Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU LINGKUNGAN

MAKROHABITAT DAN MIKROHABITAT, ETNOEKOLOGI, DAN


KEANEKARAGAMAN HEWAN DAN TUMBUHAN

DISUSUN OLEH

SHAUQINA SARAYA

G1A016043

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem mengalami perubahan secara terus-menerus. Hal tersebut dikarenakan
pengaruh dari interaksi dan adaptasi antara manusia dan alam dengan budaya dan
lingkungan sosialnya. Pengembangan budaya yang berimbas pada berubahnya ekosistem
akan nampak pada fenomena lingkungan yang terjadi di sekitar kita.
Salah satu ilmu yang mempelajari relasi antara manusia sebagai objek dengan
lingkungannya adalah ilmu etnoekologi. Ilmu etnoekologi merupakan cabang ilmu yang
menelaah cara-cara masyarakat dalam memakai ekologi dan hidup selaras dengan
lingkungan alam dan sosialnya. Kehidupan masyarakat pada umumya bergantung pada
alam sehingga seharusnya lebih dekat dengan alam sehingga mereka dapat mengamati
alam dengan baik, mengamati karakteristiknya, dan tahu bagaimana cara mengelolanya.
Studi etnoekologi berawal dari pemahaman bahwa alam, kebudayaan, dan aspek
produksi merupakan satu kesatuan. Dalam studi etnoekologi, perhatian tidak hanya dititik
beratkan pada aspek alamiah, tetapi juga mempertimbangkan aspek kebudayaan suatu
kelompok etnik, dan otonomi produksi yang dilakukan.
Pulau Lombok memiliki kawasan hutan yang merupakan kawasan yang terdiri atas
hutan lindung, hutan adat, dan hutan masyarakat. Hutan di kawasan gunung Rinjani
merupakan hutan tropis yang terdiri dari kumpulan vegetasi (tumbuhan) dan fauna (hewan)
yang mendiaminya. Masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan hutan Rinjani masih
menerapkan ritual-ritual yang berpedoman pada aturan sebagai bentuk kearifan lokal
dalam rangka menjaga kelestarian hutan. Hutan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani
diantaranya adalah kawasan hutan yang terletak di Desa Jeruk Manis.
Berkaitan dengan hal tersebut, pentingnya studi etnoekologi dilakukan untuk
mengetahui relasi antara manusia (masyarakat di Desa Jeruk Manis) sebagai objek dengan
lingkungannya yaitu hutan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani yang terletak di Desa
Jeruk Manis dan mempelajari bagaimana hubungan tradisi/kepercayaan serta pengaruh
dari nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat untuk menjaga keseimbangan ekosistem
di kawasan hutan tersebut.
1.2 Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana hubungan tradisi atau kepercayaan
serta pengaruh dari nilai-nilai kearifan local masyarakat Desa Jeruk Manis untuk menjaga
keseimbangan ekosistem di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Rinjani.
1.3 Manfaat Praktikum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari bagaimana hubungan tradisi atau
kepercayaan serta pengaruh dari nilai-nilai kearifan local masyarakat Desa Jeruk Manis
untuk menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan hutan Taman Nasional Gunung
Rinjani.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Metode yang digunakan bersifat kualitatif dengan pendekaatan etnoekologi. Dengan


pendekatan etnoekologi, peneliti lebih memusatkan pada dimensi makna dan pengetahuan
manusia mengenai lingkungan. Pada studi di Desa Karangwangi ini peneliti berupaya untuk
mengungkapkan pandangan masyarakat yang diteliti mengenai lingkungan mereka dalam konteks
kegiatan sistem pertanian atau agroekosistem yang mereka lakukan pada setiap tahunnya. Teknik
pengumpulan data lapangan dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam (deep
interview). Teknik observasi lapangan utamanya melakukan observasi tentang kondisi hutan,
macam-macam agroekosistem seperti pekarangan, huma, kebun, dan sawah di lokasi penelitian.
Sementara itu, teknik wawancara dilakukan wawancara secara mendalam dengan berbagai
informan yang dipilih secara purposive yang dianggap kompeten, dengan memperhatikan
keragaman atau kategorisasi informan (Iskandar et al, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pendekatan etnoekologi menurut penuturan


Hilmanto terdiri dari enam tahapan. Setiap tahapannya mewakili proses mengelola suatu ekosistem
dalam wilayah tertentu dalam pandangan ekologis yang merupakan hasil dari interaksi antara
aktivitas manusia dan lingkungan alamnya. Proses tersebut antara lain, adalah: mengelola lahan,
penanaman, pergiliran tanaman, pemupukan, pembuatan sistem drainase, dan pengendalian hama
dan penyakit (Ambarwati, 2018).

