SKRIPSI
SKRIPSI
OLEH:
SKRIPSI
Oleh:
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Mengetahui,
ii
Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara dengan letak Ibu Kota di Lima Puluh. Semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat
berdampak pada semakin meningkatnya perubahan penggunaan lahan.
Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat disertai dengan peningkatan
pendapatan perkapita masyarakat telah mengakibatkan kebutuhan lahan semakin
meningkat, tetapi persediaan lahan terbatas, maka terjadilah perubahan penutupan
lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan di
daerah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2019.
Klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra landsat 5 dan citra landsat 8 OLI.
Klasifikasi citra menggunakan klasifikasi terbimbing. Berdasarkan 130 titik
koordinat di lapangan, diperoleh 8 jenis tutupan lahan di lapangan yang terdiri
dari badan air, hutan, lahan kosong, mangrove, perkebunan, permukiman, sawah,
dan semak. Persentase tutupan lahan yang mengalami penurunan luas terbesar
tahun 2000 sampai 2019 adalah mangrove yang berkurang sebesar 74,662%,
sedangkan persentase tutupan lahan yang mengalami peningkatan luas terbesar
adalah badan air meningkat sebesar 1641,630%.
Kata Kunci: citra landsat, kecamatan sei suka, perubahan tutupan lahan, tutupan
lahan.
iii
SAURMA ROMATUA SINAGA. Land cover analysis in Sei Suka sub District,
Batu Bara District year 2000 - 2019. Supervised by SAMSURI.
Batu Bara district is a regency located in North Sumatra Province with a capital
in Lima Puluh. Increasing the number of population and increasingly intensive
population activities in a place have an impact on increasing land use change.
The rapid increasing of population coupled with an increased in community per
capita income has resulted in increased land needs, but land supply is limited, so
it will changes land cover. This study aimed to determine land cover changes of
Sei Suka sub district in Batu Bara District from 2000 to 2019. Classification of
land cover used Landsat 5 and Landsat 8 OLI images. Image classification used
supervised classification. Based on 130 coordinate points in the field, obtained 8
types of land cover in the field consisting of water bodies, forests, empity land,
mangroves, estate, settlements, rice fields, and shrubs. The percentage of land
cover that experienced the largest area decline in 2000 to 2019 was mangrove
forests which decreased by 74.662%, while the percentage of land cover that
experienced the largest area increase was water bodies increasing by
1641.630%.
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian
yang berjudul “ Analisis Tutupan Lahan Di Wilayah Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2019” ini dengan baik untuk memenuhi
persyaratan menyelesaikan studi pada Program S1 Kehutanan Universitas
Sumatera Utara.
Penulis banyak menerima bimbingan, motivasi, saran, dan juga doa dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa dari kedua orangtua
yang sangat penulis sayangi yaitu ayahanda Kapt. Inf. Janes Ridwan Sinaga dan
ibunda Dra. Roida Sitohang yang tidak pernah berhenti memberikan kasih
sayang, doa, dukungan, dan nasihat yang tulus dalam penyelesaian skripsi ini,
serta adik saya Saut Martua Sinaga yang selalu membantu dan mendoakan saya
selama proses penelitian hingga saat ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Samsuri, S.Hut., M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
2. Dr. Nurdin Sulistiyono, S.Hut., M.Si; Dr. Budi Utomo, S.P., M.P; dan Dr.
Evalina Herawati, S.Hut., M.Si. selaku dosen penguji ujian komprehensif.
3. Teman-teman yang selalu memberi dukungan semangat, yaitu: Ivan Doli,
S.Hut; Nurlianti, S.Hut, dan Rimbawan Kecil (Ega Widya, Elwinni Elena,
Ema Franisa, Ivana Siboro, Muaw Wanah, Nur Hidayat, dan Reza
Irfansyah)
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai
pihak dan menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
vi
Halaman
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 4
Penutupan Lahan Dan Penggunaan Lahan ....................................... 5
Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tutupan Lahan ................. 6
Keterkaitan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dan Ekologi
Terhadap Perubahan Lahan .............................................................. 7
Penginderaan Jauh ............................................................................ 8
Landsat-5 TM (Thematic Mapper) Dan Landsat-7 ETM+
(Enchanced Thematic Mapper Plus) ............................................... 14
Landsat 8 OLI ................................................................................... 16
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ............................................................................. 19
Alat dan Bahan .................................................................................. 19
Prosedur Penelitian ........................................................................... 20
vii
LAMPIRAN ............................................................................................... 60
viii
No Halaman
1. Spesifikasi band Landsat Thematic Mapper/TM ............................. 14
2. Spesifikasi band Landsat Enhanced Thematic Mapper/ETM+......... 15
3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 .............................................. 15
+
4. Enhanced Thematic Mapper/ETM Spesifikasi kanal-kanal
spektral sensor pencitra LDCM (Landsat-8) .................................... 17
5. Karakteristik citra landsat 8 OLI ...................................................... 17
6. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian .................................... 19
7. Contoh perhitungan akurasi .............................................................. 23
8. Karakteristik Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara ........................................................................ 26
9. Jenis, luas, dan presentase tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara ........................................................................ 29
10. Perubahan tutupan lahan Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara ........................................................................ 30
ix
No Halaman
1. Skema analisis perubahan penutupan lahan ..................................... 25
2. Contoh kenampakan objek permukaan bumi ................................... 28
3. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara Tahun 2000 ...................................................................... 33
4. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara Tahun 2010 ...................................................................... 34
5. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara Tahun 2019 ...................................................................... 35
6. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010 .......................................... 36
7. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010 .......................................... 38
8. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019 .......................................... 40
9. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019 .......................................... 42
10. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Jaringan Jalan............................................................................. 43
11. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Jaringan Jalan............................................................................. 44
12. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Jaringan Sungai.......................................................................... 46
13. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Jaringan Sungai.......................................................................... 47
14. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Pusat Industri ............................................................................. 48
15. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Pusat Industri ............................................................................. 49
16. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010
dan Pusat Kota .................................................................................. 51
17. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019
dan Pusat Kota .................................................................................. 52
No Halaman
1. Titik ground check Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara ...... 60
2. Hasil overlay peta jalan dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 62
3. Hasil overlay peta jalan dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 63
4. Hasil overlay peta sungai dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 63
5. Hasil overlay peta sungai dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 64
6. Hasil overlay peta industri dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 64
7. Hasil overlay peta industri dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 65
8. Hasil overlay peta pusat kota dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000-2010 ......... 65
9. Hasil overlay peta pusat kota dan perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010-2019 ......... 66
10. Matrik kontingensi tahun 2000 ......................................................... 67
11. Matrik kontingensi tahun 2010 ......................................................... 67
12. Matrik kontingensi tahun 2019 ......................................................... 68
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tutupan lahan adalah kenampakan material fisik permukaan bumi.
Tutupan lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan sosial.
Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting untuk keperluan
pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di permukaan
bumi (Sampurno dan Thoriq, 2016). Data tutupan lahan juga digunakan dalam
mempelajari perubahan iklim dan memahami keterkaitan antara aktivitas manusia
dan perubahan global. Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan
kemudahan dalam melakukan analisis perencanaan dan pengembangan suatu
wilayah.
Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah berkaitan dengan pertumbuhan
penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan
semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada semakin
meningkatnya perubahan penggunaan lahan. Peningkatan jumlah penduduk yang
sangat cepat disertai dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat telah
mengakibatkan kebutuhan lahan semakin meningkat, tetapi persediaan lahan
terbatas, maka terjadilah perubahan penutupan lahan.
Berdasarkan pengertian di atas, lahan dapat dipandang sebagai suatu
sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen ini dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu (1) komponen struktural disebut karakteristik
lahan; dan (2) komponen fungsional disebut kualitas lahan. Kualitas lahan
merupakan sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan
dan kesesuaian lahan bagi pemanfaatan tertentu. Lahan sebagai suatu sistem
mempunyai komponen-komponen yang terorganisir secara spesifik dan
perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan
ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Batu Bara khususnya Kecamatan
Sei Suka pada tahun 2010 sampai tahun 2019 mengalami laju peningkatan
sebesar 1,02% pertahun (BPS Kabupaten Batu Bara, 2019). Semakin pesatnya
mempelajari sesuatu yang terjadi di alam ini. Pemodelan yang bersifat dinamis
dapat memprediksi keadaan yang akan datang.
Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan
informasi mengenai suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung
dengan obyek tersebut. Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan
jauh sangat berperan penting dalam menyediakan informasi spasial
(Ardiansyah, 2015). Teknik ini biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra
yang selanjutnya diproses dan diinterpretasikan guna menghasilkan data yang
bermanfaat. Teknologi ini telah menjadi sarana atau alat bantu standar yang
digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan pembuatan
kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Perubahan penggunaan lahan
atau tutupan lahan akan terjadi seiring dengan usaha dan tindakan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya yang tentunya berbeda dan bertambah besar dari waktu
ke waktu. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka perlu dilakukan
analisis perubahan tutupan lahan yang terjadi di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara supaya dapat diketahui perubahan tutupan lahan yang terjadi
khususnya pada tahun 2000 sampai tahun 2019.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.
2. Mengetahui perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk:
1. Memberikan informasi tutupan lahan daerah Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara.
2. Mengetahui dampak perubahan tutupan lahan daerah Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara, sehingga dapat mengendalikan perubahan penggunaan
lahan.
TINJAUAN PUSTAKA
al., 2016). Tutupan lahan dan penggunaan lahan memiliki beberapa perbedaan
mendasar. Penggunaan lahan mengacu pada tujuan dari fungsi lahan, misalnya
tempat rekreasi, habitat satwa liar atau pertanian sedangkan tutupan lahan
mengacu pada kenampakan fisik permukaan bumi seperti badan air, bebatuan,
lahan terbangun, dan lain-lain. Pengertian penutup lahan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) nomor 7645:2010 yaitu tutupan biofisik pada permukaan bumi
yang dapat diamati merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan
manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan
kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut.
Aktivitas itu juga yang akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan dapat dilihat penampakannya berdasarkan
waktu, yakni keadaan kenampakan penggunaan lahan dan posisinya berubah pada
kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik
dan non-sistematik. Menurut Romlah et al (2018), perubahan sistematik terjadi
dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan
lahan pada lokasi yang sama. Perubahan penggunaan lahan ini dapat ditunjukkan
dengan peta multi waktu. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan
luasan yang mungkin bertambah, berkurang, atau tetap.
Penginderaan Jauh
Penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
teknologi penting dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi mengenai
suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung dengan obyek
tersebut untuk analisis temporal dan kuantifikasi fenomena spasial, jika tidak
memungkinkan untuk mencoba teknik pemetaan konvensional. Deteksi
perubahan dimungkinkan oleh teknologi ini dalam waktu yang lebih singkat,
dengan biaya rendah dan dengan akurasi yang lebih baik. Untuk mengetahui
besarnya perubahan tersebut dapat digunakan teknologi penginderaan jauh yang
berbasis citra satelit menggunakan citra landsat. Landsat (Land Satellites)
merupakan tertua dalam program observasi bumi yang dipelopori oleh NASA
Amerika Serikat. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat
digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu Sistem
Informasi Geografis (SIG) (Suwargana, 2013).
Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan jauh sangat
berperan penting dalam menyediakan informasi spasial (Ardiansyah, 2015).
Teknik ini biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya
diproses dan diinterpretasikan guna menghasilkan data yang bermanfaat.
Interpretasi citra satelit merupakan salah satu teknik dalam penginderaan jauh
yang bertujuan untuk mengkaji dan mengidentifikasi suatu objek. Unsur-unsur
dalam interpretasi yaitu.
a. Bentuk: merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk objek
demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya
berdasarkan kriteria ini.
b. Ukuran obyek: dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto udara.
c. Pola: Hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau pola
hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun
bangunan dan akan memberikan suatu pola yang memudahkan penafsir
untuk mengidentifikasi pola tersebut.
d. Bayangan: Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran
profil suatu obyek dan obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan
sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto.
e. Rona: adalah warna atau kecerahan relatif suatu obyek pada foto.
f. Tekstur: Frekuensi perubahan rona pada citra fotografi.
g. Situs: Lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain.
(Liliesand dan Kiefer, 1999).
Citra penginderaan jauh menurut dapat memberikan gambaran keruangan
dan ukuran yang merupakan data yang bermanfaat dalam mempelajari fenomena
atau kenampakan muka bumi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
rencana dan pemanfaatan praktis. Penginderaan jauh dapat memberikan informasi
mengenai karakteristik tutupan vegetasi suatu hutan dapat di teliti. Maullana dan
Darmawan (2014) mengungkapkan bahwa penginderaan jauh adalah suatu
metode untuk mengidentifikasi objek di permukaan bumi tanpa kontak langsung
dengan objek. Tujuan utama penginderaan jauh adalah mengumpulkan data
sumber daya alam lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan ke pengamat
melalui energi elektromegnetik. Energi ini merupakan pembawa informasi dan
sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu, penginderaan jauh pada
dasarnya merupakan informasi sintesis panjang gelombang yang perlu diberikan
kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Proses
pengkodean ini setara dengan interpretasi citra penginderaan jauh dengan
pengetahuan sifat-sifat radiasi elektromagnetik.
Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan
sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup, yaitu sebagai medium untuk
pengiriman informasi dari target kepada sensor. Energi elektromagnetik
merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu:
panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitude/amplitude, dan kecepatan.
Energi elektromagnetik dipancarkan, atau dilepaskan, oleh semua masa di alam
semesta pada level yang berbedabeda. Semakin tinggi level energi dalam suatu
sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan,
dan semakin tinggi frekuensinya.
Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk
mengelompokkan energi elektromagnetik. Interaksi gelombang elektromagnetik
yang bekerja pada daerah spektrum optik (tanpak, infra merah dekat dan infra
Landsat 8 OLI
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang
dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini
terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Sensor
pencitra OLI mempunyai kanal-kanal spektral yang menyerupai sensor ETM+
(Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Sensor OLI ini mempunyai
kanal-kanal yang baru, yaitu: kanal untuk deteksi aerosol garis pantai
(kanal-1: 443 nm) dan kanal untuk deteksi cirrus (kanal 9: 1375 nm), akan tetapi
tidak mempunyai kanal inframerah termal. Sensor pencitra OLI (Operational
Land Imager) pada LDCM (Landsat-8) yang mempunyai 1 kanal inframerah
dekat dan 7 kanal tampak reflektif, akan meliput panjang-gelombang panjang
gelombang elektromagnetik yang direfleksikan oleh objek pada permukaan Bumi,
dengan resolusi spasial 30 meter.
Sensor pencitra OLI mempunyai kemampuan resolusi spasial dan resolusi
spektral yang menyerupai sensor ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari
Landsat-7. Akan tetapi sensor pencitra OLI tidak mempunyai kanal termal.
Namun demikian, sensor pencitra OLI ini mempunyai kanal-kanal yang baru,
yaitu: kanal-1: 443 nm untuk deteksi aerosol garis pantai dan kanal 9: 1375 nm
untuk deteksi cirrus. Ketersediaan kanal-kanal spektral reflektif dari sensor
pencitra OLI pada LDCM (Landsat-8) yang menyerupai kanal-kanal spektral
reflektif ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7, memastikan
kontinuitas data untuk deteksi dan pemantauan perubahan objek-objek pada
permukaan Bumi global. Dengan menggabungkan kanal-kanal spektral ini
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap persiapan alat dan bahan,
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data.
1. Pengumpulan data
a. Pengunduhan citra
Pengunduhan citra dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunduh data
sekunder yaitu citra landsat 5 tahun 2000 dan tahun 2010 dan citra landsat 8 OLI
tahun 2019 dari situs eartexplorer.usgs.gov yang diperlukan sesuai dengan tujuan
analisis. Citra satelit landsat diperoleh dengan mengunduh melalui website United
state Geological Survey (USGS). Data primer merupakan data yang diperoleh
dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian (ground checking).
2. Pengolahan Data
a. Interpretasi Citra
Interpretasi citra dilakukan secara digital pada citra landsat tahun 2000,
2010 dan 2019. Metode ini berguna untuk mengetahui perubahan penggunaan
tutupan lahan pada lokasi penelitian. Interpretasi citra dapat dilakukan dengan
cara digital maupun manual. Hasil dari interpretasi citra secara manual dan digital
tidak semuanya sesuai dilapangan. Oleh karena itu dilakukan pengecekan
lapangan guna untuk mendapatkan informasi data yang akurat. Teknik
interpretasi pada penelitian ini yaitu menggunakan interpretasi citra secara digital.
Langkah-langkahnya yaitu import citra, cropping citra, penajaman citra dan
klasifikasi citra.
