Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SISTEM REPRODUKSI ORANGUTAN

Oleh:

MUHAMAD NIJAM
NIM. 2126061

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT , atas rahmat dan karunia-
Nya yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.

Shalawat dan salam kita hadiahkan kepada sang idola kita nabi besar
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini


penulis memohon maaf, dan meminta kritik, saran serta masukan yang bisa
membuat makalah ini menjadi lebih baik .

Terima kasih

Pasir Pengaraian, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan Makalah .............................................................................. 2
BAB I PEMBAHASAN
A. Sejarah Orangutan .......................................................................................... 3
B. Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) ............................................................ 3
C. Deskripsi Morfologis Orangutan Borneo ....................................................... 4
D. Reproduksi Orangutan..................................................................................... 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orangutan merupakan satu-satunya dari empat taksa kera besar yang hidup
di Asia, sementara tiga kerabatnya yang lain, yaitu; gorila, chimpanzee dan
bonobo hidup di benua Afrika. Terdapat dua jenis orangutan, yaitu orangutan
Sumatra (Pongo abelii) yang penyebarannya terbatas pada bagian utara Sumatera
dan orangutan Borneo (Pongo pygmaeus), yang masih terdapat di beberapa
tempat yang merupakan kantong-kantong habitat di Sabah dan Sarawak terutama
di daerah rawa gambut serta hutan dipterokarp dataran rendah di bagian barat
daya. Kalimantan antara Sungai Kapuas dan Sungai Barito (propinsi Kalimantan
Barat dan Kalimantan Tengah), serta sebelah timur Sungai Mahakam ke arah
utara (provinsi Kalimantan Timur dan Sabah). Indonesia memiliki posisi yang
sangat penting dalam konservasi orangutan di dunia, karena sebagian besar
populasi orangutan yang masih bertahan hidup hingga saat ini berada di wilayah
Republik Indonesia.
Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara
kontinyu dalam beberapa dekade terakhir akibat semakin berkurangnya hutan-
hutan dataran rendah dan dalam beberapa tahun belakangan ini penurunan
populasi yang terjadi cenderung semakin cepat. Masih terjadinya perburuan dan
perdagangan orangutan, termasuk untuk diselundupkan ke luar negeri juga
memberikan kontribusi terhadap penurunan populasi orangutan liar di alam.
Hilangnya habitat dan perburuan serta perdagangan masih merupakan ancaman
utama terhadap keberlangsungan hidup orangutan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk
melestarikan orangutan dan habitatnya dengan mengeluarkan berbagai peraturan
perundangan serta mengembangkan berbagai program kemitraan dengan sektor
lain dan pemangku kepentingan lainnya. Bersama dengan seluruh pemangku
kepentingan terkait, termasuk para ahli orangutan nasional maupun internasional,
pemerintah juga telah menyusun Strategi dan Rencana. Aksi Konservasi

1
Orangutan 2008 – 2017 untuk mendukung upaya konservasi orangutan. Dimasa
mendatang, sektor industri kehutanan seperti HPH, sawit dan hutan tanaman
diharapkan dapat berperan lebih banyak untuk mendukung upaya konservasi
orangutan yang terdapat di area konsesi mereka.
Perubahan iklim di masa mendatang, diperkirakan akan menjadi ancaman
serius terhadap konservasi orangutan, terutama pada aspek ketersediaan sumber
pakan akibat terganggunya sistim perbungaan dan perbuahan pohon yang menjadi
sumber pakannya karena adannya kenaikan suhu dan curah hujan. Ancaman lain
adalah hilang serta rusaknya habitat akibat terjadinya kebakaran hutan yang dipicu
oleh gejala perubahan iklim. Kebakaran hutan tahun 1997/1998 yang diketahui
dipicu oleh gejala El Nino telah menjadi pemicu menurunnya kualitas habitat
orangutan serta menimbulkan banyak korban orangutan dalam jumlah yang
signifikan. Gejala perubahan iklim pada periode tahun itu juga diketahui telah
mempengaruhi pola perbungaan dan perbuahan pohon hutan di hutanhutan
Kalimantan, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan berbagai jenis satwa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, penulis mengambil rumusan
masalah adalah bagaimana sistem reproduksi Orangutan.

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
sistem reproduksi Orangutan.

