik
lahan; dan (2) komponen fungsional disebut kualitas lahan. Kualitas lahan
merupakan sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan
dan kesesuaian lahan bagi pemanfaatan tertentu. Lahan sebagai suatu sistem
mempunyai komponen-komponen yang terorganisir secara spesifik dan
perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan
ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Batu Bara khususnya Kecamatan
Sei Suka pada tahun 2010 sampai tahun 2019 mengalami laju peningkatan
sebesar 1,02% pertahun (BPS Kabupaten Batu Bara, 2019). Semakin pesatnya

Universitas Sumatera Utara


2

pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang telah dilaksanakan akan


berpengaruh cukup besar terhadap perubahan tatanan lingkungan berupa
menurunnya kualitas lingkungan, degradasi lingkungan serta berkurangnya
sumberdaya alam maupun perubahan tata guna lahan. Perubahan penggunaan
lahan merupakan proses dinamis yang kompleks, yang saling berhubungan antara
lingkungan alam dengan manusia yang memiliki dampak langsung terhadap
tanah, air, atmosfer dan isu kepentingan lingkungan global lainnya. Pola
penggunaan lahan di suatu daerah yang tidak sesuai kaidah-kaidah penataan
ruang wilayah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti terbentuknya lahan
kritis maupun terjadinya pencemaran (Hariyatno et al., 2014).
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan kawasan pemukiman serta
perkembangan industri yang pesat tentu berpengaruh cukup besar terhadap
penggunaan lahan. Proses pembangunan ekonomi telah menyebabkan terjadinya
perubahan penggunaan lahan secara signifikan yang dipengaruhi oleh berbagai
aspek sosial-ekonomi, proses-proses ekologi dan faktor-faktor kebijakan.
Perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah rencana
tata ruang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, degradasi
lingkungan atau kerusakan lingkungan serta berkurangnya sumber daya alam
(Irawan, 2018). Perubahan alih fungsi lahan menjadi permasalahan utama yang
terjadi di Sumatera Utara, dimana hal tersebut menjadi suatu tindakan yang tidak
terkendali, seperti perambahan kawasan perkebunan yang dialih fungsikan
menjadi daerah pemukiman ataupun kawasan hutan menjadi kawasan
perkebunan.
Dalam perencanaan dan pengembangan suatu wilayah, diperlukan data-
data penunjang antara lain peta tutupan lahan. Penginderaan jarak jauh dan
Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk mengamati perubahan
penutupan/penggunaan lahan dan menghubungkan faktor-faktor pemicu dengan
perubahan yang terjadi. Penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis
(SIG) adalah teknologi penting untuk analisis temporal dan kuantifikasi fenomena
spasial. Analisis perubahan penutupan lahan dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu model. Model merupakan salah satu pendekatan untuk

Universitas Sumatera Utara


3

mempelajari sesuatu yang terjadi di alam ini. Pemodelan yang bersifat dinamis
dapat memprediksi keadaan yang akan datang.
Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan
informasi mengenai suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung
dengan obyek tersebut. Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan
jauh sangat berperan penting dalam menyediakan informasi spasial
(Ardiansyah, 2015). Teknik ini biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra
yang selanjutnya diproses dan diinterpretasikan guna menghasilkan data yang
bermanfaat. Teknologi ini telah menjadi sarana atau alat bantu standar yang
digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan pembuatan
kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Perubahan penggunaan lahan
atau tutupan lahan akan terjadi seiring dengan usaha dan tindakan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya yang tentunya berbeda dan bertambah besar dari waktu
ke waktu. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka perlu dilakukan
analisis perubahan tutupan lahan yang terjadi di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara supaya dapat diketahui perubahan tutupan lahan yang terjadi
khususnya pada tahun 2000 sampai tahun 2019.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.
2. Mengetahui perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk:
1. Memberikan informasi tutupan lahan daerah Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara.
2. Mengetahui dampak perubahan tutupan lahan daerah Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara, sehingga dapat mengendalikan perubahan penggunaan
lahan.

Universitas Sumatera Utara


4

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Sumatera Utara dengan ibu kota di Lima Puluh. Kabupaten ini
merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan yang diresmikan pada 15 Juni
2007. Secara geografis Kabupaten Batu Bara berada pada 2°03’ 00” –
3°26’ 00” Lintang Utara, 99°01’ – 100°00’ Bujur Timur dan 0 - 50 m dari
permukaan laut. Kabupaten Batu Bara menempati area seluas ± 904,96 Km2
(90.496 Ha) yang terdiri dari 7 Kecamatan dan 151 Desa/Kelurahan Definitif.
Area Kabupaten Batu Bara di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten
Serdang Bedagai, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Asahan, di
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, dan di sebelah Timur
berbatasan dengan Selat Malaka (BPS Kabupaten Batu Bara, 2018).
Kecamatan Sei Suka merupakan salah satu wilayah administrasi dari
Kabupaten Batu Bara dengan masyarakat yang mayoritasnya bermata
pencaharian sebagai nelayan. Kabupaten Batu Bara memiliki potensi yang besar,
yaitu PT. INALUM yang berada di Kecamatan Sei Suka Desa Kuala Tanjung.
Desa Kuala Tanjung merupakan daerah yang berkembang. Faktor pendorong
yang melatar belakangi perkembangan tersebut adalah fasilitas yang memadai
dan sarana umum seperti jalan, tempat ibadah, dan pengetahuan masyarakat
sekitar. Memanfaatkan potensi alam untuk mensejahterakan masyarakat sekitar
adalah gagasan utama yang melandasi pembangunan proyek Asahan. Kemudian
hal ini mengalami perubahan seiring dengan dibangunnya perusahaan PT.
INALUM di Desa Kuala Tanjung. PT. INALUM didirikan atas kerjasama antara
pemerintah dengan sebuah perusahaan konsultan Jepang oleh Nippon Koei yang
pertama kali pada tanggal 17 Juli 1975 di Tokyo.
Indeks pembangunan manusia di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara pada Tahun 2012 sebesar 64,45, sedangkan pada Tahun 2016 sebesar 66,69.
Distribusi dan kepadatan penduduk Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
pada Tahun 2015 sebesar 13,86% dengan 324 kepadatan penduduk/Km 2
(BPS Kabupaten Batu Bara, 2018). Pertumbuhan penduduk dan kemajuan di

Universitas Sumatera Utara


5

bidang industri merupakan salah satu faktor utama dalam perkembangan


pemukiman, sehingga dapat mengakibatkan perubahan tutupan lahan. Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk selalu diikuti dengan peningkatan
pemanfaatan lahan untuk berbagai kebutuhan manusia. Pertumbuhan penduduk
yang tinggi menyebabkan semakin terbatasnya kawasan suatu wilayah, sehingga
mendasari terjadinya perubahan alih fungsi lahan.
Salah satu cara untuk mengetahui secara cepat alih fungsi lahan adalah
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Penggunaan teknologi
penginderaan jauh secara temporal dapat digunakan untuk mengetahui dinamika
proses dan memprediksi perubahan penutupan dan penggunaan lahan dimasa
yang akan datang yaitu melalui monioring dan karakterisasi pola spasial
penutupan dan penggunaan lahan. Teknik analisisnya secara efisien dapat
menggunakan data penginderan jauh.

Penutupan Lahan Dan Penggunaan Lahan


Perubahan tutupan lahan (land cover) dan penggunaan lahan (land use)
merupakan bagian dari dinamika alam dan kehidupan manusia. Penggunaan lahan
dan penutupan lahan memiliki perbedaan yang mendasar. Tutupan lahan dapat
diartikan sebagai jenis hamparan obyek menutupi permukaan bumi yang
berhubungan dengan vegetasi (alam atau ditanam) atau konstruksi oleh manusia
(bangunan dan lain-lain), sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan aktivitas
manusia yang secara langsung berhubungan dengan lahan, dimana terjadi
penggunaan dan pemanfaatan lahan dan sumber daya yang ada serta
menyebabkan dampak pada lahan tersebut (misal perkebunan rakyat)
(Bhayunagiri, 2010). Sepanjang sejarah bumi, perubahan tutupan dan penggunaan
lahan, baik yang disebabkan oleh proses bertahap maupun oleh peristiwa besar,
telah diakui sebagai suatu fenomena yang termasuk mendasar (Baja dan Phil,
2012).
Tutupan lahan berhubungan dengan biofisik yang ada dipermukaan bumi,
sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan aktivitas manusia pada
cakupan lahan tertentu. Tutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik
(visual) dari vegetasi, benda alam, dan sensor budaya yang ada di permukaan
bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap objek tersebut (Maksum et

Universitas Sumatera Utara


6

al., 2016). Tutupan lahan dan penggunaan lahan memiliki beberapa perbedaan
mendasar. Penggunaan lahan mengacu pada tujuan dari fungsi lahan, misalnya
tempat rekreasi, habitat satwa liar atau pertanian sedangkan tutupan lahan
mengacu pada kenampakan fisik permukaan bumi seperti badan air, bebatuan,
lahan terbangun, dan lain-lain. Pengertian penutup lahan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) nomor 7645:2010 yaitu tutupan biofisik pada permukaan bumi
yang dapat diamati merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan
manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan
kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut.
Aktivitas itu juga yang akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan dapat dilihat penampakannya berdasarkan
waktu, yakni keadaan kenampakan penggunaan lahan dan posisinya berubah pada
kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik
dan non-sistematik. Menurut Romlah et al (2018), perubahan sistematik terjadi
dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan
lahan pada lokasi yang sama. Perubahan penggunaan lahan ini dapat ditunjukkan
dengan peta multi waktu. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan
luasan yang mungkin bertambah, berkurang, atau tetap.

Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tutupan Lahan


Penggunaan dan peningkatan kebutuhan lahan di Indonesia semakin
meningkat seiring dengan kemajuan teknologi serta pertambahan penduduk,
sudah tidak dapat dielakkan lagi. Hampir semua aktivitas manusia melibatkan
penggunaan lahan, sehingga dengan cepat lahan menjadi sumberdaya yang
langka. Hal ini sesuai dengan Purwoko (2009) yang menyatakan bahwa
pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai
permasalahan dalam pembangunan, diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan
akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup, perumahan,
perindustrian dan kegiatan pertanian lainnya. Berubahnya gaya hidup masyarakat
akan mengubah fungsi lahan. Upaya pemenuhan kebutuhan yang meningkat
menyebabkan tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam.
Haryani (2011) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab
proses perubahan penggunaan lahan antara lain : (1) Besarnya tingkat urbanisasi

Universitas Sumatera Utara


7

dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan, (2) Meningkatnya jumlah


kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan
yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek
perumahan), (3) Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang
pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/lahan hijau khususnya di
perkotaan, (4) Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan
usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
Faktor manusia dan kegiatannya merupakan pendorong utama berubahnya
penggunaan tanah. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk
menganalisis faktor pemicu terjadinya perubahan penggunaan lahan. Faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan di suatu wilayah
diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan
fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat
kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk
membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan
budidaya.
Tingginya kepadatan penduduk akan meningkatkan tekanan terhadap
hutan. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan
kegiatan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Menurut Pasha
(2009), semakin tinggi tingkat pendapatan petani perambah, maka kecenderungan
untuk membuka dan memanfaatkan lahan di dalam kawasan pun semakin besar.
Penyebab langsung yang memicu keputusan untuk mengkonversi lahan karena
pembukaan hutan memerlukan biaya yang rendah.
Ditambah dengan pengawasan yang lemah menyebabkan semakin
besarnya peluang terjadi pengalih fungsi lahan. Perubahan penduduk yang
bekerja di bidang pertanian ini memungkinkan terjadinya perubahan penutupan
lahan khususnya lahan budidaya. Semakin banyak penduduk yang bekerja
dibidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat
mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan
lahan. Sehingga menyebabkan terjadi perubahan tutupan lahan (Kanninen et al.,
2009).

Universitas Sumatera Utara


8

Keterkaitan Antara Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap


Perubahan Lahan
Faktor sosial ekonomi masyarakat merupakan salah satu faktor penting
yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada
umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak
bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya. Faktor sosial budaya
tersebut meliputi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat usia, motivasi,
persepsi dan interpretasi, pandangan dan sikap hidup, adat-istiadat, ideologi dan
tradisi lokal, hubungan dan jaringan sosial, institusi lokal.
Semakin tinggi tingkat pendapatan di luar kawasan maka kecenderungan
untuk membuka dan memanfaatkan lahan di dalam kawasan semakin kecil.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendapatan di luar kawasan maka
kecenderungan untuk membuka dan memanfaatkan lahan di dalam kawasanpun
semakin besar (Yusri et al., 2012). Pendapatan yang rendah merupakan salah satu
faktor pendorong untuk melakukan kegiatan perambahan (Purwita, 2009).
Secara rinci perubahan penggunaan lahan terakit dengan perkembangan
sosial ekonomi masyarakat yang tercermin pada: (i) peningkatan jumlah
penduduk; (ii) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pertanian dan
pengolahan sumberdaya alam ke aktivitas sektor-sektor sekunder (manufaktur)
dan tersier (jasa); (iii) meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan
menengah ke atas yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman
(kompleks-kompleks perumahan); (iv) terjadinya fragmentasi pemilikan lahan
menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien
(Hariyatno et al., 2014).
Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus
berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi,
pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak
mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga
kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas
tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya
lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi
pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran
yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


9

Penginderaan Jauh
Penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
teknologi penting dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi mengenai
suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung dengan obyek
tersebut untuk analisis temporal dan kuantifikasi fenomena spasial, jika tidak
memungkinkan untuk mencoba teknik pemetaan konvensional. Deteksi
perubahan dimungkinkan oleh teknologi ini dalam waktu yang lebih singkat,
dengan biaya rendah dan dengan akurasi yang lebih baik. Untuk mengetahui
besarnya perubahan tersebut dapat digunakan teknologi penginderaan jauh yang
berbasis citra satelit menggunakan citra landsat. Landsat (Land Satellites)
merupakan tertua dalam program observasi bumi yang dipelopori oleh NASA
Amerika Serikat. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat
digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu Sistem
Informasi Geografis (SIG) (Suwargana, 2013).
Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan jauh sangat
berperan penting dalam menyediakan informasi spasial (Ardiansyah, 2015).
Teknik ini biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya
diproses dan diinterpretasikan guna menghasilkan data yang bermanfaat.
Interpretasi citra satelit merupakan salah satu teknik dalam penginderaan jauh
yang bertujuan untuk mengkaji dan mengidentifikasi suatu objek. Unsur-unsur
dalam interpretasi yaitu.
a. Bentuk: merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk objek
demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya
berdasarkan kriteria ini.
b. Ukuran obyek: dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto udara.
c. Pola: Hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau pola
hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun
bangunan dan akan memberikan suatu pola yang memudahkan penafsir
untuk mengidentifikasi pola tersebut.
d. Bayangan: Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran
profil suatu obyek dan obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan
sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto.

