Anda di halaman 1dari 56

IDENTIFIKASI JENIS POHON TEMPAT

BERSARANG ORANGUTAN SUMATERA


(Pongo abelii) DI SUAKA MARGASATWA
RAWA SINGKIL, PROVINSI ACEH

SKRIPSI

ARBI SABTONO
151201023

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
IDENTIFIKASI JENIS POHON TEMPAT
BERSARANG ORANGUTAN SUMATERA
(Pongo abelii) DI SUAKA MARGASATWA
RAWA SINGKIL, PROVINSI ACEH

SKRIPSI

Oleh:
ARBI SABTONO
151201023

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di


Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Identifikasi Jenis Pohon Tempat Bersarang Orangutan


Sumatera (Pongo abelii) di Suaka Margasatwa Rawa
Singkil, Provinsi Aceh
Nama : Arbi Sabtono
Nim : 151201023
Departemen : Budidaya Hutan
Fakultas : Kehutanan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D. Taufiq Siddiq Azvi, S.Hut, M.Sc


Ketua Anggota

Mengetahui,

Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D


Ketua Departemen Budidaya Hutan

Tanggal Lulus: 16 Agustus 2019

i
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Arbi Sabtono


Nim : 151201023
JudulSkripsi : Identifkasi Jenis Pohon Tempat Bersarang Orangutan
Sumatera (pongo abelii) di Suaka Margasatwa Rawa
Singkil, Provinsi Aceh.

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dan
arahan dari dosen pembimbing. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada
bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini,
telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan
etika penulisan ilmiah.

Medan, Agustus 2019

Arbi Sabtono
151201023

ii
ABSTRAK

ARBI SABTONO. Identifikasi Jenis Pohon Tempat Bersarang Orangutan


Sumatera (Pongo abelii) di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Provinsi Aceh.
Dibimbing oleh ONRIZAL dan TAUFIQ SIDDIQ AZVI.

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang saat ini keberadaannya


tersebar hanya di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Kerusakan dan hilangnya
habitat merupakan faktor utama penyebab kepunahan orangutan. Maka perlu
perlindungan terhadap habitat yang masih baik serta merestorasi habitat yang
sudah rusak. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi jenis pohon dominan,
jenis pohon tempat bersarang dan mengukur tingkat kesukaan (preferensi) pohon
sarang yang menjadi pilihan orangutan Sumatera di Suaka Margasatwa Rawa
Singkil. Penelitian ini dilaksanakan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Provinsi
Aceh dengan menggunakan metode jalur berpetak dan pada 10 jalur pengamatan
dengan panjang setiap jalur 1 km dan dibagi menjadi 10 plot serta mengumpulkan
data jenis pohon dominan, parameter ekologi dan jenis pohon yang paling disukai
orangutan untuk tempat membuat sarang. Berdasarkan hasil penelitian, jenis
Syzygium acuminatissimum (Myrtaceae) sebagai jenis yang paling dominan pada
tingkat semai dan pohon sekaligus jenis yang paling disukai oleh orangutan
Sumatera untuk membuat sarang. Sebaran sarang yang paling banyak berdasarkan
ukuran diameter berada pada kelas 10-20 cm, berdasarkan tinggi sarang berada
pada kelas ≤10 m, berdasarkan posisi sarang berada pada posisi 1, berdasarkan
kelas sarang berada pada kelas C dan berdasarkan tinggi pohon berada pada kelas
10-20 cm. Berdasarkan hasil yang diperoleh, jenis-jenis pohon yang disukai oleh
orangutan untuk tempat membuat sarang dapat dijadikan sebagai jenis prioritas
untuk ditanam pada kegiatan restorasi habitat orangutan.

Kata kunci: Pongo abelii, pohon bersarang, preferensi. Rawa Singkil.

iii
ABSTRACT

ARBI SABTONO. Identification of Nest Tree Species of Sumatran Orangutan


(Pongo abelii) in Singkil Swamp Wildlife Reserve, Aceh Province. Supervised by
ONRIZAL and TAUFIQ SIDDIQ AZVI

Orangutans are the only great ape currently existence in the islands of
Borneo and Sumatra. Degradation and forest loss of orangutan habitat are the
main factors causing orangutan extinction. It is necessary to protect good habitat
and restore degraded habitat. The purpose of this research was to identify the
dominat tree species, nest tree species and to measure the level of preference of
nest trees that are choice of Sumatran orangutans in the Singkil Swamp Wildlife
Reserve. The research was carried out in the Singkil Swamp Wildlife Reserve,
Aceh Province by using line transect method on 10 transect with a length of 1km
each and divided into 10 plots and collect dominant species data, ecological
parameter data and tree species data that most orangutan like to build for
nesting. Based on research, Syzygium acuminatissimum (Myrtaceae) was
recorded as the most dominant species at the stage of seedlings and tress as well
as the most preferred species of Sumatran orangutan to build nest. Most nest
distribution based on diameter size is in class ≤10 m, nest height is in 3-10 m, nest
position is in position 1, nest class is in C and tree height is in 10-20 m. As
suggestion, the preferred tree species of orangutan for nest can be selected
species as a priority species to be planted in habitat restoration activities of
Sumatran orangutan.

Keyword: Pongo abelii, nest trees species, preference, Singkil Swamp

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, Kecamatan


Siantar Martoba, pada tanggal 21 Juni 1997. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara oleh pasangan
Ariaten Suprapto (Ayah) dan Mami Sumanti (Ibu).
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
122366 Pematangsiantar pada tahun 2006 - 2009, pendidikan
tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3
Pematangsiantar pada tahun 2009 – 2012, pendidikan tingkat
Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri
Pematangsiantar pada tahun 2012 – 2015. Pada tahun 2015 penulis lulus di
Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Semasa kuliah penulis merupakan penerima beasiswa Bakti BCA, menjadi
surveyor pengembangan kondisi ekosistem mangrove bersama pihak LAPAN dan
menjadi anggota di organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) Universitas
Sumatera Utara, anggota di UKM BKM Baytul Asyjaar Universitas Sumatera
Utara, dan anggota di UKM Raint Forest Universitas Sumatera Utara. Penulis
telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di KHDTK Pondok
Bulu, Simalungun pada tanggal 18-27 Juli 2017. Penulis juga telah melakukan
Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi pada bulan
Juli – Agustus 2018. Pada bulan April 2019 penulis melaksanakan penelitian
dengan judul “Identifikasi Jenis Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera
(Pongo abelii) Di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Provinsi Aceh” di bawah
bimbingan Bapak Onrizal, S.Hut.,M.Si., Ph.D dan Bapak Taufiq Siddiq Azvi,
S.Hut., M.Sc yang didanai melalui Proyek USAID G-014 dengan peneliti utama
Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala
rahmat dan rezeki yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Jenis Pohon Tempat Bersarang
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Suaka Margasatwa Rawa Singkil,
Provinsi Aceh”. Penelitian ini didanai oleh proyek USAID LESTARI G-014
dengan peneliti utama Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D. Skripsi ini sebagai
syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kehutanan Fakultas
Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Ariaten Suprapto dan Ibu Mami Sumanti yang selalu memberikan
dukungan semangat, moril/materil, serta doa yang tak henti kepada penulis
selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
bapak Taufiq Siddiq Azvi, S.Hut., M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah membimbing, memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam
menulis dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Bejo Slamet S.Hut., M.Si, Arif Nuryawan S.Hut., M.Si., Ph.D,
Yunus Afifuddin S.Hut., M.Si yang telah bersedia menjadi penguji serta
memberi arahan kepada penulis
4. BKSDA Aceh, Masyarakat lokal, dan Tim Ahli yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini berupa pengambilan data di lapangan
5. Ketua dan Sekretaris Departemen Budidaya Hutan, Mohammad Basyuni,
S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. Deni Elfiati, S.P., M.P serta seluruh Staf Pengajar
dan Pegawai di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan.
6. Saudara/i penulis Yasni Febriana, Surya Sandi dan Jihan Khairunnisa yang
telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.
7. Gen Prima 18.19 (Akrimillah Yunus dan Agi Rezka Pratama Siregar) yang
telah bekerja sama dengan baik dan kepada teman temen yang telah
memberikan doa dan semangat kepada penulis
8. Nurlatifa Aulia dan Iqbal Maulana atas dukungan dan arahan yang diberikan
kepada penulis

Penulis berharap, semoga pihak yang telah memberikan semua bentuk


bantuan mendapat balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Dan penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Medan, Agustus 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i


PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
ABSTRACT .......................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) ............................................................ 4
Klasifikasi .................................................................................................... 5
Pohon Bersarang Orangutan ........................................................................ 5
Distribusi Orangutan .................................................................................... 7

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi ........................................................................................ 9
Alat dan Bahan ............................................................................................. 9
Prosedur Penelitian ...................................................................................... 10
A. Pengumpulan Data ........................................................................... 10
A.1. Analisis Vegetasi ...................................................................... 10
A.2. Parameter Ekologi .................................................................... 10
A.2.1. Keberadaan Ficus .......................................................... 10
A.2.2. Fruit Trail ...................................................................... 11
A.3. Pohon Sarang Orangutan .......................................................... 11
A.3.1. Pohon Sarang................................................................. 11
A.3.2. Posisi dan Kelas Sarang ................................................ 12
B. Analisis Data .................................................................................... 13
B.1. Analisis Vegetasi ...................................................................... 13
B.2. Parameter Ekologi .................................................................... 15
B.2.1. Keberadaan Ficus .......................................................... 15
B.2.2. Fruit Trail ...................................................................... 15
B.3. Preferensi Pohon Sarang ........................................................... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN


Komposisi Vegetasi Habitat Orangutan ....................................................... 17
A. Tingkat Semai .................................................................................. 17

vii
B. Tingkat Pancang ............................................................................... 18
C. Tingkat Pohon .................................................................................. 18
Parameter Ekologi Orangutan ...................................................................... 20
A. Keberadaan Ficus............................................................................. 20
A.1. Penggolongan Ficus ................................................................. 21
B. Fruit Trail ......................................................................................... 22
B.1. Penggolongan Buah .................................................................. 23
Analisis Pohon Bersarang Orangutan .......................................................... 24
A. Sebaran Pohon Bersarang ................................................................ 24
A.1. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan Diameter....... 24
A.2. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan
Tinggi Sarang ............................................................................ 25
A.3. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan
Posisi Sarang ............................................................................. 26
A.4. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan
Kelas Sarang.............................................................................. 27
A.5. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasaakan
Tinggi Pohon ............................................................................. 29
B. Tinggi Pohon Bersarang dan Tinggi Pohon Hasil
Analisis Vegetasi .............................................................................. 30
C. Preferensi Jenis Pohon Bersarang Orangutan Sumatera ................. 31

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan .................................................................................................. 33
Saran ............................................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA

viii
DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Kriteria Indeks Kekayaan Jenis.................................................................... 12


2. Indeks Keanekaragaman Jenis ..................................................................... 13
3. Analisis Data Ficus ...................................................................................... 15
4. Fruit Trail .................................................................................................... 15
5. Metode Neu................................................................................................... 16
6. Hasil Analisis Tingkat Semai....................................................................... 17
7. Hasil Analisis Tingkat Pancang ................................................................... 18
8. Hasil Analisis Tingkat Pohon ...................................................................... 19
9. Indeks keanekaragaman, Indeks kekayaan dan Indeks Kemerataan............ 20
10. Preferensi Pohon Sarang dengan Metode Neu ............................................. 23

ix
DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Peta Suaka Margasatwa Rawa Singkil ......................................................... 9


