Anda di halaman 1dari 170

#

Fakultas Kedokteran
Universitas lndonesia

GANGGUAN
KESEIMBANGAN
AIR-ELEKTROLIT
DAN
ASAM.BASA

Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis


dan
Tatalaksana

EDISI KE.2

Unit Pendidikan Kedokteran - Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (UPK-PKB)


FKUI 2008
dr. Yenni

Fakultas Kedokteran
universitasrndonesia
GANGGuAN
KESEIMBANGAN
AIR.ELEKTROLIT
DAN
ASAM-BASA
Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis

Tatalaksana

EDISI KE-2

Jnit Pendidikan Kedokteran - Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (UPK-PKB)


FKUt 2008
DAFTAR KONTRIBUTOR

1. DR. dr. Amir Sjarifuddin Madjid, SpAnKlC


2. dr. Badrul Hegar, SpA(K)
3. DR. dr Busjra M Nur, MS
4. DR. dr. C.Marthin Rumende, SpPD-KP
5. Dr. Darlan Danruis, SpA(K)
6. dr. Hafiz Soewoto, SpBiok
7. dr. lnge Permadhi, MS, SpGK
8. Dra. Lies K Wibisono, MS
9. dr. Ninik Mudjihartini, MS
10. Prof dr Ninvan Arif, SpP(K)
11. dr. Parlindungan Siregar, SpPD-KGH
12. dr. Simon Kusnandal SpPK(K)
13. dr. Toni Loho, SpPK, DMM
14. dr. Victor Tambunan, MS, SpGK
15. dr. Wahyu Aniwidyaningsih, SpP
16. dr. Yefta Moenadjat, SpBP(K)

Foto dan grafik:dr Yefta Moenadjat, SpBP(K)

ilt
TIM EDITOR

1. dr. Darlan Daruvis, SpA(K)


2. dr. Yefta Moenadjat, SpBP(K)
3. DR. dr Busjra M Nur, MS
4. DR. drAmir Sjarifuddin Madjid, SpAnKlC
5. dr. Parlindungan Siregar, SpPD-KGH
6. dr'. Wahyu Aniwidyaningsih, SpP
7. dr. Ninik Mudjihartini, MS
8. Prof. dr. Nirwan Arif, SpP(K)
9. dr. Simon Kusnandar, SpPK(K)
10. Dra. Lies K Wibisono, MS
Sombuton Dekon
Fokultos Kedokteron Universitos Indonesio

Tugas utama Unit Pendidikan Kedokteran - pengembangan


Keprofesian Berkelanjutan (uPK-PKB) FKUr adarah menyebarluaskan
informasi kemajuan dalam bidang ilmu kedokteran kepada semua
lulusan fakultas kedokteran yang melakukan praktek baik pribadi
maupun di rumah sakit / unit kesehatan lainnya. Tujuannya agat
semua informasi kemajuan dalam bidang ilmu kedokteran tersebut
bisa didapat dalam bentuk yang mudah diserap sehingga para dokter
yang berpraktek dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan
mutu yang setinggitingginya dan tingkat keselamatan pasien yang
terbaik.
Oleh karena itu Saya sangat bergembira bahwa Buku Gangguan
Keseimbangan Air - Elektrolit dan Asam - Basa: Fisiologi, patofisiologi,
Diagnosis dan Tatalaksana akan diterbitkan ulang dengan disertai
revisi sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran terkini,
saya berharap buku cetakan ke-2 ini akan memenuhi kebutuhan
para dokter yang berpraktek. Kepada Unit pK-pKB FKUI yang telah
berhasil menerbitkan cetakan ke-2 buku ini, Saya ucapkan terima
kasih.

Dekan FKUI,

Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K)

VII
SAMBUTAN
KETUA UN IT PE NDI DI KAN KEDO KIERAN. PE NGEM BANGAN
KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (UPK.PI(B)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

Buku gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa:


isiologi, patofisiologi, diagnosis dan tatalaksana, cetakan pertama
:elah habis terjual dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini menunjukkan
cahwa minat para dokter para dokter klinik untuk mempelajari topik ini
sangat besar, juga menunjukkan bahwa buku ini cukup relevan dengan
keadaan yang dihadapi sehari - hari.
Masalah keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa memang
merupakan topik yang sulit dimengerti tetapi topik ini sangat perlu
diketahui oleh semua dokter yang merawat pasien di rumah sakit
karena diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak tepat bisa berakibat
fatal. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penerbitan kembali
buku gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa: fisiologi,
patofisiologi, diagnosis dan tatalaksana,yang sudah direvisi akan
sangat berguna bagi kita semua.
Unit PK-PKB sebagai unit di FKUI yang menaungi penerbitan
buku ini sangat gembira dengan terbitnya buku yang telah direvisi
ini. Kepada para kontributor dan editor kami ucapkan terima kasih
atas pengorbanan waktu dan tenaga yang telah diberikan, sehingga
memungkinkan terbitnya buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi
kita semua.

Ketua Unit PK-PKB FKUI,

Prof. dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI

ix
KATA PENGANTAR

Didalam tubuh terdapat berbagai proses fisiko-kimia, enzimatik


dan biolistrik yang berada dalam keadaan seimbang, bekerja secara
harmonik dan berfungsi optimal pada kondisi tertentu dimana
konsentrasi elektrolit dan ion hidrogen berada dalam rentang normal,
antara lain berkat pengaturan sistem bufer, respirasi dan ginjal.
Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa yang
merupakan akibat dari kelainan atau penyakit, dapat mempengaruhi
fungsi seluruh sistem tubuh terutama, sistem kardiovaskular, ginjal,
pernapasan, neuro-endokrin, hematologi dan sebagainya. Kondisi ini
perlu ditangani dengan sebaik-baiknya oleh para klinisi.
Pengetahuan mengenai keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa
telah d iajarkan kepada mahasiswa kedokteran sejak awal d i tingkat dasar
dan tingkat pre-klinik, di tingkat klinik pun banyak dijumpai kasus yang
berhubungan dengan gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-
basa ini. Namun pada praktek sehari-hari banyak dijumpai kerancuan
persepsi dan kesenjangan dalam penatalaksanaan gangguan ini yang
dapat menyebabkan tingginya morbitas dan mortalitas.
Unit Pendidikan Kedokteran Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (UPK-PKB) Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
menyusun suatu panduan klinik gangguan keseimbangan air-elektrolit
dan asam-basa secara terpadu melibatkan berbagai disiplin ilmu
terkait (ilmu kimia, biologi, ilmu faal, biokimia, pulmonologi, nefrologi,
rlmu bedah, anestesi dan perawatan intensif). Diharapkan dari buku
ni diperoleh persepsi yang lebih dasar dan mendalam mengenai
keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa yang dapat dijadikan
acuan penerapan di klinik

Jakarta, Oktober 2008

Editor

XI
DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Kontributor iii


Tim Editor
Sambutan Dekan FKUI vii
Sambutan Ketua UPI(PKB FKUI ix
Kata Pengantar Editor xi
Bab 1. Pengertian dasar ............... 1
1. Konsep Dasar Energi 1
2. Tingkat Energi 2
3. lkatan Kimia 3
3.1. lkatan Kovalen 3
3.2. lkatan Hidrogen 6
3.3. lkatan lon 7
4. Lingkungan Hidrasi I
5. Sel danZat Kimia ......... o
5.1. KomponenAnorganik 10
5.1.1. Air 10
5.1.2. Asam dan Basa Anorganik 10
5.2. Komponen Organik 11
5.2.1. Karbohidrat 12
Monosakarida 12
Disakarida dan Polisakarida ......... 12
Glikogen 12
5.2.2. Lipid 13
Asam lemak 13
Gliserida 13
Eikosanoid 14
14
15
Fosfolipid dan Glikolipid 15
5.2.3. Protein 16
Bentuk protein 16
Jenis protein 17
Enzim 19
Antibodi 19
Fungsi protein 19
Fungsi enzim 20
Fungsi enzim dan kofaktor 20

xiii
5.2.4. Glikoprotein dan Proteoglikan ........... 20
5.2.5. Asam Nukleat 21
5.2.6. Komponen Berenergi Tinggi 21
5.3. Asam dan Basa Organik 22
6. Kelarutan 22
6.1 .
Larutan 22
6.2. Koloid 23
6.3. Suspensi 23
7. Konsentrasi 23
7.1. Persentase 23
7.2. Osmolaritas dan Osmolalitas 24
7.3. Molaritas (M) dan Molalitas (m) 24
7.4. Kekuatan ion ............. ................,.. 24
7.5. Ekuivalensi (Eq) . ...... 24
7.6. Tekanan parsian gas ........... 25
B. Reaksi Kimia ........ 26
8.1. Dekomposisi 26
8.2. Sintesis 26
8.3. Reaksi pertukaran 27
8.4. Reaksi reversibel 27
8.5. Reaksienzimatik 27
8.6. Analisis ............... 28
Bab 2. Fisiologi 29
1. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit 29
1 .1 .
Karakteristik Air 29
1.2. Jumlah Air Tubuh 29
1.3. Distribusi Cairan Tubuh 32
1.3.1. Kompartemen intrasel 32
Kandungan Elektrolit Intrasel 33
1.3.2. Kompartemen Ekstrasel 33
Kandungan Elektrolit Ekstrasel 34
1.4. Keseimbangan Gibbs-Donnan 35
1.5. Solut 37
1.5.1. Solut Permeabel 37
1.5.2. Solut lmpermeabel ................ 37
1.6. Osmolalitas dan osmolaritas 3B
1.6.1. Prinsip lso-osmolalitas ........ 3B
1.6.2. Osmolalitas Plasma (Posm) 38
Tonisitas (Osmolalitas Plasma Efektif) 39
1.7. Pergerakan Cairan 40
1.7.1. Tekanan Hidrostatik ............. 40
1.7.2. Tekanan Osmotik 40
Tekanan Osmotik Kristaloid 40
Tekanan Osmotik Koloid (Tekanan Onkotik) ... 40

XIV
1.7.3. Pergerakan Cairan Melintas Membran Sel ....... 41
Transpor Pasif 41
Transpor Aktif .............. 41
1.7.4. Pergerakan Cairan Antara Kapilar dan Jaringan
Tubuh......... 42
1.7.5. Homeostasis Air dan Elektrolit 43
Konsep Homeostasis ............... 44
Homeostasis air 45
Homeostasis elektrolit 46
1.7.6. Pengaturan Ginjal 51
52
Reabsorpsi dan sekresi 53
Reabsorpsi di Tubulus Proksimal 54
Reabsorpsi di Tubulus Distal 54
1 .7 .7 . Pengaturan hormonal 56
Hormon anti diuretik (anti diuretic
hormonel ADH) ............. 56
Aldosteron 56
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) 56
2. Fisiologi Keseimbangan Asam Basa 58
2.1. DefinisiAsam Basa 58
2.1.1. Klasifikasi Bronsted dan Lowry 59
Asam lemah 59
Asam kuat 59
Basa lemah 59
Basa kuat 60
2.2. Peran lon Hidrogen ............ 60
2.2.1. Tingkat Energi lon l'lidrogen ............. 60
2.2.2 Peran lon Hidrogen ,............... 61
2.2.3. Sumber lon Hidrogen dalam Tubuh......... 62
Produksi Asam Volatil .............. 62
Produksi Asam Non Volatil 63
Asam Organik 64
2.3. Keasaman 64
2.3.1. Konsentrasi lon Hidrogen .............. 65
2.3.2. pH 65
2.3.3. Keseimbangan Asam Basa 66
Prinsip lsohidrik: 67
2.3.4. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa .........., 67
Sistem Bufer ....,... 68
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh
Paru 75
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh
Ginjal 80

XV
Bab 3. Patofosiologi ............... B3
1 . Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit ....................... B3
1.1. Gangguan Keseimbangan Air dan Natrium B3
t t t' can'o;1 84
Y"t-_"
...........:............................:. 84
Euvolemia (Normovolemia) 85
Hipervolemia .............. B6
1.1.2. Gangguan Status Natrium 87
Hiponatremia ............ 87
lsonatremia B9
Hipernatremia 90
1.2. Gangguan Keseimbangan Kalium 92
1.2.1. Hipokalemia 93
1.2.2. Hiperkalemia 95
2. Gangguan Keseimbangan Asam Basa 97
2.1. Aspek Klinik dan Klasifikasi 97
2.1 .1 . Gangguan Keseimbangan Asam-Basa Respiratorik 9B
2.1 .2. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa Metabolik . 103
Bab 4. Diagnosis dan Tatalaksana ......... 111
1. Diagnosis 111
1.1. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit ..... 111
. 1.1.1. Diagnosis Gangguan Status Volume 111
Diagnosis Hipovolemia 111
Diagnosis Euvolemia 112
Diagnosis Hipervolemia ............... 112
1.1.2. Diagnosis Gangguan Status Natrium 112
Diagnosis Hipernatremia 112
Diagnosis lsonatremia 113
Diagnosis Hiponatremia ............... 113
1.1.3. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Natrium .. 113
Diagnosis Hipokalemia 113
Diagnosis Hiperkalemia ............... 114
1.2. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam Basa 114
1.2.1. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam
Basa Respiratorik ........ 114
Diagnosis Asidosis Respiratorik 114
Diagnosis Alkalosis Respiratorik 115
1 .2.2. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik 116
Diagnosis Asidosis Metabolik 116
Diagnosis Alkalosis Metabolik 116
1.3. Pemeriksaan Laboratorium pada Gangguan
Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa 118
1.3.1. Persiapan Pra Analisis 118
Persyaratan Umum 118

xvi
Proses Pengambilan Darah 119
Pengiriman Bahan Darah ke Laboratorium 124
1.3.2. Analisis Elektrolit dan Gas Darah 124
ParameterAnalisis Elektrolit dan Gas Darah 124
Nilai Normal ............... 125
Persamaan Henderson Hasselbalch 125
Anion Gap 126
Osmolar Gap ........... 126
Strong lon Difference (SlD) 127
2. Tatalaksana 128
2.1. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Air-
Elektrolit 128
2.1 .1 . Tatalaksana Gangguan Volu me 128
Tatalaksana Hipovolemia 128
Tatalaksana Euvolemia 129
Tatalaksana Hipervolemia .............. 129
2.1.2. Tatalaksana Gangguan Status Natrium 131
Tatalaksana Hiponatremia 131
Tatalaksana lsonatremia 132
Tatalaksana Hipernatremia 132
2.1 .3. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Kalium 132
Tatalaksana Hipokalemia 132
Tatalaksana Hiperkalemia .............. 133
2.2. Iatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa 134
2.2.1. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam
Basa Respiratorik 134
Tatalaksana Asidosis Respiratori k 134
Tatalaksana Al kalosis Respiratorik 135
2.2.2. fatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam
Basa Metabolik 136
Tatalaksana Asidosis Metabolik 136
Tatalaksana Alkalosis Metabolik 139
2.2.3. Tatalaksana Nutrisi pada Gangguan
Keseimbangan Asam Basa 140
Bab 5. Pendekatan Keseimbangan Asam-Basa Menurut
Metode Stewart 143
1. Variabel-variabel Dependen dari Stewart 144
2. Variabel-variabel lndependen dari Stewart 144
3. Kalkulasi 145
4. Perubahan dan Pengaturan Asam Basa Menurut Stewart 149
Daftar Pustaka 152

xvii
BAB I
Pengerlion Dosor

Tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai


proses fisikokimia yang menunjang kehidupan sehari-hari. Tubuh selalu
berusaha agar seluruh nilai berada dalam batas normal atau dengan
kata lain, set-point di dalam tubuh berada dalam suatu rentang yang
konstan melalui proses yang disebut homeostasis.l Dengah demikian,
homeostasis adalah sistem kontroltubuh dalam mempertahankan nilai-
nilai berbagai faktor relatif stabil pada suatu sef point. Pada keadaan ini,
seluruh sistem metabolisme bekerja sama secara harmonis satu dengan
lainnya dalam menjalankan fungsinya.
Salah satu syarat agar seluruh sistem metabolisme tubuh dapat
bekerja secara optimal ialah konsentrasi ion hidrogen atau pH berada
dalam rentang normal. Sebagian besar enzim yang terlibat dalam
proses metabolisme bekerja optimal bila pH tubuh berkisar antara
7,35-7,45. Perubahan pH akan menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi enzim serta berbagai proses metabolisme tubuh. Nilai
pH normal tersebut dipertahankan oleh beberapa faktor, antara lain
keseimbangan air dan elektrolit, sistem bufer, se(a sistem respirasi
dan ginjal. Bila sistem bufer, respirasi, dan ginjal tidak mampu meng-
antisipasi dan arau melakukan kompensasi, maka timbul gangguan
'ungsi organ tubuh.

1. Konsep Dasar Energi


Energi adalah kapasitas suatu obyek dalam melakukan aktifitas
kerja). Aktifitas sendiri merupakan suatu bentuk pergerakan atau
oerubahan struktur fisik suatu obyek. Sebuah sel akan mengalami
aktifitas dalam bentuk pergerakan atau perubahan fisik, atau keduanya.

3ahasa Yunani, homeo artinya sama, stasis artinya berdiri atau berada
Ada dua bentuk energi, yaitu energi potensial dan energi kinetik.
Energi potensial adalah energiyang tersimpan dalam suatu obyek (baik
posisi maupun struktur) yang diperlukan untuk melakukan aktifitas.
Energi kinetik merupakan bentuk energi bergerak yang diperlukan
untuk kelangsungan aktifitas tersebut. Enbrgi tidak dapat habis, namun
mengalami perubahan menjadi bentuk lain. Energi potensial berubah
menjadi suatu bentuk energi kinetik sebelum melakukan aktifitas.
Perubahan bentuk energi tidak pernah mencapai efisiensi seratus
persen. Hal tersebut disebabkan sebagian energi diubah menjadi
panas. Pada saat istirahat, otot rangka memiliki energi potensial.
Ketika otot tersebut berkontraksi, energi potensial diubah menjadi
energi kinetik dan menghasilkan panas. Jumlah panas yang dihasilkan
berbanding secara proporsional dengan aktifitas yang dilakukan.
Reaksi yang melepaskan energi disebut sebagai reaksi yang bersifat
eksergonik; sebaliknya reaksi yang menyerap energi disebut sebagai
reaksi yang bersifat endergonik.

2. Tingkat Energi
Pada sebuah atom, elektron beredar mengelilingi nukleus pada
berbagai orbit (circular electron shell). Jumlah elektron maksimal pada
setiap orbit sesuai dengan rumus n2" (dimana n adalah jumlah orbit).
Orbit pertama maksimal memuat 1 x 21 = 2 elektron, orbit kedua 2 x
22 = 8 elektron, orbit ketiga 3 x 23 = 24 elektron. Orbit pertama harus
sudah terisi penuh sebelum elektron mengisi orbit kedua dan orbit
kedua harus sudah terisi penuh sebelum elektron mengisiorbit ketiga,
demikian seterusnya.
Jumlah elektron pada orbit terluar menentukan sifat kimia setiap
atom. Atom yang orbit terluarnya sudah terisi penuh dengan elektron
merupakan atom yang paling stabil dan tidak dapat bereaksi dengan
atom lain. Atom yang .orbit terluarnya belum terisi penuh dengan
elektron merupakan atom yang tidak stabil (disebut juga atom yang
reaktif) dan dapat bereaksi dengan atom lain untuk mencapai bentuk
yang stabil; biasanya dengan cara memberi, menerima atau berbagi
(sharing) elektron pada orbit terluar. Sebuah atom atau molekul yang
mengandung elektron yang tidak berpasangan di orbit terluarnya
disebut radikal bebas. Radikal bebas ini bersifat sangat reaktif.

2
3. Ikatan Kimia
lkatan kimia (chemical bonds) terbentuk karena adanya kecende-
-Jngan suatu atom untuk memiliki konfigurasi gas mulia (teori oktet)2.
(ecenderungan tersebut membentuk berbagai jenis ikatan antar atom
Jan ikatan antar molekul. Atom-atom ini kemudian menjadi stabil karena
adanya pengikatan dan pelepasan elektron yang bertujuan memenuhi
teori oktet. I nteraksi a ntar atom den gan elektron-elektron tersebut aka n
menyebabkan terbentuknya suatu ikatan kimia yang dapat mengikat
beberapa atom sekaligus.
Ada beberapa jenis ikatan kimia antar atom dan antar molekul
yang penting; yaitu ikatan kovalen (covalent bonds), ikatan hidrogen
rhydrogen bonds), dan ikatan ion (ionic bonds).

3.1. lkatan Kovalen


lkatan kovalen mrupakan ikatan yang terbentuk oleh pemakaian
bersama pasangan elektron dari atom-atom yang bergabung, dalam
usahanya untuk memenuhi teori oktet.
Berdasarkan jumlah ikatan yang dapat terbentuk, ikatan kovalen dibagi
menjadi ikatan kovalen tunggal dan ikatan kovalen ganda. Sedangkan
berdasarkan polaritasnya, ikatan kovalen dibag i menjadi ikatan kovalen
nonpolar dan ikatan kovalen polar
- lkatan kovalen tunggal
lkatan kovalen tunggal adalah ikatan yang terbentuk oleh dua buah
atom yang masing-masing memiliki kelebihan atau kekurangan
satu elektron pada orbit terluarnya. Sebagai contoh, sebuah atom
hidrogen memiliki satu elektron pada orbitnya dan siap bereaksi
dengan atom hidrogen lain atau dengan atom darielemen lainnya.
Pada molekul hidrogen (Hr), dua atom hidrogen berbagi elektron
yang mengisi lingkar luar orbit atom; membentuk ikatan kovalen
tunggal (lihat gambar 1).

2 Teori oktet adalah teori yang menyatakan bahwa atom dengan delapan elektron pada orbit
terluar merupakan bentuk yang paling stabil.
lkatan kovalen ganda
lkatan kovalen ganda adalah ikatan yang terbentuk antara dua
pasang elektron. Sebagai contoh, oksigen dengan nomor atom
delapan memiliki dua elektron pada orbit pertama dan enam
elektron pada orbit kedua. Pada molekul oksigen, dua buah atom
oksigen akan saling berikatan dengan dua pasang elektron dan
membentuk ikatan kovalen ganda (lihat gambar 1).

O*C=O

Oksida nitrit (NO)

Gambar 1. lkatan kovalen. (a) Pada molekul hidrogen, dua atom hidrogen berbagi
elektron yang menempati orbit terluar kedua atom; proses share ini membentuk
ikatan kovalen tunggal. (b) Pada molekul oksigen, dua pasang atom oksigen
berbagi dua pasang elektron; membentuk ikatan kovalen ganda. (c) Pada molekul
karbondioksida, atom karbon sentral membentuk ikatan kovalen ganda dengan
dua atom oksigen. (d) Atom oksida nitrit diikat oleh ikatan kovalen ganda,. namun
lingkar orbit terluar pada atom nitrogen memerlukan atom tambahan. Dengan
demikian, oksida nitrit merupakan suatu radikal bebas yang siap bereaksi dengan
atom atau molekul lainnya.