Universitas Sumatera Utara


10

e. Rona: adalah warna atau kecerahan relatif suatu obyek pada foto.
f. Tekstur: Frekuensi perubahan rona pada citra fotografi.
g. Situs: Lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain.
(Liliesand dan Kiefer, 1999).
Citra penginderaan jauh menurut dapat memberikan gambaran keruangan
dan ukuran yang merupakan data yang bermanfaat dalam mempelajari fenomena
atau kenampakan muka bumi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
rencana dan pemanfaatan praktis. Penginderaan jauh dapat memberikan informasi
mengenai karakteristik tutupan vegetasi suatu hutan dapat di teliti. Maullana dan
Darmawan (2014) mengungkapkan bahwa penginderaan jauh adalah suatu
metode untuk mengidentifikasi objek di permukaan bumi tanpa kontak langsung
dengan objek. Tujuan utama penginderaan jauh adalah mengumpulkan data
sumber daya alam lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan ke pengamat
melalui energi elektromegnetik. Energi ini merupakan pembawa informasi dan
sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu, penginderaan jauh pada
dasarnya merupakan informasi sintesis panjang gelombang yang perlu diberikan
kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Proses
pengkodean ini setara dengan interpretasi citra penginderaan jauh dengan
pengetahuan sifat-sifat radiasi elektromagnetik.
Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan
sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup, yaitu sebagai medium untuk
pengiriman informasi dari target kepada sensor. Energi elektromagnetik
merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu:
panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitude/amplitude, dan kecepatan.
Energi elektromagnetik dipancarkan, atau dilepaskan, oleh semua masa di alam
semesta pada level yang berbedabeda. Semakin tinggi level energi dalam suatu
sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan,
dan semakin tinggi frekuensinya.
Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk
mengelompokkan energi elektromagnetik. Interaksi gelombang elektromagnetik
yang bekerja pada daerah spektrum optik (tanpak, infra merah dekat dan infra

Universitas Sumatera Utara


11

merah menengah atau infra merah pantulan) diukur/dideteksi oleh sensor, di


antaranya mengalami peristiwa sebagai berikut:
1. Dalam daerah ini dapat sekaligus terjadi peristiwa pemantulan, penyerapan dan
penerusan dengan mengikuti hukum Kirkchoff dan hukum Snellius.
2. Energi yang jatuh pada suatu objek akan diabsorpsikan, dipantulkan, dan
ditransmisikan.
3. Pada daerah spektrum optik, energi yang diukur oleh sensor adalah energi yang
direfleksikan oleh objek permukaan bumi (Suwargana, 2013).
Hubungan interaksi pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima
oleh sensor dan kemudian dikirim ke stasiun penerima di bumi berupa data
kumpulan titik-titik cahaya yang tertera pada layar monitor yang disebut piksel.
Sehingga tersusun membentuk suatu kumpulan gambar cahaya disebut citra
(image). Dengan kata lain piksel adalah sebuah titik elemen paling kecil pada
citra satelit. Bila resolusi radiometriknya 8 bit, dimana intensitas pantulan akan
diubah menjadi citra dengan 28 = 256 tingkat, maka angka numerik dari piksel
disebut Digital Number (DN) antara 0 s/d 255. Digital Number dilayar monitor
ditampilkan dalam warna kelabu, tingkatan warna dari putih ke kelabu hingga
hitam disebut (greyscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Nilai digital
angka 0 (nol) ditandai dengan warna hitam, antara 0 dan 255 ditandai warna
tingkat kelabu (greyscale) dan nilai 255 ditandai dengan warna putih (Amaliana
et al., 2016)
Data satelit Landsat (Land Satellite) membawa sensor Thematic Mapper
(ETM), data SPOT (Satelit pour Observation de la Terre) membawa HRVIR
(High Resolution to Near Infrared) yaitu mempunyai band daerah tampak
(visible) sampai dengan infra merah, dan data Ikonos sama juga mempunyai band
multispektral dari daerah tampak (visible) sampai dengan infra merah semuanya
mempunyai kemampuan dalam hal pemanfaatannya. Program Landsat merupakan
satelit tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan
satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Satelit Landsat
(Satelit Bumi) ini merupakan milik Amerika Serikat (Wahyuni, 2015). Menurut
Hendrawan dan Bangun (2016), kualitas gambar citra penginderaan jauh dapat

Universitas Sumatera Utara


12

dilihat berdasarkan resolusi yang digunakan. Paling utama dapat dibedakan


menjadi 3 yaitu: resolusi spasial, temporal, dan spektral.
1. Resolusi spasial
Merupakan ukuran terkecil obyek di lapangan yang dapat direkam
pada data digital maupun pada citra. Pada data digital resolusi dilapangan
dinyatakan dengan piksel. Semakin kecil ukuran terkecil yang dapat direkam
oleh suatu sistem sensor, berarti sensor itu semakin baik karena dapat
menyajikan data dan informasi yang semakin rinci. Resolusi spasial yang
baik dikatakan resolusi tinggi atau halus, sedang yang kurang baik berupa
resolusi kasar atau rendah. Dalam menentukan range resolusi, ada tiga
tingkat ukuran resolusi yang perlu diketahui, yaitu: (a) Resolusi spasial
tinggi, berkisar: 0.6-4 m; (b) Resolusi spasial menengah, berkisar: 4-30 m;
(c) Resolusi spasial rendah, berkisar: 30 - 1000 m.
2. Resolusi temporal
Resolusi temporal ialah frekuensi perekaman ulang kembali ke daerah
yang sama pada rentang waktu tertentu. Rentang waktu perulangan ke asal
daerah yang sama satuannya dinyakan dalam jam atau hari, contoh resolusi
temporal ini: (a). Resolusi temporal tinggi berkisar antara : 16 hari. (b).
Resolusi temporal sedang berkisar antara: 4-16 hari. (c) Resolusi temporal
rendah berkisar antara: >16 hari.
3. Resolusi spektral
Resolusi spektral dari suatu sensor adalah lebar dan banyaknya
saluran yang dapat diserap oleh sensor. Semakin banyak saluran yang dapat
diserap dan semakin sempit lebar spektral tiap salurannya maka resolusi
spektralnya semakin tinggi. Resolusi spektral ini berkaitan langsung dengan
kemampuan sensor untuk dapat mengidentifikasi obyek.
Informasi remote sensing yang dihasilkan dari citra satelit, analisis lebih
lanjutnya menggunakan SIG. Data dari penginderaan jauh agar dapat digunakan
di SIG harus diinterpretasi dan dikoreksi geometrik terlebih dahulu (Jaya, 2010).
Koreksi geometrik citra satelit adalah proses untuk menghilangkan distorsi dari
suatu citra satelit sehingga gambaran pada citra satelit mempunyai posisi yang
sebenarnya, sesuai dengan di lapangan. Koreksi geometrik dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara


13

menggunakan titik-titik kontrol di lapangan (ground check) yang telah


mempunyai sistem koordinat (Hariyatno et al., 2014).
Analisis citra Landsat dikelompokkan atas (Lilesand dan Kiefer, 1999):
1. Pemulihan citra (image restoration)
Merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk
yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi
radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli.
2. Penajaman citra (image enhancement)
Kegiatan ini dilakukan sebelum data citra yang digunakan dalam analisis
visual, dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak
kontras. Pada berbagai langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang
didapat secara visual dari data citra.
3. Klasifikasi citra (image classification)
Terdapat dua pendekatan dasar dalam melakukan klasifikasi citra yaitu
klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing
(unsupervised classification).
Klasifikasi terbimbing dilakukan setelah kegiatan cek lapangan dengan
bantuan beberapa data pendukung. Klasifikasi terbimbing merupakan proses
klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih
training area (area contoh) untuk penentuan tiap kategori penutupan lahan
sebagai kunci interpretasi. Pada klasifikasi ini dilakukan pemilihan area of
interest (aoi) melalui proses penentuan sampel untuk setiap kelas atau membuat
training site berupa poligon tertutup dalam bentuk vektor yang di-overlay ke
dalam citra yang ada. Training area diperlukan pada setiap kelas yang akan
dibuat, dan diambil dari area yang cukup homogen. Interpretasi pada penelitian
ini dilakukan secara digital dengan bantuan komputer. Interpretasi digital yang
dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing, sesuai dengan
kondisi tutupan lahan yang ada di lapangan. Klasifikasi terbimbing atau
klasifikasi citra secara digital bertujuan untuk mengelompokkan suatu citra secara
otomatik ke dalam kelas kategori tertentu berdasarkan nilai kecerahan piksel yang
bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


14

Kenampakan visual pada citra yang baik adalah kenampakan citra


komposit yang sesuai dengan objek yang sebenarnya di lapangan. Menurut
Danoedoro (2012), kenampakan objek berbeda satu sama lain karena adanya
perbedaan interval nilai piksel yang mempresentasikannya dan adanya perbedaan
kesan pola spasial yang dihasilkannya. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi
pada pola spasial atau nilai piksel akan menghasilkan perubahan kenampakan
citra tersebut. Citra landsat 8 merupakan satelit dengan misi kelanjutan dari citra
landsat 7 dengan spesifikasi band yang baru maupun dari rentang spektrum
panjang gelombang elektromagnetik yang ditangkap oleh sensor. Jumlah saluran
band yang ada di landsat 8 lebih banyak dibanding dengan landsat 7 dengan
fungsi yang berbeda. Citra landsat 8 memiliki jumlah saluran band sebanyak 11
buah.

Landsat-5 TM (Thematic Mapper) Dan Landsat-7 ETM+ (Enhanced


Thematic Mapper Plus)
Landsat merupakan suatu hasil program sumberdaya bumi yang
dikembangkan oleh NASA (the National Aeronautical and Space Administration)
Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Sampai saat ini telah diluncurkan
tujuh satelit dari tiga generasi teknologi. Satelit generasi pertama adalah Landsat-
1, Landsat-2, dan Landsat-3, satelit generasi kedua adalah Landsat-4 dan Landsat
-5 sedangkan generasi ketiga yakni Landsat-6 dan Landsat-7.
Landsat-5 yang membawa sensor TM dan MSS (Multispectral Scanner)
diluncurkan pada tanggal 1 Maret 1984 masih beroperasi sebelum Landsat-7
diluncurkan ke angkasa pada tanggal 15 Desember 1998 yang dilengkapi dengan
sensor ETM+. Kedua Landsat ini mempunyai fungsi yang sama pada setiap
kanalnya, hanya pada Landsat-7 ditambah satu kanal pankromatik (kanal 8) yang
tidak ada pada Landsat-5, sehingga memiliki keunggulan pada teknik pelarikan
(scanning) dimana kanalnya lebih banyak dan lebih sensitif sehingga dapat
membedakan objek dengan lebih teliti. Tabel 1 dan 2 di bawah ini menunjukkan
spesifikasi dari satelit Landsat TM dan ETM+.

Universitas Sumatera Utara


15

Tabel 1. Spesifikasi band Landsat Thematic Mapper/TM


Opto-mechanical
Band Micrometers Resolution Type
sensor
1 0.45 to 0.53 30 m Spasial resolution 30-120 m
2 0.52 to 0.60 30 m Spectral range 0.45-12.5 µm
3 0.63 to 0.69 30 m Number of bands 7
4 0.76 to 0.90 30 m Temporal resolution 16 days
5 1.55 to 1.75 30 m Size of image 185 x 172 km
6 10.40 to 12.50 120 m Swath 185 km
7 2.08 to 2.35 30 m Stereo N
Programmable Y
Sumber : National Aeronautics and Space Administratio

Tabel 2. Spesifikasi band Landsat Enhanced Thematic Mapper/ETM+


Opto-mechanical
Band Micrometers Resolution Type
sensor
Spasial
1 0.45 to 0.515 30 m 15/30/60 m
resolution
2 0.525 to 0.605 30 m Spectral range 0.45-12.5 µm
3 0.63 to 0.690 30 m Number of bands 8
Temporal
4 0.75 to 0.90 30 m 16 days
resolution
5 1.55 to 1.75 30 m Size of image 183 x 170 km
6 10.40 to 12.5 60 m Swath 183 km
7 2.09 to 2.35 30 m Stereo N
Sumber : National Aeronautics and Space Administration
Karakteristik masing-masing kanal pada Landsat-5 yang memiliki tujuh
band sama halnya dengan karakteristik Landsat-7, dimana Landsat-7 ditambah
satu band pankromatik yang dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 Enhanced Thematic Mapper/ETM+
Kanal Panjang Gelombang Fungsi
1 0.45-0.52 µm Pemetaan perairan pantai (coastal zone),
(Sinar tampak) pembedaan antara tanah dan vegetasi
2 0.52-0.60 µm Memperkirakan kesuburan vegetasi
(Sinar tampak)
3 0.63-0.69 µm Membedakan jenis vegetasi berdasarkan
(infra termal) pemetaan klorofil
4 0.76-0.90 µm Pembedaan badan air, tanah dan vegetasi
(infra merah dekat)
5 1.55-1.75 µm Menbedakan awan dengan salju, pengukuran
(infra merah menengah) kelembapan vegetasi dan tanah
6 10.40-12.50 µm Mengukur dan pemetaan panas, tekanan
(infra merah termal) panas tumbuhan, informasi geologi lainnya
berdasarkan panas
7 2.08-2.35 µm Pemetaan hidrotermal, pembedaan tipe
(infra merah jauh) batuan (mineral dan petroleum geology)
8 0.5-0.9 µm Meliputi fungsi yang ada dari spectrum sinar
(pankromatik) tampak sampai infra merah dekat.
Sumber : National Aeronautics and Space Administration

Universitas Sumatera Utara


16

Landsat TM 7 adalah satelit remote sensing yang dioperasikan oleh


USGS, berorbit polar pada ketinggian orbit 705 Km, dengan membawa sensor
ETM+ yang dapat menghasilkan citra multispectral dan pankhromatik yang
masing-masing memiliki resolusi spasial 30 m dan 15 m. Namun setelah
beroperasi lebih dari empat tahun, satelit ini mengalami kerusakan pada bagian
Scan Line Collector (SLC), sehingga menghasilkan citra satelit yang tidak utuh,
USGS telah berusaha memperbaiki kerusakan yang terjadi, tetapi tidak berhasil,
bahkan sejak November 2003 kerusakan yang terjadi dinyatakan sebagai
kerusakan yang permanen.

