Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun dan inflamasi yang

berarti sistem imun menyerang sel sehat tubuh, kemudian menyebabkan

pembengkakan yang menimbulkan rasa nyeri pada bagian sendi (Heidari, 2011).

Rheumatoid arthritis biasannya menyerang di bagian sendi tangan, pergelangan

tangan dan lutut. lapisan sendi menjadi meradang, menyebabkan kerusakan pada

jaringan sendi, kerusakan jaringan ini dapat menyebabkan rasa sakit yang

berlangsung lama atau kronis, tidak stabil (kurang seimbang) dan mengalami

kerusakan (cacat). Rheumatoid arthritis juga dapat mempengaruhi jaringan lain di

seluruh tubuh, menyebabkan masalah pada paru-paru, jantung dan mata (Center

for Disease Control and Prevetion, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO) 2016 terdapat 335 juta

penduduk dunia mengalami rheumatoid arthritis. Angka ini diprediksi akan terus

meningkat 25% di tahun 2025, prevalensi dunia yang tinggi yaitu terjadi di bagian

Eropa dan Asia (Taja, 2011). Prevalensi rheumatoid arthritis berdasarkan

diagnosis nakes di Indonesia (2013) berjumlah 11.9% dan berdasarkan diagnosis

atau gejalanya 24.7%.

Perempuan mesti sedikit khawatir, sebab penyakit ini sering diderita oleh

wanita dibanding pria, terutama di atas 40 tahun. Akan tetapi, penyakit ini juga

bisa menyerang orang dewasa muda, remaja, bahkan anak-anak. Penyakit ini

memiliki gejala yang khas, yaitu rasa nyeri dan kekuan sendi yang memburuk,

1
biasanya di pagi hari setelah bangun tidur. Bagian sendi yang terserang bisa

bengkak, memerah, dan terasa hangat ketika disentuh.

Fisioterapi memegang peranan penting dalam memulihkan kondisi gerak dan

fungsi dari gangguan yang dialami pasien, seperti impairment body and structure,

activity limitation, hingga participation restriction. Maka dari itu untuk mengatasi

hal tersebut, intervensi fisioterapi dapat berupa modalitas seperti ultrasound untuk

memperbaiki jaringan yang rusak dan merileksasikan otot, lalu pemberian latihan

ROM aktif dan pasif yang berguna untuk menambah luas gerak sendi aktif, serta

latihan penguatan dan latihan fungsional tangan pun diberikan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kasus Rhematoid Arthritis pada Wrist Joint

1. Definisi

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya

belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada

beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan

penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik, dan progresif.

Sebagian besar kasus perjalanannya kronik kematian dini (Rekomendasi

Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014).

Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi,

dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang

pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun

dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan,

sehingga terjadi pembengkakan, nyeri, dan seringkali menyebabkan

kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriani, 2015).

3
2. Anatomi biomekanik wrist joint

Gambar 2.1 (Anatomi hand/wrist)

Wrist joint atau sendi pergelangan tangan tersusun atas radiocarpal joint,

midcarpal joint, dan intercarpal joint. Dibentuk oleh tulang distal radius,

scaphoideum, lunatum, triquetrum, pisiform, trapezium, trapezoideum,

capitatum, dan hamatum. Sedangkan hand komplek terdiri atas

carpometacarpal I-V, metacarpophalangeal I-V, dan interphalangeal I-V.

Terdiri atas ligamen yaitu ulnar collateral ligament dan radial collateral

ligament. Untuk jari-jari tangan atau finger, tersusun atas carpometacarpal

joint, dan metacarpophalangeal joint.

4
Tabel 2.1 (ROM wrist joint)

Fleksi-Ekstensi 0o-75o
Ulnar deviasi 0o-35o
Radial deviasi 0o-20o
Tabel 2.2 (ROM finger)

MCP joint 0o-90o


MCP joint, hyperekstensi Up to 45o
Proximal IP joint, fleksi 0o-100o
Distal IP joint, fleksi 0o-80o
Tabel 2.3 (ROM thumb)

IP joint fleksi 0o-80o


IP joint ekstensi 0o-20o
MCP joint fleksi 0o-55o
MCP joint ekstensi (pasif) 0o-5o
Carpo-matacarpal abduksi 0o-20o
Carpo-matacarpal fleksi 0o-15o
Tabel 2.4 (Otot penggerak wrist)