Koreksi Radiometrik
Koreksi atmosfer merupakan salah satu algoritma koreksi radiometrik
yang relatif baru. Koreksi ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
parameter atmosfer dalam proses koreksi. termasuk faktor musim, dan kondisi
iklim di lokasi perekaman citra. Kelebihannya pada kemampuannya untuk
memperbaiki gangguan atmosfer seperti kabut tipis, dan asap. Pengaruh atmosfer
(noise) menurut Kristianingsih et al (2016), secara umum dibagi menjadi dua
yaitu pengaruh yang disebabkan oleh: 1. Molekul disebut sebagai rayleigh
scattering. 2. Partikel disebut sebagai mie scattering atau aerosol scattering.
Koreksi radiometrik dilakukan guna untuk menghilangkan gangguan pada citra
akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara
memberikan penajaman pada kontras. Proses penajaman tersebut menggunakan
model linier yang terdapat pada ERDAS.
Komposit Citra
Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band dikombinasikan sesuai
dengan karakteristik spectral masing masing band dan sesuaikan dengan tujuan
penelitian. Penelitian mengenai pamantauan kondisi perubahan tutupan lahan
3. Klasifikasi Citra
a. Analisis spasial
Analisis spasial merupakan sekumpulan metode untuk menemukan dan
menggambarkan tingkatan/pola dari sebuah fenomena spasial. Dengan melakukan
analisis spasial diharapkan adanya informasi baru yang dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan di bidang yang akan dikaji. Cara dalam melakukan
analisis spasial adalah:
a. Melakukan tumpang susun (overlay) kelas penutupan lahan pada waktu
pengamatan awal (T0) dengan kelas penutupan lahan pada waktu
berikutnya (T1).
b. Melakukan analisis objek yang tidak berubah (pada T 0 dan T1) dan yang
berubah (objek pada T0 dan T1 tidak sama).
c. Melakukan penghitungan luasan pada setiap objek yang mengalami
perubahan.
b. Analisis Separabilitas
Analisis separabilitas merupakan evaluasi keterpisahan training area dari
setiap kelas apakah suatu kelas layak digabung atau tidak. Pada penelitian ini
metode yang digunakan ialah transformed divergence. Nilai minimum berarti
tidak dapat dipisahkan, sedangkan nilai maksimum menunjukkan keterpisahan
yang sangat baik.
Kriteria tingkat keterpisahan antar kelas menurut Foody et al (1992)
adalah sebagai berikut :
a. Tidak terpisah (unseparable) : < 1600
b. Kurang (poor) : 1600 - < 1800
Keterangan :
N = banyaknya piksel dalam contoh
Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i
X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i
Prosedur Penelitian
Koreksi Citra
Interpretasi Citra
Kenampakan jenis tutupan lahan pada citra ditampilkan dengan warna
yang berbeda-beda. Misalnya badan air diwakili dengan warna biru. Warna biru
juga digunakan untuk menampilkan sawah baru tanam. Sawah baru tanam
biasanya memiliki banyak air. Vegetasi diwakili dengan warna hijau terang
sampai gelap. Derajat kecerahan warna hijau ini biasanya mewakili kerapatan
vegetasinya. Hutan dengan kerapatan tinggi akan tampak dengan hijau gelap bila
dibandingkan dengan hutan berkerapatan rendah atau hutan campuran. Lahan
terbangun dan lahan terbuka ditunjukkan dengan warna merah. Gambar 2
merupakan contoh kenampakan reflektan objek permukaan bumi dengan
kombinasi band 6 5 4 pada citra landsat 8 OLI.
Gambar 2. Contoh kenampakan objek permukaan bumi a) badan air, b) hutan, c) lahan kosong,
d) mangrove, e) perkebunan, f) permukiman, g) sawah, dan h) semak
99,177% untuk tahun 2019. Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat
kesalahan yang terjadi pada klasifikasi area contoh. Menurut Sampurno dan
Thoriq (2016), akurasi kappa menggunakan semua elemen dalam matriks. Nilai
akurasi harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS dengan ketelitian
interpretasi lebih dari 85%, sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil
interpretasi citra landsat pada penelitian ini dapat dipercaya dan dapat digunakan
untuk analisis selanjutnya.
Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000,
2010, dan 2019
Klasifikasi kelas tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara menggunakan citra satelit landsat 5 untuk tahun 2000 dan 2010, dan citra
satelit landsat 8 untuk tahun 2019. Data jenis tutupan lahan, luas, dan presentase
perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun
2000, 2010 dan 2019 dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Jenis, luas, dan presentase tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara
Jenis Tutupan Luas Tahun 2000 Luas Tahun 2010 Luas Tahun 2019
No
Lahan Ha % Ha % Ha %
1 Badan Air 16,47 0,10 26,78 0,16 466,39 2,77
2 Hutan 771,38 4,58 615,95 3,66 326,94 1,94
3 Lahan Kosong 690,15 4,10 543,34 3,23 1229,33 7,30
4 Mangrove 374,30 2,22 595,26 3,54 150,83 0,90
5 Perkebunan 8144,03 48,38 9342,39 55,49 7331,49 43,55
6 Permukiman 888,98 5,28 1229,64 7,30 1511,02 8,98
7 Sawah 1614,08 9,59 517,23 3,07 483,92 2,87
8 Semak 4163,70 24,73 3249,80 19,30 1819,22 10,81
Tidak
9 172,05 1,02 714,740 4,246 3515,99 20,89
Terindentifikasi
Total 16835,14 100 16835,14 100 16835,14 100
Tabael 10. Perubahan tutupan lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Perubahan 2000-2010 Perubahan 2010-2019
No Jenis Tutupan Lahan
Ha % Ha %
1 Badan Air 10,31 62,59 439,61 1641,63
2 Hutan -155,43 -20,15 -289,00 -46,92
3 Lahan Kosong -146,81 -21,27 685,98 126,25
4 Mangrove 220,96 59,03 -444,43 -74,66
5 Perkebunan 1198,36 14,71 -2010,90 -21,52
6 Permukiman 340,66 38,32 281,38 22,88
7 Sawah -1096,84 -67,95 -33,31 -6,44
8 Semak -913,90 -21,95 -1430,58 -44,02
Catatan: (-) Terjadi pengurangan luas tutupan lahan
(+) Terjadi penambahan luas tutupan lahan
Luas total Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara adalah 16835,14 Ha.
Berdasarkan tutupan lahan tahun 2000 sampai 2019 terdapat 8 jenis tutupan lahan
dan 1 jenis tutupan lahan yang tidak terindentifikasi dengan luasan yang berbeda
pada setiap tahunnya. Tutupan lahan pada tahun 2000 yang memiliki luasan
terbesar adalah perkebunan sebesar 8144,03 Ha (48,38%), sedangkan tutupan
lahan dengan luasan terkecil adalah badan air sebesar 16,470 Ha (0,10%).
Tutupan lahan pada 2010 yang memiliki luasan terbesar adalah perkebunan
sebesar 9342,39 Ha (55,49%), sedangkan tutupan lahan dengan luasan terkecil
adalah badan air sebesar 26,78 Ha (0,16%). Tutupan lahan pada tahun 2019 yang
memiliki luasan terbesar adalah perkebunan sebesar 7331,49 Ha (43,55%),
sedangkan tutupan lahan dengan luasan terkecil adalah mangrove sebesar 150,83
Ha (0,90%). Berdasarkan Tabel 10, yang mengalami penurunan luas tutupan
lahan terbesar dari tahun 2000 sampai 2019 adalah mangrove sebesar 74,66%,
berturut-turut diikuti dengan sawah sebesar 67,95%, hutan sebesar 46,92%,
semak sebesar 44,02%, sedangkan yang mengalami penambahan luas tutupan
lahan terbesar adalah badan air sebesar 1641,63%, berturut-turut diikuti dengan
lahan kosong sebesar 126,25%, dan permukiman sebesar 38,32%.
Pada Tabel 9, luas area yang tidak terindentifikasi terkelaskan pada tahun
2000 sebesar 172,05 Ha (1,02%), pada tahun 2010 sebesar 714,74 Ha (4,25%),
dan pada tahun 2019 sebesar 3515,99 Ha (20,89%). Hal ini disebabkan oleh
keberadaan awan yang mempengaruhi kualitas data citra landsat yang dihasilkan.
