Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ILMU TANAH DAN TANAMAN

TEKNOLOGI PADI SALIBU

Tugas ini untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Tanah dan Tanaman
yang diampu oleh Jadfan Sidqi Fidari, ST., MT.

Disusun Oleh :

Amifta Farah Listya (165060400111010)


Chintya Ayu Permata H. (165060401111009)
Eka Juli Dwi M. (165060401111014)
Firda Novita (165060401111004)
Titania Intan Permatasari (165060401111035)

JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di indonesiakebutuhanberasterusmeningkatseiringdenganlaju pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan realisasi produksi padi dalam 5 tahun terakhir, terindikasi bahwa laju
pertumbuhan produksi padi makin menurun dan biaya produksi per satuan
luaslahanmakinmeningkat.Olehkarenaitupencapaiantarget produksi padi ke depan akan
semakin sulit. Faktor selanjutnya yaitu terjadinya alih fungsi lahan ke sektor non pertanian
sehingga tempat untuk penanaman semakin berkurang sehingga menimbulkan penurunan
produksi padi.
Di tengah rumitnya upaya peningkatan produksi padi ternyata di Kabupaten Tanah Datar
ada suatu inovasi teknologi sejak tahun 2007 telah dikembangkan oleh masyarakat dan sangat
mudah dilaksanakan. Inovasi tersebut adalah “ Teknologi Padi Salibu” , namun yang menjadi
permasalahan bahwa kebanyakan petani masih belum mau menerapkan teknologi tersebut
karena petani masih percaya dengan teknologi tradisional (cara lama) yang selalu dilakukan
setiap periode tanam, sehingga para penyuluh pertanian maupun badan pertanian setempat
sulit untuk memberikan sosialisasi mengenai padi salibu ini.
Padi salibu merupakan sebutan oleh masyarakat Minangkabau terhadap tunas padi yang
tumbuh setelah batangnya dipotong ketika dipanen. Di daerah lain orang menyebutnya padi
suli, padi berlanjut, ratun atau singgang(Jawa) atau turiang (Sunda) dan lain-lain sesuai
bahasa daerah masing-masing. Selama ini padi salibu hanya dijadikan hijauan makananan
ternak, karena gabah yang dihasilkan tidak menguntungkan secara ekonomis.
Menurut Yohanes (2012) Keuntungan penerapan padi salibu/ratun adalah cepat, mudah
dan murah serta dapat meningkatkan produktivitas padi per unit area dan per unit
waktu.Penerapan budidaya padi dengan sistem salibu/ratun melalui pemanfaatan varietas
berdaya hasil tinggi, diduga dapat memberi andil dalam meningkatkan produktivitas padi
nasional.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Pola Tata Tanam (PTT) pada padi salibu ?
b. Apakah termasuk galur murni / rekayasa genetik ?
c. Berapa waktu lama tanam yang dibutuhkan sampai panen ?
d. Apakah produksi sama dengan konvensional ?
e. Bagaimana hama dan penyakit tanamannya ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui pola tata tanam (PTT) pada padi salibu dan apakah masih cocok untuk
diterapkan atau tidak.
b. Mengetahui apakah padi saslibu termasuk galur murni atau rekayasa generik.
c. Mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan mulai persiapan sampai pemanenan
padi menggunakan teknologi padi salibu.
d. Mengetahui perbandingan kualitas produksi menggunakan padi salibu dan
konvensional.
e. Mengetahui hama dan penyakit yang diserang selama penanaman padi salibu.

1.4 Manfaat
Mempermudah kelompok tani dan peneliti untuk menentukan apakah suatu daerah
cocok atau tidak cocok atau cocok bersyarat dalam menerapkan teknik budidaya salibu
serta Mengetahui teknologi budidaya salibu pada tanaman padi sawah dan Mengetahui
pengaruh budidaya padi salibu terhadap produksi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Teknologi Padi Salibu


Padi salibu merupakan tanaman padi yang tumbuh lagi setelah batang sisa panen
ditebas/dipangkas, tunas akan muncuk dari buku yang ada di dalam tanah. Tunas ini akan
mengeluarkan akar baru, sehingga suplay hara tidak lagi tergantung pada batang lama. Tunas
ini bisa membelah atau bertunas lagi seperti padi tanaman pindah biasa, inilah yang membuat
pertumbuhan dan produksinya sama datu lebih tinggi dibandingkan tanaman pertama
(ibunya).

Padi salibu berbeda dengan padi ratun, ratun adalah padi yang tumbuh dari batang sisa
panen tanpa dilakukan pemangkasan batang. Tunas akan muncul pada buku paling atas,
suplay hara tetap dari batang lama. Pertumbuhan tunas setelah dipotong sangat dipengaruhi
oleh kersediaan air tanah, dan pada saat panen sebaiknya kondisi air tanah dalam keadaan
kapasitas lapang. Untuk mengimbangi kebutuhan unsur hara pada masa pertumbuhan anakan
padi. Salibu perlu pemupukan yang cukup, terutama hara nitrogen. Unsur nitrogen
merupakan komponen utama dalam sistesis protein, sehingga sangat dibutuhkan pada fase
vegetatif tanaman, khususnya dalam proses pembelahan sel. Tanaman yang cukup
mendapatkan nitrogen memperlihatkan daun yang hijau tua dan lebar, fotosintesis berjalan
dengan baik, unsur nitrogen adalah faktor penting untuk produktivitas tanaman.
Banyak keuntungan yang didapat dari penanaman padi menggunakan teknologi salibu
diantaranya adalah :
a. Hemat biaya
b. Hemat benih
c. Meningkatkan hasil produksi
d. Meningkatkan pendapatan petani
e. Lebih menghemat penggunaan dan pemberian air
f. Dibutuhkan tenaga kerja yang sedikit dan termasuk dalam kategori hemat tenaga
kerja
g. Ramah lingungan
Budidaya salibu akan meningkatkan indek panen, karena tidak lagi melakukan
pengolahan tanah, persemaian dan tanam, sehingga rentang waktu produksi lebih pendek.
Budidaya ini secara tidak langsung juga dapat menanggulangi keterbatasan varietas unggul,
karena pertumbuhan tanaman selanjutnya terjadi secara vegetative maka mutu berietas tetap
sama dengan tanaman pertama. Budidaya padi selibu akan lebih ekonomis sekitas 45%
dibanding bubidaya tanaman pindah, hal ini yang meningkatkan pendapatan petani.

