Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH
PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

MAKALAH
“BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI
DENGAN PENAMBAHAN KOMPOS BERBAHAN BAKU
LIMBAH CAIR TAHU DAN KULIT PISANG”

OLEH :

ADE WIRA RIYANTIKA PUTRA


P03 2222 014

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan topik peran BIOREMEDIASI dalam mengendalikan pencemaran limbah
industry pertambangan dengan judul makalah yaitu ”Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak
Bumi Dengan Penambahan Kompos Berbahan Baku Limbah Cair Tahu Dan Kulit
Pisang” ini sebagai persyaratan dalam pencapaian memahami materu kuliah yang diberikan.
Sesuai dengan materi pembelajaran mahasiswa. Mahasiswa dituntut untuk
mengetahui dan memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan Pencemaran
Lingkungan salah satunya mengenai Peran Bioremediasi dalam mengendalikan Pencemaran
Lingkungan. Maka dari itu, saya membuat makalah ini agar mahasiswa lebih mengetahui
tentang Peran Bioremediasi.
Sebagai manusia saya menyadari bahwa masih ada kelemahan dan kekurangan
dalam penyusunan tugas makalah ini dan untuk menyempurnakannya saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman maupun dosen pengajar matakuliah.
Atas perhatiannya saya ucapkan terimah kasih.

Makassar, Juni 2023


Penulis

Ade Wira RiyanTika Putra


P03 2222 014

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 2
C. Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
A. Pencemaran Tanah ......................................................................................................... 3
B. Minyak Bumi.................................................................................................................... 3
C. Kompos ........................................................................................................................... 4
D. Limbah Cair ..................................................................................................................... 5
1. Limbah Cair Tahu ........................................................................................................ 5
2. Kulit Pisang.................................................................................................................. 5
E. Pengertian Bioremediasi................................................................................................. 6
F. Teknik Proses Bioremediasi ........................................................................................... 7
G. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioremediasi .......................................... 7
BAB III STUDI KASUS ............................................................................................................. 10
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minyak bumi memiliki peranan yang penting dalam industri transportasi dan rumah tangga.
Aktifitas industri minyak bumi terdiri atas berbagai rangkaian proses pengolahan yang
kompleks dari hulu ke hilir. Minyak bumi terdiri atas campuran senyawa yang sangat kompleks
terutama senyawa organik yang hanya mempunyai unsur karbon dan hidrogen atau biasa
disebut sebagai senyawa hidrokarbon (Hardjono, 2007).
Perkembangan sektor industri minyak bumi yang semakin pesat tidak hanya memberikan
dampak yang positif seperti meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun juga dapat
memberikan dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan (Haris, 2003). Strategi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan bioremediasi. Bioremediasi
merupakan aplikasi proses dari prinsip biologi dalam mengolah air tanah, tanah dan lumpur
yang terkontaminasi zat-zat kimia berbahaya (Cookson, 1995).
Penambahan nutrien seperti unsur hara makro N, P, dan K pada tanah tercemar minyak
bumi dapat meningkatkan kadar hara pada tanah sehingga kadar hara pada tanah tercukupi
(Udiharto, 2005). Kadar hara yang tercukupi pada tanah dapat menstimulasi kehidupan
mikrooorganisme yang ada dalam tanah (Setyowati, 2008). Mikroorganisme yang mampu
hidup dan berperan penting pada tanah tercemar minyak bumi, yaitu lingkungan yang
mengandung hidrokarbon adalah bakteri.Aktivitas bakteri memerlukan molekul karbon
sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya.
Kelompok mikroorganisme yang memanfaatkan karbon dari senyawa hidrokarbon disebut
mikroorganisme hidrokarbonoklastik (Nugroho, 2006).
Bentuk lain dari pencemaran lingkungan dapat ditimbulkan oleh industri makanan seperti
industri tahu yang saat ini tersebar luas di kotakota besar maupun kota kecil, dan dalam
proses produksinya menghasilkan limbah padat dan limbah cair (Fadilla, 2010). Limbah cair
tahu mengandung N-total=1,378%, P=11,44,883%, K=598,922% (Indahwati, 2008). Selain
industri tahu, industri makanan lain yang banyak dijumpai di masyarakat adalah industri
makanan gorengan, yang dapat menghasilkan limbah salah satunya berupa kulit pisang.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kulit pisang yang dijadikan pupuk padat mengandung
N-total=1,34%, P= 0,05%, dan K= 1,478% (Nasution, 2013). Pemanfaatan limbah cair tahu
dan kulit pisang dengan kadar hara N, P, dan K yang cukup tinggi sebagai bahan baku
kompos. Penambahan kompos bermanfaat sebagai sumber inokulan dan sumber nutrisi bagi
bakteri dalam tanah sehingga mempercepat proses degradasi senyawa pencemar
hidrokarbon (Retno dan Mulyana, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