Landsat 8 OLI
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang
dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini
terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Sensor
pencitra OLI mempunyai kanal-kanal spektral yang menyerupai sensor ETM+
(Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Sensor OLI ini mempunyai
kanal-kanal yang baru, yaitu: kanal untuk deteksi aerosol garis pantai
(kanal-1: 443 nm) dan kanal untuk deteksi cirrus (kanal 9: 1375 nm), akan tetapi
tidak mempunyai kanal inframerah termal. Sensor pencitra OLI (Operational
Land Imager) pada LDCM (Landsat-8) yang mempunyai 1 kanal inframerah
dekat dan 7 kanal tampak reflektif, akan meliput panjang-gelombang panjang
gelombang elektromagnetik yang direfleksikan oleh objek pada permukaan Bumi,
dengan resolusi spasial 30 meter.
Sensor pencitra OLI mempunyai kemampuan resolusi spasial dan resolusi
spektral yang menyerupai sensor ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari
Landsat-7. Akan tetapi sensor pencitra OLI tidak mempunyai kanal termal.
Namun demikian, sensor pencitra OLI ini mempunyai kanal-kanal yang baru,
yaitu: kanal-1: 443 nm untuk deteksi aerosol garis pantai dan kanal 9: 1375 nm
untuk deteksi cirrus. Ketersediaan kanal-kanal spektral reflektif dari sensor
pencitra OLI pada LDCM (Landsat-8) yang menyerupai kanal-kanal spektral
reflektif ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7, memastikan
kontinuitas data untuk deteksi dan pemantauan perubahan objek-objek pada
permukaan Bumi global. Dengan menggabungkan kanal-kanal spektral ini

Universitas Sumatera Utara


17

menjadi citra-citra berwarna, para pengguna mampu mengidentifikasi dan


membedakan karakteristik dan kondisi ciri-ciri penutup lahan, bahkan yang
paling halus kanal-kanal multispektral data satelit seri (Sitanggang, 2013).
Untuk mengatasi kontinuitas data Landsat-7 pada kanal inframerah
termal, pada tahun 2008, program LDCM (Landsat-8) menetapkan sensor
pencitra TIRS (Thermal Infrared Sensor) ditetapkan sebagai pilihan (optional),
yang dapat menghasilkan kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal
yang tidak dicitrakan oleh OLI. Salah satu satelit yang digunakan untuk
penginderaan jauh adalah Landsat yang sekarang telah mencapai generasi
Landsat-8. Pada Satelit Landsat 8 terdapat sensor OLI dan TIRS dengan jumlah
kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal kanal tersebut, 9 kanal berada pada OLI.
Berikut adalah spesifikasi kanal yang dimiliki Landsat 8 yang disajikan dalam
Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Spesifikasi kanal-kanal spektral sensor pencitra LDCM (Landsat-8)
Panjang Resolusi
Landsat 8 Band Nama Band Gelombang (meter)
(mikrometer)
Band 1 Coastal aerosol 0,43 – 0,45 30
Operational Band 2 Blue 0,45 – 0,51 30
LandImager Band 3 Green 0,53 – 0,59 30
(OLI) Band 4 Red 0,64 – 0,67 30
Band 5 Near Infrared (NIR) 0,85 – 0,88 30
Dan Band 6 SWIR 1 1,57 – 1,65 30
Band 7 SWIR 2 2,11 – 2, 29 30
Thermal Band 8 Panchromatic 0,50 – 0,68 15
Infrared Band 9 Cirrus 1,36 – 1,38 30
Sensor Band 10 Thermal Infrared (TIRS 1) 10,60 – 11,19 100
(TIRS) Band 11 Thermal Infrared (TIRS 2) 11,50 – 12,51 100
Sumber: Nasa (2018)

Tabel 5. Karakteristik citra landsat 8 OLI


No Band Kegunaan Untuk Peta
Band 1 Coastal Aerosol Coastal and aerosol studies
Pemetaan batimetrik, membedakan tanah dari vegetasi
Band 2 Blue dan berganti daun dari tumbuh-tumbuhan yang termasuk
jenis pohon jarum.
Menekankan puncak vegetasi, yang berguna untuk
Band 3 Green
menilai tumbuh tanaman.
Band 4 Red Discriminates vegetation slopes
Band 5 Near Infrared
Menekankan pada garis pantai
(NIR)
Band 6 Short Wavelenght Membedakan kadar air tanah dan tumbuh-tumbuhan,
Infrared (SWIR) menembus awan tipis.
Band 7 Short Wavelenght Meningkatkan kadar air tanah dan vegetasi dan penetrasi

Universitas Sumatera Utara


18

Infrared (SWIR) sedikit awan


Band 8 Panchromatic Resolusi 15 meter, gambar semakin tajam.
Band 9 Cirrus Medeteksi peningkatan awan cirrus
Band 10 Long Wavelenght Resolusi 100 meter, perkiraan pemetaan tanah dan
Infrared kelembaban tanah
Band 11 Long Wavelenght Resolusi 100 metrer ditingkat thermal pemetaan dan
Infrared diperkirakan kelembaban tanah
Sumber : Lapan (2015)

Terkait resolusi spasial, landsat 8 memiliki kanal-kanal dengan resolusi


tingkat menengah, setara dengan kanal-kanal pada landsat 5 dan 7. Umumnya
kanal pada OLI memiliki resolusi 30 m, kecuali untuk pankromatik 15 m. Dengan
demikian produk-produk citra yang dihasilkan oleh landsat 5 dan 7 pada beberapa
dekade masih relevan bagi studi data time series terhadap landsat 8. Kelebihan
lainnya tentu saja adalah akses data yang terbuka dan gratis. Meskipun resolusi
yang dimiliki tidak setinggi citra berbayar seperti Ikonos, Geo Eye atau Quick
Bird, namun resolusi 30 m dan piksel 12 bit akan memberikan begitu banyak
informasi berharga bagi para pengguna.
Penggunaan citra satelit dengan resolusi dan waktu pengambilan yang
proposional multitemporal sangat diperlukan untuk zonasi, karakterisasi, adaptasi
dan mitigasi alih fungsi lahan. Sementara itu, model perubahan penggunaan lahan
dapat digunakan sebagai alat untuk memahami dan menjelaskan penyebab dan
frekuensi dari dinamika penggunaan lahan. Data Landsat merupakan salah satu
yang paling banyak dipakai dalam pemetaan pada umumnya karena mempunyai
cakupan yang sangat luas, 180 x 180 km 2 dengan resolusi spasial cukup baik
(30 meter). Citra landsat cukup baik dalam pemanfaatanya untuk studi
lingkungan dan analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian dan kehutanan.

Universitas Sumatera Utara


19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 sampai dengan
Januari 2020, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan,
pengolahan data dan penyajian hasil. Penelitian dilaksanakan di daerah
Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. Analisis
data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Fakultas Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Geograhic
Positioning System) untuk survey lapangan, perangkat keras (personal
computer/netbook) dan perangkat lunak (Microsoft Excel dan Microsoft Word)
sebagai alat pengolah data, perangkat lunak ArcGis (ArcMap) 10.3 dan ERDAS
Imagine 9.2 untuk analisis spasial, kamera digital untuk dokumentasi, tally sheet,
alat tulis, dan printer untuk mencetak data/peta.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :
a. Data spasial: peta digital administrasi Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara, citra landsat 5 tahun 2000 dan tahun 2010, dan citra landsat 8 OLI
tahun 2019.
b. Data non spasial: penggunaan lahan atau penutupan lahan.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian
No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun
1 Data Lapangan (Ground check) Primer GPS dan Kamera Digital 2019
2 Citra Landsat 5 Sekunder www.earthexplorer.usgs.gov 2000
3 Citra Landsat 5 Sekunder www.earthexplorer.usgs.gov 2010
4 Citra Landsat 8 OLI Sekunder www.earthexplorer.usgs.gov 2019
(Operational Land Imager)
5 Peta Administrasi Kabupaten Sekunder Badan Informasi Geospasial 2019
Batu Bara
6 Peta Jalan Sekunder Badan Informasi Geospasial 2019
7 Peta Sungai Sekunder Badan Informasi Geospasial 2019
8 Peta Pusat Industri Sekunder Badan Informasi Geospasial 2019
9 Peta Pusat Kota Sekunder Badan Informasi Geospasial 2019

Universitas Sumatera Utara


20

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap persiapan alat dan bahan,
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data.

1. Pengumpulan data
a. Pengunduhan citra
Pengunduhan citra dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunduh data
sekunder yaitu citra landsat 5 tahun 2000 dan tahun 2010 dan citra landsat 8 OLI
tahun 2019 dari situs eartexplorer.usgs.gov yang diperlukan sesuai dengan tujuan
analisis. Citra satelit landsat diperoleh dengan mengunduh melalui website United
state Geological Survey (USGS). Data primer merupakan data yang diperoleh
dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian (ground checking).

b. Pengambilan Data Tutupan Lahan di Lapangan


Kegiatan survei lapangan bertujuan untuk memperoleh data cek lapangan
(ground check) atau data tutupan lahan di lapangan dan untuk pengecekan
kebenaran klasifikasi penggunaan lahan serta mengetahui bentuk-bentuk
perubahan fungsi lahan daerah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. Data
ground check diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan meliputi
dokumentasi kondisi di lapangan, marking posisi titik di lapangan, serta diinput
data ke dalam tally sheet dan identifikasi penggunaan lahan di lapangan.
Pengumpulan data dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan
ketersebaran wilayah dan tipe tutupan lahan.

c. Pengambilan Data Pendukung


Data pendukung merupakan data yang mendukung penelitian ini, baik dari
penelitian sebelumnya yang berhubungan, dari instansi pemerintah yang
menyediakan data-data pendukung

2. Pengolahan Data
a. Interpretasi Citra
Interpretasi citra dilakukan secara digital pada citra landsat tahun 2000,
2010 dan 2019. Metode ini berguna untuk mengetahui perubahan penggunaan

Universitas Sumatera Utara


21

tutupan lahan pada lokasi penelitian. Interpretasi citra dapat dilakukan dengan
cara digital maupun manual. Hasil dari interpretasi citra secara manual dan digital
tidak semuanya sesuai dilapangan. Oleh karena itu dilakukan pengecekan
lapangan guna untuk mendapatkan informasi data yang akurat. Teknik
interpretasi pada penelitian ini yaitu menggunakan interpretasi citra secara digital.
Langkah-langkahnya yaitu import citra, cropping citra, penajaman citra dan
klasifikasi citra.

b. Pengolahan Citra Landsat


Penggabungan Band Citra
Citra landsat yang diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov mempunyai
beberapa band dan terpisah setiap bandnya. Oleh karena itu, harus dilakukan
penggabungan band citra terlebih dahulu agar dapat melakukan koreksi
radiometrik. Penggabungan band citra tersebut dilakukan dengan menggunakan
ERDAS Imagine 9.2.

Koreksi Radiometrik
Koreksi atmosfer merupakan salah satu algoritma koreksi radiometrik
yang relatif baru. Koreksi ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
parameter atmosfer dalam proses koreksi. termasuk faktor musim, dan kondisi
iklim di lokasi perekaman citra. Kelebihannya pada kemampuannya untuk
memperbaiki gangguan atmosfer seperti kabut tipis, dan asap. Pengaruh atmosfer
(noise) menurut Kristianingsih et al (2016), secara umum dibagi menjadi dua
yaitu pengaruh yang disebabkan oleh: 1. Molekul disebut sebagai rayleigh
scattering. 2. Partikel disebut sebagai mie scattering atau aerosol scattering.
Koreksi radiometrik dilakukan guna untuk menghilangkan gangguan pada citra
akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara
memberikan penajaman pada kontras. Proses penajaman tersebut menggunakan
model linier yang terdapat pada ERDAS.

Komposit Citra
Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band dikombinasikan sesuai
dengan karakteristik spectral masing masing band dan sesuaikan dengan tujuan
penelitian. Penelitian mengenai pamantauan kondisi perubahan tutupan lahan

Universitas Sumatera Utara


22

dipilih band R: 5, G: 4, dan B: 3 pada landsat 5 serta dipilih band R: 6, G: 5, dan


B: 4 pada landsat 8.

Pemotongan Citra (Cropping Citra)


Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar pada lokasi
penelitian yang akan dilakukan secara lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan
dengan menggunakan software ArcGis 10.3 menggunakan peta administrasi
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara dari Balai Informasi Geospasial.

3. Klasifikasi Citra
a. Analisis spasial
Analisis spasial merupakan sekumpulan metode untuk menemukan dan
menggambarkan tingkatan/pola dari sebuah fenomena spasial. Dengan melakukan
analisis spasial diharapkan adanya informasi baru yang dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan di bidang yang akan dikaji. Cara dalam melakukan
analisis spasial adalah:
a. Melakukan tumpang susun (overlay) kelas penutupan lahan pada waktu
pengamatan awal (T0) dengan kelas penutupan lahan pada waktu
berikutnya (T1).
b. Melakukan analisis objek yang tidak berubah (pada T 0 dan T1) dan yang
berubah (objek pada T0 dan T1 tidak sama).
c. Melakukan penghitungan luasan pada setiap objek yang mengalami
perubahan.

b. Analisis Separabilitas
Analisis separabilitas merupakan evaluasi keterpisahan training area dari
setiap kelas apakah suatu kelas layak digabung atau tidak. Pada penelitian ini
metode yang digunakan ialah transformed divergence. Nilai minimum berarti
tidak dapat dipisahkan, sedangkan nilai maksimum menunjukkan keterpisahan
yang sangat baik.
Kriteria tingkat keterpisahan antar kelas menurut Foody et al (1992)
adalah sebagai berikut :
a. Tidak terpisah (unseparable) : < 1600
b. Kurang (poor) : 1600 - < 1800

Universitas Sumatera Utara


23

c. Cukup (fair) : 1800 - < 1900


d. Baik (good) : 1900 - < 2000
e. Sangat baik (excellent) : 2000

c. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)


Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan
oleh pengguna dalam proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai
sejak penentuan area penelitian hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi
terbimbing dilakukan berdasarkan survei lapangan dengan membuat sampel
polygon pada kelas-kelas tutupan lahan. Metode yang digunakan adalah maximum
likelihood yang terdapat pada software ERDAS Imagine 9.2.
Klasifikasi maximum likelihood mengkelaskan nilai piksel berdasarkan
probabilitas suatu nilai piksel terhadap kelas tertentu dalam sampel piksel.
Apabila nilai probabilitas nilai piksel berada di bawah nilai threshold yang
ditentukan maka piksel tersebut tidak terkelaskan. Lain halnya apabila dalam
klasifikasi tidak memasukkan nilai threshold maka semua piksel dapat
terkelaskan sesuai sampel piksel yang ada (Lapan, 2015).

d. Uji Akurasi Hasil Klasifikasi Citra


Uji akurasi digunakan untuk mengevaluasi ketelitian dari klasifikasi
tutupan lahan yang telah ditentukan berdasarkan training area. Uji akurasi
dilakukan untuk mengetahui ketelitian hasil dari klasifikasi interpreter setelah
memetakan tutupan lahan. Akurasi ini dianalisis dengan menggunakan suatu
matriks kontingensi atau confusion matrix. Tingkat akurasi dalam klasifikasi citra
dapat dilakukan dengan membandingkan hasil klasifikasi citra dengan data yang
diperoleh dilapangan. Perhitungan akurasi merupakan tahap yang menentukan
apakah hasil klasifikasi citra sesuai dengan kondisi dilapangan atau tidak. Akurasi
biasanya dianalisis dalam suatu matriks kontingensi, yaitu matriks bujur sangkar
yang memuat jumlah pixel dalam klasifikasi, sering disebut dengan error matrix
atau confusion matrix (Afandi, 2014).

Universitas Sumatera Utara


24

Tabel 7. Contoh perhitungan akurasi


Producer’ s
Data Referensi Diklasifikasi ke Kelas Jumlah
Accuracy
A B C D
A X11 X12 X13 X14 X1+ X11 / X1+
B X21 X22 X23 X24 X2+ X22 / X2+
C X31 X32 X33 X34 X3+ X33 / X3+
D X41 X42 X43 X44 X4+ X44 / X4+
Jumlah X+1 X+2 X+3 X+4 N
User’ s X44/
X11/ X+1 X22/ X+2 X33/ X+3
Accuracy X+4

Akurasi ini biasanya diukur berdasarkan pembagian piksel yang dikelaskan


secara benar dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di
dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Secara
sistematik, akurasi Kappa dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
N = banyaknya piksel dalam contoh
Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i
X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

e. Analisis Perubahan Tutupan Lahan


Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan cara menampalkan
(overlay) peta tutupan lahan pada tahun 2000, peta tutupan lahan pada tahun
2010, dan peta tutupan lahan pada tahun 2019 dengan menggunakan software
ArcGis 10.3. Penampalan peta (overlay) dilakukan untuk mengetahui perubahan
tutupan lahan yang terjadi pada tahun 2000, tahun 2010, dan tahun 2019.