2.2 Tanaman Induk Utama


Tingkatkeberhasilanbudidayapadisalibusangatditentukan oleh pertumbuhan tanaman
utamanya.Tanaman utama untuk
budidayapadisalibusebaiknyatelahmengaplikasikanmodelPTT. Moddel PTT merupakan
suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan
memperhatikan penggunaan sumber daya secara bijak. Melalui usaha ini diharapkan:
(1) kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi.
(2) pendapatanpetani padi dapat ditingkatkan.
(3)usaha pertanian padi dapatterlanjutkan.
Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip.Pertama,
PTTbukanmerupakanteknologimaupunpaketteknologi,tetapi merupakan suatu pendekatan
agar sumber daya tanaman, lahan dan air dapat dikelola sebaik-baiknya.Kedua,
PTTmemanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan
danditerapkandenganmemperhatikanunsurketerkaitanantar teknologi.Ketiga, PTT
memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi
petani. Keempat,PTTbersifatpartisipatifyangberartipetaniturutserta menguji dan memilih
teknologi yang sesuai dengan keadaan
setempatdankemampuanpetanimelaluiprosespembelajaran.
DalamstrategipenerapanPTT,anjuranteknologididasarkan pada bobot sumbangan
teknologi terhadap peningkatan produktivitas tanaman, baik terpisah maupun
terintegrasi.Teknologi disuluhkan kepada petani secara bertahap. Urutan anjuran teknologi
produksi padi pada PTTadalah:
1. Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau
bernilai ekonomitinggi.
2. Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibittinggi.
3. Penggunaan pupuk berimbang spesifiklokasi.
4. Penggunaan kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan
pembenahtanah.
5. Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehatmelalui:
• pengaturantanamsistimlegowo,tegel,maupunsistem
tebarbenihlangsung,dengantetapmempertahankan populasiminimum,
• penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang
diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas (berisipenuh),
• penanaman bibit umur muda dengan jumlah terbatas yaitu 1-3 bibit perlubang,
• pengaturan pengairan dan pengeringan berselang, dan
• pengendalian gulma dapat dilakukan dengan manual atau pakai alatlandak.
6. Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu sesuaiPHT.
7. Panendilakukansecaramanualdengansabit,penggunaan mesin (mower, reaper) dapat
dilakukan secaraterbatas.
8. Penggunaan alat perontok gabah mekanis ataupunmesin.
Penerapan PTTdalam intensifikasi padi merupakan penyempurnaan dari konsep
sebelumnya yang dikembangkan untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti Supra
Insus.Food and Agriculture Organization (FAO) mengadopsi PTT
sebagaipenyempurnaandariPengelolaanHamaTerpadu(PHT). Dalam penerapan PTT
(1) tidak lagi dikenal rekomendasi paket teknologi untuk diterapkan secara nasional,
(2) petani secara bertahapdapatmemilihkomponenteknologiyangpalingsesuai
dengan keadaan setempat maupun kemampuan petani,
(3) efisiensi biaya produksi diutamakan, dan
(4) suatu teknologi saling menunjang dengan teknologi lain (Balitbangtan,2013).
PenerapanPTTyangbaikakanberdampakpadapeningkatan potensi hasil pada budidaya padi
salibu, sehingga beberapa komponen utamanya seperti sistem tanam jajar legowo 2 : 1 dan 4 :
1 harus dapat diaplikasikan, mengingat dengan pola ini populasi tanaman akan mampu
ditingkatkan 20-30%, dengan intensitas penyakit rendah (kurang10%).

2.3 Karakteristik Padi


Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman panganrumput-rumputan.
Berdasarkan taksonomi tanaman, padi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Division : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monokotyledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Graminae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Secara morfologi tanaman padi termasuk golongan tanaman setahun atau
semusim.Batang berbentuk bulat berongga, daun memanjang seperti pita yang berdiri pada
ruas-ruas batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang (AAK,
1990).Tanaman padi terdiri dari bagian vegetatif yang meliputi akar, batang, daun, dan
bagian generatif meliputi malai yang terdiri dari bulir-bulir padi (Hirupbagja, 2009).