4
lkatan kovalen nonpolar
lkatan kovalen nonpolar adalah ikatan antara elektron-elektron
dengan nilai elektronegativitas (kemampuan menarik elektron)
yang seimbang. lkatan ini membentuk dan menyusun rangka dari
molekul-molekul berukuran besar yang merupakan bentuk pada
hampir seluruh komponen tubuh manusia.

lkatan kovalen polar


lkatan kovalen polar adalah ikatan yang terbentuk antara elektron-
elektron dengan nilai elektronegativitas tidak seimbang. Muatan
elektron yang tidak seimbang ini menyebabkan ikatan kovalen polar
lebih lemah dibanding ikatan kovalen non polar. Pada ikatan kovalen
polar dijumpai berbagai macam atom dengan elektron-elektron
dengan nilai keseimbangan sangat bervariasi; elemen-elemennya
berbeda dalam hal kekuatan menarik elektron (lihat gambar 2).
Hidrogen (

(.o)
; ,,o,
Hidrogen (Hz)

*"
igen (Oz)

o 26

*o
a. Molekul air b. Muatan molekul air

Gambar 2. lkatan kovalen polar dan struktur air. (a) Pada molekul air,
atom oksigen membagi elektron dengan sepasang atom hidrogen.
Proses share disini bersifat tidak seimbang (unequal) karena atom
oksigen menarik elektron lebih kuat dibandingkan atom hidrogen. (b)
Karena atom oksigen memiliki dua elektron tambahan, ia cenderung
bermuatan negatif; sementara hidrogen bersifat positif. lkatan bentuk ini
adalah suatu ikatan kovalen polar.
Pada molekul air, atom oksigen akan membentuk ikatan kovalen
dengan dua atom hidrogen. Dalam hal ini, atom oksigen memiliki
kekuatan menarik elektron jauh di atas kemampuan atom hidrogen,
oleh karena itu elektron-elektron yang membentuk ikatan akan lebih
tertarik ke arah atom oksigen dibandingkan dengan ke arah atom
hidrogen. Dengan demikian atom oksigen akan bermuatan relatif
negatif (ditunjukkan dengan simbol 6-) dan atom hidrogen bermuatan
relatif positif (ditunjukkan dengan simbol 6*). Muatan elektron yang tidak
seimbang ini menyebabkan ikatan kovalen polar merupakan ikatan yang
lebih lemah dibandingkan ikatan kovalen non polar.

3.2. lkatan Hidrogen


Salah satu ikatan antar molekulyang penting adalah ikatan hidrogen.
lkatan hidrogen terbentuk di antara atom hidrogen yang bermuatan
positif (6.) dari suatu senyawa kovalen polar dengan atom lain yang
bermuatan negatif (6-) dari senyawa kovalen polar lain, lkatan hidrogen
terlalu lemah untuk membentuk suatu molekul, namun dapat merubah
bentuk dan menarik molekul secara bersamaan. Contoh ikatan hidrogen
adalah ikatan antara atom hidrogen yang bermuatan positif (6.) dari
suatu molekul air dengan atom oksigen yang bermuatan negatif (6-)
dari molekul air lainnya. ikatan hidrogen yang terbentuk merupakan
interaksi elektrostatik antara inti hidrogen dari satu molekul air dengan
pasangan elektron yang tidak terpakai dari atom oksigen pada molekul
air lainnya (lihat gambar 3).
Selain itu, ikatan hidrogen dapat juga terjadi antara molekul air
dengan atom lain yang bersifat elektronegatif (misalnya oksigen dan
nitrogen).'sebagai contoh ikatan hidrogen yang terbentuk di antara
asam-asam amino yang terdapat pada struktur protein sekunder .
Bersama dengan ionisasi air, ikatan hidrogen sangat berperan pada
fungsi protein dan asam nukleat.
Struktur molekul air bersifat bipolar dengan kutub hidrogen
bermuatan relatif lebih positif dan kutub oksigen bermuatan relatif lebih
negatif. Keadaan ini membuat keduanya sangat mudah berinteraksi
melalui ikatan hidrogen yang lemah, namun secara keseluruhan
molekul air bermuatan netral (lihat gambar 3).

6
Kutub positif molekul air menarik kutub negatif molekul air lainnya
sehingga terbentuklah ikatan hidrogen yang merupakan interaksi
elektrostatik antara inti hidrogen dari satu molekul air dengan pasangan
elektron yang tidak terpakai dari atom lainnya (4 molekul air dapat
membentuk satu kesatuan yang masing-masing dihubungkan oleh
ikatan hidrogen). Selain itu, ikatan hidrogen dapat juga terjadi antara
molekul air dengan atom lain yang bersifat elektronegatif (misalnya
oksigen dan nitrogen). Bersama dengan ionisasi air, ikatan hidrogen
sangat berperan pada fungsi protein dan asam nukleat.

28-

25

a
Gambar 3. Atom hidrogen dari suatu molekul air memiliki muatan positif, dan atom
oksigen memiliki muatan negatif (lihat gambar 2). lkatan antara atom hidrogen suatu
molekul air dengan atom oksigen dari molekul lain membentuk ikatan hidrogen.

3.3. lkatan lon


lkatan ion adalah suatu ikatan yang terbentuk akibat gaya tarik-
menarik elektrostatik antara ion positif dengan ion negatif (lihat gambar
4). lon positif yang terbentuk dari satu atom yang melepaskan elektron
(misalnya natrium) dengan ion negatif yang terbentuk dari atom yang
menerima elektron (misalnya klorida).
Natrium klorida (NaCl) merupakan suatu contoh senyawa dengan
ikatan ion dalam bentuk kristal. Natrium memiliki nomor atom sebelas.
Pada keadaan normal terkandung sebelas proton dan sebelas elektron.
Dua elektron menempati orbit pertama, delapan elektron menempati
lingkar orbit kedua, dan satu elektron menempati orbit ketiga atau
terluar. Bila atom natrium melepaskan satu elektron, maka ion natrium
akan bermuatan +1. Atom klorida memiliki tujuh elektron pada orbit
terluarnya. Untuk memperoleh kestabilan, atom klorida memerlukan
satu elektron; dengan demikian ion klorida bermuatan -1. Setelah
berlangsung transfer elektron, natrium bermuatan positif akan diikat oleh
klorida bermuatan negatif dengan ikatan ion dari komponen ion natrium-
klorida. Kristal NaCl terbentuk karena adanya ikatan ion antara ion Na*
dan ion Cl-. Bila kristal NaCl dilarutkan dalam air, ikatan ion antara Na*
dan Cl- mengalami disosiasi atau ionisasi (terjadi penguraian) sehingga
terbentuk ion Na* dan ion Cl- dalam larutannya.

Tahap I Tahap ll
Formasi ion Tarik menarik diantara ion brbeda

Gf$* s**ffi
Atom natrium Atom klorin Atom nalrium Atom klorin

ro,*u"i1*ijri*nionit
+

Irs G (b) Krisial natriumklorida 1a) Natriumklorida {NaCl)

@ Natrium tNr-l (D ,Klorida {Cl')

Gambar 4. lkatan ion. (a) Tahap pertama: atom natrium (Na-) melepaskan elektron,
diterima oleh atom klorida (Cl-). Tahap kedua: Karena atom natrium (Na-) dan klorida
(Cl-) memiliki muatan yang berlawanan, maka akan terjadi proses tarik-menarik di
antara keduanya. Tahap ketiga: Penggabungan atom natrium dan klorida membentuk
ikatan komponen natrium klorida. (b) Sejumlah besar natrium dan klorida membentuk
kristal natrium klorida (garam dapur).

U
4. Lingkungan Hidrasi
Lingkungan hidrasi adalah molekul air yang terhimpun di sekitar
ion. Molekul-molekul yang cepat berinteraksi dengan molekul air
disebut memiliki sifat hidrofilik (misal, glukosa). Molekul organik
mengandung ikatan kovalen polar yang menarik molekul air. Dengan
demikian, lingkungan hidrasi menyebabkan molekul ini akan berubah
menjadi suatu larutan.
Molekul yang tidak berinteraksi dengan air disebut sebagai
hidrofobik. Molekul hidrofobik memiliki ikatan polar kovalen sangat
sedikit, sehingga disebut sebagai molekul non-polar. Lemak misalnya,
terdiri dari molekul-molekul hidrofobik tidak larut, berbentuk butiran-
butiran yang terperangkap di sisi dalam sebuah sel yang berbasis
cairan. Saat molekul non-polar terpapar dengan air, lingkungan hidrasi
tidak terbentuk dan molekul tidak larut di dalamnya.

5. Sel danZat Kimia


Tubuh manusia merupakan kumpulan dari berbagai bahan kimia
yang terdapat dl dalam sel. Sel adalah suatu unit fungsional yang
dibentuk oleh berbagai bangunan kimiawi. Dinding sel merupakan
suatu membran fosfolipid yang memisahkan atau membatasi sel
dengan lingkungannya. Di dalam sel terdapat membran interna yang
membagi sel dalam beberapa kompartemen.
Sel merupakan suatu struktur dinamik yang beradaptasi terhadap
lingkungannya. Hal ini dimungkinkan karena setiap sel memiliki organel
yang memberi respons terhadap stimulasi internal maupun eksternal.
Perubahan sel dapat terjadi karena adanya molekul organik antara lain
deoxyribonucleic acid (DNA); suatu komponen di dalam inti sel yang
berperan pada proses sintesis seluruh protein di tingkat sel.
Untuk berlangsungnya reaksi terhadap respons dibutuhkan waktu.
Waktu yang diperlukan antara berlangsungnya proses sintesis dan
degradasi disebut turnover rafe. Sebagian besar molekul organik di
dalam sel memiliki turnover rate yang berkisar beberapa jam sampai
beberapa bulan. Proses perubahan molekul organik selular yang
terjadi secara berkesinambungan disebut metabolic turnover.

9
5.1. Komponen Anorganik
Pada umumnya, struktur primer komponen anorganik tidak
mengandung atom karbon dan hidrogen. Komponen anorganik tubuh
yang terpenting adalah air, karbondioksida, oksigen, asam anorganik,
basa dan garam-garam yang membentuk ikatan ion. Komponen
anorganik umumnya diikat oleh suatu ikatan ion.

5.1.1. Air
Air merupakan komponen terpenting yang membentuk tubuh;
mencakup duapertiga berat badan. Perubahan kandungan air dapat
berakibat fatal karena mempengaruhi faal sistemik. Air memiliki
keunikan, karena pada suatu reaksi akan terbentuk ikatan hidrogen
yang terjadi di antara molekul-molekul air.

5.1.2. Asam dan Basa Anorganik


Tubuh mengandung asam dan basa anorganik yang berperan
penting sebagai donor dan atau akseptor proton.
- Asam
Asam adalah suatu zat yang menghasilkan ion hidrogen. Suatu
asam akan terdisosiasidalam larutan dan melepaskan ion hidrogen.
Atom hidrogen yang kehilangan elektron sepenuhnya terdiri dari
proton, dalam hal ini ion hidrogen bertindak sebagai proton; dan
asam selanjutnya disebut sebagai donor proton.
Suatu asam kuat akan berdisosiasi atau terionisasi lengkap
di dalam suatu larutan. Secara mendasar, reaksi yang timbul
terjadi satu arah. Asam lemah tidak mengalami disosiasi atau
tidak terionisasi lengkap; pada keseimbangan, sejumlah molekul
masih utuh di dalam larutan. Oleh karena itu, asam lemah kurang
berperan dibanding asam kuat dalam mempengaruhi konsentrasi
ion hidrogen (pH). Asam karbonat adalah contoh asam lemah
di tubuh. Di dalam larutan, asam karbonat mengalami disosiasi
membentuk ion hidrogen dan ion bikarbonat secara reversibel.
- Basa
Basa adalah suatu zat yang dalam suatu larutan melepaskan ion
hidroksida yang akan mengikat ion hidrogen, sehingga basa bertindak

10
sebagai akseptor proton. lon h idroksida mem il ki afi n itas kuat terhadap
i

ion hidrogen yang terdapat di dalam molekul air, sehingga basa akan
menghilangkan ion hidrogen dalam suatu larutan.
Suatu basa kuat akan mengalamidisosiasiatau terionisasi lengkap
di dalam larutan; secara mendasar, rbaksi terjadi satu arah. Basa
lemah tidak mengalami disosiasi atau ionisasi lengkap, pada
keseimbangan, sejumlah molekul masih utuh di dalam larutan.
OIeh karena itu, basa lemah kurang berperan dalam mempengaruhi
konsentrasi ion hidrogen (pH); dibandingkan dengan basa kuat.
- Garam
Garam adalah komponen ion (elektrolit) yang mengandung kation
selain hidrogen (H.) dan anion selain hidroksida (OH ). Karena
terikat oleh ikatan ion, maka garam mengalami disosiasi lengkap
di dalam air; melepaskan kation and anion.
- Elektrolit
Elektrolit adalah molekul anorganik terlarut yang berperan sebagai
ion dalam konduksi aliran listrik (baca lebih lanjut: kelarutan pada
halaman 22).

5.2. Komponen Organik


Dalam struktur primer komponen organik selalu terkandung karbon,
hidrogen dan oksigen. Banyak molekul organik memiliki atom karbon
rantai panjang yang dihubungkan melalui ikatan kovalen. Atom-atom
ini kemudian membentuk ikatan kovalen tambahan bersama atom
hidrogen atau oksigen; jarang dengan nitrogen, fosfor, sulfur, besi
atau elemen lainnya.
Pola struktural merupakan hal yang umum dijumpai pada hampir
semua jenis komponen organik. Kelompok fungsional merupakan
kumpulan atom yang turut berperan dalam menentukan properti
seluruh molekul. Kelompok fungsional yang penting antara lain adalah
kelompok karboksil (-COOH), amino 1-NHr), hidroksil (-OH) dan
fosfat (-POo). Umumnya molekul organik larut dalam air.
Kelompok komponen organik antara lain adalah: karbohidrat, lipid,
protein, asam nukleat dan komponen berenergi tinggi.

11
5.2.1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah molekul organik yang mengandung karbon,
hidrogen dan oksigen dengan rasio 1:2.1. Karbohidrat merupakan
sumber energi yang penting; energi ini lebih cenderung mengalami proses
katabolisme dibandingkan disimpan. Karbohidrat merupakan sumber
energi ter:penting dalam proses metabolisme (dengan cara melakukan
transfer komponen berenergi tinggi) untuk menunjang aktifitas vital dan
membentuk komponen khusus seperti proteoglikan dan glikolipid.
Ada tiga bentuk utama karbohidrat, yaitu monosakarida, disakarida
dan polisakarida.

Monosakarida
Monosakarida atau gula sederhana adalah suatu bentuk karbo-
hidrat yang mengandung 3 sampai 7 atom karbon. Suatu mono-
sakarida dapat disebut triosa, tetrosa, pentosa, heksosa atau heptosa
(tergantung jumlah atomnya). Glukosa (suatu heksosa) merupakan
bahan bakar terpenting dalam proses metabolisme di dalam tubuh.

Disakarida dan Polisakarida


Karbohidrat selain monosakarida; merupakan molekul-molekul
kompleks monosakarida yang membentuk suatu bangunan melalui
proses sintesis dehidrasi. Sintesis-dehidrasi atau kondensasi, meng-
hubungkan molekul-molekul dengan cara menghilangkan molekul air.
Sintesis-dehidrasi berlanjut melakukan penambahan monosakarida
membentuk karbohidrat yang sangat kompleks. Molekul-molekul
besar ini disebut polisakarida. Starch adalah glukosa yang berbasis
polisakarida. Selulosa adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna,
membentuk massa feses. Hidrolisis dari disakarida menjadi suatu
bentuk monosakarida berlangsung melalui penambahan molekul air.

Glikogen
Glikogen atau animal starch dibentuk oleh molekul glukosa yang
saling berhubungan. Sebagaimana kebanyakan polisakarida, glikogen
tidak larutdalam airatau cairan tubuh. Hepardan jaringan otot membuat
dan menyimpan glikogen. Pada saat kebutuhan glukosa meningkat,
molekul glikogen dipecah, sebaliknya bila kebutuhan berkurang, hepar

12
dan otot menyerap glukosa dari darah dan menyimpan dalam bentuk
glikogen.

5.2.2. Lipid
Lipid mengandung karbon, hidrogeh dan oksigen. Rasio karbon
terhadap hidrogen umumnya 1 :2. Lipid lebih sedikit mengandung oksigen
dibanding karbohidrat. Rasio hidrogen terhadap oksigen sangat besar.
Lipid dapat mengandung sejumlah kecil fosfor, nitrogen atau sulfur.
Molekul lipid umumnya tidak larut di dalam air, termasuk fafs, oils,
danwaxes; sehingga diperlukan mekanisme transportasi khusus untuk
membawa lipid di dalam sirkulasi darah. Lipid membentuk komponen
struktur penting dari seluruh sel dan deposit lipid berperan penting
sebagai cadangan energi.
Ada lima bentuk lipid yang penting yaitu: asam lemak (fatty acids),
eikosanoid, gliserida, steroid, fosfoslipid, dan glikolipid.

Asam lemak
Asam lemak adalah suatu bentuk rantai karbon yang mengandung
atom hidrogen dan oksigen. Pada satu ujung rantai karbon ini selalu
terdapat gugus karboksil (-COOH) dan ujung yang berlawanan
dikenalsebagai ujung hidrokarbon asam lemak. Hanya ujung karboksil
yang dapat bergabung dengan molekul air, karena merupakan
bagian hidrofilik dari molekul; sedangkan ujung hidrokarbon bersifat
hidrofobik. Makin panjang rantai karbon suatu asam lemak semakin
rendah kelarutan asam lemak ini.
Asam lemak jenuh memiliki ikatan kovalen tunggal sedangkan
asam lemak tak jenuh memiliki ikatan kovalen ganda. Asam lemak
tak jenuh tunggal memiliki sebuah ikatan rangkap di antara rantai
karbonnya, sedangkan asam lemak tak jenuh jamak memiliki lebih
dari satu ikatan rangkap.

Gliserida
Asam lemak dapat menyatu dengan gliserol menghasilkan suatu
bentuk lipid yang dikenal dengan sebutan gliserida. Sintesis-dehidrasi
akan menghasilkan monogliserida, digliserida dan trigliserida. Proses
hidrolisis akan menguraikan gliserida menjadi asam lemak dan gliserol.

13
Monogliserida mengandung satu molekul asam lemak dengan
gliserol. Digliserida mengandung dua molekul asam lemak dengan
gliserol. Trigliserida (asam netral) mengandung tiga molekul asam lemak
dengan gliserol. Trigliserida sebagai lipid netral berperan penting sebagai
sumber energi insulasi dan proteksi. Trigliderida disimpan dalam bentuk
granul lipid didalam sel. Lipid ini berfungsidalam absorpsidan akumulasi
vitamin yang larut dalam lemak, berbagaijenis obat dan toksin.

Eikosanoid
Eikosanoid adalah suatu derivat lipid yang berasal dari asam-asam
tak jenuh jamak, antara lain asam arakidonat. Terdapat dua jenis
eikosanoid, yaitu leukotrien dan prostaglandin.
- Leukotrien
Leukotrien terutama diproduksi oleh sel-sel yang terlibat dalam
respons tubuh terhadap suatu trauma atau penyakit.
- Prostaglandin
Prostaglandin merupakan suatu bentuk asam lemak rantai pendek
dalam cincin yang mengandung lima atom karbon. Prostaglandin
adalah suatu messenger kimia yang berfungsi melakukan
koordinasi aktifitas lokal. Zat ini tidak dilepaskan ke sirkulasi untuk
mencapai sel target; sehingga seringkali disebut sebagai suatu
hormon lokal. Prostaglandin bersifat sangat kuat meskipun dalam
jumlah kecil, efeknya sangat tergantung pada jenis prostaglandin
dan tempat prostaglandin itu dilepaskan. Prostaglandin yang
dilepaskan oleh jaringan yang mengalami cedera atau kerusakan
akan merangsang ujung saraf dan menimbulkan sensasi nyeri,
sedangkan prostaglandin yang dilepaskan oleh uterus akan
memicu kontraksi yang diperlukan pada proses persalinan.
Umumnya, semua jaringan mensintesis dan memberikan respons
terhadap prostaglandin melalui koordinasi aktifitas sel.

Steroid
Steroid berperan sangat penting pada membran sel. Hormon
steroid terlibat dalam pengaturan fungsi seksual, seperti testosteron
dan estrogen. Hormon ini penting dalam metabolisme jaringan dan
keseimbangan mineral kortikosteroid dan kalsitrol. Hormon seks turut
berperan dalam pen gaturan aktifitas metabol isme.

14
Getah empedu adalah derivat steroid yang diperlukan dalam proses
Jigesti lemak yang terdapat dalam diet. Getah empedu berinteraksi
lengan lipid yang terdapat di saluran cerna serta memfasilitasi proses
Jigesti dan absorpsi lipid.
Steroid adalah molekul berukuran besar yang memiliki rangka
<arbon tertentu. Masing-masing molekul memiliki empat cincin, dan
setiap molekul yang tergabung memiliki rangka cincin yang berbeda.
f,erbedaan tersebut terletak pada sisi struktur rangka yang melekat
:ada cincin karbon.

Kolesterol
Sel membutuhkan kolesterol untuk mempertahankan membran sel,
.'')ususnya dalam proses pertumbuhan dan pemisahan sel. Karena
seluruh membran sel mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol
:arah akan sulit dikendalikan melalui pembatasan diet saja; hal ini
lisebabkan karena tubuh mensintesis kolesterol.

Fosfolipid dan Glikolipid


Fosfolipid dan glikolipid secara struktural saling berhubungan. Sel
dapat melakukan sintesis'kedua jenis lipid ini bersumber dari asam
lemak. Pada fosfolipid gugus fosfat (PO43-) menghubungkan gugus
digliserida ke gugus non lipid. Glikolipid karbohidrat melekat pada
digliserida. Ujung rantai hidrokarbon dari fosfolipid dan glikolipid
bersifat hidrofobik, namun pada ujung berlawanan, yaitu di bagian
kepala (non lipid) bersifat hidrofilik. Didalam air, molekul ini cenderung
membentuk droplet pada sisi hidrofilik dan mengandung lipid tak larut
seperti steroid, gliserida dan asam lemak rantai panjang.
Kolesterol, fosfolipid dan glikolipid disebut lipid struktural karena
berperan dalam pembentukan dan pemeliharaan struktur intraselular,
<hususnya membran sel. Lapis membran sel dibentuk terutama oleh
lipid yang bersifat hidrofobik; membatasi sel dari cairan ekstraselular.
Dan karena dibatasi oleh membran sel, cairan intraselular dan
ekstraselular sangat berbeda baik dalam hal struktur kimia maupun
fungsi.