2
BAB I

PEMBAHASAN

A. Sejarah Orangutan

Orangutan merupakan satu-satunya dari empat taksa kera besar yang hidup
di Asia, sementara tiga kerabatnya yang lain, yaitu; gorila, chimpanzee dan
bonobo hidup di benua Afrika. Orang utan atau orangutan, nama lainnya adalah
mawas adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan,
kadang coklat,dan habitatnya di hutan hujan tropis. Neneknya moyangnya yang
sudah punah adalah Sivapithecus. Ia hidup 7 – 13 juta tahun yang lalu. Sedangkan
leluhurnya atau leluhur manusia dan kera adalah Aegyptopithcus. Ia hidup 30 juta
tahun yang lalu. Ia diketahui yang paling tua. Ini menurut teori, kera besar lainnya
terdapat di Afrika, yaitu simpanse (Pan troglodytes), gorila (Pan gorilla) dan
banobo (Pan paniscus). Orangutan termasuk ke dalam Ordo Primata, Familia
Pongidae, dan species Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan) dan Pongo abelli
(orangutan yang terdapat di pulau Sumatera).

B. Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus)

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Primates

Family : Hominidae

Upafamili : Ponginae

Genus : Pongo

Spesies : Pongo Pigmaeus

3
Orangutan (Pongo Pigmaeus) merupakan satwa primata yang tergolong
langka. Terdapat dua jenis orangutan, yaitu orangutan Sumatra (Pongo abelii)
yang penyebarannya terbatas pada bagian utara Sumatera dan orangutan Borneo
(Pongo pygmaeus), yang masih terdapat di beberapa tempat yang merupakan
kantong-kantong habitat di Sabah dan Sarawak terutama di daerah rawa gambut
serta hutan dipterokarp dataran rendah di bagian barat daya. Kalimantan antara
Sungai Kapuas dan Sungai Barito (propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah), serta sebelah timur Sungai Mahakam ke arah utara (provinsi Kalimantan
Timur dan Sabah). Indonesia memiliki posisi yang sangat penting dalam
konservasi orangutan di dunia, karena sebagian besar populasi orangutan yang
masih bertahan hidup hingga saat ini berada di wilayah Republik Indonesia.

C. Deskripsi Morfologis Orangutan Borneo


Orangutan Borneo termasuk keluarga kera besar dan merupakan mamalia
arboreal terbesar. Satwa ini memiliki rambut panjang berwarna merah gelap
kecoklatan, dengan warna wajah mulai dari merah muda, merah hingga hitam.
Berat orangutan Borneo jantan dewasa mencapai 50 - 90 kg dan tinggi badan 1,25
- 1,5 m. Sementara jantan betina memiliki berat 30 - 50 kg dan tinggi 1 m. Pelipis
seperti bantal yang dimiliki oleh orangutan Borneo jantan dewasa membuat wajah
satwa ini terlihat lebih besar. Akan tetapi, tidak semua orangutan Borneo jantan
dewasa memiliki pelipis seperti bantal.

4
D. Reproduksi Orangutan
Musfarayani (2008) menyatakan bahwa orangutan betina sudah matang
secara seksual pada umur 7 tahun dan siap bereproduksi pada usia 14 tahun,
namun demikian berdasarkan informasi di Bukit Lawang ditemukan orangutan
betina telah bereproduksi pada umur 11 tahun, dengan lama kehamilan rata-rata
254 hari (8 bulan, 20 hari). Selanjutnya Meijaard et al., (2001) menjelaskan bahwa
setiap kelahiran hanya menghasilkan satu bayi dengan jarak kelahiran 6-9 tahun.
Dalam suatu kasus orangutan betina dewasa dapat mengambil anak angkat dari
anak orangutan lain dan tidak membedakan cara mengasuhnya baik pada anak
kandung atau anak angkatnya (Supriatna & Edy, 2000). Menurut Van Schaik
(2006) orangutan dalam kehidupannya melewati tahapan bayi, anak-anak, remaja,
pradewasa, dewasa dan tua. Meskipun tahapannya bisa dilihat dengan nyata,
transisi itu sendiri berlangsung secara berangsur-angsur dan sangat lama yang
dapat mencapai 50 sampai 60 tahun.
Orangutan jantan sudah matang secara seksual pada umur 11 tahun dan
tumbuh ke arah sempurna pada umur 15 tahun yang ditandai dengan mulai
tumbuhnya bantalan pipi yang lebar pada bagian muka (Waliyati, 2004). Galdikas
(1978) menyatakan bahwa orangutan jantan dewasa sering mengeluarkan seruan
panjang, yaitu suara yang dikeluarkan berulang-ulang dan dapat terdengar dari
jarak jauh yang memiliki peranan penting dalam reproduksi yaitu berfungsi untuk
merangsang perilaku seks pada betina atau melarang jantan lain untuk masuk ke
dalam wilayahnya. Seruan panjang orangutan Kalimantan dapat terdengar hingga
sejauh lebih dari 2 km, serta terdengar memukau dan menakutkan (Djarubito,
1994) menjelaskan bahwa reproduksi orangutan dilakukan dengan fertilisasi
internal yaitu adanya organ intromitten (penis pada jantan dan vagina pada
betina).
Untuk mendukung kehidupan satwa liar diperlukan satu kesatuan kawasan
yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik dalam makanan, air, udara
bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak maupun tempat untuk
mengasuh anak-anaknya. Kawasan tersebut terdiri dari komponen abiotik maupun