Akar padi digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula) yang tumbuh
sewaktu berkecambah bersama akar seminal yang jumlahnya antara 1-7. Akar-akar seminal
selanjutnya akan digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh dari buku terbawah batang
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian /BP3 Bogor, 1988).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu dengan yang
lainnya dipisah oleh sesuatu buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Batang
terdiri dari pelepah-pelepah daun dan ruas-ruas yang tertumpuk padat. Setelah memasuki
stadia reproduktif ruas-ruas tersebut memanjang dan berongga. Dari atas ke bawah, ruas
batang itu makin pendek. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian /BP3 Bogor, 1988:
Hirupbagja, 2009).
Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yangberselang-seling, satu daun
pada tiap buku. Daun terdiri dari helaian daun yang terletak pada batang padi, berbentuk
memanjang seperti pita, pelepah daun yang membungkus ruas dan telinga daun (auricle);
lidah daun (ligule).
Anakan (tunas) mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau5 helai daun dan
tumbuh pada dasar batang.Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak).
Dari batang utama akan tumbuh anakan primer sampai anakan tersebut memiliki 6 daun
dengan 4 - 5 akar. Dari anakan primer selanjutnya tumbuh anakan sekunder yang kemudian
menghasilkan anakan tersier (BPPP Bogor, 2005 ).
Malai merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang timbul dari buku paling
atas.Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama dari malai, sedangkan butir-
butirnya terdapat pada cabang-cabang pertama maupuncabang-cabang kedua.Pada waktu
berbunga, malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah terisi dan menjadi
buah.Panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling.
Panjang malai beraneka ragam, pendek (20 cm), sedang (20 - 30 cm) dan panjang (lebih dari
30 cm)(Hirupbagja, 2009). Malai terdiri dari 8 - 10 buku yang menghasilkancabang-cabang
primerdancabang primerselanjutnya menghasilkan cabang sekunder.Tangkai buah (pedicel)
tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang sekunder (Hirupbagja, 2009).
Buah padisehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,sebenarnya bukan biji
melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea.Buah ini terjadi setelah selesai
penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian-bagian lain membentuk sekam
(kulit gabah). Dinding bakal buah terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Bagian paling luar disebut epicarpium,
2. Bagian tengah disebut mesocarpium dan
3. Bagian dalam disebut endocarpium.
Biji sebagian besar ditempati oleh endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian
ditempati oleh embrio (lembaga) yang terletak di bagian sentral yakni di bagian lemma
(Hirupbagja, 2009).
2.4 Teknologi Produksi
Menurut Krishnamurthy (1988) dalam Susilawati (2011) mengatakan bahwa salibu/ratun
tanaman padi merupakan tunas yang tumbuh dari tunggul batang yang telah dipanen dan
menghasilkan anakan baru hingga dapat dipanen. Praktek budidaya tanaman padi-ratun telah
lama dilakukan petani di daerah tropis dan di daerah beriklim sedang.
Di Indonesia, budidaya ini banyak dilakukan untuk padi lokal yang berumur panjang.
Hasil ratun sering disebut sebagai padi singgang atau turiang. Padi lokal yang berumur
panjang, setelah panen tanaman utama, akan dibiarkan oleh petani hingga musim tanam tahun
berikutnya. Dalam periode tersebut petani akan memanen salibu/ratun dalam waktu sekitar
setengah dari periode tanaman utama, dengan produksi berkisar antara 40-60% dari panen
tanaman utamanya.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan salibu antara lain :
(a) biaya produksi lebih rendah karena tidak perlu pengolahan tanah dan penanaman
ulang.
(b) pupuk yang dibutuhkan lebih sedikit, yaitu setengahdari dosis yang diberikan pada
tanaman utama.
(c) umur panen lebih pendek.
(d) Hasil yang diperoleh dapat memberikan tambahan produksi dan
meningkatkan produktivitas. (Krishnamurthy, 1988; Nair dan Rosamma
(2002)dalam Susilawati, 2011)
Kemampuan tanaman padi menghasilkan salibu/ratun dapat ditentukan oleh sifat genetik
dan lingkungan, seperti ketersediaan air, tingkat kesuburan tanah, sinar matahari, suhu, dan
keadaan hama dan penyakit tanaman (Mahadevappa (1988) dalam Susilawati, 2011). Secara
genetik, setiap jenis padi memiliki kemampuan menghasilkan ratun yang berbeda-
beda. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan menghasikan salibuadalah panjang
pemotongan, pemupukan dan pengelolaan air. Panjang pemotongan dapat mempengaruhi
jumlah anakan, periode pertumbuhan, vigor ratun dan hasil biji. Ditemukan juga ratun
tumbuh dari setiap buku yang terdapat pada tunggul. Pemotongan yang lebih tinggi atau jika
tanaman utamanya masih tertinggal2-3 ruas (5-6 cm), dapat mendorong pertumbuhan tunas
ratun lebih baik, dan menekan kehilangan hasil (Vergara. 1988)dalam Susilawati, 2011).
Ketika batang padi dipotong waktu melakukan panen, maka kurang lebih tiga hari
kemudian pada ruas terdekat dari bekas pemotongan batang biasanya akan muncul tunas
baru. Munculnya tunas tersebut dipengaruhioleh keadaan suatu zat hormon dalam tubuh
tanaman yang disebut dengan auksin. Zat yang cenderung selalu bergerak menuju ke arah
bagian ujung atau pucuk tanaman, karena bagian ujungnya telah terpotong maka hormon
tersebut tertumpuk pada bagian luka bekas pemotongan dan merangsang pertumbuhan tunas
baru disekitar luka. (Harminto, 2003). Tunas inilah yang disebut dengan istilah padi salibu.
Menurut teori vital dalam biologi, pergerakan air dari akar ke bagian ujung tanaman
mengalami proses berlawanan terhadap gaya grafitasi melalui pipa kapiler yang terdapat
di dalam batang dengan proses kapilaritas sehingga tunas yang baru terbentuk di bagian
ujung batang memperoleh air dan zat makanan lainnya dari akar, sehingga tunas yang baru
muncul menjadi lebih kerdil dibanding yang di bawahnya (Harminto, 2003)