1tr
5.2.3. Protein
Protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan se-
jumlah kecil sulfur. Protein merupakan rantai asam amino yang terdiri
dari asam amino rantai panjang. Setiap asam amino mengandung
atom kar:bon di sentral dan dihubungkan dengan empat gugus, yaitu
hidrogen, gugus amino 1-NHr), gugus karboksilat (-COOH) dengan
variasigugus R pada setiap rantai.
Asam amino merupakan molekul-molekul yang relatif larut dalam
air. Pada pH normal, gugus karboksilat pada asam amino akan
memberikan ion H*, sehingga merubah -COOH menjadi-COO- yang
bermuatan negatif, sedangkan gugus aminonya akan menerima ion
H* dan merubah menjadi-NH.* .
-NH,
Proses sintesis-dehidrasi dapat menghubungkan asam amino.
Proses ini membentuk ikatan kovalen di antara gugus karboksilat dan
gugus amino dari molekul lainnya. lkatan inidikenaldengan istilah ikatan
peptida. Protein atau polipeptida adalah suatu rangkaian linierasam amino
yang dihubungkan melalui ikatan peptida. Molekul-molekul mengandung
asam amino yang tergabung melalui ikatan ini disebut peptida, dipeptida,
tripeptida dan tetrapeptida. Polipeptida yang mengandung lebih dari
seratus macam asam amino umumnya disebut protein.
Protein akan bekerja dengan baik pada suhu dan pH optimal; pada
pH dan suhu di luar batas normal, akan terjadidenaturasi protein yang
bersifat permanen.

Bentuk protein
Rantai peptida yang panjang dari suatu protein atau polipeptida
tidak terurai bebas, tetapi berlipat sehingga menjadi bentuk yang relatif
mantap. Pelipatan rantai peptida ini untuk membentuk molekul protein
yang sesuai dengan fungsinya dinamakan konformasi rantai peptida.
Sehubungan dengan jenis-jenis ikatan yang terdapat dalam protein
dan konformasinya, maka dibedakan empat struktur dalam protein,
yaitu:
. Struktur primer
Struktur primer adalah rangkaian dari asam amino di sepanjang
satu rantai polipeptida.

16
. Struktur sekunder
lnteraksi asam amino melalui ikatan hidrogen. Struktur sekunder
dihasilkan oleh adanya ikatan yang timbul di antara atom-atom
dari berbagaijenis rantai polipeptida. lkatan hidrogen dapat mem-
bentuk suatu spiral sederhana (o-heliks,) atau lembaran terlipat
-B, tergantung dari rangkaian asam amino pada rantai peptida
dan di mana ikatan hidrogen terbentuk di sepanjang peptida.
. Struktur tersier
Kompleks lapisan, ikatan disulfida, dan interaksi dengan molekul
air. Struktur tersier adalah suatu spiral kompleks yang memberi
bentuk final tiga dimensi dari suatu protein. Struktur tersier ini
dihasilkan oleh interaksi di antara rantai polipeptida dan molekul
air di sekitar dan interaksi antara gugus R asam amino dengan
berbagai bagian suatu molekul. Pada strukturtersierterdapat ikatan
ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofob, dan ikatan disulfida. lkatan
disulfida seimbang dengan jumlah loop dari spiral pada suatu
peptida. Globul-globul protein biasanya merupakan kesatuan
yang utuh, berbentuk bulat dan siap bergabung dengan cairan
' (water-sotubte), misalnya mioglobin.

. Struktur kuartener
Pembentukan kompleks protein dari suatu subunit. Struktur
kuartener merupakan interaksi dari rantai polipeptida yang mem-
bentuk kompleks protein. Setiap subunit polipeptida memiliki
struktur sekunder dan tersier masing-masing. Protein hemoglobin
empat subunit globular. Protein jaringan fibrosa seperti keratin
dan kolagen mengandung tiga polipeptida alfa heliks yang bersifat
lentur dan tidak larut dalam au (insoluble).

Jenis Protein
Berdasarkan komposisinya protein dapat digolongkan menjadi protein
sederhana dan protein terkonyugasi atau protein majemuk.
- Protein Sederhana
Protein sederhana pada hidrolisis hanya menghasilkan asam-
asam o-amino. Beberapa protein yang termasuk golongan ini,
adalah: albumin, globulin, histon, albuminoid, dan protamin.

17

t
Protein Terkonyug asi (conj u gated protei n)
Protein terkonyugasi pada hidrolisis dihasilkan asam-asam o-
amino dan senyawa lain (karbohidrat, lipid, asam nukleat, ion-
ion logam, ion anorganik, dan lain-lain. Senyawa lain bukan
asam o-amino dinamakan gugus piostetik. Berdasarkan gugus
prostetiknya, protein terkonyugasi dibagi menjadi:
Glikoprotein
Pada hidrolisis glikoprotein menghasilkan karbohidrat atau
turunan karbohidrat dan asam-asam q-amino. Karbohidrat dan
turunannya yang biasa dijumpaiterikat pada protein antara lain
ada a h g u kosa, g a a ktosa, ma nosa, fu kosa (6-d eo ks i ga la ktosa ),
I I I

N-asetilglukosamin, N-asetilgalaktosamin, arabinosa, xilosa,


asam sialat (N-asetil Neuraminic acid=NANA)
Pada manusia glikoprotein berperan antara lain sebagai:
a) pembentuk membran sel, b) pelumas misalnya musin
(dalam saliva), c) pembentuk tulang rawan, misat kolagen, d)
pembentuk protein serat, misal elastin, e) faktor pembekuan,
misalfibrin.
Lipoprotein
Pada hidrolisis lipoprotein dihasilkan asam-asam q-amino
dan lipid (fosfolipid dan kolesterol). Hampir semua lipid darah
mamalia diangkut dalam bentuk lipoprotein. Lipoprotein juga
terdapat dalam kuning telur, intisel, ribosom dan dalam liposom
mielin syaraf. Sekitar 30% protein plasma terdiridari lipoprotein
yang berikatan dengan q dan B globulin.
Berdasarkan analisis lipoprotein menggunakan cara elektroforesis
pada pH 8,6.

Nukleoprotein
Nukleoprotein adalah protein majemuk dengan gugus prostetik
asam nukleat sedangkan proteinnya adalah histon atau
protamin. Asam nukleat merupakan polimer dari mononukleotida
(= polinukleotida). Mononukleotida merupakan ester asam
fosfat dari nukleosida. Nukleosida itu sendiriterbentuk darigula
pentosa dengan turunan basa purin atau pirimidin.
Ada beberapa jenis protein yang penting dalam tubuh, antara lain
protein struktural, protein kontraktil dan protein transpor.

- Protein struktural
Protein yang berfungsi sebagai cadangan energi disimpan di
otot. Protein bukan merupakan cadangan energi utama, tetapi
merupakan cadangan ketiga setelah glikogen dan trigliserida.

- Protein kontraktil
Protein yang berfungsi pada kontraksi otot (aktin, miosin) maupun
jaringan lunak lainnya (misal kolagen).

- Protein transpor
Protein yang berperan sebagai media pada transportasi dalam
suatu sistem, misalnya heme untuk transportasi oksigen; albumin
untuk transportasi beberapa jenis obat-obatan tertentu, dsb.

Enzim
Protein yang berperan dalam suatu reaksi, diperlukan agar suatu
reaksiterselenggara dalam waktu singkat (lihat reaksi enzimatik).

Antibodi
Protein yang berperan dalam sistem imun, terdiri dari empat rantai
polipeptida spesifik dengan binding sife terhadap antigen tertentu; dan
memiliki binding sife untuk mediator tertentu.

Fungsi protein
Protein berperan sangat besar dalam fungsi-fungsi tubuh. Bentuk
suatu protein menentukan fungsi protein itu sendiri. Bentuk struktur
tersier dan kuatener tidak hanya tergantung pada rangkai asam
amino, tetapi juga tergantung pada karakteristik lingkungan. Sedikit
perubahan komposisi ion, temperatur dan pH di sekitar akan mem-
pengaruhi ikatan hidrogen yang mempengaruhifungsi protein. Bentuk
suatu protein juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen terhadap berbagai
molekul yang terdapat dalam suatu cairan. Peran faktor-faktor ini
sangat nyata pada enzim. Enzim sangat esensial dalam peran dan
fungsisetiap sel di dalam tubuh.

19
Fungsi enzim
Suatu reaktan dalam reaksi enzimatik disebut sebagai substrat;
berinteraksi membentuk suatu produk dengan mengikat suatu enzim.
I nteraksi pen g katan in i bersifat sangat spesifik, tergantu ng prod u k yang
i

dihasilkan. Sebelum suatu enzim bereaksi sebagai suatu katalisator,


substrat harus melekat terlebih dahulu dengan suatu area tertentu di
bagian enzim yang aktif. Bentuk dari bagian aktif ini ditentukan oleh
struktur tersier dan kuatener dari enzim. Setiap komponen organik
dan anorganik akan terikat pada bagian aktif tersebut, dalam bentuk
substrat.

Fungsi enzim dan kofaktor


Kofaktor adalah suatu ion atau molekul yang harus terikat pada
suatu enzim sebelum substrat melekat pada enzim. Tanpa kofaktor,
suatu enzim tetap utuh namun tidak dapat berfungsi. Koenzim adalah
suatu molekul non protein organik yang berperan sebagai suatu
kofaktor. Tubuh manusia merubah berbagai macam vitamin menjadi
koenzim esensial.

5.2.4. Glikoprotein dan Proteoglikan


Glikoprotein dan proteoglikan merupakan kombinasi dari molekul-
molekul protein dan karbohidrat. Glikoprotein adalah suatu protein
berukuran besar dengan gugus karbohidrat berukuran kecil melekat
padanya. Molekul-molekul glikoprotein dapat berperan sebagai enzim,
antibodi, hormon atau komponen protein dari membran sel.
- Glikoprotein di membran sel berperan dalam proses identifikasi
sel-sel normal maupun abnormal pada proses inisiasidan koordinasi
suatu respons imun. Sekresi glikoprotein (disebut musin) akan
menyerap air membentuk mukus yang akan melapisi permukaan
saluran pernafasan dan saluran cerna sebagai fungsi lubrikasi.
- Proteoglikan merupakan molekul-molekul polisakarida yang di-
hubungkan oleh rantai polipeptida. Di dalam jaringan, proteoglikan
menyebabkan konsistensi jaringan menyerupai sirup.

20
5.2.5. Asam Nukleat

Asam nukleat merupakan rangkaian nukleotida yang terdiri dari


molekul berukuran besar mengandung karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan fosfor. Asam nukleat menyimpan dan menyampaikan
proses informasi di tingkat molekuler (di dalam sel). Ada dua bentuk
asam nukleat yaitu deoxyribonucleic actd (DNA) dan ribonucleic acid
{RNA).
Setiap nukleotida mengandung gula, gugus fosfat dan nitrogen.
Gula yaitu ribosa terdapat di dalam RNA dan deoksiribosa di dalam
DNA. DNA merupakan two-stranded double helix, mengandung basa
nitrogen adenin, guanin, sitosin dan timin. RNA merupakan single
strand, yang mengandung urasil dan timin.

5.2.6. Komponen Berenergi Tinggi

Untuk berlangsungnya fungsi vital, sel memerlukan energi yang


diperoleh dari proses katabolisme substrat organik. Energi tersebut
ditangkap oleh enzim dan dipindahkan dari molekul ke molekul atau
darisatu bagian sel ke bagian sel lainnya. Metode pemindahan energi
ini melibatkan pembentukan ikatan energi tinggi. Suatu ikatan energi
tinggi adalah ikatan kovalen dengan energi yang dilepaskan dapat
menglkat sel-sel. lkatan energitinggi ini biasanya menghubungkan gugus
fosfat (PO43-) ke suatu molekul organik. Kompleks yang dihasilkan
disebut komponen berenergi tinggi.
Proses pembentukan komponen berenergi tinggi ini memerlukan
gugus fosfat, enzim dan substrat tertentu; terutama adenin, ribosa
dan dua gugus fosfat. Komponen ini disebut adenosin difosfat (ADP)
yang dibentuk melalui proses fosforilasi adenosin mono fosfat (AMP).
Untuk konversi AMP menjadi ADP dibutuhkan asupan energi yang
besar sehingga dapat mengikat gugus fosfat kedua. Sejumlah energi
yang lebih besar lagi diperlukan untuk mengikat gugus fosfat ketiga,
membentuk adenosin trifosfat (ATP). Dalam proses konversi ATP
menjadi ADP dibutuhkan enzim adenosin trifosfatase (ATPase).
Setiap sel secara terus menerus menghasilkan ATP melalui
fosforilasi ADP dan memanfaatkan energi yang dihasilkan untuk
menjalankan fungsi vital seperti sintesis protein atau kontraksi otot.

21
Guanosin trifosfat (GDP) dan uridin trifosfat (UTP) merupakan suatu
komponen nukleotida berbasis energi tinggi yang melakukan transfer
energi dalam bentuk reaksi enzimatik tertentu. Sel selanjutnya
menyimpan komponen energi ini dalam bentuk ikatan energi tinggi
untuk digunakan kemudian; salah satu yang terpenting adalah ATP.
Pada saat ATP dipecah menjadiADP, dilepaskan energi yang kemudian
digunakan untuk aktifitas sel yang bersifat esensial.

5.3. Asam dan Basa Organik

Di dalam tubuh terdapat asam dan basa organik penting. Asam


Iaktat adalah suatu asam organik yang dihasilkan oleh jaringan otot
aktif, yang harus dinetralisir oleh suatu bufer di cairan tubuh.

6. Kelarutan
6.1. Larutan
Larutan (solusi) merupakan campuran homogen yang terdiri atas
dua komponen (zat) atau lebih. Komponen yang jumlahnya sedikit
dinyatakan sebagai solut (zat terlarut), sedangkan yang jumlahnya
lebih banyak dinyatakan sebagai solven (pelarut). Baik solut maupun
solven dapat berwujud padat, cair atau gas. Solut dapat berupa atom,
ion atau molekul yang mengalami dispersi. Bila larutan berujud suatu
cairan, maka pelarutnya adalah cairan. Bila pelarutnya air, larutan
cukup dinyatakan dengan larutan dan tidak perlu dinyatakan larutan
dalam air (aquaeus: describing a solution in water), misalnya NaCl
yang dilarutkan dalam air, cukup dinyatakan sebagai larutan NaCl.
Sedangkan untuk larutan dengan pelarut organik, maka pelarutnya
harus disebutkan, misalnya larutan lemak dalam alkohol.
Struktur kimia air memungkinkan a'ir bertindak sebagai suatu
pelarut unik yang efektif, karena pada suatu reaksi akan terbentuk
ikatan hidrogen yang terjadi di antara molekul-molekul air. Molekul-
molekul air memiliki kutub positif dan negatif, sehingga disebut sebagai
molekul polar atau dipole.lkatan pada molekul air menyebabkan atom
hidrogen demikian dekatnya.

22
Larutan dengan pelarut air dapat mempunyai solut dengan wujud
cadat, cair atau gas. Pada larutan yang mengandung kation dan
anion akan terjadi proses konduksi aliran listrik. Listrik akan melintasi
'nembran sel dan mempengaruhi aktifitas selular. Molekul'anorganik
:erlarut yang berperan sebagai ion dalam konduksi aliran listrik ini
Cisebut elektrolit.

6.2. Koloid
Koloid adalah larutan yang mengandung molekul protein terdispersi
atau molekul-molekul lain berukuran besar.

6.3. Suspensi
Suspensi mengandung partikel larutan yang tidak stabil, karena
Jipengaruhi oleh gravitasi. Whole blood adalah suatu bentuk suspensi
;ang bersifat temporer, karena sel-sel darah merah tersuspensi di
olasma darah.

7. Konsentrasi
Konsentrasi suatu zat menjelaskan jumlah zat tersebut (solut)
lalam suatu pelarut (solven) tertentu atau dalam larutan. Solven yang
caling umum adalah air. Banyak cara untuk menyatakan konsentrasi
suatu zal dalam larutannya. Beberapa pernyataan konsentrasi
liuraikan berikut ini.

7.1. Persentase
Persentase menyatakan perbandingan antara zat terlarut dan
arutannya, dikalikan 100%.Untuksolutsatuannya dalam gram, sedangkan
arutannya dapat dinyatakan dalam volume atau dalam berat.
Jadi persentase dapat dinyatakan dengan:
Persentase berat soluUvolume larutannya (weighUvolume, o/o w/v)
Persentase berat soluUberat larutannya (weighUweight, o/o w/w)
Untuk konsentrasi yang kecil, berat solutnya dapat dinyatakan
dengan miligram, sehingga satuannya menjadi miligram persen
(mg solut per',l00 ml larutan).

23
7.2. Osmolaritas dan Osmolalitas
Osmolaritas atau osmolalitas suatu larutan menyatakan banyaknya
mol partikel zat terlarut dalam satu liter atau satu kilogram pelarut.
Sebagai contoh. larutan NaCl satu Molar ekuivalen dengan dua osmol
karena NaCl di dalam air terdisosiasi menjadi dua partikel, yaitu Na*
dan Cl-; sedangkan glukosa satu Molar ekuivalen dengan satu osmol
karena molekul-molekul glukosa di dalam air tidak terdisosiasi.

7.3. Molaritas (M) dan Molalitas (m)


Molaritas adalah jumlah mol solut perliter larutan. Dalam keadaan
fisiologik, kerap dijumpai konsentrasi yang demikian kecilnya, yaitu
mili molar (mM; = 10-3 M, mikromolar (pM) = 106M, nanomolar (nM)
= 10-e M, atau pikomolar (pM) = 10 r2 M. Untuk konsentrasi yang kecil
dapat dinyatakan dengan milimol per liter, mmol/L atau Mm, nano mol
per liter, nanomol/L atau Nm. 1 nM = 0.000000001 M = 10 e. Molalitas
adalah konsentrasi solut per kilogram solven.

7.4. Kekuatan ion


Kekuatan ion merupakan suatu fungsi yang menyatakan pengaruh
muatan ion-ion dalam larutan yang sama dengan jumlah molalitas dari
semua macam ion yang ada dikalikan dengan kuadrat muatannya.

7.5. Ekuivalensi (Eq)


Ekuivalen adalah unit pengukuran aktifitas ionik, konsentrasi dinyata-
kan dalam ekuivalen per liter (Eq/L)atau milliekuivalen per liter (mEq/L).
Ekuivalen dimaksud dengan berat ion dalam gram yang menggantikan
atau berkombinasi dengan satu gram (mol) dari ion H* monovalen.
Unsur garam seperti NaCl dan CaClrmengalami disosiasi menjadi ion
positif (kation) dan ion negatif (anion). Untuk ion monovalen seperti
natrium dan klorida adalah ekuivalen dengan satu gram molekul. Untuk
ion divalen seperti kalsium, magnesium dan HPOo2-, satu ekuivalen
adalah setara dengan setengah GMW (Gram MolecularWeight).Pada
kondisi fisiologik, konsentrasi demikian kecilnya diukur dalam mEq/L
= 10-3 Eq/L Unit ini demikian pentingnya pada saat menjelaskan zat
yang dibutuhkan untuk memelihara netralitas elektrik.

24
7.6. Tekanan parsial gas
Tekanan parsial gas adalah kontribusitekanan suatu gas terhadap
.umlah tekanan semua gas yang ada dalam suatu campuran gas.
Dalam perhitungan, kadang dijumpai kesulitan dalam menentukan
<onsentrasi plasma. Hal ini disebabkan karena tidak semua ion berada
Calam keadaan bebas atau siap untuk mengalami proses disosiasi
atau larut. Ada beberapa zat yang terikat dengan protein baik di
sirkulasi atau di dalam kompartemen sel. Contohnya kalsium, kurang
ebih 50% terikat pada albumin dan sitrat di dalam darah.

Tabel 1. Massa molekul relatif

Natrium (Na) 22.99 Bikarbonat 1 HCO.-) 61.02

Kalium (K) 39.10 Fos{at monobaslc (HrPOr- ) 96.99

Kalsium (Ca ) 40.08 Fosfat drbasic (HPO4'z- ) 95.98

It4agnesium (lv!) 24.31 Fosfat (PQ} ) S+.gt


Klorida (Cl) 35.45 Ammonia ( NH.) 17.03

Fosfor (P) 30.97 )


Ammonium (NH4- 18.04

Karbon (C) 12.01 Glukosa(C6H12O6) 180.16

Hidrogen (H) 't.008 Urea ( HTNCONHT) 60.06

Oksigen (O) 16.00 BUN. (Nr) 28.02

Nitrogen (N) 14.01

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam konsentrasi suatu zat


adalah'komposisi plasma. Volume plasma mengandung 93% air,7o/o
terdiri dari lipid dan protein. Konsentrasi ion di dalam cairan plasma
kadang lebih rendah dari yang diperkirakan bila diekspresikan
terhadap keseluruhan jumlah cairan plasma (sebagaimana terdeteksi
oleh pemeriksaan laboratorium). Umumnya hal ini tidak menjadi
masalah, namun perlu dipertimbangkan saat dijumpai hiperlipidemia
atau hiperproteinemia.

