Anda di halaman 1dari 5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Ginjal berbentuk seperti kacang dengan sisi cekung
menghadap ke medial. Bagian cekung disebut sebagai hilus renalis yang di
dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain seperti pembuluh darah,
sistem limfatik, dan sistem saraf. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke ginjal
adalah arteri renalis dan vena renalis. Ginjal mendapatkan persarafan melalui
pleksus renalis. Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan
medula ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat
berjuta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medula ginjal
yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang
mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urine (Purnomo, 2011).

Gambar 2.1
Anatomi Ginjal (Adam, 2007)

Ginjal memiliki fungsi penting bagi tubuh, yaitu mengeluarkan konstituen


plasma yang tidak dibutuhkan di urine sementara menahan bahan-bahan yang
bermanfaat bagi tubuh. Fungsi ini dijalankan ginjal melalui tiga proses dasar yaitu
(1) filtrasi glomerulus, perpindahan non-diskriminatif plasma bebas-protein dari
darah ke dalam tubulus; (2) reabsorbsi tubulus, pemindahan selektif konstituen
tertentu di filtrat kembali ke dalam darah kapiler peritubulus; (3) sekresi tubulus,
perpindahan sangat spesifik bahan-bahan tertentu dari darah kapiler peritubulus ke
dalam cairan tubulus. Segala sesuatu yang difiltrasi tetapi tidak direabsobsi akan
diekskresikan sebagai urine (Sherwood, 2014).
Setiap hari tidak kurang dari 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus
dan menghasilkan urine sebanyak 1-2 liter. Selain itu, ginjal memiliki beberapa
fungsi lain yang tidak kalah penting seperti mengontrol hormon aldosterone dan
ADH (anti diuretic hormone) yang mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur
metabolisme ion kalsium dan vitamin D, serta menghasilkan beberapa hormon
seperti renin yang berperan mengatur tekanan darah, eritropoetin yang berperan
dalam pembentukan sel darah merah, dan hormon prostaglandin yang berguna
dalam berbagai mekanisme tubuh (Purnomo, 2011).

2.2 Definisi Ruptur Ginjal


Ruptur ginjal adalah kerusakan pada parenkim ginjal yang pada umumnya
disebabkan oleh ruda paksa atau trauma yang datang dari luar. Laserasi bisa
meliputi laserasi ringan yang tidak mencapai pielum, yang disertai robekan pielum
dan yang total dengan kerusakan meliputi seluruh parenkim ginjal (Setiawan et
al., 2015). Menurut Dorland (2010) ruptur ginjal merupakan robek atau koyaknya
jaringan ginjal secara paksa.

2.3 Epidemiologi
Trauma ginjal terjadi pada sekitar 1-5% seluruh kejadian trauma dan pada
sekitar 10% pasien trauma abdomen. Data dari United State of America (USA)
memperkirakan bahwa sekitar 245.000 cedera ginjal terjadi setiap tahun di dunia,
dan sekitar 80% disebabkan trauma tumpul (Summerton, 2014). Trauma ginjal
signifikan (derajat II hingga derajat V) terjadi hanya sekitar 5,4% dari seluruh
kasus trauma ginjal. Sebesar 72–93% dari kasus trauma ginjal terjadi pada laki-
laki dan lebih sering terjadi pada populasi muda dengan usia sekitar 31-38 tahun
(Erlich & Kitrey, 2018). Pada anak-anak lebih mudah terjadi ruptur ginjal, terkait
dengan ukuran ginjal anak yang relatif besar, lebih bersifat mobile dan perirenal
fat yang minim (Blair, 2011).
2.4 Etiologi
Ruptur ginjal dapat disebabkan oleh trauma yang datang dari luar. Trauma
dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, dan cedera iatgonik. Trauma tumpul
dapat terjadi akibat kekerasan yang diberikan pada tubuh tanpa menyebabkan
adanya luka terbuka. Penyebab trauma tumpul adalah pukulan langsung (akibat
olahraga, kekerasan), tekanan (akibat pekerjaan industrial seperti terperangkap di
dalam alat-alat berat), atau deselerasi (kecelakaan motor atau jatuh dari ketinggian
yang signifikan) (Blair, 2011). Trauma tajam dapat berupa tikaman/tusukan atau
luka tembak pada daerah abdomen atas ataupun pinggang. Pada trauma tajam baik
berupa trauma tusukan maupun trauma tembus oleh peluru perlu dipikirkan untuk
kemungkinan melakukan eksplorasi. Cedera iatrogenik dapat terjadi akibat
tindakan operasi, pielografi retrogad, nefrostomi perkutan, litotripsi perkutan, dan
biopsi ginjal (Purnomo, 2011).
Etiologi ruptur ginjal juga dapat dibedakan menjadi cedera atau trauma
ginjal secara: (1) langsung, akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau
(2) tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal
yang tiba-tiba di dalam rongga peritoneum (Purnomo, 2011). Kehamilan juga
dapat menyebabkan ruptur ginjal secara spontan terutama pada ginjal kanan. Hal
ini dapat terjadi dengan atau tanpa didahului proses patologis pada ginjal. Namun,
hal ini memang jarang terjadi (Lo, 2007).

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya ruptur ginjal berbeda–beda sesuai dengan etiologi
atau penyebabnya. Pada trauma tumpul terjadi goncangan ginjal akibat kekuatan
perlambatan dan percepatan (deceleration and acceleration). Goncangan ginjal di
dalam rongga retroperitonium dapat menyebabkan regangan pedikel ginjal
sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan
memicu terbentuknya bekuan darah yang dapat menimbulkan trombosis arteri
renalis beserta cabangnya. Kekuatan percepatan menyebabkan tabrakan antara
ginjal dengan unsur-unsur di sekitarnya seperti tulang rusuk dan vertebra dan
menyebabkan cedera pada parenkim ginjal dan pembuluh darah (Erlich & Kitrey,
2018). Sedangkan pada trauma tajam atau tembus, misalnya diakibatkan oleh
peluru akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar karena peluru menghasilkan
energi yang besar ke jaringan. Proyektil peluru akan membentuk kavitas ekspansif
sementara yang kemudian hancur dan membentuk gaya geser (shear force) dan
kerusakan di area yang jauh lebih besar daripada saluran proyektil itu sendiri
(Summerton, 2014).

2.6 Klasifikasi
Berdasarkan American Association for the Surgery of Trauma (AAST)
derajat cedera ginjal diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 1. Derajat cedera ginjal menurut AAST
Derajat Deskripsi Cedera
1 Kontusio Hematuria mikroskopik atau gross, studi urologi
normal
Hematoma Hematoma subkapsular yang tidak meluas tanpa
laserasi parenkim ginjal
2 Hematoma Hematoma perirenal yang tidak meluas.
Laserasi Laserasi korteks ginjal dengan kedalaman <1 cm
tanpa ekstravasasi urin
3 Laserasi Laserasi korteks >1 cm tanpa ruptur sistem
pengumpul (duktus kolektifus) dan tanpa
ekstravasasi urin
4 Laserasi Laserasi parenkim ginjal meluas melalui korteks
ginjal, medulla, dan sistem pengumpul (collecting
system)
Vaskuler Cedera arteri atau vena segmental dengan
hematoma atau laserasi pembuluh darah parsial atau
trombosis pembuluh darah
5 Laserasi Shattered kidney
Vaskuler Avulsi hilum ginjal yang menyebabkan
devaskulerisasi ginjal

Anda mungkin juga menyukai