Universitas Sumatera Utara


25

Prosedur Penelitian

Citra Landsat Tahun Citra Landsat Tahun Citra Landsat Tahun


2000 2010 2019

Koreksi Citra

Citra Terkoreksi Citra Terkoreksi Citra Terkoreksi


Tahun 2000 Tahun 2010 Tahun 2019

Klasifikasi Data Ground


Terbimbing Check

Peta Tutupan Lahan Peta Tutupan Peta Tutupan


Tahun 2000 Lahan Tahun 2010 Lahan Tahun
2019

Analisis Perubahan Perubahan Tutupan


Tutupan Lahan Lahan Antara Tahun
2000 sampai 2019

Gambar 1. Skema analisis perubahan penutupan lahan

Universitas Sumatera Utara


26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka


Pengamatan di lapangan bertujuan untuk menyesuaikan keadaan tutupan
lahan yang terlihat pada citra dengan keadaan sebenarnya yang ada di daerah
Kecamatan Sei Suka. Berdasarkan penentuan titik koordinat pengamatan
sebanyak 130 titik diperoleh 8 jenis tutupan lahan di lapangan yang terdiri dari
badan air, hutan, lahan kosong, mangrove, perkebunan, permukiman, sawah, dan
semak. Titik koordinat yang diambil meliputi 19 desa dan 1 dimana setiap daerah
memiliki kelas tutupan lahan dengan luasan yang berbeda.
Selain dari 8 jenis tutupan lahan yang ditemukan di lapang, terdapat 2
jenis area yang tidak terindentifikasi karena tertutup oleh awan dan bayangan
awan. Informasi jenis tutupan lahan objek awan dan bayangan awan diketahui
dari kenampakan pada citra, sehingga jenis tutupan lahan yang diperoleh
sebanyak 10 tutupan lahan. Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh kelas
tipe tutupan lahan di wilayah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara
No Kelas Tutupan Keterangan Foto Lapangan
Lahan

1 Badan Air Daerah atau lokasi yang


tergenang air tanpa ada
vegetasi yang menaungi.
Dalam penelitian ini
berupa sungai yang dekat
dengan permukiman atau
perkebunan.

2 Hutan Tutupan lahan yang


ditanami dengan tanaman
kehutanan yaitu berupa
mahoni.

Universitas Sumatera Utara


27

3 Lahan Kosong Area berupa tanah kosong


yang tidak ditumbuhi oleh
vegetasi apapun. Tanah
kosong di lokasi penelitian
berupa tanah lapang, area
yang akan ditanami dan
lahan timbunan.

4 Mangrove Vegetasi hutan ini


termasuk hutan bakau dan
nipah yang berada di
sekitar pantai yang belum
ditebang.

5 Perkebunan Tutupan lahan yang


ditanamin sawit dengan
luasan yang beragam.

6 Permukiman Tutupan lahan dimana


kawasan yang terbangun
seperti pemukiman,
sekolah, perkantoran dan
industri.

7 Sawah Lahan pertanian irigasi yang


ditanami padi dengan luasan
yang beragam.

Universitas Sumatera Utara


28

8 Semak Tutupan lahan dimana


terdapat vegetasi perdu/
semak belukar yang
didominasi vegetasi
rendah.

Interpretasi Citra
Kenampakan jenis tutupan lahan pada citra ditampilkan dengan warna
yang berbeda-beda. Misalnya badan air diwakili dengan warna biru. Warna biru
juga digunakan untuk menampilkan sawah baru tanam. Sawah baru tanam
biasanya memiliki banyak air. Vegetasi diwakili dengan warna hijau terang
sampai gelap. Derajat kecerahan warna hijau ini biasanya mewakili kerapatan
vegetasinya. Hutan dengan kerapatan tinggi akan tampak dengan hijau gelap bila
dibandingkan dengan hutan berkerapatan rendah atau hutan campuran. Lahan
terbangun dan lahan terbuka ditunjukkan dengan warna merah. Gambar 2
merupakan contoh kenampakan reflektan objek permukaan bumi dengan
kombinasi band 6 5 4 pada citra landsat 8 OLI.

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

Gambar 2. Contoh kenampakan objek permukaan bumi a) badan air, b) hutan, c) lahan kosong,
d) mangrove, e) perkebunan, f) permukiman, g) sawah, dan h) semak

Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi


Nilai akurasi hasil klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan metode
akurasi kappa, yaitu 93,730% untuk tahun 2000. Nilai akurasi hasil klasifikasi
tutupan lahan menggunakan akurasi kappa, yaitu 96,661% untuk tahun 2010 dan

Universitas Sumatera Utara


29

99,177% untuk tahun 2019. Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat
kesalahan yang terjadi pada klasifikasi area contoh. Menurut Sampurno dan
Thoriq (2016), akurasi kappa menggunakan semua elemen dalam matriks. Nilai
akurasi harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS dengan ketelitian
interpretasi lebih dari 85%, sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil
interpretasi citra landsat pada penelitian ini dapat dipercaya dan dapat digunakan
untuk analisis selanjutnya.

Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000,
2010, dan 2019
Klasifikasi kelas tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara menggunakan citra satelit landsat 5 untuk tahun 2000 dan 2010, dan citra
satelit landsat 8 untuk tahun 2019. Data jenis tutupan lahan, luas, dan presentase
perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun
2000, 2010 dan 2019 dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Jenis, luas, dan presentase tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara
Jenis Tutupan Luas Tahun 2000 Luas Tahun 2010 Luas Tahun 2019
No
Lahan Ha % Ha % Ha %
1 Badan Air 16,47 0,10 26,78 0,16 466,39 2,77
2 Hutan 771,38 4,58 615,95 3,66 326,94 1,94
3 Lahan Kosong 690,15 4,10 543,34 3,23 1229,33 7,30
4 Mangrove 374,30 2,22 595,26 3,54 150,83 0,90
5 Perkebunan 8144,03 48,38 9342,39 55,49 7331,49 43,55
6 Permukiman 888,98 5,28 1229,64 7,30 1511,02 8,98
7 Sawah 1614,08 9,59 517,23 3,07 483,92 2,87
8 Semak 4163,70 24,73 3249,80 19,30 1819,22 10,81
Tidak
9 172,05 1,02 714,740 4,246 3515,99 20,89
Terindentifikasi
Total 16835,14 100 16835,14 100 16835,14 100

Tabael 10. Perubahan tutupan lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Perubahan 2000-2010 Perubahan 2010-2019
No Jenis Tutupan Lahan
Ha % Ha %
1 Badan Air 10,31 62,59 439,61 1641,63
2 Hutan -155,43 -20,15 -289,00 -46,92
3 Lahan Kosong -146,81 -21,27 685,98 126,25
4 Mangrove 220,96 59,03 -444,43 -74,66
5 Perkebunan 1198,36 14,71 -2010,90 -21,52
6 Permukiman 340,66 38,32 281,38 22,88
7 Sawah -1096,84 -67,95 -33,31 -6,44
8 Semak -913,90 -21,95 -1430,58 -44,02
Catatan: (-) Terjadi pengurangan luas tutupan lahan
(+) Terjadi penambahan luas tutupan lahan

Universitas Sumatera Utara


30

Luas total Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara adalah 16835,14 Ha.
Berdasarkan tutupan lahan tahun 2000 sampai 2019 terdapat 8 jenis tutupan lahan
dan 1 jenis tutupan lahan yang tidak terindentifikasi dengan luasan yang berbeda
pada setiap tahunnya. Tutupan lahan pada tahun 2000 yang memiliki luasan
terbesar adalah perkebunan sebesar 8144,03 Ha (48,38%), sedangkan tutupan
lahan dengan luasan terkecil adalah badan air sebesar 16,470 Ha (0,10%).
Tutupan lahan pada 2010 yang memiliki luasan terbesar adalah perkebunan
sebesar 9342,39 Ha (55,49%), sedangkan tutupan lahan dengan luasan terkecil
adalah badan air sebesar 26,78 Ha (0,16%). Tutupan lahan pada tahun 2019 yang
memiliki luasan terbesar adalah perkebunan sebesar 7331,49 Ha (43,55%),
sedangkan tutupan lahan dengan luasan terkecil adalah mangrove sebesar 150,83
Ha (0,90%). Berdasarkan Tabel 10, yang mengalami penurunan luas tutupan
lahan terbesar dari tahun 2000 sampai 2019 adalah mangrove sebesar 74,66%,
berturut-turut diikuti dengan sawah sebesar 67,95%, hutan sebesar 46,92%,
semak sebesar 44,02%, sedangkan yang mengalami penambahan luas tutupan
lahan terbesar adalah badan air sebesar 1641,63%, berturut-turut diikuti dengan
lahan kosong sebesar 126,25%, dan permukiman sebesar 38,32%.
Pada Tabel 9, luas area yang tidak terindentifikasi terkelaskan pada tahun
2000 sebesar 172,05 Ha (1,02%), pada tahun 2010 sebesar 714,74 Ha (4,25%),
dan pada tahun 2019 sebesar 3515,99 Ha (20,89%). Hal ini disebabkan oleh
keberadaan awan yang mempengaruhi kualitas data citra landsat yang dihasilkan.
Keberadaaan awan tersebut juga akan mempengaruhi hasil klasifikasi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ekadinata et al (2012), bahwa salah satu kelemahan
citra landsat yaitu terletak pada sensor yang bersifat pasif. Kualitas data yang
dihasilkan oleh sensor-sensor landsat sangat tergantung pada kondisi atmosfer
pada saat perekaman. Adanya awan, kabut, asap atau gangguan atmosfer lainnya
akan mengakibatkan menurunnya kualitas data yang dihasilkan.
Jenis tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara salah
satunya adalah hutan. Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan bentang
alam Indonesia yang menyediakan beragam jasa dan barang yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya dan perlindungan
ekologis. Hutan pada tahun 2000 memiliki luasan 771,38 Ha (4,58%). Pada tahun

Universitas Sumatera Utara


31

2010 luasan hutan menjadi 615,95 Ha (3,66%), sedangkan pada tahun 2019
luasan hutan menjadi 326,94 Ha (1,94%). Luasan hutan setiap tahunnya menurun.
Seiring berjalannya waktu, kondisi kawasan hutan jika dilihat dari penutupan
vegetasi telah mengalami perubahan yang cepat dan dinamis sesuai dengan
perkembangan pembangunan. Hal ini sesuai dengan Vella et al (2014) yang
menyatakan pembangunan yang terus meningkat diiringi dengan pertambahan
penduduk dan peningkatan kebutuhan hidup menyebabkan semakin
bertambahnya tekanan fisik terhadap kawasan hutan. Pada tahun 2000 tutupan
lahan mangrove memiliki luasan 374,30 Ha (2,22%) dan pada tahun 2010
menjadi 595,26 Ha (3,54%), sedangkan pada tahun 2019 luasan mangrove
menjadi 150,83 Ha (0,90%). Tutupan lahan tahun 2000 terdapat lahan kosong
sebesar 690,15 Ha (4,10%) dan pada tahun 2010 menjadi 543,34 Ha (3,23%),
sedangkan pada tahun 2019 luasan lahan kosong menjadi 1229,33 Ha (7,30%).
Perubahan tersebut disebabkan oleh peningkatan tutupan lahan lain yang
menyebabkan tutupan lahan semak, hutan, dan mangrove mengalami penurunan
yang sangat luas. Tutupan lahan semak, hutan, dan mangrove berubah menjadi
lahan kosong sebesar 1229,33 Ha (7,30%).
Perubahan tutupan lahan hutan menjadi pemukiman maupun tambak
diakibatkan oleh masyarakat membuka hutan dan mangrove menjadi permukiman
dan tambak. Hal ini juga terkait dengan kondisi demografi di sekitar kawasan
tersebut, dimana terjadi penambahan jumlah penduduk yang konsekuensinya
membutuhkan ruang yang lebih luas untuk permukiman dan penghidupan.
Pertambahan penduduk yang meningkat memunculkan berbagai permasalahan
dalam pembangunan, di antaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang
untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup. Tutupan lahan pada citra tahun
2000 menunjukkan jenis tutupan lahan permukiman sebesar 888,98 Ha (5,28%)
dari luas kawasan, pada tahun 2010 luasnya menjadi 1229,64 Ha (7,30%), dan
pada tahun 2019 luasnya menjadi 1511,02 Ha (8,97%). Luasan permukiman
setiap tahunnya meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Jenis tutupan lahan lain pada tahun 2000 sampai 2019 yang mengalami
peningkatan adalah jenis tutupan lahan badan air. Hal ini terlihat bahwa badan air
pada tahun 2000 melingkupi area seluas 16,47 Ha (0,10%). Pada tahun 2010

Universitas Sumatera Utara


32

luasan badan air menjadi 26,78 Ha (0,16%) dan pada tahun 2019 menjadi 466,39
Ha (2,77%). Pemicu pertambahan luasan badan air ini adalah laju pertumbuhan
penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat daerah pesisir,
masyarakat membukan lahan untuk tambak dengan mengkonversi lahan
mangrove sebesar 150,83 Ha (0,90%).
Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara termasuk ke dalam laju pertumbuhan penduduk eksponensial. Dimana
pertumbuhan penduduk berlangsung terus-menerus akibat adanya kelahiran dan
kematian di setiap waktu (Deta, 2018). Sebagaimana Badan Pusat Statistik (2019)
memuat data laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara tahun 2000 sampai 2010 adalah 1,06% pertahun, sedangkan laju
pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 2010 sampai 2019 adalah 1,02%
pertahun.
Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara masih dikategorikan sedang, yaitu 1,02% pertahun. Pertumbuhan penduduk
dikategorikan rendah jika kurang dari 1%, sedangkan pertumbuhan penduduk
antara 1-2% dinyatakan sedang, dan dikatakan tinggi apabila lebih dari 2%
(BPS, 2018). Hal ini didasarkan bahwa di kecamatan tersebut berkembang pusat
kegiatan industri. Kondisi ini memicu terjadinya pembukaan lahan hutan, baik
untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan maupun permukiman. Hasil analisis
citra, peta tutupan lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000,
2010, dan 2019 dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.

Universitas Sumatera Utara


33

Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2010

Universitas Sumatera Utara


35

Gambar 5. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2019

Universitas Sumatera Utara


36

Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara


Tahun 2000-2010
Hasil klasifikasi citra satelit landsat menunjukkan bahwa adanya
perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara antara
tahun 2000 dan 2010. Data persentase perubahan tutupan lahan yang mengalami
peningkatan maupun penurunan luasan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara antara tahun 2000 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Tahun 2000-2010

Persentase perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten


Batu Bara yang mengalami peningkatan luasan terbesar adalah badan air sebesar
62,59%. Faktor penyebab meningkatnya luasan tutupan lahan badan air
pada tahun 2010 karena pengaruh pasang surut air laut. Mangrove adalah
vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan disekitar muara sungai, yang
selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut
(Nurhayati, 2018). Pasang surut air laut merupakan suatu pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh gaya gravitasi.
Pasang surut adalah fenomena alam yang terjadi pada air laut, permukaan
air laut akan mengalami naik turun secara teratur dan berulang-ulang yang
dapat menyebabkan pergerakan partikel massa air dari permukaan sampai ke
dasar laut (Rizki dan Heryoso, 2017).
Salah satu penyebab sawah mengalami penurunan luas adalah adanya
peningkatan tutupan lahan lain yang menyebabkan sawah mengalami penurunan.
Hal ini terlihat dari persentase perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara yang mengalami penurunan luasan terbesar adalah sawah

Universitas Sumatera Utara


37

sebesar 67,95%. Hal ini karena lahan tidak dapat bertambah, maka yang terjadi
adalah perubahan penggunaan lahan yang cenderung menurunkan proporsi lahan-
lahan yang sebelumnya merupakan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
non pertanian seperti industri. Industrialisasi juga akan mendorong terjadinya
urbanisasi yang berkaitan erat dengan kesempatan kerja dan peningkatan
masyarakat. Dari sisi sosial, industrialisasi memberi pengaruh pada perubahan
struktur sosial masyarakat, dari masyarakat desa menjadi masyarakat kota.
Meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2018) bahwa pada tahun
2000 jumlah penduduk di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara sebanyak
51.896 jiwa. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 52.768 jiwa.
Bertambahnya jumlah penduduk akan mendorong pembangunan dan kegiatan
sosial ekonomi. Pertambahan penduduk suatu daerah akan membutuhkan lebih
banyak ruang untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Permukiman mengalami
peningkatan luasan sebesar 38,32%. Perkebunan mengalami peningkatan luasan
sebesar 14,71%, sedangkan yang mengalami pengurangan luasan adalah lahan
kosong sebesar 21,27% dan hutan sebesar 20,15%. Hal ini menunjukkan adanya
pengaruh perubahan luasan permukiman, lahan kosong, dan hutan dengan
bertambahnya jumlah penduduk.
Perubahan struktur penggunaan lahan tidak semata-mata menyebabkan
berkurangnya luasan penggunaan lahan tertentu dan meningkatkan penggunaan
lainnya, namun juga berkaitan dengan perubahan ekonomi dan sosial pada
masyarakat. Semakin terhimpitnya keadaan ekonomi, telah memicu terjadinya
perubahan penggunaan lahan hutan untuk lahan perkebunan atau penggunaan
lahan lainnya. Kondisi hutan dan kinerja pengelolaan hutan yang semakin
memprihatinkan, semakin lama akan semakin berpengaruh terhadap
pembangunan.
Luasan hutan yang berkurang dari tahun ke tahun akan mengakibatkan
terganggunya fungsi sumberdaya hutan (SDH). Hal ini juga dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi-fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan. Pada Gambar 7
dapat dilihat persentase kelas perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara pada tahun 2000-2010.