Studi etnoekologi berawal dari pemahaman bahwa alam, kebudayaan, dan aspek produksi
merupakan satu kesatuan. Dalam studi etnoekologi perhatian tidak hanya dititik beratkan pada
aspek alamiah, tetapi juga mempertimbangkan aspek kebudayaan suatu kelompok etnik, dan
otonomi produksi yang dilakukan. Dengan demikian, etnoekologi merupakan disiplin ilmu yang
secara menyeluruh mengkaji aspek intelektual dan praktis dalam proses pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan, serta pengaruh yang ditimbulkan pada suatu kelompok masyarakat tertentu.
Studi tentang pengetahuan ekologi tradisional dan hubungannya dengan upaya konservasi
keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan dan praktek pengelolaan lahan secara tradisional memiliki hubungan yang positif
dengan upaya konservasi (Sari, 2011).
Dasar‐dasar ilmu Etnoekologi sebenarnya sudah ada sejak tahun 50‐an, yaitu: berasal dari
ilmu bangsa‐bangsa atau Etnologi. Ilmu Etnoekologi yang menjadi pokok pikirannya adalah
manusia dan ekologi yang merupakan jembatan penghubung antara ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Pemisahan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan
kemasyarakatan di dalam ilmu Etnoekologi bersifat semu, hal ini karena dalam memahami dan
mempelajari hubungan manusia dan ekologi tak dapat dipisahkan. Ketika berbicara Etnoekologi,
peneliti sudah membawa dua pendekatan besar yakni Etnologi di satu sisi dan Ekologi pada sisi
yang lain. Bahkan pendekatan itu bisa saja berubah menjadi Etnografi manakala berusaha
melukiskan secara mendalam mengenai kelompok, suku atau komunitas tertentu (Bajari, 2019).

Dalam hal ini kajian kelompok atau komunitas yang dikaitkan dengan lingkungan
menghasilkan pendekatan yang disebut dengan Etnoekologi. Etnoekologi adalah kajian yang
menelaah cara-cara masyarakat tradisional memakai ekologi dan hidup selaras dengan lingkungan
alam dan sosialnya. Kehidupan masyarakat tradisional pada umumnya amat dekat dengan alam,
dan manusia mengamati alam dengan baik, mengenal karakteristiknya sehingga mereka tahu
bagaimana menanggapinya (Gunawan, 2017).
BAB III