Keberadaaan awan tersebut juga akan mempengaruhi hasil klasifikasi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ekadinata et al (2012), bahwa salah satu kelemahan
citra landsat yaitu terletak pada sensor yang bersifat pasif. Kualitas data yang
dihasilkan oleh sensor-sensor landsat sangat tergantung pada kondisi atmosfer
pada saat perekaman. Adanya awan, kabut, asap atau gangguan atmosfer lainnya
akan mengakibatkan menurunnya kualitas data yang dihasilkan.
Jenis tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara salah
satunya adalah hutan. Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan bentang
alam Indonesia yang menyediakan beragam jasa dan barang yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya dan perlindungan
ekologis. Hutan pada tahun 2000 memiliki luasan 771,38 Ha (4,58%). Pada tahun
2010 luasan hutan menjadi 615,95 Ha (3,66%), sedangkan pada tahun 2019
luasan hutan menjadi 326,94 Ha (1,94%). Luasan hutan setiap tahunnya menurun.
Seiring berjalannya waktu, kondisi kawasan hutan jika dilihat dari penutupan
vegetasi telah mengalami perubahan yang cepat dan dinamis sesuai dengan
perkembangan pembangunan. Hal ini sesuai dengan Vella et al (2014) yang
menyatakan pembangunan yang terus meningkat diiringi dengan pertambahan
penduduk dan peningkatan kebutuhan hidup menyebabkan semakin
bertambahnya tekanan fisik terhadap kawasan hutan. Pada tahun 2000 tutupan
lahan mangrove memiliki luasan 374,30 Ha (2,22%) dan pada tahun 2010
menjadi 595,26 Ha (3,54%), sedangkan pada tahun 2019 luasan mangrove
menjadi 150,83 Ha (0,90%). Tutupan lahan tahun 2000 terdapat lahan kosong
sebesar 690,15 Ha (4,10%) dan pada tahun 2010 menjadi 543,34 Ha (3,23%),
sedangkan pada tahun 2019 luasan lahan kosong menjadi 1229,33 Ha (7,30%).
Perubahan tersebut disebabkan oleh peningkatan tutupan lahan lain yang
menyebabkan tutupan lahan semak, hutan, dan mangrove mengalami penurunan
yang sangat luas. Tutupan lahan semak, hutan, dan mangrove berubah menjadi
lahan kosong sebesar 1229,33 Ha (7,30%).
Perubahan tutupan lahan hutan menjadi pemukiman maupun tambak
diakibatkan oleh masyarakat membuka hutan dan mangrove menjadi permukiman
dan tambak. Hal ini juga terkait dengan kondisi demografi di sekitar kawasan
tersebut, dimana terjadi penambahan jumlah penduduk yang konsekuensinya
membutuhkan ruang yang lebih luas untuk permukiman dan penghidupan.
Pertambahan penduduk yang meningkat memunculkan berbagai permasalahan
dalam pembangunan, di antaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang
untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup. Tutupan lahan pada citra tahun
2000 menunjukkan jenis tutupan lahan permukiman sebesar 888,98 Ha (5,28%)
dari luas kawasan, pada tahun 2010 luasnya menjadi 1229,64 Ha (7,30%), dan
pada tahun 2019 luasnya menjadi 1511,02 Ha (8,97%). Luasan permukiman
setiap tahunnya meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Jenis tutupan lahan lain pada tahun 2000 sampai 2019 yang mengalami
peningkatan adalah jenis tutupan lahan badan air. Hal ini terlihat bahwa badan air
pada tahun 2000 melingkupi area seluas 16,47 Ha (0,10%). Pada tahun 2010
luasan badan air menjadi 26,78 Ha (0,16%) dan pada tahun 2019 menjadi 466,39
Ha (2,77%). Pemicu pertambahan luasan badan air ini adalah laju pertumbuhan
penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat daerah pesisir,
masyarakat membukan lahan untuk tambak dengan mengkonversi lahan
mangrove sebesar 150,83 Ha (0,90%).
Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara termasuk ke dalam laju pertumbuhan penduduk eksponensial. Dimana
pertumbuhan penduduk berlangsung terus-menerus akibat adanya kelahiran dan
kematian di setiap waktu (Deta, 2018). Sebagaimana Badan Pusat Statistik (2019)
memuat data laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara tahun 2000 sampai 2010 adalah 1,06% pertahun, sedangkan laju
pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 2010 sampai 2019 adalah 1,02%
pertahun.
Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara masih dikategorikan sedang, yaitu 1,02% pertahun. Pertumbuhan penduduk
dikategorikan rendah jika kurang dari 1%, sedangkan pertumbuhan penduduk
antara 1-2% dinyatakan sedang, dan dikatakan tinggi apabila lebih dari 2%
(BPS, 2018). Hal ini didasarkan bahwa di kecamatan tersebut berkembang pusat
kegiatan industri. Kondisi ini memicu terjadinya pembukaan lahan hutan, baik
untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan maupun permukiman. Hasil analisis
citra, peta tutupan lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000,
2010, dan 2019 dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.
Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000
Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2010
Gambar 5. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2019
Gambar 6. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Tahun 2000-2010
sebesar 67,95%. Hal ini karena lahan tidak dapat bertambah, maka yang terjadi
adalah perubahan penggunaan lahan yang cenderung menurunkan proporsi lahan-
lahan yang sebelumnya merupakan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
non pertanian seperti industri. Industrialisasi juga akan mendorong terjadinya
urbanisasi yang berkaitan erat dengan kesempatan kerja dan peningkatan
masyarakat. Dari sisi sosial, industrialisasi memberi pengaruh pada perubahan
struktur sosial masyarakat, dari masyarakat desa menjadi masyarakat kota.
Meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2018) bahwa pada tahun
2000 jumlah penduduk di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara sebanyak
51.896 jiwa. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 52.768 jiwa.
Bertambahnya jumlah penduduk akan mendorong pembangunan dan kegiatan
sosial ekonomi. Pertambahan penduduk suatu daerah akan membutuhkan lebih
banyak ruang untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Permukiman mengalami
peningkatan luasan sebesar 38,32%. Perkebunan mengalami peningkatan luasan
sebesar 14,71%, sedangkan yang mengalami pengurangan luasan adalah lahan
kosong sebesar 21,27% dan hutan sebesar 20,15%. Hal ini menunjukkan adanya
pengaruh perubahan luasan permukiman, lahan kosong, dan hutan dengan
bertambahnya jumlah penduduk.
Perubahan struktur penggunaan lahan tidak semata-mata menyebabkan
berkurangnya luasan penggunaan lahan tertentu dan meningkatkan penggunaan
lainnya, namun juga berkaitan dengan perubahan ekonomi dan sosial pada
masyarakat. Semakin terhimpitnya keadaan ekonomi, telah memicu terjadinya
perubahan penggunaan lahan hutan untuk lahan perkebunan atau penggunaan
lahan lainnya. Kondisi hutan dan kinerja pengelolaan hutan yang semakin
memprihatinkan, semakin lama akan semakin berpengaruh terhadap
pembangunan.
Luasan hutan yang berkurang dari tahun ke tahun akan mengakibatkan
terganggunya fungsi sumberdaya hutan (SDH). Hal ini juga dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi-fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan. Pada Gambar 7
dapat dilihat persentase kelas perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara pada tahun 2000-2010.
Gambar 7. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara Tahun 2000-2010
Perkembangan sosial, ekonomi, budaya, teknologi, dan keadaan alam
menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Berdasarkan Gambar 7,
dapat diketahui bahwa persentase kelas perubahan tutupan lahan di Kecamatan
Sei Suka Kabupaten Batu Bara yang terbesar terjadi pada kelas tutupan lahan
semak menjadi lahan perkebunan dengan persentase 46,74%. Semak merupakan
tumbuhan perdu yang kecil dan lebat. Semak termasuk ke dalam lahan marjinal
(Nata, 2010). Tanah marginal umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah.
Hal ini sesuai dengan Suharta dan Prasetyo (2010) yang menyatakan tanah
marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk
tanaman kebun, hutan, ataupun pangan.
Tetapi secara alami kesuburanan tanah marginal ini tergolong rendah yang
ditunjukkan oleh tingkat keasaman yang tinggi, ketersediaan hara yang rendah,
kejenuhan, dan basa-basa dapat dipertukarkan rendah. Perbaikan tanah marginal
dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat tanah baik fisika, biologi ataupun
kimia. Sehingga untuk dapat meningkatkan kebutuhan ekonomi masyarakat,
dilakukan pengkonversian lahan semak menjadi lahan perkebunan. Hal ini terlihat
jelas ketika pengecekan lapangan bahwa di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara merupakan kawasan perkebunan kelapa sawit.