Fleksi wrist/ Dorso fleksi Ulnar deviasi Radial deviasi


palmar fleksi
M.fleksor carpi M.ekstensor carpi M.fleksor carpi M.fleksor carpi
ulnaris radialis longus ulnaris radialis
M.fleksor carpi M.ekstensor carpi M.ekstensor carpi M.ekstensor carpi
radialis radialis brevis ulnaris radialis longus
M.palmaris longus M.ekstensor carpi M.ekstensor carpi
ulnaris radialis brevis
M.fleksor M.ekstensor M.abductor
digitorum digitorum pollicis longus
profundus
M.fleksor M.ekstensor M.ekstensor
digitorum indicis pollicis longus et
superficialis brevis
M.fleksor pillicis M.ekstensor digiti
longus minimi
M.ekstensor
pollicis longus et
brevis

5
Tabel 2.5 (Otot penggerak finger)

Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi


M.fleksor M.ekstensor M.dorsal M.palmar
digitorum digitorum interossei interossei
superficial et
profundus
M.fleksor digiti M.ekstensor M.abduksi digiti
minimi brevis indicis minimi
M.interossei M.oppnens digiti
minimi
M.lumbricals

Tabel 2.6 (Otot penggerak thumb)

Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi Oposisi


M.fleksor M.ekstensor M.abduktor M.adductor M.opponens
pollicis longus pollicis longus pollicis longus pollicis pollicis
et brevis et brevis et brevis
M.abduktor
pollicis longus

Tabel 2.7 (Fungsi tangan)

Fleksi finger Gerak cupping (arkus Gerak yang dapat


tangan) memperbaiki fungsional
Ekstensi finger Flattening (datar) tangan
Mekanisme ekstensor
Menghasilkan gerak clawing pada finger
Ekstensi Proksimal Interphalangeal dan Distal Interphalangeal secara bersamaan
membentuk flattening tangan

Tabel 2.8 (Pola menggenggam dan memegang)

Power grip Pola precision


Cylindrical grip Pad-to-pad
Spherical grip Tip-to-tip Pola kombinasi
Hook grip Pad-to-side prehension
Lateral prehension

6
Tabel 2.9 (Analisa gerak)

Radial deviasi Ligamen


15O ROM
lebih terbatas collateral
Radial radiocarpal
dari ulnar medial
deviasi Midcarpal = 8O ROM
deviasi karena menjadi
joint memberi midcarpal
proc.styloideus tegang
kontribusi
radii lebih
terhadap luas Ligamen
45O ROM panjang ke
ROM wrist collateral
radiocarpal arah distal
Ulnar deviasi joint lateral
= 15O ROM daripada
menjadi
midcarpal proc.stylodeus
tegang
ulna
Ligamen
50O ROM
posterior
radiocarpal
Palmar fleksi radiocarpal
= 35O ROM
menjadi
midcarpal
Midcarpal tegang/terulur
joint memberi Ligamen
peran yang anterior
35O ROM
besar radiocarpal
radiocarpal
Dorso fleksi dan
= 50O ROM
ulnocarpan
midcarpal
menjadi
tegang/terulur
3. Etiologi

Beberapa analisis genomik menunjukkan bahwa etiologi rheumatoid

arthritis dipengaruhi faktor regulasi imun yang menjadi predisposisi

penyakit ini, seperti seleksi sel T, presentasi antigen, atau perubahan dalam

afinitas peptida, yang secara autoreaktif memicu respon imun adaptif. Salah

satu faktor imunologi yang telah lama diketahui adalah adanya human

leukocyte antigen (HLA)-DRB1 yang ditemukan pada pasien dengan

temuan faktor rheumatoid atau ACPA positif.

Terdapat beberapa faktor risiko yang telah diketahui berhubungan

dengan etiologi rheumatoid arthritis, seperti:

7
a. Genetik

Kerentanan terhadap rheumatoid arthritis berkaitan dengan

hipervariabilitas alel DRβ1, yang dikenal sebagai kerentanan epitope.

Selain itu, 70% pasien memiliki korelasi genetika pada HLADR4

dibandingkan kelompok kontrol dengan peningkatan risiko rheumatoid

arthritis sebesar 4 hingga 5 kali lipat. Gen lain yang terlibat dalam

perjalanan penyakit ini adalah protein tyrosine phosphatase 22 (PTPN

22) lokus TRAF1/C5, 6q23, 4q27, CD40, dan CCL21 pada populasi

Kaukasia, serta peptidyl arginasedeiminase (PADI-4), FCRL3,

dan SLC22A4 yang meningkatkan risiko timbulnya rheumatoid arthritis

dua kali lipat terutama pada populasi Asia.

b. Infeksi

Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, Proteus

sp., dan Escherichia coli berkaitan dengan risiko timbulnya rheumatoid

arthritis secara langsung serta melalui produknya seperti heat-shock

proteins. Salah satu mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya

induksi faktor rheumatoid, yang merupakan autoantibodi berafinitas

tinggi yang melawan Fc pada imunoglobulin.