25
8. Reaksi kimia
Pada tubuh manusia, reaksi kimia terjadi di dalam air. Molekul
air akan turut berpartisipasi dalam reaksi. Proses sintesis, hidrolisis-
dehidrasi adalah contoh dari reaksi kimia di dalam tubuh.
Melalui suatu reaksi kimia, sel berperan dalam memenuhi kebutuhan
energi (sel dapat menangkap, menyimpan dan menggunakan
energi) yang diperlukan untuk mempertahankan homeostasis dan
penyelenggaraan fungsi-fungsi esensial tubuh. Setiap sel merupakan
sumber produksi bahan kimia; dan setiap sel hidup akan tetap berfungsi
dalam mengendalikan berbagai reaksi kimia.
Di dalam suatu reaksi kimia akan terbentuk dan atau terurai suatu
ikatan kimia di antara atom-atom. Selanjutnya atom yang terdapatdalam
reaksi diantara beberapa su bstansi atau reaktan mengalami pengaturan
kembali; membentuk substansi atau produk lain yang berbeda.
Beberapa jenis reaksi kimia diuraikan berikut.
8.1. Dekomposisi
Dekomposisi adalah reaksi yang terjadi bilamana suatu molekul
berubah menjadi bentuk fragmen yang lebih kecil. Di saat suatu ikatan
kovalen (dengan energi potensial) diuraikan (dekomposisi), akan dihasilkan
energi kinetik yang diperlukan untuk melakukan suatu aktifitas.
Katabolisme merupakan suatu proses dekomposisi molekul yang
berlangsung didalam sel; merupakan pemecahan (metabolik) molekul
yang lebih kompleks disertai pelepasan sejumlah energi. Melalui
proses katabolisme inilah sebuah sel memperoleh energi.
Hidrolisis merupakan reaksi kimia suatu senyawa dengan air.
Reaksi dekomposisi pada air sangat penting pada proses penguraian
molekul-molekul kompleks yang ada di dalam tubuh. Melalui proses
hidrolisis, ikatan kimia pada molekul kompleks akan diuraikan; selanjutnya
komponen air akan ditambahkan pada fragmen yang dihasilkan dalam
proses tersebut.

8.2. Sintesis
Sintesis adalah proses pembentukan suatu bentuk senyawa
dari senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Sintesis selalu
menyebabkan terbentuknya ikatan kimia baru; baik dalam bentuk

26
)aE o1perlukan untuk suatu atom atau dalam bentuk suatu
-,:,ekul. Reaksidehidrasi merupakan suatu reaksi pelepasan molekul
=' kebalikan dari proses hidrolisis.
Reaksi anabolisme adalah proses sintesis suatu molekul atau
. cmponen baru di dalam tubuh. Sintesis karbohidrat, protein, lemak
1

I ran senyawa lain pada mahluk hidup, molekul-molekul atau perasat


I sederhana lainnya, adalah suatu proses anabolisme.
I
I 8.3. Reaksi pertukaran
Pada reaksi pertukaran, bagian reaktif dari molekul berputar
t :erbaur dengan sekitar. Meskipun reaktan dan produk mengandung
I (omponen yang sama, namun komponen-komponen tersebut terdapat
I :alam bentuk yang berbeda.

8.4. Reaksi reversibel


Reaksi reversibel merupakan suatu proses dimana perubahan
.ang terjadi di satu sisi (arah reaksi) dapat menyebabkan perubahan
I
:ada sisi lain (arah sebaliknya)secara simultan. Perubahan yang terjadi
I -teliputi perubahan konsentrasi, suhu, energi dan sebagainya. Pada
I
<ondisi ekilibrium, rasio reaksi di kedua sisi memiliki nilai seimbang.

8.5. Reaksi enzimatik


Pada umumnya reaksi kimia tidak berlangsung secara spontan
^amun terjadi secara perlahan sehingga perubahan yang terjadi
:Cak akan banyak berpengaruh pada sel. Sebelum suatu reaksi
< mia berlangsung, diperlukan sejumlah energi untuk mengaktivasi
'eaktan, aktivasi energi mencerminkan jumlah energi yang diperlukan
-ntuk memulai suatu reaksi. Suatu sel memproduksi molekul enzim
-ntuk memulai suatu reaksi kimia yang spesifik. Enzim berperan
:alam pengendalian reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh sebagai
sratu katalisator; yaitu suatu zatyang berperan dan berfungsi dalam
:<selerasisuatu reaksi kimia namun tidak ikut bereaksi (enzim berperan
:alam mempercepat proses suatu reaksi kimia, bukan pada tujuan
I
-=aksi maupun dalam bentuk produk yang dihasilkan). Reaksi-reaksi
I
. cmpleks membutuhkan rangkaian yang saling berkaitan, dimana
\

27
setiap langkah diperlukan enzim spesifik. Rangkaian reaksi yang
dem i kian disebut seb agai pathway. Reaksi enzi mati k umu m nya bersifat
reversibel dan berlangsung sampai diperoleh suatu ekuilibrium.

8.6. Analisis
Analisis adalah suatu proses yang diperlukan untuk menentukan
jenis komponen yang terdapat dalam sampel suatu zat. Proses ini
dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.

28
BAB 2
Fisiologi

1. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit

1.'t. Karakteristik Air


Air adalah senyawa esensial untuk semua makhluk hidup dan
mempu nyai beberapa karakteristi k fisiologik:
- Media utama pada reaksi intrasel
- Diperlukan oleh sel untuk mempertahankan kehidupan. Hampir
semua reaksi biokimia tubuh terjadi dalam media air, sehingga
dapat dikatakan bahwa air merupakan pelarut untuk kehidupan.
- Pelarut terbaik untuk solut polar dan ionik.
- Media transpor pada sistem sirkulasi, ruang di sekitar sel (ruang
intravaskular, interstisium), dan intrasel.
- Mempunyai panas jenis, panas penguapan, dan daya hantar panas
yang tinggisehingga berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.

1.2. Jumlah Air Tubuh


Total body water (air tubuh total) dapat ditentukan melalui beberapa
cerhitungan yang menerapkan teknik dilusi dengan menggunakan
cerbagai zat seperti deuterium, tritium dan antipirin. Penentuan jumlah

=iran ekstrasel biasanya diukur secara langsung akan tetapi lebih


sulit dibanding pengukuran air tubuh total. Hal ini disebabkan bahan
_;ang digunakan dalam proses dilusi harus hanya terdapat pada cairan
ekstrasel dan tersebar pada seluruh kompartemen ekstrasel.

29
Ada beberapa cara mengukur kompartemen cairan tubuh, yaitu:
a. Pengukuran cairan kompartemen tubuh berdasarkan konsentrasi
suatu zatdi dalam kompartemen:

Jumlah zat disuntikkan


Volume distribusi

b. Dalam melakukan pengukuran jumlah air di kompartemen, perlu


dilakukan perhitungan (koreksi) zat-zat yang diekskresikan dalam
kurun waktu yang dibutuhkan oleh zat tersebut sejak disuntikkan
dan terdistribusi ke dalam kompartemen.

Jumlah at disuntikkan - Jumlah diekskresikan


Va=
Konsentrasi setelah ekuilibriurn

Untuk mengukur volume cairan kompartemen, diperhitungkan


zat tertentu yang terdistribusi dengan sendirinya di dalam
kompartemen. Sementara pengukuran volume kompartemen
yang tidak mengandung zattertentu, dilakukan dengan melakukan
pengurangan.

- Untuk mengukur jumlah air tubuh tolal (total body water, TBW).
Dibubuhkan zat deuterium atau disebut deuterated water
(DrO), tritium atau disebuttritiated water (THO), dan antipirin.
- Volume ekstraselular (extracellular fluid volume, ECFV) diukur
dengan melakukan pemberian label dengan inulin, sukrosa,
mannitol dan sulfat.
- Volume plasma (PlasmaVolume, PV) diukurdengan melakukan
pemberian label radioaktif, yaitu radiolabeled albumin atau
zatwarna biru Evans (Evans blue dye yang berikatan dengan
albumin).
- Volume intraselular (intracellular fluid volume, ICFV) diukur
dengan melakukan substraksi:

30
- Volume cairan interstisium (interstitial fluid volume, ISFV)
diukur dengan melakukan substraksi:

Jumlah cairan tubuh total kurang lebih 55-60% dari berat badan
Jan persentase ini berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh,
_enis kelamin dan umur. Pengaruh terbesar berhubungan dengan
.umlah lemak tubuh. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah
Jibandingkan kandungan air di dalam sel otot, sehingga persentase
-iran tubuh total pada orang yang gemuk (obes) lebih rendah dari
'nereka yang tidak gemuk. Pada bayi dan anak, persentase cairan
:ubuh total lebih besar dibanding dengan orang dewasa dan akan
rrenurun sesuai dengan pertambahan usia. Pada bayi prematurjumlah
:airan tubuh total sebesar 80o/o dari berat badan, sedangkan pada bayi
rormal 70o/o-75o/o dari berat badan, pra-pubertas 650/o-70o/o dari berat
cadan, dan pada orang dewasa sebesar 55-60% dari berat badan.
Kadar lemak pada wanita umumnya lebih banyak dibanding dengan
cria, sehingga kadar air pada pria lebih besar dari pada wanita. Makin
tua seseorang, biasanya jumlah lemaknya meningkat sedangkan
.umlah airnya makin berkurang. Kadar air tubuh total berdasarkan
rmur dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Kadar air tubuh total terhadap berat badan

10-18 59% 57 o/o

18-40 61o/o 51o/o


40-60 55 o/o
47 o/o

>60 52o/o 460/0

Bila diperkirakan sekitar 55% berat tubuh merupakan air, maka


cerhitungan cairan tubuh total menggunakan rumus:

31
Perhitungan ini hanya berlaku untuk individu dalam keadaan kese-
imbangan airtubuh normal. Untukorang dewasa obes hasil perhitungan
rumus ini dikurangi 10%, sedangkan untuk orang kurus ditambahkan
10%.
Pada keadaan dehidrasi berat, air tUbuh total berkurang sekitar
1Oo/o, maka pada keadaan dehidrasi berat air tubuh total dihitung
dengan menggunakan rumus:

Perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada keadaan dijumpai


edema karena kemungkinan kesalahan sangat besar.

1.3. Distribusi Cairan Tubuh


Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartemen besar, yaitu intrasel
dan ekstrasel.

Gambar 5. Komposisi elektrolit pada cairan tubuh manusia.

1.3.1. Kompartemen Intrasel


Cairan intrasel (intracellular fluid) adalah cairan yang terdapat
dalam sel tubuh. Volumenya lebih kurang 33% berat badan (60% air
tubuh total). Kandungan air intrasel lebih banyak dibanding ekstrasel.
Persentase volume cairan intrasel pada anak lebih kecil dibandingkan

32
I l
l
I
I
crang dewasa karena jumlah sel lebih sedikit dan ukuran sel lebih kecil.
Cairan intrasel berperan pada proses menghasilkan, menyimpan, I

Jan penggunaan energi serta proses perbaikan sel. selain itu, cairan
ntrasel juga berperan dalam proses replikasi dan berbagai fungsi I

<husus antara lain sebagai cadangan'air untuk mempertahankan i

rolume dan osmolalitas cairan ekstrasel.

Kandungan Elektrolit lntrasel


i
i
Dalam cairan intrasel, kation utama adalah kalium, sedangkan
I
anion utama adalah fosfat dan protein. lon K*, Mg2* dan pOo2' me- I

'upakan solut yang dominan untuk menimbulkan efek osmotik pada


cairan intrasel. lon K* juga penting dalam proses biolistrik. Konsentrasi
on kalsium intrasel sangat rendah.

1.3.2. Kompartemen Ekstrasel

Cairan ekstrasel adalah cairan yang terdapat di luar sel tubuh.


Cairan ekstrasel terdiri dari:
- cairan interstisium atau cairan antar-sel, yang berada diantara sel-
sel
- Cairan intra-vaskular, yang berada dalam pembuluh darah yang
merupakan bagian air dari plasma darah.
- Cairan trans-sel, yang berada dalam rongga-rongga khusus, misalnya
cairan otak (likuor serebrospinal), bola mata, sendi. Jumlah cairan
trans-sel relatif sedikit.
Dengan menggunakan berbagai marker, diperoleh volume cairan
ekstrasel sebesar 42-53o/o jumlah cairan tubuh total untuk marker
klorida dan 30-33% untuk marker inulin dan sulfat. volume cairan
ekstrasel sebesar 24o/o dari berat badan pada orang dewasa. Untuk
penggunaan di klinik umumnya digunakan nilai 40% dari jumlah air
tubuh total (lihat tabel 3).

33
Tabel 3. Volume air tubuh pada masing-masing kompartemen*

Volume intraselular 24.0 L 33 60


Volume ekstraselular 't6.0 L' 22 40
Volume interstisium 11.2 L 15.4 28
. Volume plasma 3.2L 4..4 I
. Volumetrans-selular** 1.6 L 2_2 4
*
Sebagai model adalah seorang pria sehat BB = 73 kg dan cairan tubuh total sejumlah 40 L (55%)
**Cairan serebrospinal, gastrointestinal,
traktus urinarius, duct of glands, cairan serous cavities

Cairan ekstrasel berpeiran sebagai:


- Pengantar semua keperluan sel (nutrien, oksigen, berbagai ion,
trace minerals, dan regulator hormon/molekul).
- Pengangkut CO, sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang
telah mengalami detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel.

Kandungan Elektrolit Ekstrasel


Komposisi bahan yang terlarut dalam subkompartemen cairan
ekstrasel (plasma dan cairan interstisium) ternyata berbeda. Hal
tersebut disebabkan oleh pengaruh keseimbangan Gibbs-Donnan3,
kadarnya lebih tinggi pada cairan interstisium, kecuali untuk ion Ca2+
dan Mg2+ karena ion ini banyak yang terikat pada protein plasma.
Perbedaan yang nyata antara cairan ekstrasel dan intrasel adalah
pada kationnya. Kation utama dalam cairan ekstrasel adalah natrium
(Na.) dan dalam cairan intrasel kalium (K+). Kation ekstrasel lainnya
adalah kalium (K.), kalsium, (Ca2*) dan magnesium (Mgr-). Untuk
menjaga netralitas listrik, di dalam cairan ekstrasel terdapat anion
klorida, bikarbonat dan albumin.
Natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat merupakan elektrolit penting
karena kontribusinya sebagai daya osmotik untuk mempertahankan air
dalam cairan ekstrasel. Natrium dan kalium mempengaruhi tekanan
osmotik kristaloid cairan ekstrasel dan intrasel serta secara langsung
t
' P.rg.rt,a, Gibbs-Donnan: pada kondisi keselmbangan, konsentrasi pasangan kation dan
anion yang dapat berdifusi yang dihasilkan pada salah satu sisi membran akan sama dengan
produksi kation dan anion pada sisi lainnya.

34
berhubungan dengan fungsi sel dalam proses blolistrik. Konsentrasi
natrium merupakan kontributor utama dalam osmolalitas serum dan
penentu utama tonisitas plasma. Jumlah natrium didalam cairan ekstrasel
merupakan hasil keseimbangan dua faktol yaitu uptake natrium di
saluran cerna dan ekskresi natrium di ginjal dan tempat lain. Natrium
adalah komponen utama cairan ekstrasel karena selalu dipompa keluar
sel oleh natrium-kalium AfPase. Kandungan elektrolit dengan komposisi
dan kadar yang berbeda dalam cairan tubuh dapat dilihat pada gambar
6, sedangkan kandungan elektrolit dan bahan terlarut lainnya dari cairan
ekstrasel dan intrasel dapat dilihat pada tabel4.
Tabel 4. Kadar elektrolit dalam cairan ekstrasel dan cairan intrasel

Na* 140 148 13


K* 4,5 5,0 140
Ca2* 5,0 4,0 1x101
Mg'* 1,7 1,5 7,0
CI 104 115 3,0
HC03 24 27 '10

s0l. 1,0 1,2


Pq" 2,0 2,3 107
Protein 15 B n:
Anion organik 5,0 5,0

1.4. Keseimbangan Gibbs-Donnan


Keseimbangan Gibbs-Donnan adalah keseimbangan antara cairan
intra dan ekstrasel yang timbul akibat peran membran sel. Protein
yang merupakan suatu molekul besar bermuatan negatif, bukan hanya
ukuran molekulnya yang besar namun merupakan suatu partikel aktif
yang berperan mempertahankan tekanan osmotik. Protein ini tidak
dapat berpindah, ia mempengaruhi ion mempertahankan netralitas
elektron (keseimbangan muatan positif dan negatif) sebanding dengan
keseimbangan tekanan osmotik di kedua sisi membran. Pergerakan
muatan pada ion akan menyebabkan perbedaan konsentrasi ion yang
secara langsung mempengaruhi pergerakan cairan melalui membran
ke dalam dan ke luar sel (lihat gambar 6 berikut).

2tr
Tahap awal H Volume Total
100 mL

H
i8* *ssnol 100 Osrnol

rahap kedua Perpindahan


E ion

EE
66 Gsr*el 334 Csmol

Tahap akhir Perpindahan


air
JJ USMOI S7 Osmot

Gambar 6. Keseimbangn Gibbs-Donnan menjelaskan perpindahan cairan dari intrasel


ke interstisium akibat pergerakan muatan ion yang dipengaruhi oleh protein. Hasil akhir
dari keseimbangan ini adalah berpindahnya cairan dari kompartemen yang kurang
mengandung protein ke kompartemen yang lebih banyak mengandung protein.

Pada tahap awal, dijumpai ketidak-stabilan di satu sisi membran


semi-permeabel (l), yaitu pada sisi yang memiliki permeabilitas
terhadap kation (K.) dan anion impermeabel (Pr ); sedangkan di sisi
lain (ll)terdapat K* dan Cl yang keduanya bersifat permeabelterhadap
membran. Konsentrasi K* bersifat ekimolar pada kedua sisi (l dan ll).
Karena sisi I tidak mengandung Cl-, maka Cl- akan mengalami difusi
sehingga tercapai suatu keseimbangan. Hal ini akan menyebabkan
muatan sisi I negatif relatif dibandingkan sisi ll, yang mana hal ini tidak
lain disebabkan oleh karena di sisi I terdapat kelebihan konsentrasi
anion (Pr I + 91 1;.
Keseimbangan konsentrasi Cl- di kedua sisi tidak akan pernah
tercapai' karena efek muatan negatif di sisi I akan menyebabkan
perpindahan dari sisi ll ke sisi l; sehingga di sisi ll konsentrasi Cl
akan lebih tinggi. Adanya kelebihan anion dalam bentuk Cl- di sisi I
menimbulkan gradien muatan negatif di antara sisi I dan ll. Gradien
muatan listrik negatif ini menyebabkan penarikan K. bermigrasi dari
sisi li ke sisi l. Selanjutnya, dengan migrasi ini, terajdi kelebihan K.
di sisi ll; kelebihan ini menyebabkan perpindahan K. kembali ke sisi I
sehingga terjadi suatu keseimbangan. Hasil akhirnya adalah suatu
keseimbangan dimana kadar K* dan Cl- sama.

36
1.5. Solut

Terdapat dua jenis solut (zat terlarut), yaitu solut permeabel dan
mpermeabel.

'1.5.1. Solut Permeabel


Solut permeabel adalah solut di dalam tubuh yang bersifat inefektif
Calam mempertahankan tekanan osmosis (disebut juga solut inefektif).
Solut permeabel bebas melintas seluruh membran sel, tidak efektif
memengaruhi tekanan osmotik dan tidak menyebabkan perpindahan i
I

air. Solut permeabel terdiri dari urea (blood urea nitrogen, BUN), etanol, I

metanol (zat toksik) dan etilen glikol. Urea yang solut permeabel, I

mudah melintas membran sel, menyebar pada seluruh cairan tubuh,


tidak mempunyai kontribusi pada tonisitas, pada pergerakan air atau
cengeriputan (shrinkage) sel, hanya mempunyai kontribusi pada
osmolalitas tetapi tidak berpengaruh terhadap tekanan osmotik sehingga
urea disebut sebagai osmol yang tidak efektif (ineffective-osmole).

1.5.2. Solut lmpermeabel

Solut impermeabel adalah zat terlarut atau solut di dalam tubuh


yang bersifat efektif (disebut juga solut efektif), tidak bebas melintas
membran sel (dariekstrasel ke intrasel atau sebaliknya), namun efektif
memengaruhi tekanan osmotik dan dapat menyebabkan perpindahan
air.
Solut impermeabel intrasel adalah kalium, magnesium, fosfat, sulfat
dan protein. Solut impermeabel ekstrasel adalah natrium dan anionnya
(Cl, HCO3-), glukosa, manitol, gliserol, sorbitol. Natrium, kalium
dan glukosa bebas berpindah antara interstisium dan intravaskular
(plasma) sehingga ketiga osmol ini tidak berpengaruh terhadap
perpindahan cairan dari interstisium ke dalam plasma atau sebaliknya.
Urea dan glukosa merupakan komponen non-ionik osmolalitas plasma.
Konsentrasi glukosa dan urea pada keadaan nonpatologik relatif
stabil dan merupakan penunjuk (index) osmolalitas plasma. Dalam
keadaan normal glukosa berdifusi ke dalam sel sehingga tidak besar
pengaruhnya pada tonisitas serum. Glukosa adalah osmol efektif.
Bila konsentrasi glukosa ekstrasel sangat tinggi dapat menimbulkan

37
keadaan hipertonisitas sehingga air intasel bergerak keluar, masuk ke
dalam kompartemen ekstrasel.
Solut idiogenik adalah solut impermeabel intrasel yang merupakan
molekul osmoprotektif intrasel yang dibentuk pada keadaan hipertonik.
Pada keadaan hipernatremia, solut idiogehiknya adalah: natrium, asam
amino, taurin, glutamat dan sorbitol.

1.6. Osmolaliltas dan osmolaritas


Osmolalitas atau osmolaritas adalah jumlah solut permeabel
ditambah solut impermeabel. lstilah osmolalitas lebih disukai di bidang
kimia karena massa pelarut tidak terpengaruh oleh suhu dan tekanan.
lstilah osmolaritas lebih sering digunakan karena lebih mudah mengukur
volume dibandingkan mengukur massa atau berat.

1.6.1. Prinsip lso-osmolalitas


Dalam keadaan normal, osmolalitas cairan intrasel sama dengan
osmolalitas cairan ekstrasel. Osmolalitas seluruh kompartemen
pada steady sfafe sama yaitu sekitar 290 mOsm/kgHrO, walaupun
konsentrasi partikel berbeda pada berbagai kompartemen. Osmolalitas
sangat penting pada fungsi sel sehingga osmolalitas diatur dengan
sangat ketat oleh berbagai variabel tubuh. Prinsip iso-osmolaritas
sangat penting untuk memahami distribusi air di dalam tubuh.

1.6.2. Osmolalitas Plasma (Posm)


Pengukuran: penurunan titik beku plasma (freezing point depression)
Perhitungan:

Posm (mOsm/kg HrO)=


2{(Na}mEq/L} + (glukosa mgldl[18 + {BUN mgldl)12.8 + (X mgldl}(B!r,10}

Keterangan: X = Manitol, Gliserol, Sorbitol, Etanol

Osmolalitas plasma = osmolalitas seluruh cairan tubuh


Osmolalitas plasma sedikit lebih tinggi (<2mosm/L) dibanding
osmolalitas ruang interstisium. Perbedaan osmolalitas antara ruang

38
/askular dan ruang interstisium <2 mosm/L. Fenomena yang sama
:erdapat pada membran sel, namun pompa natrium-kalium adenosin
:rosfat mengatasi perbedaan ini sehingga osmolalitas intraselular
-ma dengan osmolalitas ekstraselular.
rcoisitas (Osmolalitas Plasma Efektif)
Tonisitas atau Osmolalitas plasma efektif adalah jumlah konsentrasi
r:,-rt impermeabel.