1
kandungan unsur hara N, P, K pada kompos berbahan baku limbah cair tahu dan kulit pisang
(Musa acumianata), mendeskripsikan konsentrasi kompos limbah cair tahu dan kulit pisang
(Musa acuminata) yang optimal dalam menurunkan kadar TPH dan meningkatkan kadar N
pada tanah tercemar minyak bumi.

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan terkait
pencemaran limbah industry dan peran Bioremediasi terhadap pengendalian suatu
pencemaran lingkungan yang mana pada makalah ini sendiri yaitu penambahan limbah cair tahu
dan kulit pisang terhadap pencemaran tanah akbat minyak bumi.

C. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah adalah kita dapat mengetahui lebih dalam tentang
masalah pencemaran lingkungan dibidang industri dan peran bioremediasi dalam
pengendalian pencemaran sehinggah memanfaatkan limbah hasil buangan suatu kegiatan
menjadi lebih bermanfaat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencemaran Tanah
Tanah sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga fungsi
dari tanah tidak akan dapat digantikan dengan yang lainnya. Hampir seluruh kegiatan yang
dilakukan manusia dilakukan diatas tanah, mulai dari tempat tinggal, pertanian, industri dan
aktivitas lainnya (Achmad, 2004).
Menurut UU No. 32 tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalamlingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.
Menurut Palar (2008), yang dimaksud dengan pencemaran adalah suatu kondisi yang
telah berubah dari kondisi asal menuju kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masukan dari
bahanbahan pencemar atau polutan. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah
terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi dengan
bentuk asalnya, sebagai akibat masuknya atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing
ke dalam tatanan lingkungan. Perubahan ini memberikan dampak buruk terhadap organisme
yang hidup dalam tatanan tersebut. Pada tingkat lanjut, perubahan ini juga dapat membunuh
bahkan menghapuskan satu atau lebih organisme.
Menurut Manik (2003), Pencemaran tanah adalah masuknya bahan atau zat atau unsur
lain ke dalam tanah sehingga konsentrasi suatu zat atau unsur hara tersebut menjadi racun
bagi tanaman serta mengganggu ekosistem biota tanah. Dengan tercemarnya tanah tersebut,
maka tanah tidak dapat berfungsi sebagaimana peruntukannya.
Tanah yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia.
Kerugian ini dapat berupa air yang berada dalam tanah menjadi tidak bermanfaat lagi untuk
keperluan industri dan pertanian. Selain itu, tanah yang tercemar dapat menjadi penyebab
timbulnya penyakit baik penyakit menular maupun tidak menular (Wardhana, 2001).

B. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah suatu campuran yang sangat kompleks terdiri dari senyawa-senyawa
hidrokarbon, yaitu senyawa-senyawa organik di mana setiap molekulnya hanya mempunyai
unsur karbon dan hidrogen saja. kandungan air dan garam hampir selalu ada pada minyak
bumi dalam keadaan terdispersi (Hardjono, 2000). Minyak mentah dan minyak olahan
tersebut adalah senyawa kompleks hidrokarbon yang mempunyai ribuan variasi senyawa
(Mangkoedihardjo, 2005). Menurut Udiharto (1999), senyawa hidrokarbon minyak bumi yang