Secara khusus, rheumatoid arthritis berhubungan dengan penyakit

periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh Porphyromonas

gingivalis yang dapat memicu sitrulinisasi protein.

8
A. Usia dan Jenis kelamin

Risiko rheumatoid arthritis lebih besar dua hingga tiga kali lipat

pada wanita dibandingkan pria serta ditemukan pada usia lanjut dengan

rata-rata usia awal 43 tahun. Keadaan ini berhubungan dengan kondisi

hormonal seperti titer dehidroepoandrosteron, estradiol, dan testosteron.

c. Lingkungan

Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR

pada rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-sitrulinasi

positif (salah satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin

modifikasi pada paru). Paparan terhadap rokok, dan beberapa faktor

lingkungan lainnya, dapat memicu mekanisme yang mempercepat

deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada autoantigen yang terdapat

dalam paru melalui up - regulation aktivitas peptidylarginine –

deiminase makrofag yang diaktifkan saat apoptosis. Pada reumatoid

artritis dengan ACPA negatif, obesitas meningkatkan risiko insiden

melalui pengaruh adipokin sebagai agen pro-inflamasi. Sebagai contoh,

visfatin mengaktivasi leukosit dan melindunginya dari apoptosis.

Obesitas juga meningkatkan kerusakan struktural sendi pada pasien

dengan rheumatoid arthritis serta menurunkan respon terapi dengan

agen anti-TNF.

4. Patofisiologi

Patofisiologi rheumatoid arthritis ditandai dengan adanya peradangan

dan hiperplasia sinovial, produksi autoantibodi (faktor rheumatoid dan

9
antibodi protein anti-citrullinated [ACPA]), serta kerusakan tulang dan/atau

tulang rawan serta tampilan sistemik yang dapat menimbulkan gangguan

kardiovaskular, paru, psikologis, dan skeletal. Penyebab pasti dari keadaan

ini masih belum diketahui namun RA melibatkan interaksi yang kompleks

antara faktor genetik, faktor lingkungan, dan beberapa faktor predisposisi.

Pada patofisiologi rheumatoid arthritis, terjadi migrasi sel inflamasi

yang dipicu oleh aktivasi endotel pada pembuluh darah mikro sinovial yang

meningkatkan ekspresi molekul adhesi (termasuk integrin, selektif, dan

anggota superfamili imunoglobulin) dan kemokin serta menimbulkan

proliferasi leukosit pada kompartemen sinovial.[3] Keadaan ini sebagian

besar melibatkan sistem imun adaptif dan dimediasi oleh sel T-helper tipe 1

(Th-1). Terjadi aktivasi makrofag oleh sitokin Th-1, seperti interferon-g

(IFN-g), interleukin 12 (IL-12), dan IL-18, yang menyebabkan aktivasi sel

T oleh antigen presenting cells. Makrofag juga dapat diaktivasi melalui

kontak langsung dengan sel T, kompleks imun, atau produk bakterial di

cairan sinovial. Aktivasi makrofag ini melepaskan beberapa sitokin dan

mediator inflamasi seperti interleukin, faktor nekrosis tumor

(TNF), transforming growth factor-β (TGF-β), fibroblast growth

factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan interferon (IFN-α

dan IFN-β).

Respon Jaringan Mesenkimal: Pada keadaan normal, sinovium terdiri

dari sel sinovial seperti fibroblas yang berasal dari jaringan mesenkimal

(FLS; fibroblast-like synoviocytes). Pada RA, terjadi semi-otonomi regulasi

10
FLS dengan perluasan lapisan membran, tingginya ekspresi sitokin dan

kemokin terkait, molekul adhesi, matriks metalloproteinase (MMP),

dan tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMP). Keadaan ini

menyebabkan destruksi kartilago di area tersebut, memperpanjang inflamasi

sinovial dan menimbulkan kondisi yang kondusif dalam pertahanan sel T,

sel B, dan sistem imun adaptif.