Tunas yang baru muncul makin ke pangkal atau makin dekat dengan akar sulit untuk
menerima air dan nutrisi lainnya sehingga pada proses kapilaritas dampak yang ditimbulkan
oleh tunas tersebut akan lebih kecil dibanding dengan tunas yang muncul diatasnya. Pada
tanaman padi ketika tunas muncul pada bagian pangkal batang dekat permukaan tanah, maka
pada saat yang bersamaan pangkal tunas yang baru tumbuh akan diikuti oleh keluarnya akar
(Soenarso wirjoprajitno, 1981). Seiring dengan pertumbuhan tunas tersebut akar juga akan
terus memanjang, bercabang-cabang sampai menembus dan berkembang di dalam tanah dan
begitulah seterusnya.
Pupuk merupakan salah satu input penting bagi pertumbuhan dan hasil ratun padi.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pertumbuhan salibu/ratun sangat tergantung pada
komposisi dan tingkat dosis pupuk yang diberikan.(Jason, 2005 dalam Susilawati, 2011).
Pupuk yang diberikan pada tanaman utama, akan berdampak kepada ratun yang tumbuh
berikutnya. Pupuk N merupakan unsur yang dapat mempercepat pertumbuhan berupa
pertambahan tinggi dan jumlah anakan produktif.
Pupuk P berperan dalam memperkokoh tanaman, memacu terbentuknya bunga dan bulir
pada malai, memperbaiki kualitas gabah dan meningkatkan akar-akar rambut. Pupuk K
memacu pertumbuhan akar, memperbaiki kualitas bulir dan meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. (Dobermann dan Fairhurst,
2000 dalam Susilawati, 2011).
Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa hanya N yang secara nyata berpengaruh
terhadap penampilan dan hasil ratun (McCauley, 2006 dalam Susilawati, 2011). Jumlah P
dan K yang diberikan cukup pada tanaman utama, masih dapat dimanfaatkan oleh
salibu/ratun. Di Taiwan, P dan K tidak berpengaruh terhadap hasil ratun, dan di Texas P dan
K yang diaplikasikan pada ratun menjadi tidak penting jika tanaman utamanya menerima
cukup jumlah unsur tersebut. Penggenangan selama beberapa hari setelah panen tanaman
utama mendorong pertumbuhan salibu/ratun dan meningkatkan jumlah malai.

2.5 Faktor Lingkungan


Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan,
iklim dan jenis tanah. Setiap tanaman menghendaki keadaan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik dan berproduksi tinggi. Oleh karena itu, sebelum membudidayakan tanaman perlu
diketahui terlebih dahulu syarat-syarat ekologi nya (Hirupbagja, 2009).
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS
dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan4 bulan. Rata-rata curah
hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau1500 - 2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di
musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi
selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena
penyerbukan kurang intensif (Sundowo Harminto, 2003).
Lahan sawah berpengairan lebih produktif dari lahan sawah tadah hujan yang terdapat
pada sistem sawah. Keragaman produktivitas dan produksi padi itu terjadi karena, baik secara
langsung atau tidak, air mempengaruhi metabolisme karbon dan protein (BPPP Bogor, 2011)
Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Suhu yang panas
merupakan kondisi yang sesuai bagi tanaman padi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik
pada suhu 230 C ke atas, sedangkan di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya
hampir konstan sepanjang tahun. Adapun salah satu pengaruh terhadap tanaman padi yaitu
kehampaan pada biji (AAK, 1990).
Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin
berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan
tanaman. Di dataran rendah padi tumbuh padaketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-
270 C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 mdpl dengan temperatur 19-230 C (Bantul,
2011).
Tanaman padi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi untuk padi yang ditanam di
lahan persawahan memerlukan syarat-syarat tertentu, karena tidak semua jenis tanah dapat
dijadikan lahan tergenang air. Sistem tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar
kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena itu jenis tanah
yang sulit menahan air kurang cocok dijadikan lahan persawahan. Sebaiknya tanah yang sulit
dilewati air sangat cocok dibuat lahan persawahan (Suparyono, 1997).
Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan
keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan
ketebalan 18 - 22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan
akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH
8,1 - 8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah
memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya
mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syaratdiperlukan
pengolahan tanah yang khusus (Bantul, 2011).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pola Tata Tanam Teknologi Salibu


Salah satu komponen dalam penerapan model PTT yang erat kaitannya dengan hasil
budidaya padi salibu adalah penggunaan benih bermutu dan bersertifikat.Tanaman yang
berasal dari benih yang bermutu akan mampu menghasilkan pertumbuhan dan
perkembangan yang baik termasuk sistem
parakaranyangakanmenjadikarakterutamadarikelangsungan tanaman salibu. Selain itu
secara genetik diketahui juga beberapa varietas padi yang mempunyai potensi ratun tinggi
dan dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan anakan salibu yang banyak dan baik. Hasil
kajian yang dilakukan Susilawati et al. (2011) dan Suhartatik (2014) terdapat beberapa
varietas padi unggul yang memiliki potensi ratun tinggi seperti dalam Tabel3.1.
Tabel 3.1.Varietasdangalurpadiyangmemilikipotensiratuntinggi.
Kelompok Varietas Potensi
Ratun (%)
Hibrida Rokan 99,3
Maro 76,8
Hipa-4 100,0
Hipa-5 Ceva 75.9
Inbrida Inpari 19 84,9
Inpari 23 72,4
Inpari 24 69,8
Inpari 25 69,3
Batang Piaman 64,9
Inpari 32 62,9

