Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT , atas rahmat dan karunia-
Nya yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat dan salam kita hadiahkan kepada sang idola kita nabi besar
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Terima kasih
Wassalamualikum Wr.Wb
Penulis
i i
2
DAFTAR ISI
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian Lestari mempromosikan pertanian yang efisien, konservasi
keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat yang lestari dengan
menciptakan standar sosial dan lingkungan. Pertanian berkelanjutan
mengintegrasikan tiga tujuan utama yaitu kesehatan lingkungan, keuntungan
ekonomi, dan keadilan sosial dan ekonomi. Pertanian merupakan industri biologis
yang memanfaatkan proses biokimia dan menggunakan media tanaman. Pertanian
modern mengubah proses alamiah tanaman yang semula semata-mata hanya
menggunakan unsur-unsur hara asli dari dalam tanah, diganti dengan proses
pemacuan pertumbuhan dan hasil penennya melalui pemupukan, pestisida, dan
varietas-varietas sintetik yang rakus hara untuk berproduksi tinggi.
Pengusahaan lahan untuk pertanian secara super-intensif, terutama di
negara-negara yang luasan lahannya sangat terbatas seperti Indonesia,
mengakibatkan terjadinya stress farm lands atau lahan yang mengalami cekaman
atau tekanan di luar kemampuan normalnya. Swaminathan (1997) menyebut
kondisi stres lahan tersebut sebagai kelelahan tanah (soil fatigue) yang akan
berakibat terjadinya disfungsi elemen pembentuk tanah. Dia menyamakan soil
fatigue dengan metal fatigue, yang mengakibatkan metal logam menjadi regas,
mudah patah. Secara empiris, contoh kerusakan tanah terjadi pada berbagai jenis
tanah, sehingga tanah tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tanah
menjadi padat; tanah didominasi oleh fraksi pasir, tanah menjadi masam; salin;
atau berkapur tinggi; atau lapisan olah tanah hilang. Walaupun tanah pada lahan
sawah dianggap memiliki kemampuan untuk memperbarui sifat-sifatnya oleh
perlakuan usahatani yang intensif (Greenland, 1997), akan tetapi gejala-gejala
kelelahan tanah sawah yang dicirikan oleh rendahnya aktivitas mikroba tanah,
rendahnya kandungan bahan organik tanah dan menurunnya efisiensi serapan hara
oleh tanaman.
1
Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan
pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture), sebagai bagian dari
implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pendekatan
dan praktek pertanian konvensional yang dilaksanakan di sebagian besar negara
maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia merupakan praktek
pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
(Untung K., 2006). Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial
dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi
teknologi, penanaman benih / varietas tanaman unggul secara seragam spasial dan
temporal, serta ketergantungan pada masukan produksi, termasuk penggunaan
berbagai jenis agrokimia (pupuk dan pestisida), dan alat mesin pertanian. Oleh
karena itu perlu diadakan diadakan suatu sistem pertanian yang ramah lingkungan
dan produktif.
B. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Pertanian Berkelanjutan
2. Mengetahui Konsep Pertanian Berkelanjutan
3. Mengetahui Pengelolaan Tanah Pada Pertanian Berkelanjutan
4. Mengetahui Praktek Produksi Tanaman dalam Pertanian Berkelanjutan
5. Mengetahui Keanekaragaman Hayati pada Pertanian Berkelanjutan
6. Mengetahui Penggunaan Input pada Pertanian Berkelanjutan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Di Indonesia program konservasi sumber daya lahan, baru dimaknai secara
terbatas pada lahan pertanian perbukitan atau lahan yang berlereng, sedangkan
pada lahan datar dan lahan sawah dapat dikatakan belum ada program pelestarian
mutu dan kesuburan tanah. Padahal semua lahan pertanian dengan pengelolaan
yang sangat intensif tetapi kurang tepat dapat mengalami kerusakan. Tisdale et al.,
(1993) menyebutkan dua belas faktor yang dapat mengakibatkan degradasi tanah
dan dapat menurunkan produktivitas tanah serta mengurangi keberlanjutan sistem
produksi pertanian, yaitu: (1) erosi permukaan, (2) pencucian hara, (3) pelindihan
hara, (4) pemiskinan bahan organik tanah, (5) drainasi buruk, (6) keracunan
senyawa dalam tanah, (7) asidifikasi/pemasaman tanah, (8) salinisasi, (9)
pemampatan tanah, (10) pengerasan tanah, (11) cekaman kekeringan, dan (12)
invasi gulma jahat. Cemaran senyawa beracun dari limbah industri, cemaran
sampah yang tidak dapat terdegradasi seperti plastik, dan penambangan lapisan
atas tanah (top soil) untuk bahan bata, juga menjadi penyebab kerusakan mutu
lahan yang berdampak pada ketidak-berlanjutan produksi.