Universitas Sumatera Utara


38

Gambar 7. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara Tahun 2000-2010
Perkembangan sosial, ekonomi, budaya, teknologi, dan keadaan alam
menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Berdasarkan Gambar 7,
dapat diketahui bahwa persentase kelas perubahan tutupan lahan di Kecamatan
Sei Suka Kabupaten Batu Bara yang terbesar terjadi pada kelas tutupan lahan
semak menjadi lahan perkebunan dengan persentase 46,74%. Semak merupakan
tumbuhan perdu yang kecil dan lebat. Semak termasuk ke dalam lahan marjinal
(Nata, 2010). Tanah marginal umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah.
Hal ini sesuai dengan Suharta dan Prasetyo (2010) yang menyatakan tanah
marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk
tanaman kebun, hutan, ataupun pangan.
Tetapi secara alami kesuburanan tanah marginal ini tergolong rendah yang
ditunjukkan oleh tingkat keasaman yang tinggi, ketersediaan hara yang rendah,
kejenuhan, dan basa-basa dapat dipertukarkan rendah. Perbaikan tanah marginal
dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat tanah baik fisika, biologi ataupun
kimia. Sehingga untuk dapat meningkatkan kebutuhan ekonomi masyarakat,
dilakukan pengkonversian lahan semak menjadi lahan perkebunan. Hal ini terlihat
jelas ketika pengecekan lapangan bahwa di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara merupakan kawasan perkebunan kelapa sawit.
Dapat diketahui bahwa persentase kelas perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara yang terkecil terjadi pada kelas

Universitas Sumatera Utara


39

tutupan lahan mangrove menjadi lahan kosong dengan persentase 0,15%. Proses
berkurangnya lahan mangrove bisa disebabkan oleh kegiatan eksploitasi
mangrove yang tidak terkendali, terjadi pembelokan aliran sungai maupun proses
sedimentasi dan erosi yang tidak terkendali, dan konversi lahan mangrove
menjadi tambak, industri, permukiman, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan
Purwoko (2009) yang menyatakan perubahan hutan dan mangrove menjadi lahan
kosong diakibatkan oleh adanya penebangan liar sampai ekosistem tersebut tidak
bisa melakukan regenerasi secara alami, sehingga areal bekas penebangan
tersebut tidak ditumbuhi vegetasi lagi. Areal kosong yang bertambah luas ini juga
disebabkan karena adanya areal pertambakan yang tidak diusahakan lagi.
Hasil presentase kelas perubahan tutupan lahan pada tahun 2000-2010
menunjukkan terjadinya perubahan hutan menjadi lahan perkebunan dengan
persentase sebesar 5,23%. Faktor pemicu utama hutan berubah menjadi lahan
perkebunan adalah industri perkebunan kelapa sawit. Salah satu faktor
masyarakat membuka kawasan hutan karena semakin sedikitnya lahan, serta
terbatasnya akses kegiatan ekonomi yang bisa dijadikan pekerjaan. Jumlah
penduduk setiap tahun terus meningkat, sedangkan lahan bersifat statis. Lapangan
pekerjaan yang terbatas, membuat masyarakat mengkonversi hutan menjadi lahan
perkebunan.

Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara


Tahun 2010-2019
Hasil klasifikasi citra satelit landsat menunjukkan bahwa adanya
perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara antara
tahun 2010 dan 2019. Data persentase perubahan tutupan lahan yang mengalami
peningkatan maupun penurunan luasan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara antara tahun 2010 dan 2019 dapat dilihat pada Gambar 8.

Universitas Sumatera Utara


40

Gambar 8. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Tahun 2010-2019
Persentase perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara jenis tutupan lahan yang mengalami peningkatan luasan terbesar
adalah badan air sebesar 1641,63%. Pemicu pertambahan luasan badan air ini
adalah pertambahan penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk juga
mempengaruhi perubahan tutupan lahan badan air. Berdasarkan Badan Pusat
Statistik (2018) bahwa pada tahun 2000 jumlah penduduk di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara sebanyak 51.896 jiwa. Pada tahun 2010 mengalami
peningkatan menjadi 52.768 jiwa. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan
perubahan penutupan lahan mangrove menjadi badan air. Hal ini disebabkan oleh
adanya kegiatan budiaya perikanan di kawasan pesisir yang dilakukan persis di
tepi sungai/alur. Sedangkan perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman
maupun tambak diakibatkan oleh masyarakat yang tinggal disekitar mangrove
membuka lahan mangrove menjadi permukiman maupun tambak.
Sebagain besar masyarakat di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
memiliki mata pecaharian sebagai nelayan karena diwilayah pesisir, sehingga
masyarakat mengkonversi lahan mangrove menjadi lahan tambak.
Dalam perikanan, tambak adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang
diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan. Hal ini juga terkait
dengan kondisi demografi di sekitar kawasan tersebut, dimana terjadi
penambahan jumlah penduduk yang konsekuensinya membutuhkan ruang yang
lebih luas untuk permukiman dan penghidupan. Pemerintah Kabupaten Batu Bara
pada tahun 2019 memuat data adanya banjir dibeberapa daerah, disebabkan

Universitas Sumatera Utara


41

banyak kanal-kanal sungai yang sedimentasinya sudah tinggi dan ditumbuhi


tanaman sawit serta permukiman disekitar bantaran sungai.
Hasil persentase perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara yang mengalami penurunan luasan terbesar adalah
mangrove sebesar 74,62%. Faktor penyebab penurunan luasan mangrove adalah
konversi lahan. Muryani et al (2011), mengemukakan bahwa kegiatan
pembangunan utama yang memberikan sumbangan terbesar terhadap penurunan
mangrove adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersil serta peralihan
peruntukan untuk tambak dan areal pertanian. Konversi hutan mangrove menjadi
lahan permukiman dikarenakan oleh faktor penambahan jumlah penduduk apalagi
dengan banyaknya migrasi penduduk yang masuk sehingga meningkatkan
kebutuhan penduduk akan lahan. Menurut Andi et al (2016) bahwa saat ini
sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan di
beberapa daerah kondisinya sangat memprihatinkan. Penurunan tutupan lahan
mangrove terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan penggunaan lahan dari
tutupan lahan mangrove menjadi lahan perkebunan atau lahan kosong.
Perubahan tutupan lahan hutan mangrove menjadi tidak berhutan yang
terjadi di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara cukup besar, hal ini dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem dari kawasan tersebut.
Menurut Onrizal (2010), perubahan kawasan mangrove menjadi non mangrove
merupakan hasil konversi terutama permukiman, tambak, perkebunan, dan sektor
pertanian. Perubahan tutupan lahan mangrove menjadi lahan perkebunan seluas
116.249 Ha. Perubahan penggunaan ruang dan penutupan lahan di Kecamatan Sei
Suka Kabupaten Batu Bara disebabkan oleh tindakan pengelolaan/pemanfaatan
baik oleh swasta maupun masyarakat yang bersifat ekploratif merusak, tidak
lestari, sehingga memberikan dampak negatif terhadap keberadaan ekosistem
mangrove dan fungsinya sebagai sistem penyangga kehidupan masyarakat.
Peningkatan perubahan lahan mangrove menjadi lahan perkebunan,
pertanian, dan permukiman dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi masyarakat
yang semakin meningkat. Untuk memperoleh penghasilan masyarakat pesisir
banyak yang mengkonversi mangrove menjadi lahan perkebunan sawit sebagai
sumber penghasilan mereka. Hal ini terjadi karena beberapa masyarakat

Universitas Sumatera Utara


42

umumnya setiap tahun dimana lebih memilih membuka lahan perkebunan sawit,
karena saat ini perkebunan sawit lebih produktif daripada sektor budidaya
lainnya. Pada Gambar 9, dapat dilihat persentase kelas perubahan tutupan lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.

Gambar 9. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara Tahun 2010-2019

Hasil persentase kelas perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka


Kabupaten Batu Bara yang terbesar terjadi pada kelas tutupan lahan semak
menjadi lahan perkebunan dengan persentase 30%. Pertambahan jumlah
penduduk serta berkembangnya kegiatan perekonomian menyebabkan permintaan
terhadap lahan semakin tinggi untuk berbagai keperluan seperti pertanian,
perkebunan, pemukiman, industri, dan sebagainya. Kebutuhan akan lahan
produktif semakin meningkat, tetapi ketersediaannya semakin terbatas, terutama
pada saat ini, ketika kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak) mulai mendorong
terjadinya pengembangan BBN (Bahan Bakar Nabati). Sehingga, untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dilakukanlah pengkonversian lahan semak menjadi
lahan perkebunan.
Persentase kelas perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara yang terkecil terjadi pada kelas tutupan lahan sawah
menjadi semak dengan persentase 0,176%. Faktor pemicu perubahan lahan sawah
menjadi semak karena masyarakat sudah mulai memilih membuka lahan untuk
perkebunan. Hal ini sesuai dengan Muiz (2009) yang menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara


43

pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat


sedang berkembang baik untuk tujuan komersil maupun industri.
Hal ini juga dapat disebabkan oleh nilai tukar petani yang rendah
menyebabkan tidak adanya insentif bagi petani untuk terus hidup dari usaha
pertaniannya, sehingga mereka cenderung untuk mengkonversi lahan
pertaniannya (Hamri et al., 2017). Hendroyono (2016) berpendapat bahwa
merosotnya kualitas lingkungan dan sumberdaya alam diikuti oleh peningkatan
perubahan lahan, khususnya dari hutan ke perkebunan, baik secara terencana
maupun spontanitas dari masyarakat.

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Jaringan Jalan


Hasil overlay jarak terhadap jalan dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2010 dapat dilihat
pada Gambar 10.

Gambar 10. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Jaringan Jalan
Dari hasil overlay jarak terhadap jalan dan perubahan tutupan lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2010 diketahui
bahwa kecenderungan perubahan tutupan lahan terbanyak terjadi pada jarak
<1 Km dari jalan. Perubahan tutupan lahan tersebut adalah tutupan lahan hutan
dan perkebunan menjadi lahan kosong, serta tutupan lahan kosong, hutan, dan
mangrove menjadi lahan perkebunan dan permukiman, sedangkan perubahan
tutupan lahan yang sedikit terjadi pada jarak >3 Km dari jalan, yakni perubahan
tutupan lahan kosong dan hutan menjadi lahan perkebunan.

Universitas Sumatera Utara


44

Hasil persentase perubahan tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak


<1 Km dari jalan, yaitu perubahan tutupan lahan kosong menjadi lahan
perkebunan sebesar 22%, sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil terdapat
pada jarak <1 Km dari jalan, yaitu tutupan lahan hutan menjadi lahan kosong
sebesar 1,05%. Pada daerah penelitian, peluang terjadinya perubahan tutupan
lahan terbesar dipengaruhi jarak tutupan lahan dari jalan. Semakin dekat jarak
suatu tutupan lahan dari jalan, maka akan semakin banyak perubahan tutupan
lahan yang terjadi. Sedangkan semakin jauh jarak suatu tutupan lahan dari jalan
semakin sedikit perubahan yang terjadi. Infrastruktur jalan raya cenderung
menyebabkan penurunan luasan dan perubahan suatu tutupan lahan karena
pembangunan jalan merupakan kebutuhan dasar untuk kegiatan pembangunan
lainnya. Pembangunan infrastruktur jalan raya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan akses mobilitas di sutau daerah.
Arekhi (2011) menyatakan bahwa semakin dekat jarak suatu tutupan
lahan dengan jalan maka akan semakin besar peluang perubahannya.
Perkembangan yang pesat di daerah yang terletak dipinggiran jalan karena
fasilitas jalan merupakan sarana aksesibilitas yang sangat mendukung bagi
perkembangan penggunaan lahan. Perubahan tutupan lahan dengan jarak dari
jalan pada tahun 2010 sampai 2019 dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Jaringan Jalan
Kecenderungan persentase perubahan tutupan lahan yang terbanyak
terjadi pada jarak <1 Km dari jalan. Perubahan tutupan lahan yang terjadi adalah

Universitas Sumatera Utara


45

tutupan lahan hutan, mangrove dan perkebunan menjadi lahan kosong, serta
tutupan lahan kosong, hutan, dan mangrove menjadi lahan perkebunan dan
permukiman, sedangkan perubahan tutupan lahan yang sedikit terjadi pada jarak
>3 Km dari jalan, yakni perubahan tutupan lahan hutan menjadi lahan
perkebunan, tutupan lahan mangrove menjadi lahan kosong, dan tutupan lahan
perkebunan menjadi lahan kosong. Persentase perubahan tutupan lahan terbesar
terdapat pada jarak <1 Km dari jalan adalah perubahan tutupan lahan perkebunan
menjadi lahan kosong sebesar 23,59%, sedangkan perubahan tutupan lahan
terkecil terdapat pada jarak <1 Km dari jalan adalah tutupan lahan hutan menjadi
lahan permukiman sebesar 1,24%.
Perubahan dalam pemanfaatan lahan mencerminkan aktivitas yang
dinamis dari masyarakat, sehingga semakin cepat pula perubahan tutupan lahan.
Menurut Hariyatno et al (2014), pola pemanfaatan lahan di suatu wilayah dapat
menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dari daerah dan sekaligus dapat
digunakan sebagai indikator bagaimana masyarakat memperlakukan sumberdaya
alam. Persentase perubahan tutupan lahan menjadi permukiman banyak terdapat
pada jarak 1-3 Km dari jalan. Hal ini terjadi karena masyarakat menggunakan
jalan sebagai jalur transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat
juga cenderung membangun permukiman dekat dengan jalan karena aksesibilitas
lebih mudah. Pembangunan infrastruktur seperti jalan baru atau perbaikan
kualitas jalan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akses mobilitas di
suatu daerah dan membuka akses masyarakat untuk migrasi ataupun pasar yang
mendorong terjadinya proses perubahan tutupan lahan. Menurut Gunawan dan
Prasetyo (2013), perubahan tutupan lahan akibat pembangunan jalan merupakan
salah satu contoh perubahan yang sangat nyata.

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Jaringan Sungai


Hasil overlay jarak terhadap sungai dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2010 dapat dilihat
pada Gambar 12.

