Anda di halaman 1dari 10

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
\
NAMA : ADE WIRA RIYANTIKA PUTRA
NIM : P03 2222 014
EMAIL : adewira220@gmail.com
MATA KULIAH : POLITIK LINGKUNGAN GLOBAL DAN NASIONAL (POLIGON)
DOSEN : Dr. Abigail Mary Moore, B. Sc. M. Sc
TUGAS : NASKAH CITES – PAUS SPERMA (Physeter macrocephalus)

ABSTRAK
Convention on International Trade of Endangered Species atau yang dikenal dengan
singkatan CITES merupakan satu-satunya konvesi atau perjanjian internasional tentang
perdagangan intenrasioal tentang Hewan dan Tumbuhan yang mana berfokus pada
perlindungan terhadap Hewan dan Tumbuhan terutama bagi yang keberadaannya terancam
punah. Paus sperma (Physeter macrocephalus) merupakan jenis paus yang masuk dalam
kelas Mamalia Ordo Cetacea. Merupakan kelompok mamalia laut yang seluruh hidupnya itu
menyesuaikan dengan kehidupan di air. Berdasarkan status konservasinya, Paus Sperma
merupakan salah satu hewan yang masuk dalam lampiran Convetion on International Trade
in Endangered Species (CITES), hewan ini masuk dalam lampiran CITES Appendices (1)
sebab keberadaannya yang terancam punah sehingga hewan ini dilarang dalam segala
bentuk perdagangan internasional.
Kata Kunci : CITES, Paus sperma, Appendix I

I. LATAR BELAKANG
Convention on International Trade of Endangered Species atau yang dikenal dengan
singkatan CITES merupakan satu-satunya konvesi atau perjanjian internasional tentang
perdagangan intenrasioal tentang Hewan dan Tumbuhan yang mana berfokus pada
perlindungan terhadap Hewan dan Tumbuhan terutama bagi yang keberadaannya terancam
punah. CITES terbentuk pada Tahun 1963 atas perhatian IUCN (international Union for
Conservation of Nature) perdagangan ilegang yang dapat mengancam keounahan bagi
Hewan maupun Tumbuhan. Setelah resmi terbentuk kemudian naskah konvensi tersebut
(CITES) disepakati pada 3 Maret 1973 di Washington D.C yang diwakili oleh 80 Negara.
Hingga Agustus 2006 tercatat jumlah Negara yang bergabung dalam CITES sebanyak 169
Negara.
Paus Sperma atau yang biasa dikenal paus kepala kotak merupakan salah dari beberapa
spesie paus yang masuk dalam lampiran CITES. Penurunan jumlah spesies pada Paus
sperma sehingga membuat spesies ini masuk dalam lampiran Appendix I yang mana berarti
status dari paus sperma ini sudah terancam punah. Salah satu alasan mengapa memilih
spesies tersebut (Paus Sperma) yaitu melihat statusnya terancam punah yang menunjukan
bahwa keberadaan dari spesies tersebut diperairan mulai sangat sedikit. Selain itu masih
terdapat juga negara yang kerap melakukan perburuan terhadap spesies tersebut sehingga
menjadi ancaman bagi spesies tersebut. Selain menjadi hewan buruan diperairan spesies ini
juga dijadikan sebagai hewan ritual dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi sehingga
pentingnya memberi pemahaman terkait status paus sperma agar dapat menjaga
kelestariannya dan terhindar dari kepunahan. Pentingnya merevisi undang-undang terkait
penangkapan paus baik skala besar (untuk mendapatkan keuntungan) maupun skala kecil
(kepentingan sehari-hari) agar mengurangi penururnan dari populasi Paus sperma.

II. STUDI KASUS


2.1 Biogeografi, Pemanfaatan dan Status
2.1.1 Biogeografi
Paus sperma (Physeter macrocephalus) merupakan jenis paus yang masuk dalam kelas
Mamalia Ordo Cetacea. Merupakan kelompok mamalia laut yang seluruh hidupnya itu
menyesuaikan dengan kehidupan di air (Yusron, 2012). Paus sperma merupakan spesies
yang memiliki ukuran tubuh terbesar pada subordo Odontoceti atau yang dikenal dengan
nama Cetacea bergerigi. Paus sperma masuk dalam ordo Cetacea sebab memiliki gigi
dengan jumlah dan ukuran yang bervariasi yang mana ini merupakan karakteristik dari hewan
ordo Cetacea. Adapun klasifikasi dari paus sperma adalah sebagai berikut (Linnaeus, 1758)
in EOL (2014):
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mamalia
Ordo: Cetacea
Subordo: Odontoceti
Family: Physteridae
Genus: Physeter
Spesies: Physeter macrocephalus
Physeter macrocephalus (paus sperma) memiliki karakteristik tersendiri yaitu kepala yang
sangat besar yang mana ukuran kepalanya ini sepertiga dari Panjang tubuhnya, memiliki
blowhole (lubang tiup) tunggal yang terletak dibagian kiri kepala. Dinamakan paus sperma
sebab pada kepala bagian depan terdapat corak berwarna putih yang disebut dengan
spermatocite yang berfungsi membantu paus sperma untuk mengapung dan menyelam
didalam air (Clarke, 1978) serta berfungsi sebagai pengatur sonar (Noris dan Harvey, 1972).
Selain itu dengan bantuan organ spermaceti, paus sperma dapat bertahan di bawah air
sampai 90 menit dan menyelam sampai kedalaman 3000 (Papastavrou et al. 1989).
Paus bergigi ini memiliki warna tubuh yang didominasi hitam dan abu-abu kecoklatan,
terkadang pada bagian bawah berwarna abu-abu putih. Paus sperma menunjukkan
dimorfisme seksual yang kuat dalam hal ukuran tubuh. Paus jantan memiliki ukuran tubuh
jauh lebih besar dibandingkan paus betina. Paus jantan tumbuh hingga 15-18meter dan
ukuran betina 11-12 meter (Rice, 1989 in Whitehead, 1993).

2.1.2 Pemanfaatan
Pada awalnya pemburuan paus hanya bertujuan sebagai tradisi dan kemudian
berkembang untuk tujuan komersial. Pemburuan paus yang di manfaatkan yaitu daging,
tulang, lemak dan muntahannya yang kemudian digunakan sebagai cairan transmisi, lilin,
margarin, perhiasan atau souvenir dan upacara adat. Selain yang telah disebutkan
sebelumnya, Paus Sperma termasuk mamalia yang memiliki muntahan bernilai miliaran.
Bentuk dan tekstur muntahan paus atau ambergris seperti bongkahan lilin, yang keluar dari
saluran pembuangan kotoran paus yang terdapat pada kepala kotak ikan paus tersebut
(Physeter macrocephalus). Saat muntahan ini keluar, akan muncul bau busuk dan warna
hitam. Tepi, setelah didiamkan lama, bau busuk itu akan berubah menjadi bau harum seperti
kesturi.
Ada empat manfaat muntahan paus sperma, yaitu:
1. Bahan pembuat parfum : Ambergris paus ini sangat mahal dan biasanya digunakan
oleh industri parfum. Namun, lambat laun industri parfum tak lagi menggunakan
ambergris karena dilarang oleh International Fragrance Association (IFRA). Ambergris
juga pernah digunakan oleh bangsa Arab dan Tiongkok sebagai parfum atau dibakar
sebagai dupa.
2. Bahan untuk pengobatan : Ambergris paus ini dapat digunakan untuk obat herbal
dan sebagai afrodisiak, termasuk obat untuk menyembuhkan penyakit otak, jantung,
dan pengindraan.
3. Penambah rasa makanan : Ambergris paus tersebut juga dapat digunakan menjadi
bahan penambah rasa makanan maupun minuman seperti anggur. Beberapa restoran
menggunakan ambergris sebagai penambah rasa untuk koktail, kue khusus, maupun
coklat.
4. Sanitasi udara : Manfaat dari ambergis paus ini digunakan pertama kali oleh bangsa
Eropa pada abad ke-14. Saat itu, Eropa sedang mengalami wabah yang pencemaran
udara. Ambergrislah yang digunakan untuk mensanitasi udara.
2.1.3 Status
Berdasarkan status konservasinya, Paus Sperma merupakan salah satu hewan yang
masuk dalam lampiran Convetion on International Trade in Endangered Species (CITES),
hewan ini masuk dalam lampiran CITES Appendices (1) sebab keberadaannya yang
terancam punah sehingga hewan ini dilarang dalam segala bentuk perdagangan
internasional. Di Indonesia hewan dan tumbuhan yang keberadaannya mulai Langkah dan
hampir punah diatur dalam beberapa undang-undang diantaranya yaitu UU RI No.5 Tahun
1990 tentang Kosnervasi Sumbar Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP RI No. 7 Tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, PP No. 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dan Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978
tentang Pengesahan CITES, UU RI No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan peratutar
terakhir yaitu perlindungan terhadap paus tertuang dalam PERMEN LHK No.20 Tahun 2018
tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi (Muhammad dan Fina, 2022).

2.2 Faktor – Faktor Kerentanan dan Ancaman


Penelitian yang dilakukan oleh Kahn (2001) memaparkan bahwa dalam rentang waktu 48
Tahun terakhir yaiu 1959 hingga 2007 populasi pasu sperma mengalami penurunan yang
mana diakibatkan oleh bebrapa faktor antara lain pemburuan yang dilakukan oleh nelayan
Lamalera yang mana tercatat mereka sudah menangkap paus sperma sebanyak 838 ikan.
Sejak tahun 1959 perburuan paus sperma telah membunuh sekitar 475 paus.Setiap tahun
mereka berhasil membunuh antara 20 - 50 paus.Hasil perburuan paus terbanyak dalam tempo
22 tahun terjadi pada 1969, yakni 56 paus.Lalu pada 2007dibunuh 48 paus.Perburuan agak
mengendor pada 1983, yakni hanya dua paus. Namun selama dua tahun (2004-2005),
perburuan tersebut tak terekam lagi jumlah penangkapannya.Selain itu perburuan besar-
besaran terhadap mamalia laut ini juga dilakukan antara tahun 1960-1970 oleh nelayan dari
Jepang dengan peralatan tangkap yang modern.
Selama kurun waktu 2007-2008 lalu, banyak nelayan yang mengaku semakin kesulitan
memburu paus.Penyebabnya, mamalia laut tersebut semakin sulit ditemukan, sehingga
belakangan ini penangkapan mamalia laut oleh nelayan biasanya mampu menangkap 2-3
paus dalam sepekan(Dermawan, 2009).
Selain faktor yang disebutkan diatas, menurut NOAA (2023) beberapa faktor lain yang
menjadi ancaman bagi kelestarian Paus Sperma / Sperm whale (Physeter macrocephalus)
sehingga membuat populasinya makin berkiurang dan terancam punah yaitu:
1. Tabrakan Kapal
Meningkatnya lalulintas perkapalan menyebabkan ancaman bagi kehidupan spesies ini
(paus sperma) sebab dengan meningkatnya lalulintas perkapalan ini kemungkinan
terjadinya tabrakan antar kapal dapat terjadi. Hal ini dapat melukai bahkan dapat
membunuh paus sperma. Ini terjadi sebab paus sperma menghabiskan waktunya ± 10
menit dipermukaan untuk untuk mensuplasi oksigen yang digunakan untuk bernapas jika
berada didalam perairan.
2. Keterikatan pada Alat tangkap
Paus sperma dapat terjerat dalam berbagai jenis alat tangkap, termasuk tali perangkap,
pot, dan jaring insang. Setelah terjerat, mereka mungkin berenang untuk jarak jauh sambil
menyeret peralatan yang terpasang, berpotensi mengakibatkan kelelahan, kemampuan
makan yang terganggu, keberhasilan reproduksi yang berkurang, cedera parah, atau
kematian. Paus sperma juga telah didokumentasikan mengeluarkan ikan dari alat tangkap
rawai, perilaku yang dikenal sebagai "pemusnahan". Mereka melakukan ini dengan
menggunakan rahang panjang mereka untuk menciptakan ketegangan pada tali pancing,
yang melepaskan ikan dari kailnya. Selain itu, para ilmuwan berpikir bahwa perilaku ini
dapat dipelajari antar individu. Depredation meningkatkan kemungkinan paus sperma
cedera atau terjerat saat berada di sekitar perahu dan alat tangkap.
3. Kebisingan Laut
Kebisingan suara merupakan polusi bawah laut yang dapat mengancam spesies bawah
laut salah satunya paus sperma yang mana mengandalkan suara untuk saling
berkomunikasi dengan yang lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kebisingan suara yaitu aktifitas manusia dibidang pelayaran. Paus sperma mengandalkan
suara yang dihasilkan untuk melakukan komunikasi, mencari makan, bermigrasi dan
bersosialisasi. Aktifitas yang mereka lakukan memiliki tingkatan suara yang berbeda yang
mana jika terjadi kebisingan laut akan berpengaruhg pada suara yang mereka hasilkan
yang mana ini mengancam mereka sebab salah satu kasus yang sering terjadi yaitu
terdamparnya paus sperma ke daerah pesisir laut. Selain itu kebisingan laut juga dapat
menyebabkan mamalia laut mengubah frekuensi atau amplitudo panggilan, mengurangi
perilaku mencari makan, mengungsi dari habitat pilihan, atau meningkatkan kadar hormon
stres dalam tubuh mereka. Jika cukup keras, kebisingan dapat menyebabkan gangguan
pendengaran permanen atau sementara.
4. Sampah Laut
Melihat kondisi perairan yang terancam cemaran khususnya cemaran sampah laut
merupakan salah satu faktor ancaman bagi biota laut khususnya paus sperma. Sampah
laut menjadi ancaman sebab sampah yang berada diperairan bisa dimakan oleh
sekelompok biota perairan saat mencari makanan terutama bagi biota yang memiliki bukan
mulut yang besar, sebab semakin kecil ukuran dari sampah tersebut makin besar juga
kemungkinan tertelan oleh biota. Sampah yang tertelan oleh biota khususnya paus sperma
dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya cedera (luka) pada bagian organ dalam paus
sperma hingga menyebabkan kematian. Telah banyak kasus kematian paus sperma
dimana didalam perutnya ditemukan berbagai jenis sampah sampah laut.
5. Perubahan iklim
Efek perubahan iklim dan oseanografi pada paus sperma tidak pasti, namun keduanya
berpotensi mempengaruhi habitat dan ketersediaan makanan. Lokasi migrasi, makan, dan
berkembang biak paus untuk paus sperma dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti arus
laut dan suhu air. Peningkatan suhu global diperkirakan akan berdampak besar pada
ekosistem Arktik dan subarktik, dan dampak ini diproyeksikan akan semakin cepat selama
abad ini. Namun, jangkauan makan paus sperma kemungkinan besar adalah yang
terbesar dari spesies mana pun di bumi, dan akibatnya, paus sperma diharapkan lebih
tahan terhadap perubahan iklim daripada spesies dengan preferensi habitat yang lebih
terbatas.

6. Regenerasi Lambat
Kematangan fisik pada paus sperma dicapai pada usia ± 30 tahun untuk jantan dan
25 tahun untuk betina. Menurut Rice (1989) in Whitehead (1993), paus sperma betina
mencapai kematangan fisik pada ukuran ± 10,7 m biasanya ditemukan di lintang kurang
dari 40º dan yang paling umum di perairan tropis. Paus jantan dewasa mencapai
kematangan fisik pada ukuran ± 15,7 m umumnya ditemukan di perairan dingin (Rice 1989
in Whitehead 1993) dan akan bermigrasi ke perairan lintang rendah yang lebih hangat
untuk kawin (Whitehead 2003 in Gero et al. 2009). Masa kehamilan paus betina selama
14-16 bulan dengan bayi paus yang baru lahir berukuran panjang 4 m dan berat 1 ton.
Bayi paus dirawat dan disusui oleh induk betina selama 2 tahun. Rata-rata betina akan
melahirkan 7-10 bayi dengan jarak antara kelahiran 4-6 tahun (Best et al. 1984 in Carroll
et al. 2014).

2.3 Sejarah CITES


Perjuangan untuk mencakup Physeter macrocephalus (paus sperma) dalam Convention
on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dimulai pada
pertengahan hingga akhir abad ke-20. Berikut adalah sejarah perjuangan hingga paus sperma
masuk ke CITES:
1. 1970s: Pada awal 1970-an, kesadaran akan pentingnya perlindungan paus sperma
meningkat secara global. Perburuan komersial paus sperma secara intensif telah
mengakibatkan penurunan populasi yang signifikan. Negara-negara seperti Australia,
Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya mulai memperkenalkan undang-
undang nasional untuk melarang perburuan paus sperma.
2. 1973: Pada tahun 1973, CITES didirikan dengan tujuan untuk mengatur perdagangan
internasional spesies yang terancam punah. Pada saat itu, paus sperma termasuk
dalam Appendix II CITES, yang membatasi perdagangan spesies tanpa melarangnya
sepenuhnya.
3. 1980s: Pada tahun 1980-an, keprihatinan internasional terhadap penurunan populasi
paus sperma terus meningkat. Para ilmuwan dan organisasi lingkungan mulai
mengumpulkan data dan bukti yang lebih kuat tentang ancaman kepunahan paus
sperma.
4. 1985: Pada Konferensi CITES ke-5 di Nairobi, Kenya, negara-negara anggota
mengusulkan agar paus sperma dipindahkan dari Appendix II ke Appendix I CITES.
Appendix I memasukkan spesies-spesies yang sangat terancam punah, dan
perdagangan produk-produk dari spesies tersebut dilarang atau sangat terbatas.
5. 1986: Pada Konferensi CITES ke-6 di Ottawa, Kanada, usulan untuk memindahkan
paus sperma ke Appendix I disetujui. Dalam penentuan ini, perdagangan komersial
produk-produk yang berasal dari paus sperma dilarang, kecuali dalam keadaan
tertentu dengan izin khusus.
Sejak itu, Physeter macrocephalus tetap berada dalam Appendix I CITES, dan
perdagangan internasional produk-produk dari spesies ini diatur dengan ketat. Penunjukan
dalam Appendix I CITES menunjukkan kesadaran global akan kepunahan paus sperma dan
kebutuhan untuk melindungi dan melestarikan spesies ini. Perjuangan untuk melindungi paus
sperma terus berlanjut melalui upaya konservasi, penelitian, dan kerjasama internasional di
bidang ini. Negara-negara yang mendukung upaya dalam memasukan paus sperma dalam
daftar CITES yaitu Australia, Brasil, Kanada, Kosta Rika, Selandia Baru, Norwegia, Afrika
Selatan, Spanyol, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. Sedangkan negara yang menolah
usulan tersebut adalah Jepang sebab Negra ini telah lama berkomitmen terhadap perburuan
paus sperma untuk tujuan komersial.
Dalam upaya menjaga kelestarian spesies paus sperma, Indonesia juga ikut serta menjadi
anggota CITES yang mana sejak penetapannya spesies tersebut ke dalam daftar merah
(hewan yang dilindungi) Indonesia juga turut serta dalam perlindungan spesies tersebut.
Sejak terdaftarny di CITES Indonesia menegas perburuan terhadap paus sperma yang mana
diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.

2.4 Upaya Pengelolaan Pasca CITES dan Efektifitasnya


2.4.1 Upaya Pengelolaan
1. Dalam Negri (Indonesioa)
Setelah paus sperma terdaftar dalam lampiran I CITES upaya yang bisa dilakukan
oleh Pemerintah yaitu dapat mengambil beberapa langkah yang umumnya diambil oleh
negara-negara yang telah lama menerapkan perlindungan dan melestarikian spesies
tersebut, diantaranya yaitu:
1) Peraturan dan hukum perlindungan: Pemerintah Indonesia dapat mengadopsi
atau memperkuat peraturan dan hukum yang melarang atau mengatur
perdagangan internasional produk-produk yang berasal dari paus sperma.
Langkah-langkah ini dapat mencakup pengendalian ekspor, impor, dan
perdagangan domestik terkait dengan spesies ini.
2) Penguatan pengawasan dan penegakan hukum: Upaya dapat dilakukan untuk
meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran
perdagangan ilegal paus sperma. Ini melibatkan peningkatan patroli perbatasan,
peningkatan kerja sama antara lembaga penegak hukum, dan tindakan hukum
terhadap pelanggar.
3) Peningkatan kesadaran dan edukasi: Pemerintah Indonesia dapat meluncurkan
kampanye kesadaran masyarakat dan program edukasi untuk meningkatkan
pemahaman tentang pentingnya pelestarian paus sperma dan implikasinya
terhadap lingkungan dan keberlanjutan.
4) Kerjasama internasional: Pemerintah Indonesia dapat bekerja sama dengan
negara-negara lain yang terlibat dalam konservasi paus sperma untuk bertukar
informasi, pengalaman, dan praktik terbaik dalam upaya melindungi spesies ini.
2. Luar Negri (Internasuional)
Setelah Physeter macrocephalus (paus sperma) terdaftar dalam Appendix I
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES), negara-negara internasional umumnya mengambil berbagai upaya untuk
melindungi dan melestarikan spesies ini. Beberapa upaya yang umumnya dilakukan
oleh negara-negara lain setelah paus sperma terdaftar dalam Appendix I CITES
meliputi:
1) Pelarangan atau pembatasan perdagangan: Negara-negara dapat melarang
atau membatasi perdagangan internasional produk-produk yang berasal dari
paus sperma. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan dan ancaman
terhadap populasi paus sperma dan melindungi spesies ini dari perburuan dan
perdagangan ilegal.
2) Peningkatan pengawasan perbatasan: Negara-negara dapat meningkatkan
pengawasan di pelabuhan dan perbatasan mereka untuk mencegah
penyelundupan produk-produk paus sperma ilegal. Ini termasuk inspeksi yang
lebih ketat terhadap kapal-kapal dan kargo yang mencurigakan serta penegakan
hukum yang lebih kuat terhadap pelanggaran perdagangan ilegal.
3) Pendanaan untuk konservasi dan penelitian: Negara-negara dapat
mengalokasikan dana untuk mendukung program konservasi paus sperma,
penelitian ilmiah, dan pemantauan populasi. Ini membantu dalam pemahaman
yang lebih baik tentang spesies ini dan memastikan upaya konservasi yang
efektif.
4) Kerjasama internasional: Negara-negara dapat bekerja sama dalam konteks
regional dan multilateral untuk melindungi paus sperma. Hal ini melibatkan
pertukaran informasi, pengalaman, dan pengetahuan tentang praktik terbaik
dalam konservasi paus sperma serta koordinasi tindakan antarnegara untuk
mengatasi tantangan yang dihadapi.
5) Edukasi dan kesadaran masyarakat: Negara-negara dapat meluncurkan
kampanye edukasi dan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pemahaman
tentang pentingnya pelestarian paus sperma dan mempromosikan tindakan
yang berkelanjutan dalam penggunaan sumber daya alam.
2.4.2 Efektifitas atau Dampak Masuknya Dalam Lampiran CITES
Masuknya Paus Sperma / sperm whale (Physeter macrocephalus) ke dalam daftar
Appendix I CITES (Convention International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and
Flora) tentunya berdampak positif bagi biota tersebut sebab dengan masuknya ke dalam
daftar CITES akan membuat kelestarian dari biota tersebut menjadi terjaga, selain itu dapat
membuat spesies tersebut dapat pulih kembali mengingat reproduksi dari paus sperma yang
lambat dan juga jumlah dari populasi Paus Sperma yang sudah masuk dalam kategori
terancam punah yang diakibatkan oleh penangkapan yang berlebih sebelum masuk ke dalam
daftar perlindungan CITES. Selain memiliki dampak Positif masuknya Paus Sperma ke dalam
daftar CITES tentu memiliki dampak negatif juga yang mana ini dirasakan oleh negara-negara
yang masih melakukan pemburuan terhadap Paus Sperma dan selain berdampak pada
negara-negara yang masih melakukan pemburuan ini berdampak juga pada suku-suku yang
masih mejaga tradisi untuk melakukan pemburuan Paus Sperma sebagai bentuk
persembahan mereka. Dari segi konservasi masuknya Paus Sperma ke dalam daftar CITES
Appendix I membuat perdagangan Global terhadap biota ini menjadi tidak ada.

III. REKOMENDASI
Melihat statusnya yang dimasukan dalam lampiran Appendix I CITES ini membuktikan
bahwa populasi paus sperma sangatlah sedikit sehingga masuk salah satu hewan yang
terancam punah. Hal ini tentunya berdampak buruk bagi biota tersebut sehingga perlunya
penanggulangan agar populasinya tidak makin berkurang. Berbagai upaya tentunya telah
dilakukan baik Negara Individual maupun Organisasi-organisasi (NGO) agar dapat
melestarikan kembali populasi dari paus sperma.
Menurut saya sendiri agar ikut serta dalam melindungi paus sperma dari penururnan
populasi sehingga populsin bisa terjaga yaitu ikut serta dan mendukung adanya konservasi
baik itu berskala nasional maupun internasional, selain itu dapat juga membantu dengan cara
memberi sosialisai dan pemahaman kepada masyarakat terkait populasi paus sperma yang
kini makin menurun sehingga menyebabkan hewan tersebut masuk dalam kategori terancam
puna, sosialisasi yang dimaksud selain memberikan pemaham mengenai populasi dari paus
sperma juga memberikan sosialisasi agar mengajak masyarakat untuk tidak melakukan
pemburuan serta penangkapan pada paus sperma serta bersama-sama menjaga
populasinya. Selain memberikan sosialisai perlunya memberi sanksi yang tegas terhadap
para pelaku yang masih melakukan pemburuan secara illegal terhadap paus sperma,
pemberian sanksi ini tentunya didukung dengan adanya aturan yang tegas terkait tentang
penangkapan atau pemburuan paus sperma yang mana ini sebagai acuan jika terdapat
pelaku yang masih melakukan pemburuan. Selain pendapat yang telah disebutkan dalam
Kerangka CITES sendiri untuk mendukung pelestarian jangka Panjang paus sperma dapat
dilakukan dengan cara memperkuat koordinasi antar negara yang tergabung dalam CITES
dalam hal ini yaitu perdagangan paus sperma secara internasional serta memperkuat lagi
hukum-hukum terkait pemburuan dan perdagangan paus sperma bagi para pelaku
pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Carroll G, Hedley S, Bannister J, Ensor P, Harcourt R. 2014. No evidence for recovery in the
population of sperm whale bulls off Western Australia, 30 years post-whaling.
Endangered Species Research. Vol. 24 : 33-43
Clarke M. 1978). Structure and proportions of the spermaceti organ in the sperm whale.
Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom. 58: 1–17
Dermawan, A. 2009.Upaya Menyelamatkan Perburuan Ikan Paus dalam Majalah Samudera,
Edisi April 2009
Encyclopedia of Life (EOL). 2014. Physeter macrocephalus.
Kahn, B. 2001. A Rapid Ecological Assessment of Cetacean Diversity, Abundant dan
Distribution. Interim Report – October 2001. TNC, KNP dan APEX Environmental.
Norris K.S, Harvey GW. 1972. A Theory For The Function of The Spermaceti Organ of The
Sperm Whale in Animal Orientation and Navigation. Washington DC (US) : NASA
Papastavrou V, Smith SC, Whitehead H. 1989. Diving behaviour of the sperm whale, Physeter
macrocephalus, off the Galapagos Islands. Can. J. Zool. 67: 839 -846
Whitehed H. 1993. The behaviour of mature male sperm whales on the Galapagos Islands
breeding grounds. Can. J. Zool. 71: 689-699
Yusron, Eddy. 2012. Biodiversitas Jenis Cetacean di Perairan Lamalera, Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Ilmu Kelautan. 17(2) : 59-62

Anda mungkin juga menyukai