Pada dua dasawarsa terakhir abad ke-20, dan pada tahun-tahun
selanjutnya, bahan pangan bahkan diperuntukkan bagi bahan energi substitusi
untuk sumber energi automotif dan mesin. Walaupun secara sepintas, penyediaan
energi substitusi ini bersifat terbarukan, akan tetapi beban lahan untuk penyediaan
pangan bagi manusia ditambah lagi oleh beban bahan energi substitusi, akan
mengakibatkan tekanan yang sangat berat terhadap lahan pertanian. Akibatnya
produksi bahan pangan dan bahan energi dipacu dan dimaksimalkan dari lahan
yang luasannya konstan dan bahkan cenderung berkurang.
4
berbagai aspek atau gatrs dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara lain
agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sistem pertanian berkelanjutan juga beisi suatu ajakan moral untuk berbuat
kebajikkan pada lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga
matra atau aspek sebagai berikut
5
pertanian. Konsep pertanian berkelanjutan, ialah yang bertumpu pada tiga pilar :
ekonomi, sosial, dan ekologi. konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi
pada tiga dimensi keberlanjutan, ialah:
C. Pengelolaan Tanah Pada Pertanian Berkelanjutan
Filosofi umum di kalangan praktisi pertanian berkelanjutan adalah bahwa
tanah “sehat” adalah komponen kunci keberlanjutan. Dimana tanah yang sehat
akan menghasilkan tanaman sehat yang memiliki kekuatan optimal dan kurang
rentan terhadap hama. Kualitas tanah adalah kondisi tanah yang menggambarkan
tanah itu sehat, yaitu mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang baik,
serta produktivitasnya tinggi secara berkelanjutan (Utomo, 2002 cit. Reintjes
et.al., 1999 cit. Adnyana, 2011). Tanah sehat diartikan kaya dengan organisme
tanah yang berfungsi mengubah sisa tanaman atau hewan yang mati menjadi
unsur hara tanaman sebagai akibat dari praktek pertanian ekologis (pertanian
organik) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pertanian dan
kearifan lokal dengan menggunakan teknologi pertanian spesifik berwawasan
lingkungan.
Banyak tanaman yang memiliki hama utama bahkan hama tersebut
menyerang tanaman yang paling sehat sekalipun. Pengelolaan tanah menjadi
tanah yang layak, cukup air dan manajemen nutrisi mampu mencegah beberapa
masalah hama yang disebabkan karena kondisi tanaman yang lemah atau
ketidakseimbangan nutrisi. Selain itu, pengelolaan tanaman yang bertujuan untuk
mempertahankan hasil panen misal dengan memberikan mmasukan yang lebih
besar ke dalam tanah misla pupuk atau pestisida yang melebihi takaran yang
seharusnya justru akan menjadi salah satu penyebab rusaknya kualitas tanah. Oleh
sebab itu, pengelolaan tanah merupakan salah satu komponen penting dalam
pertanian berkelanjutan.