Perubahan lingkungan mikrosinovial diikuti dengan reorganisasi

arsitektural sinovial yang mendalam dan aktivasi fibroblas lokal

menyebabkan penumpukan jaringan inflamasi sinovial pada rheumatoid

arthritis. Terjadi hiperplasia sinovium yang terasa sebagai pembengkakan di

sekitar sendi yang kemudian menyebar dari daerah sendi ke permukaan

tulang rawan. Penyebaran ini menyebabkan kerusakan pada sinovium dan

tulang rawan serta menghalangi masuknya gizi ke dalam sendi sehingga

tulang rawan menjadi menipis dan nekrosis.

Interaksi berkesinambungan antara sel dendritik, sel B, dan sel T

utamanya terjadi di kelenjar getah bening dan menimbulkan respon

autoimum terhadap protein yang mengandung sitrulin. Umpan balik positif

yang dimediasi oleh interaksi antara leukosit, fibroblas sinovial, kondrosit,

osteoklas, dan produk destruksi serta ketidakseimbangan antara sitokin pro-

dan anti-inflamasi menimbulkan kronisitas dalam perjalanan penyakit

rheumatoid arthritis.

Perkembangan perjalanan rheumatoid arthritis terbagi dalam lima fase,

yaitu:

11
 Fase I: interaksi antara faktor genetika dan lingkungan

 Fase II: produksi autoantibodi, seperti RF dan anti-CCP

 Fase III: gejala arthralgia dan kekakuan sendi tanpa disertai bukti

klinis arthritis

 Fase IV: artritis pada satu atau dua sendi, yang dapat bersifat intermiten

dan disebut sebagai palindromic rheumatism

 Fase V: timbulnya tampilan klasik RA

Peningkatan reaktan fase akut sebagai akibat dari proses inflamasi

merupakan faktor risiko independen kardiovaskular melalui peningkatan

aktivasi endothelial dan menjadikan plak ateromatosa tidak stabil. Sitokin

juga menyebabkan resistensi insulin pada otot dan jaringan adiposa pada

sindrom ‘metabolik inflamatori’.

Perubahan Sistemik Rheumatoid Arthritis: Selain itu, perubahan

sistemik lainnya yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas inflamasi

pada rheumatoid arthritis dapat terjadi pada:

 Sistem serebrovaskular: penurunan fungsi kognitif

 Sistem hepatika: peningkatan respon fase akut dan penyakit anemia

kronis

 Sistem pernapasan: radang dan penyakit fibrotik pada paru

 Sistem endokrin: sindrom Sjogren sekunder

 Sistem muskuloskeletal: sarkopenia dan osteoporosis pada tulang aksial

dan apendikular

 Sistem limfatik: limfoma

12
5. Gambaran Klinis

Pada tahap awal, seorang yang memiliki rheumatoid artritis mungkin

tidak memperlihatkan gejala yang khas, tetapi biasanya sudah ada keluhan

nyeri sendi meski dirasa belum terlalu mengganggu. Penyakit ini biasanya

muncul secara perlahan, namun dalam beberapa minggu hingga beberapa

bulan keluhan yang muncul akan semakin mengganggu. Sebab, akan

semakin banyak sendi yang mengalami peradangan. Gejala rheumatoid

artritis yang perlu diketahui karena berisiko menghambat aktivitas, maka

sudah sepantasnya lebih waspada dengan penyakit yang menyerang sendi

ini. Berikut ini adalah gejala yang akan muncul pada tahap awal ketika

seseorang mengalaminya.

a. Nyeri sendi

Nyeri sendi yang berhubungan dengan rheumatoid artritis adalah rasa

sakit yang berdenyut dan sering dirasakan lebih buruk di pagi hari atau

setelah aktivitas terhenti. Rasa nyeri biasanya muncul di tangan, kaki

dan kedua lutut.

b. Kekakuan sendi

Sendi yang terkena rheumatoid artritis bisa terasa kaku. Pada orang yang

menderita penyakit ini akan kesulitan mengepalkan atau membengkokkan

jari sepenuhnya. Seperti nyeri sendi, kekakuan sering kali lebih parah di

pagi hari atau setelah penderita berhenti beraktivitas. Kondisi ini bisa

berlangsung lebih lama dari 30 menit.

