Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan pada genitalia eksternal sangat menggangu bagi penderita terutama untuk
orang tua penderita, yang secara tak sadar telah menggangu emosional mereka, baik dari segi
struktur alat reproduktif ini dan mungkin juga akibat yang akan ditimbul digenerasi masa
depan mereka. Pada janin laki-laki, tubercle memperbesar untuk membentuk penis lipatan
genital menjadi batang dari penis dan lipatan labioscrotal memadukan untuk membentuk
scrotum. Pembentukan terjadi selama 12-16 minggu kehamilan dan testicular hormon yang
berperan besar dalam keadaan ini. Testosterone dan metabolite aktifnya, dihydrotestosterone,
menentukan stabilisasi dan pembentukan penuh genitalia internal dan eksternal. Kelainan
pada fase ini dapat menyebabkan kelainan kongenital yang dapat berpengaruh besar pada
perkembangan fisik maupun psikologis dari si anak sendiri maupun orang tua mereka.
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakantindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan,
cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai
cedera atau trauma lahir.Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis.
Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan
adekuat.
Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari
pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi, tindakan anestesi dan
pembedahan serta perawatan pasca operasi. Penatalaksanaan perioperatif yang baik akan
meningkatkan keberhasilan penanganan kelainan bayi dan anak.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Apa pengertian dan penyebab dari Fimosis?

2.

Bagaimana patofisiologi dan komplikasi dari fimosis?

3.

Apa gejala dan komplikasi dari fimosis?

4.

Apa pengertian dan penyebab dari parafimosis?

5.

Bagaimana patofisiologi dan komplikasi dari parafimosis?

6.

Apa gejala dan komplikasi dari parafimosis?

7.

Apa pengertian dan penyebab dari hipospadia?

8.

Bagaimana patofisiologi dan komplikasi dari hipospadia?

9.

Apa gejala dan komplikasi dari hipospadia?

10.

Apa pengertian dan penyebab dari striktur uretra?

11.

Bagaimana patofisiologi dan komplikasi dari striktur uretra?

12.

Apa gejala dan komplikasi dari striktur uretra?

13. Apa pengertian dan penyebab varikokel?


14.

Bagaimana patofisiologi dan koimplikasi dari varikokel?

15. Apa gejala dan komplikasi dari varikokel?


16. Apa pengertian dan penyebab hidrokel?
17.

Bagaimana patofisiologi dan komplikasi dari hidrokel?

18. Apa gejala dan komplikasi dari hidrokel?

1.3 Tujuan
1.

Mengetahui tentang penyakit fimosis

2 Mengetahui tentang penyakit parafimosis


3 .Mengetahui tentang penyakit hipospadia
4. Mengetahui tentang penyakit striktur uretra

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FIMOSIS
2.1.1 Definisi Fimosis
Fimosis adalahpenyempitan pada prepusium.Kelainan ini juga menyebabkan
bayi/anak sukar berkemih.Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium
menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
(Ngastiyah.2005)
Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan
dan kesakitan saat kencing.Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi
kemungkinantimbulnya infeksi pada uretha kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.( wafi nur.2010). Sedangkan parafimosis
merupakan kebalikan dari fimosis dimana kulit preputium setelah ditarik ke belakang batang
penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula (ke depan batang penis) sehingga penis
menjadi terjepit.
fimosis dan parafimosis yang didiagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis
yang belum disunat (disirkumsisi, circumcision) atau telah dikhitan namun hasilnya kurang
baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya
tersering pada masa bayi dan remaja.
2.1.2 Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan
penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada
kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir,
atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.
1.

Konginetal (fimosis fisiologis)

Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi
normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat
pada glans penis dan tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses

keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium
sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis.
2.