Saat ini Balitbangtan telah menghasilkan varietas padi unggul yang tahan OPT seperti
tahan hawar daun bakteri, blas, dan lain-lain, sehingga varietas-varietas tersebut dapat
digunakan untuk budidaya padi salibu.Adapun tahapan utama dalam budidaya padi salibu
sebagai berikut:
a. Persiapan Lahan untuk Budidaya PadiSalibu
Lahan dibersihkan dari jerami sisa panen dan gulma, khusus gulma dapat dibersihkan
secara mekanis, baik dengan menggunakan cangkul, sabit dan alat lainnya. Apabila
populasi gulmacukuppadatdapatdisemprotdenganherbisidayangcara kerjanya kontak
dan areal terbatas. Jika lahan terlalu kering lakukan penggenangan 1-2 hari, kemudian
air dikeluarkan sampai tanahlembab.
b. PengolahanTanah,Pesemaian,TanamdanPemotongan Ulang
Pada budidaya padi salibu, pengolahan tanah, pesemaian dan tanam hanya dilakukan
pada tanaman utama, ketiga kegiatan ini diganti dengan pemotongan ulang tunggul sisa
panen.Panentanamanutamadilakukandenganmengikuticara petani dengan
meninggalkan sisa batang atau tunggul sekitar
25cmdaripermukaantanah,selanjutnyadibiarkanselama7-10
harihinggakeluartunasbaru.Apabilatunasyangkeluarkurang dari 70% dari populasi
maka tidak disarankan untuk dilakukan budidaya salibu. Jika memenuhi syarat
dilakukan pemotongan ulangtunggulsisapanensecaraseragamdenganalatpemotong
hingga tersisa 3-5 cm dari permukaan tanah.Alat pemotong yang baik adalah alat
mesin pemotong rumput bermata pisau petak.Budidaya padi salibu melanjutkan
pemeliharaan dari pemotongan sisa batang tanaman utama sejak awal Hari
SetelahPemotongan(HSP).Setelahtunassalibukeluarlakukan
pengairanhinggaketinggian2-5cmdaripermukaantanahatau tunas yang keluar
tidaktenggelam.

c. Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan memanfaatkantunas-tunas salibuyang ada, caranya
dengan memecah (membagi dua) tunas yang tumbuh hingga perakarannya, kemudian
dipecah antara 2-3 anakan, lalu disulamkan ke lokasi tanaman yang tidaktumbuh.

d. Pemupukan
Pemupukan salibu dilakukan sama dengan tanaman utama atau sesuai dengan
rekomendasi spesifik lokasi, yang dilakukan berdasarkan Permentan Nomor :
40/Permentan/ OT.140/4/2007,Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), dan Pemupukan
Hara Spesifik Lokasi (PHSL).Pemupukan dilakukan secara tabur pada kondisi air
macak-macak, pemupukan pertamadiberikansebanyak40%daridosispadasaattanaman
salibu berumur antara 15-20 HSP. Pemupukan kedua diberikan sebanyak 60% dari dosis
pada saat tanaman berumur 30-35 HSP.

3.2 Galur murni dan Rekayasa Genetik


Varietas merupakan salah satu komponen teknologi penting yang mempunyai kontribusi
besar dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi.Komponen teknologi ini
sangat berperan dalam mengubah sistem usahatani padi, dari subsistem menjadi usahatani
padi komersial.
Varietas dapat didefinisikan sebagai sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
tanaman yang memiliki karakteristik tertentu seperti bentuk, pertumbuhan tanaman, daun,
bunga, dan biji yang dapat membedakan dari jenis atau spesies tanaman lain, dan apabila
diperbanyak tidak mengalami perubahan. Jenis varietas menunjukan cara varietas tersebut
dirakit dan metode perbanyakan benihnya, sehingga tersedia benih yang dapat ditanam oleh
petani.
Sedangkan galur adalah tanaman hasil pemulian yang telah diseleksi dan diuji, serta sifat
unggul sesuai tujuan pemuliaan, seragam dan stabil, tetapi belum dilepas sebagai
varietas.Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan oleh petani dalam
kurun waktu yang lama secara terus menerus dan telah menjadi milik masyarakat serta
dikuasai negara. Varietas unggul adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau
lebih keunggulan khusus seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama, tahan terhadap
penyakit, toleran terhadap cekaman lingkungan, mutu produk baik, dan atau sifat-sifat
lainnya serta telah dilepas oleh pemerintah. Varietas unggul hibrida (VUH) adalah
kelomopok tanaman padi yang terbentuk dari individu-individu generasi pertama (F1)
turunan suatu kombinasi persilangan antar tetua tertentu.VUH memilki potensi hasil lebih
tinggi dari varietas unggul inbrida yang mendominasi areal pertanaman padi.
Secara genetik individu tanaman tanaman hibrida bersifat heterozigot, namun dalam satu
populasi hibrida penampilan pertanaman akan seragam atau homogen sehingga pertanaman
hibrida bersifat heterozigot homogen (heterozigous homogenous ). Oleh karena pertanaman
varietas hibrida yang ditanam secara komersial dalam skala luas akan kelihatan seragam
sebagaimana halnya galur murni. Karena tanaman hibrida bersifat heterozigot maka benih
generasi berikutnya jika ditanam akan bersegregasi sehingga penampilanya tidak seragam.
Oleh karena itu hasil panen varietas hibrida tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai benih
pada pertanaman berikutnya.Hal itu berarti benih F1 hibrida harus selalu diproduksi setiap
musim.
Tanaman padi mempunyai bunga sempurna (organ jantan dan betina terletak pada satu
bunga yang sama), karena itu tetua betina pembentuk padi hibrida harus memiliki sifat
‘mandul jantan’. Secara genetis hal itu dapat dilakukan dengan memasukan gen pengendali
kemandulan atau cms (cytopasmic-genetic male sterility), sehingga tetua yang mengandung
gen cms tersbut hanya berfungsi sebagai bunga betina.
Varietas padi hibrida yang berkembang di Indonesia adalah varietas padi hibrida yang
dibentuk menggunakan metode tiga galur, yaitu galur mandul jantan (GMJ) atau CMS (galur
A), galur pelestari atau maintainer (galur B), dan tetua jantan yang sekaligus berfungsi
sebagai pemulih kesuburan atau restorer (galur R). Ketiga galur (A; B; dan R) tersebut harus
dibuat dan diseleksi secara ketat untuk membentuk hibrida unggul. Metode hibrida tiga galur
mempunyai kelemahan antara lain produksi benihnya rumit, tidak setiap varietas dapat
dijadikan sebagai tetua pembentuk varietas padi hibrida, dan hanya varietas yang tergolong
restorner saja yang dapat dijadikan sebagai tetua jantanya.
Perakitan atau pemuliaan varietas hibrida dilandasi oleh adanya fenomena genetika yang
disebut vigor hibrida atau heterosis yaitu, suatu kecenderungan bahwa individu F1 hasil suatu
persilangan akan tampil lebih baik dibandingkan dengan salah satu atau rata-rata kedua
tetuanya. Pada sekala komersial, keunggulan suatu varietas hibrida dinyatakan dalam nilai
standar heterosis yaitu persentasi keunggulan potensi hasil suatu varietas hibrida terhadap
potensi hasil varietas pembanding baku yang umumnya berupa varietas inbrida yang paling
populer di daerah pengembangan.
Pada budidaya padi salibu tidak terjadi galur murni ini dikarenakan pengertian galur
murni sendiri terjadi akibat adanya penyerbukan sedangkan pada padi salibu dia
menghasilkan tunas sehingga tidak ada penyerbukan dan membuat padi salibu merupakan
galur tidak murni.

3.3 Lama Penanaman Padi Salibu


Lama penanaman padi salibu diperkirakan kurang lebih 100 hari, dapat dijelaskan melalui
tahap-tahap seperti berikut:
a. Menjaga kelembapan tanah
Pada kondisi lahan sawah yang terlalu kering, segera setelah padi dipanen lahan
digenangi air setinggi ±5 cm selama 2-3 hari, kemudian saluran pembuangan air
dilepas kembali. Tujuannya adalah untuk menjaga kelembapan tanah dan menghindari
agar batang padi yang masih berdiri tidak mati kekeringan.
b. Pemberian Pupuk Kandang, pemotongan batang dan menabur Jerami sebelum
melakukan pemotongan batang, pupuk kandang diberikan pada lahan terlebih dahulu
dengan kebutuhan 1 ton/ha. Pemotongan dilakukan pada pangkal batang
menggunakan mesin potong rumput dengan ketinggian ± 5 cm dari permukaan tanah.

Setelah selesai melakukan pemotongan maka semua jerami baik sisa pemanenan ataupun
bekas pemotongan batang ditabur mera tadi permukaan lahan. tunggul padi tidak ada
yang tertutup oleh tumpukan jerami, kalau itu terjadi maka tunas baru tidak akan tumbuh.
c. Memupuk Dan Melumpurkan Tanah untuk merangsang pertumbuhan maka kurang
lebih dua minggu setelah pemotongan pangkal batang atau setelah sebagian besar
tunas muncul ke permukaan maka dilakukan pemupukan pertama dengan cara
menaburkan pupuk urea diantara rumpun padi secara merata sebanyak 150 kg/ ha.
Untuk menjaga pertumbuhan dan ketersediaan air maka pertahankan kondisi air
dipermukaan lahandalam keadaan macak – macak,dimana saluran pemasukan dan
pengeluaran air dalam keadaan tertutup.Untuk melumpurkan tanahdi hamparan
persawahan maka dilakukan dengan cara menginjak –injak tanah dan jerami diantara
rumpun padi sampai jeraminya terbenam kedalam tanah. Perlakuan menginjak – injak
tanah dan jerami tersebut disamping untuk melumpurkan tanah danmempercepat
proses pelapukan jerami juga sebagai upaya untuk penyiangan. Penyiangan dilakukan
bersamaan dengan pemberian pupuk Urea sebanyak 150 kg/ha.Pemupukan kedua
dilakukan pada tanaman berumur 40 hari, pupuk yang diberikan adalah SP36 125 kg
dan KCl diberikan sebanyak 25 kg. Pemupukan KCl dilakukan dengan ½ dosis dari
dosis anjuran.
d. Pengendalian Hama danPenyakit karena tidak ada masa berat antara satu daur hidup
tanaman dengan daur hidup berikutnya maka penerapan sistem budidaya padi salibu
akan lebih rentan terhadap berbagai kemungkinan serangan hama dan penyakit.