3
didegradasi oleh mikroorganisme secara garis besar dapat digolongkan atas tiga kelompok,
yaitu hidrokarbon parafin, naftena dan aromatik.
• Senyawa parafin atau alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh terdiri dari
normal parafin berupa rantai karbon panjang dan lurus, serta isoparafin berupa
rantai karbon bercabang. Isoparafin banyak didominasi oleh yang bercabang satu
sedangkan normal parafin banyak terdapat dalam fraksi ringan. Alkana
mempunyai rumus CnH2n+2 dan tidak memiliki ikatan rangkap antar karbon
penyusunnya. Senyawa ini merupakan fraksi terbesar dalam minyak bumi.
• Naftena dicirikan oleh adanya struktur cincin tertutup yang sederhana dari atom
karbon penyusunnya, dengan rumus umum C~Hzn dau tidak mempunyai ikatan
rangkap antar atom karbon. Senyawa ini tidak larut dalam air dan merupakan fraksi
kedua terbesar dalam minyak bumi.
• Aromatik, dicirikan oleh adanya cincin yang mengandung enam atom karbon.
Benzen adalah senyawa aromatik yang paling sederhana clan pada umumnya
senyawa aromatik dibentuk dari senyawa benzen.
Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber
penghasil minyak bumi tersebut. Minyak bumi yang terdapat di Indonesia banyak
mengandung senyawa aromatik dengan kadar belerang yang sangat rendah (Hadi, 2003).
Dengan adanya proses kimia dan fisika terlebih dahulu, minyak bumi ini dapat diubah
menjadi berbagai produk atau senyawa turunan minyak bumi, diantaranya adalah gas LPG,
bensin, kerosin, minyak diesel ringan, minyak diesel berat, hingga pelumas (Nugroho, 2006).
Pada proses pembuatannya, alkana dengan jumlah atom karbon rendah (1 sampai 4) akan
diproduksi sebagai elpiji (LPG). Alkana dari pentana (C5H12) sampai oktana (C8H18) akan
disuling mnjadi bensin, alkana jenis nonana (C9H20) sampai heksadekana (C16H34) akan
disuling menjadi diesel, kerosin dan bahan bakar jet. Sedangkan pelumas merupakan alkana
rantai normal dan bercabang, bersuhu tinggi, serta mempunyai jumlah atom karbon tiap
molekulnya cukup besar, yaitu berkisar C16 ke atas.
Berdasarkan PP No 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun, limbah oli bekas dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Dalam jurnalnya, Nugroho (2006) juga menyatakan bahwa pencemaran minyak bumi pada
tanah meskipun dalam konsentrasi hidrokarbon yang sangat rendah akan mempengaruhi bau
dan rasa air tanah.

C. Kompos
Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan dan pembusukan bahan organik seperti
kotoran hewan, daun maupun bahan organik lainnya. Bahan kompos tersedia disekitar kita
dalam berbagai bentuk. Beberapa contoh bahan kompos adalah batang, daun, akar tanaman,

4
serta segala sesuatu yang dapat hancur (Soeryoko, 2011). Kompos merupakan sisa bahan
organik yang berasal dari tanaman, hewan dan limbah organik yang telah mengalami proses
dekomposisi atau fermentasi. Beberapa kegunaan kompos adalah memperbaiki struktur
tanah, memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir, meningkatkan daya tahan dan
daya serap air, memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah. menambah dan
mengaktifkan unsur hara (Susetya, 2016).

D. Limbah Cair
Limbah adalah bahan sisa atau buangan dari suatu kegiatan dan proses produksi yang
sudah tidak terpakai lagi. Limbah juga tidak memiliki nilai ekonomi dan daya guna, melainkan
bisa sangat membahayakan jika sudah mencemari lingkungan sekitar. Terutama untuk limbah
yang mengandung bahan kimia yang tidak mudah terurai oleh bakteri. Bentuk limbah yang
dihasilkan oleh industi sablon dapat berupa limbah cair.
Limbah cair merupakan limbah yang dihasilkan dari proses industri yang berwujud cair
dan mengandung padatan tersuspensi atau terlarut, akan mengalami proses perubahan fisik,
kimia, maupun biologi yang menghasilkan zat beracun dan dapat menimbulkan gangguan
ataupun resiko terjadinya penyakit dan kerusakan lingkungan (Kaswinarni, 2008).
1. Limbah Cair Tahu
Limbah tahu berasal dari sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang karena
tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah cair
tahu merupakan hasil dari proses pencucian, perendaman, penggumpalan dan
pencetakan selama pembuatan tahu (Marian, 2019). Limbah cair tahu tersebut
mempunyai potensi bila dimanfaatkan dengan tujuan dan maksud yang baik bagi
tanaman, namun jika dibiarkan dan dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan
kembali akan menyebabkan pencemaran lingkungan (Purba,2019). Limbah cair tahu
yaitu adanya sisa air tahu yang tidak menggumpal, cairan berwarna keruh kekuningan
yang bisa menimbulkan bau tidak sedap dan jika dibiarkan warna limbah cair tahu akan
menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk (Nohong, 2010). Limbah cair tahu
mengandung beberapa zat antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin
(Kurnia, 2018).

2. Kulit Pisang
Kulit pisang yang banyak dijumpai dari usaha makanan berbahan dasar pisang belum
banyak dimanfaatkan secara nyata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al (2014), kulit pisang yang dijadikan pupuk
memiliki nilai N-total= 1,34%, P= 0,05%, dan K= 1,478%. Tingginya kandungan hara N
pada kulit pisang mampu menjadi sumber nitrogen yang dimanfaatkan oleh
mikroorganisme pendegradasi untuk tumbuh dan berkembang, sehingga mampu

5
mendegradasi hidrokarbon dalam tanah (Rahayu et al., 2018). Hasil penelitian Hanifah et
al (2018) menunjukkan bahwa kompos limbah cair tahu dan kulit pisang dapat
menurunkan kadar TPH hingga 61,92%.
Penambahan kompos kulit pisang dan sampah daun ranting mampu meningkatkan
kadar hara baik nitrogen maupun karbon pada tanah tercemar limbah oli, sehingga kadar
hara pada tanah menjadi tercukupi (Pratama dan Handayani, 2017). Dalam aktivitasnya,
mikroorganisme memerlukan nitrogen dan karbon sebagai sumber energi dan nutrisi
untuk proses metabolisme, serta menstimulasi pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon (Handrianto, 2018).

E. Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi merupakan suatu upaya pemulihan kondisi lingkungan dengan
menggunakan aktivitas biologis mikroba untuk mendegradasi dan menurunkan toksisitas dari
berbagai senyawa pencemar (Madigan et al, 2009). Sedangkan menurut lampiran KEPMEN
LH No 128 Tahun 2003 Bioremediasi adalah proses pengolahan limbah minyak bumi yang
sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi dengan
memanfaatkan makhluk hidup termasuk mikroorganisme, tumbuhan, atau organisme lain
untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar.
Pengolahan dengan metode biologis dapat juga disebut bioremediasi, yaitu bioteknologi
yang memanfaatkan makhluk hidup, khususnya mikroorganisme untuk menurunkan
konsentrasi atau daya racun dari bahan pencemar. Karwati (2009) mengatakan bahwa
bioremediasi memiliki konsep dasar daur ulang seluruh material organik. Bakteri pengurai
spesifik diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi dan dengan
menambahkan nutrisi agar dapat mempercepat penurunan polutan.
Proses bioremediasi ini dapat terjadi secara alamiah oleh mikroba yang terdapat pada
lingkungan tercemar (intrinsict bioremediation). Seringkali juga dilakukan beberapa hal untuk
mempercepat proses tersebut, contohnya dengan penambahan mikroba (exogenous
microbe), nutrien, donor dan/atau akseptor elektron. Bioremediasi sendiri merupakan optimasi
dari proses biodegradasi, dimana proses biodegradasi umumnya akan menghasilkan
karbondioksida dan metana yang kurang berbahaya dibanding minyak pada besaran
konsentrasi yang sama (Mangkoedihardjo, 2005).
Teknologi proses bioremediasi dipilih karena cukup potensial untuk diterapkan di
Indonesia. Kondisi iklim tropis dengan sinar matahari, kelembaban yang tinggi serta
keanekaragaman mikroorganisme yang tinggi sangat mendukung percepatan proses
pertumbuhan mikroba untuk aktif mendegradasi minyak (Hafiluddin, 2011). Selain itu, teknik
bioremediasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah biaya lebih murah, sederhana,
serta dapat menghilangkan toksisitas dari senyawa pencemar berbahaya secara biologis.

6
F. Teknik Proses Bioremediasi
Saat ini ada beberapa teknik bioremediasi yang mampu menurunkan kadar pencemaran
hidrokarbon minyak. Berdasarkan tempat berlangsungnya, terdapat dua macam teknik
bioremediasi yaitu:

a. Bioremediasi in-situ: media tercemarnya dan zat pencemarnya tetap berada pada
lokasi asalnya ketika proses bioremediasi dilakukan.
b. Bioremediasi ex-situ: media tercemar dan zat pencemarnya dipindahkan dari
lokasi asal menuju ke tempat lain, yaitu tempat dimana akan dilakukan proses
bioremediasi.

Sedangkan berdasarkan metode pendekatan, menurut Zhu et al. (2001), terdapat dua
teknik bioremediasi yaitu:
a. Bioremediasi Augmentasi (Bioaugmentasi) dimana mikroorganisme pendegradasi
minyak ditambahkan untuk menambah populasi mikroba asli tanah yang telah ada
b. Bioremediasi Stimulasi (Biostimulasi) dimana pertumbuhan mikroba pendegradasi
minyak asli akan distimulasi dengan penambahan nutrisi dan/atau perubahan dari
habitat

Adapun beberapa faktor pembatas ekologis yang dapat menghambat berlangsungnya


proses bioremediasi minyak bumi, diantaranya adalah:
a. Faktor Kimia, yaitu kurang tersedia nutrien dan tidak dijumpai senyawa penunjang
pertumbuhan.
b. Faktor Lingkungan, yaitu kondisi fisik ekstrem (pH, kelembaban, redoks potensial),
dan tidak tersedia donor elektron.
c. Faktor Mikrobiologi, yaitu rendahnya kepadatan populasi mikroba pendegradasi
polutan.

G. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioremediasi


Faktor-faktor yang memengaruhi efektifitas proses bioremediasi adalah faktor lingkungan,
fisik, dan kimia. Faktor lingkungan meliputi suhu, pH, ketersediaan oksigen, nutrisi, dan
kelembapan. Faktor fisik terdiri atas ketersediaan air, kesesuaian jumlah mikroorganisme
dengan senyawa pencemar, dan tersedianya akseptor yang sesuai. Sementara faktor kimia
terdiri atas bentuk struktur kimia dari senyawa pencemar yang akan memengaruhi sifat fisik
dan kimia pencemar tersebut (Eweis et al., 1998).
a) Kadar Oksigen: Bakteri yang biasa digunakan untuk mendegradasi hidrokarbon
adalah bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam aktivitasnya.
Oksigen dalam tanah dapat diperoleh dari proses difusi antara udara dengan
tanah. Oksigen ini mudah habis terutama jika jumlah mikroorganisme yang

7
memanfaatkan oksigen tersebut sangat banyak sedangkan proses difusi sendiri
membutuhkan waktu yang lama. Keterbatasan jumlah oksigen diperkirakan dapat
menjadi faktor penghambat biodegradasi minyak bumi di bawah tanah (Nugroho,
2006). Pada proses pengolahan yang dilakukan secara aerob, pemberian oksigen
(aerasi) perlu dilakukan dengan cara mengalirkan oksigen melalui pipa-pipa,
pengadukan manual atau dengan alat berat (Kementerian Lingkungan Hidup,
2003). Kebutuhan oksigen juga dapat diperoleh melalui proses pengadukan dan
pembalikan secara berkala yang bertujuan untuk menjaga suhu tanah tetap ideal
serta untuk menghomogenitaskan campuran pada tanah (Thapa et al., 2012).
b) Kadar Air: Kondisi tanah yang lembab mengakibatkan degradasi bakteri dapat
optimal karena terpenuhinya nutrient dan substrat. Kelembaban ideal bagi
pertumbuhan bakteri adalah 25-28% (Thapa et al., 2012), sedangkan kelembaban
optimum untuk bioremediasi tanah tercemar adalah sekitar 80% kapasitas lapang
atau sekitar 15% air dari berat tanah. Ketika kelembaban tanah mencapai 70%,
hal tersebut dapat mengganggu proses transfer gas oksigen secara signifikan
sehingga mengurangi aktivitas aerobik (Cookson, 1995). Kadar air yang
terkandung dalam tanah juga akan mempengaruhi keberadaan dan tingkat
toksisitas kontaminan, transfer gas, serta pertumbuhan dan distribusi dari
mikroorganisme (Cookson, 1995).
c) Suhu: Suhu tanah dapat memberi efek pada aktivitas mikroorganisme dan laju
biodegradasi kontaminan senyawa hidrokarbon. Suhu optimum bagi hampir
semua mikroorganisme tanah umumnya pada kisaran 10-40°C, walaupun ada
beberapa yang dapat hidup hingga suhu 60°C (bakteri termofilik) (Retno dan
Mulyana, 2013). Pada keadaan suhu rendah (< 5°C) maka akan memperlambat
atau menghentikan proses biodegradasi (Antizar et al., 2007). Pada suhu rendah
hanya fraksi hidrokarbon tertentu yang didegradasi, sedangkan pada suhu hangat
berbagai fraksi dapat didegradasi pada kecepatan yang sama (Atlas dan Bartha,
1995).
d) pH: Nilai pH tanah berpengaruh pada kondisi optimum mikroorganisme
pendegradasi karbon. Nilai pH akan mempengaruhi kemampuan mikroorganisme
untuk menjalankan fungsi-fungsi sel, transpor sel membran maupun
keseimbangan reaksi yang terkatalis oleh enzim (Notodarmojo, 2005).
Pertumbuhan mikroorganisme akan meningkat apabila pH berada pada kisaran 6-
9 (Eweis et al., 1998). Penelitian biodegradasi endapan minyak yang dilakukan
oleh Dibble dan Bartha (1979) juga menunjukkan bahwa pH 7,8 menghasilkan
biodegradasi yang mendekati optimum.

8
e) Nutrien: Nutrisi merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam sintesis dan
pertumbuhan sel serta aktivitas enzim yang dihasilkan bakteri untuk mendegradasi
polutan. Penambahan nutrien juga diketahui dapat mempercepat pertumbuhan
mikroba lokal yang terdapat pada daerah tercemar (Komarawidjaja dan Lysiastuti,
2009). Beberapa nutrisi penting yang dibutuhkan mikroorganisme adalah karbon,
nitrogen, dan fosfor (Wulan dkk., 2012). Nutrisi yang paling sering ditambahkan
untuk bioremediasi adalah nitrogen. Nitrogen biasanya ditambahkan sebagai
sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel, tetapi juga dapat berfungsi sebagai
akseptor elektron alternatif. Sebagai sumber nutrisi, nitrogen biasanya
ditambahkan dalam bentuk urea atau garam amonia (Cookson, 1995). Kandungan
unsur N yang tinggi akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium
sehingga dapat menghalangi perkembangbiakan dari bakteri. Sebaliknya jika
kandungan unsur N relatif rendah maka akan menyebabkan proses degradasi
berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat
(growth-rate liming factor) (Alexander, 1994). Untuk mengatasi keterbatasan
nitrogen dan fosfor di dalam tanah dapat diatasi dengan penambahan pupuk NPK,
garam amonium dan garam fosfat (Nugroho, 2006)

9
BAB III
STUDI KASUS

Hasil penelitian pembuatan pembuatan kompos menunjukkan bahwa kandungan


kadar hara pada kompos limbah cair tahu dan kulit pisang termasuk dalam kriteria sangat
tinggi. Kandungan kadar hara yang tinggi pada kompos dikarenakan adanya dekomposisi
bahan organik pada saat proses pengomposan. Limbah cair tahu diperoleh dari proses
pembuatan tahu dengan bahan baku kacang kedelai yang diekstrak hingga diperoleh ekstrak
protei (Fadilla, 2010). Penambahan kompos sebagai nutrien terhadap tanah tercemar minyak
bumi dalam meningkatkan kadar N, P, dan K akan menambah konsentrasi kadar hara pada