Universitas Sumatera Utara


46

Gambar 12. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Jaringan Sungai
Hasil overlay jarak terhadap sungai dan perubahan tutupan lahan pada
Gambar 12, diketahui bahwa kecenderungan perubahan tutupan lahan terbanyak
terjadi pada jarak <3 Km dari sungai. Sungai merupakan aliran air yang mengalir
dan memanjang, dapat digunakan sebagai jalur sarana transportasi. Perubahan
tutupan lahan pada jarak <3 Km dari sungai adalah tutupan lahan kosong, hutan,
dan mangrove menjadi lahan perkebunan dan permukiman, serta tutupan lahan
perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan yang
sedikit terjadi pada jarak >7 Km dari sungai, yakni perubahan tutupan lahan hutan
dan mangrove menjadi lahan perkebunan. Persentase perubahan tutupan lahan
terbesar pada jarak 3-7 Km dari sungai, terjadi pada perubahan tutupan lahan
kosong menjadi lahan perkebunan sebesar 25,56%, sedangkan perubahan tutupan
lahan terkecil pada jarak >7 Km dari sungai, yaitu tutupan lahan mangrove
menjadi lahan perkebunan sebesar 1,09%.
Masyarakat memiliki kecenderungan membangun permukiman dengan
jarak <3 Km dari sungai. Peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya memicu
pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan yang mengakibatkan semakin
berkurangnya tutupan lahan hutan dan mangrove menjadi tutupan lahan lainnya.
Pola perkampung di sepanjang sungai, menggunakan sungai sebagai sarana
transportasi, mempunyai kecenderungan pola yang linier dengan orientasi
mengikuti pola aliran sungai, sehingga hal ini dapat mempercepat perubahan
tutupan lahan disekitar sungai (Noor et al., 2014). Perubahan tutupan lahan

Universitas Sumatera Utara


47

dengan jarak terhadap sungai pada tahun 2010 sampai 2019 dapat dilihat pada
Gambar 13.

Gambar 13. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Jaringan Sungai
Hasil overlay peta sungai dan perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei
Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010 sampai 2019 dapat dilihat perubahan
tutupan lahan terbanyak pada jarak <3 Km dari sungai adalah tutupan lahan
kosong, hutan, dan mangrove menjadi lahan perkebunan, tutupan lahan kosong
dan mangrove menjadi permukiman, serta tutupan lahan hutan, mangrove dan
perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil
terjadi pada jarak >7 Km, yaitu perubahan tutupan lahan perkebunan menjadi
lahan kosong. Persentase perubahan tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak <3
Km dari sungai terjadi pada perubahan tutupan lahan hutan menjadi lahan
perkebunan sebesar 26,90%, sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil terdapat
pada jarak <3 Km dari sungai adalah tutupan lahan mangrove menjadi lahan
permukiman sebesar 1,28%.
Perubahan terbesar yang terjadi pada jarak <3 Km dari sungai dapat
disebabkan oleh pembangunan dermaga disekitar pinggir pantai. Permukiman
memang seharusnya tidak boleh didirikan di alur sungai. Tetapi di beberapa
sungai kecil orang membuat bangunan sebagian dari rumah menggunakan lahan
yang seharusnya merupakan alur sungai. Adanya pembangunan pelabuhan di
Kuala Tanjung untuk menjadi pelabuhan hubungan internasional yang akan
meningkatkan taraf hidup masyarakat Sumatra Utara. Vella et al (2014)

Universitas Sumatera Utara


48

menyatakan bahwa pembangunan yang terus meningkat diiringi dengan


pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan hidup menyebabkan semakin
bertambahnya tekanan fisik terhadap suatu kawasan.

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Pusat Industri


Hasil overlay jarak terhadap pusat industri dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2010 dapat dilihat
pada Gambar 14.

Gambar 14. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Pusat Industri
Menurut Firdhaus (2013), industrialisasi adalah salah satu kebijakan yang
ditempuh oleh sebagian besar pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan
perekonomian daerah masing-masing, dan hal ini pula yang dilakukan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara. Kebijakan idustrialisasi akan
mendorong peningkatan peran sektor industri, sehingga industri akan menjadi
sektor utama dalam usaha pembangunan daerah. Berdasarkan Gambar 14, dapat
dilihat pengaruh jarak dari industri pada tahun 2000 sampai 2010 adalah
perubahan tutupan lahan kosong, hutan, dan mangrove menjadi lahan perkebunan
dan permukiman serta perubahan tutupan lahan perkebunan menjadi lahan
kosong.
Perubahan tutupan lahan yang banyak terjadi pada jarak <3 Km dari
industri, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, mangrove dan hutan menjadi
lahan perkebunan dan permukiman, serta perubahan tutupan lahan perkebunan
menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan yang sedikit terjadi

Universitas Sumatera Utara


49

pada jarak >7 Km, yaitu tutupan lahan ksosong menjadi perkebunan dan tutupan
lahan perkebunan menjadi lahan kosong. Menurut Gunarsa (2010), penyebaran
keruangan kegiatan industri berlokasi diantara perumahan, disebabkan oleh sewa
tanah atau harga tanah yang murah dengan kompensasi aksesibilitas yang tinggi.
Hal ini menyebabkan industri banyak di bangun diantara permukiman.
Perubahan tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak 3-6 Km dari industri,
yaitu perubahan tutupan lahan kosong menjadi lahan perkebunan sebesar 16,86%,
sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil terdapat pada jarak 3-7 Km dari
industri, yaitu perubahan tutupan lahan mangrove menjadi lahan permukiman
serta tutupan lahan perkebunan menjadi lahan kosong sebesar 1,29%.
Pertumbuhan penduduk dan industrialisasi berkontribusi besar terhadap
penurunan luasan lahan yang membentuk perubahan tutupan lahan seiring dengan
pembangunan ekonomi. Sejalan dengan proses pembangunan, perubahan tutupan
lahan menunjukkan suatu proses transisi yang akan menggambarkan dinamika
perubahan tutupan lahan dalam jangka panjang. Pada Gambar 15, terdapat
persentase perubahan tutupan dan jarak terhadap pusat industri.

Gambar 15. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Pusat Industri
Hasil overlay jarak terhadap pusat industri dan perubahan tutupan lahan
pada Gambar 15, menunjukkan perubahan tutupan lahan terbanyak terjadi pada
jarak <3 Km dari industri, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, mangrove dan
hutan menjadi lahan perkebunan, serta perubahan tutupan lahan mangrove dan
perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan yang

Universitas Sumatera Utara


50

sedikit terjadi pada jarak >7 Km, yaitu tutupan lahan hutan menjadi lahan kosong
dan tutupan lahan perkebunan menjadi lahan kosong. Perubahan tutupan lahan
terbesar terdapat pada jarak <3 Km dari industri, yaitu tutupan lahan hutan
menjadi lahan perkebunan sebesar 22,38%, sedangkan perubahan tutupan lahan
terkecil terdapat pada jarak >7 Km dari industri, yaitu perubahan tutupan lahan
hutan menjadi lahan kosong sebesar 2,12%.
Faktor kegiatan dan faktor manusia membentuk tuntutan kebutuhan akan
ruang sehingga berimplikasi pada perubahan tutupan lahan suatu daerah. Hal ini
sesuai dengan Dina et al (2017) yang menyatakan bahwa faktor-faktor
perkembangan dan pertumbuhan indsutri dapat mengembangkan suatu arah
tertentu yang dipengaruhi oleh faktor manusia dan faktor kegiatannya.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan tutupan lahan adalah faktor kegiatan industri.
Perkembangan kegiatan industri dapat memicu perubahan tutupan lahan di
sekitarnya. Perubahan tutupan lahan tersebut dapat berupa perubahan dalam
luasannya, intensitasnya maupun perubahan pada polanya.

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2019 dan Pusat Kota


Perkembangan kota yang paling dapat dilihat secara kasat mata adalah
perkembangan sarana prasarana pendukung kegiatan masyarakat yang semakin
beranekaragam yang akan menyebabkan perubahan tutupan lahan. Secara fisik,
perkembangan suatu kota dapat dicirikan bangunan-bangunannya yang semakin
rapat dan wilayah terbangun yang cenderung semakin luas. Pada Gambar 16
dapat dilihat perubahan tutupan lahan dan jarak terhadap pusat kota.

Universitas Sumatera Utara


51

Gambar 16. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Pusat Kota
Perubahan tutupan lahan terbanyak berdasarkan Gambar 16, terdapat pada
jarak 11-15 Km dari pusat kota, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, mangrove
dan hutan menjadi lahan perkebunan dan permukiman, serta perubahan tutupan
lahan perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan
yang sedikit terjadi pada jarak >15 Km, yaitu tutupan lahan hutan menjadi
perkebunan dan tutupan lahan perkebunan menjadi lahan kosong. Perubahan
tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak 11-15 Km dari pusat kota, yakni
tutupan lahan kosong menjadi lahan perkebunan sebesar 25,27%, sedangkan
perubahan tutupan lahan terkecil terdapat pada jarak 5-10 Km dari pusat kota,
yakni tutupan lahan mangrove menjadi lahan permukiman sebesar 1,37%.
Hal ini sesuai dengan Gunarsa (2010) yang menyatakan bahwa semakin
dekat dengan pusat kota (pemasaran) maka harga (sewa) tanah semakin tinggi,
begitu pula sebaliknya semakin jauh dengan pusat kota harga (sewa) tanah
semakin rendah. Sehingga masyarakat cenderung membangun permukiman pada
jarak 6 Km atau lebih dari pusat kota. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota
juga menyebabkan perkembangan mengarah ke daerah pinggiran kota. Perubahn
lahan di wilayah pinggir kota dikarenakan adanya kebutuhan lahan untuk
permukiman serta sarana dan prasarana penunjang aktivitas penduduk.
Perkembangan sebuah kota memiliki kecenderungan memunculkan kawasan-
kawasan perkotaan baru di sekitar wilayah kota tersebut (Firman, 2009).

Universitas Sumatera Utara


52

Pengaruh jarak pusat kota dan perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada
Gambar 17.

Gambar 17. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Pusat Kota
Kecenderungan perkembangan kota secara fisik dari waktu ke waktu
selalu mengalami perubahan dan melebar (dinamis), sementara batas administrasi
kota relatif sama (statis). Perkembangan batas fisik kota yang diperlihatkan oleh
perubahan wujud tata ruang kota merupakan akibat dari kebutuhan yang
meningkat, baik karena peningkatan jumlah penduduk maupun karena
peningkatan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, pesatnya perkembangan
pembangunan di kawasan pinggiran terjadi dikarenakan kawasan tersebut telah
menjadi pusat pertumbuhan baru dan dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang
memilih untuk tinggal dikarenakan kenyamanan dan jauh dari kepadatan kota.
Perubahan tutupan lahan terbanyak berdasarkan Gambar 17, terdapat pada
jarak 5-10 Km dari pusat kota, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, hutan dan
mangrove menjadi lahan perkebunan, tutupan lahan kosong dan hutan menjadi
permukiman, serta tutupan lahan hutan menjadi lahan kosong, sedangkan
perubahan tutupan lahan yang sedikit terjadi pada jarak >15 Km, yaitu tutupan
lahan kosong dan hutan menjadi lahan perkebunan. Perubahan tutupan lahan
terbesar terdapat pada jarak 11-15 Km dari pusat kota, yaitu perubahan tutupan
lahan hutan menjadi lahan perkebunan sebesar 15,37%, sedangkan perubahan
tutupan lahan terkecil pada jarak <5 Km, yaitu tutupan lahan hutan menjadi lahan
permukiman sebesar 0,33%.

Universitas Sumatera Utara


53

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan tutupan lahan di


wilayah pinggiran, yaitu: bertambahnya penduduk di kawasan perkotaan, akan
berdampak pada bertambahnya kebutuhan lahan untuk bermukim serta sarana dan
prasarana penunjangnya. Menurut Deng et al (2015), perkembangan
pembangunan kawasan pinggiran adalah dampak dari pembangunan yang ada di
pusat kota dan memunculkan pusat pertumbuhan baru. Berkembangnya pusat
baru ini tidak terlepas dari faktor lokasi yang dekat dengan pusat kota, harga
lahan yang lebih murah dibandingkan dengan pusat kota, lingkungan yang lebih
nyaman dari pada pusat kota dan aksesibilitas yang terhubung dengan baik
dengan pusat kota.
Kecenderungan yang terjadi pada wilayah di Kecamatan Sei Suka, yaitu
lebih berkembang dengan rupa permukiman dan perkebunan. Hal ini terlihat dari
adanya pembangunan permukiman dan perkebunan yang semakin meluas.
Kecenderungan ini harus mendapatkan perhatian dari pemerintah kedepannya,
jika tidak maka perkembangan permukiman dan perkebunan akan berdampak
pada ekologi. Hasil analisis perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara menunjukkan berkurangnya luasan hutan dan
meningkatnya luasan badan air, semak, perkebunan, dan permukiman. Pentingnya
fungsi hutan harus menjadi perhatian bersama, sehingga perlu adanya kegiatan
monitoring tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara secara
berkala dan mereboisasi areal semak dan lahan kosong.

Universitas Sumatera Utara


54

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Tutupan lahan yang ada di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara adalah
badan air, hutan, lahan kosong, mangrove, perkebunan, permukiman, sawah,
dan semak.
2. Persentase tutupan lahan yang mengalami penurunan luas terbesar tahun
2000 sampai 2019 adalah mangrove yang berkurang sebesar 74,66%,
sedangkan yang mengalami peningkatan luas terbesar adalah badan air
meningkat sebesar 1641,63%.

Saran
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini, maka dapat diberikan saran
supaya pemerintah dan masyarakat memperhatikan kondisi penutupan lahan
hutan dan mangrove, karena setiap tahunnya mengalami penurunan luasan.
Sehingga perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan kegiatan reboisasi untuk
mencegah terjadinya kerusakan ekosistem hutan dan mangrove yang lebih parah.

Universitas Sumatera Utara


55

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, S. 2014. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Identifikasi Tingkat Perubahan


Tutupan Lahan Dengan Menggunakan Metode Fuzzy C-Means. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Amaliana, Yuda, dan Abdi. 2016. Analisis Perbandingan Nilai NDVI Landsat 7
Dan Landsat 8 Pada Kelas Tutupan Lahan (Studi Kasus Kota Semarang,
Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Andi, Harris, dan Budi. 2016. Pengaruh Penutupan Mangrove Terhadap


Perubahan Garis Pantai dan Intrusi Air Laut di Hilir DAS Ciasem dan
DAS Cipunegara, Kabupaten Subang. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 23 (3): 319-326.

Ardiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1


dan ENVI Lidar (Teori dan Praktek). PT. Labsig Inderaja Islim. Jakarta.

Arekhi. 2011. Modeling. Spatial Pattern of Deforestration Using GIS and


Logistic Regression: Case Study of Northern Ilm Forest. Ilam Province,
Iran. African Journal of Biotechonology. 10 (4): 72-80.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Batu Bara 2018. Kecamatan Sei Suka
Angka 2018. CV. Rilis Grafika.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Batu Bara 2019. Kecamatan Sei Suka
Angka 2018. CV. Rilis Grafika.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 764:2010 Tentang Klasifikasi
Penutup Lahan. BSN. Jakarta.

Baja, S. dan Phill, M. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam


Pengembangan Wilayah – Pendekatan Spasial & Aplikasinya. ANDI.
Yogyakarta, hlm 213-240.

Bhayunagiri, I. B. 2010. Studi Perubahan Tutupan Dan Perubahan Penggunaan


Lahan Berdasarkan Survei Indraja Dan SIG. Tesis. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. ANDI. Yogyakarta,
hlm 385-393.