13
c. Pembengkakan

Penyakit rheumatoid artritis adalah penyakit autoimun, oleh karena itu

rentan menyebabkan kerusakan pada sendi. Lapisan sendi yang terkena

rheumatoid artritis akan meradang, sehingga dapat menyebabkan sendi

membengkak dan menjadi panas. Pada bagian sendi yang bengkak,

jaringan kapsul yang melapisi sendi atau disebut sinovium dan tulang

lunak yang melapisi sendi akan mengalami kerusakan. Peradangan dari

jaringan sinovium yang berlebihan akan membengkak, yang dalam dunia

medis disebut dengan pannus. Selain itu, kondisi ini juga disertai

penghancuran tulang rawan, tulang, tendon, ligamen, dan pembuluh

darah.

d. Kemerahan pada bagian sendi

Akibat peradangan, sendi yang terkena rheumatoid artritis akan menjadi

merah. Selain itu, sendi yang berwarna kemerahan karena rusak ini

menandakan adanya infeksi sendi. Karena terjadi infeksi, penderita akan

mengeluhkan adanya rasa nyeri dan kesulitan bergerak.

e. Nodul reumatoid

Nodul rheumatoid adalah benjolan keras yang muncul pada bagian

subkutan (yaitu di bawah kulit). Sekitar 20 persen pasien dengan

rheumatoid artritis mengalaminya. Nodul ini biasanya terjadi pada sendi

yang mengalami trauma, seperti sendi jari dan siku. Terkadang nodul ini

dapat terjadi di tempat lain seperti bagian belakang tumit dan dapat

menyebabkan rasa sakit.

14
B. Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Luas Gerak Sendi

Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan

untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program

intervensi terapeutik. Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan

oleh otot atau pun gaya ekternal lain dalam ruang geraknya melalui

persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada

persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul

sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.

Range of motion (ROM) diukur dalam rentang gerak aktif (AROM)

dan rentang gerak pasif (PROM). AROM didefinisikan sebagai rentang

gerak ketika seseorang menggunakan kekuatan otot untuk mempengaruhi

gerakan pada sendi.

Sementara PROM adalah rentang gerak yang dicapai ketika pemeriksa

menerapkan kekuatan eksternal ke anggota tubuh seseorang. Perbedaan

antara AROM dan pengukuran PROM menunjukkan perlekatan tendon,

kelemahan (kekuatan menurun relatif terhadap jaringan artikular yang ketat),

keterlibatan saraf, atau nyeri.

Untuk memperoleh tingkat keakuratan yang baik, pengukuran ROM

dapat dilakukan dengan menggunakan goniometer yang terdiri dari dua

lengan lurus yang berpotongan dan membentuk sudut sesuai derajatnya.

15
Gambar 2.2 (Hiperekstensi dan Fleksi
metacapophalangeal)

Gambar 2.3 (Fleksi dan Ekstensi wrist)

Gambar 2.4 (Radial dan Ulnar deviasi)

2. Pengukuran kekuatan otot

Pasien yang telah mengalami cidera, operasi, atau penyakit tertentu

akan mengalami kelemahan otot. Kekuatan otot merupakan kemampuan

dari otot untuk berkontraksi dan menghasilkan gaya. Pengukuran yang

digunakan adalah Manual Muscle Testing. Dalam pemeriksaan MMT,

fisioterapis akan menggerakkan bagian tubuh tertentu dan pasien akan

diminta menahan dorongan tersebut, lalu nilai akan dicatat. Penilaian

kekuatan otot mempunyai rentang 0-5 (Nilai 0 tidak ada kontraksi atau

tonus otot sama sekali; nilai 2 terdapat kontraksi tapi tidak ada gerakan

sama sekali; nilai 3 mampu melakukan gerakan namun belum bisa melawan

gravitasi; nilai 4 mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat

melawan tahanan sedang; nilai 5 mampu melawan tahanan maksimal).

16
C. Intervensi Fisioterapi

1. Ultrasound Dhythermi (USD)

Sebagai modalitas pengobatan yang telah digunakan oleh terapis selama

50 tahun terakhir untuk mengobati luka jaringan lunak. Gelombang ultrasonik

(gelombang suara frekuensi tinggi) yang diproduksi dengan cara getaran

mekanis dari transduser dari mesin USD. Transduser ini kemudian bergerak

di atas permukaan kulit di daerah yang cedera. Digunakan gel khusus yang

diletakkan pada kulit untuk menghindari kontak dengan udara.

Ketika gelombang ultrasonik lurus dari transduser ke dalam kulit yang

menyebabkan getaran di sekitar jaringan, terutama mengandung kolagen.

Getaran yang meningkat ini menyebabkan produksi panas dalam jaringan.

Pada kebanyakan kasus, hal ini tidak dapat dirasakan oleh pasien sendiri.

Peningkatan suhu ini dapat menyebabkan peningkatan ekstensibilitas struktur

seperti ligamen, tendon, jaringan parut, dan kapsul fibrosa sendi. Selain itu,

pemanasan juga dapat membantu untuk mengurangi rasa sakit dan kejang otot

dan meningkatkan proses penyembuhan.