Posm efektif (mosmlkg Hp) =


2{(Na}mOsmrU + (glukosa mgldl.}tl8 + (X mgfdlfiBnirl0}
Keterangan:
X = Mannitol, Gliserol dan Sorbitol
BUN tidak dihitung karena merupakan solut permeabel

Tonisitas disebut juga sebagai osmolalitas plasma efektif. Tonisitas


3lalah kemampuan solut menghasilkan tekanan osmotik yang
-enyebabkan pergerakan air dari satu kompartemen ke kompartemen
a n. Pengaturan tonisitas menentukan status hidrasi dan ukuran sel.
lsotonisitas
Cairan (solution) dikatakan isotonik bila volume sel yang terdapat
di dalam cairan itu dapat dipertahankan dalam keadaan normal.
Cairan isotonik adalah cairan yang osmolalitasnya sama dengan
plasma atau bersifat iso-osmolar.
Hipertonisitas
Peningkatan tonisitas cairan ekstrasel biasanya disebabkan oleh
pen n g katan konsentrasi natri um. H iperton isitas meru pakan sti mu us
i I

utama rasa haus dan pelepasan ADH; rasa haus meningkatkan


asupan air, ADH menyebabkan retensi air oleh ginjal.
- Hipotonisitas
Kebalikan dari hipertonisitas, ADH ditekan sehingga ekskresi air di
ginjal meningkat. Sering kali disebabkan asupan air yang berlebihan.

39
1.7. Pergerakan Gairan
Pergerakan cairan tubuh (hidrodinamika) mencakup penyerapan
air di dalam usus, masuk ke pembuluh darah, dan beredar ke
seluruh tubuh. Pada pembuluh kapilar, air mengalami filtrasi ke ruang
interstisium dan selanjutnya masuk ke dalam sel melalui proses difusi,
sebaliknya air dari dalam sel keluar kembali ke ruang interstisium dan
masuk ke pembuluh darah.
Pergerakan airjuga meliputi filtrasi air di ginjal (sebagian kecil dibuang
sebagai urin), ekskresi air ke saluran cerna sebagai liur pencernaan
(umumnya diserap kembali) serta pergerakan air ke kulit dan saluran
napas yang keluar sebagai keringat dan uap air. Pergerakan cairan
tersebut bergantung kepada tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik.

1 .7 .1 . Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah tekanan di dalam pembuluh darah yang
sangat ditentukan oleh tekanan darah. Tekanan ini semakin menurun
ke arah perifer.

1.7.2. Tekanan Osmotik


Tekanan osmotik ada dua macam, yaitu tekanan osmotik kristaloid
dan tekanan osmotik koloid (tekanan onkotik)

Tekanan Osmotik Kristaloid


Tekanan osmotik kristaloid4 adalah tekanan osmotik yang ditimbul-
kan oleh mineral dan ion mineral.
Tekanan Osmotik Koloid (Tekanan Onkotik)
Tekanan osmotik koloid (tekanan onkotik)adalah tekanan osmotik
yang dihasilkan oleh molekul koloids yang tidak dapat berdifusi, misal-
nya protein, yang bersifat menarik air ke dalam kapilar dan melawan
tekanan filtrasi.
Perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke interstisium atau
sebaliknya sangat dipengaruhi oleh kadar albumin dalam plasma.
Pada keadaan normal, albumin tidak dapat keluar dari pembuluh
darah. Albumin adalah protein utama didalam plasma (80% protein
plasma), memberikan 85% tekanan onkotik plasma. Protein plasma
menghasilkan tekanan onkotik sekitar 25 mmHg. Efek osmotik packed
a Kristaloid artinya mirip kristal
5 Koloid berasal dari bahasa Yunani kolla yang adnya lem.

40
'ed blood cells adalah nol karena sel darah berada dalam suspensi
:ukan di dalam solution, sehingga tidak bereaksi dengan air.

1,7.3. Pergerakan Cairan Melintas Membran Sel


Membran sel bersifat permeabel selektif. Pergerakan cairan yang
:erjadi melalui difusi yang terdiri dari dua mekanisme, yaitu transpor
:asif dan transpor aktif.

Transpor Pasif
Proses difusi melalui membran semipermeabel disebut osmosis.
-.anspor pasif adalah proses osmosis sederhana berdasarkan
:erbedaan tekanan osmotik yang tidak memerlukan energi. Air, molekul
<eciItak bermuatan dapat melintas membran sel dengan transport pasif
csmosis). Transpor pasif membawa air dari tekanan osmotik rendah ke
:ekanan osmotik tinggi dan membawa molekul lain daritekanan osmotik
: rggi ke tekanan osmotik rendah sehingga terjadi suatu keseimbangan
:smotik baru. Transpor cairan (air dan molekul kecil tak bermuatan)
.eluar masuk sel melintasi membran plasma merupakan proses difusi.
3erpindahnya cairan dari intrasel ke ekstrasel (dan/atau sebaliknya)
: pengaruhi oleh perbedaan osmolalitas. Cairan akan berpindah dari
:aerah yang memiliki osmolalitas lebih rendah ke daerah yang memiliki
:smolalitas lebih tinggi.

Transpor Aktif
Transpor aktif adalah proses difusi yang memerlukan bantuan
suatu zat pembawa (carrier) atau melalui suatu kanal tertentu, yang
remerlukan energi. Transport aktif membawa molekul ke daerah
.,ang memiliki konsentrasi lebih tinggi, dengan demikan sel dapat
rtempertahankan komposisi lingkungan internal yang berbeda dengan
ngkungan di sekitarnya.
Contoh tanspor aktif adalah pompa natrium-kalium-ATPase. Tiga
cn natrium dan ATP bergabung dengan pompa, ATP berubah jadi
ADP dan melepaskan energi. Pompa berubah bentuk, ion natrium
Silepaskan dari pompa. Selanjutnya fosfat dilepaskan, pompa berubah
centuk lagi, ion kalium dikeluarkan dari pompa. Bentuk pompa kembali

41
seperti semula, pompa siap bergabung kembali dengan ion natrium
dan ATP. lon dan molekul besar hanya dapat melintas membran sel
melalui transpor aktif (gambar 8).

Gambar 7. Mekanisme pompa -fl[#llrXrrTalam pertukaran elektrolit melintas

1.7.4. Pergerakan Cairan Antara Kapilar dan Jaringan Tubuh


Pergerakan cairan antara kapilar dan jaringan tubuh terutama
ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan osmotik koloid (tekanan onkotik)
yang terutama berasal dari protein darah . Tekanan onkotik relatif stabil,
berkisar25mmHg. Filtrasi cairan di awal kapilardisebabkan oleh tekanan
hidrostati k yang melebih i tekanan onkotik. Pada kapilar bag ian proksimal
(dekat arteriol) tekanan hidrostatik 40mmHg. Air didorong dari plasma
ke dalam cairan interstisium dengan tekanan 140-251mmHg atau sama
dengan 15mmHg, sehingga teryadi filtrasi cairan secara terus-menerus
dari kapilar ke interstisium.
Pada bagian distal kapilartekanan hidrosatikturun menjadi 10mmHg.
Sebagian besar air dari cairan interstisium ditarik kembali ke dalam

42
olasma dengan tekanan 125-101mmHg atau sama dengan 1SmmHg.
Sebagian besar cairan yang difiltrasi di kapilar bagian proksimal kembali
<e darah di kapilar bagian distal karena tarikan tekanan onkotik. Cairan
rang tertinggal, disalurkan melaluisaluran limfe. Sisa airyang ditampung
'nelalui sistem limfatik dibawa kembali ke sistem vena.

1.7.5. Homeostasis Air dan Elektrolit


Homeostasis atau pengaturan keseimbangan air dan elektrolit sangat
centing adanya. Perubahan volume cairan ekstrasel dalam jumlah kecil
:idak akan memberi reaksi fisiologik. Pengaturan keseimbangan elektrolit
sangat penting dalam pengatuan volume cairan ekstrasel.
Keseimbangan air adalah kondisi dimana jumlah air yang masuk ke
:alam tubuh seimbang dengan jumlah air yang keluar. Keseimbangan
:ektrolit adalah suatu kondisi dimana jumlah masing-masing elektrolit
..ang masuk ke dalam tubuh setara dengan jumlah masing-masing
elektrolit yang keluar. Pengaturan keseimbangan cairan tubuh adalah
:saha untuk mempertahankan jumlah volume cairan yang terdapat
Jalam kompartemen ekstrasel dan intrasel selalu dalam keadaan tetap.
'lal ini dipengaruhi oleh (a) jumlah cairan yang masuk dan keluar tubuh,
b) proses difusi melalui membran sel, dan (c) tekanan osmotik yang
Jihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen.
Kebutuhan air sangat dipengaruhi aktifitas fisik, suhu lingkungan
serta suhu tubuh. Bila udara panas, keringat lebih banyak dihasilkan.
,Vaktu berolah raga atau kerja berat, dimana suhu tubuh meningkat,
:ihasilkan pula keringat yang lebih banyak. Air berasal dari minuman,
rakanan dan hasil metabolisme. Metabolisme karbohidrat, protein dan
emak menghasilkan sejumlah air.
Air yang diminum atau air dalam makanan diserap di usus, masuk
<e pembuluh darah, beredar ke seluruh tubuh. Di kapilar air difiltrasi ke
-uang interstisium, selanjutnya masuk ke dalam sel secara difusi, dan
sebaliknya, dari dalam sel keluar kembali. Dari darah difiltrasi di ginjal
:an sebagian kecil dibuang sebagai urin. Ke saluran cerna dikeluarkan
sebagai liur pencernaan (umumnya diserap kembali); ke kulit dan saluran
"1apas keluar sebagai keringat dan uap air. Kehilangan cairan tubuh dapat

:rlihat pada tabel 5.

43
Keringat dihasilkan kelenjar keringat yang tersebar di sebagian besar
kulit. Bila suhu tubuh meningkat, secara refleks terjadi sekresi keringat.
Komposisi air keringat mirip dengan cairan ekstraselular, tetapi kadar
garam-garamnya lebih rendah (hipotonis). Keringat lebih berperan sebagai
pengatur suhu tubuh, bukan sebagai pengjatur cairan tubuh.

Tabel 5. Kehilangan Cairan Tubuh (mL)

lnsensibel kulit 350 350 350


Saluran napas 350 250 650
Urin 't400 1200 500
Keringat 100 1400 5000
Feses 100 100 't00

Konsep Homeostasis
Sel seltubuh hanya dapat hidup dan berfungsi bila berada/terendam
dalam cairan ekstrasel yang sesuai. Cairan ekstrasel ini biasa juga
disebut lingkungan dalam tubuh (milieu interieur). Lingkungan dalam
tubuh ini boleh dikatakan selalu konstan dan hanya dapat berdeviasi
(berubah)dalam kisaran yang sanggat sempit. Contoh. pH darah 7.40,
hanya boleh berdeviasi antara 7.38-7.42. Proses mempertahankan
Iingkungan dalam yang relatif stabil ini disebut homeostasis (lihat
kembali pengertian dasar pada halaman 1).
Berbagai faktor lingkungan dalam yang harus dipertahankan
dengan mekanisme tertentu, antara lain:
- Kadar molekul nutrien yang diperlukan untuk metabolisme,
misalnya kadar glukosa darah. Bila kadar glukosa darah meningkat,
akan disekresi lebih banyak insulin; bila kadar glukosa darah
menurun akan disekresi berbagai hormon seperti glukagon untuk
meningkatkan glukosa darah.
- 02 yang terus dipakai dan harus selalu digantikan, CO, yang
terus dihasilkan dan harus dikeluarkan dalam jumlah yang sesuai.
Bila kadar O, darah arteri menurun atau kadar CO, darah arteri
meningkat, akan terjadi perangsangan dan peningkatan ventilasi.

44
' ::z'sisa metabolisme. Sisa metabolisme jangan sampai me-
'-:-kan gangguan (toksis). Bila produksi sisa metabolisme
-+- ^gkat, pengeluaran akan meningkat pula, dengan meningkat-
,- :engeluaran misal melalui paru (COr), ginjal dan hati.
'::saman (pH). Gangguan akibat perubahan pH terutama pada
= =.:'ofisiologi. Berbagai reaksi dalam sistem homeostasis akan
:::3ra mengatasi hal ini.
' .:ar air, garam-garam dan elektrolit lain, melalui berbagai hormon
,=:ertiADH, aldosteron, ANP dan rasa haus.
:-.u tubuh, yang umumnya berkisar sekitar 37,C. Berbagai
==<si tubuh akan timbul bila ada peningkatan suhu tubuh, seperti
='<eringat dan vasodilatasi atau vasokonstriksi dan menggigil bila
-^u tubuh terlalu rendah.
: Jme dan tekanan, misalnya peningkatan atau penurunan volume
,-:- tekanan darah, dengan berbagai respons yang sesuai.
-cmeostasis Air
:=--,bahan volume cairan ekstrasel dalam jumlah kecil tidak akan
-:mberi reaksi fisiologik. Keseimbangan cairan dipertahankan
::1gan mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel.
::ringkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume
:arah dan tekanan darah dan sebaliknya, penurunan volume cairan
:<strasel akan menurunkan volume darah dan tekanan darah. Jadi,
:engaturan volume cairan ekstrasel penting dalam pengaturan
.ekanan darah. Oleh karena itu, pemantauan jumlah cairan ekstrasel
: iakukan dengan melakukan pemantauan tekanan darah.
3ila asupan (intake) air terlalu banyak, tubuh akan segera berespon
serupa pengurangan sekresi ADH (antidiuretic hormone) dari
ripofisis posterior, yang rnengurangi reabsorpsi air di tubulus distal
lan duktus koligentes nefron ginjal dan dikeluarkan sebagai urine.
Peningkatan volume plasma akan diikuti oleh peningkatan venous
return, yang akan meregang dinding atrium. Dengan adanya
rangsangan pada reseptor regang pada dinding atrium kanan
akan merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Peptide (ANP) yang
menimbulkan blokade pada sekresi aldosteron dan diikuti peningkatan

45
pengeluaran natrium dan air melalui urin. Peningkatan tekanan darah
dideteksi oleh barosereptor di sinus karotis dan arkus aorta dan
mengirim impulsnya ke pusat kardioinhibitor, menimbulkan respons
berupa penurunan tekanan darah.
Pada keadaan hipovolemia baik karena kekurangan intake atau
pengeluiaran berlebihan seperti pada diare dan muntah-muntah,
tubuh berusaha menghambat pengeluaran air lebih lanjut dengan
menambah sekresiADH, yang meningkatkan reabsorpsi air di ginjal.
Juga timbul rasa haus dan dorongan untuk minum, agar kekurangan
itu segera teratasi.
Selain itu, pada saat terjadi penurunan volume cairan ekstrasel,
volume dan tekanan darah akan berkurang. Hal ini juga akan
menimbulkan rangsangan pada sistem renin-angiotensin se-
hingga timbul respons berupa pengurangan produksi urin
(restriksi pengeluaran cairan), rangsang haus yang disertai
dengan meningkatnya pemasukan cairan yang selanjutnya akan
meningkatkan volume cairan ekstraselular. Keseimbangan cairan
dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas cairan
ekstrasel.
Mekanisme homeostasis air dan elektrolit bertujuan mempertahankan
volume dan osmolaritas cairan ekstrasel dalam batas normal,
dengan mengatur keseimbangan antara absorbsi diet (makanan dan
minuman) di usus dan ekskresi di ginjal (konservasi dan ekskresi air
dan elektrolit), yang melibatkan juga sistem hormon.

Homeostasis Elektrolit
Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi
keseimbangan cairan dan fungsi sel.
Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya
mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstraselular dan intra-
selular dan langsung berhubungan dengan fungsi selular. Oleh
karenanya pembahasan kedua jenis kation ini sangat penting
dalam keseimbangan elektrolit.
Elektrolit adalah senyawa yang didalam larutan berdisosiasi
menjadi ion bermuatan positif dan negatif. Elektrolit penting dalam

46
mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Dalam kedua
kompartemen cairan tubuh terdapat beberapa kation dan anion
(elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan
dan fungsi sel. Perbedaan yang nyata antara cairan ekstrasel dan
intraselterletak pada kation. Dua katibn penting, yaitu natrium dan
kalium berhubungan langsung dengan fungsi sel. Jumlah kation
sama dengan jumlah anion pada setiap kompartemen.

- Homeostasis Natrium
Natrium merupakan kation dominan pada cairan ekstrasel.
Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan
oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO.)
sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel
menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
Pemasukan natrium melaluiepitel mukosa saluran cerna. Natrium
masuk melalui proses difusi dan sistem transport media. Rasio
absorbsi sangat bervariasi tergantung pada kandungan natrium
dalam diet, ekskresi natrium di ginjal dan keringat di kulit.
Pemasukan dan pengeluaran natrium per hari mencapai 48-
144 mEq (1,1-3,3 g). Bila pemasukan natrium berlebihan (diet
mengandung tinggi garam tanpa disertai pemasukan air adekuat)
tidak terjadi perubahan konsentrasi natrium cairan ekstrasel; hal
tersebut disebabkan adanya mekanisme pengaturan pemasukan
dan pengeluaran cairan yang mempertahankan konsentrasi
natrium tetap konstan. Ginjal merupakan organ terpenting dalam
pengaturan konsentrasi natrium. Di cairan ekstrasel konsentrasi
natrium berkisar antara 136-142 mEq/L, sedangkan di cairan
intrasel berkisar 10 mEq/L. Konsentrasi jumlah total di cairan
ekstrasel mencerminkan keseimbangan dua faktor, yaitu:
a. Pemasukan natrium melalui epitel mukosa saluran cerna.
Natrium masuk melalui proses difusi dan sistem transport
media. Rasio absorbsi sangat bervariasi tergantung
kandungan natrium dalam diet. Ekskresi natrium di ginjal
dan perspirasiditempat lain. Dalam hal ini, ginjal merupakan
organ terpenting dalam pengaturan.

4l
b. Peningkatan konsentrasi natrium cairan ekstrasel yang di-
peroleh dari pemasukan tinggi natrium menyebabkan
kandungan natrium (Na. confenf) di cairan ekstrasel me-
ningkat. Peningkatan kandungan natrium akan diikuti
peningkatan konsentrasi natrium plasma secara temporer-
Selanjutnya terjadi peningkatan volume cairan esktrasel-
Terjadi perubahan osmosis yang diikuti penarikan cairan
lntrasel sehingga volume cairan ekstrasel bertambah dan
konsentrasi natrium kembali normal. Sekresi Anti Diuretic
Hormone (ADH) meningkat dan menyebabkan restriksi
pengeluaran air, akibatnya timbul rangsang rasa haus yang
akan meningkatkan konsumsi/ pemasukan air. Dengan adanya
inhibisi reseptor air yang terletak di faring, sekresiADH sudah
dimulai meskipun absorbsi Na+ belum berlangsung; kemudian
disusul dengan meningkatnya kecepatan sekresi setelah
absorbsi Na* karena timbulnya rangsang pada osmoreseptor.
Bila pengeluaran natrium melebihi pemasukannya (misalnya
minum banyak air yang tidak mengandung natrium), volume
cairan ekstrasel berkurang dan terjadi tanpa perubahan
tekanan osmosis. Konsentrasi dan tekanan osmotik cairan
ekstrasel akan berkurang dengan cepat. Penurunan sebesar
> 2o/o akan mengurangi sekresi ADH diikuti peningkatan
produksi urin. Saat cairan ekstrasel terbuang bersama urin,
tekanan osmotik kembali normal.
Pengaturan keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh dua
sistim regulasi, yaitu regulasi osmotik dan regulasi volume.
. Regulasi osmotik aktifitasnya dipicu oleh tingi-rendahnya osmolalitas
plasma. Sensor regulasi osmotik terletak di hipotalamus (supra
optic neuron atau SON, nukleus paraventrikuler dan organum
' vasculosum laminae terminalis atau OVLT) serta pusat rasa haus di
hipotalamus.
. Regulasi volume aktifitasnya dipengaruhi oleh volume arteri efektif
atau tekanan arteri. Sensor regulasi volume terletak Oi otot atrium
dan ventrikel, sinus karotis dan arteri aferen glomerulus.

48
Sensor di hipotalamus aktifitasnya terpicu oleh pengerutan
sel SON dan OVLT karena peningkatan osmolalitas plasma; terjadi
oelepasan vasopresin dan atau ADH.1,2 ADH melalui reseptornya di
duktus koligentes (reseptor V2) akan menggeser saluran air AQp2
aquaporin-2) dari sitoplasma ke arh membran daerah lumen sel
Cuktus koligentes yang memungkinkan air dari lumen masuk ke dalam
sel akibat perbedaan tekanan osmotik dan akhirnya masuk ke dalam
sirkulasi. Besaran osmolalitas plasma juga akan mempengaruhi pusat
'asa haus di hipotalamus. Bila terjadi peningkatan osmolalitas plasma,
naka pusat rasa haus terpicu sehingga individu bersangkutan akan
-neningkatkan asupan air.
Sensor regulasivolume di atrium dan ventrikelterpicu oleh pening-
<atan volume arteri efektif; dikeluarkanlah ANP atau B-type natriuretic
:eptide (BNP). Peptida-peptida natriuretik ini akan menghambat
':absorpsi natrium di duktus koligentes, menghambat pelepasan renin,
-:enghambat sekresi aldosteron dari korteks adrenal dan meningkatkan
aj u filtrasi glimerulus. Peptida-peptida natriuretik in i juga menyebabkan

:eningkatan ekskresi natrium melalui urin.


rada kondisi hipovolemia.
. Terjadi peningkatan aktifitas sensor regulasi volume di sinus karotis
dan arteri aferen glomerulus; berupa peningkatan aktifitas simpatis
dan penigkatan pelepasan renin. Peningkatan aktifitas simpatis dan
renin ini meningkatkan reabsorpsi natriu di duktus koligentes.
. Terjadi peningkatan sekresi ADH oleh hipotalamus; hal ini dikenal
dengan sebutan regulasi volume non-osmotik.

':seimbangan air di dalam tubuh merupakan kondisi berimbang dari


. iiume air yang masuk ke dalam tubuh dengan volume air yang keluar

:ari tubuh.3 Keseimbangan ini sangat diperlukan agar regulasi osmotik


laupun regulasi volume (yang berperan menendalikan keseimbangan
: r dan elektrolit intraselular dan ekstraselular) berada dalam kondisi
:teady state.4
rasil akhir dari regulasi ini diuraikan sebagai berikut (gambar 8):
. Regulasi osmotik. terjadi atau tidaknya reabsorpsi air (free electrolyte
water) di duktus koligentes.

49
. Regulasi volume: terjadi atau tidaknya ekskresi atau retensi natrium
di duktus koligentes.
Secara keseluruhan, yang diharapkan dari pengaturan ini adalah
osmolalitas cairan tubuh yang normal; terefleksi dari osmolalitas
plasma normal.

Gambar 8. Regulasi keseimbangan air dan natrium

Homeostasis kalium
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi
saraf, pengeluaran hormon, transpor cairan, perkembangan janin
dll. Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat
besar dalam tubuh dan terbanyak berada di intrasel. Kurang
lebih 98% kandungan kalium berada di cairan intrasel. Untuk
menjaga kestabilan kalium intrasel diperlukan keseimbangan

50
elektrokemikal yaitu keseimbangan antara kemampuan muatan
negatif dalam sel untuk mengikat kalium dan kekuatan kimiawi
yang mendorong kalium keluar dari sel. Konsentrasi kalium cairan
ekstrasel mencerminkan keseimbangan antara pemasukan kalium
melalui proses pompa ion di epitel mukosa saluran cerna dengan
pengeluarannya melalui urin.
Keseimbangan ini menghasilkan suatu kadar kalium yang kaku
dalam plasma antara 3.5-5 mEq/L. Pengeluaran kalium diatur oleh
aktifitas mekanisme pompa ion sepanjang bagian distal nefron dan
collecting tube. Saat berlangsung reabsorpsi natrium di tubulus
ginjal, terjadi pertukaran dengan kalium yang berada di jaringan
peritubular. Pengeluaran ini tergantung pada pemasukannya,
kurang lebih 50-150mEq (1.9-5.89) dalam sehari. Pengeluaran
kalium melalui feses dapat diabaikan.
Konsentrasi kalium cairan ekstrasel dikendalikan oleh sekresinya
di tubulus ginjal. Kecepatan sekresi tergantung pada beberapa
faktor, antara lain:
a. Perubahan konsentrasi kalium di cairan ekstrasel
b. Perubahan pH : Menurunnya pH cairan ekstrasel akan diikuti
penurunan pH di jaringan peritubular, sekresi ion hidrogen
meningkat karena bertukar dengan natrium. Akibatnya sekresi
kalium berkurang.
c. Aldosteron: Pompa ion sangat sensitif terhadap efek aldo-
steron, respons yang timbul berupa peningkatan reabsorpsi
natrium dari cairan filtrat glomerulus. Dengan meningkatnya
reabsorpsi natrium atau retensi natrium, konsentrasi kalium
meningkat pula dan untuk menormalkan kembali diperlukan
peran pompa Na*,K*, ATP-ase yang diaktifkan oleh aldo-
steron. Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal yang
diaktifkan oleh angiotensin ll

1.7.6. Pengaturan Ginial


Pada keadaan fungsi ginjal yang normal, mekanisme untuk
nempertahankan homeostasis cairan tubuh terjadi melalui empat
nekanisme, yaitu :

51
Filtrasi plasma di glomerulus
Reabsorpsi yang selektif oleh tubulus ginjal untuk material yang
diperlukan dalam mempertahankan homeostasis, terutama millieu
interior.
Sekresi substansi tertentu oleh tubulus yang berasal dari darah ke
lumen tubulus agar diekskresikan bersama urin
- Sekresi ion H* dan produksi amonia yang berfungsi untuk mem-
pertahankan pH darah.
Untuk melaksanakan hal-hal tersebut ginjal memerlukan energi.
Energi ini digunakan untuk proses-reabsorpsi dan sekresi, dan
keperluan oksigen untuk menghasilkan energi ini meliputi 10% dad.
konsumsi oksigen basal.

Filtrasi
Agar proses filtrasi berlangsung diperlukan suatu tenaga pendorong
untuk memungkinkan filtrat menyeberangi sawar (barrier) kapsular.
Tenaga filtrasi itu berasal dari tekanan hidrostatik darah, akan tetapi
tenaga filtrasi itu ternyata juga mendapat perlawanan dari berbagai ha!
yaitu.
- Tekanan osmotik dari komponen-komponen plasma yang tidak
terfiltrasi a.l. protein
- Tekanan darijaringan interstisium renalis
- Tekanan intertubular ginjal
Oleh karena itu hasil neto filtrasi yang menghasilkan filtrat diper-
kirakan sejumlah <25 mmHg, malah pada pengukuran pada orang
dewasa normal hanya ditemukan sebesar 15 mmHg dan ini cukup
untuk menghasilkan sekitar 12A ml/menit filtrat glomerulus yang
dihasilkan di kapsula Bowman. Dalam waktu 24 jamjumlah itu berkisar
sekitar 180 L.
Penurunan laju filtrasi glomerular (glomerular filtration rafe / GFR)
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
Penurunan tekanan darah sistemik yang bermakna
Adanya obstruksi parsial dari suplai arteri yang menuju ginjal/
glomerulus

tra
Adanya proses inflamasi yang meningkatkan tekanan interstisium
pada ginjal
Peningkatan resistensi pada aliran yang terjadi pada tubulus dan
refron karena obstruksi yang terdapat di daerah distal
Penurunan tekanan osmotik yang bermakna dari komponen-
komponen yang bersifat osmotik aktif pada plasma sehingga terjadi
peningkatan jumlah filtrasi glomerular
Barrier permeabilitas pada glomerulus dipengaruhi secara ber-
lawanan oleh penyakit-penyakit yang mengakibatkan glomerulus
tidak berfungsi sebagai organ filtrasi lagi. Pada keadaan ini sel
darah merah dan protein plasma dapat bocor ke dalam urin.

Reabsorpsi dan sekresi

Tabel 6. Komposisi filtrat glomerulus dan urin.

Metabolit:
Glukosa 200 g <50m9
- Asam amino 1og
- 50 - 150 mg

Anion dan kation :

Natrium 24000 mEq 50 - 200 mEq


- Kalium 680 mEq 30-100mEq
- Klorida 20000 mEq 200 mEq
- 50 -
- Kalsium 7-1Og 200 mg -
intake terbatas
Fosfor 9000 mg 600 - 800 mg atau '10 mEq
- Magnesium 200 mEq 300 mg
-
Limbah metabolisme :

Urea 40-609 25-309


- Kreatinin 1,8 -2 g 1- 1,5 g
- Urat > 95% direabsorpsi
- 250- 750 mg
Hasil proses asidifikasi :

pH 7.35 pH 5-6,5
-H-Asam (titrasi) 0 20 - 75 mEq
- Bikarbonat 5000 mEq 2-5 mEq
- Amonium <1mEq 40 - 75 mEq
- Air 1BO L 1,5 L
-

tre
. Reabsorpsi di Tubulus Proksimal
Volume total filtrat glomerulus selama 24 jam adalah 180 L
Peruba han penti ng terjad bu us proksimal terhadap ca ran fi ltrat
i d i tu I i

tersebut berupa reabsorpsi air (obligatif), reabsorpsi protein yang


terfiltrasi, reabsorpsi glukosa dan asam-asam amino, reabsorpsi
elektrolit (Na., HCOr-, PO42-, K*).
Pada umumnya proses reabsorpsi ini terjadi melalui difusi aktif
dengan menggunakan suatu pembawa (carrier) yang memiliki
keterbatasan. Bila kadar atau bahan yang akan dibawa itu melebihi
jumlah kapasitas (threshold) yang dapat diangkutnya, maka
substansi itu akan dibiarkan keluar bersama urin. Glukosa diketahui
merupakan salah satu substansi yang mempunyai threshold itu.
Ditemukannya glukosa dalam urin menunjukan bahwa kadar
glukosa itu telah melampaui batas carrier, yang untuk glukosa
diketahui ambanglthreshold-nya berkisar pada kadar 180 mg/dl.
Jumlah atau kadar maksimum suatu substansi sampai ditemukan
di urin disebut sebagai Tubular maximum (disingkat: Tm).
Dari 180 L filtrat glomerulus, sekitar 150 L akan diserap kembali
pada tubulus proksimal. Dalam keadaan normal sekitar 65% Na+
yang difiltrasijuga direabsorpsi kembali bersama dengan air. Klorida
direabsorpsi secara simultan untuk mempertahankan netralitas
gradien elektrokimia. Proses penyerapan ion Na+ dijalankan
melalui pompa Na.K.ATP-ase (lihat gambar 9). Sekitar 90% HCO;
juga direabsorpsi di sini. Sekresi ion H* terjadi pada bagian distal
tubulus proksimal.
Reabsorpsi aktif juga terjadi pada asam amino, Pi, dan laktat.
Reabsorpsi pada tubulus proksimal ini dapat dihambat oleh
ekspansi volume cairan tubuh dan inhibitor terhadap enzim
anhidrase karbonat. Sel-sel tubulus proksimal juga mengandung
enzim glutaminase yang akan menghasilkan glutamat dari glutamin
dengan menghasilkan NHr.
Reabsorpsi di Tubulus Distal
Sel-sel pada tubulus distal diketahui mempunyaidua peran penting,
yaitu:

54
- Umpan balik tubuloglomeruler untuk pengaturan laju filtrasi
glomerular (glomerular filtration rafe, GFR). Sel-sel ini dapat
mendeteksi perubahan pada GFR atau perubahan pada kadar
natrium atau klorida. Bila laju filtrasi glomerular meningkat
sel-sel tubuloglomerulosa akan memperingatkan aparatus
jukstaglomerulus agar menghasilkan vasokonstriktor (yang
mungkin berupa adenosin atau prostaglandin) agar arteri
aferen yang menuju glomerulus mengalami konstriksi sehingga
laju filtrasi glomerular berkurang.
- Peran dalam mengatur sekresi renin.
- Renin adalah suatu enzim proteolitik yang akan mengeluarkan
angiotensin dari angiotensinogen. Selanjutnya enzim kedua
yaitu angiotensin converting enzyme (ACE) akan mengkatalisis
suatu dipeptida dari angiotensinogen dan menghasilkan angio-
tensin-ll yang merupakan suatu vasokonstriktor yang sangat
kuat. Jadi dengan meningkatkan tekanan arteri, angiotensin
ll
membantu terjadinya perfusi organ-organ vital bilamana
organisme itu mengalami kekurangan cairan seperti pada
keadaan perdarahan atau keadaan hipovolemia.
Pada tubulus distal terjadi penyesuaian akhir reabsorpsi Na.,
sekresi K*, H*, dan air. Karena tubulus distal bersifat impermeabel
terhadap ai r dan Na*' maka reabsorpsi air dan Na. terjad i secara aktif.
Untuk reabsorpsi kembali air diperlukan hormon ADH yang akan
mempengaruhi permeabilitas membran terhadap air (reabsorpsi
fakultatif). Untuk Na*reabsorpsinya memerlukan hormon ardosteron
yang juga berperan untuk mengatur keseimbangan asam-basa.
sekresi ion H'merupakan suatu fungsi penting dari tubulus distal
yang merupakan lokasi dimana terjadi pengasaman urin. Enzim
ini tampaknya diaktifkan dan diregulasi bila pH intrasel dari ser-sel
tubulus distal menurun. Hal ini dimaksudkan untuk agar efek dari
produksi ammonia itu dalam kombinasi dengan ion H* baik di dalam
sel maupun di lumen tubulus dihasilkan kation amonium. Untuk
mempertahankan pH dan netralitas elektrokimia satu ion Na* akan
ditukar dengan satu kation amonium, ion Na itu akan bergabung
dengan bikarbonat yang dihasilkan di dalam sel akibat kerja

55
dari enzim anhidrase karbonat. Membran sel tubulus umumnya
impermeabelterhadap urea, dan akan ditemukan dalam urin.

1.7 .7 . Pengaturan Hormonal


Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit bertujuan untuk
mempertahankan osmolaritas. Elemen-elemen yang berperan dalam
mempertahankan osmolaritas pada cairan ekstrasel terdiri dari rasa
haus yang menginduksi masuknya cairan melalui mulut dan ginjal ginjal
yang berperan memekatkan atau mengencerkan urin. Penyesuaian
fisiologik fungsi ginjal terutama diatur oleh hormon antidiuretik (ADH),
aldosteron, peptida natriuretik atrial (ANP). Hormon-hormon ini dapat juga
menyebabkan perubahan perilaku, misalnya kombinasi angiotensin
ll dan aldosteron menimbulkan sensasi rasa haus yang merangsang
individu untuk minum.
Hormon Anti Diuretik
Hormon anti diuretik (Anti Diuretic Hormone, ADH) atau arginin
vasopresin (AVP) ialah suatu hormon yang dihasilkan dihipotalamus
dan disekresikan melalui hipofisis posteror ke dalam darah. Organ
sasaran hormon iniadalah sel-sel pada tubulus distalis dan duktus
koligen ginjal. Hormon ini merupakan suatu non-peptida dan
berperan untuk retensi cairan, dengan mengaktifkan reabsorpsi
air secara aktif pada tubulus ginjal. ADH berperan penting dalam
pengaturan keseimbangan cairan dengan cara mengendalikan
ekskresi air oleh ginjal. ADH beperan menurunkan permeabitas
sel-sel pada tubulus distal dan duktus koligen sehingga reabsorpsi
air meningkat,
Peningkatan osmolaritas plasma dan cairan interstisium menimbul-
kan refleks umpan balik negatif cairan ekstrasel yang disensor oleh
osmoreseptor di sistem saraf pusat. Sinyal dari osmoreseptor ini
akan merangsang kelenjar yang menghasilkan ADH di hipotalamus
sehingga hormon itu dihasilkan. ADH akan dilepas dari ujung-ujung
saraf pada kelenjar hipofisis posterior dan dikeluarkan ke sirkulasi.
Peningkatan ADH plasma akan meningkatkan reabsorpsi air di
tubulus ginjal.

56
Aldosteron
Aldosteron adalah hormon mineralokortikoid yang dihasilkan oleh
korteks adrenal. Aldosteron berperan pada sel tubulus distal untuk
menurunkan permeabilitas membran sel agar menyerap kembali
natrium sehingga terjadi retensi natrium. Sekresi aldosteron diaktif-
kan oleh angiotensin ll yang dihasilkan di ginjal oleh sistem renin-
angiotensin. Bila terjadi penurunan volume cairan ekstraselular, volume
::' tekanan darah akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan
-=-ESangan pada sistem renin-angiotensin sehingga timbul
respons berupa pengurangan produksi urin (restriksi pengeluaran
cauan), rangsang haus yang dtsefia tengan metr\ngKe\$)e
pemasukan cairan yang selanjutnya akan meningkatkan volume
cairan ekstraselular.

Atrial Natriuretic Peptide (ANp)


Peptida ini dimasukkan juga sebagai hormon dan dihasilkan oleh
dinding atrium, menyebabkan diuresis dan natriuresis. Hal initerjadi
bila dinding atrium itu mengalami distensi. peran itu terjadi melalui
peningkatan GFR dan hambatan terhadap sekresi aldosteron.
Peningkatan volume cairan ekstraselular akan meningkatkan
volume darah (demikan pula sebaliknya). Perubahan votume darah
memberi efek langsung pada perubahan tekanan darah. Dengan
adanya peningkatan volume darah, tekanan darah akan meningkat
(demikian pula sebaliknya). Oleh karena itu, pemantauan jumlah
cairan ekstraselular dilakukan dengan melakukan pemantauan
tekanan darah. Bila terjadi peningkatan volume dalam jumlah besar
akan timbul mekanisme koreksi yang serupa dengan pengaturan
volume dan tekanan darah. Bila terjadi peningkatan volume plasma
akan diikuti oleh berkurangnya venous return yang akan meregang
dinding atrium. Dengan adanya rangsangan pada reseptor (berupa
baroreseptor yang berada di sinus karotid, sinus aorta dan dinding
atrium kanan) akan merangsang pelepasan Atrial Natriuretic
Peptide (ANP)yang menimbulkan blokade pada sekresi aldosteron
dan diikuti peningkatan pengeluaran natrium dan air melalui urin.

57
2. Fisiologi Keseimbangan Asam Basa
2.1. DefinisiAsam Basa
Berbagai definisi mengenai asam dan basa pernah dikemukan,
tetapi pendekatan yang lebih umum dikemukan oleh Bronsted dan
Lowry secara terpisah pada tahun 1923. Asam didefinisikan sebagai
zat yang dapat memberikan ion H* ke zat lain (disebut sebagai donor
proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H* dari
zatlain (disebut sebagai akseptor proton).
Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang
dapat menerima proton yang dilepaskan. Oleh karena itu, reaksi asam
basa adalah suatu reaksipelepasan dan penerimaan proton, misalnya:
HAs, H* + A-
Media di dalam sistem biologik adalah larutan air. Suatu asam HA
dalam pelarut air akan melepaskan ion H* (proton donor) dan air akan
menerima ion Ht (proton aseptor). Pada reaksi ini air bersifat sebagai
suatu basa. Asam dalam larutan air akan berdisosiasi dan melepaskan
ion hidrogen dan basa konjugasi (conjugate base)

BaSa
konyugasi

Basa di dalam larutan dapat menerima atau bergabung dengan ion


hidrogen. Suatu basa dalam pelarut air akan menerima ion H* yang
dilepaskan oleh air, dengan demikian air akan bersifat asam. Basa
adalah zat yang di dalam air menjadi kation dan ion hidroksil. lon
hidroksil dapat mengikat ion hidrogen, sehingga basa disebut juga
sebagai resipien ion hidrogen.

Basa Asam Asam Basa


konyugasi

(HB merupakan asam konyugasi dari basa B-)

5B
rada contoh di atas ternyata air dapat bersifat sebagai basa maupun
sebagai asam (amfolit).

2.1.1. Klasifikasi Brrinsted dan Lowry


3erdasarkan kemampuan melepaskan ion H*, asam dan basa masih
Japat dibagi menjadi:

Asam Lemah
Asam lemah adalah asam yang hanya terdisosiasi sebagaian dalam
air (berdisodiasi tidak sempurna). Asam karbonat dalam air hanya
akan terdisosiasi sebagian menjadi ion H* dan HCO.-

Asam Kuat
Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi sempurna dalam air. HCI
lalam air akan berdisosiasi seluruhnya menjadi ion H* dan ion Cl lon
t. yang terbentuk akan diikat oleh molekul air.

HCI A H*+Cl-
HCI + H2Oe HgO* +C
Basa Lemah
Basa lemah adalah basa yang hanya terdissosiasi sebagian dalam air
atau suatu persenyawaan yang bergabung tidak sempurna dengan
on hidrogen dalam larutan air.

NH4OH + H+ NHa* + H2O

NHu + HrO

Reaksi asam lemah dan basa lemah dalam air merupakan reaksi
keseimbangan. Banyak senyawa biokimia yang mempunyai gugus
fungsi bersifat asam lemah atau basa lemah, misalnya gugus karboksil,
gugus amino, gugus fosfat sekunder pada protein, asam nukleat, dan

59
ko-enzim. Baik asam dan pasangan basanya (conjugafe base,) tetap
berada didalam larutan. Reaksi asam dan basa lemah berlangsung
dalam dua arah.

Basa Kuat
Basa kuat adalah persenyawaan yang berdisosiasi secara sempurna
dalam larutan air. NaOH dalam air akan terdissosiasi seluruhnya menjadi
ion Na* + OH-. lon OH- yang terbentuk akan bereaksi dengan ion H. dari
air. Reaksi asam dan basa kuat berlangsung dalam satu arah.

2.2.lon Hidrogen
2.2.1. Tingkat Energi Ion Hidrogen
Elektron mengelilingi inti dalam berbagai lintasan atau orbit
(electron shell). Jumlah elektron pada setiap lintasan ditentukan oleh
rumus n'n (n menunjukkan tingkat energi, dengan n = 1 merupakan
tingkat energi terendah). Lintasan pertama dapat diisi oleh 1 x 21 =
2 elektron. Lintasan kedua dapat diisi 2 x 22 = 8 elektron. Lintasan
yang lebih dalam harus terisi penuh oleh elektron sebelum elektron
lain mengisi lintasan yang lebih luar. Jumlah elektron pada lintasan
terluar menunjukkan sifat kimia atom atau elemen.
Atom yang lintasan terluarnya sudah terisi penuh merupakan
atom yang stabil dan tidak dapat bereaksi dengan atom lain. Atom
yang lintasan terluarnya tidak terisi penuh merupakan atom yang tidak
stabil dan siap bereaksi dengan atom lain (reaktif) untuk memperoleh
stabilitasnya. Jadi stabilitas suatu atom diperoleh dengan memenuhi
lintasan terluar dengan elektron baik dengan cara menerima atau
melepaskan elektron.
Atom hidrogen hanya terdiri dari satu partikel tunggal (proton) dan
satu elektron, sehingga lintasannya belum penuh, dan siap bereaksi
dengan atom hdrogen lain membentuk molekul hidrogen atau bereaksi

60
dengan atom lain. Jika atom hidrogen melepaskan elektronnya maka
akan terbentuk partikel ion terkecil bermuatan positif yang paling reaktif
dan sangat mudah bereaksi dengan molekul bermuatan negatif seperti
protein (H --+ H. + e-). Protein mengandung banyak muatan negatif.
lon hidrogen didalam air tidak terdapai dalam bentuk proton bebas
tetapi dalam bentuk ion hidronium H.O*, namun untuk kepraktisan,
biasanya hanya ditulis sebagai ion H*saja (HrO * H*---+ H.O.).Molekul
air sendiri dapat terdisosiasi (meskipun derajat disosiasinya sangat
kecil) dan menghasilkan ion HrO* dan ion OH- (HrO S H. + OH;
zHrO3H.O.+OH-)

2.2.2. Peran lon Hidrogen


lon hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion
bermuatan negatif pada konsentarsi yang sangat rendah. Pada kadar
yang sangat rendahpun, ion hidrogen mempunyai efek yang besar
pada sistem biologi. lon hidrogen berinteraksi dengan berbagai molekul
biologis sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim,
dan eksitabilitas membran. Ion hidrogen sangat penting pada fungsi
normal tubuh, misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada
proses fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP.
Reaksi biokimia juga dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen
[H.]. Reaksi kimia di dalam tubuh dan daya angkut oksigen oleh
hemoglobin sangat tergantung pada konsentrasi ion hidrogen.
Konsentrasi ion hidrogen mempunyai efek yang sangat besar
pada sistem enzim di dalam tubuh. Enzim berfungsi optimal pada
rentang konsentrasi ion hidrogen yang sangat sempit. Kebanyakan
enzim berfungsi optimal pada konsentrasi ion hidrogen rendah
(7.35-7.45 atau [H.] antara 35 - 45 nmol/L), kecuali pepsin bekerja
optimum pada konsentrasi ion hidrogen yang lebih tinggi (pH 1.5-3
atau [H.] = 3-30 juta nanomol/L). Perubahan konsentrasi ion hidrogen
akan merubah derajat ionisasi protein sehingga protein itu tidak dapat
berfungsi. Struktur protein dapat mengalami kerusakan atau protein
akan terdenaturasi. Karena enzim mempunyai fungsi yang sangat
banyak di dalam tubuh, maka gangguan konsentrasi ion hidrogen
dapat menyebabkan gangguan sistem tubuh yang sangat luas.

61
Peningkatan ion hidrogen sangat berbahaya, karena dapat
menyebabkan gangguan susunan saraf pusat, kelainan fungsi
pernapasan dan jantung, merusak sistem pembekuan darah dan
metabolisme obat.

2.2.3. Sumber lon Hidrogen di Dalam Tubuh


Produksi ion hidrogen (H.) sangat banyak karena dihasilkan secara
terus menerus di dalam tubuh. Proses metabolisme intrasel pada
orang normalmenghasilkan 15.000 mmol ion hidrogen selama 24iam.
Perolehan dan pengeluaran ion hidrogen sangat bervariasi bergantung
pada diet, aktifitas dan status kesehatan. lon hidrogen di dalam tubuh
dapat berasaldarimakanan, minuman, dan proses metabolisme tubuh.
Metabolisme buah-buahan menghasilkan ion bikarbonat. Olahraga
menghasilkan asam laktat. Asam laktat dan benda keton merupakan
hasil metabolisme antara (intermediary metabolism) saat berlangsung
metabolisme anaerob. Benda keton disintesis di hati.
Muntah mengeluarkan asam dan meningkatkan bikarbonat.
Produksi asam organik seperti asam asetoasetat dan asam B-hidrok-
sibutirat meningkat pada penyakit diabetes melitus. Kehilangan ion
bikarbonat HCO"-pada diare akan meningkatkan asam. Di dalam tubuh,
ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak, ureagenesis, glikolisis anerobik, atau ketogenesis, dan
dapat berbentuk asam volatil, asam fixedlnon volatil, asam anorganik,
atau asam organik.

ProduksiAsam Volatil
Asam volatil adalah suatu jenis asam yang dapat menguap.
Sumber utama asam volatile di dalam tubuh adalah karbondioksida.
CO, merupakan hasil metabolisme oksidasi (aerobik) dari lemak,
karbohidrat, dan beberapa protein. CO, dibentuk di dalam sel saat
pembentukan ATP pada respirasi selular. Setiap hari dihasilkan CO,
sebanyak 10.000 sampai 24.000 m mol sebanding dengan 10.000
sampai 24.000 mmol Ht = 10 - 24.000.000.000 nmol H'. CO, tidak
mengandung ion hidrogen.

62
CO, bereaksi dengan air (reaksi hidrasi) membentuk asam
xarbonat. Asam karbonat yang terbentuk berdisosiasi menjadi ion
hidrogen dan ion bikarbonat (CO, + HrOS H2CO3 SH* + HCO.-).
Hampir semua CO, diubah menjadi H2CO3. Reaksi CO, dan HrO
menjadi H2CO3 terjadi secara cepat di dalam sel tubuh karena peran
enzim karbonik anhidrase yang terdapat di dalam sitoplasma sel
Carah merah, hepatosit, sel tubuli ginjal, cairan serebrospinal dan
sel parietal lambung CO, berdifusi melalui cairan interstisium dan
clasma kedalam sel darah merah dan bereaksi dengan air (reaksi
hidrasi) membentuk asam karbonat (HrCO3).Asam karbonat sebagai
asam lemah dan ion bikarbonat sebagai basa konjugasinya akan
membentuk sistem bufer terpenting didalam tubuh.
Asam karbonat disebut sebagai asam volatil karena Cd, dapat di-
keluarkan melalui paru. Dalam keadaan normal, sebagian besar CO,
dieliminasi paru secara efektif dan hanya sebagian kecil C0, yang
dibufer (bukan oleh bufer asam karbonat-bikarbonat). Di paru, H2CO3
akan berdisosiasi menjadi CO, dan HrO, selanjutnya CO, mengalami
proses difusi ke alveoli.

Produksi Asam Non Volatil


Sumber ion hidrogen yang lain adalah asam fixed atau asam
ron-volatil. Asam ini merupakan hasil antara atau hasil akhir dari
netabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat yang selalu terdapat
Ji dalam larutan sampai dieliminasi melalui ginjal. Asam non-volatil
:idak dapat dikeluarkan melalui paru, tetapi dikeluarkan melalui ginjal.
Asam fixed dari katabolisme asam amino adalah asam sulfat
ian asam fosfat yang diproduksi dalam jumlah kecil. Asam fixed
.ang dihasilkan dari metabolisme karbohidrat adalah asam laktat,
sedangkan yang dihasilkan dari metabolisme lemak adalah benda
<eton seperti asam asetoasetat, asam beta hidroksibutirat dan
:seton. Asam laktat dibentuk saat metabolisme anerob sedangkan
asam keton dibuat di dalam hati.
Asam non-volatil berasal dari metabolisme protein yang
-engandung sulfur dan posfoprotein. Katabolisme protein (asam
yang mengandung sulfur) mengasilkan asam sulfat (HrS04)
=:nino

63
Katabolisme posfolipid menghasilkan H"PO4. Metabolisme protein,
fosfolipid dan asam nukleat akan menghasilkan berbagai jenis asam
fixed lain dalam jumlah kecil, sekitar 0.2% asam tubuh atau 1 mEq/kg
perhari. Meskipun jumlah produksi asam,fixed mencapai 70-100 mmol
per hari, dan jauh lebih rendah dibanding dengan asam volatil (15.000
mmol per hari), asam tersebut tetap harus dikeluarkan dari tubuh.

Asam Organik
Asam organik adalah asam yang mengandung satu atau lebih
gugus karboksill COOH). Asam asetat, asam format, asam laktat dan
semua asam lemak termasuk asam organik. Asam laktat merupakan
jenis asam organik terpenting yang dihasilkan dari metabolisme
anaerob dan zat keton melalui asetil-CoA dalam jumlah sangat kecil.

2.3. Keasaman
Keasaman suatu larutan bergantung dari konsentrasi ion
hidrogen. Molekul air dapat berdisosiasi meskipun jumlahnya sangat
kecil. Disosiasi air akan menghasilkan ion H* dan Ofi. Pada keadaan
seimbang, jumlah produk yang berdisosiasi berbanding dengan jumlah
yang tidak berdisosiasi adalah konstan.
Konstanta keseimbangan air (Kw) adalah.

lon hidrogen didalam larutan air tidak terdapat dalam bentuk protur
bebas tetapi dalam bentuk ion hidranium H.O*, namun untuk keperlum
praktis tetap ditulis sebagai H..

64
2.3.1. Konsentrasi lon Hidrogen
Oleh karena berat atom hidrogen adalah 1.00197, maka berat
1 mol hidrogen (Hr) adalah 2.01594 gram. Pengukuran konsentrasi
ion hidrogen (H.) tidak berdasarkan berat tetapi berdasarkan jumlah
molekul hidrogen per unit volume (mol per liter atau molar atau M).
Konsentrasi H. dalam air adalah 10-7 M, atau 0.0000001 M/L = 100 nM/
L, sedangkan dalam plasma adalah 0.000000040 mol/L = 40 x 10+ mol/
L, atau 40 nM. Konsentrasi ion hidrogen didalam tubuh sangat rendah
dibanding ion lain, misalnya dengan ion natrium (Na.) 140 mmol/l dan
ion kalium (K.)4 mmol/L.
Konsentrasi ion hidrogen yang dinyatakan dalam nanomorar akan
memudahkan pengukuran/pembahasan fisiologi asam basa pada
laboratorium, tetapi penerapan di klinik sulit.
Untuk memudahkan perhitungan, Sorensen menyatakannya dalam
pH.

2.3.2. pH

Sorenson (1909) menyatakan jumlah ion hidrogen dalam bentuk


pH, yaitu logaritma negatif konsentrasi ion H*. pH = - Iog [H.].
Konsentrasi ion H* pada air adalah 1 x 1ot mol/L= 0.0000001 mol/L=
100 nmol/L, berarti pH air = - ilog 10-71 = 7. Skala pH dapat dipakai
untuk menyatakan konsentrasi antara 1 sampai 1/100,000,000,000,000
(10'o) mol/lL.
Suatu larutan yang memiliki pH 7 disebut netral karena mengandung
bn hidrogen dan ion hidroksida dengan konsentrasi setara. suatu
hrutan disebut asam bila memiliki pH di bawah 7 karena mengandung
bn hidrogen lebih banyak dibanding dengan ion hidroksida. Suatu

65
larutan disebut basa bila pH di atas 7 karena memiliki ion hidrokskla
lebih banyak dibandingkan dengan ion H*.
Konsentrasi ion H. di dalam plasma adalah 0.000000040 mol/L =
40 x 104 mol/liter, atau 40 nM. pH plasm,a - -log (40 x 10 e) = - (log {t
+ log 10,) = - {1.6 + (-9)} = - (-7.40)=7.40.

pH adalah suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H.. yarg


sangat kecil. Skala pH dikembangkan untuk memudahkan perhitungan
matematik dan sangat bermanfaat pada laboratorium, namun hd
tersebut dapat membingungkan bila diterapkan pada pembahasan
fisiologi asam basa, karena adanya logarithmic "distortion" dan rnyerse
relationship.6

Tabel 8. Konsentrasi ion hidrogen cairan tubuh

7.4 t O.3
Plasma vena 45 nmol/L 7.35
Cairan interstisium 42 nmollL 7.38
Cairan intraselular 63-125 nmol/L 7.2 - 6.9

2.3.3. Keseimbangan Asam Basa


Keseimbangan asam-basa adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi ion H. yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion
H. yang dikeluarkan oleh sel. Keseimbangan asam-basa adalah
keseimbangan ion Ht. Pada proses kehidupan keseimbangan asam
pada tingkat molekular umumnya berhubungan dengan asam lemah
dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H. atau ion
OH yang sangat rendah.

"Distortion" dan lnverse Relationshrp. Peningkatan konsentrasi ion hidrogen sama dengan
penurunan pH. Perubahan besar konsentrasi ion hidrogen terlihat sebagai perubahan kecil pada pH.
-tog*inrir1 unit pH beraff perubahan konsentrasi ion hidrogen 10 kali lipat. Cairan dengan pH 1 meng-
Perubahan
andung ion hidrohen 10 kali lebih banyak dari pada cairan dengan pH 2. Penurunan pH dari 7.4 ke 7.1
sebanding dengan peningkatan konsentrasi ion hidrogen dua kali lipat, dari 40 ke 80 nmol/1. Peningka-
tan pH 7.4 ke 7.7 sebanding dengan penurunan ion hidrogen separuh dari 40 ke 20 nmol/L

66
Prinsip lsohidrik
Bila beberapa asam lemah atau sistem bufer (HA., HA, dan HA.
cst.)terdapat dalam satu larutan air, maka asam lemah tersebut berada
calam keadaan seimbang dan saling terkait satu sama rainnya karena
melibatkan ion H* yang sama. Konsentrasi ion hidrogen adalah sama
cada seluruh reaksi. Hubungan antara konsentrasi ion hidrogen [H.],
:etapan disosiasi (dissociation constants) dan konsentrasi asam dan
casa konjugasinya (conjugate acids and bases) dijelaskan sebagai
cerikut:

(K = tetapan disosiasi)

Dersamaan Henderson-Hasselbalch

[H*l= K, x [HA] I lP t

pH = pK, + log
f*]-
2.3.4. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam-basa adalah keseimbangan ion hidrogen.
,Valaupun produksi asam akan terus menghasilkan ion hidrogen
lalam jumlah sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hidrogen
:etap dipertahan pada kadar rendah 40 t 5 nM atau pH 7.4. Cairan
:.rbuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar
enzim sangat peka terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif
'rarus berlangsung aktif dan secara terus menerus karena proses
retabolisme juga menyebabkan terbentuknya asam dan basa secara
:erus menerus (asam karbonat, asam sulfat, asam fosfat, asam laktat,
asam sitrat, ion ammonium, asam asetoasetat, B-hidroksibutirat).
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui
<cordinasi dari tiga sistem, yaitu sistem bufer, sistem paru dan sistem
ginjal. Prinsip pengaturan keseimbangan asam-basa oleh sistem bufer

6l
adalah menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat temporer, dan tidak
melakukan eliminasi. Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal.
Mekanisrne paru dan ginjal dalam menunjang kinerja sistem bufer
adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen
dan bikarbonat serta membentuk bufer tdmbahan (fosfat, amonia).
Untukjangka panjang, kelebihan asam atau basadikeluarkan melalui
ginjal dan paru, sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari
perubahan pH dengan sistem bufer. Mekanisme bufertersebut bertujuan
untuk mempertahankan pH darah antara 7.35-7.45.

Sistem Bufer
Sistem bufer disebut juga sebagai sistem penahan atau sistem
penyangga, karena dapat menahan perubahan pH. Sistem bufer
merupakan larutan yang mengandung asam dan basa konjugasinya.
Bufer ini terdiri dari asam lemah yang menjadi donor ion hidrogen dan
basa lemah yang berfungsi sebagai akseptor ion hidrogen [HA S H.
+ Al. Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem bufer yaitu sistem
bufer asam karbonat-bikarbonat, sistem bufer protein, sistem bufer
hemoglobin dan sistem bufer fosfat (lihat gambar 11).
Melalui reaksi reversibel, bufer dapat membatasi perubahan
konsentrasi ion hidrogen. Bila H. bertambah ion hidrogen ini akan
bergabung dengan A. Reaksi mengarah ke kiri, mengurangi H+ dan
A dan menambah HA. Bila H+ berkurang reaksi mengarah ke kanan,
meningkatkan H* dan A- dan mengurangi HA. Bufer secara langsung
segera mengambil atau melepaskan ion H*. Bufer mampu menahan
perubahan konsentrasi ion hidrogen dalam batas normal yang sempit.
Konsentrasi bufer cepat menurun dan habis. Untuk menjaga efektivitas
sistem bufer, ion hidrogen harus dikeluarkan dari tubuh.
Efektivitas bufer bergantung pada konstanta disosiasi dan
konsentrasi bufer (HA S H. + A). Sistem bufer yang baik adalah bila
jumlah A cukup untuk mengikat seluruh penambahan H* dan HA cukup
untuk mengganti seluruh H+ yang dikeluarkan dari tubuh. Jumlah A-
dan H* paling banyak adalah bila jumlah HA = A

Konstanta disosiasi Ko atau K" = [H.]x [A-]/ [HA].

68
Sistem bufer tubuh paling baik pada konsentrasi normal ion
hidrogen 40 nmol/L atau pH 7 .4, adalah sistem bufer dengan pKa = 7 .4.
Makin tinggi konsentrasi bufer akan semakin baik fungsinya. Namun,
meskipun suatu sistem bufer memiliki pKa 7.4, tetapi jumlahnya
sangat kecil maka tidak akan efektif. Di dalam cairan ekstraselular,
fosfat anorganik dengan pK = 6.80 tidak efektif berperan sebagai bufer
karena konsentrasinya sangat kecil (hanya 1 mmol/L).
Fungsi utama sistem bufer ini adalah mencegah perubahan pH
yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada
cairan ekstraselular. Sebagai bufer, sistem ini memiliki keterbatasan,
yaitu.
- Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraselular yang
disebabkan karena peningkatan CO,
- Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasidan pusat pengendali
sistem pernafasan bekerja normal.
- Kemampuan menyelenggarakan sistem bufer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat

Masalah yang menyebabkan berkurangnya cadangan bikarbonat


memang jarang terjadi. Cairan tubuh mengandung cukup banyak
cadangan bikarbonat, khususnya dalam bentuk basa lemah yaitu
ratrium bikarbonat (NaHCO" ).

. Sistem BuferAsam Karbonat-Bikarbonat

Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat merupakan suatu


komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan
ekstraselular. CO, bereaksi dengan HrO membentuk H2CO3
yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion
bikarbonat (conjugate base) melalui suatu reaksi reversibel seperti
terlihat pada gambar 9 (a). Karena reaksi bersifat reversibel,
penambahan konsentrasi dari suatu komponen menyebabkan

69
perubahan konsentrasi komponen lainnya. Bila terjadi peningkatan
konsentrasi ion hidrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat
sehingga terbentuk asam karbonat (H2CO3). Berarti dalam hal ini
ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang menerima
kelebihan ion hidrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan
mengalami disosiasi menjadi CO, dan air, dan CO, Vang dihasilkan
akan dikeluarkan melalui paru seperti terlihat pada gambar 9 (b)
Sistem bufer bikarbonat merupakan sistem bufer istimewa, sistem
bufer ini tetap merupakan sistem bufer terbaik pada pH 7.4
walaupun pKa nya 6.1, karena dapat mengeluarkan CO, melalui
paru dan jumlahnya banyak. Tubuh mempertahankan sistem bufer
bikarbonat dengan dengan pengaturan kadar karbondioksida di
paru dan bikarbonat di ginjal. Asam nonvolatil di bufer oleh HCO.
dan bufer lain.

SbbmBuhKahnat-BiMral Cadangan Bikarbonat

Coz
+ +-:;
:
t{2e0, :;
Ktrbonat
A"sam
Fbo

(a)

@,
+ ..- t1$
nhu\ra
* H* + t-lCO--
llro , Lm Eka{bond

(b)

Gambar 9. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat. (a) Komponen dasar


sistem bufer asam karbonat-bikarbonat yang menunjukan hubungan antara
karbon doiksida dengan cadangan bikarbonat. (b) Respons slstem bufer
asam karbonat-bikarbonat terhadap penambahan ion hidrogen oleh asam
fixed dan asam organik pada cairan tubuh.

Sistem Bufer Protein


Sistem bufer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraselular
dan interstitial. Protein sebagai bufer berinteraksi secara ekstensif

70
dengan sistem bufer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino
yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat
sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion
pada suasana basa seperti yang terlihat pada reaksi berikut:

Pr- + H* 5 HPr
R-NH:* 5 R-NH2 + H*

R-C-COOH s R*C* COO- 5 R-C- COO*


litt I

NHs* NH:* NHz


asam amino asam amino asam amino
pada pHcpl pada pH=pl pada pH>pl

pl adalah pH pada keadaan isoelektrik, yaitu keadaan dimana


jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif
(keadaan netral).

Fungsi pengaturan ini berjalan sebagai berikut:


- Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NHr) dari asam
amino akan bertindak sebagai basa lemah dengan mengikat
ion hidrogen dan membentuk ion aminoum (-NHr.). Gugus
amino bertindak sebagai aseptor proton.

- Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dariasam


amino mengalami disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil
(-COO-) dan ion H. Gugus karbosil bertindak sebagai donor
proton.

71

)
Sistem bufer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstrasel dan
interstitium. Protein sebagai bufer berinteraksi secara ekstensil
dengan sistem bufer lainnya. Protein plasma memiliki kontribusi
sebagai sistem bufer pada darah. Cairan interstisium yang
mengandung protein dan asam amiho terdisosiasi ikut berperan
mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang
mempunyai cincin imidazol dengan pKa = 6,0. Pada kebanyakan
protein pK sekitar 7,0-7,4. Proses pengaturan melalui sistem bufer
protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus melalui proses
difusi membran selyang dipengaruhi oleh pompa natrium.

Sistem Bufer Hemoglobin


Bufer hemoglobin (Hb) merupakan bufer intraselular yang
bekerja di dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat berfungsi
sebagai bufer karena mengandung residu histidin, yaitu asam
amino basa yang dapat berikatan secara reversibel dengan ion
hidrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan tidak berproton.
Mekanisme pengikatan Hb dan ion hidrogen dapat dilihat pada
gambar 10.

Pada seldarah merah, hemoglobin dapat mengikat karbondioksida


dan mengubahnya menjadi asam karbonat karena di dalam
sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan
terjad i den gan cepat karena CO, berd ifusi cepat mel ntasi mem bran
i

sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transportasi aktif


membran sel. Kemampuan melakukan pengaturan ini dikenal
sebagai sistem bufer hemoglobin.

72
Gambar 10. Efek Bohr. CO, yang dihasilkan di jaringan perifer berikatan
dengan air membentuk asam karbonat yang terdisosiasi menjadi ion H*
(proton) dan ion HCO; Deoksihemoglobin bertindak sebagai bufer yang
mengikat proton dan membawanya ke paru-paru. Di dalam paru hemoglobin
melepaskan proton yang bergabung dengan ion bikarbonat membentuk
asam karbonat yang akan terurai menjadi HrO dan CO, oleh enzim karbonat
anhidrase dan CO, akan dikeluarkan oleh paru-paru.

Bufer utama cairan ekstraselular adalah sistem bikarbonat dan


hemoglobin. Hemoglobin (Hb) penting sebagai pengangkut oksigen
ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem bufer yang kuat.
Hemoglobin sebagai bufer cukup efektif karena di dalam molekulnya
terdapat beberapa kelompok bufer dengan pKa 6.5-7.8. Kelompok
imidazol pKa sekitar 6, merupakan bufer utama hemoglobin. Fosfat
dan Hb penting karena pKa dekat dengan kisaran normal.

Sistem Bufer Fosfat


Sistem bufer fosfat berperan pada pengaturan pH cairan
interstitium dan urin. Bentuk asam lemah dari bufer fosfat ini adalah
dihidrogenfosfat (HrPOo-) dan monohidrogenfosfat (HPOo'z=) yang
berperan menstabilkan pH cairan interstitial dan urin. Kerja sistem
bufer ini menyerupai sistem bufer asam karbonat-bikarbonat:

73
Sebagaimana asam karbonat-bikarbonat, sistem ini juga memiliki
cadangan fosfat yang tersedia dalam bentuk natriummonohidro
genfosfat (NaHPOr'z).

Asam yang dihasilkan dari suatu proses metabolisme normal di


tingkat sel, mengalami netralisasi secara temporer melalui sistem
bufer yang ada di dalam cairan sel. Bagan sistem bufer dapat dilihat
pada gambar 17.

$istim Bufer

Bfi
pg
Siiliin,B.uf€r
Asrtuful(a.t*ti:il

SiL{H-Biifer'
Pl*inarpr.ddlt-,.