Deta, A. 2018. Analisis Pola Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan


Menggunakan Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi
Geografis Di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Tahun 2007 dan
Tahun 2017. Tesis. Jurusan Geografi. Fakultas Geografi. Surakarta.

Universitas Sumatera Utara


56

Deng, X., Huang, J., Rozelle, S., Zhang, J., & Li, Z. 2015. Impact of urbanization
on cultivated land changes in China. Land Use Policy. International
Journal of Advances in Intelligent Informatics. 4 (2): 91-103.

Dina. A, Soedwiwahjono, dan Rizon. 2017. Pengaruh Perkembangan Kegiatan


Perdagangan Dan Jasa Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Di
Kawasan Solo Baru. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota.
Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Jurnal Sistem Informasi
Surakarta. Arsitektura. 15 (1): 1-9.

Ekadinata, A., Zulkarnain MT., Widayati A., Dewi S., Rahman S., dan Van
Noordwijk M. 2012. Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan di
Indonesia tahun 1990, 2000 dan 2005. World Agroforestry Centre-
ICRAF. Bogor. Indonesia. 18 (2): 75-84.

Firdhaus. 2013. Dampak Perkembangan Industri Terhadap Konversi Lahan Di


Kabupaten Pasuruan. Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan. Skripsi.
Fakultas Ekonomi. Universitas Jember. Surabaya.

Firman, T. 2009. The continuity and change in mega-urbanization in Indonesia:


A survey of Jakarta– Bandung Region (JBR) development. Habitat
International 33 (4): 327-339.

Foody GM, Campbell NA, Trodd NM, Wood TF. 1992. Derivation and
applications of probabilistic measures of class membership from the
maximum-likelihood classification. Photogrammetric Engineering and
Remote Sensing. 58: 1335-1341.

Gunawan dan Prasetyo. 2013. Fragmentasi Hutan: Teori yang mendasari


penataan ruang hutan menuju pembangunan berkelanjutan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.

Gunarsa. 2010. Kajian Dampak Perkembangan Industri Terhadap Kondisi Lahan


Di Kawasan Bawen Kabupaten Semarang. Teknik Pembangunan
Wilayah Dan Kota. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. 18 (2):
75-84.

Hamrin, Marsuki, da Yusna. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi


Lahan Perkebunan Cengkeh Di Desa Tolong Kecamatan Lede
Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku Utara. Jurnal Ilmiah
Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. UHO. 2(1): 24-28.

Hariyatno D, Deden, Iis, dan Doni. 2014. Dinamika Tutupan Lahan: Pengaruh
Faktor Sosial Ekonomi. PT. Kanisius. Yogyakarta, hlm 126-139.

Haryani, P. 2011. Perubahan Tutupan/Penggunaan lahan dan Perubahan Garis


Pantai di Das Cipunagara dan Sekitarnya. Jurnal Ilmiah Teknologi
Informasi. Jawa Barat. Bandung. 69: 219-234.

Universitas Sumatera Utara


57

Hendrawan dan Bangun. 2016. Studi Akurasi Citra Landsat 8 Dan Citra MODIS
Untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus Provinsi Riau). Tesis.
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.

Hendroyono, B. 2016. Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah


Provinsi Sumatra Utara Tahun 2016. Pemerintah Provinsi Sumatra
Utara. Grafindo. Medan.

Irawan, S. 2018. Perubahan Kerapatan Vegetasi Menggunakan Citra Landsat 8 di


Kota Batam Bebasis Web. Jurnal Kelautan. 10 (2): 54-63.

Jaya, N. 2010. Analisis Citra Digital : Persepktif Penginderaan Jarak Jauh Untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Skripsi. Fakultas Kehuanan. Institut
Pertanian Bogor Press. Bogor.
Kanninen, Murdiyarso, Seymour, Angelsen, Wunder, German. 2009. Apakah
hutan dapat tumbuh di atas uang? Implikasi penelitian deforestasi bagi
kebijakan yang mendukung REDD. Perpesktif Kehutanan No 4. Skripsi.
CIFOR. Bogor.

Kristianingsih, Arwan, dan Abdi. 2016. Analisis Pengaruh Koreksi Atmosfer


Terhadap Estimasi Kandungan Klorofil-A menggunakan Citra Landsat
8. Skripsi. Program Studi Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro. Semarang.

LAPAN. 2015. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Pedoman Pengolahan


Data Penginderaan Jauh Landsat 8 Untuk Mangrove. Bidang Pengolahan
Data. Pusat Teknologi Penginderaan Jauh. Jurnal Sistem Informasi.
LAPAN. Jakarta. 18 (2): 75-84.

Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W. 1999. Penginderaan Jauh dan Interpretasi


Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Maksum, Yudo, dan Haniah. 2016. Perbandingan Klasifikasi Perubahan Tutupan


Lahan Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Objek Dan Klasifikasi
Berbasis Piksel Pada Citra Resolusi Tinggi Dan Menengah. Tesis.
Program Studi Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro. Tembalang Semarang.

Maullana, D. A. dan Darmawan, A. 2014. Perubahan penutupan lahan di taman


nasional way kambas. Jurnal Sylva Lestari. 2(1) : 87– 94.

Muiz, A. 2009. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi.


Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muryani, C., Ahmad, Nugraha, S., dan Utami, T., 2011. Model Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian Hutan Mangrove di
Pantai Pasuruan Jawa Timur. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18 (2):
75-84.

Universitas Sumatera Utara


58

Nadira. 2018. Analisis Tutupan Lahan Menggunakan Citra Sentinel 2 Di


Kawasan Pesisir Kabupaten Langkat. Skripsi. Fakultas Kehutanan.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

NASA. 2018, Landsat-8 / LDCM (Landsat Data Continuity Mission):


http://directory.eoportal.org/get_announce.php?an_id=10001248.
Diakses pada tanggal 12 Mei 2019.
Nata, S. 2010. Karakteristik Dan Permasalahan Tanah Marginal Dari Batuan
Sedimen Masam Di Kalimantan. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Kalimantan.
Noor, Rijanta, Bakti, dan Aris. 2014. Kajian Transportasi Sungai Untuk
Menghidupkan Kawasan Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya.
Jurnal Sitem Informasi Bisnis. Biro Penerbit Planologi UNDIP.
Semarang. 16 (1): 1-17.
Nurhayati. 2018. Pengaruh Pengalihfungsian Lahan Hutan Mangrove Menjadi
Tambak Udang Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pada Mayarakat
Desa Pasar Rawa Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat. Tesis.
Departemen Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Onrizal. 2010. Perubahan Penutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera
Utara Periode 1997-2006. Jurnal Biologi Indonesia. 6(2): 163-172.
Pasha R. 2009. Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Perambah Hutan dengan Pola
Penggunaan Lahan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Studi
Kasus di Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi
Lampung). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwita. 2009. Analisis Keragaman Ekonomi Rumah Tangga: Studi Kasus
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Pengalengan Bandung
Selatan.Bandung: Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi dan Ekonomi
Kehutanan. 6 (1): 53-68.
Purwoko, A. 2009. Analisis Perubahan Fungsi Lahan Di Kawasan Pesisir Dengan
Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis. Tesis.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rizki dan Heryoso. 2017. Peramalan Pasang Surut Di Sekitar Perairan Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) Banyuwoto, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Fakultas Perikan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18 (2): 75-84.
Romlah D. R, Yuwono S, Hilmanto R, dan Banuwa I. 2018. Pengaruh Perubahan
Tutupan Hutan Terhadap Debit Way Seputih Hulu. Jurusan
Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Jurnal Hutan
Tropis. 6 (2): 197-204.

Universitas Sumatera Utara


59

Sampurno dan Thoriq. 2016. Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra


Landsat 8 Operasional Land Imager (OLI) di Kabupaten Sumedang.
Bandung. Jurnal Teknotan 10 (2): 19-30.
Sitanggang, G. 2013. Kajian Pemanfaatan Satelit Masa Depan: Sistem
Penginderaan Jauh Satelit LDCM (Landsat-8). Peneliti Bidang
Bangfatja, Lapan. Media Press. Jakarta. Jurnal Sistem Informasi. 2 (2):
47-58.
Suharta, N. dan Prasetyo. 2010. Susunan mineral dan sifat fisiko-kimia tanah
bervegetasi hutan dari batuan sedimen masam di Provinsi Riau. Jurnal
Tanah dan Iklim 28: 1−14.
Suwargana. 2013. Resolusi Spasial, Temporal, Dan Spektral Pada Citra Satelit
Landsat, Spot, Dan Ikonos. Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Informasi. 1 (2) : 167-174.
Vella, Endes, dan Lilik. 2014. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Dan Faktor
Sosial Ekonomi Penyebab Deforestasi Di Cagar Alam Kamojang. Tesis.
Program Studi Manajemen Ekowisata Dan Jasa Lingkungan. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahyuni, Hardy, dan Benny. 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Dan
Penutupan Lahan Tahun 2003 Dan 2013 di Kabupaten Dairi. Skripsi.
Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Wahyuni. 2015. Identifikasi Karakteristik Dan Pemetaan Tutupan Lahan
Menggunakan Citra Landsat 8 (OLI) Di Kabupaten Ogan Komering Ilir
Provinsi Sumatra Selatan. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Yusri, A. 2011. Perubahan Penutupan Lahan Dan Analisis Faktor Penyebab
Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Skripsi.
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, hlm 91-103.
Yusri, Basuni, Prasetyo. 2012. Analisis Faktor Penyebab Perambahan Kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi. Jawa Barat.
Majalengka. Jurnal Konservasi. 17 (1): 1-5.
Zulfahmi, Nur, dan Jufriadi. 2016. Dampak Sedimentasi Sungai Tallo Terhadap
Kerawanan Banjir Di Kota Makassar. Teknik Perencanaan Wilayah dan
Kota. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Alauddin. Makassar, hlm 180-191.

Universitas Sumatera Utara


60

LAMPIRAN

Lampiran 1. Titik Ground Check Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
No Latitude Longitude Keterangan
1. 3.273639 99.28057 Badan Air
2. 3.312359 99.31537 Badan Air
3. 3.314561 99.34269 Badan Air
4. 3.334009 99.45403 Badan Air
5. 3.339881 99.47455 Badan Air
6. 3.326059 99.46325 Badan Air
7. 3.257238 99.23609 Badan Air
8. 3.342897 99.47849 Hutan
9. 3.317234 99.29092 Lahan Kosong
10. 3.317911 99.34250 Lahan Kosong
11. 3.360604 99.44484 Lahan Kosong
12. 3.365204 99.44507 Lahan Kosong
13. 3.344517 99.46724 Lahan Kosong
14. 3.338656 99.48239 Lahan Kosong
15. 3.326505 99.45994 Lahan Kosong
16. 3.342673 99.42433 Lahan Kosong
17. 3.242778 99.23053 Lahan Kosong
18. 3.295487 99.32146 Lahan Kosong
19. 3.349447 99.28968 Lahan Kosong
20. 3.331794 99.36222 Lahan Kosong
21. 3.365349 99.44612 Mangrove
22. 3.346372 99.46932 Mangrove
23. 3.280085 99.28775 Perkebunan
24. 3.258473 99.25589 Perkebunan
25. 3.291047 99.28907 Perkebunan
26. 3.304468 99.28585 Perkebunan
27. 3.303148 99.27544 Perkebunan
28. 3.338345 99.45611 Perkebunan
29. 3.329844 99.45948 Perkebunan
30. 3.338581 99.47519 Perkebunan
31. 3.337971 99.47903 Perkebunan
32. 3.322079 99.46922 Perkebunan
33. 3.321277 99.46928 Perkebunan
34. 3.338455 99.40268 Perkebunan
35. 3.320724 99.38441 Perkebunan
36. 3.311296 99.38137 Perkebunan
37. 3.289806 99.25447 Perkebunan
38. 3.278046 99.25505 Perkebunan
39. 3.276300 99.24707 Perkebunan
40. 3.270301 99.24652 Perkebunan
41. 3.266714 99.24692 Perkebunan
42. 3.278455 99.25918 Perkebunan
43. 3.278982 99.26394 Perkebunan
44. 3.277778 99.26392 Perkebunan
45. 3.262317 99.23537 Perkebunan
46. 3.251999 99.23597 Perkebunan
47. 3.247173 99.23596 Perkebunan
48. 3.237160 99.22840 Perkebunan
49. 3.230502 99.22497 Perkebunan
50. 3.319207 99.29582 Perkebunan
51. 3.326696 99.29559 Perkebunan

Universitas Sumatera Utara


61

52. 3.344294 99.30492 Perkebunan


53. 3.350315 99.29831 Perkebunan
54. 3.350712 99.27974 Perkebunan
55. 3.367127 99.31261 Perkebunan
56. 3.374884 99.31498 Perkebunan
57. 3.348179 99.30862 Perkebunan
58. 3.347891 99.31293 Perkebunan
59. 3.314649 99.35191 Perkebunan
60. 3.321538 99.35669 Perkebunan
61. 3.360277 99.34173 Perkebunan
62. 3.354198 99.33816 Perkebunan
63. 3.347254 99.33646 Perkebunan
64. 3.338827 99.33151 Perkebunan
65. 3.328948 99.32890 Perkebunan
66. 3.305866 99.32335 Perkebunan
67. 3.318402 99.31651 Perkebunan
68. 3.323506 99.31757 Perkebunan
69. 3.316084 99.32173 Perkebunan
70. 3.306183 99.33475 Perkebunan
71. 3.285389 99.28872 Permukiman
72. 3.275712 99.28114 Permukiman
73. 3.300213 99.29017 Permukiman
74. 3.311821 99.28673 Permukiman
75. 3.316532 99.30658 Permukiman
76. 3.302491 99.32922 Permukiman
77. 3.302119 99.33848 Permukiman
78. 3.318989 99.34714 Permukiman
79. 3.368415 99.42719 Permukiman
80. 3.351892 99.43872 Permukiman
81. 3.342163 99.4477 Permukiman
82. 3.348132 99.47298 Permukiman
83. 3.353812 99.43486 Permukiman
84. 3.350858 99.43169 Permukiman
85. 3.347147 99.42763 Permukiman
86. 3.339268 99.41757 Permukiman
87. 3.322012 99.39244 Permukiman
88. 3.316639 99.27105 Permukiman
89. 3.309114 99.26697 Permukiman
90. 3.303915 99.26269 Permukiman
91. 3.297600 99.25764 Permukiman
92. 3.281491 99.25201 Permukiman
93. 3.280696 99.24540 Permukiman
94. 3.221734 99.22180 Permukiman
95. 3.218559 99.21732 Permukiman
96. 3.217198 99.21399 Permukiman
97. 3.297767 99.32686 Permukiman
98. 3.329299 99.29992 Permukiman
99. 3.356993 99.28145 Permukiman
100. 3.356651 99.28739 Permukiman
101. 3.351998 99.30265 Permukiman
102. 3.351557 99.30648 Permukiman
103. 3.360287 99.30708 Permukiman
104. 3.357014 99.30892 Permukiman
105. 3.352524 99.30815 Permukiman
106. 3.329180 99.30661 Permukiman
107. 3.307961 99.34606 Permukiman
108. 3.326945 99.36246 Permukiman
109. 3.336436 99.35879 Permukiman

Universitas Sumatera Utara


62

110. 3.349897 99.34370 Permukiman


111. 3.353253 99.34176 Permukiman
112. 3.321527 99.32878 Permukiman
113. 3.312400 99.32847 Permukiman
114. 3.309149 99.32139 Permukiman
115. 3.301860 99.33468 Permukiman
116. 3.298267 99.33458 Permukiman
117. 3.333028 99.40490 Sawah
118. 3.338212 99.40350 Sawah
119. 3.330901 99.40085 Sawah
120. 3.325326 99.39670 Sawah
121. 3.322537 99.37943 Sawah
122. 3.338592 99.35934 Sawah
123. 3.345999 99.35492 Sawah
124. 3.347021 99.34781 Sawah
125. 3.364699 99.44232 Semak
126. 3.358244 99.43806 Semak
127. 3.341966 99.46522 Semak
128. 3.327284 99.46409 Semak
129. 3.330970 99.46973 Semak
130. 3.346571 99.48178 Semak

Lampiran 2. Hasil Overlay Jarak Terhadap Jalan Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010
Jarak dari Jenis Perubahan Tutupan Luas Perubahan Luas Perubahan
No
Jalan (Km) Lahan (Ha) (%)
1. <1 Hutan-Lahan Kosong 14.445 1.055
2. Hutan-Perkebunan 192.198 14.034
3. Hutan-Permukiman 24.595 1.796
4. Lahan Kosong-Perkebunan 301.342 22.003
5. Lahan Kosong-Permukiman 66.605 4.863
6. Mangrove-Perkebunan 85.583 6.249
7. Mangrove-Permukiman 45.207 3.301
8. Perkebunan-Lahan Kosong 168.537 12.306
9. 1-3 Hutan-Perkebunan 75.241 5.494
10. Hutan-Permukiman 28.394 2.073
11. Lahan Kosong-Perkebunan 170.539 12.452
12. Lahan Kosong-Permukiman 62.380 4.555
13. Mangrove-Permukiman 33.004 2.410
14. Perkebunan-Lahan Kosong 64.309 4.696
15. >3 Hutan-Perkebunan 17.679 1.291
16. Lahan Kosong-Perkebunan 19.464 1.421
Total Luas Perubahan 1369.521 100

Lampiran 3. Hasil Overlay Jarak Terhadap Jalan Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019
Luas Luas
Jarak Dari Jalan
No Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan Perubahan
(Km)
(Ha) (%)
1. <1 Hutan-Perkebunan 139.009 9.402
2. Hutan-Lahan Kosong 55.624 3.762
3. Hutan-Permukiman 18.308 1.238
4. Lahan Kosong-Perkebunan 177.695 12.019
5. Lahan Kosong-Permukiman 37.078 2.508
6. Mangrove-Perkebunan 78.040 5.278
7. Mangrove-Permukiman 20.911 1.414

Universitas Sumatera Utara


63

8. Perkebunan-Lahan Kosong 348.801 23.592


9. 1-3 Hutan-Perkebunan 85.693 5.796
10. Hutan-Lahan Kosong 25.558 1.729
11. Lahan Kosong-Perkebunan 82.882 5.606
12. Mangrove-Lahan Kosong 36.383 2.461
13. Mangrove-Perkebunan 22.423 1.517
14. Perkebunan-Lahan Kosong 167.068 11.300
15. >3 Hutan-Perkebunan 52.947 3.581
16. Mangrove-Lahan Kosong 21.160 1.431
17. Perkebunan-Lahan Kosong 36.226 2.450
18. Hutan-Perkebunan 72.673 4.915
Total Luas Perubahan 1478.477 100

Lampiran 4. Hasil Overlay Jarak Terhadap Sungai Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010
Luas Luas
Jarak Dari
No Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan Perubahan
Sungai (Km)
(Ha) (%)
1. <3 Hutan-Permukiman 36.368 2.917
2. Hutan-Perkebunan 111.577 8.949
3. Lahan Kosong-Permukiman 19.438 1.559
4. Lahan Kosong-Perkebunan 58.072 4.658
5. Mangrove-Permukiman 32.631 2.617
6. Mangrove-Perkebunan 21.984 1.763
7. Perkebunan-Lahan Kosong 162.645 13.045
8. Hutan-Perkebunan 55.014 4.412
9. Lahan Kosong-Permukiman 51.728 4.149
10. Lahan Kosong-Perkebunan 35.694 2.863
11. Mangrove-Permukiman 13.609 1.091
12. Perkebunan-Lahan Kosong 41.922 3.362
13. Hutan-Perkebunan 27.939 2.241
14. Lahan Kosong-Perkebunan 75.268 6.037
15. 3-7 Hutan-Perkebunan 14.142 1.134
16. Lahan Kosong-Perkebunan 70.905 5.687
17. Hutan-Perkebunan 32.944 2.642
18. Lahan Kosong-Perkebunan 160.109 12.841
19. Mangrove-Perkebunan 15.611 1.252
20. Hutan-Perkebunan 35.035 2.810
21. Lahan Kosong-Permukiman 18.557 1.488
22. Lahan Kosong-Perkebunan 100.150 8.032
23. Mangrove-Perkebunan 20.131 1.615
24. >7 Hutan-Perkebunan 21.803 1.749
25. Mangrove-Perkebunan 13.548 1.087
Total Luas Perubahan 1246.824 100

Lampiran 5. Hasil Overlay Jarak Terhadap Sungai Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019
Luas
Jarak Dari Luas Perubahan
No Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan
Sungai (Km) (Ha)
(%)
1. <3 Hutan-Perkebunan 250.435 18.81
2. Lahan Kosong-Perkebunan 189.587 14.24
3. Lahan Kosong-Permukiman 18.045 1.36
4. Mangrove-Lahan Kosong 32.437 2.44
5. Mangrove-Perkebunan 36.707 2.76
6. Mangrove-Permukiman 17.025 1.28

Universitas Sumatera Utara


64

7. Perkebunan-Lahan Kosong 109.981 8.26


8. Hutan-Perkebunan 53.349 4.01
9. Lahan Kosong-Perkebunan 28.763 2.16
10. Mangrove-Lahan Kosong 22.921 1.72
11. Mangrove-Perkebunan 23.656 1.78
12. Perkebunan-Lahan Kosong 82.640 6.21
13. Hutan-Perkebunan 31.096 2.34
14. Lahan Kosong-Perkebunan 15.051 1.13
15. Mangrove-Perkebunan 19.288 1.45
16. Perkebunan-Lahan Kosong 165.416 12.43
17. 3-7 Perkebunan-Lahan Kosong 113.875 8.56
18. Perkebunan-Lahan Kosong 62.903 4.73
19. Hutan-Lahan Kosong 32.279 2.43
20. >7 Perkebunan-Lahan Kosong 25.593 1.92
Total Luas Perubahan 1331.046 100

Lampiran 6. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Industri Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2000-2010
Jarak Dari Luas
Luas Perubahan
No Industri Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan
(Ha)
(Km) (%)
1. <3 Mangrove-Permukiman 23.022 1.79
2. Lahan Kosong-Permukiman 67.421 5.25
3. Lahan Kosong-Perkebunan 17.546 1.37
4. Hutan-Perkebunan 41.371 3.22
5. Mangrove-Permukiman 21.813 1.70
6. Mangrove-Perkebunan 21.638 1.68
7. Lahan Kosong-Permukiman 52.909 4.12
8. Lahan Kosong-Perkebunan 28.700 2.23
9. Hutan-Perkebunan 73.459 5.72
10. Perkebunan-Lahan Kosong 43.194 3.36
11. Mangrove-Permukiman 19.840 1.54
12. Mangrove-Perkebunan 24.082 1.87
13. Lahan Kosong-Perkebunan 36.732 2.86
14. Hutan-Permukiman 25.803 2.01
15. Hutan-Perkebunan 71.597 5.57
16. Perkebunan-Lahan Kosong 16.947 1.32
17. 4-6 Mangrove-Permukiman 16.584 1.29
18. Lahan Kosong-Perkebunan 56.213 4.37
19. Hutan-Perkebunan 38.246 2.98
20. Perkebunan-Lahan Kosong 16.524 1.29
21. Mangrove-Perkebunan 19.027 1.48
22. Lahan Kosong-Perkebunan 62.815 4.89
23. Hutan-Perkebunan 45.115 3.51
24. Lahan Kosong-Perkebunan 97.691 7.60
25. Hutan-Perkebunan 22.586 1.76
26. >7 Lahan Kosong-Perkebunan 136.937 10.66
27. Lahan Kosong-Perkebunan 66.348 5.16
28. Perkebunan-Lahan Kosong 93.705 7.29
29. Perkebunan-Lahan Kosong 27.219 2.12
Total Luas Perubahan 1285.085 100

Universitas Sumatera Utara


65

Lampiran 7. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Industri Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2010-2019
Jarak Dari Luas
Luas Perubahan
No Industri Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan
(Ha)
(Km) (%)
1. <3 Hutan-Perkebunan 35.235 4.683
2. Mangrove-Perkebunan 23.693 3.149
3. Lahan Kosong-Perkebunan 23.895 3.176
4. Hutan-Perkebunan 67.088 8.916
5. Mangrove-Perkebunan 57.025 7.579
6. Mangrove-Lahan Kosong 25.942 3.448
7. Lahan Kosong-Perkebunan 45.452 6.041
8. Perkebunan-Lahan Kosong 44.610 5.929
9. Hutan-Perkebunan 66.080 8.782
10. Mangrove-Perkebunan 17.428 2.316
11. Mangrove-Lahan Kosong 21.073 2.801
12. Lahan Kosong-Perkebunan 33.371 4.435
13. 3-7 Hutan-Perkebunan 70.514 9.372
14. Hutan-Lahan Kosong 17.312 2.301
15. Mangrove-Lahan Kosong 22.631 3.008
16. Lahan Kosong-Perkebunan 29.810 3.962
17. Hutan-Perkebunan 52.686 7.002
18. Hutan-Lahan Kosong 22.651 3.010
19. Hutan-Perkebunan 39.199 5.210
20. >7 Hutan-Lahan Kosong 15.922 2.116
21. Perkebunan-Lahan Kosong 20.810 2.766
Total Luas Perubahan 752.427 100

Lampiran 8. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Kota Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2000-2010
Jarak Dari
Jenis Perubahan Tutupan Luas Perubahan Luas Perubahan
No Pusat Kota
Lahan (Ha) (%)
(Km)
1. <5 Lahan Kosong-Permukiman 45.451 3.315
2. Lahan Kosong-Perkebunan 31.879 2.325
3. Hutan-Perkebunan 37.438 2.731
4. Perkebunan-Lahan Kosong 40.244 2.936
5. 5-10 Mangrove-Permukiman 18.823 1.373
6. Mangrove-Perkebunan 55.928 4.080
7. Lahan Kosong-Perkebunan 113.370 8.270
8. Hutan-Perkebunan 172.902 12.612
9. Perkebunan-Lahan Kosong 39.241 2.862
10. 11-15 Mangrove-Permukiman 61.866 4.513
11. Mangrove-Perkebunan 36.560 2.667
12. Lahan Kosong-Permukiman 80.063 5.840
13. Lahan Kosong-Perkebunan 346.365 25.265
14. Hutan-Permukiman 43.340 3.161
15. Hutan-Perkebunan 68.377 4.988
16. Perkebunan-Lahan Kosong 24.958 1.821
17. >15 Hutan-Perkebunan 19.585 1.429
18. Perkebunan-Lahan Kosong 106.417 7.763
19. Perkebunan-Lahan Kosong 28.096 2.049
Total Luas Perubahan 1370.901 100

Universitas Sumatera Utara


66

Lampiran 9. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Kota Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2010-2019
Jarak Dari
Luas Perubahan Luas Perubahan
No Pusat Kota Jenis Perubahan Tutupan Lahan
(Ha) (%)
(Km)
1. <5 Hutan-Perkebunan 5.216 0.532
2. Hutan-Permukiman 3.218 0.328
3. Lahan Kosong-Perkebunan 6.138 0.626
4. Lahan Kosong-Permukiman 8.903 0.909
5. 5-10 Hutan-Perkebunan 94.250 9.619
6. Hutan-Lahan Kosong 54.572 5.569
7. Hutan-Permukiman 11.339 1.157
8. Mangrove-Perkebunan 27.106 2.766
9. Lahan Kosong-Perkebunan 44.341 4.525
10. Lahan Kosong-Permukiman 19.048 1.944
11. 11-15 Hutan-Perkebunan 150.598 15.370
12. Hutan-Lahan Kosong 21.726 2.217
13. Mangrove-Perkebunan 83.825 8.555
14. Mangrove-Lahan Kosong 75.588 7.714
15. Mangrove-Permukiman 36.457 3.721
16. Lahan Kosong-Perkebunan 105.335 10.750
17. >15 Hutan-Perkebunan 112.234 11.454
18. Lahan Kosong-Perkebunan 93.822 9.575
19. Lahan Kosong-Perkebunan 26.130 2.667
Total Luas Perubahan 979.846 100

Universitas Sumatera Utara


67

Lampiran 10. Matrik Kontingensi Tahun 2000


Bayangan Badan Lahan Row
Data Awan Perkebunan Semak Mangrove Sawah Permukiman Hutan
Awan Air Kosong Total
Awan 27635 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27635
Perkebunan 0 19369 0 0 0 0 0 0 609 0 19978
Semak 0 1632 149 0 0 0 0 0 0 0 1781
Mangrove 0 7 0 75 0 0 0 0 3 0 85
Bayangan Awan 0 0 0 0 1200 0 0 0 0 0 1200
Badan Air 0 0 0 0 1 261517 0 0 0 0 261518
Sawah 0 2 0 0 4 3987 437 0 0 0 4430
Permukiman 0 0 0 0 0 243 0 1034 0 0 1277
Hutan 0 410 0 0 0 0 0 0 7987 0 8397
Lahan Kosong 0 0 0 0 0 0 0 8 0 427 435
Column Total 27635 21420 149 75 1205 265747 437 1042 8599 427 326736
Akurasi Kappa = 93,730%
Lampiran 11. Matrik Kontingensi Tahun 2010
Lahan Bayangan Badan Row
Data Awan Semak Perkebunan Permukiman Mangrove Hutan Sawah
Kosong Awan Air Total
Lahan Kosong 482 0 0 0 1 0 0 0 0 0 483
Bayangan Awan 0 561 0 0 0 0 0 1 129 0 691
Awan 0 0 10540 0 0 0 0 0 4 0 10544
Semak 0 0 17 145 214 0 0 0 0 0 376
Perkebunan 0 0 2 0 26566 0 0 55 1 0 26624
Permukiman 0 0 0 0 0 1060 0 0 38 0 1098
Mangrove 0 0 0 0 0 0 620 114 24 0 758
Hutan 0 6 0 0 471 0 0 3842 24 0 4343
Badan Air 0 0 0 0 0 0 0 0 86221 2 86223
Sawah 0 0 0 0 0 0 0 10 1211 557 1778
Column Total 482 567 10559 145 27252 1060 620 4022 87652 559 132918
Akurasi Kappa = 96,661%

Universitas Sumatera Utara


68

Lampiran 8. Matrik Kontingensi 2019


Lahan Badan Bayangan Row
Data Perkebunan Permukiman Sawah Mangrove Hutan Semak Awan
Kosong Air Awan Total
Perkebunan 1339 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1339
Lahan Kosong 0 429 0 0 0 0 0 0 0 0 429
Permukiman 1 0 94 0 0 0 0 0 0 2 97
Sawah 0 0 0 236 0 0 0 0 0 6 242
Badan Air 0 0 0 2 94 0 0 0 0 0 96
Mangrove 1 0 0 0 0 195 0 0 0 0 196
Hutan 0 0 0 0 0 3 33 0 0 0 36
Semak 5 0 0 0 0 0 0 28 0 0 33
Awan 1 0 0 0 0 0 0 0 582 0 583
Bayangan Awan 0 0 0 1 0 0 0 0 0 377 378
Column Total 1347 429 94 239 94 198 33 28 582 385 3429
Akurasi kappa = 99,177%

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai