SKRIPSI
ARBI SABTONO
151201023
SKRIPSI
Oleh:
ARBI SABTONO
151201023
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Mengetahui,
i
PERNYATAAN ORISINALITAS
menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dan
arahan dari dosen pembimbing. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada
bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini,
telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan
etika penulisan ilmiah.
Arbi Sabtono
151201023
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
Orangutans are the only great ape currently existence in the islands of
Borneo and Sumatra. Degradation and forest loss of orangutan habitat are the
main factors causing orangutan extinction. It is necessary to protect good habitat
and restore degraded habitat. The purpose of this research was to identify the
dominat tree species, nest tree species and to measure the level of preference of
nest trees that are choice of Sumatran orangutans in the Singkil Swamp Wildlife
Reserve. The research was carried out in the Singkil Swamp Wildlife Reserve,
Aceh Province by using line transect method on 10 transect with a length of 1km
each and divided into 10 plots and collect dominant species data, ecological
parameter data and tree species data that most orangutan like to build for
nesting. Based on research, Syzygium acuminatissimum (Myrtaceae) was
recorded as the most dominant species at the stage of seedlings and tress as well
as the most preferred species of Sumatran orangutan to build nest. Most nest
distribution based on diameter size is in class ≤10 m, nest height is in 3-10 m, nest
position is in position 1, nest class is in C and tree height is in 10-20 m. As
suggestion, the preferred tree species of orangutan for nest can be selected
species as a priority species to be planted in habitat restoration activities of
Sumatran orangutan.
iv
RIWAYAT HIDUP
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala
rahmat dan rezeki yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Jenis Pohon Tempat Bersarang
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Suaka Margasatwa Rawa Singkil,
Provinsi Aceh”. Penelitian ini didanai oleh proyek USAID LESTARI G-014
dengan peneliti utama Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D. Skripsi ini sebagai
syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kehutanan Fakultas
Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Ariaten Suprapto dan Ibu Mami Sumanti yang selalu memberikan
dukungan semangat, moril/materil, serta doa yang tak henti kepada penulis
selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
bapak Taufiq Siddiq Azvi, S.Hut., M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah membimbing, memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam
menulis dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Bejo Slamet S.Hut., M.Si, Arif Nuryawan S.Hut., M.Si., Ph.D,
Yunus Afifuddin S.Hut., M.Si yang telah bersedia menjadi penguji serta
memberi arahan kepada penulis
4. BKSDA Aceh, Masyarakat lokal, dan Tim Ahli yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini berupa pengambilan data di lapangan
5. Ketua dan Sekretaris Departemen Budidaya Hutan, Mohammad Basyuni,
S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. Deni Elfiati, S.P., M.P serta seluruh Staf Pengajar
dan Pegawai di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan.
6. Saudara/i penulis Yasni Febriana, Surya Sandi dan Jihan Khairunnisa yang
telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.
7. Gen Prima 18.19 (Akrimillah Yunus dan Agi Rezka Pratama Siregar) yang
telah bekerja sama dengan baik dan kepada teman temen yang telah
memberikan doa dan semangat kepada penulis
8. Nurlatifa Aulia dan Iqbal Maulana atas dukungan dan arahan yang diberikan
kepada penulis
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) ............................................................ 4
Klasifikasi .................................................................................................... 5
Pohon Bersarang Orangutan ........................................................................ 5
Distribusi Orangutan .................................................................................... 7
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi ........................................................................................ 9
Alat dan Bahan ............................................................................................. 9
Prosedur Penelitian ...................................................................................... 10
A. Pengumpulan Data ........................................................................... 10
A.1. Analisis Vegetasi ...................................................................... 10
A.2. Parameter Ekologi .................................................................... 10
A.2.1. Keberadaan Ficus .......................................................... 10
A.2.2. Fruit Trail ...................................................................... 11
A.3. Pohon Sarang Orangutan .......................................................... 11
A.3.1. Pohon Sarang................................................................. 11
A.3.2. Posisi dan Kelas Sarang ................................................ 12
B. Analisis Data .................................................................................... 13
B.1. Analisis Vegetasi ...................................................................... 13
B.2. Parameter Ekologi .................................................................... 15
B.2.1. Keberadaan Ficus .......................................................... 15
B.2.2. Fruit Trail ...................................................................... 15
B.3. Preferensi Pohon Sarang ........................................................... 16
vii
B. Tingkat Pancang ............................................................................... 18
C. Tingkat Pohon .................................................................................. 18
Parameter Ekologi Orangutan ...................................................................... 20
A. Keberadaan Ficus............................................................................. 20
A.1. Penggolongan Ficus ................................................................. 21
B. Fruit Trail ......................................................................................... 22
B.1. Penggolongan Buah .................................................................. 23
Analisis Pohon Bersarang Orangutan .......................................................... 24
A. Sebaran Pohon Bersarang ................................................................ 24
A.1. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan Diameter....... 24
A.2. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan
Tinggi Sarang ............................................................................ 25
A.3. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan
Posisi Sarang ............................................................................. 26
A.4. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasarkan
Kelas Sarang.............................................................................. 27
A.5. Sebaran Tempat Pohon Bersarang Berdasaakan
Tinggi Pohon ............................................................................. 29
B. Tinggi Pohon Bersarang dan Tinggi Pohon Hasil
Analisis Vegetasi .............................................................................. 30
C. Preferensi Jenis Pohon Bersarang Orangutan Sumatera ................. 31
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
No Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
x
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar (great ape) yang saat ini
keberadaannya tersebar di Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan dan
Sumatera dan juga merupakan satu-satunya yang ada di Asia saat ini.
