Anak merupakan individu yang tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang somatis, maupun dalam bidang psikologis. Seorang anak bukanlah miniatur orang dewasa. Dengan demikian, maka tidak boleh dilupakan bahwa gangguan jiwa pada anak bisa timbul sewaktu kepribadiannya sedang berkembang serta gangguan jiwa itu mungkin merupakan refleksi penyimpangan dalam perkembangan itu sendiri (Willy F & Maramis, 2009). Gangguan psikiatri tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tapi juga dapat terjadi pada anak-anak. Dalam menghadapi berbagai masalah anak, psikiatri anak tidak dapat terlepas dari sifat- sifat dan hakekat anak dan masa anak itu sendiri. Salah satu gangguan psikiatri pada anak adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi, dengan frekuensi lebih sering dan intensitas lebih berat dibandingkan dengan anak-anak seusianya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). GPPH di dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-3 (PPDGJ-III) disebut sebagai Gangguan Hiperkinetik (Maslim, 2013). Pada beberapa kasus di Amerika Serikat, ADHD ditemukan pada 4-12% di antara anak sekolah, dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki. Sekitar 30- 80% kasus menunjukkan ADHD menetap sampai masa remaja bahkan sampai dewasa. Oleh karena itu perlu diketahui sejak dini gejala ADHD pada anak, agar dapat dilakukan penanganan dan terapi oleh para orang tua di rumah (Wood 2007). Gejala ADHD ini harus terlihat di berbagai tempat berbeda. Misalnya di rumah, di sekolah, di tempat rekreasi, sehingga di dalam mendiagnosis diperlukan kecermatan dan ketelitian dari pakar atau ahli (dalam hal ini psikolog anak) terhadap sikap dan tingkah laku anak pada tempat yang berbeda. Bahkan bukan tidak mungkin gejala ADHD ini mirip dengan gejala autis, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil diagnosis gangguan pada anak. Para orang tua biasanya melakukan konsultasi kepada dokter atau psikiater, namun observasi sesaat oleh psikiater atau psikolog saja ada peluang gagal untuk menentukan apakah anak mengalami ADHD atau tidak. Oleh karena itu untuk mengetahui gejala ADHD ini harus mengandalkan informasi dari guru di sekolah atau orang tua di rumah, sehingga perlu dikembangkan Sistem Pakar Diagnosis ADHD pada Anak Usia Sekolah (SPDAPA) yang dapat membantu para orang tua dalam mendeteksi lebih dini ADHD pada anak.