Dapat diketahui bahwa persentase kelas perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara yang terkecil terjadi pada kelas
tutupan lahan mangrove menjadi lahan kosong dengan persentase 0,15%. Proses
berkurangnya lahan mangrove bisa disebabkan oleh kegiatan eksploitasi
mangrove yang tidak terkendali, terjadi pembelokan aliran sungai maupun proses
sedimentasi dan erosi yang tidak terkendali, dan konversi lahan mangrove
menjadi tambak, industri, permukiman, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan
Purwoko (2009) yang menyatakan perubahan hutan dan mangrove menjadi lahan
kosong diakibatkan oleh adanya penebangan liar sampai ekosistem tersebut tidak
bisa melakukan regenerasi secara alami, sehingga areal bekas penebangan
tersebut tidak ditumbuhi vegetasi lagi. Areal kosong yang bertambah luas ini juga
disebabkan karena adanya areal pertambakan yang tidak diusahakan lagi.
Hasil presentase kelas perubahan tutupan lahan pada tahun 2000-2010
menunjukkan terjadinya perubahan hutan menjadi lahan perkebunan dengan
persentase sebesar 5,23%. Faktor pemicu utama hutan berubah menjadi lahan
perkebunan adalah industri perkebunan kelapa sawit. Salah satu faktor
masyarakat membuka kawasan hutan karena semakin sedikitnya lahan, serta
terbatasnya akses kegiatan ekonomi yang bisa dijadikan pekerjaan. Jumlah
penduduk setiap tahun terus meningkat, sedangkan lahan bersifat statis. Lapangan
pekerjaan yang terbatas, membuat masyarakat mengkonversi hutan menjadi lahan
perkebunan.
Gambar 8. Persentase Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
Tahun 2010-2019
Persentase perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batu Bara jenis tutupan lahan yang mengalami peningkatan luasan terbesar
adalah badan air sebesar 1641,63%. Pemicu pertambahan luasan badan air ini
adalah pertambahan penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk juga
mempengaruhi perubahan tutupan lahan badan air. Berdasarkan Badan Pusat
Statistik (2018) bahwa pada tahun 2000 jumlah penduduk di Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara sebanyak 51.896 jiwa. Pada tahun 2010 mengalami
peningkatan menjadi 52.768 jiwa. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan
perubahan penutupan lahan mangrove menjadi badan air. Hal ini disebabkan oleh
adanya kegiatan budiaya perikanan di kawasan pesisir yang dilakukan persis di
tepi sungai/alur. Sedangkan perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman
maupun tambak diakibatkan oleh masyarakat yang tinggal disekitar mangrove
membuka lahan mangrove menjadi permukiman maupun tambak.
Sebagain besar masyarakat di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
memiliki mata pecaharian sebagai nelayan karena diwilayah pesisir, sehingga
masyarakat mengkonversi lahan mangrove menjadi lahan tambak.
Dalam perikanan, tambak adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang
diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan. Hal ini juga terkait
dengan kondisi demografi di sekitar kawasan tersebut, dimana terjadi
penambahan jumlah penduduk yang konsekuensinya membutuhkan ruang yang
lebih luas untuk permukiman dan penghidupan. Pemerintah Kabupaten Batu Bara
pada tahun 2019 memuat data adanya banjir dibeberapa daerah, disebabkan
umumnya setiap tahun dimana lebih memilih membuka lahan perkebunan sawit,
karena saat ini perkebunan sawit lebih produktif daripada sektor budidaya
lainnya. Pada Gambar 9, dapat dilihat persentase kelas perubahan tutupan lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.
Gambar 9. Persentase Kelas Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu
Bara Tahun 2010-2019
Gambar 10. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Jaringan Jalan
Dari hasil overlay jarak terhadap jalan dan perubahan tutupan lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2000 sampai 2010 diketahui
bahwa kecenderungan perubahan tutupan lahan terbanyak terjadi pada jarak
<1 Km dari jalan. Perubahan tutupan lahan tersebut adalah tutupan lahan hutan
dan perkebunan menjadi lahan kosong, serta tutupan lahan kosong, hutan, dan
mangrove menjadi lahan perkebunan dan permukiman, sedangkan perubahan
tutupan lahan yang sedikit terjadi pada jarak >3 Km dari jalan, yakni perubahan
tutupan lahan kosong dan hutan menjadi lahan perkebunan.
Gambar 11. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Jaringan Jalan
Kecenderungan persentase perubahan tutupan lahan yang terbanyak
terjadi pada jarak <1 Km dari jalan. Perubahan tutupan lahan yang terjadi adalah
tutupan lahan hutan, mangrove dan perkebunan menjadi lahan kosong, serta
tutupan lahan kosong, hutan, dan mangrove menjadi lahan perkebunan dan
permukiman, sedangkan perubahan tutupan lahan yang sedikit terjadi pada jarak
>3 Km dari jalan, yakni perubahan tutupan lahan hutan menjadi lahan
perkebunan, tutupan lahan mangrove menjadi lahan kosong, dan tutupan lahan
perkebunan menjadi lahan kosong. Persentase perubahan tutupan lahan terbesar
terdapat pada jarak <1 Km dari jalan adalah perubahan tutupan lahan perkebunan
menjadi lahan kosong sebesar 23,59%, sedangkan perubahan tutupan lahan
terkecil terdapat pada jarak <1 Km dari jalan adalah tutupan lahan hutan menjadi
lahan permukiman sebesar 1,24%.
Perubahan dalam pemanfaatan lahan mencerminkan aktivitas yang
dinamis dari masyarakat, sehingga semakin cepat pula perubahan tutupan lahan.
Menurut Hariyatno et al (2014), pola pemanfaatan lahan di suatu wilayah dapat
menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dari daerah dan sekaligus dapat
digunakan sebagai indikator bagaimana masyarakat memperlakukan sumberdaya
alam. Persentase perubahan tutupan lahan menjadi permukiman banyak terdapat
pada jarak 1-3 Km dari jalan. Hal ini terjadi karena masyarakat menggunakan
jalan sebagai jalur transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat
juga cenderung membangun permukiman dekat dengan jalan karena aksesibilitas
lebih mudah. Pembangunan infrastruktur seperti jalan baru atau perbaikan
kualitas jalan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akses mobilitas di
suatu daerah dan membuka akses masyarakat untuk migrasi ataupun pasar yang
mendorong terjadinya proses perubahan tutupan lahan. Menurut Gunawan dan
Prasetyo (2013), perubahan tutupan lahan akibat pembangunan jalan merupakan
salah satu contoh perubahan yang sangat nyata.
Gambar 12. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Jaringan Sungai
Hasil overlay jarak terhadap sungai dan perubahan tutupan lahan pada
Gambar 12, diketahui bahwa kecenderungan perubahan tutupan lahan terbanyak
terjadi pada jarak <3 Km dari sungai. Sungai merupakan aliran air yang mengalir
dan memanjang, dapat digunakan sebagai jalur sarana transportasi. Perubahan
tutupan lahan pada jarak <3 Km dari sungai adalah tutupan lahan kosong, hutan,
dan mangrove menjadi lahan perkebunan dan permukiman, serta tutupan lahan
perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan yang
sedikit terjadi pada jarak >7 Km dari sungai, yakni perubahan tutupan lahan hutan
dan mangrove menjadi lahan perkebunan. Persentase perubahan tutupan lahan
terbesar pada jarak 3-7 Km dari sungai, terjadi pada perubahan tutupan lahan
kosong menjadi lahan perkebunan sebesar 25,56%, sedangkan perubahan tutupan
lahan terkecil pada jarak >7 Km dari sungai, yaitu tutupan lahan mangrove
menjadi lahan perkebunan sebesar 1,09%.
Masyarakat memiliki kecenderungan membangun permukiman dengan
jarak <3 Km dari sungai. Peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya memicu
pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan yang mengakibatkan semakin
berkurangnya tutupan lahan hutan dan mangrove menjadi tutupan lahan lainnya.