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)

Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang buruk, peradangan kronik
glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium

(forceful

retraction)

pada fimosis

kongenital

yang

akan

menyebabkan

pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
2.1.3 Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah
antara preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang
dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium
dan perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal..
Pada bayi, preputium normalnya melekat pada glans tapi sekresi materi subaseum
kental secara bertahap melonggarkannya.Pada usia 3 tahun, sebagian besar prepusium sudah
dapat di retraksi. Namun pada sebagian anak, perpusium tetap lengket pada glans penis,
sehingga ujung perpusium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat menggangu fungsi
miksi.
Tapi karena adanya komplikasi sirkumsisi, juga dimana terlalu banyak prepusium
tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yng timbul di bawah prepusium yang
berlebihan.Sehingga pada akhirnya, prepusium menjadi melekat dan fibrotik kronis di bawah
prepusium dan mencegah retraksi.
2.1.4 Gejala dan Komplikasi Fimosis
Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit
preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi
besarnya lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa
adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni.
Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau
nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.

Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi
(membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya
seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya).Indikasi
medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.
Tanda dan gejala fimosis diantaranya :
1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air
kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih.Hal tersebut disebabkan oleh karena urin
yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis
sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar.Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga
6.Bisa juga disertai demam
7.Iritasi pada penis.
Komplikasi
1.Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2.Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi
sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
kerusakan pada ginjal.
7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.
2.1.5 Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul
kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang

buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau
penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang
membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit
preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi
besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa
adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni.
Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau
nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.
Fimosis kongenital seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama
dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai
fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta
menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit
preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit
preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan
alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan
berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan
lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air
seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit
preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan
kulit preputiurn tanpa memotongnya).Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa
sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun, tetapi kadang orang tua tidak
tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat di coba dengan melebarkan lubang
prepusium dengan cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan
terjadi luka. Untuk mencengah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut
dioleskan salep antibiotic.Tindakan ini mula-mula di lakukan oleh dokter.Melakukannya
seperti yang di lakukan dokter.Selanjutya di rumah orang tua di minta melakukanny seperti
yang dilakukan dokter, tetapi jangan smpai di paksakan.
Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting
kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia
pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat

retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang
sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika
terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak
dianjurkan.Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari
penis.
Phimosis yang di sertai balaniits xerotica obliterans dapat di berikan salep
deksamethasone, 0,1% yang di oleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6 minggu
pemberian, preputium dapat di retraksi spontan. Sebagai pilihan terapi konservatif dapat
diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak
dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat
dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun

2.2

PARAFIMOSIS

2.2.1

Definisi Prafimosis
Parafimosis merupakan kebalikan dari fimosis dimana kulit preputium setelah ditarik

ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula (ke depan batang penis)
sehingga penis menjadi terjepit.
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus koronarius tidak
dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus
koronarius.

2.2.2

Etiologi Parafimosis
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat

bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter.


2.2.3

Epidemiologi Parafimosis
Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang belum

disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya kurang baik. Fimosis
dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering pada
masa bayi dan remaja.

2.2.4

Patogenesis Parafimosis
Parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik kulit preputium ke

belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk mengembalikannya lagi
ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau saat memasang selanguntuk
berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis. Kulit preptium yang tidak bias kembali
ke depan batang penis akan menjepit penis sehingga menimbulkan bendungan aliran darah
dan pembengkakan (edema) glans penis dan preputium, bahkan kematian jaringan penis
dapat terjadi akibat hambatan aliran darah pembuluh nadi yang menuju glans penis.

2.2.5

Tata Laksana Parafimosis


Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat

glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya.Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada
jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses
inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi. Walaupun demikian,
setelah parafimosis diatasi secara darurat, selanjutnya diperlukan tindakan sirkumsisi secara
berencana oleh karena kondisi parafimosis tersebut dapat berulang atau kambuh kembali
2.3 HIPOSPADIA
2.3.1 Definisi Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana
muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands
penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke
proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk
kurvatur yang disebut chordee (Ngastiyah, 2005)
Berdasarkan dari pengertian diatas hipospadia yaitu suatu kelainan bawaan sejak lahir
dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis.
2.3.2

Etiologi Hipospadia
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapaetiologi dari hipospadia

telah dikemukakan, termasuk faktor genetik,endokrin, dan faktor lingkungan. Sekitar 28%
penderita ditemukan adanya hubungan familial.

Beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone-hormone yang dimaksud di sini adalah
hormone androgen yangmengatur organogenesis kelamin (pria). Pembesaran
tuberkel genitaliadan perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari
kadar testosteron selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi
sejumlah testosteron, atau biasa juga karena reseptor hormoneandrogennya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukupakan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja
tidak akanmemberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperandalam
sintesis hormone androgenandrogen converting enzyme(5alpha-reductase) tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadikarena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebutsehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan danzat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Hipospadia sering disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada
penderita hipospadia. Kelainan yang sering menyertai hipospadia adalah :
1.
2.
3.
4.
2.3.3

Undescensus testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum)


Hidrokel.
Mikophalus / mikropenis4.
Interseksualitas.

Klasifikasi Hipospadia
1. Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan atau di anterior:
- Hipospadia Glandular yaitu lubang kencing sudah berada pada kepala penis
-

hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya


HipospadiaSubcoronal yaitu lubang kencing berada pada sulcus coronarius

penis (cekungan kepala penis).


2. Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di tengah:
- Hipospadia Mediopenean yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah
-

dari batang penis.


Hipospadia Peneescrotal yaitu lubang kencing terletak di antara buah zakar

(skrotum) dan batang penis.


3. Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior

Hipospadia Perineal yaitu lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar
(skrotum).

2.3.4
1.
2.
3.
4.

2.3.5

Gejala Hipospadia
Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
Penis melengkung ke bawah
Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
Jika berkemih, anak harus duduk.

Komplikasi Hipospadia
1. Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas,
nekrosis flap, dan edema.
2. Komplikasi lanjut
a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis
yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya
hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut
tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi
b. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama
c. Fistula uretrocutaneus, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi
satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5 10%
d. Adanya rambut dalam uretra yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas
e. Striktur uretra, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut
g. Residual chordee / rekuren chordee, akibat dari rilis chordee yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.

2.3.6

Penatalaksanaan Hipospadia
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini

bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang
normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat

usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Anak yang menderita hipospadia
hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang
akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak
menyatu pada penderita hipospadia.

2.4 STRIKTUR URETRA


2.4.1 Pengertian Striktur Uretra
Struktur urethra adalah penyempitan atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya
obstruksi (long,1996).
Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik
(jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994)
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
v infeksi,
v trauma internal maupun eksternal pada urethra
v kelainan bawaan dari lahir

2.4.2 Etiologi Striktur Uretra


Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Striktur urethra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars membranase, sifat
striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan dengan anomalia
sakuran kemih yang lain
b. Striktur urethra traumatik

Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena instrumen, infeksi,
spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur sambungan atau oleh
pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya terjadi pada daerah kemaluan dapat menimbulkan
ruftur urethra, Timbul striktur traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih
progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan adanya hematuria gross
c. Struktur akibat infeksi
Struktur ini biasanya sissebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat daripada
striktur traumatik
2.4.3 Gejala Klinik Striktur Uretra
Keluhan berupa kesukaran dalam kencing, Pancaran air kencing kecil, lemah,
bercabang serat menetes dan sering di sertai dengan mengejan, biasanya karena ada retensio
urin timbul gejala-gejala sistitis, gejala gejala ini timbul perlahan-perlan selama beberapa
bulan atau bertahun-tahun apabila sehari keadaannya normal kemudian satu hari timbul tibatiba pancaran kecil dan lemah tidak dipikirkan striktur urethra tapi dipikirkan kearah batu
buli-buli yang turun keurethra.
Dapat terjadinya pembengkakan dan getah/nanah daridaerah perineum,scrotom dan
kadang-kadang dapat juga didapat adanya bercak-bercak darah dicalana dalam, dicurigai
adanya infeksi sistemik.

2.4.4 Komplikasi Striktur Uretra


Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan urin
dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke
kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga
menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya6.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit
ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit), dan gagal
ginjal (jarang).

2.4.5 Penatalaksanaan Striktur Uretra


Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/
pendeknya striktur, dan kedaruratannya. Striktur uretra dapat diobati dengan melakukan
dilatasi uretra secara periodik. Dilatasi dilakukan dengan halus & hati-hati setiap 2-3 bulan.
Namun teknik seperti ini cenderung menimbulkan striktur uretra kembali.
Komplikasi striktur uretra yang ringan sangat rendah, sehingga pilihan terapi yang
dapat diberikan ialah dengan dilatasi uretra atau uretrotomi interna yang dilihat langsung.
Pada psien tertentu dengan striktura pendek, maka uretrotomi interna yang dilakukan dengan
peralatan pemotong kecil, telah memberikan hasil yang memuaskan. Bila diperlukan dilatasi
secara sering, bila ada striktura panjang atau majemuk, bila dilatasi terlalu sulit atau bila
striktura terdapat pada anak, maka intervensi bedah terbuka dapat menjadi indikasi.
Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam uretra
untuk membuka daerah yang menyempit.
2. Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan diposisikan pada
daerah striktur.
3. Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah dengan
derajat invasif yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang
untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan kamera
fiberoptik dibawah pengaruh anastesi.
4. Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu
uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki
dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti
subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa
bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan kelamin, atau jaringan preputium/ Vascularized
preputial or genital skin flaps).
5. Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah dengan
membuat saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan skrotum).
Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran
kemih. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes
kepekaan steril, maka antibiotik dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau
sefalosporin generasi ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin).
2.5 VARIKOKEL

2.5.1 Definisi Varikokel


Varikokel adalah pembesaran abnormal pembuluh darah yang berada di skrotum,
dalam hal ini pembuluh darah tersebut menuju testis. Pembuluh darah ke testis berasal dari
perut dan tentu saja turun melalui inguinal canal (kanal inguinalis) sebagai bagian dari kabel
spermatika dalam perjalanan mereka ke testis. Ke atas aliran darah di pembuluh darah
tersebut dijaga dengan katup satu-arah kecil yang mencegah aliran balik. Katup yang rusak,
atau tekanan pada vena oleh struktur di dekatnya, dapat menyebabkan pembesaran pembuluh
darah di dekat testis, yang menyebabkan pembentukan sebuah varikokel.
2.5.2 Tanda dan gejala Varikokel
Gejala varikokel diantaranya:

Terasa ada tarikan atau sakit nyeri di dalam skrotum.

Perasaan berat di testis

Atrophy (penyusutan) testis

Pembuluh darah yang membesar tampak jelas atau dapat teraba (bisa dirasakan), seperti
cacing.
2.5.3PenyebabVarikokel
Varikokel terjadi ketika katup dalam pembuluh darah sepanjang kabel spermatika
tidak bekerja dengan baik. Hal ini pada dasarnya adalah proses yang sama seperti varises,
yang umum dijumpai di kaki. Hal ini menyebabkan aliran balik darah ke dalam pampiniform
plexus (jaringan vena kecil yang banyak ditemukan pada kabel spermatika pria) dan
menyebabkan peningkatan tekanan, akhirnya menyebabkan kerusakan pada jaringan testis.
Varikokel berkembang perlahan dan mungkin tidak memiliki gejala apapun. Mereka yang
paling sering didiagnosis adalah pasien umur 15-30 tahun, dan jarang berkembang setelah
usia 40. Mereka terjadi pada 15-20% dari semua laki-laki, dan di 40% dari pria subur. 98%
dari varikokel terjadi pada sisi kiri, ini karena vena testis kiri berjalan secara vertikal ke
vena ginjal, sedangkan vena testis kanan mengalir langsung ke vena cava inferior.
Terisolasinya varikokel sisi kanan jarang terjadi.
Sebuah varikokel sekunder karena kompresi drainase vena testis. Penyakit pada
panggul atau perut merupakan masalah yang pasti ketika varikokel sisi kanan yang
didiagnosa pada pasien lebih tua dari 40 tahun. Salah satu penyebab varikokel sekunder
adalah apa yang disebut Nutcracker syndrome, suatu kondisi dimana arteri mesenterika

superior menekan vena renalis kiri, menyebabkan tekanan meningkat sehingga menimbulkan
transmisi mundur/surut ke dalam pampiniform plexus kiri. Penyebab paling umum adalah
karsinoma sel ginjal (alias hypernephroma) diikuti oleh fibrosis retroperitoneal atau adhesi.
2.5.4 Penatalaksanaan Varikokel
Sebagian besar kasus varikokel tidak menyebabkan gejala. Jika ada gejala, tidak akan
berkepanjangan. Oleh karena itu pengobatan biasanya tidak diperlukan.
Namun jika varikokel menyebabkan ketidaknyamanan, rasa sakit, penyusutan testis,
atau gangguan kesuburan, maka tindakan penanganan harus dilakukan. Tindakan penanganan
ini bisa berupa mengonsumsi parasetamol sebagai pereda rasa sakit, atau menjalani prosedur
operasi.
Berikut ini adalah jenis-jenis operasi yang bisa dilakukan untuk menangani varikokel:

Embolisasi. Embolisasi dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang berukuran


mikro dengan disertai perangkat X-ray ke pembuluh vena untuk mencari bagian yang rusak
atau mengalami pembengkakan. Setelah varikokel ditemukan dan terlihat di monitor, cairan
khusus akan disalurkan ke pembuluh yang rusak melalui selang. Cairan khusus ini berfungsi
untuk menghalangi darah masuk ke pembuluh vena yang rusak dan mengalir lewat pembuluh
vena yang sehat. Efek samping setelah menjalani embolisasi bisa berupa pembengkakan atau
memar selama beberapa hari pada titik dimasukkannya selang dan risiko kecil untuk terkena
infeksi. Infeksi tersebut biasanya dapat ditangani dengan antibiotik. Mereka yang telah
menjalani prosedur ini tetap berpotensi terkena varikokel di kemudian hari.

Operasi terbuka. Pada prosedur ini, pembuluh vena yang rusak diperbaiki atau
diangkat dengan pembedahan pada bagian bawah selangkangan atau perut. Pasien yang
menjalani operasi terbuka harus dibius secara total. Efek samping setelah menjalani operasi
terbuka adalah rasa sakit ringan yang berlangsung selama beberapa hari hingga bermingguminggu. Namun pasien tidak perlu khawatir karena rasa sakit ini bisa diatasi dengan obatobatan pereda nyeri, seperti ibuprofen atau parasetamol.

2.5.5 Diagnosis Varikokel

Tergantung besarnya pembengkakan, diagnosis varikokel bisa dilakukan langsung


melalui pemeriksaan fisik biasa atau melalui tes. Jika pembengkakan cukup besar,

kemungkinan dokter dapat dengan mudah merasakan benjolan lunak di atas testis. Jika
pembengkakan lebih kecil, dokter dapat menggunakan teknik khusus dengan menyuruh
pasien berdiri, menghirup napas dalam-dalam, lalu menahannya. Melalui teknik seperti ini
dokter kemungkinan dapat merasakan adanya pembengkakan pada pembuluh vena.
Apabila melalui pemeriksaan fisik tidak dapat dipastikan, maka tes akan dilakukan.
Salah satunya adalah USG atau tes ultrasound. Pada kasus varikokel, USG dilakukan untuk
menghasilkan citra atau gambar struktur pembuluh vena secara terperinci. Melalui tes ini, tiap
hal yang diduga berkaitan dengan gejala varikokel dapat diketahui, termasuk kondisi lainnya,
seperti tumor
2.6 HIDROKEL
2.6.1 Definisi Hidrokel
Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang
menyebabkan pembengkakan lunak pada salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan
dalam pembentukan alat genitalia eksternal, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat
turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritonium mengalir melalui
saluran yang terbuka teersebut dan terperangkap didalam skrotum sehingga skrotum
membengkak. (Pramono, Budi .2008)

2.6.2 Etiologi Hidrokel


Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena belum sempurnanya
penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritonium ke prosesus vaginalis
atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi
cairan hidrokel. Pada bayi laki laki hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia
kehamilan 28 minggu, testis turun dari rongga perut bayi kedalam sskrotum, dimana setiap
testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab
sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan dikantong hidrokel.
Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis atau
epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis,

maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Hidrokel
komunikan. Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan
rongga peritonium sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum.
2.6.3 Tanda dan Gejala Hidrokel
Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang tertimbun. Bila
timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan akan sedikit membesar dan teraba
lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan dikantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Menurut letak
kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu
hidrokel testis. Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah olah mengelilingi testis
sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari. Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak
disebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong
hidrokel
2.6.4 Penatalaksanaan Hidrokel
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika
penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman, atau jika hidrokelnya
sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis. Pengobatan bisa berupa aspirasi
( pengisapan cairan ) dengan bantuan sebuah jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan
aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah
dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau
urea, untuk menyumbat/ menutup lubang dikantong skrotum sehingga cairan tidak akan
tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus diatasi dengan
pembedahan sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai
usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk
dilakukan koreksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
1)

Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah.

2)

Indikasi kosmetik.

3)

Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam

melakukan

aktifitasnya

sehari-hari.

Tindakan

pembedahan

berupa

hidrokelektomi.

Pengangkatan hidrokel bisa dilakukan anestesi umum ataupun regional ( spinal ).


Teknik Operasi
Secara singkat tehnik dari hidrokelektomi dapat dijelaskan sebagai berikut : dengan
pembiusan regional atau umum. Posisi pasien terlentang ( supinasi ). Desinfeksi lapangan
pembedahan dengan larutan antiseptik. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen
steril. Insisi kulit pada bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapis sampai tampak
tunika vaginalis. Dilakukan prepasi tumppul untuk mmeluksir hidrokel, bila hidrokelnya
besar sekali dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu. Insisi bagian yang paling
menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan teknik jaboulay: tunika vaginalis parietalis
dimarsupialisasi dan bila diperlukan diplikasi dengan benang chromic cat gut. Teknik lord:
tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan benang chromic cat gut. Luka
operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut Komplikasi operasi.
Komplikasi pasca bedah ialah pendarahan dan infeksi luka operasi Hidrokel pada bayi
biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus
vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada
atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakn untuk cairan hidrokel
adalah dengan aspirasi dan operasi.
1. Aspirasi
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi,
kadang kala dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi. Beberapa indikasi untuk melakukan
pada hidrokel adalah :
a.

Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah

b. Indikasi kosmetik
c.

Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan menganggu pasien dalam melakukan

aktivitasnya sehari hari.


2. Hidrokelektomi
Pada hidrokel kongenintal dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat opersai hidrokel, sekaligus melakukan
herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan
aneksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plokasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi. Pada hidrokel tidak
ada terapi khusus yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya

menghilang sebelum umur 2 tahun. Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi.


Pengangkatan hidrokel bias dilakukan anastesi umum ataupun regional (spinal). Tindakan
lain adalah dengan aspirasi jarum (disedot pakai jarum). Cara ini tidak begitu digunakan
karena cairan hidrokelnya akan terisis kembali. Namun jika setelah di aspirasi kemudian
dimasukkan bahan pengerut (sclerosing drug) mungkin bias menolong.
2.6.5 Komplikasi dan Prognosa Hidrokel
1. Kompresi pada peredaran darah testis
2. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna biasa menekan pembuluh darah yang menuju testis sehingga menimbulkan
atrofi testis.
3. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi
4. Sekunder Infeksi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan

dan kesakitan saat kencing.Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi
kemungkinantimbulnya infeksi pada uretha kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.( wafi nur.2010).
Sedangkan parafimosis merupakan kebalikan dari fimosis dimana kulit preputium
setelah ditarik ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula (ke depan
batang penis) sehingga penis menjadi terjepit.
hipospadia yaitu suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di
penis bagian bawah, bukan di ujung penis.
Sedangkan Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan
fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra.
Varikokel adalah pembesaran abnormal pembuluh darah yang berada di skrotum,
Sedangkan Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang
menyebabkan pembengkakan lunak pada salah satu testis.

3.2 Saran
Agar dapat mengatasi kematian bayi dan anak karena kelainan organ kongenital,
maka perlu di perhatikan adalah ketika bayi baru lahir maka harus segera diperiksa dengan
teliti kelengkapan organ- organ tubuh terutama alat kelamin sehingga kelainan kongenital
dapat segera di atasi secara dini. Selain itu hal paling dasar yang harus diperhatikan adalah
kebersihan bayi, terutama daerah bokong dan penis.

DAFTAR PUSTAKA

Sabiston, David C. 1994. Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah Bagian 2,
hal.463. EGC. Jakarta

Haws., Paulette S..2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC


Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:
EGC
Nur,Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai