Anda di halaman 1dari 4

Nilai Biodiversitas: Nilai Etis dan Moral

…………………………….
Binti Neng Tutiul Qoni’ah 18030204009
Maulida Nurdiana 18030204013

Wacana dan tuntutan tentang keharusan konservasi biodiversitas (keanekaragaman hayati)


terus berkembang dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
bahwa jaminan keberlanjutan dan mutu hidup dan kehidupan umat manusia di dunia ini
sangat bergantung pada jaminan kelestarian biodiversitas tersebut di muka bumi. Manusia
memang sangat tergantung pada biodiversitas sebagai sumber energi bagi hidup dan
kehidupannya, sehingga jika terjadi kerusakan, pencemaran atau ketiadaan keanekaragaman
hayati dan lingkungan hidup, maka jaminan mutu dan keberlanjutan hidup dan kehidupan
umat manusia jelas akan terpengaruh. Dengan demikian, biodiversitas sangat disadari sebagai
unsur penting penunjang kehidupan umat manusia dari generasi ke generasi. Sejarah
perkembangan hidup dan kehidupan manusia di muka bumi ini tidak bisa dilepas-pisahkan
dari keberadaan biodiversitas, baik yang tersedia secara alamiah maupun sebagai hasil
rekayasa budidaya manusia.
Oleh karena itu kita harus memperhatikan dan menerapkan nilai-nilai biodiversitas. Salah
satu nilai biodiversitas yang akan dipaparkan dalam artikel ini adalah nilai etika dan moral
biodiversitas. Etika menurut asal katanya (etimologi), berasal dari bahasa Yunani ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan arti etika menurut Poerwadarminta dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Sedangkan menurut istilah (terminologi), etika lebih merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan
baik atau buruk. Etika merupakani hasil pikiran manusia, yang sifatnya humanistis dan
antropsentris, yakni berdasar pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Artinya
etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia. Berbeda
dengan etika, moral menurut asal katanya (etimologi) berasal dari bahasa Latin mores (jamak
dari kata mos) yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral
adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan atau kelakuan. Sedangkan dalam arti istilah,
moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar atau salah, baik
atau buruk. Nata (1996).

1
Meskipun etika dan moral sama-sama membahas obyek yang sama yakni perbuatan manusia,
namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Nata (1996) mencatat, ada beberapa
perbedaan antara etika dan moral. Pertama, Etika lebih menekankan penentuan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan tolok ukur moral adalah norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan yang tumbuh
dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Kedua, etika lebih bersifat pemikiran
filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran
realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di dalam dan diterima masyakarat.
Ketiga, moral lebih dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Nilai-nilai etis yang terkait dengan konservasi keanekaragaman hayati didasarkan pada
pentingnya melindungi semua bentuk kehidupan dari kegiatan ilegal seperti kloning hewan,
dan penyelundupan. E.O.Wilson dalam Vijayalakshmi (2011). Nilai-nilai moral (disebut
"nilai intrinsik moral" oleh Krebs 1996) mengacu pada kewajiban moral manusia kepada
makhluk lain termasuk "tanggung jawab", "kepedulian" dan "komitmen". Dalam perspektif
konservasi biodiversitas, makna moral ini menempatkan seseorang untuk selalu bertindak
sesuai dengan asas-asas konservasi sekaligus perwujudan penunaian kewajiban dasarnya
sebagai makhluk Tuhan yang harus senantiasa memelihara dan menjaga bumi beserta isinya.
Adalah sungguh tidak bermoral, jika manusia sebagai sebaik-baik ciptaan Tuhan yang
mengemban amanah mulia sebagai wakil Tuhan (khalifa-Nya) dan tergolong sebagai
makhluk berbudaya, beradab dan berakal budi, namun bertindak merusak dan menyebabkan
kepunahan biodiversitas di muka bumi ini.
Nilai etika dan moral biodiversitas termasuk nilai intrinsik yang kontroversial dan filosofis,
berbeda di antara kosmologis orientasi. Jenis nilai seperti itu berbeda dalam teks dan telah
dicatat terkadang digunakan secara bergantian merugikan tujuan mereka sendiri. Etika
konservasi dapat dibangun dengan dua prinsip pendekatan, yakni pendekatan antroposentris
dan biosentris. Bosworth, dkk dalam Sakar (2005).
Nilai-nilai moral manusia berakar kuat dalam tradisi phi-losophical Barat. Namun,
kemungkinan perluasan intuisi moral pada makhluk hidup lain sangat kontroversial.
Perbedaan penting dalam etika alam berkaitan dengan rentang validitas penilaian moral kita.
Dapat berkisar dari individu hingga keluarga, kelompok sosial, bangsa, umat manusia,
makhluk hidup, semua makhluk hidup, seluruh bumi hingga alam semesta. Penerapan
penilaian moral pada makhluk non-manusia telah ditolak oleh rasionalisme atau humanisme
modern. Wiegleb dalam Ott (1999). Padahal segala bentuk kehidupan memiliki hak untuk
2
hidup di bumi, manusia hanyalah sebagian kecil dari keluarga besar spesies di Bumi.
Moralitas dan etika mengajarkan kita untuk melestarikan semua bentuk kehidupan dan tidak
merugikan organisme apapun jika tidak perlu. Beberapa orang senang berburu binatang,
merusak dan mencemari lingkungan dengan tindakan tidak etis mereka. Melalui pendidikan
dan kesadaran yang tepat, kesadaran masyarakat terhadap praktik-praktik semacam itu harus
ditingkatkan. Manusia tidak punya hak untuk menghancurkan spesies dan harus mengambil
tindakan untuk mencegah kepunahan mereka. Hilangnya satu spesies memiliki konsekuensi
terhadap komunitas biologis dan masyarakat manusia. Manusia harus belajar meminimalisir
kerusakan lingkungan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka untuk masa depan
generasi yang akan datang agar bumi tetap terjaga dalam keadaan baik.
Pemahaman kita tentang etika dan keanekaragaman hayati masih dalam tahap awal, namun
terus berkembang. untuk memperbaiki dinamika antara manusia dan segudang spesies yang
bergabung untuk menciptakan biosfer, yang mana pada akhirnya akan menguntungkan baik
manusia maupun non-manusia. Belakangan ini, ada banyak pemikiran tentang masalah etika
dan moral biodiversitas. Tampaknya pemikiran ini telah diabaikan secara konsisten demi
kepentingan ekonomi dalam kebijakan arahan.
Etika konservasi (conservation ethic) dapat dibangun dengan dua prinsip pendekatan, yakni
pendekatan antroposentris dan biosentris. Pendekatan antroposentris menekankan pada akibat
tindakan orang mengenai sumberdaya alam atau lingkungan terhadap kepentingan orang lain.
(Bosworth, dkk. 2011). Artinya, etika konservasi ini mengatur bagaimana seharusnya
seseorang itu bertindak atau berbuat terhadap sumberdaya alam (SDA) dan lingkungannya
secara baik dan benar agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kepentingan orang
lain, sekaligus mengatur hukum atau sanksi bila terjadi pelanggaran. Sebagai contoh, jika kita
menebang pohon atau membakar hutan, hendaknya mempertimbangkan dampaknya terhadap
kepentingan masyarakat sekitar dalam menjadikan hutan itu sebagai sumber penghidupan
mereka. Jika kita menebang hutan yang pada gilirannya dapat mengganggu kehidupan
masyarakat sekitar karena terjadi banjir, maka kita akan dipandang melakukan tindakan yang
salah atau tidak beretika atau tidak bermoral.
Sedangkan pendekatan biosentris menekankan pada akibat tindakan orang atau sekelompok
orang mengenai sumberdaya alam atau lingkungan tanpa mempertimbangan ada-tidaknya
akibat terhadap orang lain melainkan lebih kepada dampaknya terhadap kelestarian
orgamisme flora-fauna itu di alam. (Bosworth, dkk. 2011). Artinya lebih menekankan pada
akibat tindakan orang atau sekelompok orang terhadap kepentingan kelestarian biologis
(flora-fauna) dari SDA atau lingkungan tesebut. Misalnya, jika kita menebang sesuatu pohon
3
dalam hutan, harus mempertimbangkan dampak penebangan pohon itu terhadap kepentingan
burung atau satwa tertentu yang menggunakan pohon itu untuk kepentingan kelangsungan
hidupnya, baik sebagai sumber pakan, tempat berteduh maupun sebagai tempat
berkembangbiak.
Referensi
Wiegleb, Gerhard. 2011. The Value of Biodiversity 1.
https://www.researchgate.net/publication /228853930. (diakses tanggal 26 September
2020)
Bosworth, dkk. 2011. Ethics and Biodiversity. Bangkok: UNESCO Bangkok
E.O.Wilson, Biodiversity. 1988. Washington, D.C.: NATIONAL ACADEMY PRESS
Nata A. 1996. Akhlak Tasauf. Jakarta: PT RajaGrafindi Persada.

Anda mungkin juga menyukai