Dalam sistem yang berkelanjutan, tanah dipandang sebagai media yang rapuh
dimana kualitasnya harus dilindungi dan dipelihara untuk memastikan
produktivitas dan stabilitas jangka panjangnya. Metode untuk melindungi dan
meningkatkan produktivitas tanah dapat dilakukan dengan banyak hal
diantaranya:
6
1. Menggunakan penutup tanah baik dengan tanaman penutup
dan/atau mulsa
Tanaman penutup tanah dapat menekan pertumbuhan gulma seperti alang-alang,
tanah menjadi lebih gembur, meningkatkan pori aerasi dan pori air tersedia, serta
meningkatkan produktivitas tanah. Tanaman penutup tanah juga dapat melindungi
permukaan tanah dari erosi percikan (splash erosion) akibat jatuhnya tetesan air
hujan, meningkatkan kandungan bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat-sifat
fisik dan kimia tanah, serta meminimumkan perubahan-perubahan iklim mikro
dan suhu tanah, sehingga dapat menyediakan lingkungan hidup yang lebih baik
bagi tanaman.
2. Penggunaan kompos dan/atau pupuk kandang
Kompos dan/atau pupuk kandang dapat menjadi sumber bahan organik bagi
tanah. Memelihara kandungan organik tanah dan mengoptimalkan siklus hara
tanaman sangat penting untuk dapat menjaga keberlanjutan produksi dan sistem
usahatani. Pemberian bahan organik dan bila perlu dengan penambahan pupuk
kimia secara berimbang akan meningkatkan produktivitas lahan pertanian untuk
jangka panjang. Bahan organik tanah juga berfungsi menahan hara tanaman
terlarut pada lapisan bawah tanah. Mikroba tanah berfungsi memineralisasi dan
menahan mobilitas hara N, P, dan S ke lapisan bawah melalui dekomposisi bahan
organik. Karena itu terjadilah penyediaan secara gradual dan berkelanjutan
sehingga dapat mempertahankan tingkat produktivitas tanaman (Sudjana, 2013).
3. Mengurangi pengolahan tanah
Salah satu metode yang dapat dilakukan ada pemberlakuan masa bera. Pemberaan
merupakan
periode recovery energi dari sistem setelah digunakan untuk memproduksi
berbagai hasil yang diinginkan peladang melalui pengembalian dan dekomposisi
bahan organik (Talaohu, 2013). Nantinya, nitrisi yang terdapat didapam tanah
akan lebih optimal yang akan berdampak pada produktivitas tanaman yang baik
pula.
4. Menghindari lalu lintas di tanah basah
7
Menghindai adanya lalu lintas di tanah yang basah dimaksudkan untuk mencegah
agar tanah tidak mampat karena terus menerima tekanan. Tanah yang mampat
menyebabkan sistem airase dan drainase di dalamnya buruk sehingga akan
berdampak pada pertumbuhan tanaman dan hasil panen yang dihasilkan. Tanah
yang memadat, mengakibatkan minimnya kandungan unsur hara, potensi
keracunan mineral, miskinnya bahan organik, status KTK (Kapasitas Tukar
Kation) yang rendah, dan minimnya populasi serta aktivitas mikroba tanah
potensial, merupakan faktor-faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman dan
rendahnya tingkat keberhasilan revegetasi (Noviardi et.al., 2009).
8
dan pengembangan pola tanam pada berbagai agroekosistem, dengan sasaran
penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Pengembangan diversifikasi ini
perlu dievaluasi potensi, dampak, kendala dan prospek pengembangannya di
masa depan. Potensi pola tanam rekomendasi dalam bentuk tingkat produksi
dan pendapatan yang lebih tinggi dalam pengembangannya ternyata tidak
berkelanjutan. Diversifikasi usahatani dan pertanian bukanlah hal yang baru bagi
sebagian besar petani skala kecil di Indonesia (Kasryno, 2003). Pada awalnya,
alasan petani melakukan diversifikasi usahatani adalah untuk memenuhi
keragaman kebutuhan konsumsi keluarga. Dalam konteks ekonomi, diversifikasi
pertanian diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar dan meningkatkan
pendapatan petani dengan tingkat stabilitas yang lebih tinggi. Dengan demikian
diversifikasi pertanian (demand driven farming system diversification)
memerlukan instrumen kebijakan pembangunan pertanian yang berbeda dengan
diversifikasi intensifikasi usahatani (supply driven) dengan sasaran utama
memenuhi kebutuhan dan memperoleh surplus produksi (Timmer, 1992).