5
biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup
yang disebut habitat (Alikodra, 2002).
Primata ini sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropik yang
menjadi habitatnya. Dimana hutan tropik yang menjadi habitatnya harus
menyediakan beragam tumbuhan buah yang menjadi sumber pakan utamanya
sehingga primata ini dapat bertahan hidup. Selain buah orangutan juga memakan
bagian lain dari tumbuhan seperti bunga, daun muda, kulit kayu, beberapa
tumbuhan yang dihisap getahnya dan berbagai jenis serangga. Dengan demikian
pembukaan hutan tropik sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasinya.
Di Kalimantan, orangutan kehilangan lebih dari separuh habitatnya, dimana dari
areal hutan seluas ± 415.000 km2 saat ini tersisa seluas ± 165.000 km2 (±
39,76%), sedangkan di Sumatera, dari areal hutan seluas ± 89.000 km2 saat ini
yang tersisa seluas ± 23.000 km2 (± 25,84%) (Supriatna & Edy, 2000) Walker
(1983) memperkirakan bahwa pada zaman Pleistosen orangutan terdapat di
sebagian besar hutan dataran rendah Asia Tenggara. Selanjutnya Van Schaik
(2006) menyatakan bahwa hasil penemuan fosil tulang dan gigi menampakkan
pongo berahang masif, yang jelas memakan benda-benda keras. Yang
memperlihatkan wilayah ekspansinya membentang di Indochina dan Sunda
(Daratan Laut Cina Selatan). Luas total penyebaran selama pertengahan Pleistosen
ini mungkin mencapai 1,5 juta km2. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran
orangutan sangat luas pada zaman purbakala karena pola ekspansi orangutan
ditentukan oleh faktor bentuk daratan dan aliran sungai, distribusi hutan dan
invasi manusia ke habitatnya. 2.5 Distribusi Orangutan.
Orangutan hidup di dataran rendah sampai hutan pegunungan dataran
tinggi. Umumnya hidup di hutan primer dan hutan sekunder, dari hutan rawa
sampai hutan perbukitan. Namun saat ini karena kerusakan habitat aslinya,
mereka dapat ditemukan di pinggiran ladang, perkebunan atau dekat
perkampungan masyarakat (Payne, 2000; Supriatna & Edy, 2000). Di Sumatera
orangutan masih ditemukan pada lereng gunung dengan ketinggian lebih dari
1.500 meter di atas permukaan laut (dpl) khususnya jantan dewasa, sedangkan di