2. Analisis Vegetasi Jalur Berpetak ................................................................. 10
3. Petak Pengamatan Metode Line Transect .................................................... 11
4. Posisi Sarang Orangutan .............................................................................. 12
5. Pembagian Tipe Kelas Sarang ..................................................................... 12
6. Hasil Analisis Keberadaan Ficus ................................................................. 20
7. Penggolongan Kelas Ficus ........................................................................... 21
8. Hasil Pengambilan Data Fruit Trail ............................................................ 22
9. Hasil Penggolongan Kondisi Buah .............................................................. 23
10. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan Diameter .......................... 24
11. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan Tinggi Sarang .................. 25
12. Sebaran Tempat Pohon Bersarng Berdasarkan Posisi Sarang ..................... 26
13. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan Kelas Sarang .................... 28
14. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasaakan Tinggi Pohon ................... 29
15. Tinggi Pohon Sarang dan Tinggi Pohon Hasil Analisis Vegetasi ............... 30

x
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar (great ape) yang saat ini
keberadaannya tersebar di Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan dan
Sumatera dan juga merupakan satu-satunya yang ada di Asia saat ini.
Penunjukan Pongo pygmaeus dan Pongo abelii sebagai spesies berbeda terjadi
pada tahun 2001. Selanjutnya ditemukan bahwa keberadaan populasi
orangutan yang terisolasi di batas paling selatan Danau Toba, Batang Toru juga
berbeda dari orangutan Sumatera bagian utara dan orangutan Kalimantan lainnya.
Gabungan analisis ini mendukung klasifikasi baru orangutan menjadi tiga spesies
orangutan dengan spesies baru yaitu orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis)
meliputi populasi Batang Toru yang kurang dari 800 individu (Nater et al., 2017).
Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan
hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) yang berukuran
besar, memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), dan masa hidup
panjang (dapat lebih dari 50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran
biji untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ekosistem hutan rawa gambut di
Suaka Magasatwa Rawa Singkil (SMRS) kaya akan berbagai jenis pohon sumber
pakan orangutan Sumatera sehingga keberadaannya mendukung populasi
orangutan Sumatera dengan kepadatan populasi tertinggi dibandingkan habitat
lainnya. Kawasan SM Rawa Singkil yang sebagian besar berupa lahan basah
memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi. Habitat orangutan Sumatera
itu dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu lahan rawa gambut basah, dan hutan
pedalaman pada lahan kering mineral (Onrizal, 2019).
Kawasan SM Rawa Singkil sebagian besar didominasi oleh ekosistem
hutan rawa gambut. Survey/penelitian pertama untuk mengungkap kekayaan flora
dan fauna ekosistem hutan rawa Singkil pertama dilakukan oleh tim Perlindungan
Hutan dan Pengawetan Alam (PHPA) dan Asian Wetland Berau (AWB) tahun
1991 melalui Sumatra Wetland Project yang dipimpin oleh Wim Giesen. Sampai
awal tahun 1990an, Rawa Singkil merupakan kawasan hutan rawa gambut paling
2

akhir yang sepenuhnya masih utuh dan masih tersisa di pantai barat Sumatera
(Giesen et al., 1992).
Berdasarkan hasil analisis data sekunder yang tersedia, data yang ada
belum cukup dan masih jauh untuk dapat digunakan untuk menduga daya
dukung habitat orangutan di SM Rawa Singkil (Onrizal dan Aulia, 2019). Oleh
karena itu perlu dilakukan survey monitoring populasi orangutan di SM Rawa
Singkil dan sekaligus survey parameter ekologi habitat. Pada jangka panjang,
perlu dilakukan penelitian berbagai parameter yang diperlukan untuk menduga
daya dukung habitat di SM Rawa Singkil untuk orangutan (Onrizal, 2019)
Orangutan termasuk satwa liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan dan Satwa. Selanjutnya dalam IUCN Red List of Threatened Species
satwa ini dikategorikan kritis (critically endangered) yang terancam punah secara
global (Singleton et al., 2016). Peran orangutan sangat penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem dengan memencarkan biji-biji dari sisa tumbuhan yang
dikonsumsinya (Wich et al., 2004) namun penurunan populasi yang terus terjadi
karena berbagai faktor, seperti kehilangan habitat, fragmentasi habitat dan
perburuan serta perdagangan ilegal.
Kerusakan dan hilangnya habitat orangutan merupakan faktor utama
penyebab kepunahan orangutan maka perlu adanya perlindungan terhadap habitat
yang masih baik serta merestorasi habitat yang sudah rusak. Selain itu fakor
yang menyebabkan kepunahan terhadap orangutan yaitu karena laju reproduksi
yang sangat lambat, 1 bayi dalam periode 8 tahun sampai dengan 9 tahun dan
wilayah yang luas (+ 500 km2) juga diperlukan untuk menopang kehidupannya
orangutan (Muslim dan Ma’ruf, 2016). Prinsip sederhana konservasi orangutan
yaitu meminimalkan kematian yang tidak wajar dan memaksimalkan ketersediaan
habitat yang sesuai (Meijaard et al., 2012). Untuk melakukan kegiatan restorasi
habitat ini dibutuhkan data jenis pohon pakan dan pohon tempat bersarang
sebagai jenis pilihan utama untuk ditanam, selanjutnya penyesuaian jenis pilihan
utama tersebut dengan karakteristik lokasi sasaran restorasi untuk kemudian
ditanam.
3

Pemilihan habitat yang disukai merupakan suatu tindakan yang dilakukan


satwa liar dalam rangka memperoleh serangkaian kondisi yang menguntungkan
bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidupnya. Habitat yang disukai
harus dapat menyediakan kebutuhan hidup bagi orangutan yang terdiri atas
makanan, air, tempat berlindung, dan berkembang biak. Untuk menjamin
kelestarian populasi orangutan, maka habitat yang disukai harus memiliki kualitas
yang baik dan luasan yang mencukupi (Rahman, 2010)
Upaya pelestarian tentunya sangat memerlukan data atau informasi
pendukung kegiatan restorasi habitat antara lain data jenis pohon apa saja yang
disukai orangutan untuk membuat sarang data sumber pakan serta data data
pendukung yang menyangkut dengan keberadaan orangutan Sumatera
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi jenis pohon dominan yang tersebar pada habitat orangutan
Sumatera di Suaka Margasatwa Rawa Singkil
2. Mengidentifikasi jenis pohon tempat bersarang orangutan Sumatera di Suaka
Margasatwa Rawa Singkil
3. Mengukur tingkat kesukaan (preferensi) pohon sarang yang menjadi pilihan
orangutan Sumatera di Suaka Margasatwa Rawa Singkil
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa data
pendukung kegiatan restorasi habitat yang membutuhkan data jenis pohon tempat
bersarang orangutan Sumatera sebagai jenis pilihan utama untuk ditanam
pada kegiatan restorasi.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Orangutan Sumatera (Pongo abelii)


Orangutan (Pongo spp.) merupakan satu-satunya spesies kera besar di luar
Afrika yang ditemukan hanya di pulau Kalimantan/Borneo dan Sumatera.
Sebagian besar berada dalam perbatasan Indonesia, di mana populasi orangutan
berada di penurunan dramatis karena perburuan, hilangnya habitat, degradasi, dan
fragmentasi (Jhonson et al., 2005). Rijksen dan Meijaard (1999) memperkirakan
bahwa bila dibandingkan dengan tingkat populasi dimulai dari abad ke 20, tidak
lebih dari 14% populasi orangutan Sumatera, dan hanya 7% dari populasi
Kalimantan hari ini kurang dari 27.000 individu, dan dengan beberapa perkiraan
setengah itu, tetap di alam liar.
Sebagai makhluk hidup yang sangat tergantung pada keberadaan hutan,
orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman
hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, orangutan dapat
dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan
tropis. Saat ini keberadaan ketiga spesies orangutan (P. abelii, P. pygmeus dan
P. tapanuliensis). Di Indonesia, orangutan telah dilindungi secara hukum melalui
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor
P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa
yang dilindungi
Orangutan Sumatera (P. abelii) merupakan salah satu satwa khas endemik
yang terdapat di hutan pulau Sumatera yang tersebar di beberapa kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan beberapa lokasi lainnya seperti
Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Untuk mengetahui keberadaan suatu jenis
satwa dapat diketahui dengan melihat langsung satwa tersebut misalnya
mendengar patahan, melihat pergerakan perpindahan dari satu pohon ke pohon
yang lainnya, atau pergerakan makan diantara vegetasi, mencium bau orangutan
(urin, tinja tubuh) dan sisa sisa makanan (Ferisa et al., 2014).
Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan
hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) berukuran besar,
memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), frugivora (pemakan buah),
5

namun mereka juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga (terkadang
memakan tanah serta vertebrata kecil) dan memiliki masa hidup panjang
(>50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran biji untuk menjaga
keseimbangan ekosistem (Atmoko dan Rifqi, 2012).
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Kera
Keluarga : Hominidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827
(Singleton et al., 2016).
Meijaard et al. (2001) menjelaskan bahwa perbedaan antara orangutan
Sumatera dan orangutan Kalimantan dapat dilihat dari perbedaan genetis dan
morfologis yang dikarenakan kedua jenis tersebut terisolasi secara geografis
sekitar 10.000 tahun yang lalu. Perbedaan morfologis orangutan dapat dikenali
dari perawakannya, khususnya struktur rambut. Jenis dari Sumatera berambut
lebih tipis, membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering
patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung
hitam di bagian luarnya. Sedangkan orangutan Kalimantan (P. pygmaeus ) ciri
fisik badannya terlihat lebih kecil, berwarna terang atau oranye, dan tulang tangan
lebih panjang. Sedangkan P. tapanuliensis memiliki kemiripan dengan P. abelii
yaitu bentuk tubuh yang linier, struktur rambut pada Pongo tapanuliensis lebih
berantakan dan panjang serta warna yang kontras dan tidak memiliki janggut
seperti P. pygmaeus (Nater et al., 2017).
Pohon Bersarang Orangutan
Habitat yang memiliki kualitas baik bagi orangutan adalah yang
memiliki pepohohan dan liana, yang dapat menyediakan buah-buahan sebesar
30 – 50%. Pada hutan rawa, dalam kondisi basah terdapat paling sedikit 40
jenis pohon penghasil pakan, sedangkan dalam kondisi kering sebanyak 60
jenis. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1.000 spesies tumbuhan, jamur, dan
6

hewan kecil yang menjadi pakan orangutan (Purwadi, 2010). Kemampuan


beradaptasinya dalam habitat yang cukup sulit dimana ketersediaan makanan
tidak melimpah dan terpencar-pencar dalam beberapa habitat kecil, hal ini
dikarenakan perilaku pakan yang tidak terlalu banyak tergantung pada buah
tetapi juga dapat menggunakan daun dan kambium batang sebagai sumber
pakannya (Meijaard et al., 2001).
Pohon sarang yang dipilih oleh orangutan biasanya termasuk ke dalam
jenis kayu yang kuat dan dapat menopang tubuh. Namun demikian faktor-faktor
dan penyebab pohon dipilih untuk bersarang masih belum jelas, tidak ada satupun
faktor ekologis yang dapat menjelaskan adanya pemilihan pohon untuk membuat
sarang (Fauzi et al., 2017). Sarang orangutan dibuat setiap hari sebagai tempat
beristirahat, terutama saat tidur dimalam hari. Kegiatan bersarang orangutan
meliputi pematahan dan perlakuan pada cabang-cabang atau tanaman untuk
menyusun sarang yang akan digunakan untuk beristirahat atau tidur, bangunan
alas untuk tempat makan, atau melindungi tubuh dari hujan (Muin, 2007).
Secara umum bentuk sarang orangutan hampir menyerupai sarang burung
elang, sarang tupai besar, maupun sarang beruang madu. Hal yang membedakan
dengan sarang orangutan adalah bagian patahan dahan yang digunakan sebagai
pondasi sarang. Penghitungan kepadatan sarang dapat dikembangkan untuk
menghasilkan perkiraan kepadatan populasi kera besar, paling tidak jika
diasumsikan bahwa proses kehancuran sarang (t) berlangsung pada suatu
kecepatan tertentu di suatu tempat dan musim tertentu. Akibatnya, jika
dibandingkan dengan penghitungan individu secara langsung, penghitungan
sarang tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi populasi musiman
(Atmoko dan Rifqi, 2012).
Sebagian besar waktunya di atas pohon (arboreal) dengan membuat
sarang dari ranting-ranting atas pohon. Setiap harinya orangutan membuat
sarang 1–3 sarang dengan daya jelajah setiap harinya lebih dari 10 ha
(Van Schaik et al., 1995). Menurut (Van Schaik dan Idrusman 1996), dalam
suatu pohon ada beberapa posisi sarang yang biasa digunakan oleh orangutan
yaitu posisi sarang yang terletak di dekat batang utama, posisi sarang yang
7