METODE

3.1 Pelaksanaan Praktikum


a. Waktu Praktikum
Sabtu, 13 April 2019
b. Tempat Praktikum
Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.
3.2 Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
1. Alat tulis
2. Lembar kuisioner
b. Bahan-bahan Praktikum
1. Masyarakat lokal Desa Jeruk Manis
3.3 Prosedur Kerja
a. Dilakukan wawancara dengan salah satu penduduk yang ada di Desa Jeruk Manis
dengan mengacu pada kuisioner.
b. Dicatat hasil wawancara yang telah dilakukan pada lembar kuisioner.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu ilmu yang mempelajari relasi antara manusia sebagai objek dengan
lingkungannya adalah ilmu etnoekologi. Ilmu etnoekologi merupakan cabang ilmu yang
menelaah cara-cara masyarakat dalam memakai ekologi dan hidup selaras dengan
lingkungan alam dan sosialnya. Kehidupan masyarakat pada umumya bergantung pada
alam sehingga seharusnya lebih dekat dengan alam sehingga mereka dapat mengamati
alam dengan baik, mengamati karakteristiknya, dan tahu bagaimana cara mengelolanya.
Studi etnoekologi berawal dari pemahaman bahwa alam, kebudayaan, dan aspek
produksi merupakan satu kesatuan. Dalam studi etnoekologi, perhatian tidak hanya dititik
beratkan pada aspek alamiah, tetapi juga mempertimbangkan aspek kebudayaan suatu
kelompok etnik, dan otonomi produksi yang dilakukan.
Telah dilakukan studi etnoekologi dengan metode wawancara di Desa Jeruk Manis,
Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur. Wawancara dilakukan kepada salah satu
masyarakat bernama Zulfahmi yang berprofesi sebagai seorang wirausahawan berusia 23
tahun dengan tingkat pendidikan terakhir yaitu S-1. Wawancara yang dilakukan mengacu
pada kuisioner yang telah disiapkan. Terdapat beberapa pokok bahasan yang ada pada
wawancara yang kami lakukan, beberapa diantaranya yakni; bagaimana gambaran
masyarakat terhadap adat, norma maupun aturan yang ada di desa tersebut, bagaimana
potensi sumber daya alamnya, dan bahaya atau ancaman dari kegiatan manusia terhadap
hutan di kawasan desa tersebut, kemudian bagaimana sikap dan perilaku masyarakat
terhadap pengunjung yang datang, bagaimana keterlibatan atau partisipasi masyarakat
dalam mengelola maupun menjaga ekowisata yang ada, serta apakah ada upaya penyediaan
usaha ekonomi lokal pada sektor wisata yang ada di Desa Jeruk Manis.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan, kami mendapatkan
beberapa informasi terkait pokok-pokok bahasan yang kami tanyakan kepada responden,
yaitu :
1. Desa Jeruk Manis pertama kali muncul pada tahun 2013 yang merupakan hasil
pemekaran dari Desa Kembang Kuning, keberadaan desa ini diprakarsai oleh Nurhadi
Muis yang merupakan kepala desa di Desa Jeruk Manis saat ini.
2. Nyongkolan merupakan salah satu tradisi yang masih berlaku di Desa Jeruk Manis.
Nyongkolan ini perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk melestarisakan tradisi yang
ada.
3. Aturan-aturan adat yang ada di Desa Jeruk Manis berlaku kepada setiap warga desa itu
sendiri maupun kepada pengunjung yang datang. Upaya yang perlu dilakukan untuk
melestarikan aturan-aturan tersebut adalah dengan cara dilakukannya sosialisasi.
4. Tidak terdapat tempat-tempat yang secara adat dilindungi maupun aturan
adat/pantangan yang berlaku untuk melindungi hutan, sungai, serta hewan ataupun
tumbuhan yang ada, dan tidak ada perubahan aturan adat sehubungan dengan
pertumbuhan masyarakat desa di Desa Jeruk Manis.
5. Tidak ada hewan/tumbuhan khas yang ada di lingkungan desa. Namun terdapat hasil
hutan, seperti pakis (Cycas sp.) dan pohon manis yang dimanfaatkan sebagai tanaman
pangan maupun sebagai tanaman obat. Biasanya hasil-hasil hutan ini didapatkan secara
melimpah pada musim penghujan.
6. Menurut responden, kegiatan menebang hutan secara liar dapat mengganggu
kelestarian dari fungsi dan manfaat hutan bagi masyarakat dan dapat menyebabkan
bencana alam, seperti longsor. Salah satu upaya yang dilakukan apabila bencana
tersebut datang adalah dengan mengungsi, di mana peran masyarakat sangat diperlukan
dalam hal menjaga kelestarian hutan agar tidak musnah dan tidak menimbulkan
bencana yang dapat merugikan masyarakat desa.
7. Tidak ada pengaruh keberadaan pengunjung terhadap budaya local maupun adat
istiadat yang ada di Desa Jeruk Manis. Namun, pengaruh tersebut terlihat pada
beberapa aspek, yaitu cara berpakaian, cara berbicara dan juga tingkah laku masyarakat
desa.
8. Masyarakat desa tidak terlibat dalam pengelolaan wisata hutan/air terjun Jeruk Manis
maupun dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya perlindungan
lingkungan objek wisata dikarenakan terdapat pengurus-pengurus yang berwenang.
9. Objek wisata hutan/air terjun Jeruk Manis dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi
masyarakat desa Jeruk Manis melalui peluang kerja sebagai guide (pemandu wisata)
bagi wisatawan lokal maupun internasional dan meningkatkan keterampilan
masyarakat lokal dengan berbahasa asing. Selain itu, kegiatan wisata hutan/air terjun
Jeruk manis juga meningkatkan peluang usaha masyarakat setempat, meningkatkan
nilai jual barang dan jasa, dan meningkatkan kehidupan perekonomian dalam rumah
tangga masyarakat desa dengan adanya hutan/air terjun Jeruk Manis tersebut. Di mana
hal ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengunjung yang datang ke wisata hutan/air
terjun Jeruk Manis memberikan keuntungan ekonomi pada masyarakat desa setempat.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dikatakan bahwa keberadaan kawasan