10
tanah sehingga kadar hara pada tanah tercukupi dan dapat menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme (Handrianto, 2011).
Hasil penelitian bioremediasi menunjukkan terjadi penurunan kadar TPH dan kenaikan
kadar hara N pada tanah tercemar minyak bumi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
proses degradasi senyawa-senyawa hidrokarbon dan dekomposisi unsur hara oleh bakteri
yang distimulasi melalui penambahan nutrien dengan pemberian kompos pada tanah
tercemar minyak bumi. Penambahan nutrien pada proses bioremediasi ini dilakukan karena
bakteri memerlukan nutrien sebagai sumber energi dalam pembentukan komponen sel dan
berbagai aktifitas di dalam sel (Suharni dkk., 2008).
Unsur hara nitrogen dan fosfor diperlukan oleh bakteri namun nutrien dalam tanah
terbatas, dan karbon juga diperlukan sebagai salah satu sumber nutrisi sekaligus energi untuk
kebutuhan metabolisme dan perkembangbiakannya (Nugroho, 2006).Contoh bakteri yang
menggunakan karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi adalah bakteri
hidrokarbonoklastik yang memanfaatkan karbon dari senyawa hidrokarbonoklastik.Bakteri
tersebut mampu mengekskresikan enzim hidroksilase (enzim pengoksidasi hidrokarbon)
sehingga mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam pencemaran
minyak bumi dengan memotong rantai hidrokarbon menjadi lebih pendek (Nugroho, 2006).
Pada beberapa perlakuan penambahan kompos dengan konsentrasi yang lebih tinggi
mengalami penurunan TPH yang lebih kecil, hal ini dimungkinkan karena aktivitas bakteri
dalam mendegradasi TPH lebih rendah daripada aktivitas dalam mendekomposisi unsur hara
N, sehigga kadar TPH yang terdegradasi lebih sedikit dan unsur hara N lebih tinggi. Begitupun
sebaliknya, apabila penurunan kadar TPH lebih tinggi daripada kenaikan kadar hara N
menunjukkan bahwa aktivitas bakteri dalam mendegradasi TPH lebih tinggi daripada aktivitas
dekomposisi. Hal tersebut dikarenakan bakteri membutuhkan nitrogen yang akan
dimanfaatkan dalam menunjang kehidupannya sehingga dapat melakukan aktivitas proses
degradasi minyak dalam tanah (Nugroho, 2006).
Dekomposisi bahan-bahan organik pada tanah menjadi nitrogen terjadi melalui proses
aminasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Aminasi merupakan proses pembentukan asam amino
dari bahan organik (protein) oleh berbagai macam mikroorganisme, amonifikasi merupakan
proses pembentukan senyawa amino menjadi ammonium oleh mikroorganisme, dan nitrifikasi
adalah perubahan ammonium menjadi nitrat oleh bakteri Nitrosomonas kemudian diubah
Nitrobacter menjadi nitrat (Hardjowigeno, 2003). Proses dekomposisi protein oleh bakteri
dapat menimbulkan ammonia, karbohidrat, dan senyawa organik (Yuanita, 2008).
Tersedianya nutrien dalam tanah akan digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi dalam
menyusun komponen sel (Suharni dkk., 2008).

11
BAB IV
PENUTUP

• pencemaran minyak bumi pada tanah meskipun dalam konsentrasi hidrokarbon yang
sangat rendah akan mempengaruhi bau dan rasa air tanah.
• Limbah cair tahu mengandung beberapa zat antara lain karbohidrat, protein, lemak,
mineral dan vitamin
• Tingginya kandungan hara N pada kulit pisang mampu menjadi sumber nitrogen yang
dimanfaatkan oleh mikroorganisme pendegradasi untuk tumbuh dan berkembang,
sehingga mampu mendegradasi hidrokarbon dalam tanah
• Kadar hara pada kompos limbah cair tahu dan kulit pisang adalah N= 3,83%, P= 2,00%
dan K= 0,352%. Kompos limbah cair tahu dan kulit pisang dapat menurunkan kadar
TPH hingga 61,92% dan meningkatkan kadar N pada tanah tercemar minyak bumi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan Edisi 1. Yogyakarta : Andi Offset.

Antizar-Ladislao, B., Beck, A.J., Spanova, K., Lopez-Real, J., Russel, N.J. 2007. The Influence
of Different Temperature Programmes on the Bioremediation of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) in a coal-tar contaminated soil by invessel composting.
Journal of Hazard Mater. 144 : 340- 347

Atlas, R.M., Bartha, R. 1985. Microbial Ecology. London : Benjamin/Cummings Publising.

Cookson JR, John T, 1995. Bioremediation Engineering Design and Application. New York:
McGraw-Hill, Inc.

Eweis, J.B., Ergas, S.J., Chang, D.P., Schoroeder, E.D. 1998. Bioremediation Principles. New
York : Mc-Graw Hill.