terletak di tengah atau di pinggir cabang utama, dan posisi sarang yang terletak di
puncak pohon (Acrenaz et al., 2004).
Pohon sarang yang dipilih oleh orangutan biasanya termasuk ke dalam
jenis kayu yang kuat dan dapat menopang tubuh. Namun demikian faktor-
faktor dan penyebab pohon dipilih untuk bersarang masih belum jelas “tidak
ada satupun faktor ekologis yang dapat menjelaskan adanya pemilihan pohon
untuk membuat sarang” (Fauzi et al., 2017). Sarang orangutan dibuat setiap hari
sebagai tempat beristirahat, terutama saat tidur dimalam hari. Kegiatan orangutan
dalam membuat sarang meliputi pematahan dan perlakuan pada cabang-cabang
atau tanaman untuk menyusun sarang yang akan digunakan untuk beristirahat atau
tidur, bangunan alas untuk tempat makan, atau melindungi tubuh dari hujan
(Muin, 2007).
Dalam perjumpaan sarang secara langsung umumnya sarang yang
ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa sarang baru yang masih
memperlihatkan daun-daun yang masih berwarna hijau, namun ada pula sarang
yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna cokelat kering dan bercampur
dengan daun-daun yang masih berwarna hijau di atasnya. kadang ditemukan juga
orangutan menggunakan sarang lamannya dengan cara merekonstruksi bagian
dalam sarang dengan mengambil ranting dari pohon sarang atau bahkan diambil
dari jarak 15-30 m dari pohon lain (Rahman, 2010).
Ketersediaan spesies pohon sebagai sumber pakan dan tempat bersarang
bagi orangutan adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam kepadatan populasi
orangutan. Oleh karena itu, hasil ini penting dalam memulihkan habitat orangutan
yang rusak (Onrizal dan Bahar, 2019)
Distribusi Orangutan
Suaka Margastawa Rawa Singkil merupakan kawasan yang telah ditunjuk
sebagai Kawasan Pelestarian Alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
859/MenLKH/Sekjen PLA/11/2016 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukkan
Kawasan Hutan Rawa Singkil yang Terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh
Singkil dan Subulussalam seluas 81.802,22 hektar menjadi Kawasan Suaka Alam
dengan nama Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS). Kawasan ini merupakan
perwakilan ekosistem lahan basah di hutan hujan tropis dataran rendah dan bagian
8

dari Ekosistem Leuser serta menjadi habitat utama bagi satwa liar yang dilindungi
dan terancam punah secara global contohnya Orangutan Sumatera. Orangutan
(Pongo spp) adalah satu-satunya spesies kera besar yang tinggal di Asia
Tenggara. Saat ini, distribusinya di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan),
serta di negara bagian Malaysia, Sabah dan Sarawak. Sayangnya jumlahnya
di alam liar menurun dengan cepat. Pada tahun 1997 perkiraan populasi
orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) hanya 7% dari populasi pada tahun
1900 sedangkan populasi orangutan Sumatera pada tahun 2002 adalah 4% dari
populasi pada tahun 1900 (Mul et al., 2007).
Sejak tahun 2017, terdapat 3 jenis orangutan yang tesebar di Indonesia
yakni orangutan Sumatera (P. abelii),orangutan Borneo (P. pygmeus) dan
orangutan tapanuli (P. tapanuliensis). Orangutan Borneo/kalimantan saat ini
terdiri dari 3 sub spesies, yakni P. pygmeus yang tersebar di daerah Serawak,
Malaysia, P. wurmbii di bagian barat dan barat laut pulau Kalimantan/Borneo atau
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Indonesia dan P. morio yang hidup
di Sabah, Malaysia dan Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan Indonesia (Onrizal, 2019)
Kerapatan populasi orangutan menurun secara bertahap dengan
bertambahnya ketinggian tempat dan bahkan tidak ada populasi tetap yang
diperkirakan berada pada ketinggian 1.500 mdpl (Wich et al., 2016). Orangutan
Sumatera (P. abelii) sebagian ditemukan di Provinsi Aceh bagian utara sebesar
78,6%. Hanya dua populasi di Sumatera Utara yang mampu bertahan untuk
jangka panjang yaitu di Batang Toru dan Pakpak Barat (Wich et al., 2008).
Kelangsungan hidup orangutan sangat tergantung pada hutan hujan tropis
yang menjadi habitatnya, mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga
hutan pegunungan dengan ketinggian lebih kurang 1800 mdpl (di atas permukaan
laut) (Rijksen, 1978), dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian sekitar 200-400
mdpl (Payne, 1987 dan van Schaik et al., 1995). Di Kalimantan, batas ketinggian
populasi orangutan sekitar 500-800 m dpl, sedangkan di Sumatera, terutama
jantan dewasa, terkadang dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 m
diatas permukaan laut (Atmoko dan Rifqi, 2012).
9

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2019 sampai dengan bulan
Juni 2019. Di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Provinsi Aceh (Gambar 1).
Dalam pengambilan data penelitian ini dibantu oleh surveyor dari BKSDA,
masyarakat lokal, serta tim ahli yang berjumlah 28 orang dan dibagi menjadi 5 tim
yang telah dilatih sebelumnya melalui kegiatan yang di danai oleh proyek USAID
LESTARI G-014 dengan peneliti utama Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D

Gambar 1. Peta Suaka Margasatwa Rawa Singkil

Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi meteran dengan
panjang 25 m, kamera, GPS, kompas dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi alkohol, kantong plastik,
label kertas, dan tali plastik.
10

Prosedur Penelitian
A. Pengumpulan Data
A.1 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak. Jumlah yang
diamati sebanyak 10 jalur dengan panjang masing masing 1 km. Kemudian setiap
jalur transek dibagi menjadi 10 plot kecil dengan ukuran 20 × 20 m dan jarak
antar plot 100 m

C
................100 m.....................
B
A

2m
m 5m
................100 m.....................
20 m

1000 m

Gambar 2. Analisis vegetasi metode jalur berpetak


Keterangan
A = Plot Semai (2 m × 2 m)
B = Plot Pancang (5 m × 5 m)
C = Plot Tiang dan Pohon (20 m × 20 m)
Data yang diambil adalah semai dengan tinggi <1,5 m, pancang dengan
tinggi ≥1,5 m, dan tiang serta pohon-pohon yang berdiameter ≥ 10 cm, nama
jenis, diameter pohon setinggi dada (DBH), dan tinggi pohon serta tutupan tajuk
pohon. Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui
kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi
jenis dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) serta daftar pohon
pakan orangutan.
A.2. Parameter ekologi
A.2.1. Keberadaan Ficus
Keberadaan Ficus merupakan salah satu parameter ekologi yang bisa
digunakan dalam penentu keseimbangan orangutan. Di Sumatera keberadaan
11

beringin/ara raksasa menyediakan pakan alternatif dan arena sosial yang penting
bagi orangutan terutama disaat musim kurang buah (Van Schaik et al. 1995;
Utami et al. 1997; Wich et al. 2006). Untuk mendapatkan data keberadaan Ficus
di area penelitian ini yaitu dengan mencatat rambung/ara sambil berjalan pelan
sepanjang jalur transek serta mencatat jarak Perpendicular Distance (PPD) tegak
lurus antara rambung ke jalur.
A.2.2. Fruit Trail
Parameter ekologi lainnya untuk mengukur kualitas habitat orangutan yaitu
dengan menghitung pohon yang sedang berbuah dengan metode Fruit Trail.
Untuk mendapatkan data Fruit Trail yaitu dengan menghitung kelimpahan
pohon buah yang sedang berbuah per km sepanjang jalur transek
(Atmoko dan Rifqi, 2012)
A.3.Pohon Sarang Orangutan
Jalur transek sepanjang 1 km dengan lebar 25 m dibuat di sisi kanan dan
kiri jalur pada daerah yang telah ditentukan. Perhitungan sarang dilakukan dengan
berjalan menyusuri jalur perlahan, untuk mengamati kemungkinan adanya sarang
orangutan baik di sisi kanan maupun kiri jalur (Gambar. 3)

25 m
1000 m

25 m

Gambar 3. Petak pengamatan metode Line Transect

A.3.1. Pohon Sarang


Pendataan pohon sarang dilakukan saat pengamatan di jalur transek. Data
dicatat dalam tallysheet pohon sarang meliputi jarak pohon sarang ke jalur
transek, nama lokal pohon sarang, estimasi tinggi dan diameter pohon sarang
setinggi dada. Dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter yang meliputi:
12

1. Identifikasi jenis pohon sarang dengan mencatat nama ilmiahnya


2. Pengukuran diameter pohon tempat bersarang orangutan setinggi dada
(DBH)/ 1,30 meter dari permukaan tanah dan 20 cm dari atas banir
dengan menggunakan pita ukur/phiband
3. Tinggi total pohon sarang diukur tegak lurus dari permukaan tanah
hingga puncak tajuk pohon dengan menggunakan haga hypsometer
4. Tinggi bebas cabang (TBC) diukur menggunakan haga hypsometer
5. Tinggi sarang dari permukaan tanah diukur menggunakan haga hypsometer
6. Jarak pohon sarang dari jalur transek diukur tegak lurus dari pohon
sarang dengan trek terdekat.
A.3.2 Posisi dan Klasifikasi Sarang
Pengambilan data dilakukan menggunakan metode jalur transek, jalur
transek diletakkan secara sengaja (purposive) pada areal yang menurut peneliti
mewakili untuk melakukan identifikasi pohon sarang. Pengambilan data
identifikasi pohon sarang ini dilakukan dengan bantuan binokuler untuk
menemukan sarang yang jauh dari dan tersembunyi (Cahyani, 2014). Penentuan
posisi sarang dilakukan dengan mengamati sarang pada pohon tempat bersarang
yang ditemukan dilapangan berdasarkan posisi 1, 2, 3, 4, dan 0 sarang

Gambar 4. Posisi sarang orangutan (Atmoko dan Rifqi, 2012).

Pembagian klasifikasi tipe kelas sarang di bagi menjadi kelas A, B, C, D,


dan E (Ancrenaz et al., 2004)

A B C D E
Gambar 5. Pembagian tipe kelas sarang (Muslim dan Ma`ruf, 2016)
13

Keterangan
Sarang kelas A : Sarang baru, masih sepenuhnya warna hijau
Sarang kelas B : Sarang yang relatif baru merupakan campuran daun hijau
dan kering
Sarang Kelas C : Berwarna coklat, namun bentuk masih utuh
Sarang Kelas D : Sarang sudah mulai berantakan, ada lubang atau potongan
daun hilang
Sarang kelas E : Sudah tua, daun hilang hanya cabang dan rating dan ranting
struktur rangka tetap
(Jhonson et al., 2005)

B. Analisis Data

B.1.Analisis Vegetasi
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui
kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi dan frekuensi
relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) menggunakan rumus Mueller-
Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:

( ) ............................................................(1)

( ) ........................................(2)

( )


....................................................(3)

( ) ....................................(4)

( ) .........................................................(5)

( ) ..............................................(6)

( ) KR + FR + DR....................................................(7)
Indeks Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan
Indeks Kekayaan Margalef (1958) dalam Santosa 1995 sebagai berikut

........................................................................................................(8)
( )
14

Keterangan:
R = indeks kekayaan jenis (indices of species richness)
S = jumlah total jenis dalam suatu habitat (species per habitat)
NO = jumlah individu pada suatu habitat (individu per habitat)
Tabel 1. Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Baik >4,0
Moderat 2,5 – 4,0
Buruk <2,5

Indeks Keanekaragaman Jenis


Untuk mengetahui keanekaragaman jenis digunakan rumus Shannon
indices of general of diversity sebagai berikut:

. ...............................................................................................(9)

Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah spesies yang menyusun komunitas
Pi = Rasio antara jumlah spesies i (ni) dengan jumlah spesies individu total dalam
komunitas (N)
Tabel 2. Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
Tinggi >2,0
Sedang ≤2,0
Rendah <1,6
Sangat Rendah <1,0
Sumber: Aryanto et al., 2012

Indeks Kemerataan Jenis


Indeks kemerataan antara tipe habitat (penggunaan lahan) menggunakan
rumus Barbour et al, 1987

............................................................................................................(10)

Keterangan:
e = Indeks kemerataan (Indices of Similarity)
H` = Indeks keanekaragaman Shannon (Shannon Indices of Diversity)
S = Jumlah spesies
15