Pola perkampung di sepanjang sungai, menggunakan sungai sebagai sarana
transportasi, mempunyai kecenderungan pola yang linier dengan orientasi
mengikuti pola aliran sungai, sehingga hal ini dapat mempercepat perubahan
tutupan lahan disekitar sungai (Noor et al., 2014). Perubahan tutupan lahan
dengan jarak terhadap sungai pada tahun 2010 sampai 2019 dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Jaringan Sungai
Hasil overlay peta sungai dan perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sei
Suka Kabupaten Batu Bara tahun 2010 sampai 2019 dapat dilihat perubahan
tutupan lahan terbanyak pada jarak <3 Km dari sungai adalah tutupan lahan
kosong, hutan, dan mangrove menjadi lahan perkebunan, tutupan lahan kosong
dan mangrove menjadi permukiman, serta tutupan lahan hutan, mangrove dan
perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil
terjadi pada jarak >7 Km, yaitu perubahan tutupan lahan perkebunan menjadi
lahan kosong. Persentase perubahan tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak <3
Km dari sungai terjadi pada perubahan tutupan lahan hutan menjadi lahan
perkebunan sebesar 26,90%, sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil terdapat
pada jarak <3 Km dari sungai adalah tutupan lahan mangrove menjadi lahan
permukiman sebesar 1,28%.
Perubahan terbesar yang terjadi pada jarak <3 Km dari sungai dapat
disebabkan oleh pembangunan dermaga disekitar pinggir pantai. Permukiman
memang seharusnya tidak boleh didirikan di alur sungai. Tetapi di beberapa
sungai kecil orang membuat bangunan sebagian dari rumah menggunakan lahan
yang seharusnya merupakan alur sungai. Adanya pembangunan pelabuhan di
Kuala Tanjung untuk menjadi pelabuhan hubungan internasional yang akan
meningkatkan taraf hidup masyarakat Sumatra Utara. Vella et al (2014)
Gambar 14. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Pusat Industri
Menurut Firdhaus (2013), industrialisasi adalah salah satu kebijakan yang
ditempuh oleh sebagian besar pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan
perekonomian daerah masing-masing, dan hal ini pula yang dilakukan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara. Kebijakan idustrialisasi akan
mendorong peningkatan peran sektor industri, sehingga industri akan menjadi
sektor utama dalam usaha pembangunan daerah. Berdasarkan Gambar 14, dapat
dilihat pengaruh jarak dari industri pada tahun 2000 sampai 2010 adalah
perubahan tutupan lahan kosong, hutan, dan mangrove menjadi lahan perkebunan
dan permukiman serta perubahan tutupan lahan perkebunan menjadi lahan
kosong.
Perubahan tutupan lahan yang banyak terjadi pada jarak <3 Km dari
industri, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, mangrove dan hutan menjadi
lahan perkebunan dan permukiman, serta perubahan tutupan lahan perkebunan
menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan yang sedikit terjadi
pada jarak >7 Km, yaitu tutupan lahan ksosong menjadi perkebunan dan tutupan
lahan perkebunan menjadi lahan kosong. Menurut Gunarsa (2010), penyebaran
keruangan kegiatan industri berlokasi diantara perumahan, disebabkan oleh sewa
tanah atau harga tanah yang murah dengan kompensasi aksesibilitas yang tinggi.
Hal ini menyebabkan industri banyak di bangun diantara permukiman.
Perubahan tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak 3-6 Km dari industri,
yaitu perubahan tutupan lahan kosong menjadi lahan perkebunan sebesar 16,86%,
sedangkan perubahan tutupan lahan terkecil terdapat pada jarak 3-7 Km dari
industri, yaitu perubahan tutupan lahan mangrove menjadi lahan permukiman
serta tutupan lahan perkebunan menjadi lahan kosong sebesar 1,29%.
Pertumbuhan penduduk dan industrialisasi berkontribusi besar terhadap
penurunan luasan lahan yang membentuk perubahan tutupan lahan seiring dengan
pembangunan ekonomi. Sejalan dengan proses pembangunan, perubahan tutupan
lahan menunjukkan suatu proses transisi yang akan menggambarkan dinamika
perubahan tutupan lahan dalam jangka panjang. Pada Gambar 15, terdapat
persentase perubahan tutupan dan jarak terhadap pusat industri.
Gambar 15. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Pusat Industri
Hasil overlay jarak terhadap pusat industri dan perubahan tutupan lahan
pada Gambar 15, menunjukkan perubahan tutupan lahan terbanyak terjadi pada
jarak <3 Km dari industri, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, mangrove dan
hutan menjadi lahan perkebunan, serta perubahan tutupan lahan mangrove dan
perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan yang
sedikit terjadi pada jarak >7 Km, yaitu tutupan lahan hutan menjadi lahan kosong
dan tutupan lahan perkebunan menjadi lahan kosong. Perubahan tutupan lahan
terbesar terdapat pada jarak <3 Km dari industri, yaitu tutupan lahan hutan
menjadi lahan perkebunan sebesar 22,38%, sedangkan perubahan tutupan lahan
terkecil terdapat pada jarak >7 Km dari industri, yaitu perubahan tutupan lahan
hutan menjadi lahan kosong sebesar 2,12%.
Faktor kegiatan dan faktor manusia membentuk tuntutan kebutuhan akan
ruang sehingga berimplikasi pada perubahan tutupan lahan suatu daerah. Hal ini
sesuai dengan Dina et al (2017) yang menyatakan bahwa faktor-faktor
perkembangan dan pertumbuhan indsutri dapat mengembangkan suatu arah
tertentu yang dipengaruhi oleh faktor manusia dan faktor kegiatannya.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan tutupan lahan adalah faktor kegiatan industri.
Perkembangan kegiatan industri dapat memicu perubahan tutupan lahan di
sekitarnya. Perubahan tutupan lahan tersebut dapat berupa perubahan dalam
luasannya, intensitasnya maupun perubahan pada polanya.
Gambar 16. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010 Dan Pusat Kota
Perubahan tutupan lahan terbanyak berdasarkan Gambar 16, terdapat pada
jarak 11-15 Km dari pusat kota, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, mangrove
dan hutan menjadi lahan perkebunan dan permukiman, serta perubahan tutupan
lahan perkebunan menjadi lahan kosong, sedangkan perubahan tutupan lahan
yang sedikit terjadi pada jarak >15 Km, yaitu tutupan lahan hutan menjadi
perkebunan dan tutupan lahan perkebunan menjadi lahan kosong. Perubahan
tutupan lahan terbesar terdapat pada jarak 11-15 Km dari pusat kota, yakni
tutupan lahan kosong menjadi lahan perkebunan sebesar 25,27%, sedangkan
perubahan tutupan lahan terkecil terdapat pada jarak 5-10 Km dari pusat kota,
yakni tutupan lahan mangrove menjadi lahan permukiman sebesar 1,37%.
Hal ini sesuai dengan Gunarsa (2010) yang menyatakan bahwa semakin
dekat dengan pusat kota (pemasaran) maka harga (sewa) tanah semakin tinggi,
begitu pula sebaliknya semakin jauh dengan pusat kota harga (sewa) tanah
semakin rendah. Sehingga masyarakat cenderung membangun permukiman pada
jarak 6 Km atau lebih dari pusat kota. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota
juga menyebabkan perkembangan mengarah ke daerah pinggiran kota. Perubahn
lahan di wilayah pinggir kota dikarenakan adanya kebutuhan lahan untuk
permukiman serta sarana dan prasarana penunjang aktivitas penduduk.
Perkembangan sebuah kota memiliki kecenderungan memunculkan kawasan-
kawasan perkotaan baru di sekitar wilayah kota tersebut (Firman, 2009).
Pengaruh jarak pusat kota dan perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada
Gambar 17.
Gambar 17. Persentase Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2019 Dan Pusat Kota
Kecenderungan perkembangan kota secara fisik dari waktu ke waktu
selalu mengalami perubahan dan melebar (dinamis), sementara batas administrasi
kota relatif sama (statis). Perkembangan batas fisik kota yang diperlihatkan oleh
perubahan wujud tata ruang kota merupakan akibat dari kebutuhan yang
meningkat, baik karena peningkatan jumlah penduduk maupun karena
peningkatan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, pesatnya perkembangan
pembangunan di kawasan pinggiran terjadi dikarenakan kawasan tersebut telah
menjadi pusat pertumbuhan baru dan dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang
memilih untuk tinggal dikarenakan kenyamanan dan jauh dari kepadatan kota.