Tabel 2.10 (Panjang gelombang USD)

Frekuensi 1 MHz 3 MHz


Jaringan lunak -+ 1,5 mm -+ 3 mm
Jaringan keras (tulang) -+ 3 mm -+ 1 mm

Tabel 2.11 (Intensitas USD)

Rendah Sedang Kuat


>0,3 W/cm2 0,3-1,2 W/cm2 1,2-3 W/cm2

17
Efek Biologis

Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang merupakan refleks

fisiologis dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas. Efek biologis yang

ditimbulkan oleh ultrasound antara lain :

1) Meningkatkan sirkulasi darah

Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasound adalah panas sehingga

tubuh memberikan reaksi terhadap panas tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi,

hal tersebut disebabkan oleh :

a) Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan yang merupakan

konsekuensi dari sel-sel tubuh yang rusak sebagai akibat dari mekanisme

vibrasi

b) Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau bermielin tebal.

Iritasi ini mengakibatkan terjadinya post excitatory depression dalam

aktivitas orthosympatik

2) Rileksasi Otot

Dengan adanya efek panas maka akan mengakibatkan vasodilatsi

pembuluh darah sehingga terjadi perbaikan sirkulasi darah yang

mengakibatkan rileksasi otot. Hal ini disebabkan oleh karena zat-zat

pengiritasi diangkut oleh darah disamping itu efek vibrasi ultrasound

mempengaruhi serabut afferent secara langsung dan mengakibatkan rileksasi

otot.

18
3) Meningkatkan Permeabilitas Membran

Melalui mekanisme getaran gelombang ultrasound maka cairan tubuh

akan didorong ke membran sel yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion

sehingga mempengaruhi nilai ambang dari sel-sel.

4) Mempercepat proses penyembuhan jaringan

Dengan pemberian ultrasound akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi

pembuluh darah sehingga meningkatkan suplai bahan makanan pada jaringan

lunak dan juga terjadi peningkatan antibody yang mempermudah terjadinya

perbaikan jaringan yang rusak. Disamping itu akibat dari efek panas dan efek

mekanik yang ditimbulkan oleh ultrasound menyebabkan terjadinya

kerusakan jaringan secara fisiologis yang mengakibatkan terjadinya reaksi

radang yang diikuti oleh terlepasnya “P” substance, prostaglandin, bradikin

dan histamine yang mengakibatkan terangsangnya serabut saraf bermyelin

tipis sehingga timbul rasa nyeri. Namun dengan terangsangnya “P” substance

tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga

mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami cedera.

Reaksi “P” substance bersama neurotransmitter lainnya seperti histamine,

bradikinin dan prostaglandin merupakan kelompok senyawa amin yang ikut

berperan dalam reaksi radang yang terjadi oleh karena adanya kerusakan

jaringan akibat trauma atau stimulus mekanik, stimulus elektris maupun

stimulus kimia. Reaksi “P” substance tersebut dapat bersifat vascular dan

reaksi seluler yang pada prinsipnya memacu induksi proliferasi fibroblast

pada fase pembentukan jaringan kollagen muda sebagai proses regenerasi

19
awal yang dimulai sejak 24-30 jam pertama. “P” substance juga merupakan

salah satu neurotransmitter yang sangat bermanfaat bagi dimulainya proses

regenerasi jaringan. Pada fase akut nocisensorik akan teriritasi oleh reaksi

kimia akibat “P” substance di sekitar lesi. Dengan demikian maka pada fase

akut suatu peradangan akan ditandai dengan nyeri yang hebat.

5) Mengurangi Nyeri

Nyeri dapat dikurangi dengan menggunakan ultrasound, selain

dipengaruhi oleh efek panas juga berpengaruh langsung pada saraf.Hal ini

disebabkan oleh karena gelombang pula dengan intensitas rendah sehingga

dapat menimbulkan pengaruh sedative dan analgesi pada ujung saraf afferent

II dan IIIa sehingga diperoleh efek terapeutik berupa pengurangan nyeri

sebagai akibat blockade aktivitas pada HPC melalui serabut saraf tersebut.

2. Latihan ROM

a. Active ROM

Tabel 2.12 (Indikasi)

Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
Pada saat pasen memiliki kelemahan otot dan tidak dapat
menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan AROM
AROM dapat digunakan untuk program latihan aerobik
AROM digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas di atas dan
dibawah daerah yang tidak dapat bergerak
Tabel 2.13 (Sasaran)

Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat


Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
Membantu kelancaran sirkulasi
Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta
difusi persendian

20
Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran
gerak dari kontrol gerak volunter.
Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot yang
terlibat.
b. Passive ROM

Tabel 2.14 (Indikasi)

Pada daerah di mana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila


dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak
aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma,
kelumpuhan atau bed rest total
3. Strengthening

Merupakan latihan penguatan yang dilakukan pada otot atau grup

otot yang mengalami penurunan kekuatan otot. Penguatan otot dilakukan

dengan memberikan pembebanan kepada otot-otot tertentu untuk

memelihara dan mencegah penurunan massa otot. Manfaat dari latihan

penguatan ini adalah untuk meningkatkan kekuatan otot, memberikan

pengaruh baik pada proses remodeling jaringan, mengurangi stress pada

persendian, dan peningkatan keseimbangan gerak.

21
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Nama : Ny. Kr

Usia : 44 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Gowa

Agama : Islam

Diagnosa medis : Rheumatoid Arthritis

B. Anamnesis Khusus

Keluhan utama : Kekakuan pada sendi jari-jari, sulit ditekuk

Lokasi keluhan : Jari-jari tangan kanan

Penyebab : Tidak diketahui

RPP : Pasien adalah ibu rumah tangga yang sebelumnya aktif

menggunakan tangan dalam kegiatan memasak dan

menyulam dengan intensitas cukup sering dan

bertahun-tahun.

Riwayat penyakit : Hipertensi(-), kolesterol(-), asam urat(-), diabetes(-)

Vital sign

 Tekanan darah : 110/80 mmHg

 Denyut nadi : 74x/menit

22
 Pernapasan : 22x/menit

 Temperatur : 36 oC

 VAS : 2 (Nyeri ringan)

C. Inspeksi

Statis :Tangan kanan lebih besar dari tangan kiri (ada bengkak).

Dinamis :Jari-jari tangan kanan kesulitan fleksi. Jika satu jari

difleksikan, jari lain mengikut. Ada nyeri pada persendian

ketika difleksikan.

Palpasi :Tidak ada nyeri bila ditekan

D. Pemeriksaan Fungsi Dasar

Gerakan Aktif Pasif


Fleksi wrist 0-80 (Terbatas) 0-90 (Normal)
Ekstensi wrist 0-60 (Terbatas) 0-70 (Normal)
Radial deviasi 0-15 (Terbatas) 0-20 (Normal)
Ulnar deviasi 0-45 (Terbatas) 0-55 (Normal)
MCP I 0-0-80 (Terbatas) 0-0-90 (Normal)
MCP II 0-0-70 (Terbatas) 0-0-90 (Normal)
MCP III 0-0-80 (Terbatas) 0-0-90 (Normal)
MCP IV 0-0-85 (Terbatas) 0-0-90 (Normal)
MCP V 0-0-85 (Terbatas) 0-0-90 (Normal)

E. Pemeriksaan spesifik

1. Kekuatan otot (MMT)

Kanan Kiri
Fleksor wrist 4 5
Ekstensor wrist 3 5
Radial deviasi 3 5
Ulnar deviasi 3 5
MCP I 3 5
MCP II 3 5
MCP III 3 5
MCP IV 3 5
MCP V 3 5

23
2. Pola menggengam

Lateral prehension Mampu


Hook grip Kesulitan
Spherical grip Mampu
Cylindrical grip Kesulitan
Side to side prehension Mampu
Tip to tip prehension Kesulitan
Pad to pad prehension Kesulitan

F. Problematik Fisioterapi

1)Impairment

- Kekakuan sendi metacarpophalangeal tangan kanan

- Nyeri saat sendi MCP digerakkan fleksi dan kembali ekstensi

- Keterbatasan ROM pada semua gerakan aktif sendi pada tangan kanan

- Tangan kanan lebih besar dari tangan kiri (pembengkakan)

- Kelemahan pada semua otot penggerak sendi tangan kanan

2)Activity limitation

Kesulitan dalam menggenggam dan memegang barang

3)Participation restriction

Tidak mampu beraktivitas sosial yang memiliki hubungan dengan penggunaan

tangan

Diagnosa: Kekakuan sendi pada tangan kanan akibat rheumatoid arthritis

24
G. Tujuan Intervensi

Jangka Pendek

-Mengurangi kekakuan sendi metacarpophalangeal tangan kanan

-Mengurangi nyeri pada saat gerakan fleksi dan ekstensi MCP joint

-Meningkatkan kekuatan otot penggerak semua gerakan pada tangan kanan

-Meningkatkan luas gerak sendi pada sendi tangan kanan


Jangka Panjang

Mencegah deformitas atau perubahan bentuk tulang pembentuk tangan dan

membantu memaksimalkan kemampuan fungsional tangan dalam kegiatan

melibatkan gerakan menggenggam dan memegang.