B.2. Parameter Ekologi


B.2.1. Keberadaan Ficus
Ada dua kelas beringin/rambung/ara yang dicatat: kelas 1 adalah
beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya tetapi masih memiliki pohon
induk/inang, kelas 2 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya,
pohon inangnya sudah tidak terlihat lagi (mati)
Tabel 3. Analisis Data Ficus
No Meter di jalur Nama jenis Ficus Kelas ** PPD (m) Keterangan

2
Sumber: Atmoko dan Rifqi (2012)
Keterangan
Kelas 1 : Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya masih ada atau
hidup
Kelas 2 : Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya sudah tidak ada
PPD : Jarak tegak lurus pengamat ke objek
Meter di jalur : Jarak perjumpaan Ficus dari titik awal transek

B.2.2. Fruit Trail


Jika menjumpai buah di jalur transek, cari pohon asal buah disisi jalur
transek, cek apakah pohon tersebut masih berbuah, jika ya, catat jenis buah
tersebut, golongkan antara buah berdaging/ berair dengan buah keras/ berkayu,
parameter yang diambil seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Fruit Trail
No Meter di jalur Nama buah Tipe buah * Kondisi Buah ** Keterangan

1 D S Dimakan OU
2 K M Dimakan OU

Sumber: Atmoko dan Rifqi (2012)


Keterangan
D : Buah berdaging/berair
K : Keras, berkayu
16

M : Matang
S : setengah matang
m : Mentah
Dimakan OU atau tidak manfaatnya untuk masyarakat lokal
(Atmoko dan Rifqi, 2012)

B.3.2. Preferensi Pohon Sarang


Analisis jenis pohon sarang yang disukai oleh orangutan untuk tempat
bersarang menggunakan asumsi\ bahwa semakin besar pemanfaatan suatu
habitat oleh orangutan, maka semakin disukai tipe habitat tersebut kerena proporsi
pemanfaatannya (usage) lebih besar dibanding proporsi ketersediaanya
(availabity). Untuk mengetahui hubungan tingkat keberadan sarang pada
jenis pohon tertentu dilakukan pengujian dengan pendekatan Metode Neu.
Metode Neu merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menentukan indeks preferensi habitat oleh satwa dimana jika nilai wi ≥1,
maka jenis pohon tersebut disukai (Kuswanda, 2013).

Tabel 5. Preferensi Pohon Bersarang dengan Metode Neu


Jenis Pohon Sarang P% N u% w B
1 p1 n1 u1 w1 b1

... ... ... ... ... ...

N Pn Nn Un Wn Bn
Total 100 ∑ni 100 ∑wi 1
Sumber : (Manly et al., 2002)

Keterangan:
p = proporsi harapan (100/total jenis pohon tempat bersarang)
n = jumlah individu jenis pohon sarang yang digunakan
u = proporsi jumlah jenis pohon sarang yang digunakan (ni /Ʃ ni*100)
w = indeks seleksi pohon sarang (ui /pi)
b = indeks seleksi yang di standarkan (wi /Ʃwi)
17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Vegetasi pada Habitat Orangutan


Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh 86 jenis pohon pada seluruh
tingkat pertumbuhan yakni semai (58 jenis), pancang (61 jenis) dan pohon
(74 jenis)

A. Tingkat Semai
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil,
Aceh pada tingkat semai ditemukan sebanyak 1566 individu dengan 58 jenis
semai, disajikan pada Tabel 6
Tabel 6. Hasil analisis vegetasi tingkat semai (10 jenis INP terbesar)
No Jenis Famili KR FR INP
1 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 23,81 8,10 31,92
2 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 11,36 8,10 19,47
3 Syzygium sp. Myrtaceae 13,66 5,40 19,07
4 Gluta renghas Anacardiaceae 5,87 6,30 12,18
5 Shorea sp. Dipterocarpaceae 6,19 5,40 11,59
6 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 2,80 4,50 7,31
7 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 4,27 1,80 6,08
8 Horsfieldia irya Myristicaceae 2,93 2,70 5,64
9 Uncaria acida Rubiaceae 3,70 1,80 5,50
10 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 0,57 3,60 4,17

Berdasarkan Tabel 6. jenis Syzygium acuminatissium merupakan jenis


dengan INP tertinggi sebesar 31,92 dengan kerapatan relatif sebesar 23,81.
Selanjutnya pada jenis Tetramerista glabra memiliki INP sebesar 19,47 dengan
kerapatan relatif sebesar 11,36, syzygium sp. memiliki nilai INP sebesar 19,07
dengan kerapatan relatif sebesar 13,66, lalu jenis Gluta renghas memiliki INP
sebesar 12,18 dengan kerapatan relatif sebesar 5,87 dan diikuti dengan jenis jenis
lainya seperti Shorea sp., Mangifera longipetiolata, Zanthoxylum rhetsa,
Horsfieldia irya, Uncaria acida dan Shorea leprosula
Jenis dengan INP tertinggi ini merupakan jenis yang memiliki peranan
yang sangat penting pada habitat rawa singkil. Tingginya INP menunjukkan jenis
tersebut memiliki tingkat kepentingan yang tinggi terhadap pemanfaatan unsur
hara, tempat tumbuh, dan persebaran sehingga jumlahnya melimpah di lapangan
(Atmoko dan Sidiyasa, 2008).
18

B. Tingkat Pancang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang ditemukan
sebanyak 852 inidividu dengan 61 jenis pancang. T. glabra merupakan jenis yang
paling dominan dengan INP tertinggi sebesar 24,82 dan kerapatan relatif sebesar
17,13, selanjutnya S. acuminatissium memiliki nilai INP sebesar 23,35 dengan
kerapatan relatif sebesar 16,43, lalu diikuti dengan beberapa jenis lainnya
seperti Syzygum sp., G. renghas, Shorea sp. Lalu ada 5 jenis yang
memiliki INP terkecil pada tingkat pancang ini yaitu jenis M. longipetiolata,
Parastemon urophyllus, U. acida, Aglaia sp., H. irya. Dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisis vegetasi tingkat pancang (10 jenis INP terbesar)
No Jenis Famili KR FR INP
1 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 17,13 7,69 24,82
2 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 16,43 6,92 23,35
3 Syzygium sp. Myrtaceae 7,27 3,07 10,35
4 Gluta renghas Anacardiaceae 4,81 5,38 10,19
5 Shorea sp. Dipterocarpaceae 4,57 4,61 9,19
6 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 2,58 3,84 6,42
7 Parastemon urophyllus Chrysobalanaceae 3,16 2,30 5,47
8 Uncaria acida Rubiaceae 2,93 2,30 5,24
9 Aglaia sp. Meliaceae 4,10 0,76 4,87
10 Horsfieldia irya Myristicaceae 1,64 2,30 3,95

Dominansi dari jenis-jenis yang ada pada tegakan yang diamati dapat
dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP). Selain itu INP digunakan
untuk mengetahui tingkat dominansi atau penguasaan suatu jenis dalam suatu
komunitas. Pada tingkat pancang jenis T. glabra merupakan jenis yang memiliki
INP tertinggi hal tersebut karena jenis tersebut cocok dengan habitat rawa gambut,
sebaliknya jika jenis tersebut tidak cocok atau tidak mampu beradaptasi pada
habitat rawa gambut maka jenis tersebut akan mati. Selain itu juga komponen
ekosistem berpegaruh terhadap komposisi vegetasi antara lain curah hujan,
kelembaban, suhu, unsur hara dan lain lain

C. Tingkat Pohon
S. acuminatissium merupakan jenis dengan sebaran terbanyak berjumlah
311 individu pohon dengan nilai indeks nilai penting (INP) tertinggi sebesar
51,96 (jenis penting) dengan nilai kerapatan relatif sebesar 20,87. Dan untuk INP
terbesar kedua berada pada jenis T. glabra dengan nilai INP sebesar 35,88 dan
19

nilai kerapatan relatif sebesar 15,30 selanjutnya pada jenis G. renghas sebesar
memiliki INP sebesar 23,66 dengan nilai kerapatan relatif sebesar 6,71. Dan untuk
jenis yang memiliki INP terendah berada pada jenis Syzygium rosratum,
M. longipetiolata yaitu sebesar 5,90 dan 5,74. Seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. hasil analisis vegetasi tingkat pohon (10 jenis INP terbesar)
No Jenis KR FR DR INP
1 Syzygium acuminatissimum 20,87 4,85 26,22 51,96
2 Tetramerista glabra 15,30 6,07 14,55 35,88
3 Gluta renghas 6,71 5,46 11,45 23,66
4 Shorea sp. 5,71 4,85 7,46 18,02
5 Parastemon urophyllus 6,58 1,89 3,56 11,96
6 Syzygium sp. 4,50 3,64 2,15 10,28
7 Horsfieldia irya 3,09 3,03 2,09 8,21
8 Sterculia foetida 2,82 2,42 2,53 7,77
9 Syzygium rostratum 1,14 1,82 2,95 5,90
10 Mangifera longipetiolata 2,08 3,64 0,03 5,74

Tabel 8 menunjukkan 10 jenis dari 74 jenis individu pohon yang memiliki


INP tertinggi dengan jumlah keseluruhan sebesar 1490 individu tingkat pohon
yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi. Banyaknya individu pohon yang
ditemukan karena lokasi penelitian memiliki topografi yang datar sehingga
memiliki banyak individu pohon serta komponen komponen individu penyusun
yang masuk kedalam plot pengamatan. Martono (2012) menyatakan bahwa
vegetasi bukan hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan saja, akan
tetapi merupakan suatu kesatuan dimana individu-individu penyusun tergantung
satu sama lain dan disebut suatu komunitas tumbuhan.
Indeks kekayaan pada tingkat semai sebesar 6,8, tingkat pancang memiliki
nilai sebesar 8,99 dan pada tingkat pohon memiliki nilai sebesar 9,99. Dari nilai
tersebut diketahui bahwa tingkat semai, pancang dan pohon masuk kedalam
kriteria baik. Pada indeks keanekaragaman jenis hasil yang di dapat pada tingkat
semai memiliki nilai sebesar 2,86, pada tingkat pancang memiliki nilai
keanekaragaman sebesar 3,22 dan pada tingkat pohon sebesar 3,11 (Dari hasil
ketiganya diketahui bahwa nilai yang didapat masuk kedalam kriteria dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi). Sedangkan untuk indeks kemerataan nilai
yang dihasilkan pada tingkat semai sebesar 1,68, pada tingkat pancang sebesar 1,8
20

dan pada tingkat pohon sebesar 1,67. Hasil data yang diperoleh di sajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Data Indeks Keragaman, Indeks Kekayaan dan Indeks Kemerataan
No Tingkat Pertumbuhan H' D E
1 Semai 2,86 6,8 1,68
2 Pancang 3,22 8,89 1,8
3 Pohon 3,11 9,99 1,67

Keterangan: H' : Indeks Keanekaragaman


d : Indeks Kekayaan
e : Indeks Kemerataan
Tabel 9 menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman, indeks kekayaan
dan indeks kemerataan masuk kedalam kriteria baik dan tinggi. Hal tersebut
karena luasnya areal sampel berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies. Jika
semakin tinggi luas areal dan semakin banyak jenis yang dijumpai maka nilai
indeks keanekaragaman akan semakin tinggi (Setiadi, 2004)

Parameter Ekologi Orangutan


A. Keberadaan Ficus
Pada keberadaan Ficus hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 6.
45%
42%
40%
35%
30%
Persentase

25%
25%
20%
17%
15%
10% 8% 8%
5%
0%
Ficus
Ficus sp.
sp. Ficus stupenda Ficus sumatrana Ficus altissima Ficus benjamina
Jenis Ficus

sp.
Gambar 6. Hasil analisis keberadaan Ficus

Berdasarkan Gambar 6 hasil data yang diperoleh bahwa jenis yang paling
banyak dijumpai yaitu jenis Ficus sp. dengan jumlah dan persentase sebesar
21