3.4 Panen dan Produktivitas


a. Panen
Penentuan saat panen tanaman pangan bijian merupakan syarat awal mutu yang baik.
Pada budidaya padi salibu panen bisa dilakukan pada umur ± 90 hari. Jika terlambat
memanen padi, akan mengakibatkan banyak biji yanag tercecer atau busuk sehingga
mengurangi produksi. 10 hari menjelang panen sebaiknya sawah dikeringkan, tujuannya
adalah untuk menyerempakkan pematanagan gabah.
Ciri – ciri padi yang sudah bisa dipanen yaitu apabila butir gabah yang menguning sudah
mencapai 80 % dan tangkainya sudah merunduk. Untuk lebih memastikan padi sudah siap
untuk dipanen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirnya sudah keras berisi
maka saat itu paling tepat untuk dipanen. Padi dipanen dengan menggunakan sabit dan batang
disisakan 5-10 cm di atas permukaan tanah.
Setelah pemanenan, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Perontokan
dilakukan dengan alat perontok bertenaga manusia. Adapun cara perontokan dengan alat ini
adalah dengan cara batang padi dipukul-pukulkan ke kayu hingga padi berjatuhan. Untuk
mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan harus diberi alas dari anyaman
bambu atau lembaran plastik (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan
dapat tertampung.
Setelah dirontokkan butir-butir gabah dibersihkan dari sisa-sisa batang padi, kemudian
dikumpulkan untuk dimasukkan ke dalam karung dan dibawa ke gudang penyimpanan
sementara.
b. Pasca panen
Kegiatan pasca panen merupakan perlakuan padi setelah dipanen yaitu meliputi
pengeringan dan penyimpanan.Pengeringan bertujuan agar gabah tetap utuh dan tidak
berjamur sementara itu penyimpanan dilakukan hanya bersifat sementara apabila padi
langsung terjual maka gabah tidak perlu disimpan di gudang penyimpanan sementara.
Pengeringan gabah dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini
dihamparkan di atas lantai semen terbuka yang di alas dengan terpal agar gabah tidak
tercampur dengan tanah ataupun kotoran lainnya. Lamanya penjemuran tergantung pada
kondisi cuaca. Bila keadaan cuaca yang kurang mendukung (terkadang mendung dan
gerimis) maka penjemuran dapat berlangsung lebih lama.
Panen padi salibu memiliki keunggulan diantaranya, umur panen lebih awal 15- 20 %
dan hasil produksi gabah meningkat dari pada budidaya secara tanam pindah biasanya.
Setelah dipanen tanaman dilakukan budidaya padi salibu lagi masih baik dan produksinya
juga meningkat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh para pakar tanaman padi di
BPTP Sumatera Barat, tanam padi salibu yang baik dapat dilakukan selama tiga kali salibu
(pemangkasan) karena dalam tiga kali salibu produksi tanaman padi terus meningkat, setelah
pada salibu ke empat akan mengalami penurunan hasil. Sehingga anjuran terbaik adalah satu
kali tanam tiga kali salibu. Pada budidaya padi salibu panen harus segera dilakukan, jika
terlambat memanen padi, akan mengakibatkan banyak biji yang tercecer atau busuk sehingga
mengurangi produksi. Sebaiknya sawah dikeringkan, 10 hari menjelang panen dengan tujuan
untuk menyerempakkan pematangan gabah. Dikemukakan oleh Erdiman (2012) bahwa
budidaya padi salibu memperpendek waktu produksi hanya 80-90% dibandingkan tanaman
pertamanya sehingga akan meningkatkan indek panen (IP) berkisar 0,5-1/tahun dan
produktivitas 3-6 ton gabah/ha/tahun.

3.5 Hama dan penyakit


Hamadanpenyakitmerupakancekamanbiotikyangdapat mengurangi hasil, sehingga
untuk mendapatkan hasil panen yangoptimumperludilakukanpengendalianhamadanpenyakit.
Karena tidak ada masa berat antara satu daur hidup tanaman dengan daur hidup berikutnya
maka penerapan sistem budidaya padi salibu akan lebih rentan terhadap berbagai
kemungkinan serangan hama dan penyakit. Pada budidaya padi salibu pengendalian hama
dan penyakit dilakukan dengan cara pengendalian OPT yang didasarkan pada ekologi,
efisiensi, ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan. Ketika tanamansalibuberumur 30 HSP, pengelolaan OPT dilakukan sama
dengan tanaman padi padaumumnya.
Secara umum hama dan penyakit utama yang perlu menjadi perhatian adalah :
1. Hama tikus sawah
2. Hama penggerek batang padi (sundep maupun beluk)
3. Hama wereng batang coklat
4. Penyakit blas padi
5. Penyakit bakteri xantomonas
Hasil penelitian menunjukkan populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan
menurunkan hasil 15%. Kemudian hubungan antara kepadatan populasi walang sangit
dengan penurunan hasil menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai
dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27% (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
(2009) dalam Sitompul et al., 2014)
 Teknik pengendalian hama dan penyakit terpadu yaitu:
1) Teknikagronomi
Dengan pengolahan tanah, irigasi, pergiliran jenis tanaman, tanam serentak, pengaturan
jarak tanam, dan pemupukan yang berimbang.
2) Teknik varietastahan
Menggunakan varietas yang tahan hama penyakit berdasar- kan ketahanan genetik
dan ketahanan ekologi (lingkungan).

3) Teknik Fisik danMekanik


Menggunakan lampu perangkap, metilat lem, gelombang suara, boneka sawah,
pengambilan secara manual, serta pemasangan perangkap.
4) Teknikhayati
Dengan menggunakan musuh alami, bahan-bahan alami yang ramah lingkungan.
5) Teknik pengendaliankimiawi
Dengan menggunakan bahan-bahan kimiawi.
Sedangkan Pengendaliangulmadapatdilakukandenganmenggunakan gasrok atau
cangkul kecil bertangkai panjang. Penyiangan dengan gasrok selain membuang gulma juga
dapat digunakan untuk menggemburkan tanah dan perbaikan sistem perakaran
tanamansalibu.

3.6 Analisa Biaya Usaha Tani Padi Salibu


Biaya produksi usahatani padi salibu dan tanam pindah (pembanding) adalah jumlah
biaya sarana produksi dan biaya upah. Biaya produksi usahatani padi sistem salibu sebesar
Rp 7.224.000 lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya produksi usahatani sistim tanam
pindah sebesar Rp 8.800.000. Produksi yang dicapai oleh sistem salibu lebih besar (6400 kg
gkg/ha) dibanding sistem tanam pindah (5500 kg gkg/ha) dengan harga gabah Rp 3800/kg
maka penerimaan yang diperoleh dari usahatani sistem salibu juga lebih besar yaitu Rp
24.320.000 dibandingkan sistem tanam pindah yaitu Rp 20.900.000. Sehingga keuntungan
yang diperoleh dari usahatani padi salibu lebih besar yaitu Rp 17.096.000 dibandingkan
sistem tanam pindah Rp 12.100.000 (Tabel 3.2).
Dikemukakan oleh Erdiman (2012) bahwa budidaya salibu dapat menghemat biaya
operasional penanaman karena tidak lagi memerlukan benih baru dan tidak melalui proses
persemaian, pengolahan lahan atau bajak dan penanaman. Dari Tabel 3.2. dapat dilihat bahwa
rata –rata keuntungan selama satu kali musim tanam usahatani padi salibu adalah Rp.
17.096.000,-/musim dan padi tanam pindah sebesar Rp 12.100.000/musim, yang diperoleh
dari selisih antara rata-rata penerimaan dengan rata-rata total biaya. Selisih keuntungan Rp
4.996.000 (41%) lebih besar daripada budidaya padi tanam pindah.
Nilai B/C ratio padi salibu yaitu sebesar 2,36/musim lebih besar daripada tanam pindah
sebesar 1,37/musim, nilai ini diperoleh dari hasil bagi antara rata-rata pendapatan usahatani
padi salibu dengan dengan rata-rata total biaya usahatani tersebut. Dari kriteria yang
digunakan adalah jika B/C ratio ≥ 1 usahatani padi salibu dan tanam pindah layak
diusahakan, karena nilai B/C ratio budidaya padi salibu lebih besar daripada B/C ratio
budidaya padi tanam pindah maka dapat dikatakan bahwa usahatani padi salibu yang
dilakukan layak untuk diusahakan. Nilai B/C ratio ini menggambarkan bahwa setiap 1 rupiah
pengeluaran dalam usahatani padi salibu yang dilakukan tersebut menghasilkan 2,36 satuan
pendapatan.
Tabel 3.2. Analisa ekonomi usahatani padi salibu dan tanampindah
No Uraian Jumlah (Rp)
Salibu Tanam pindah
A Biaya upah
1 Membajak (2x) - 900.000
2 Menggaru (1 x) - 300.000
3 Menyemai - 150.000
4 Mencabut bibit dan tanam - 800.000
5 Memotong batang 600.000 -
6 Menyiang - 800.000
7 Membenamkan jerami 300.000 -
8 Memupuk 200.000 200.000
9 Panen 4.864.000 4.180.000
Jumlah 1 5.964.000 7.330.000
B Biaya saprodi
Benih - 300.000
Pupuk Urea 360.000 270.000
Pupuk Ponska 900.000 900.000
Jumlah 2 1.260.000 1.470.000
C Total pengeluaran 7.224.000 8.800.000
D Penerimaan
Hasil tanam pindah (5,5 ton/ha) - 20.900.000
Hasil salibu (6,4 ton/ha) 24.320.000 -
E Keuntungan bersih 17.096.000 12.100.000
B/C 2,36 1,37
Sumber : Erdiman (2012)

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teknologi budidaya salibu merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
padi dengan peningkatan indeks pertanaman. Budidaya salibu dengan pemangkasan batang
padi setelah panen sehingga akan menghemat biaya produksi, karena tidak perlu lagi
melakukan pengolahan tanah, persemaian dan tanam, sehingga rentang waktu produksi lebih
pendek. Budidaya ini secara tidak langsung juga dapat menanggulangi keterbatasan varietas
unggul. Faktor yang mempengaruhinya yaitu;
1) tinggi pemotongan batang sisa panen,
2) varietas yang digunakan,
3) kondisi air tanah setelah panen, dan
4) pupuk.
Kemudian prosedur budidaya padi salibu adalah :
1) Pemangkasan batang padi,
2) Penjarangan dan penyisipan tanaman,
3) pemupukan,
4) Pemberian fito hormon,
5) Pengendalian gulma,
6) pengendalian hama dan penyakit tanaman dan
7) Panen
Teknologi padi salibu dapat meningkatkan produktivitas lahan serta meningkatkan
indeks panen (Ip) dari 2 menjadi 3, dari 3 menjadi 4 kali panen dalam 1 tahun. Dari potensi
teknologi padi salibu dapat meningkatkan produktivitas lahan (table 2) dan secara ekonomi
meningkatkan pendapatan petani.
Keuntungan budidaya padi teknologi salibu adalah umur relative lebih pendek (80-90%
dari tanaman induknya), kebutuhan air lebih sedikit, biaya produksi lebih rendah setara Rp. 2
s/d 2,5 juta/ha sekali panen karena penghematan pada pengolahan tanah,tanam dan
penggunaan benih, serta dapat menanggulangi keterbatasan benih suatu daerah. Ketika tenaga
kerja terbatas, budidaya padi teknologi salibu akan membantu percepatan produksi dibanding
tanaman pindah.

DAFTAR PUSTAKA
http://distan.karawangkab.go.id/sites/default/files/pdf/SALIBU.pdf
http://padisalibusatu.blogspot.com/2013/07/laporan-tugas-akhir-politeknik.html
https://lsmorganik.files.wordpress.com/2016/03/teknologi-padi-salibu.pdf
http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/publikasi/prosiding_1_2017/02.supa
rwotobudidayapadisalibu.pdf
http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/metodetanam/Salibu.pdf
http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-berita/info-teknologi/pengertian-umum-
varietas-galur-inbrida-dan-hibrida
https://indonesiabertanam.com/2016/03/06/teknologi-salibu-tanam-padi-sekali-panen-lebih-
tiga-kali/

Anda mungkin juga menyukai