H. Intervensi Fisioterapi

1) Ultrasound

Tujuan: Meningkatkan sirkulasi darah, membantu pemulihan jaringan yang

rusak, merileksasikan otot, dan mengurangi nyeri

F : 1 MHz

I : 1 W/cm2

T : 10 menit

T :Gel diberikan pada permukaan kulit sendi MCP, lalu transduser

diletakkan pada lokasi yang sama dan menetap, dipindah-pindahkan bila

pasien merasa ngilu.

25
2) Latihan ROM

Tujuan: Meningkatkan luas gerak sendi

F : Setiap kali pasien datang

I : 3 set

T : 8 detik/gerakan

T :Gerakan aktif oleh pasien dan pasif oleh fisioterapis pada persendian

tangan kanan.

3) Strengthening

Tujuan: Meningkatkan kekuatan otot yang mengalami kelemahan

F : Setiap kali pasien datang

I : 3 set

T : tahan 10 detik/gerakan

T :fisioterapis menggerakkan secara pasif persendian otot yang mau

dikuatkan, lalu meminta pasien untuk menahan gerakan tersebut.

4) Latihan ADL (menggenggam dan memegang)

Tujuan: Mengembalikan fungsional tangan

F :Tiap kali pasien datang

I : 1 set

26
T : 8 kali tiap pola

T :Mengajarkan dan meminta pasien melakukan pola gerakan power grip

dan precision.

I. Evaluasi

15 Oktober 2019 25 Oktober 2019


Nyeri gerak 2 2
ROM Terbatas pada semua gerakan aktif Belum ada perubahan
MMT Nilai otot 3 pada semua gerakan Belum ada perubahan
kecuali fleksi nilai 4

27
BAB IV

PENUTUP

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun dan inflamasi yang

berarti sistem imun menyerang sel sehat tubuh, kemudian menyebabkan

pembengkakan yang menimbulkan rasa nyeri pada bagian sendi (Heidari, 2011).

Rheumatoid arthritis biasannya menyerang di bagian sendi tangan, pergelangan

tangan dan lutut. Lebih sering menyerang kaum wanita usia di atas 40 tahunan,

namun tidak menutup kemungkinan menyerang orang muda.

Pada laporan kasus yang mengangkat rheumatoid arthritis pada sendi tangan

yang merupakan pasien di RS Khusus Daerah Dadi Kota Makassar. Maka dari itu

dilakukan pemeriksaan dan pemberian intervensi sebanyak dua kali sesuai jumlah

kedatangan pasien tersebut selama praktek klinik di RSKD Dadi. Intervensi yang

diberikan berupa pengaplikasian modalitas ultrasound untuk memperbaiki

jaringan dan merileksasikan otot dengan harapan kekakuan yang dirasakan pasien

berkurang, selain itu diterapkan latihan ROM aktif dan pasif untuk menambah

luas gerak sendi aktif, serta strengthening guna memperkuat otot yang lemah.

Pada pertemuan terakhir sebelum laporan ini dibuat, dilakukan evaluasi

pemeriksaan, namun belum ditemukan peningkatan dari pertemuan pertama.

Sebagai home program, pasien diminta untuk mengulangi gerakan yang diajarkan

fisioterapis ketika sedang tidak menjalani proses fisioterapis di rumah sakit.

28
Daftar Pustaka

Levangie, P.K.,Norkin, C. C. (2001). Joint Structure and Function (3rd ed). New
Delhi: India

Neumann, D.A. (2002). Kinesiologi of The Musculoskeletal System. Missouri: St.


Louis

Etiologi Rheumatoid Arthritis (dr. Aghnia Jolanda Putri)


http://www.alomedika.com, diakses pada 28 Oktober 2019, 19.00 WITA

Patofisiologi Rheumatoid Arthritis (dr. Aghnia Jolanda Putri)


http://www.alomedika.com, diakses pada 28 Oktober 2019, 19.17 WITA

Kenali Tanda dan Gejala Rheumatoid Arthritis http://klikdokter.com diaskes pada


28 Oktober 2019, 19.22 WITA

Pengukuran Gerak Sendi Tubuh Manusia (Range of Motion)


https://hendrianchaniago.com diakses pada 28 Oktober 2019, 19.45 WITA

29

Anda mungkin juga menyukai