Fadilla Z, 2010. Pengaruh Konsentrasi Cair Tahu terhadap Pertumbuhan Mikroalga


Scendesmu sp. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Progam Studi Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hadi, S.N. 2003. Degradasi Minyak Bumi via Tangan Mikroorganisme. Artikel Ilmiah.
http://www.chem-istry.org/?sect=artikel&ex

Hafiluddin. 2011. Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak dengan Teknik Bioaugmentasi dan
Biostimulasi. Jurnal Embryo. 8 (1) : 47-52.

Handrianto P, 2011. Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi Melalui Metode Biostimulasi
Dengan Penambahan Kompos Kacang Tanah (Arachis hypogeae L.). Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya

Hardjono A, 2007. Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta: Gajah Mada University press.

Hardjono, A. 2000. Teknologi Minyak Bumi Edisi Pertama. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press

Haris A, 2003. Peranan Mikroba Dalam Mendegradasi Minyak Bumi dan Fenol Pada Air
Terproduksi dari Industri Perminyakan. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.

Indahwati, 2008. Pengaruh Pemberian Limbah Cair Tahu terhadap Pertumbuhan Vegetatif
Cabai Merah (Capsicum Annuum. L) secara Hidroponik dengan Metode Kultur
Serabut Kelapa. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Malang.

Karwati. 2009. Degradasi Hidrokarbon pada Tanah Tercemari Minyak Bumi dengan Isolat A10
dan D8. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128
Tahun 2003 tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi
dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara Biologis.

Komarawidjaja, Wage., Lysiastuti, Esi. 2009. Status Konsorsium Mikroba Lokal Pendegradasi
Minyak. Jurnal Teknik Lingkungan.10 (3) : 347-354.

13
Madigan, Michael T., Martinko, John M., Dunlap, Paul V., Clark, David P. 2009. Brock Biology
of Microorganisms 12th edition. New Jersey : Prentince Hall.

Mangkoedihardjo, S. 2005. Seleksi Teknologi Pemulihan untuk Ekosistem Laut Tercemar


Minyak. Seminar Nasional Teori & Aplikasi Teknologi Kelautan ITS Surabaya : 1-9.

Manik, Karden E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Djambatan.

Nasution FJ, 2013. Aplikasi Pupuk Organik Padat dan Cair dari Kulit Pisang Kepok untuk
Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica Juncea L.). Skripsi. Tidak
dipublikasikan.Medan: Universitas Sumatera Utara.

Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah & Air Tanah. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Nugroho A, 2006. Bioremediasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Jakarta: Graha Ilmu

Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta.

Retno T dan Mulyana N, 2013. Bioremediasi Lahan Tercemar Limbah Lumpur Minyak
Menggunakan Campuran Bulking Agents yang Diperkaya Konsorsia Mikroba
Berbasis Kompos Iradiasi.Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 9: 139-150.

Setyowati C, 2008. Studi Penurunan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) pada Oil Sludge
dengan Composting Bioremediation. Semarang: Universitas Diponegoro.

Suharni TT, Nastiti SJ, dan Soetarto AES, 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Universitas
Atmajaya Yogyakarta.

Thapa, Bijay., Kumar, Ajay K.C., Ghimire, Anish. 2012. A Review on Bioremediation of
Petroleum Hydrocarbon Contaminants in Soil. Journal of Science, Engineering, and
Technology. 8 (1) : 164-170.

Udiharto M, 2005. Pemanfaatan Bioreaktor Untuk Penanggulangan LumpurBerminyak. Cepu:


Yayasan Kesejahteraan Warga Migas.

Udiharto,M. 1999. Penanganan Minyak Buangan secara Bioteknologi. Makalah Seminar


Sehari Minyak Dan Gas Bumi. Jakarta : LEMIGAS.

Wardhana, Wisnu Arya. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset.

Wulan, Praswati P., Gozan, Misri., Arby, Berly., Achmad, Bustomy. 2012. Penentuan Rasio
Optimum C:N:P sebagai Nutrisi pada Proses Biodegradasi Benzena-Toluena dan
Scale Up Kolom Bioregenerator. Jurnal Repository Universitas Indonesia.

Zhu, Xueing., Venosa, Albert. D., Suidan, Makram T., Lee, Kenneth. 2001. Guidelines for the
Bioremediation of Marine Shorelines and Freshwater Wetlands. Cincinnati : United
States Environmental Protection Agency.

14

Anda mungkin juga menyukai