6
Kalimantan orangutan tidak ditemukan pada ketinggian 500 m dpl (Groves, 2001;
Rijksen & Meijaard dalam Wich et al., 2009).
Populasi terbesar orangutan terdapat pada ketinggian 200-400 m di atas
permukaan laut yang biasa didominasi pohon dari famili Dipterocarpaceae.
Kepadatan tertinggi dapat mencapai 2 individu/km2, sedangkan kepadatan di
hutan perbukitan hanya 1 ekor per km2 (Payne ,1988; Van Scaik & Azwar, 1991).
Meijaard et al., (2001) menjelaskan bahwa orangutan tidak tersebar merata
menurut waktu dan lokasi di suatu kawasan. Keadaan ini disebabkan karena kera
besar tersebut menghabiskan waktunya untuk menjelajah dan mencari makanan,
sehingga terkadang menetap di lokasi yang sama sekali belum pernah didatangi.
Antara mencari makan dan membuat wilayah baru selalu dilakukan setiap harinya
sampai ke jenis hutan yang berbeda.
Penyebaran Orangutan Sumatera terbatas hanya di bagian Utara Sumatera
sampai ke Aceh (Wich et al., 2009). Selanjutnya Van Schaik et al., (1994)
menjelaskan bahwa batas sebaran Orangutan Sumatera hanya diketahui pada
beberapa kelompok populasi yang berbeda yaitu :
1) Populasi Singkil, merupakan populasi orangutan yang hidup pada kawasan
terlindungi di Singkil Barat yang merupakan hutan rawa. Gangguan yang sedang
terjadi di kawasan ini adalah perusakan habitat.
2) Populasi Sembala-Dolok Sembelin, merupakan suatu populasi orangutan di
kawasan hutan produksi. Gangguan yang mengancam populasi orangutan di
daerah ini adalah rusaknya habitat. Universitas Sumatera Utara
3) Populasi Kawasan Ekowisata Leuser Barat. Daerah penyebaran orangutan ini
merupakan kawasan hutan konservasi yang berbatasan dengan Gunung Leuser di
bagain Utara dan Barat Laut. Kawasan ini merupakan habitat populasi orangutan
terbesar.
4) Populasi Kawasan Ekosistem Leuser Timur, merupakan suatu populasi
orangutan di kawasan konservasi yang sub-populasinya di bagian Utara dan
Selatan dipisahkan oleh jalan raya Kutacane-Blangkejeren. Bagian Utara dari
populasi ini terdiri dari Taman Nasional dan daerah yang tersisa dari Tamiang
(yang merupakan hutan produksi). Menuju ke Timur terdapat sub-populasi kecil

7
yang dipisahkan oleh Sungai Wampu. Batas Utara populasi ini tidak diketahui
tetapi masih terdapat hutan yang tidak terganggu di sebelah Utara dan Timur Laut
Blangkejeren.
5) Diduga masih terdapat satu populasi lagi di sebelah Barat dari Takengon, akan
tetapi informasi yang diperoleh belum jelas.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Orangutan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama
kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia.
Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orangutan
dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun. Kebergantungan orangutan pada
induknya merupakan yang terlama dari semua hewan, karena ada banyak hal yang
harus dipelajari untuk bisa bertahan hidup, mereka biasanya dipelihara hingga
berusia 6 tahun.
Orangutan berkembangbiak lebih lama dibandingkan hewan primata
lainnya, orangutan betina hanya melahirkan seekor anak setiap 7-8 tahun sekali.
Umur orangutan di alam liar sekitar 45 tahun, dan sepanjang gidupnya orangutan
betina hanya memiliki 3 keturunan seumur hidupnya. Dimana itu
berarti reproduksi orangutan sangat lambat.

9
DAFTAR PUSTAKA

PPHT-UNMUL 2006. Prosiding Membedah Orangutan. Bedah buku dan


lokakarya penyusunan rencana aksi penyelamatan orang-utan dan
habitatnya di Kalimantan Timur. Samarinda, 14-15 Juni 2006.

Respon WWF atas Dugaan Pembantaian Orangutan di Kabupaten Kutai


Kartanegara, Kalimantan Timur, terdapat di
:http://www.facebook.com/notes/wwf-indonesia/respon-wwf-atas-
dugaanpembantaian-orangutan-di-kabupaten-kutai-kartanegara
kali/10150292159239364. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2015.

Save Orangutan, terdapat di : http://harris-maulana.blogspot.com/2011/12.html.


diunduh pada tanggal 23 Oktober 2015.

Jatna, Supriatma. 2008. Melestarikan Alam Indonesia.Jakarta.: Yayasan Obor


Indonesia.

http://faunaindo.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-orang-utan-orangutan-
adalah.html.Diakses pada tanggal 23 Oktober 2015.

http://dunia-fauna-pusrefil.blogspot.co.id/2013/01/orangutan.html. Diakses pada


tanggal 23 Oktober 2015.

http://blog.zakwannur.com/2014/02/teori-evolusi-manusia-bukan-berasal.html.
Diakses pada tanggal 23 Oktober 2015.

http://orangutan.or.id/ID/orangutan/about-orangutan/. Diakses pada tanggal 23


Oktober 2015.

10

Anda mungkin juga menyukai