5 (42%), Jenis Ficus stupenda memiliki jumlah dan persentase terbesar kedua
yaitu sebesar 3 (25%), Jenis Ficus sumatrana memiliki jumlah dan persentase
sebesar 2 (17%) dan pada jenis Ficus altissima dan Ficus benjamina memiliki
jumlah dan persentase terkecil yaitu sebesar 1 (8%)
Buah yang menjadi pakan bagi orangutan tidak dapat dipastikan kapan
buah tersebut tersedia, karena buah merupakan tumbuhan yang hidup dengan
waktu terbatas dan musim berbuah juga berbeda satu sama lainnya dengan jumlah
kelebatan buah yang berbeda pula. Ada gejala pada buah yang dapat
mempengaruhi tersedianya sumber makan musiman yaitu gejala sindrom panen.
Sindrom panen hampa ini merupakan suatu kondisi dimana suatu pakan yang
disenangi oleh orangutan seolah-olah akan memasuki waktu panen dengan jumlah
yang berlimpah, namun kenyataannya pada saat buah matang (siap dipanen),
orangutan tidak menghabiskan waktu yang lama di pohon tersebut atau bahkan
tidak menghiraukannya sama sekali. Hal ini terjadi karena meskipun buah tampak
normal dari luar, sebenarnya buah tersebut kosong atau rusak di bagian dalam.
Pada kejadian lain, sejumlah buah berkembang tetapi busuk di bagian dalamnya
(Galdikas, 1984). Ketika buah mengalami gejala sindrom panen maka
ketersediaan pakan bagi orangutan akan berkurang, dan Ficus ini merupakan
solusi bagi orangutan sebagai penyedia pakan alternatif disaat pohon pakan tidak
mampu menyediakan makanan bagi orangutan karena Ficus mampu berbuah
sepanjang tahun sehingga ketersediaan pakan bagi orangutan selalu tersedia

B.1. Penggolongan Kelas Ficus


Pada penggolongan Ficus hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 7

9%

kelas 1
kelas 2

91%

Gambar 7. Hasil penggolongan kelas Ficus


22

Berdasarkan Gambar 7 hasil yang diperoleh pada penggolongan Ficus


bahwa kelas yang paling banyak ditemukan terdapat pada kelas 1 yang memiliki
jumlah sebanyak 10 dengan persentase sebesar (91%) yaitu pada jenis Ficus
altisima, Ficus stupenda, Ficus sumatrana, Ficus benjamina dan Ficus sp.
sedangkan kelas 2 memiliki jumlah sebesar 2 dan persentase sebesar (9%) yaitu
hanya pada jenis Ficus sp. saja

A. Fruit Trail
Pada parameter ekologi yaitu Fruit Trail hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada Gambar 8
60% 54,77%
50%
Persentase

40%
30% 24,48%

20% 16,18%

10% 0,83% 0,83% 0,83% 0,83%


0,41% 0,41% 0,41%
0%

Fruit Trail

Gambar 8. Hasil pengambilan data Fruit Trail

Pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa hasil pengambilan data Fruit Trail
diperoleh jenis jenis pohon yang beragam. Untuk jenis yang paling banyak
dijumpai adalah jenis S. acuminatissimum dimana pada jenis tersebut hasil yang
didapatkan berjumlah 132 individu pohon dengan persentase sebesar 54,77%
individu pohon, hal tersebut karena pada saat survey lapangan jenis
S. acuminatissimum (jambu jambu) memang sedang musim berbuah. Jenis ini
juga merupakan jenis pohon pakan orangutan Sumatera. Selanjutnya jenis yang
juga sering dijumpai adalah jenis T. glabra dengan jumlah sebesar 59 individu
pohon dengan persentase sebesar 24,48%. Jenis ini juga merupakan jenis pohon
23

pakan untuk orangutan Sumatera. Untuk jenis Syzygium sp. berjumlah 39 individu
pohon dengan persentase sebesar (16,18%). Sedangkan untuk jenis yang lain
hanya sedikit dijumpai seperti jenis Eugenia cymosa, Garcinia ccymosa,
M. longipetiolata, Nessia altissima yang berjumlah 2 individu pohon dengan
persentase sebesar (0,83%), dan untuk jenis cryptocarya crassinervia,
Ficus benjamina, G. renghas hanya berjumlah1 individu pohon saja dengan
persentase sebesar (0,41%).

A.1. Penggolongan Buah


Hasil penggolongan buah dan kondisi buah dapat dilihat pada Gambar 9.

6% Matang

Matang & Mentah


37%
(56%)
Mentah

Setengah matang
1%

Gambar 9. Hasil penggolongan kondisi buah

Berdasarkan Gambar 9 diperoleh data penggolongan buah bahwa untuk


kondisi buah diperoleh hasil yang paling banyak yaitu kondisi buah matang (M)
dengan persentase sebesar 56%, lalu untuk persentase terbesar kedua yaitu kondisi
buah mentah (m) dengan persentase sebesar 37%, untuk kondisi buah setengah
matang (S) memiliki persentase sebesar 6%, sedangkan kondisi buah matang dan
mentah memiliki persentase yang paling kecil yaitu sebesar 1%.
Lalu untuk penggolongan tipe buah diketahui bahwa secara keseluruhan
buah yang dijumpai pada saat survey orangutan dilapangan hanya ada satu tipe
saja yaitu buah dengan tipe berdaging/ berair (B) dan untuk tipe buah keras (K)
tidak ditemukan sama sekali. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Leighton (1993) yang menyatakan bahwa orangutan hampir selalu memakan buah
24

yang matang dan berdaging untuk dimakan dan juga hampir selalu memakan biji
nya.
Analisis Pohon Bersarang Orangutan
Berdasarkan hasil analisis pohon bersarang ditemukan 20 jenispohon
bersarang dari 119 pohon bersarang dengan jumlah sarang 104 individu pada
keseluruhan transek yakni transek 1 (16 sarang), transek 2 (8 sarang), transek 3
(13 sarang), transek 4 (8 sarang), transek 5 (5 sarang), transek 6 (8 sarang),
transek 7 (9 sarang), transek 8 (7 sarang), transek 9 (11 sarang), transek 10 (19
sarang).

A. Sebaran Pohon Bersarang


A.1. Sebaran Pohon Tempat Bersarang Berdasarkan Kelas Diameter
Pada penelitian ini diperoleh ukuran diameter yang disukai oleh orangutan
untuk tempat membuat sarang menggunakan kelas diameter ≤10 cm,
10 – 20 cm, 30 – 40 cm, 40 – 50 cm dan > 50 cm. Berikut ini (Gambar. 10)
merupakan hasil yang diperoleh pada lokasi penelitian

70%
60%
60%

50%
Persentase

40%

30%
21%
20%
9%
10% 6%
1% 3%
0%
≤10 cm 10-20 cm 20-30 cm 30-40 cm 40-50 cm > 50 cm
Diameter pohon

Gambar 10. Sebaran sarang berdasarkan kelas diameter pohon sarang.

Berdasarkan Gambar 10 sebaran sarang berdasarkan diameter yang paling


besar terdapat pada kelas diameter 10 – 20 cm dengan jumlah 71 individu pohon,
kemudian untuk jumlah terbesar kedua yaitu pada kelas diameter 20 – 30 cm yang
memiliki 25 individu pohon, lalu diikuti dengan kelas diameter ≤10 cm dengan
jumlah sebesar 11 individu pohon, kelas diameter 30 – 40 cm berjumlah 7
25

individu pohon, kelas diameter 40 – 50 cm merupakan jumlah yang paling kecil


atau sedikit yaitu berjumlah 1 individu pohon, dan pada ukuran diameter
> 50 cm berjumlah 4 individu pohon. Bila dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bahar (2018) di Bukit Lawang bahwa untuk sebaran sarang
berdasarkan diameter paling dominan berada pada kelas diameter 20-30 m dan
sebaran kelas sarang terbesar kedua berada pada kelas 30-40 m. Hal tersebut
karena perbedaan habitat antara hutan rawa dengan hutan hujan tropika, sehingga
terjadi perbedaan kelas diameter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muslim dan
Ma’ruf (2016) bahwa tinggi dan diameter pohon mungkin saja mempengaruhi
orangutan untuk membuat sarang.

A.2. Sebaran Pohon Tempat Bersarang Berdasarkan Tinggi Sarang


dari Permukaan Tanah

Sebaran pohon sarang berdasarakan tinggi sarang menggunakan kelas


≤10 m, 11 - 20 m, 21 – 30 m dan > 30 m. Ketinggian yang paling banyak
ditemukan pada kelas ≤10 m dengan jumlah 65 dari 104 individu, pada kelas
ketinggian 10-20 m ditemukan 38 individu, pada kelas ketingian 20 – 30 m hanya
1 individu dan pada kelas ketinggian >30 m tidak ditemukan adanya sarang pada
ketinggian tersebut. Menurut pernyataan Rijksen (1978), Bahwa orangutan pada
umumnya membangun sarang pada ketinggian 13-15 meter. Hasil yang
diperoleh di sajikan pada Gambar 11.

70%
63%
60%
50%
Persentase

40% 36%

30%
20%
10%
1% 0
0%
≤10 m 10-20 m 20-30 m >30 m
Tinggi sarang

Gambar 11. Sebaran pohon tempat bersarang berdasarkan tinggi sarang


26

Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa ketinggian pohon berpengaruh


pada orangutan untuk membuat sarang dimana orangutan suka dengan ketinggian
yang cukup untuk memandang luas dan untuk menghindari dirinya dari serangan
hewan pemangsa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Van schaik, 2016)
bahwa pemilihan ketinggian pohon sarang orangutan dapat disebabkan karena
orangutan menyukai pandangan yang lapang dari sarangnya namun tidak
terlalu terbuka sehingga dapat terlindung dari terpaan angin. Dilanjutkan
dengan pernyataan Rijksen (1978), Orangutan membuat sarang juga sangat
dipengaruhi oleh kondisi hutan seperti adanya serangan predator. Semakin
tinggi sarang yang dibuat orangutan, semakin sulit bagi predator untuk
menjangkaunya.

A.3. Sebaran Pohon Tempat Bersarang Berdasarkan Posisi Sarang


Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa posisi yang paling
banyak dijumpai di plot pengamatan adalah posisi 1 dengan jumlah dan
persentase sebesar 43 (41 %), pada posisi 2 berjumlah sebesar 26 (26 %), posisi 3
berjumlah sebesar 21 (20 %), selanjutnya pada posisi 4 berjumlah 14 (13 %),
sedangkan pada posisi 0 tidak ditemukan adanya sarang. Dapat dilihat pada
Gambar 12.

45%
41%
40%
35%
30%
26%
Persentase

25%
20%
20%
15% 13%
10%
5%
0
0%
1 2 3 4 0 5

Kelas Posisi Sarang

Gambar 12. Sebaran pohon bersarang berdasarkan posisi sarang


27

Pada Gambar 12 terlihat bahwa posisi 1 merupakan posisi yang paling


dominan yang terletak pada batang utama, dimana pada posisi tersebut lebih kuat
untuk mampu menampung bobot orangutan baik jantan maupun betina dan
anaknya hal ini diduga sangat ditentukan oleh faktor kesesuaian pohon untuk
membangun sarang, mudah tidaknya mendapatkan bahan membuat sarang, dan
kenyamanan orangutan itu sendiri. Menurut Swandi (2000) orangutan dominan
bersarang pada posisi I dikarenakan secara umum posisi ini mempunyai bahan
sarang yang melimpah. Cabang-cabang yang mengelompok pada bagian ini secara
vertikal maupun horizontal mempermudah pembentukan lingkaran sarang,
mangkuk sarang dan penyangga sarang yang mampu menopang berat tubuh
orangutan. Untuk posisi 2 hampir sama dengan posisi 1 dimana mampu
menampung bobot orangutan dewasa, sedangkan pada posisi 3 digunakan untuk
orangutan remaja untuk membuat sarang dan untuk tempat bermain dan istrahat.
Seperti pada pernyataan Muslim dan Ma’ruf (2016) yang menyatakan bahwa
orangutan yang menggunakan cabang utama biasanya adalah orangutan jantan
dewasa sesuai dengan berat dan besar tubuhnya serta betina dewasa yang
memiliki anak karena posisi ini mampu untuk menahan beban yang cukup berat.
Posisi ujung dahan biasanya dipakai oleh orangutan remaja atau yang tidak
terlalu berat. Posisi pucuk pohon dipilih oleh orangutan untuk mempermudah
mengamati gangguan dari luar.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya posisi sarang orangutan
Sumatera (P. abelii) pada jalur pengamatan yang berada di permukaan tanah
(posisi 0) hal tersebut untuk melindugi dirinya dari serangan predator berbeda
pula dengan orangutan kalimantan membuat sarang apada posisi 0. Sesuai pada
pernyataan prasetyo (2006) yang menyatakan bahwa P. wurmbii betina dengan
anak di Stasiun Penelitian Orangutan Tuanan, juga ditemukan membangun
sarang di atas tanah. Selain kerapatan pohon yang jarang, hal tersebut juga
dipengaruhi faktor kesehatan orangutan

A.4. Sebaran Pohon Tempat Bersarang Berdasarkan Kelas Sarang

Kelas sarang merupakan suatu parameter yang dapat dijadikan untuk


melihat pergerakan pada orangutan, hal tersebut karena orangutan selalu
28

berpindah dan membuat sarang setiap hari, sehingga sarang yang dijumpai tidak
selalu memiliki kelas yang sama. Untuk itu pada penelitian ini kelas yang
digunakan adalah kelas A, B, C, D, E (Jhonson et al., 2004) dimana kelas A yang
ditemukan pada survey orangutan berjumlah 5 individu pohon dengan persentase
sebesar (5%) sarang, kelas B berjumlah 20 individu pohon dengan persentase
sebesar (19%) sarang, kelas C berjumlah 66 dengan persentase sebesar (63%)
sarang dan untuk kelas D berjumlah 13 (12%) sarang sedangkan untuk kelas E
tidak di temukan adanya sarang pada kelas tersebut. Adapun hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada Gambar 13.
70%
63%
60%
50%
Persentase

40%
30%
19%
20%
13%
10% 5%
0%
A B C D
Kelas Sarang
Gambar 13. Sebaran sarang berdasarkan kelas sarang

Gambar 13 menunjukkan bahwa kelas A merupakan sarang yang paling


jarang dijumpai dimana kelas tersebut merupakan sarang yang relatif masih
sepenuhnya warna hijau, untuk kelas B merupakan sarang yang relatif baru yaitu
campuran daun hijau dan kering, kelas C merupakan kelas yang paling dominan
di jumpai, dimana pada kelas tersebut merupakan kelas yang berwarna coklat,
namun bentuk masih utuh, sedangkan untuk kelas D merupakan sarang yang
sudah mulai berantakan, ada lubang atau potongan daun hilang. Sedangkan pada
kelas E tidak ditemukan adanya sarang, dimana pada kelas tersebut merupakan
kelas yang sudah tua, daun hilang hanya cabang dan rating struktur rangka tetap.
Berdasarkan hasil yang di dapat dari survey orangutan berdasarkan kelas,
sarang memiliki kelas yang berbeda beda, dari yang baru sampai yang sudah tua.
Dan pada umumnya sarang yang masih baru sangat jarang dijumpai hal tersebut
29

karena orangutan bersifat arboreal dan selalu berpindah setiap hari untuk
membuat sarang sehingga kelas sarang yang ditemukan beragam hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Rahman (2010) yang mengatakan bahwa umumnya
sarang yang ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa sarang baru yang
masih memperlihatkan daun-daun yang masih berwarna hijau, namun ada pula
sarang yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna cokelat kering dan
bercampur dengan daun-daun yang masih berwarna hijau di atasnya. Kelas
sarang juga dapat menentukan keberadaan orangutan dan melihat pergerakannya,
kita tau bahwa orangutan membuat sarang setiap hari untuk beristrahat sehingga
kelas sarang merupakan salah satu tanda adanya kehadiran orangutan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Julizar, 2018) bahwa kelas sarang sangat menentukan
dalam perhitungan jumlah sarang di lapangan, kelas sarang selain
mempengaruhi perhitungan jumlah sarang di lapangan juga dapat menentukan
keberadaan dan pergerakan dari orangutan tersebut.

A.5. Sebaran Pohon Bersarang Berdasarkan Tinggi Pohon


Sebaran pohon bersarang berdasarkan tinggi pohon dilakukan
menggunakan kelas ≤10 m, 10 – 20 m, 21 – 30 m dan > 30 m. Hasil survey
orangutan berdasarkan tinggi pohon diperoleh pada ketinggian
≤10 m sebanyak 25 (21%), pada ketinggian 10 – 20 m diperoleh sebanyak 81
(68%) individu, pada ketinggian 21 -30 m diperoleh sebanyak 11 (9%) dan untuk
ketinggian > 30 m hanya diperoleh 2 (2%) individu pohon.
80%
70% 68%

60%
Persentase

50%
40%
30%
21%
20%
9%
10%
2%
0%
≤10 m 10-20 m 20-30 m >30 m
Tinggi Pohon

Gambar 14. Pohon bersarang berdasarkan tinggi pohon


30

Hasil analisis yang diperoleh bedasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa


tinggi pohon tempat bersarang orangutan yang paling dominan terletak pada kelas
ketinggian 10 – 20 m sedangkan untuk ketinggian > 30 m tidak begitu disukai
oleh orangutan untuk tempat bersarang hal tersebut seperti pernyataan
Pujiani (2009) Pohon yang tingginya lebih dari 25 meter, kurang disukai
orangutan untuk membuat sarang karena kondisinya yang tidak terlindung dari
terpaan angin. Apabila sarang berada pada ketinggian tersebut maka diperkirakan
akan menyulitkan orangutan untuk mengawasi kondisi di sekitarnya, karena dari
pohon yang lebih tinggi akan sulit melihat kondisi di bawah yang tertutup tajuk
pepohonan yang lebih rendah.

B. Tinggi Pohon Sarang Dan Tinggi Pohon Hasil Analisis Vegetasi


Hasil yang diperoleh dari perbandingan antara tinggi pohon bersarang dan
tinggi pohon hasil analisis vegetasi disajikan pada Gambar 15.

80%
70% 68%
60%
60%
Pohon Anveg
Persentase

50%
40% Pohon Bersarang

30% 25%
21%
20%
9% 11%
10%
3% 2%
0%
0-10 m 11-20m 21-30m >30
Tinggi Pohon

Gambar 15. Tinggi pohon analisis vegetasi dengan tinggi pohon bersarang

Berdasarkan Gambar 15 diketahui bahwa hubungan antara tinggi pohon


bersarang dengan tinggi pohon hasil analisis vegetasi mempunyai hubungan yang
sama. Pada pohon sarang ketinggian yang paling dominan terdapat pada
ketinggian 11-20 m sedangkan untuk ketinggian pohon hasil analisis vegetasi juga
memiliki ketinggian Dominan yang sama yaitu pada ketinggian 11-20 m. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tinggi pohon bersarang dan tinggi pohon
31

hasil analisis vegetasi menghasilkan data yang berbanding lurus. Hal tersebut
karena pada lokasi penelitian yang paling mendominasi terletak pada ketinggian
tersebut.

C. Preferensi Jenis Pohon Bersarang Orangutan Sumatera


Pada penelitian ini ditemukan sarang orangutan Sumatera sebanyak
104 sarang dengan 20 jenis pohon dari 119 individu pohon. Ada beberapa sarang
yang ditemukan dalam 1 pohon, dan ada juga sarang yang ditemukan antara 2
pohon
Hasil analisis menggunakan metode Neu menunjukkan bahwa jenis
pohon tempat bersarang yang memiliki nilai indeks seleksi >1 diperoleh
sebanyak 5 jenis pohon dari total 20 jenis pohon yang diidentifikasi sebagai
pohon tempat bersarang. Jenis pohon paling disukai yaitu jenis Nessia altisima
dengan indeks seleksi sebesar 1,01, jenis P. urophyllus sebesar 2,18, jenis
Shorea sp. sebesar 1,85, jenis S. acuminatissimum sebesar 7,39 dan jenis
T. glabra sebesar 2,52. Hasil data yang diperoleh di sajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Preferensi Pohon Menggunakan Metode Neu


No Nama Ilmiah Jumlah Pohon P% u% w b
1 Syzygium acuminatissimum 44 5 36,97 7,39* 0,37
2 Tetramerista glabra 15 5 12,61 2,52* 0,13
3 Parastemon urophyllus 13 5 10,92 2,18* 0,11
4 Shorea sp. 11 5 9,24 1,85* 0,09
5 Nessia altissima 6 5 5,04 1,01* 0,05
6 Shorea leprosula 4 5 3,36 0,67 0,03
7 Uncaria acida 4 5 3,36 0,67 0,03
8 Litsea sp. 3 5 2,52 0,50 0,03
9 Artocarpus elestica 2 5 1,68 0,34 0,02
10 Campnosperma aurioulata 2 5 1,68 0,34 0,02
11 Horsfieldia irya 2 5 1,68 0,34 0,02
12 Knema laterifolia 2 5 1,68 0,34 0,02
13 Mangifera longipetiolata 2 5 1,68 0,34 0,02
14 Terminalia catappa 2 5 1,68 0,34 0,02
15 Xylopia malayana 2 5 1,68 0,34 0,02
16 Aglaia sp. 1 5 0,84 0,17 0,01
17 Garcinia celebica 1 5 0,84 0,17 0,01
18 Lithocarpussp 1 5 0,84 0,17 0,01
19 Syzygium rostratum 1 5 0,84 0,17 0,01
20 Zanthoxylum rhetsa 1 5 0,84 0,17 0,01
Total 119 100 100 20 1
32

Keterangan : P = Proporsi harapan (100/total jenis pohon tempat bersarang)


n = Jumlah individu jenis pohon sarang yang digunakan
u = Proporsi jumlah jenis pohon sarang yang digunakan
(ni /Ʃni*100)
w = Indeks seleksi pohon sarang (ui/pi)
b = Indeks seleksi yang di standarkan (wi/ Ʃwi)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa pohon tempat bersarang


berjumlah 119 individu pohon, untuk hasil Uji Neu, jenis pohon yang paling
disukai oleh orangutan adalah jenis S. acuminatissimum dengan indeks seleksi
7,39. Dalam analisis vegetasi jenis S. acuminatissimum merupakan jenis yang
paling sering dijumpai pada survey orangutan dimana pada jenis tersebut
merupakan jenis pohon yang buahnya dapat dimakan oleh orangutan (pohon
pakan) sekaligus pohon yang dijadikan untuk tempat bersarang. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Rifai (2012) di Bukit Lawang, Bahwa jenis Jambu
jambu (Syzygium sp.) tidak banyak digunakan oleh orangutan untuk tempat
membuat sarang, hal tersebut karena pada saat penelitian jenis jambu jambu yang
ditemukan berukuran kecil sehingga tidak kuat bagi orangutan untuk membuat
sarang, dan untuk jenis yang paling disukai pada lokasi tersebut merupakan jenis
dari famili Dipterocapceae seperti meranti, kruing dan lainnya
Jenis pohon tempat bersarang yang disukai oleh orangutan untuk tempat
bersarang menggunakan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat kehadiran sarang
pada suatu jenis pohon tertentu, maka jenis pohon tersebut semakin disukai
sebagai sarang oleh orangutan Sumatera.
33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Jenis Syzygium acuminatissimum (Myrtaceae) merupakan jenis yang paling
dominan pada habitat orangutan Sumatera di Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
Aceh
2. Diperoleh 20 jenis pohon yang dijadikan tempat untuk membuat sarang
orangutan Sumatera dengan total 104 sarang dan pohon bersarang sebesar 119
Pohon.
3. Diperoleh 5 jenis pohon yang disukai orangutan Sumatera untuk tempat
membuat sarang, dimana jenis Syzygium acuminatissium merupakan jenis yang
paling disukai untuk tempat membuat sarang Sebaran sarang yang paling
diminati berdasarkan diameter berkisar antara kelas 10-20 cm, berdasarkan
tinggi sarang berkisar antara kelas 3-10 m, berdasarkan tingi pohon berkisar
antara kelas 11-20 m, berdasarkan posisi sarang berada pada posisi 1 dan
berdasarkan kelas sebaran sarang berada pada kelas C
Saran
Dalam kegiatan pemulihan habitat, sebaiknya 5 jenis pohon yang disukai
untuk tempat bersarang dengan nilai w>1 (Syzygium acuminatissimum,
Tetramerista glabra, Parastemon urophyllus, Shorea sp. dan Nessia altissima)
menjadi jenis prioritas untuk ditanam. Sehingga tujuan dari kegiatan
pemulihan habitat dapat terwujud dengan baik.
34

DAFTAR PUSTAKA

Alqaf, Legowo, K. dan Taufan, T. 2016. Estimasi Populasi Orangutan


(Pongo Pygmaeus Morio) Berdasarkan Sarang Pada Resort Mawai-
Muara Bengkal SPTN Wilayah II Taman Nasional Kutai. Jurnal
Agrifor. 15(1): 1412 – 6885.

Ancrenaz, Calaque, M. R. dan Lackman, I. 2004. Orangutan Nesting Behavior in


Disturbed Forest of Sabah, Malaysia: Implications for Nest Census.
International Journal of Primatology. 25 (5): 983-1000

Atmoko, T. dan Sidiyasa, K. 2008. Karakteristik vegetasi habitat bekantan


(Nasalis larvatus Wurmb) di Delta Mahakam, Kalimantan Timur.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(4): 307-316.

Atmoko, S. dan Rifqi, M. 2012. Panduan Survei Sarang Orangutan. Forum


Orangutan Indonesia (FORINA) dan Fakultas Biologi Universitas
Nasional. Jakarta

Barbour, M. G., Burk, J. H dan Pitts, W. D. 1987. Ekologi Tumbuhan Terestrial


(edisi kedua). Penerbit Perusahaan Penerbitan Benjamin/ Cumming. Inc

Cahyani, E. N., Zaitunah, A., Patana, P. 2014. Identifikasi dan Pemetaan Pohon
Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Penyangga
Cagar alam DolokSibual-buali (studi Kasus: Desa Bulu Mario, Aek
Nabara dan Huraba). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Margalef, R. 1958. Information Theory in ecology. International. Journal of


General Systems. 3: 36-71

Dombois, M. D. dan Ellenberg, H. 1974. Aims & Methods of Vegetation


Ecology. Printed in the United States of America. New york.

Fauzi, F. Penyang dan Nisfiatul, H. 2017. Identifikasi Jenis Pohon Sarang dan
Pakan Orangutan (Pongo pygmaeus) di Arboretum Nyaru Menteng,
Palangka Raya. Jurnal Hutan Tropika. 12(2): 51-60.

Fiersa, A., Mardiastuti, A. dan Iskandar, E. 2014. Pola Jelajah Orangutan (Pongo
pygmaeus morio) Di Stasiun Penelitian Mentoko dan Prefab Taman
Nasional Kutau, Kalimantan Timur. Media Konservasi 19(1): 41-46.

Galdikas, B. M. F. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting,


KalimantanTengah. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Giesen, W., Balen, V., Sukotjo, B. dan Siregar, P. 1992. Singkil Barat Swamps
(Aceh). In Giesen, W. dan Van Balen. B. 1992. Several short surveys or
35

Sumatra wetland. Notes and observations. PHPA/AWB Sumatra


Wetland Project Report No. 26. Bogor
Johnson, A. E., Knott,C. D., Pamungkas,B., Pasaribu,M. dan Marshall, A. J. 2005.
A Survey of The Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) Populatin In
and Around Gunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia
Based On Nest Counts. Biological Conservation. 121: 495-507.
Julizar, Kamal, S. dan Agustina, E. 2018. Estimasi Populasi Orangutan Sumatera
(Pongo abelii) Berdasarkan Sarang Di Kawasan Hutan Rawa
TripaKecamatan Babarot. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2018.
Program Studi Pendidikan Biologi FTK UIN Ar-Raniry. Banda Aceh.
Kuswanda, W. 2013. Pendugaan Populasi Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827)
Berdasarkan Sarang di Cagar Alam Sipirok, Sumatera Utara. Jurnal
Penelitian dan Konservasi Alam. 4(3):19-31.
Leighton, M. 1993. Modeling Dietary Selectivity by Borneon Orangutans:
Evidence for Integration of Multiple Criteria in Fruit Selection.
International Journal of Primata. 14(2): 1-52
Martono, D.S. 2012. Analisis Vegetasi dan Asosiasi Antara Jenis-Jenis Utama
Penyusun Hutan Tropis Dataran Rendah di Taman Nasional Gunung
Rinjani Nusa Tenggara Barat. Jurnal Agritek 13 (2):19-27.
Meijard, E. H.,Rijksen, D. dan Kartikasari, N. 2001. Di Ambang Kepunahan:
Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. The Gibbon Foundation.
Jakarta.
Meijaard, E., Wich, S., Ancrenaz, M.dan Marshall, A. J. 2012. Not by science
alone: why orangutan conservationists must think outside the box.
Annals of the New York Academy of Sciences, 1249(1): 29-44
Manly, B. F. J., Lyman, L., Mc Donald, Dana, L., Thomas, Trent, L. dan
Wallace, P. 2002. Resources Selection by Animals Statistitical Design
an Analysisfor Field Studies Second Edition. Kluwer Academic
Publisher. United States of America
Muin, A. 2007. Analisis Tipologi Pohon Tempat Bersarang dan Karakteristik
Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) Di Taman Nasional
Tanjung Puting Kalimantan Tengah. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana
IPB. Bogor.

Mul, I. F., Paembonan, W., Singleton, I., Wich, S. A. dan Van Bolhuis, H.G.2007.
Intestinal parasites of free-ranging, semicaptive, and captive Pongo
abeliiin Sumatra, Indonesia. International Journal of Primatology,
28(2): 407-420.

Muslim, T. dan Ma`ruf, A. 2016. Karakteristik Sarang Orangutan


(Pongo pygmaeus morio) pada Beberapa Tipe Hutan Di Kalimantan
Timur. Seminar Nasional Biologi. Kalimantan Timur.
36

Nater, A., Mattle-Greminger, M.P., Nurcahyo, A., Nowak, M.G., De Manuel, M.,
Desai, T., Groves, C., Pybus, M., Sonay, T.B., Roos, C.dan Lameira,
A.R. 2017. Morphometric, behavioral, and genomic evidence for a new
orangutan species. Current Biology. 27(22): 3487-3498

Onrizal dan Mansor, M. 2014. Tree selection for rehabilitation of Sumatran


orangutan habitat in Batangtoru, Indonesia. [Abstract Book] The
2014 AAAS Annual Meeting, Chicago, 13-17 February 2014. Hal.
A181

Onrizal. 2009. Diambang Kepunahan: Sejuta Asa Menyelamatkan Kekayaan


Dunia di Sumatera Utara. Ekspedisi Geografi Indonesia. Sumatera
Utara.
Onrizal. 2019. Monitoring Populasi Orangutan dan Parameter Ekologi Habitatnya
di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Universitas Sumatera
Utara.[Laporan Hasil Penelitian] Konsorsium Untuk Rawa Singkil
Lestari (FKKM – USU – PETAI); LESTARI G-014
Onrizal dan Aulia, N. L. 2019. Inventarisasi dan Pengumpulan Data Sekunder
Terkait Orangutan dan Habitatnya di Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
Universitas Sumatera Utara. [Laporan Hasil Penelitian] Konsorsium
Untuk Rawa Singkil Lestari (FKKM – USU – PETAI); LESTARI G-
014
Onrizal dan Bahar, M. 2019. Preferences of Sumatran orangutan nesting tree at
Bukit Lawang Forests of Gunung Leuser National Park. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science 260: 012082

Payne, J. 1978. Surveying Orangutan Population by Conting Nest From a


helicopter. A Pilot Survey in Sabah. Primata Conservation. 8:92-103.

Prasetyo, D. 2006. Intelegensi Orangutan Berdasarkan Teknik dan Budaya Prilaku


Membuat Sarang. [Thesis] Universitas Nasional. Jakarta

Pujiyani, H. 2009. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orang Utan Sumatera


(Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Batang Toru, Kabupaten
Tapanuli Utara, Sumatera Utara. [Skripsi]. Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Purwadi, 2010. Karakteristik Habitat Preferensial Orangutan (Pongo pymaeus
wurmbii) di Taman Nasional Sebangau. [Thesis]. Sekolah Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rahman, D. 2010. Karakteristik Habitat dan Preferensi Pohon Sarang Orangutan


(Pongo pygmaeus wurmbii) di Taman Nasional Tanjung Puting
37

(Studi Kasus Camp Leakey). Jurnal Primatologi Indonesia, 7 (2): 37-


50.
Rifai, M., Patana, P. dan Yunasfi. 2012. Analisis Karakteristik Pohon Sarang
Orangutan Sumatera di Bukit Lawang Kabupaten Langkat. [Skripsi].
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian. Medan

Rijksen, H. D. dan Meijaard, E. 1999. Vanishing kami Relatif: Status Wild


Orangutan di Tutup dari abad ke-20. Kluwer Academic Publishers,
Boston.

Rijksen, H. D. 1978. A field Study On Sumatran Orangutans (Pongo abelii


Lesson, 1827). Ecology, Behavior And Conservation. Wageningen.
Netherlands. Agricultur University.

Setiadi, D. 2004. Keanekaragaman Spesies Tingkat Pohon di Taman Wisata Alam


Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Biodiversitas. 6(2):118-122.

Singleton, I., Wich, S. A., Nowak, M. dan Usher, G. 2016. Pongo abelii.(errata
version published in 2016). The IUCN Red List of Threatened Species.

Soerianegara, I. dan Indrawan, A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium


Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sugardjito, J. 1986. Ecological constrains on the behaviour of Sumatran orangutan
in the Gunung Leuser National Park, Indonesia. [Thesis] Utrecht
University). Nederlands.

Swandi, A. 2000. Karateristik Tempat Bersarang Orangutan (Pongo pygmaeus,


Linne 1760). Di Camp Leakey Taman Nasional Tanjung Puting.
Kalimatan Tengah. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.

Utami, S.S. dan Van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Meat-eating by adult female
Sumatran orangutans (Pongo abelii). Jurnal of Primatologi. 43: 156-65

Van Schaik, C.P., Azwar. dan Priatna, D. 1995. Population estimates and habitat
preferences of orangutans based on line transect of nests.
Van Schaik, C. P., Idrusman. 1996. Conservatiion Biology and Behavior of
Sumatran Orangutan in Kluet, Gunung Leuser National park.
Wich, S. A., Atmoko, S. S. U., Mitra, S. T., Rijksen, H. D., Schurmann, C,
Van Hoof, J. A. R. A. M. dan Van Schaik, C. P. 2004. Life History
of Wild Sumateran Orangutan (Pongo abelii). New York Journal of
Human Evolution, 47 (6): 385–398.
38

Lampiran 1. Jenis Tegakan Hutan Di SM Rawa Singkil


No Nama Ilmiah Famili Semai Pancang Pohon
1 Aglaia eliptica Meliaceae   
2 Aglaia sp. Meliaceae   
3 Alseodaphne sp. Lauraceae   
4 Alstonia polyphylla Apocinaceae  
5 Alstonia pneumatophora Apocinaceae 
6 Alstonia sp. Apocinaceae  
7 Alstonia spatulata Apocinaceae  
8 Antidesma ghaesembilla Phyllantaceae   
9 Ardisia sp. Primulaceae 
10 Ardisia tomentosa Primulaceae   
11 Artocarpus elastica Annonaceae   
12 Artocarpus sp. Annonaceae   
13 Baccaurea sp. Phyllantaceae  
14 Bischofia javanica Phyllantaceae 
15 Blumeodendron tokbrai Lauraceae 
16 Calophyllum inophyllum Calophyllaceae   
17 Campnosperma auriculatum Anacardiaceae   
18 Campnosperma aurioulata Anacardiaceae   
19 Cassia javanica Fabaceae 
20 Cinnamomum sp. Lauraceae 
21 Cryptocarya crassinervia Lauraceae   
22 Diospyros sp. Ebenaceae  
23 Diplospora malaccensis Rubiaceae   
24 Dryobalanops abnormis Dipterocarpaceae   
25 Durio carinatus Malvaceae   
26 Eucalyptus alba Myrtaceae 
27 Eucalyptus urophylla Myrtaceae 
28 Eugenia cymosa Myrtaceae   
29 Eugenia sp. Myrtaceae   
30 Ficus benjamina Moraceae 
31 Ficus racemosa Moraceae 
32 Fragrea racemosa Gentianaceae 
33 Garcinia mangostana Clusiaceae   
34 Garcinia rostrata Clusiaceae 
35 Garcinia sp. Clusiaceae 
36 Gardenia tubifera Rubiaceae   
37 Gluta renghas Anacardiaceae   
38 Goniothalamus sp Annonaceae  
39 Heritiera simplicifolia Malvaceae   
40 Hopea beccariana Dipterocarpaceae 
41 Horsfieldia glabra Myristicaceae 
42 Horsfieldia irya Myristicaceae  
43 knema latifolia Myristicaceae   
44 Lithocarpus sp Annonaceae   
45 Litsea firma Lauraceae 
46 Litsea sp. Lauraceae   
47 Macaranga mauritiana Euphorbiaceae   
48 Macaranga sp. Euphorbiaceae 
49 Macaranga triloba Euphorbiaceae  
50 Maduca wallichii Euphorbiaceae   
51 Mangifera foetida Anacardiaceae  
52 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae   
53 Melanorrhoea wallichii Anacardiaceae  
54 Melicope glabra Rutaceae  
39