Penunjukan Pongo pygmaeus dan Pongo abelii sebagai spesies berbeda terjadi
pada tahun 2001. Selanjutnya ditemukan bahwa keberadaan populasi
orangutan yang terisolasi di batas paling selatan Danau Toba, Batang Toru juga
berbeda dari orangutan Sumatera bagian utara dan orangutan Kalimantan lainnya.
Gabungan analisis ini mendukung klasifikasi baru orangutan menjadi tiga spesies
orangutan dengan spesies baru yaitu orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis)
meliputi populasi Batang Toru yang kurang dari 800 individu (Nater et al., 2017).
Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan
hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) yang berukuran
besar, memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), dan masa hidup
panjang (dapat lebih dari 50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran
biji untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ekosistem hutan rawa gambut di
Suaka Magasatwa Rawa Singkil (SMRS) kaya akan berbagai jenis pohon sumber
pakan orangutan Sumatera sehingga keberadaannya mendukung populasi
orangutan Sumatera dengan kepadatan populasi tertinggi dibandingkan habitat
lainnya. Kawasan SM Rawa Singkil yang sebagian besar berupa lahan basah
memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi. Habitat orangutan Sumatera
itu dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu lahan rawa gambut basah, dan hutan
pedalaman pada lahan kering mineral (Onrizal, 2019).
Kawasan SM Rawa Singkil sebagian besar didominasi oleh ekosistem
hutan rawa gambut. Survey/penelitian pertama untuk mengungkap kekayaan flora
dan fauna ekosistem hutan rawa Singkil pertama dilakukan oleh tim Perlindungan
Hutan dan Pengawetan Alam (PHPA) dan Asian Wetland Berau (AWB) tahun
1991 melalui Sumatra Wetland Project yang dipimpin oleh Wim Giesen. Sampai
awal tahun 1990an, Rawa Singkil merupakan kawasan hutan rawa gambut paling
2
akhir yang sepenuhnya masih utuh dan masih tersisa di pantai barat Sumatera
(Giesen et al., 1992).
Berdasarkan hasil analisis data sekunder yang tersedia, data yang ada
belum cukup dan masih jauh untuk dapat digunakan untuk menduga daya
dukung habitat orangutan di SM Rawa Singkil (Onrizal dan Aulia, 2019). Oleh
karena itu perlu dilakukan survey monitoring populasi orangutan di SM Rawa
Singkil dan sekaligus survey parameter ekologi habitat. Pada jangka panjang,
perlu dilakukan penelitian berbagai parameter yang diperlukan untuk menduga
daya dukung habitat di SM Rawa Singkil untuk orangutan (Onrizal, 2019)
Orangutan termasuk satwa liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan dan Satwa. Selanjutnya dalam IUCN Red List of Threatened Species
satwa ini dikategorikan kritis (critically endangered) yang terancam punah secara
global (Singleton et al., 2016). Peran orangutan sangat penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem dengan memencarkan biji-biji dari sisa tumbuhan yang
dikonsumsinya (Wich et al., 2004) namun penurunan populasi yang terus terjadi
karena berbagai faktor, seperti kehilangan habitat, fragmentasi habitat dan
perburuan serta perdagangan ilegal.
Kerusakan dan hilangnya habitat orangutan merupakan faktor utama
penyebab kepunahan orangutan maka perlu adanya perlindungan terhadap habitat
yang masih baik serta merestorasi habitat yang sudah rusak. Selain itu fakor
yang menyebabkan kepunahan terhadap orangutan yaitu karena laju reproduksi
yang sangat lambat, 1 bayi dalam periode 8 tahun sampai dengan 9 tahun dan
wilayah yang luas (+ 500 km2) juga diperlukan untuk menopang kehidupannya
orangutan (Muslim dan Ma’ruf, 2016). Prinsip sederhana konservasi orangutan
yaitu meminimalkan kematian yang tidak wajar dan memaksimalkan ketersediaan
habitat yang sesuai (Meijaard et al., 2012). Untuk melakukan kegiatan restorasi
habitat ini dibutuhkan data jenis pohon pakan dan pohon tempat bersarang
sebagai jenis pilihan utama untuk ditanam, selanjutnya penyesuaian jenis pilihan
utama tersebut dengan karakteristik lokasi sasaran restorasi untuk kemudian
ditanam.
3
TINJAUAN PUSTAKA
namun mereka juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga (terkadang
memakan tanah serta vertebrata kecil) dan memiliki masa hidup panjang
(>50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran biji untuk menjaga
keseimbangan ekosistem (Atmoko dan Rifqi, 2012).
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Kera
Keluarga : Hominidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827
(Singleton et al., 2016).
Meijaard et al. (2001) menjelaskan bahwa perbedaan antara orangutan
Sumatera dan orangutan Kalimantan dapat dilihat dari perbedaan genetis dan
morfologis yang dikarenakan kedua jenis tersebut terisolasi secara geografis
sekitar 10.000 tahun yang lalu. Perbedaan morfologis orangutan dapat dikenali
dari perawakannya, khususnya struktur rambut. Jenis dari Sumatera berambut
lebih tipis, membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering
patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung
hitam di bagian luarnya. Sedangkan orangutan Kalimantan (P. pygmaeus ) ciri
fisik badannya terlihat lebih kecil, berwarna terang atau oranye, dan tulang tangan
lebih panjang. Sedangkan P. tapanuliensis memiliki kemiripan dengan P. abelii
yaitu bentuk tubuh yang linier, struktur rambut pada Pongo tapanuliensis lebih
berantakan dan panjang serta warna yang kontras dan tidak memiliki janggut
seperti P. pygmaeus (Nater et al., 2017).
Pohon Bersarang Orangutan
Habitat yang memiliki kualitas baik bagi orangutan adalah yang
memiliki pepohohan dan liana, yang dapat menyediakan buah-buahan sebesar
30 – 50%. Pada hutan rawa, dalam kondisi basah terdapat paling sedikit 40
jenis pohon penghasil pakan, sedangkan dalam kondisi kering sebanyak 60
jenis. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1.000 spesies tumbuhan, jamur, dan
6
terletak di tengah atau di pinggir cabang utama, dan posisi sarang yang terletak di
puncak pohon (Acrenaz et al., 2004).
Pohon sarang yang dipilih oleh orangutan biasanya termasuk ke dalam
jenis kayu yang kuat dan dapat menopang tubuh. Namun demikian faktor-
faktor dan penyebab pohon dipilih untuk bersarang masih belum jelas “tidak
ada satupun faktor ekologis yang dapat menjelaskan adanya pemilihan pohon
untuk membuat sarang” (Fauzi et al., 2017). Sarang orangutan dibuat setiap hari
sebagai tempat beristirahat, terutama saat tidur dimalam hari. Kegiatan orangutan
dalam membuat sarang meliputi pematahan dan perlakuan pada cabang-cabang
atau tanaman untuk menyusun sarang yang akan digunakan untuk beristirahat atau
tidur, bangunan alas untuk tempat makan, atau melindungi tubuh dari hujan
(Muin, 2007).
Dalam perjumpaan sarang secara langsung umumnya sarang yang
ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa sarang baru yang masih
memperlihatkan daun-daun yang masih berwarna hijau, namun ada pula sarang
yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna cokelat kering dan bercampur
dengan daun-daun yang masih berwarna hijau di atasnya. kadang ditemukan juga
orangutan menggunakan sarang lamannya dengan cara merekonstruksi bagian
dalam sarang dengan mengambil ranting dari pohon sarang atau bahkan diambil
dari jarak 15-30 m dari pohon lain (Rahman, 2010).
Ketersediaan spesies pohon sebagai sumber pakan dan tempat bersarang
bagi orangutan adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam kepadatan populasi
orangutan. Oleh karena itu, hasil ini penting dalam memulihkan habitat orangutan
yang rusak (Onrizal dan Bahar, 2019)
Distribusi Orangutan
Suaka Margastawa Rawa Singkil merupakan kawasan yang telah ditunjuk
sebagai Kawasan Pelestarian Alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
859/MenLKH/Sekjen PLA/11/2016 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukkan
Kawasan Hutan Rawa Singkil yang Terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh
Singkil dan Subulussalam seluas 81.802,22 hektar menjadi Kawasan Suaka Alam
dengan nama Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS). Kawasan ini merupakan
perwakilan ekosistem lahan basah di hutan hujan tropis dataran rendah dan bagian
8
dari Ekosistem Leuser serta menjadi habitat utama bagi satwa liar yang dilindungi
dan terancam punah secara global contohnya Orangutan Sumatera. Orangutan
(Pongo spp) adalah satu-satunya spesies kera besar yang tinggal di Asia
Tenggara. Saat ini, distribusinya di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan),
serta di negara bagian Malaysia, Sabah dan Sarawak. Sayangnya jumlahnya
di alam liar menurun dengan cepat. Pada tahun 1997 perkiraan populasi
orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) hanya 7% dari populasi pada tahun
1900 sedangkan populasi orangutan Sumatera pada tahun 2002 adalah 4% dari
populasi pada tahun 1900 (Mul et al., 2007).
Sejak tahun 2017, terdapat 3 jenis orangutan yang tesebar di Indonesia
yakni orangutan Sumatera (P. abelii),orangutan Borneo (P. pygmeus) dan
orangutan tapanuli (P. tapanuliensis). Orangutan Borneo/kalimantan saat ini
terdiri dari 3 sub spesies, yakni P. pygmeus yang tersebar di daerah Serawak,
Malaysia, P. wurmbii di bagian barat dan barat laut pulau Kalimantan/Borneo atau
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Indonesia dan P. morio yang hidup
di Sabah, Malaysia dan Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan Indonesia (Onrizal, 2019)
Kerapatan populasi orangutan menurun secara bertahap dengan
bertambahnya ketinggian tempat dan bahkan tidak ada populasi tetap yang
diperkirakan berada pada ketinggian 1.500 mdpl (Wich et al., 2016). Orangutan
Sumatera (P. abelii) sebagian ditemukan di Provinsi Aceh bagian utara sebesar
78,6%. Hanya dua populasi di Sumatera Utara yang mampu bertahan untuk
jangka panjang yaitu di Batang Toru dan Pakpak Barat (Wich et al., 2008).
Kelangsungan hidup orangutan sangat tergantung pada hutan hujan tropis
yang menjadi habitatnya, mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga
hutan pegunungan dengan ketinggian lebih kurang 1800 mdpl (di atas permukaan
laut) (Rijksen, 1978), dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian sekitar 200-400
mdpl (Payne, 1987 dan van Schaik et al., 1995). Di Kalimantan, batas ketinggian
populasi orangutan sekitar 500-800 m dpl, sedangkan di Sumatera, terutama
jantan dewasa, terkadang dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 m
diatas permukaan laut (Atmoko dan Rifqi, 2012).
9
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
A. Pengumpulan Data
A.1 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak. Jumlah yang
diamati sebanyak 10 jalur dengan panjang masing masing 1 km. Kemudian setiap
jalur transek dibagi menjadi 10 plot kecil dengan ukuran 20 × 20 m dan jarak
antar plot 100 m
C
................100 m.....................
B
A
2m
m 5m
................100 m.....................
20 m
1000 m
beringin/ara raksasa menyediakan pakan alternatif dan arena sosial yang penting
bagi orangutan terutama disaat musim kurang buah (Van Schaik et al. 1995;
Utami et al. 1997; Wich et al. 2006). Untuk mendapatkan data keberadaan Ficus
di area penelitian ini yaitu dengan mencatat rambung/ara sambil berjalan pelan
sepanjang jalur transek serta mencatat jarak Perpendicular Distance (PPD) tegak
lurus antara rambung ke jalur.
A.2.2. Fruit Trail
Parameter ekologi lainnya untuk mengukur kualitas habitat orangutan yaitu
dengan menghitung pohon yang sedang berbuah dengan metode Fruit Trail.
Untuk mendapatkan data Fruit Trail yaitu dengan menghitung kelimpahan
pohon buah yang sedang berbuah per km sepanjang jalur transek
(Atmoko dan Rifqi, 2012)
A.3.Pohon Sarang Orangutan
Jalur transek sepanjang 1 km dengan lebar 25 m dibuat di sisi kanan dan
kiri jalur pada daerah yang telah ditentukan. Perhitungan sarang dilakukan dengan
berjalan menyusuri jalur perlahan, untuk mengamati kemungkinan adanya sarang
orangutan baik di sisi kanan maupun kiri jalur (Gambar. 3)
25 m
1000 m
25 m
A B C D E
Gambar 5. Pembagian tipe kelas sarang (Muslim dan Ma`ruf, 2016)
13
Keterangan
Sarang kelas A : Sarang baru, masih sepenuhnya warna hijau
Sarang kelas B : Sarang yang relatif baru merupakan campuran daun hijau
dan kering
Sarang Kelas C : Berwarna coklat, namun bentuk masih utuh
Sarang Kelas D : Sarang sudah mulai berantakan, ada lubang atau potongan
daun hilang
Sarang kelas E : Sudah tua, daun hilang hanya cabang dan rating dan ranting
struktur rangka tetap
(Jhonson et al., 2005)
B. Analisis Data
B.1.Analisis Vegetasi
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui
kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi dan frekuensi
relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) menggunakan rumus Mueller-
Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:
∑
( ) ............................................................(1)
( ) ........................................(2)
( )
∑
∑
....................................................(3)
( ) ....................................(4)
( ) .........................................................(5)
( ) ..............................................(6)
( ) KR + FR + DR....................................................(7)
Indeks Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan
Indeks Kekayaan Margalef (1958) dalam Santosa 1995 sebagai berikut
........................................................................................................(8)
( )
14
Keterangan:
R = indeks kekayaan jenis (indices of species richness)
S = jumlah total jenis dalam suatu habitat (species per habitat)
NO = jumlah individu pada suatu habitat (individu per habitat)
Tabel 1. Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Baik >4,0
Moderat 2,5 – 4,0
Buruk <2,5
. ...............................................................................................(9)
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah spesies yang menyusun komunitas
Pi = Rasio antara jumlah spesies i (ni) dengan jumlah spesies individu total dalam
komunitas (N)
Tabel 2. Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
Tinggi >2,0
Sedang ≤2,0
Rendah <1,6
Sangat Rendah <1,0
Sumber: Aryanto et al., 2012
............................................................................................................(10)
Keterangan:
e = Indeks kemerataan (Indices of Similarity)
H` = Indeks keanekaragaman Shannon (Shannon Indices of Diversity)
S = Jumlah spesies
15
2
Sumber: Atmoko dan Rifqi (2012)
Keterangan
Kelas 1 : Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya masih ada atau
hidup
Kelas 2 : Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya sudah tidak ada
PPD : Jarak tegak lurus pengamat ke objek
Meter di jalur : Jarak perjumpaan Ficus dari titik awal transek
1 D S Dimakan OU
2 K M Dimakan OU
M : Matang
S : setengah matang
m : Mentah
Dimakan OU atau tidak manfaatnya untuk masyarakat lokal
(Atmoko dan Rifqi, 2012)
N Pn Nn Un Wn Bn
Total 100 ∑ni 100 ∑wi 1
Sumber : (Manly et al., 2002)
Keterangan:
p = proporsi harapan (100/total jenis pohon tempat bersarang)
n = jumlah individu jenis pohon sarang yang digunakan
u = proporsi jumlah jenis pohon sarang yang digunakan (ni /Ʃ ni*100)
w = indeks seleksi pohon sarang (ui /pi)
b = indeks seleksi yang di standarkan (wi /Ʃwi)
17
A. Tingkat Semai
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil,
Aceh pada tingkat semai ditemukan sebanyak 1566 individu dengan 58 jenis
semai, disajikan pada Tabel 6
Tabel 6. Hasil analisis vegetasi tingkat semai (10 jenis INP terbesar)
No Jenis Famili KR FR INP
1 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 23,81 8,10 31,92
2 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 11,36 8,10 19,47
3 Syzygium sp. Myrtaceae 13,66 5,40 19,07
4 Gluta renghas Anacardiaceae 5,87 6,30 12,18
5 Shorea sp. Dipterocarpaceae 6,19 5,40 11,59
6 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 2,80 4,50 7,31
7 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 4,27 1,80 6,08
8 Horsfieldia irya Myristicaceae 2,93 2,70 5,64
9 Uncaria acida Rubiaceae 3,70 1,80 5,50
10 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 0,57 3,60 4,17
B. Tingkat Pancang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang ditemukan
sebanyak 852 inidividu dengan 61 jenis pancang. T. glabra merupakan jenis yang
paling dominan dengan INP tertinggi sebesar 24,82 dan kerapatan relatif sebesar
17,13, selanjutnya S. acuminatissium memiliki nilai INP sebesar 23,35 dengan
kerapatan relatif sebesar 16,43, lalu diikuti dengan beberapa jenis lainnya
seperti Syzygum sp., G. renghas, Shorea sp. Lalu ada 5 jenis yang
memiliki INP terkecil pada tingkat pancang ini yaitu jenis M. longipetiolata,
Parastemon urophyllus, U. acida, Aglaia sp., H. irya. Dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisis vegetasi tingkat pancang (10 jenis INP terbesar)
No Jenis Famili KR FR INP
1 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 17,13 7,69 24,82
2 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 16,43 6,92 23,35
3 Syzygium sp. Myrtaceae 7,27 3,07 10,35
4 Gluta renghas Anacardiaceae 4,81 5,38 10,19
5 Shorea sp. Dipterocarpaceae 4,57 4,61 9,19
6 Mangifera longipetiolata Anacardiaceae 2,58 3,84 6,42
7 Parastemon urophyllus Chrysobalanaceae 3,16 2,30 5,47
8 Uncaria acida Rubiaceae 2,93 2,30 5,24
9 Aglaia sp. Meliaceae 4,10 0,76 4,87
10 Horsfieldia irya Myristicaceae 1,64 2,30 3,95
Dominansi dari jenis-jenis yang ada pada tegakan yang diamati dapat
dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP). Selain itu INP digunakan
untuk mengetahui tingkat dominansi atau penguasaan suatu jenis dalam suatu
komunitas. Pada tingkat pancang jenis T. glabra merupakan jenis yang memiliki
INP tertinggi hal tersebut karena jenis tersebut cocok dengan habitat rawa gambut,
sebaliknya jika jenis tersebut tidak cocok atau tidak mampu beradaptasi pada
habitat rawa gambut maka jenis tersebut akan mati. Selain itu juga komponen
ekosistem berpegaruh terhadap komposisi vegetasi antara lain curah hujan,
kelembaban, suhu, unsur hara dan lain lain
C. Tingkat Pohon
S. acuminatissium merupakan jenis dengan sebaran terbanyak berjumlah
311 individu pohon dengan nilai indeks nilai penting (INP) tertinggi sebesar
51,96 (jenis penting) dengan nilai kerapatan relatif sebesar 20,87. Dan untuk INP
terbesar kedua berada pada jenis T. glabra dengan nilai INP sebesar 35,88 dan
19
nilai kerapatan relatif sebesar 15,30 selanjutnya pada jenis G. renghas sebesar
memiliki INP sebesar 23,66 dengan nilai kerapatan relatif sebesar 6,71. Dan untuk
jenis yang memiliki INP terendah berada pada jenis Syzygium rosratum,
M. longipetiolata yaitu sebesar 5,90 dan 5,74. Seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. hasil analisis vegetasi tingkat pohon (10 jenis INP terbesar)
No Jenis KR FR DR INP
1 Syzygium acuminatissimum 20,87 4,85 26,22 51,96
2 Tetramerista glabra 15,30 6,07 14,55 35,88
3 Gluta renghas 6,71 5,46 11,45 23,66
4 Shorea sp. 5,71 4,85 7,46 18,02
5 Parastemon urophyllus 6,58 1,89 3,56 11,96
6 Syzygium sp. 4,50 3,64 2,15 10,28
7 Horsfieldia irya 3,09 3,03 2,09 8,21
8 Sterculia foetida 2,82 2,42 2,53 7,77
9 Syzygium rostratum 1,14 1,82 2,95 5,90
10 Mangifera longipetiolata 2,08 3,64 0,03 5,74
dan pada tingkat pohon sebesar 1,67. Hasil data yang diperoleh di sajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Data Indeks Keragaman, Indeks Kekayaan dan Indeks Kemerataan
No Tingkat Pertumbuhan H' D E
1 Semai 2,86 6,8 1,68
2 Pancang 3,22 8,89 1,8
3 Pohon 3,11 9,99 1,67
25%
25%
20%
17%
15%
10% 8% 8%
5%
0%
Ficus
Ficus sp.
sp. Ficus stupenda Ficus sumatrana Ficus altissima Ficus benjamina
Jenis Ficus
sp.
Gambar 6. Hasil analisis keberadaan Ficus
Berdasarkan Gambar 6 hasil data yang diperoleh bahwa jenis yang paling
banyak dijumpai yaitu jenis Ficus sp. dengan jumlah dan persentase sebesar
21
5 (42%), Jenis Ficus stupenda memiliki jumlah dan persentase terbesar kedua
yaitu sebesar 3 (25%), Jenis Ficus sumatrana memiliki jumlah dan persentase
sebesar 2 (17%) dan pada jenis Ficus altissima dan Ficus benjamina memiliki
jumlah dan persentase terkecil yaitu sebesar 1 (8%)
Buah yang menjadi pakan bagi orangutan tidak dapat dipastikan kapan
buah tersebut tersedia, karena buah merupakan tumbuhan yang hidup dengan
waktu terbatas dan musim berbuah juga berbeda satu sama lainnya dengan jumlah
kelebatan buah yang berbeda pula. Ada gejala pada buah yang dapat
mempengaruhi tersedianya sumber makan musiman yaitu gejala sindrom panen.
Sindrom panen hampa ini merupakan suatu kondisi dimana suatu pakan yang
disenangi oleh orangutan seolah-olah akan memasuki waktu panen dengan jumlah
yang berlimpah, namun kenyataannya pada saat buah matang (siap dipanen),
orangutan tidak menghabiskan waktu yang lama di pohon tersebut atau bahkan
tidak menghiraukannya sama sekali. Hal ini terjadi karena meskipun buah tampak
normal dari luar, sebenarnya buah tersebut kosong atau rusak di bagian dalam.
Pada kejadian lain, sejumlah buah berkembang tetapi busuk di bagian dalamnya
(Galdikas, 1984). Ketika buah mengalami gejala sindrom panen maka
ketersediaan pakan bagi orangutan akan berkurang, dan Ficus ini merupakan
solusi bagi orangutan sebagai penyedia pakan alternatif disaat pohon pakan tidak
mampu menyediakan makanan bagi orangutan karena Ficus mampu berbuah
sepanjang tahun sehingga ketersediaan pakan bagi orangutan selalu tersedia
9%
kelas 1
kelas 2
91%
A. Fruit Trail
Pada parameter ekologi yaitu Fruit Trail hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada Gambar 8
60% 54,77%
50%
Persentase
40%
30% 24,48%
20% 16,18%
Fruit Trail
Pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa hasil pengambilan data Fruit Trail
diperoleh jenis jenis pohon yang beragam. Untuk jenis yang paling banyak
dijumpai adalah jenis S. acuminatissimum dimana pada jenis tersebut hasil yang
didapatkan berjumlah 132 individu pohon dengan persentase sebesar 54,77%
individu pohon, hal tersebut karena pada saat survey lapangan jenis
S. acuminatissimum (jambu jambu) memang sedang musim berbuah. Jenis ini
juga merupakan jenis pohon pakan orangutan Sumatera. Selanjutnya jenis yang
juga sering dijumpai adalah jenis T. glabra dengan jumlah sebesar 59 individu
pohon dengan persentase sebesar 24,48%. Jenis ini juga merupakan jenis pohon
23
pakan untuk orangutan Sumatera. Untuk jenis Syzygium sp. berjumlah 39 individu
pohon dengan persentase sebesar (16,18%). Sedangkan untuk jenis yang lain
hanya sedikit dijumpai seperti jenis Eugenia cymosa, Garcinia ccymosa,
M. longipetiolata, Nessia altissima yang berjumlah 2 individu pohon dengan
persentase sebesar (0,83%), dan untuk jenis cryptocarya crassinervia,
Ficus benjamina, G. renghas hanya berjumlah1 individu pohon saja dengan
persentase sebesar (0,41%).
6% Matang
Setengah matang
1%
yang matang dan berdaging untuk dimakan dan juga hampir selalu memakan biji
nya.
Analisis Pohon Bersarang Orangutan
Berdasarkan hasil analisis pohon bersarang ditemukan 20 jenispohon
bersarang dari 119 pohon bersarang dengan jumlah sarang 104 individu pada
keseluruhan transek yakni transek 1 (16 sarang), transek 2 (8 sarang), transek 3
(13 sarang), transek 4 (8 sarang), transek 5 (5 sarang), transek 6 (8 sarang),
transek 7 (9 sarang), transek 8 (7 sarang), transek 9 (11 sarang), transek 10 (19
sarang).
70%
60%
60%
50%
Persentase
40%
30%
21%
20%
9%
10% 6%
1% 3%
0%
≤10 cm 10-20 cm 20-30 cm 30-40 cm 40-50 cm > 50 cm
Diameter pohon
70%
63%
60%
50%
Persentase
40% 36%
30%
20%
10%
1% 0
0%
≤10 m 10-20 m 20-30 m >30 m
Tinggi sarang
45%
41%
40%
35%
30%
26%
Persentase
25%
20%
20%
15% 13%
10%
5%
0
0%
1 2 3 4 0 5
berpindah dan membuat sarang setiap hari, sehingga sarang yang dijumpai tidak
selalu memiliki kelas yang sama. Untuk itu pada penelitian ini kelas yang
digunakan adalah kelas A, B, C, D, E (Jhonson et al., 2004) dimana kelas A yang
ditemukan pada survey orangutan berjumlah 5 individu pohon dengan persentase
sebesar (5%) sarang, kelas B berjumlah 20 individu pohon dengan persentase
sebesar (19%) sarang, kelas C berjumlah 66 dengan persentase sebesar (63%)
sarang dan untuk kelas D berjumlah 13 (12%) sarang sedangkan untuk kelas E
tidak di temukan adanya sarang pada kelas tersebut. Adapun hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada Gambar 13.
70%
63%
60%
50%
Persentase
40%
30%
19%
20%
13%
10% 5%
0%
A B C D
Kelas Sarang
Gambar 13. Sebaran sarang berdasarkan kelas sarang
karena orangutan bersifat arboreal dan selalu berpindah setiap hari untuk
membuat sarang sehingga kelas sarang yang ditemukan beragam hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Rahman (2010) yang mengatakan bahwa umumnya
sarang yang ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa sarang baru yang
masih memperlihatkan daun-daun yang masih berwarna hijau, namun ada pula
sarang yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna cokelat kering dan
bercampur dengan daun-daun yang masih berwarna hijau di atasnya. Kelas
sarang juga dapat menentukan keberadaan orangutan dan melihat pergerakannya,
kita tau bahwa orangutan membuat sarang setiap hari untuk beristrahat sehingga
kelas sarang merupakan salah satu tanda adanya kehadiran orangutan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Julizar, 2018) bahwa kelas sarang sangat menentukan
dalam perhitungan jumlah sarang di lapangan, kelas sarang selain
mempengaruhi perhitungan jumlah sarang di lapangan juga dapat menentukan
keberadaan dan pergerakan dari orangutan tersebut.
60%
Persentase
50%
40%
30%
21%
20%
9%
10%
2%
0%
≤10 m 10-20 m 20-30 m >30 m
Tinggi Pohon
80%
70% 68%
60%
60%
Pohon Anveg
Persentase
50%
40% Pohon Bersarang
30% 25%
21%
20%
9% 11%
10%
3% 2%
0%
0-10 m 11-20m 21-30m >30
Tinggi Pohon
Gambar 15. Tinggi pohon analisis vegetasi dengan tinggi pohon bersarang
hasil analisis vegetasi menghasilkan data yang berbanding lurus. Hal tersebut
karena pada lokasi penelitian yang paling mendominasi terletak pada ketinggian
tersebut.
Kesimpulan
1. Jenis Syzygium acuminatissimum (Myrtaceae) merupakan jenis yang paling
dominan pada habitat orangutan Sumatera di Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
Aceh
2. Diperoleh 20 jenis pohon yang dijadikan tempat untuk membuat sarang
orangutan Sumatera dengan total 104 sarang dan pohon bersarang sebesar 119
Pohon.
3. Diperoleh 5 jenis pohon yang disukai orangutan Sumatera untuk tempat
membuat sarang, dimana jenis Syzygium acuminatissium merupakan jenis yang
paling disukai untuk tempat membuat sarang Sebaran sarang yang paling
diminati berdasarkan diameter berkisar antara kelas 10-20 cm, berdasarkan
tinggi sarang berkisar antara kelas 3-10 m, berdasarkan tingi pohon berkisar
antara kelas 11-20 m, berdasarkan posisi sarang berada pada posisi 1 dan
berdasarkan kelas sebaran sarang berada pada kelas C
Saran
Dalam kegiatan pemulihan habitat, sebaiknya 5 jenis pohon yang disukai
untuk tempat bersarang dengan nilai w>1 (Syzygium acuminatissimum,
Tetramerista glabra, Parastemon urophyllus, Shorea sp. dan Nessia altissima)
menjadi jenis prioritas untuk ditanam. Sehingga tujuan dari kegiatan
pemulihan habitat dapat terwujud dengan baik.
34
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, E. N., Zaitunah, A., Patana, P. 2014. Identifikasi dan Pemetaan Pohon
Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Penyangga
Cagar alam DolokSibual-buali (studi Kasus: Desa Bulu Mario, Aek
Nabara dan Huraba). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Fauzi, F. Penyang dan Nisfiatul, H. 2017. Identifikasi Jenis Pohon Sarang dan
Pakan Orangutan (Pongo pygmaeus) di Arboretum Nyaru Menteng,
Palangka Raya. Jurnal Hutan Tropika. 12(2): 51-60.
Fiersa, A., Mardiastuti, A. dan Iskandar, E. 2014. Pola Jelajah Orangutan (Pongo
pygmaeus morio) Di Stasiun Penelitian Mentoko dan Prefab Taman
Nasional Kutau, Kalimantan Timur. Media Konservasi 19(1): 41-46.
Mul, I. F., Paembonan, W., Singleton, I., Wich, S. A. dan Van Bolhuis, H.G.2007.
Intestinal parasites of free-ranging, semicaptive, and captive Pongo
abeliiin Sumatra, Indonesia. International Journal of Primatology,
28(2): 407-420.
Nater, A., Mattle-Greminger, M.P., Nurcahyo, A., Nowak, M.G., De Manuel, M.,
Desai, T., Groves, C., Pybus, M., Sonay, T.B., Roos, C.dan Lameira,
A.R. 2017. Morphometric, behavioral, and genomic evidence for a new
orangutan species. Current Biology. 27(22): 3487-3498
Singleton, I., Wich, S. A., Nowak, M. dan Usher, G. 2016. Pongo abelii.(errata
version published in 2016). The IUCN Red List of Threatened Species.
Utami, S.S. dan Van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Meat-eating by adult female
Sumatran orangutans (Pongo abelii). Jurnal of Primatologi. 43: 156-65
Van Schaik, C.P., Azwar. dan Priatna, D. 1995. Population estimates and habitat
preferences of orangutans based on line transect of nests.
Van Schaik, C. P., Idrusman. 1996. Conservatiion Biology and Behavior of
Sumatran Orangutan in Kluet, Gunung Leuser National park.
Wich, S. A., Atmoko, S. S. U., Mitra, S. T., Rijksen, H. D., Schurmann, C,
Van Hoof, J. A. R. A. M. dan Van Schaik, C. P. 2004. Life History
of Wild Sumateran Orangutan (Pongo abelii). New York Journal of
Human Evolution, 47 (6): 385–398.
38
Lanjutan. Lampiran 1.
No Nama Ilmiah Famili Semai Pancang Pohon
55 Myristica lawiana Myristicaceae
56 Nephelium mainaii Sapindaceae
57 Nessia altissima Bombaceae
58 Nyssa javanica Lauraceae
59 Palaquium sp. Sapotaceae
60 Parashorea lucida Dipterocarpaceae
61 Parastemon urophyllus Myrtaceae
62 Parkia sp. Fabaceae
63 Polyalthia lateriflora Annonaceae
64 Polyalthia sumatrana Annonaceae
65 Rinorea bengalensis Violaceae
66 Sandoricum beccarianum Meliaceae
67 Shorea laevifolia Dipterocarpaceae
68 Shorea leprosula Dipterocarpaceae
69 Shorea parvifolia Dipterocarpaceae
70 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae
71 Shorea platyclados Dipterocarpaceae
72 Shorea sp. Dipterocarpaceae
73 Sterculia foetida Malvaceae
74 Sterculia sp. Malvaceae
75 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae
76 syzygium palembanicum Myrtaceae
77 Syzygium rostratum Myrtaceae
78 Syzygium sp. Myrtaceae
79 Terminalia catappa Combretaceae
80 Terminalia copelandii Combretaceae
81 Tetramerista glabra Tetrameristaceae
82 Toxicodendron radicans Anacardiaceae
83 Uncaria acida Rubiaceae
84 Xanthophyllum sp. Polygalaceae
85 Xylopia malayana Annonaceae
86 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae
40
Lanjutan. Lampiran 3.
No Jenis Famili ∑individu
57 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 146
58 Toxicodendron radians Anacardiaceae 13
59 Uncaria acida Rubiaceae 25
60 Xanthophyllum sp. Polygalaceae 2
61 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 14
Jumlah 852
43
Lanjutan. Lampiran 4.
No Jenis Famili Jumlah individu
57 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 31
58 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae 3
59 Shorea platyclados Dipterocarpaceae 2
60 Shorea sp. Dipterocarpaceae 85
61 Sterculia foetida Malvaceae 42
62 Sterculia sp. Malvaceae 4
63 Syzygium acuminatissimum Myrtaceae 311
64 Syzygium palembanicum Myrtaceae 9
65 Syzygium rostratum Myrtaceae 17
66 Syzygium sp. Myrtaceae 67
67 terminalia catappa Combretaceae 18
68 Terminalia copelandii Combretaceae 3
69 Tetramerista glabra Tetrameristaceae 228
70 Toxicodendron radicans Anacardiaceae 28
71 Uncaria acida Rubiaceae 5
72 Xanthophylum sp. Polygalaceae 1
73 Xylopia malayana Annonaceae 1
74 Zanthoxylum rhetsa Rutaceae 20
Jumlah 1490