Taman Nasional Gunung Rinjani yang ada di Desa Jeruk Manis dengan masyarakat
setempat menunjukkan tidak adanya hubungan secara langsung. Di mana masyarakat
setempat tidak terlibat dalam pengelolaan maupun kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan upaya perlindungan lingkungan objek wisata yang ada di kawasan hutan/air terjun
Jeruk Manis. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap sudah adanya petugas yang
berwenang. Masyarakat hanya terlibat pada kegiatan ekowisata dengan menjadi guide
(pemandu wisata) bagi pengunjung yang datang, baik pengunjung lokal maupun
internasional. Namun, kegiatan ekowisata tersebut dapat memberikan keuntungan secara
ekonomi kepada masyarakat setempat dengan meningkatkan kesempatan kerja maupun
peluang usaha. Selain itu, keberadaan pengunjung juga secara tidak langsung memberikan
pengaruh pada cara berpakaian, cara berbicara maupun tingkah laku masyarakat setempat,
namun tidak pada budaya lokal maupun adat istiadat yang ada.

Salah satu tradisi yang masih berlaku di Desa Jeruk Manis adalah tradisi
nyongkolan (acara setelah melakukan pernikahan). Namun, tidak ada tradisi/kepercayaan
maupun aturan-aturan adat tertentu yang mengatur keberadaan hutan yang ada di Desa
Jeruk Manis tersebut. Dalam pemanfaatannya saja, masyarakat hanya mengambil hasil
hutan berupa pakis dan pohon manis untuk dijadikan sebagai makanan dan obat tradisional.
Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat setempat akan potensi
hutan tersebut dan kurangnya partisipasi/peran masyarakat secara langsung dalam
mengelola dan menjaga hutan yang ada di Desa Jeruk Manis.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan
kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani yang ada di Desa Jeruk Manis dengan
masyarakat setempat menunjukkan tidak adanya hubungan secara langsung. Hal ini
dikarenakan kurangnya partisipasi/peran masyarakat setempat dalam pengelolaan maupun
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan objek wisata
yang ada di kawasan hutan tersebut.

5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum lapangan selanjutnya dilakukan persiapan dengan lebih
baik agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, D. 2018. Etnoekologi Sebagai Upaya Membentuk Karakter Peduli Lingkungan

Melalui Program Adiwiyata di SD Negeri Lidah Kulon 1/464 Surabaya. JPGSD. 06 (02)

: 1-11.

Bajari, A. 2018. Model Etnoekologi dan Etnografi Komunikasi Konstruksi Metodologis Interaksi

Manusia dengan Lingkungan. Komunikasi Antar Budaya. 1 (2) : 12-39.

Gunawan, I. 2017. Etnografi. Malang : Simbiosa Rekatama.

Iskandar, J., Iskandar, B. S. 2016. Etnoekologi dan Pengelolaan Agroekosistem oleh Penduduk

Desa Karangwangi Kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan Jawa Barat. Biodjati. 1 (1) : 1-12.

Sari, D. A. 2011. Etnoekologi Masyarakat Kerinci di Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi. UI. 1

(1) : 1-10.

Anda mungkin juga menyukai