Perubahan tutupan lahan terbanyak berdasarkan Gambar 17, terdapat pada
jarak 5-10 Km dari pusat kota, yaitu perubahan tutupan lahan kosong, hutan dan
mangrove menjadi lahan perkebunan, tutupan lahan kosong dan hutan menjadi
permukiman, serta tutupan lahan hutan menjadi lahan kosong, sedangkan
perubahan tutupan lahan yang sedikit terjadi pada jarak >15 Km, yaitu tutupan
lahan kosong dan hutan menjadi lahan perkebunan. Perubahan tutupan lahan
terbesar terdapat pada jarak 11-15 Km dari pusat kota, yaitu perubahan tutupan
lahan hutan menjadi lahan perkebunan sebesar 15,37%, sedangkan perubahan
tutupan lahan terkecil pada jarak <5 Km, yaitu tutupan lahan hutan menjadi lahan
permukiman sebesar 0,33%.
Kesimpulan
1. Tutupan lahan yang ada di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara adalah
badan air, hutan, lahan kosong, mangrove, perkebunan, permukiman, sawah,
dan semak.
2. Persentase tutupan lahan yang mengalami penurunan luas terbesar tahun
2000 sampai 2019 adalah mangrove yang berkurang sebesar 74,66%,
sedangkan yang mengalami peningkatan luas terbesar adalah badan air
meningkat sebesar 1641,63%.
Saran
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini, maka dapat diberikan saran
supaya pemerintah dan masyarakat memperhatikan kondisi penutupan lahan
hutan dan mangrove, karena setiap tahunnya mengalami penurunan luasan.
Sehingga perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan kegiatan reboisasi untuk
mencegah terjadinya kerusakan ekosistem hutan dan mangrove yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Amaliana, Yuda, dan Abdi. 2016. Analisis Perbandingan Nilai NDVI Landsat 7
Dan Landsat 8 Pada Kelas Tutupan Lahan (Studi Kasus Kota Semarang,
Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Semarang.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Batu Bara 2018. Kecamatan Sei Suka
Angka 2018. CV. Rilis Grafika.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Batu Bara 2019. Kecamatan Sei Suka
Angka 2018. CV. Rilis Grafika.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 764:2010 Tentang Klasifikasi
Penutup Lahan. BSN. Jakarta.
Deng, X., Huang, J., Rozelle, S., Zhang, J., & Li, Z. 2015. Impact of urbanization
on cultivated land changes in China. Land Use Policy. International
Journal of Advances in Intelligent Informatics. 4 (2): 91-103.
Ekadinata, A., Zulkarnain MT., Widayati A., Dewi S., Rahman S., dan Van
Noordwijk M. 2012. Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan di
Indonesia tahun 1990, 2000 dan 2005. World Agroforestry Centre-
ICRAF. Bogor. Indonesia. 18 (2): 75-84.
Foody GM, Campbell NA, Trodd NM, Wood TF. 1992. Derivation and
applications of probabilistic measures of class membership from the
maximum-likelihood classification. Photogrammetric Engineering and
Remote Sensing. 58: 1335-1341.
Hariyatno D, Deden, Iis, dan Doni. 2014. Dinamika Tutupan Lahan: Pengaruh
Faktor Sosial Ekonomi. PT. Kanisius. Yogyakarta, hlm 126-139.
Hendrawan dan Bangun. 2016. Studi Akurasi Citra Landsat 8 Dan Citra MODIS
Untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus Provinsi Riau). Tesis.
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.
Jaya, N. 2010. Analisis Citra Digital : Persepktif Penginderaan Jarak Jauh Untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Skripsi. Fakultas Kehuanan. Institut
Pertanian Bogor Press. Bogor.
Kanninen, Murdiyarso, Seymour, Angelsen, Wunder, German. 2009. Apakah
hutan dapat tumbuh di atas uang? Implikasi penelitian deforestasi bagi
kebijakan yang mendukung REDD. Perpesktif Kehutanan No 4. Skripsi.
CIFOR. Bogor.
Muryani, C., Ahmad, Nugraha, S., dan Utami, T., 2011. Model Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian Hutan Mangrove di
Pantai Pasuruan Jawa Timur. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18 (2):
75-84.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Titik Ground Check Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara
No Latitude Longitude Keterangan
1. 3.273639 99.28057 Badan Air
2. 3.312359 99.31537 Badan Air
3. 3.314561 99.34269 Badan Air
4. 3.334009 99.45403 Badan Air
5. 3.339881 99.47455 Badan Air
6. 3.326059 99.46325 Badan Air
7. 3.257238 99.23609 Badan Air
8. 3.342897 99.47849 Hutan
9. 3.317234 99.29092 Lahan Kosong
10. 3.317911 99.34250 Lahan Kosong
11. 3.360604 99.44484 Lahan Kosong
12. 3.365204 99.44507 Lahan Kosong
13. 3.344517 99.46724 Lahan Kosong
14. 3.338656 99.48239 Lahan Kosong
15. 3.326505 99.45994 Lahan Kosong
16. 3.342673 99.42433 Lahan Kosong
17. 3.242778 99.23053 Lahan Kosong
18. 3.295487 99.32146 Lahan Kosong
19. 3.349447 99.28968 Lahan Kosong
20. 3.331794 99.36222 Lahan Kosong
21. 3.365349 99.44612 Mangrove
22. 3.346372 99.46932 Mangrove
23. 3.280085 99.28775 Perkebunan
24. 3.258473 99.25589 Perkebunan
25. 3.291047 99.28907 Perkebunan
26. 3.304468 99.28585 Perkebunan
27. 3.303148 99.27544 Perkebunan
28. 3.338345 99.45611 Perkebunan
29. 3.329844 99.45948 Perkebunan
30. 3.338581 99.47519 Perkebunan
31. 3.337971 99.47903 Perkebunan
32. 3.322079 99.46922 Perkebunan
33. 3.321277 99.46928 Perkebunan
34. 3.338455 99.40268 Perkebunan
35. 3.320724 99.38441 Perkebunan
36. 3.311296 99.38137 Perkebunan
37. 3.289806 99.25447 Perkebunan
38. 3.278046 99.25505 Perkebunan
39. 3.276300 99.24707 Perkebunan
40. 3.270301 99.24652 Perkebunan
41. 3.266714 99.24692 Perkebunan
42. 3.278455 99.25918 Perkebunan
43. 3.278982 99.26394 Perkebunan
44. 3.277778 99.26392 Perkebunan
45. 3.262317 99.23537 Perkebunan
46. 3.251999 99.23597 Perkebunan
47. 3.247173 99.23596 Perkebunan
48. 3.237160 99.22840 Perkebunan
49. 3.230502 99.22497 Perkebunan
50. 3.319207 99.29582 Perkebunan
51. 3.326696 99.29559 Perkebunan
Lampiran 2. Hasil Overlay Jarak Terhadap Jalan Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010
Jarak dari Jenis Perubahan Tutupan Luas Perubahan Luas Perubahan
No
Jalan (Km) Lahan (Ha) (%)
1. <1 Hutan-Lahan Kosong 14.445 1.055
2. Hutan-Perkebunan 192.198 14.034
3. Hutan-Permukiman 24.595 1.796
4. Lahan Kosong-Perkebunan 301.342 22.003
5. Lahan Kosong-Permukiman 66.605 4.863
6. Mangrove-Perkebunan 85.583 6.249
7. Mangrove-Permukiman 45.207 3.301
8. Perkebunan-Lahan Kosong 168.537 12.306
9. 1-3 Hutan-Perkebunan 75.241 5.494
10. Hutan-Permukiman 28.394 2.073
11. Lahan Kosong-Perkebunan 170.539 12.452
12. Lahan Kosong-Permukiman 62.380 4.555
13. Mangrove-Permukiman 33.004 2.410
14. Perkebunan-Lahan Kosong 64.309 4.696
15. >3 Hutan-Perkebunan 17.679 1.291
16. Lahan Kosong-Perkebunan 19.464 1.421
Total Luas Perubahan 1369.521 100
Lampiran 3. Hasil Overlay Jarak Terhadap Jalan Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019
Luas Luas
Jarak Dari Jalan
No Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan Perubahan
(Km)
(Ha) (%)
1. <1 Hutan-Perkebunan 139.009 9.402
2. Hutan-Lahan Kosong 55.624 3.762
3. Hutan-Permukiman 18.308 1.238
4. Lahan Kosong-Perkebunan 177.695 12.019
5. Lahan Kosong-Permukiman 37.078 2.508
6. Mangrove-Perkebunan 78.040 5.278
7. Mangrove-Permukiman 20.911 1.414
Lampiran 4. Hasil Overlay Jarak Terhadap Sungai Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000-2010
Luas Luas
Jarak Dari
No Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan Perubahan
Sungai (Km)
(Ha) (%)
1. <3 Hutan-Permukiman 36.368 2.917
2. Hutan-Perkebunan 111.577 8.949
3. Lahan Kosong-Permukiman 19.438 1.559
4. Lahan Kosong-Perkebunan 58.072 4.658
5. Mangrove-Permukiman 32.631 2.617
6. Mangrove-Perkebunan 21.984 1.763
7. Perkebunan-Lahan Kosong 162.645 13.045
8. Hutan-Perkebunan 55.014 4.412
9. Lahan Kosong-Permukiman 51.728 4.149
10. Lahan Kosong-Perkebunan 35.694 2.863
11. Mangrove-Permukiman 13.609 1.091
12. Perkebunan-Lahan Kosong 41.922 3.362
13. Hutan-Perkebunan 27.939 2.241
14. Lahan Kosong-Perkebunan 75.268 6.037
15. 3-7 Hutan-Perkebunan 14.142 1.134
16. Lahan Kosong-Perkebunan 70.905 5.687
17. Hutan-Perkebunan 32.944 2.642
18. Lahan Kosong-Perkebunan 160.109 12.841
19. Mangrove-Perkebunan 15.611 1.252
20. Hutan-Perkebunan 35.035 2.810
21. Lahan Kosong-Permukiman 18.557 1.488
22. Lahan Kosong-Perkebunan 100.150 8.032
23. Mangrove-Perkebunan 20.131 1.615
24. >7 Hutan-Perkebunan 21.803 1.749
25. Mangrove-Perkebunan 13.548 1.087
Total Luas Perubahan 1246.824 100
Lampiran 5. Hasil Overlay Jarak Terhadap Sungai Dan Perubahan Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2010-2019
Luas
Jarak Dari Luas Perubahan
No Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan
Sungai (Km) (Ha)
(%)
1. <3 Hutan-Perkebunan 250.435 18.81
2. Lahan Kosong-Perkebunan 189.587 14.24
3. Lahan Kosong-Permukiman 18.045 1.36
4. Mangrove-Lahan Kosong 32.437 2.44
5. Mangrove-Perkebunan 36.707 2.76
6. Mangrove-Permukiman 17.025 1.28
Lampiran 6. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Industri Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2000-2010
Jarak Dari Luas
Luas Perubahan
No Industri Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan
(Ha)
(Km) (%)
1. <3 Mangrove-Permukiman 23.022 1.79
2. Lahan Kosong-Permukiman 67.421 5.25
3. Lahan Kosong-Perkebunan 17.546 1.37
4. Hutan-Perkebunan 41.371 3.22
5. Mangrove-Permukiman 21.813 1.70
6. Mangrove-Perkebunan 21.638 1.68
7. Lahan Kosong-Permukiman 52.909 4.12
8. Lahan Kosong-Perkebunan 28.700 2.23
9. Hutan-Perkebunan 73.459 5.72
10. Perkebunan-Lahan Kosong 43.194 3.36
11. Mangrove-Permukiman 19.840 1.54
12. Mangrove-Perkebunan 24.082 1.87
13. Lahan Kosong-Perkebunan 36.732 2.86
14. Hutan-Permukiman 25.803 2.01
15. Hutan-Perkebunan 71.597 5.57
16. Perkebunan-Lahan Kosong 16.947 1.32
17. 4-6 Mangrove-Permukiman 16.584 1.29
18. Lahan Kosong-Perkebunan 56.213 4.37
19. Hutan-Perkebunan 38.246 2.98
20. Perkebunan-Lahan Kosong 16.524 1.29
21. Mangrove-Perkebunan 19.027 1.48
22. Lahan Kosong-Perkebunan 62.815 4.89
23. Hutan-Perkebunan 45.115 3.51
24. Lahan Kosong-Perkebunan 97.691 7.60
25. Hutan-Perkebunan 22.586 1.76
26. >7 Lahan Kosong-Perkebunan 136.937 10.66
27. Lahan Kosong-Perkebunan 66.348 5.16
28. Perkebunan-Lahan Kosong 93.705 7.29
29. Perkebunan-Lahan Kosong 27.219 2.12
Total Luas Perubahan 1285.085 100
Lampiran 7. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Industri Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2010-2019
Jarak Dari Luas
Luas Perubahan
No Industri Jenis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan
(Ha)
(Km) (%)
1. <3 Hutan-Perkebunan 35.235 4.683
2. Mangrove-Perkebunan 23.693 3.149
3. Lahan Kosong-Perkebunan 23.895 3.176
4. Hutan-Perkebunan 67.088 8.916
5. Mangrove-Perkebunan 57.025 7.579
6. Mangrove-Lahan Kosong 25.942 3.448
7. Lahan Kosong-Perkebunan 45.452 6.041
8. Perkebunan-Lahan Kosong 44.610 5.929
9. Hutan-Perkebunan 66.080 8.782
10. Mangrove-Perkebunan 17.428 2.316
11. Mangrove-Lahan Kosong 21.073 2.801
12. Lahan Kosong-Perkebunan 33.371 4.435
13. 3-7 Hutan-Perkebunan 70.514 9.372
14. Hutan-Lahan Kosong 17.312 2.301
15. Mangrove-Lahan Kosong 22.631 3.008
16. Lahan Kosong-Perkebunan 29.810 3.962
17. Hutan-Perkebunan 52.686 7.002
18. Hutan-Lahan Kosong 22.651 3.010
19. Hutan-Perkebunan 39.199 5.210
20. >7 Hutan-Lahan Kosong 15.922 2.116
21. Perkebunan-Lahan Kosong 20.810 2.766
Total Luas Perubahan 752.427 100
Lampiran 8. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Kota Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2000-2010
Jarak Dari
Jenis Perubahan Tutupan Luas Perubahan Luas Perubahan
No Pusat Kota
Lahan (Ha) (%)
(Km)
1. <5 Lahan Kosong-Permukiman 45.451 3.315
2. Lahan Kosong-Perkebunan 31.879 2.325
3. Hutan-Perkebunan 37.438 2.731
4. Perkebunan-Lahan Kosong 40.244 2.936
5. 5-10 Mangrove-Permukiman 18.823 1.373
6. Mangrove-Perkebunan 55.928 4.080
7. Lahan Kosong-Perkebunan 113.370 8.270
8. Hutan-Perkebunan 172.902 12.612
9. Perkebunan-Lahan Kosong 39.241 2.862
10. 11-15 Mangrove-Permukiman 61.866 4.513
11. Mangrove-Perkebunan 36.560 2.667
12. Lahan Kosong-Permukiman 80.063 5.840
13. Lahan Kosong-Perkebunan 346.365 25.265
14. Hutan-Permukiman 43.340 3.161
15. Hutan-Perkebunan 68.377 4.988
16. Perkebunan-Lahan Kosong 24.958 1.821
17. >15 Hutan-Perkebunan 19.585 1.429
18. Perkebunan-Lahan Kosong 106.417 7.763
19. Perkebunan-Lahan Kosong 28.096 2.049
Total Luas Perubahan 1370.901 100
Lampiran 9. Hasil Overlay Jarak Terhadap Pusat Kota Dan Perubahan Tutupan
Lahan di Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun
2010-2019
Jarak Dari
Luas Perubahan Luas Perubahan
No Pusat Kota Jenis Perubahan Tutupan Lahan
(Ha) (%)
(Km)
1. <5 Hutan-Perkebunan 5.216 0.532
2. Hutan-Permukiman 3.218 0.328
3. Lahan Kosong-Perkebunan 6.138 0.626
4. Lahan Kosong-Permukiman 8.903 0.909
5. 5-10 Hutan-Perkebunan 94.250 9.619
6. Hutan-Lahan Kosong 54.572 5.569
7. Hutan-Permukiman 11.339 1.157
8. Mangrove-Perkebunan 27.106 2.766
9. Lahan Kosong-Perkebunan 44.341 4.525
10. Lahan Kosong-Permukiman 19.048 1.944
11. 11-15 Hutan-Perkebunan 150.598 15.370
12. Hutan-Lahan Kosong 21.726 2.217
13. Mangrove-Perkebunan 83.825 8.555
14. Mangrove-Lahan Kosong 75.588 7.714
15. Mangrove-Permukiman 36.457 3.721
16. Lahan Kosong-Perkebunan 105.335 10.750
17. >15 Hutan-Perkebunan 112.234 11.454
18. Lahan Kosong-Perkebunan 93.822 9.575
19. Lahan Kosong-Perkebunan 26.130 2.667
Total Luas Perubahan 979.846 100