Lanjutan. Lampiran 1.
No Nama Ilmiah Famili Semai Pancang Pohon
55 Myristica lawiana Myristicaceae 
56 Nephelium mainaii Sapindaceae 
57 Nessia altissima Bombaceae  
58 Nyssa javanica Lauraceae 
59 Palaquium sp. Sapotaceae   
60 Parashorea lucida Dipterocarpaceae   
61 Parastemon urophyllus Myrtaceae   
62 Parkia sp. Fabaceae   
63 Polyalthia lateriflora Annonaceae  
64 Polyalthia sumatrana Annonaceae 
65 Rinorea bengalensis Violaceae  
66 Sandoricum beccarianum Meliaceae 
67 Shorea laevifolia Dipterocarpaceae   
68 Shorea leprosula Dipterocarpaceae   
69 Shorea parvifolia Dipterocarpaceae  
70 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae   
71 Shorea platyclados Dipterocarpaceae 
72 Shorea sp. Dipterocarpaceae   
73 Sterculia foetida Malvaceae   
74 Sterculia sp. Malvaceae 
75 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae   
76 syzygium palembanicum Myrtaceae   
77 Syzygium rostratum Myrtaceae 
78 Syzygium sp. Myrtaceae  
79 Terminalia catappa Combretaceae  
80 Terminalia copelandii Combretaceae   
81 Tetramerista glabra Tetrameristaceae   
82 Toxicodendron radicans Anacardiaceae   
83 Uncaria acida Rubiaceae   
84 Xanthophyllum sp. Polygalaceae  
85 Xylopia malayana Annonaceae 
86 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae   
40

Lampiran 2. Komposisi Jenis Tingkat Semai


No Jenis Famili ∑ individu
1 Aglaia eliptica Meliaceae 8
2 Aglaia sp. Meliaceae 37
3 Alseodaphne sp. Lauraceae 4
4 Alstonia pneumatophora Apocinaceae 1
5 Alstonia sp. Apocinaceae 1
6 Antidesma ghaesembilla Phyllantaceae 9
7 Ardisia sp. Primulaceae 4
8 Artocarpus elastica Annonaceae 8
9 Artocarpus sp. Annonaceae 30
10 Blumeodendro tokbrai Euphorbiaceae 3
11 Calophyllum inophyllum Callophyllaceae 3
12 Camnosperma auriculatum Anacardiaceae 19
13 Camnosperma aurioulata Anacardiaceae 26
14 Cryptocarya crassinervia Lauraceae 8
15 Diplospora malaccensis Rubiaceae 9
16 Dryobalanops abnormis Dipterocarpaceae 3
17 Durio caeinatus Malvaceae 3
18 Eugenia cymosa Myrtaceae 22
19 Eugenia sp. Myrtaceae 6
20 Ficus racemosa Moraceae 2
21 Garcinia mangostana Clusiaceae 4
22 Gardenia tubifera Rubiaceae 4
23 Gluta renghas Anacardiaceae 92
24 heritiera simplicifolia Malvaceae 6
25 Horsfieldia irya Myristicaceae 46
26 Knema laterifolia Myristicaceae 2
27 Lithocarpus sp. Fagaceae 2
28 Litsea sp. Lauraceae 7
29 Macaranga mauritiana Euphorbiaceae 17
30 Macaranga sp. Euphorbiaceae 2
31 Maduca wallichii Sapotaceae 19
32 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 44
33 Melanorrhoea wallichii Anacardiaceae 7
34 Palaquium sp. Sapotaceae 6
35 Parashorea lucida Dipterocarpaceae 25
36 Parastemon urophyllus Chrysobalanaceae 7
37 Parkia sp. Fabaceae 31
38 Rinorea bengalensis Vioalaceae 4
39 Shorea laevifolia Dipterocarpaceae 6
40 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 9
41 Shorea parvifolia Dipterocarpaceae 6
42 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae 8
43 Shorea sp. Dipterocarpaceae 97
44 Sterculia foetida Malvaceae 7
45 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 373
46 Syzygium sp. Myrtaceae 214
47 Terminalia catappa Combretaceae 8
48 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 178
49 Toxicodendron radians Anacardiaceae 4
50 Uncaria acida Rubiaceae 58
51 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 67
JUMLAH 1566
41

Lampiran 3. Komposisi Jenis Tingkat Pancang


No Jenis Famili ∑individu
1 Aglaia eliptica Meliaceae 4
2 Aglaia sp. Meliaceae 35
3 Alseodaphne sp. Lauraceae 2
4 Alstonia polyphylla Apocinaceae 3
5 Antidesma ghaesembila Phyllantaceae 2
6 Ardisia tomentosa Primulaceae 1
7 Artocarpus elastica Annonaceae 3
8 Artocarpus sp. Annonaceae 8
9 Baccaurea sp. Phyllantaceae 2
10 Calophyllum inophyllum Calophyllaceae 3
11 Camnosperma auriculatum Anacardiaceae 13
12 camnosperma aurioulata Anacardiaceae 13
13 cinnamomum sp. Lauraceae 1
14 Cryptocarya crassinervia Lauraceae 4
15 Diospyros sp. Ebenaceae 3
16 Diplospora malaccensis Rubiaceae 17
17 Dryobalanops abnormis Dipterocarpaceae 3
18 Durio carinatus Malvaceae 2
19 Eugenia cymosa Myrtaceae 16
20 eugenia sp. Myrtaceae 1
21 Fragrea racemosa Gentianaceae 1
22 Garcinia mangostana Clusiaceae 4
23 Gardenia tubifera Rubiaceae 6
24 Gluta renghas Anacardiaceae 41
25 Goniothalamus sp. Annonaceae 3
26 heritiera simplicifolia Malvaceae 3
27 Horsfieldia irya Myristicaceae 14
28 Knema laterifolia Myristicaceae 3
29 Lithocarpus sp. Fagaceae 4
30 Litsea sp. Lauraceae 12
31 Macaranga mauritiana Euphorbiaceae 12
32 Macaranga triloba Euphorbiaceae 12
33 Maduca wallichii Sapotaceae 11
34 Mangifera foetida Anacardiaceae 3
35 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 22
36 Melanorrhoea wallichii Anacardiaceae 4
37 Melicope glabra Rutaceae 2
38 Nephelium mainaii Sapindaceae 1
39 Nessia altissima Bombaceae 20
40 Nyssa javanica Nyssaceae 1
41 Palaquium sp. Sapotaceae 9
42 Parashorea lucida Dipterocarpaceae 12
43 Parastemon urophyllus Chrysobalanaceae 27
44 Parkia sp. Fabaceae 9
45 Polyalthia lateriflora Annonaceae 3
46 Rinorea bengalensis Violaceae 1
47 Shorea laevifolia Dipterocarpaceae 2
48 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 3
49 Shorea parvifolia Dipterocarpaceae 1
50 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae 5
51 Shorea sp. Dipterocarpaceae 39
52 Sterculia foetida Malvaceae 11
53 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 140
54 syzygium palembanicum Myrtaceae 1
55 Syzygium sp. Myrtaceae 62
56 Terminalia catappa Combretaceae 12
42

Lanjutan. Lampiran 3.
No Jenis Famili ∑individu
57 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 146
58 Toxicodendron radians Anacardiaceae 13
59 Uncaria acida Rubiaceae 25
60 Xanthophyllum sp. Polygalaceae 2
61 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 14
Jumlah 852
43

Lampiran 4. Komposisi Jenis Tingkat Pohon


No Jenis Famili Jumlah individu
1 Aglaia eliptica Meliaceae 6
2 Aglaia sp. Meliaceae 14
3 Alseodaphne sp. Lauraceae 1
4 Alstonia sp. Apocinaceae 1
5 Alstonia spatulata Apocinaceae 1
6 Antidesma ghaesembila Phyllantaceae 4
7 Ardisia tomentosa Primulaceae 1
8 Artocarpus elastica Moraceae 4
9 Artocarpus sp. Moraceae 10
10 Baccaurea sp. Phyllantaceae 1
11 Bischofia javanica Phyllantaceae 1
12 blumeodendron tokbrai Lauraceae 2
13 Calophyllum inophyllum Calophyllaceae 2
14 Camnosperma auriculatum Anacardiaceae 5
15 Campnosperma aurioulata Anacardiaceae 10
16 Cassia javanica Fabaceae 1
17 Cryptocarya crassinervia Lauraceae 5
18 Diospyros sp. Ebenaceae 6
19 Diplospora malaccensis Rubiaceae 2
20 Dryobalanops abnormis Dipterocarpaceae 6
21 Durio carinatus Malvaceae 1
22 Eucalyptus alba Myrtaceae 1
23 Eucalyptus urophylla Myrtaceae 1
24 Eugenia cymosa Myrtaceae 8
25 Eugenia sp. Myrtaceae 14
26 Ficus benjamina Moraceae 3
27 Garcinia mangostana Clusiaceae 1
28 Garcinia rostrata Clusiaceae 1
29 Garcinia sp. Clusiaceae 1
30 Gardenia tubifera Rubiaceae 4
31 Gluta renghas Anacardiaceae 100
32 Goniothalamus sp. Annonaceae 1
33 heritiera simplicifolia Malvaceae 6
34 Hopea beccariana Dipterocarpaceae 4
35 Horsfieldia glabra Myristicaceae 9
36 Horsfieldia irya Myristicaceae 46
37 knema latifolia Myristicaceae 10
38 Lithocarpus sp. Fagaceae 6
39 Litsea firma Lauraceae 2
40 Litsea sp. Lauraceae 17
41 Macaranga mauritiana Euphorbiaceae 30
42 Macaranga triloba Euphorbiaceae 26
43 Maduca wallichii Sapotaceae 16
44 Mangifera foetida Anacardiaceae 1
45 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 31
46 Melicope glabra Rutaceae 2
47 Myristica lawiana Myristicaceae 1
48 Nessia altissima Bombaceae 12
49 Palaquium sp. Sapotaceae 10
50 Parashorea lucida Dipterocarpaceae 22
51 Parastemon urophyllus Myrtaceae 98
52 Parkia sp. Fabaceae 32
53 Polyalthia lateriflora Annonaceae 1
54 Polyalthia sumatrana Annonaceae 4
55 Sandoricum beccarianum Meliaceae 3
56 Shorea laevifolia Dipterocarpaceae 7
44

Lanjutan. Lampiran 4.
No Jenis Famili Jumlah individu
57 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 31
58 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae 3
59 Shorea platyclados Dipterocarpaceae 2
60 Shorea sp. Dipterocarpaceae 85
61 Sterculia foetida Malvaceae 42
62 Sterculia sp. Malvaceae 4
63 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 311
64 Syzygium palembanicum Myrtaceae 9
65 Syzygium rostratum Myrtaceae 17
66 Syzygium sp. Myrtaceae 67
67 terminalia catappa Combretaceae 18
68 Terminalia copelandii Combretaceae 3
69 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 228
70 Toxicodendron radicans Anacardiaceae 28
71 Uncaria acida Rubiaceae 5
72 Xanthophylum sp. Polygalaceae 1
73 Xylopia malayana Annonaceae 1
74 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 20
Jumlah 1490

Anda mungkin juga menyukai