NAMA : ASRI
NIM : M011201143
KELAS : SILVIKULTUR D
KELOMPOK : 19
ASISTEN : 1. ADE AUDINA
2. JUNITA EKA PUTRI UPA
I. PENDAHULUAN
2.1. Kompos
Kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal dari
mahluk hidup, seperti daun, cabang tanaman, kotoran hewan dan sampah. Proses
pembuatan kompos dapat dipercepat dengan bantuan manusia dan akhir-akhir ini
kompos lebih banyak digunakan dibandingkan dengan pupuk kandang karena
kompos lebih mudah membuatnya. Kandungan hara dalam kompos sangat
bervariasi tergantung dari bahan yang dikomposkan, cara pengomposan dan cara
penyimpanannya. Kompos yang baik mempunyai butiran yang lebih halus dan
berwarna coklat agak kehitaman (Faatih, 2012).
Pemberian kompos pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti
pembentukan agregat atau granulasi tanah serta meningkatkan permiabilitas dan
porositas tanah. Pupuk kompos bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas
media tanam tanaman dengan meningkatkan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah;
penggunaannya aman dan tidak merusak lingkungan; dan tidak memerlukan
banyak biaya dan proses pembuatannya mudah (Bachtiar, 2019).
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena kompos dapat
menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah,
memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi
mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, dan
memudahkan pertumbuhan akar tanaman. Manfaat kompos yaitu menyediakan
unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan
tekstur tanah, meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme
tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar
tanaman, menyimpan air tanah lebih lama, meningkatkan efisiensi pemakaian
pupuk kimia, dan bersifat multi lahan karena dapat digunakan di lahan pertanian,
perkebunan, reklamasi lahan kritis maupun pada golf (Bachtiar, 2019).
Kompos memiliki keunggulan dibandingkan pupuk kimia, karena memiliki
sifat-sifat seperti mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap,
walaupun dalam jumlah yang sedikit, memperbaiki struktur tanah dengan cara
meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbaiki kehidupan
mikroorganisme di dalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi
mikroorganisme tersebut, memperbesar daya ikat tanah berpasir, sehingga tidak
mudah berpencar, memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah, membantu
proses pelapukan bahan mineral, melindungi tanah terhadap kerusakan yang
disebabkan erosi, dan meningkatkan kapasitas tukar kation. Sifat-sifat kompos
yaitu kompos dapat menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.
Kompos yang baik adalah kompos yang mengalami pelapukan dengan ciri-ciri
warna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air
rendah, dan mempunyai suhu ruang (Bachtiar, 2019).
Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik
yang bertujuan mengurangi dan mengubah komposisi sampah menjadi produk
yang bermanfaat. Pengomposan merupakan salah satu proses pengolahan limbah
organik menjadi material baru seperti halnya humus.Kompos umumnya terbuat
dari sampah organik yang berasal dari dedaunan dan kotoran hewan, yang sengaja
ditambahkan agar terjadi keseimbangan unsur nitrogen dan karbon sehingga
mempercepat proses pembusukan dan menghasilkan rasio C/N yang ideal.
Kotoran ternak kambing, ayam, sapi ataupun pupuk buatan pabrik seperti urea
bisa ditambahkan dalam proses pengomposan (Faatih, 2012).
Pengomposan bukanlah suatu ide atau hal yang baru. Pengomposan
merupakan suatu proses penguraian mikrobiologis alami dari bahan
buangan/limbah atau bagian dari tumbuhan. Saat ini proses pengomposan dari
berbagai jenis limbah baik padat maupun cair telah dikembangkan hingga limbah
organik menghasilkan suatu produk akhir yang lebih bernilai. Teknologi
pengomposan telah berkembang dengan pesat, terutama oleh mereka yang lebih
peduli terhadap pelestarian lingkungan; karena proses ini dipandang sebagai
alternatif terbaik dalam pemanfaatan limbah. Beberapa faktor penting yang harus
diperhatikan dari proses pengomposan adalah faktor C/N ratio, kadar air, populasi
mikroba dan porositas campuran (Pratiwi, 2013).
Proses pengomposan akan segara berlangsung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal proses, oksigen dan
senyawa-senyawa yang mudah tergredasiakan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula
akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas
50-700C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada
kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi
(Pratiwi, 2013).
Selama proses pengomposan, sejumlah jasad hidup seperti bakteri dan jamur,
berperan aktif dalam penguraian bahan organik kompleks menjadi lebih
sederhana. Untuk mempercepat perkembangbiakan mikroba, telah banyak
ditemukan produk isolat mikroba tertentu yang dipasarkan sebagai bioaktivator
dalam pembuatan kompos, salah satunya adalah Effective Microorganisms 4
(EM4). Larutan EM4 mengandung mikroorganisme fermentor yang terdiri dari
sekitar 80 genus, dan mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara
efektif dalam fermentasi bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada
tiga golongan utama, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., dan jamur
fermentasi (Pratiwi, 2013).
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik atau anaerobik. Proses yang
dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses
ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap seperti asam-asam organik (asam asetat, asam butirar, asam valerat,
puttrecine), ammonia, dan H2S. Proses pengomposan tergantung pada:
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
Tanda-tanda Pupuk kompos siap pakai strukturnya sudah hancur, penyusutan
berat, suhu kompos mendekati suhu udara, bau seperti tanah, struktur sudah
hancur, penyusutan berat, suhu kompos mendekati suhu udara, bau seperti tanah.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untukdilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara.Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan
organik. Artinya pengomposan dengan menggunakan bioaktivator seperti EM4
adalah termasuk pengomposan secara anaerobik karena membutuhkan
mikroorganisme (Dahlianah, 2015).