Pengelolaan tanah untuk meningkatkan dan melindungi kualitas tanah.
Pengelolaan tanah dengan cara pemberian pupuk atau pemupukan merupakan
sebuah upaya untuk meningkatkan dan melindungi kualitas tanah. Pemupukan
dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanah serta tanaman itu sendiri. Setiap
jenis tanah dan komoditas tanaman memerlukan dosis, jenis, serta perlakuan
pemupukan yang berbeda.
Penggunaan input yang efisien dan manusiawi. Pada sebuah sistem
pertanian terpadu input yang dibutuhkan pastilah sangat beragam. Keberagaman
input ini perlu disikapi secara baik agar penggunaannya dapat terjadi secara
efektif dan efisien. Penggunaan input yang seperti itu dapat menghasilkan output
yang baik serta dapat menghemat banyak biaya produksi. Input yang baik akan
meningkatkan keuntungan sebuah sistem pertanian terpadu.
9
(seperti bahan serat, pewarna, minyak dan lainnya). Indonesia merupakan salah
satu pusat keanekaragaman dunia untuk beberapa rumpun tanaman, seperti
tanaman buah dan obat-oabatan. Keanekaragaman tumbuhan, keberadaan
invertebrata dan serangga serta mikroba merupakan satu kesatuan dalam
ekosistem pertanian yang akan menentukan tingkat produktivitas pertanian. Jasa-
jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian memiliki arti
sangat penting bagi pertanian berkelanjutan. Yang termasuk di antara jasa-jasa
tersebut adalah antara lain jasa penyerbukan, jasa penguraian dan jasa pengendali
biologis untuk menekan hama dan penyakit (Anonim, 2017).
Monokultur merupakan ancaman terbesar keanekaragaman hayati, untuk
itu perlu ada upaya khusus dari berbagai pihak untuk menjaga kekayaan tersebut
demi pertanian berkelanjutan. Di sisi lain, kondisi ekosistem pertanian semakin
rentan dengan beragam ancaman seperti peningkatan jumlah penduduk, alih
fungsi lahan dan perubahan iklim. Pola pergantian musim kering dan hujan yang
berubah secara ekstrem mengancam proses produksi pertanian dan ketahanan
pangan nasional. Keterancaman kerusakan pada lahan pertanian terutama juga
disebabkan oleh model pengelolaan lahan pertanian yang tidak berkelanjutan.
Untuk mendorong produksi pertanian, input intensif mulai dari benih, pupuk,
pestisida, herbisida didayagunakan sehingga menyebabkan ketergantungan,
pencemaran, kerusakan dan ketidakseimbangan ekosistem pertanian. Di samping
itu lahan pertanian juga merambah pada daerah kawasan yang menjadi daerah
tangkapan air.
Mendukung pelestarian pada ekosistem pertanian berarti juga mendukung
kebiasaan, pengetahuan maupun praktek-praktek masyarakat, bahkan habitat
khusus yang sejatinya mendukung ketahanan pangan dan pendapatan masyarakat,
yang akan segera hilang apabila tidak dilestarikan. Masyarakat Indonesia
memiliki berbagai pilihan sumber karbohidrat, seperti sagu (Papua dan Maluku),
umbi-umbian (Papua dan Jawa), gebang, borassus palm, sorgum (NTT), sukun
dan lainnya. Demikian pula, berbagai jenis/tipe ekosistem pertanian perlu dijaga,
misalnya : sawah, ladang, pekarangan, ekosistem lahan sagu, ekosistem lahan
kering, ekosistem hutan wana tani. Ini merupakan jenis ekosistem pertanian yang
10
perlu didukung, karena menyangga kebutuhan masyarakat akan hasil pertanian
maupun menyangga pendapatan dan kehidupannya. Oleh karena itu, dalam sistem
pertanian berkelanjutan keanekaragaman hayati yang sangat besar di dalam tanah
harus selalu dijaga, karena memainkan peran kunci sebagai berikut (Salikin,
2003):
1. Menjaga keseimbangan siklus alamiah unsur-unsur biologi, terutama
unsur karbon dan nitrogen.
2. Mengembangkan teknologi mikrobiologi untuk pertanian yang
berkelan- jutan, khususnya Rhizobium dan Mikoriza.
3. Merupakan sumber koleksi bahan-bahan genetik, khususnya
mikroorga- nisme yang bermanfaat dalam pembuatan pupuk hijau,
pupuk kandang. dan sebagainya
11
berorientasi kepada penggunaan energi secara maksimal dan intensif akan tetapi
juga berusaha menerapkan low input sustainable agriculture (LISA). Untuk
Indonesia dan negara berkembang lainnya, dua tujuan harus tetap sejalan dan
seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan
pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani dan
pelestarian lingkungan di lain pihak yang memerlukan langkah terobosan di
bidang penelitian (Tiharso, 1992).
Pada penggunaan input-input yang berlebihan, maka akan muncul
permasalahan-permasalahan dalam usaha peningkatan produksi pertanian, yaitu
diantaranya :
1. Penggunaan paket teknologi seperti pupuk anorganik dan pestisida secara
tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan,
disamping dibutuhkan biaya usahatani yang tinggi.
2. Berkurangnya keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan
sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula
tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya
sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut.
3. Adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya
menyebabkan dibutuhkan biaya usahatani yang semakin tinggi.
4. Adanya ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah
memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh
revolusi hijau.
5. Semakin sulitnya mengatasi hama dan penyakit pada tanaman sehingga
membuat para petani mengalami gagal panen dan mengalami kerugian
yang sanagat besar
12
(biosiklus) sedemikian rupa sehingga hasil panen dari satu
kegiatan pertanian dapat menjadi input kegiatan pertanian lainnya, selebihnya dile
pas ke pasar.
Dengan pola itu ketergantungan petani dengan input produksi dari luar
dapat diminimalisasi. Misalnya pakan untuk ternak dan ikan sebagian dapat
dipenuhi dari hasil tanaman danlimbah, sedangkan kebutuhan pupuk organik
dapat diperoleh dari kotoran hasil ternak. Kotoran ternak ditampung dalam
biodigester untuk diambil gas metannya dan dapat dimanfaatkan untuk memasak
bahkan untuk energi listrik. Dengan sistem pertanian terpadu biosiklus itu,
petani memperoleh sumber penghasilan yang beragam dari diversifikasi produk
hasil pertanian; panen harian (misal telur, susu), panen musiman (misal
gabah,jagung)
dan panen tahunan (anak sapi), meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, k
ebutuhan
pangan yang bergizi seimbang tercukupi (mendekati PPH ideal) dari usaha tani m
ereka,kesuburan lahan terjaga dan tanpa limbah (zero waste).
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertanian berkelanjutan dilakukan dengan melakukan produksi
tanaman, pemilihan lokasi, spesies dan varietas, manajemen pengolahan
tanah, serta efisiensi penggunaan input yang digunakan.
Manfaat pertanian berkelanjutan antara lain adalah memenuhi
kebutuhan makanan dan serat manusia, meningkatkan kualitas lingkungan
dan sumber daya alam, meningkatkan penggunaan sumber daya di
pertanian secara efisien dan terintegrasi, mempertahankan siklus biologis,
mempertahankan kelayakan usaha pertanian, serta meningkatkan kualitas
hidup petani dan masyarakat keseluruhan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dankelman, I and Davidson. 1988. Women and Environment in the Third World.
Earthscan Publication. Ltd. London. England.
Greenland, D.J., 1997. The sustainability of rice farming. CAB International and
IRRI. CAB. Int. Wallingford, United Kingdom.
Las, Irsal. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Alalisisnya. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta
15