Bahan baku pengomposan adalah semua material organ yang mengandung
karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur
cair dan limbah industri pertanian. Pengomposan ini merupakan salah satu upaya
untuk meminimalisasii sampah dengan menerapkan prinsip mengurangi (reduce),
memanfaatkan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle), yang dimulai dari
sumbernya (Dahlianah, 2015).
Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya
jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan
menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. Ini terlihat
bahwa potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat harus dilaksanakan. Kompos
merupakan salah satu pupuk organik, karena itu tanpa pupuk organik, efisiensi
dan efektivitas penyerapan unsur hara tanaman pada tanah tidak akan berjalan
lancar, dan efektivitas penyerapan unsur hara sangat dipengaruhi olek kadar bahan
organik dalam tanah (Dahlianah, 2015).
Pencacahan dalam proses pembuatan kompos bertujuan untuk memudahkan
makroorganisme dan mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik
yang digunakanalat yang akan digunakan adalah Mesin Grinding (mesin
pencacah). Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara
mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran
partikel juga menentukan besarannya ruang antar bahan (porositas). Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut. Pada pelaksanaan kompos akan melalui berbagai proses,
yaitu (Budi U, 2018) :
1. Penimbangan
Pada proses penimbangan memerlukan beberapa alat seperti timbangan.
Tujuan dari penimbangan ini agar perbandingan jumlah bahan dapat dipantau
sebagai berat awal bahan organik yang digunakan. Berat total bahan organik yang
digunakan adalah 100 kg pada tumpukan.
2. Penumpukan
Proses penumpukan bahan organik pada penelitian ini akan menggunakan
metode Hot Composting, dengan suhu yang dihasilkan mencapai suhu termofilik
yaitu pada suhu 50ºC - 60ºC pada hari ke-4. Tumpukan yang digunakan yaitu
tinggi 1,5 meter dan lebar 1,5 meter. Pada pembuatan kompos inimenggunakan
perbandingan 60kg daun kering dengan 40kg sampah sayuran.
3. Pemantauan
Pemantauan bertujuan untuk mempertahankan parameter makro yang dapat
menguntungkan dalam proses dekomposisi. Pada proses pemantauan yang akan
lebih diukur adalah suhu,pH,kelembaban, dan aerasi.
4. Pembalikan
Proses pembalikan bertujuan untuk mempertahankan parameter yang
dipantau, selain itu proses pembalikan akan menentukan kematangan dari kompos
yang dibuat. Proses pembalikan dilakukan setiap 2 hari sekali dihitung dari proses
pemeraman awal penumpukan hingga hari ke 4.
5. Pengayakan
Proses pengayakan ini bertujuan untuk memisahkan partikel kompos sesuai
dengan ukurannya. Selain itu proses pengayakan akan merubah ukuran kompos
mejadi lebih kecil.
2.2. Metode Pengomposan
Dalam proses pembuatan kompos, ada banyak metode antara metode satu
dengan yang lain tidak banyak berbeda, karena metode tersebut hanya merupakan
modifikasi dari metode lain, berikut beberapa metode yang dapat digunakan.
1. Pengomposan berdasarkan ketersediaan udara
Umumnya metode ini dibagi menjadi dua cara yaitu metode aerobik dan
metode anaerobik.
a. Proses pengomposan aerobik membutuhkan udara dari luar. Karena itu
proses ini perlu dilakukan aerasi dan aerasi ini bisa dengan dua acara yaitu
aktif dan pasif. Aerasi pasif adalah cara pengaliran udara tanpa
menggunakan alat bantu jadi udara masuk ke dalam proses pengomposan
melalui beda tekanan antara luar dan dalam ditimbuan bahan baku
kompos, aerasi aktif dilakukan dengan menggunakan tekanan yang
umumnya berasal dari mesin.
b. Proses pengomposan secara anaerobik merupakan modifikasi biologis
pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen
(hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi
fluktuasi temperatur seperti yang telah terjadi pada proses pengomposan
secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari
luar sebesar 30 derajat C.
2. Pengomposan dengan tertutup
Teknik ini dilakukan dengan cara menutup permukaan timbunan, baik
menggunakan plastik, terpal maupun kain. Bahan baku kompos ditumpuk secara
berlapis-lapis di tempat pengomposan dengan lebar permukaan dasarnya 2 meter
dan tinggi 1,5 meter. Bahan baku juga bisa diletakkan dengan cara
menumpukkannya seperti kerucut setinggi 1,5 meter dengan garis tengah
berukuran 2 meter (Budi U, 2018).
Sejak awal, bahan baku yang telah dicampur ditutup dengan terpal sampai
proses pengomposan selesai. Namun, bisa juga bahan kompos belum dicampur
pada awal pengomposan dan baru diaduk saat pembalikan dengan penambahan air
seperlunya. Metode ini dapat dilakukan pada pengomposan skala kecil, sedang
maupun besar (Budi U, 2018).
2.3. Bahan Pengurai Kompos
2.3.1. Jamur Trichoderma sp