Gambar 11. Sistem bufer. Sistem bufer fosfat bekerja terutama pada cairan
intrasel, sementara sistem buffer asam karbonat-bikarbonat bekerja pada
calran ekstrasel. Sistem bufer protein bekerja pada kedua jenis cairan, yaitu
cairan intrasel dan ekstrasel. Pada ketiga sistem bufer ini terjadi interaksi
secara ekstensif.

74
Fosfat anorganik. Bufer berasal dari beberapa residu histidin
protein dengan pK berbeda. Pasangan ion fosfat ini berfungsi
sebagai bufer fisiologis terutama di cairan ekstrasel dengan rentang
pH lebar, namun jumlahnya hanya 1 mM dalam cairan ektrasel,
kapasitasnya jauh lebih rendah dari sistem bikarbonat. Di dalam
cairan tubulus ginjal dan intrasel bufer fosfat sangat penting. pH
intrasel lebih rendah dari cairan ekstrasel begitu juga pada urin.

pH: 5.3 - 8.5

Fosfat organik. ATP, ADP, G-6-P merupakan contoh fosfat organik


dengan pKa sekitar 7.
semua sistem bufer berfungsi secara bersamaan karena perubahan
konsentrasi ion H* akan melibatkan seluruh sistem secara
serentak. sistem bufer saling membufer satu sama lain. Didalam
kompartemen tubuh (misalnya plasma atau cairan intraselular), pH
pada seluruh sistem asam-basa sama karena semua berada dalam
keadaan seimbang dalam satu pool ion H+. Bila ratio K x tHAl /
Jnl pada salah satu bufer diketahui, maka ratio bufer lainnya akan
diketahui pula. Bila pH dan pKa seluruh sistem diketahui, maka
komposisi seluruh sistem bufer dapat diketahui pula. Meskipun,
seluruh sistem bufer menentukan pH plasma, tetapi cukup satu
sistem saja yang dipahami untuk mengerti sistem bufer plasma
secara keseluruhan.

Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh paru


Peranan sistem respirasi dalam keseimbangan asam-basa adalah
nempertahankan agar PCO2 selalu konstan walaupun terdapat
cerubahan kadar co, akibat proses metabolisme tubuh. sistem
eernapasan mengatur kadar karbon dioksida yaitu pco, darah arteri
cerkisar 40 mmHg. ventilasi paru dikontrol oleh pH dan paco, darah.
Terdapat dua reseptor yang mengatur fungsi ventilasi, yaitu:
- Pusat pernapasan di medula oblongata yang merespons penurunan
pH cairan serebrospinal dengan meningkatkan ventilasi alveolar

75
- Carotid dan aortic bodies dekat bifurkasio arteri karotis interna
dan eksterna dan pada arkus aorta. Penurunan pH meningkatkan
aktivitas reseptor ini untuk meningkatkan ventilasi alveolar.
Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada kese-
imbangan produksi dan ekskresi COr. Jumlah CO, yang berada
di dalam darah tergantung pada metabolic rate (laju metabolisme)
sedangkan proses ekskresi CO, tergantung pada fungsi paru.
Kelainan ventilasi dan perfusi paru pada dasarnya akan meng-
akibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga pada
akhirnya akan terjadi V/Q mismatch (ketidakimbangan ventilasi
perfusi). Ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi paru pada
akhirnya dapat menyebabkan hipoksia maupun retensi CO, sehingga
terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Kontrol sistem ventilasi
tergantung pada dua stimulus utama yaitu peningkatan PCO, arteri
dan penurunan PO, arteri (hipoksemia).
. Stimulus CO,
Stimulus CO, terhadap ventilasi terjadi pada daerah kemosensitif
di daerah pusat pernapasan di medula oblongata. Karbondioksida
meru pakan sti mu us utama pernapasan yang dapat terjad i walau pu n
I

hanya terdapat sedikit peningkatan PaCOr. Pada kebanyakan orang


normal, setiap peningkatan I mmHg PaCO, terjadi peningkatan
pernapasan sebesar 14 Llm. Apabila terjadi peningkatan PaCO,
arteri seperti pada kelainan paru intrinsik dan penurunan pH
akan merangsang pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan
PaCOr.
Peningkatan PaCO, adalah akibat penurunan ventilasi alveolar
seperti yang terjadi pada kelainan paru obstruktif, bukan akibat
peningkatan produksi CO2. Kegagalan dalam mempertahankan
kadar CO, akan mengakibatkan akumulasi CO, dan asidosis
respiratorik.

. Stimulus O,
Stimulus O, terjadi melalui perantaraan kemoreseptor di badan
karotis yang terletak di percabangan arteri karotis. Hipoksemia
akan merangsang ventilasi apabila terjadi penurunan PaO, di

76
bawah 50-60 mmHg sehingga meningkatkan frekuensi napas yang
mengakibatkan penurunan PaCO, dan meningkatkan pH (alkalosis
respiratorik) seperti dapat dilihat pada gambar 28.
. Hipoksemia
Hipoksemia adalah terjadinya penurunan tekanan parsial oksigen
(PaOr)< 80 mmHg pada orang dewasa yang menghirup udara dengan
suhu ruangan. Pada bayi baru lahir rentang normal paO, berkisar
antara 40-70 mmHg. Secara klinis, hipoksemia dibagi menjadi a)
hipoksemia ringan (PaOr 60-80 mmHg), b) hipoksemia sedang (paO,
40-60 mmHg)dan c) hipoksemia berat (PaO, < 40 mmHg).
Penyebab hipoksemia adalah hipoventilasi, gangguan difusi di arveorus
dan gangguan ventilasi-perfusi.
Untuk mengetahui penyebab, penentuan nilai gradien oksigen
alveolar-arteri akan sangat bermanfaat. Penentuan nilai gradien
tersebut dapat dilakukan dengan melakukan perhitunngan meng-
gunakan rumus sebagai berikut.

Rumus gradien oksigen alveolar-arteri (gradien A-a):

Keterangan:
PAO, (Tekanan parsial O, alveoli--- diperoleh dari Alveolar Gas
equation.
PaO, (Tekanan parsial O, arteri) --- diperoleh dari pemeriksaan
analisis gas darah.

7l
Stimulasi kemoresePtor
i / periler

\i/"{".,.*.,,: ***&

tnklinasimoderat
45
7
40
PaCO,
35

30 :\
25

20

15

10

Gambar 12. Mekanisme hiperventilasi alveolar akut akibat hipoksemia.


Perhitungan gradien oksigen alveolar-arteri (A-a) mungkin dapat berguna
dalam mimb-edakan penyakit paru dengan kelainan di luar paru sebagai
penyebab hiperkaPnia.

7B
Alveolar gas equation:

dimana:

atau, menggunakan nilai-nilai umum:

Keterangan:
*P,O, : tekanan parsial O, pada saluran nafas
*F,O, : fraksi oksigen inspirasi -, F,O, pada suhu ruangan = 0.21
*PaCOr: nilai diperoleh dari analisis gas darah
*P. . tekanan barometrik (760 mmHg pada permukaan air laut)

Keterangan:
*Prro r tekanan air vaporasi (47 mm Hg pada suhu 37"C)
*R : Respiratory quotient = V"o, lYor= 0.8 (umum)
(rasio produksi CO, terhadap konsumsi oksigen)

Estimasi gradien A-a:


Gradien A-a normal = (usia +10) I 4
Terjadi peningkatan gradien A-a 5 sampai 7 mmHg untuk setiap
peningkatan F,Or10oh
Pada orang normal berusia kurang 30 tahun gradien tersebut berkisar
antara 5-10 mmHg dan secara bertahap meningkat 15-20 mmHg. Bila
terjadi hiperkapnia akibat penyakit intrinsik paru, maka gradien (A-a)O,
akan meningkat.

79
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh Ginjal
. Sistem Renal
Untuk mempertahan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam nonvolatildan mengganti HCO.. Ginjal
mengatur keseimbangan asam-basa dengan sekresi dan reabsorpsi
ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pengaturan oleh
ginjal ini berperan tiga sistem bufer asam karbonat-bikarbonat,
bufer fosfat dan pembentukan amonia. lon hidrogen, CO, dan NH,
diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang
dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus.
Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali
ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah
tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam.
. Regenerasi Bikarbonat
Bikarbonat dipertahankan dengan cata reabsorpsi di tubulus
proksimal agar konsentrasi ion bikarbonat ditubulus sama dengan
di plasma. Pembentukan HCO.- baru, merupakan hasil ekskresi H*
dengan bufer urin dan dari produksi dan ekskresi NHo'. Bikarbonat
dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat. Asam karbonat
kemudian berdisosiasi menjadi CO, dan air. Reaksi ini dipercepat
oleh enzim anhidrase karbonat yang terdapat pada brush border
sel tubulus ginjal. CO, ini masuk sel tubulus dan dengan bantuan
enzim anhidrase karbonat kembali membentuk asam karbonat.
Asam karbonat berdisosasi menjadi ion bikarbonat dan hidrogen.
Bikarbonat kembali ke aliran darah dan ion H* kembali ke cairan
tubulus untuk dipertukarkan dengan natrium. Dengan cara ini
bikarbonat di reabsorbsi kembali. Berdasarkan pH urin, ginjal dapat
. mengembalikan bikarbonat ke dalam darah atau membiarkannya
keluar melalui urin.
. Sekresi lon Hidrogen
Ginjal mengekskresikan ion H* dari tubulus proksimal dan distal
sangat sedikit, hanya sekitar 0.025 mmol/L (pH a.6) atau 0.1 meq/L
pada pH urin 4.0. Untuk mengeluarkan 30-40 mmol ion H+ menurut
perhitungan diperlukan urin 1200 L per hari. Namun adanya aktifitas
bufer di dalam lumen tubulus tidak memerlukan volume urin sebesar

BO
itu. Bufer utama di lumen tubulus adalah fosfat (HPO42- I H.PO )
dan amonia (NH.). Fosfat di dalam tubulus bergabung dengan ion
H* membentuk HrPOo.
Kemampuan pengaturan (eliminasi) ion H. dalam keadaan normal
sangat tergantung pada pH cairan yang berada di tubulus ginjal
(normal berada pada rerata 4.0-4.5).lon H* diekskresikan dengan
bufer lumen tubulus terutama fosfat. Bila terjadi perubahan pH,
maka ion H* di ekskresi melalui lumen tubulus. Proses eliminasi
ini berlangsung di tubulus proksimal dan distal serta pada duktus
koligentes. Normalnya berkisar 100mEq ion H* per hari, dan ini
setara dengan ion H+ yang diabsorbsi di usus. lon H. disekresikan
melalui pertukaran dengan ion Na'dengan bantuan energi yang
berasal dari pompa Na-K-ATPase yang berfungsi mempertahankan
konsentrasi ion Na.. Sekresi ion Ht melintasi concentration gradient,
40 nmol/L di plasma dan 25000 nmol/L (25 x 103 nmol/L) di urin.
Ginjal mampu mengeluarkan ion H+ melalui pompa proton (H-K-
ATPase dan H- ATP-ase) sampai pH urin turun menjadi 4.5.

Produksi dan Ekskresi NHo"


Sungguhpun pasangan amonium/amonia tidak berfungsi bufer
secara fungsional (pKa = 9.4), tetapi mempunyai peran sebagai
pengangkut utama proton ke urin. Dengan cara ini dua kalijumlah
asam dapat dikeluarkan pada pH 4,5. Amonia dibuat di sel tubulus
ginjal dari asam amino glutamin dengan bantuan enzim glutaminase.
Enzim ini berfungsi optimal pada pH rendah. Amonia tidak diionisasi
dan cepat sekali merendahkan concentration gradient. Ammonia
bergabung dengan ion H' membentuk ion amonium yang tidak
kembali ke sel tubulus dan keluar melaui urin bersamaan dengan
ion H*. Produksi dan ekskresi NHr* diatur ginjal sebagai respons
perubahan keseimbangan asam basa. Anion asam nonvolatil
diekskresikan dengan NHr.. Setiap ekskresi NHo. dalam urin, HCO.
kembali ke dalam darah. Pengaturan keseimbangan asam-basa
oleh ginjal dapat dilihat pada gambar '13.

81
t'
Loge.r&

1) aufr.rrdrsor,
-{r- t&tocoran
; romit*ur,' ---t'&{Fi
O Gcrrpt --+ Serrel

Gambar 13. Tubulus ginjal dengan pengaturan pH. (a) Sistem bufer pada tubr
ginjal berperan dalam sekresi ion hidrogen. Terjadi interaksi ketiga sistem bufer-
ion amonium dan amonia diproduksi dari pemecahan glutamin. (c) Respons
terhadap alkalosis.

82
BAB 3
Potofisiologi

1. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit


Gangguan keseimbangan elektrolit umumnya berhubungan
dengan ketidakseimbangan natrium dan kalium. Prinsip utama ketidak-
seimbangan tersebut adalah :
Ketidakseimbangan elektrolit u mu mnya disebabkan oleh pemasukan
dan pengeluaran natrium yang tidak seimbang. Kelebihan natrium
dalam darah akan meningkatkan tekanan osmotik dan menahan
air lebih banyak sehingga tekanan darah akan meningkat.
Ketidakseimbangan kalium jarang terladi, namun jauh lebih
berbahaya dibanding dengan ketidakseimbangan natrium. Kelebihan
ion kalium darah akan menyebabkan gangguan berupa penurunan
potensial trans-membran sel. Pada pacemaker jantung menyebabkan
peningkatan frekuensi dan pada otot jantung menurunkan
kontraktilitas bahkan ketidak-berdayaan otot (flaccid) dan dilatasi.
Kekurangan ion kalium ini menyebabkan frekuensi denyut jantung
melambat.

1.1. Gangguan Keseimbangan Air dan Natrium


Perubahan yang terjadi pada volume dan komposisi cairan tubuh serta
osmolalitas akan menimbulkan empat gangguan dasar di dalam tubuh
yang secara klinis dikenal sebagai hipovolemia, edema, hiponatremia,
dan hipernatremia. Cairan ekstrasel yang merupakan 40o/o dari air tubuh
total didominasi oleh air dan natrium. Osmolaritas cairan ekstrasel
yang didefinisikan sebagai rasio antara jumlah solut dan air sangat
dipengaruhi oleh jumlah natrium. Jumlah natrium yang lebih tinggi dari
normal (hipernatremia) menimbulkan hiperosmolalitas cairan ekstrasel
dan sebaliknya hiponatremia akan menimbulkan hipoosmolaritas.

B3
1.1.1. Gangguan Volume
Hipovolemia
Hipovolemia adalah suatu keadaan dengan volume cairan
berkurang ; hal ini akan menyebabkan hipoperfusi jaringan.
dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu deplesi volume dan dehidrai
Deplesivolume
Deplesivolume adalah keadaan dimana cairan ekstrasel
kekurangan air dan natrium terjadi dalam jumlah yang seba
Misalnya hilangnya air dan natrium melalui saluran cerna
muntah dan diare, perdarahan atau melalui pipa naso
Hilangnya air dan natrium juga dapat melalui ginjal (
penggunaaan diuretik, diuresis osmotik, salt-wasting nephropafi
hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (mi
insensible water /osses, keringat, luka bakar), atau me!ili
sekuestrasicairan (misalnya pada obstruksi usus, trauma, fraktt
pankreatitis akut).
. Dehidrasi
Dehidrasi adalah keadaan dimana volume air berkurang tanp
disertai berkurangnya elektrolit (natrium) atau berkurangnya -
jauh melebihi berkurangnya natrium di cairan ekstrasel. Akiber
dari keadaan ini akan terjadi peningkatan natrium dalam ekstrasd
sehingga cairan intrasel akan masuk ke ekstrasel (volume cairar
intrasel berkurang). Dengan kata lain, dehidrasi melibatkar
pengurangan cairan intra- dan ekstrasel secara bersamaar
(pengurangan volume air tubuh total); 40% dari cairan yang hilarB
berasal dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel.

Secara klinik perbedaan antara deplesi volume dan dehidrasi


terletak pada kadar natrium dalam plasma. Pada keadaan dehidrasl
terjadi hipernatremia sedangkan pada deplesi volume, kadar natriurn
plasma normal. Dehidrasi dapat terjadi akibat keluarnya air melald
keringat, penguapan dari kulit, saluran cerna, diabetes insipidtts
(sentral dan nefrogenik), atau diuresis osmotik; yang kesemuanya
disertai gangguan rasa haus atau gangguan akses cairan. Dehidrasi
dapat pula terjadi pada keadaan masuknya cairan ekstrasel ke intrasd

84
secara berlebihan, kejang hebat, setelah melakukan latihan berat, atau
pada pemberian cairan natrium hipertonik berlebihan.
Hipovolemia sangat berbahaya dan harus segera ditanggulangi.
Banyak korban meninggal pada wabah diare atau gastro-enteritis
karena tidak tahu atau terlambat memberi pertolongan. Pada pelari
maraton dan olah raga lain yang berlangsung lama harus diberi minum
secara berkala karena aktifitas berat mengeluarkan benyak keringat.
Hipovolemia ringan ditandai dengan gejala rasa haus dan lemas.
Bila hipovolemia semakin berat, tekanan darah menurun karena
volume darah berkurang bahkan dapat terjadi syok. Tata laksana
penderita hipovolemia yang sudah tidak mampu minum sendiri adalah
memberikan cairan rehidrasi oral (oralit) melalui pipa nasogastrik atau
cairan fisiologis melalui parenteral di rumah sakit.
Bila terjadi penurunan volume cairan ekstraselular, volume dan
tekanan darah akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan
pada sistem renin-angiotensin sehingga timbul respons berupa pengu-
rangan produksi urin (restriksi pengeluaran cairan), rangsang haus
diikuti meningkatnya pemasukan cairan akan meningkatkan volume
cairan ekstrasel.

Euvolemia (Normovolemia)
Meskipun dikatakan euvolemia (normovolemia), kondisi ini men-
jelaskan kadar natrium yang normal disertai peningkatan jumlah air
tubuh. Kondisi seperti ini dapat dijumpai pada beberapa keadaan,
antara lain:
SekresiADH berkurang
Osmolalitas normal, misal pada pemberian infus larutan iso-osmotik
yang tidak mengandung natrium.
SekresiADH meningkat
a. Osmolalitas rendah pada SIADH
b. Osmolalitas rendah pada hiperglikemia dan pemberian
mannitol.

(Lebih lanjut baca mengenai gangguan natrium pada halaman 87).

B5
Hipervolemia
Hipervolemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
volume cairan ekstrasel khususnya intravaskular {volume overloadl
melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan air melalui ginjal, saluran
cerna, dan kulit.
Edema
Edema adalah suatu keadaan dengan akumulasi cairan dijaringan
interstisium secara berlebihan akibat penambahan volume yang
melebihi kapasitas penyerapan pembuluh limfe. Keadaan ini
memperlihatkan gejala klinis pembengkakan (edema). Edema
juga merupakan refleksi dari kelebihan natrium dan hipervolemia.
Mengapa pada edema tidak terjadi hipernatremia dapat dijelaskan
sebagai akibat meningkatnya sekresi ADH dari hipotalamus
dan adanya rangsang rasa haus akibat kelebihan natrium
(hiperosmolalitas) yang menyebabkan retensi air sehingga tidak
terjadi hipernatremia.
Menurut lokasi, edema dapat dibagi (1 ) edema menyeluruh (genera-
lisata) disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid pada
hipoproteinemia dan (2)edema lokal, disebabkan oleh kerusakan
kapilar, konstriksi sirkulasi (vena regional) atau sumbatan drainase
limfatik.
Terdapat dua faktor penentu terjadinya edema, antara lain (1)
perubahan hemodinamik dalam kapilar yang memungkinkan
keluarnya cairan intravaskular ke jaringan interstisium dan (2)
retensi natrium di ginjal. Hemodinamik dalam kapilar dipengaruhi
oleh (1) permeabilitas kapilar, (2) selisih tekanan hidrolik dalam
kapilar dengan tekanan hidrolik dalam interstisium, (3) Selisih
tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onkotik dalam
interstisium. Retensi natrium dipengaruhi oleh:
- Aktifitas sistem renin-angiotensin-aldosteron yang erat kaitan-
nya dengan baroreseptor di arteriaferen glomerulus ginjal.
- Aktifitas ANP (afral natriuretic peptide) yang erat kaitannya
dengan baroreseptor di atrium dan ventrikeljantung.
- Aktifitas saraf simpatis ADH yang erat kaitannya dengan
baroreseptor di sinus-karotikus.
- Osmoreseptor di hipotalamus

B6
Pada keadaan volume sirkulasi efektif yang rendah misalnya pada
gagal jantung kongestif, sirosis hati dan sindrom nefrotik, jumlah
total natrium tubuh akan meningkat karena terjadi retensi natrium
ginjal akibat peningkatan sistem, renin-angiotensin-aldosteron.
Akibat semua ini terjadi penimbunan air dalam jaringan interstisium
yang akan menimburkan edema umum. Disamping faktor
penyebab edema di atas, ada faktor lain yang dapat mencegah
berlanjutnya penumpukan cairan dalam jaringan interstisium.
Aliran limfatik dapat menampung kelebihan cairan dalam jaringan
interstisium. Peningkatan jumlah cairan dalam jaringan interstisium
akan mengurangi tekanan onkotik dan meningkatkan tekanan
hidrolik jaringan interstisium sehingga penumpukan cairan dalam
interstisium terhambat.

1.1.2. Gangguan Status Natrium


Hiponatremia
Hiponatremia adalah kelebihan cairan relatif yang terjadi bila
(1) iumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskr"esi dan (2)
ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan
cairan melalui saluran cerna, gagaljantung dan sirosis hati atau pada
SIADH (syndrome of tnappropriate ADH-secretion). Berdasarkan
prinsip di atas maka etiologi hiponatremia dapat dibagi atas:
- Hiponatremia dengan ADH meningkat
Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologik
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi.

Sekresi ADH meningkat akibat depresi volume sirkulasi efektif


seperti pada muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal
jantung, sirosis hati, s|ADH, insufisiensi adrenal, dan hipotiroid. pada
polidipsia primer dan gagal ginjal terjadi ekskresi cairan lebih rendah
dibanding asupan cairan sehingga menimbulkan respons fisiologik
yang menekan sekresi ADH. Respons fisiologik dari hiponatremia
adalah tertgkannya pengeluaran ADH dari hlpotalamus sehingga
ekskresi urin meningkat karena saluran-air (Aep2A) di bagian apikal
duktus koligentes berkurang (osmolaritas urin rendah).

87
l$h rtrhEih tdB[ > ail *h *b!ih t tsl r@rn*el Sh tEBEiir :lrihft < ail
tutulrhihdal.l *nflkihan&fush&ffiI|1 itrBllh{efl1

.-.ra,r, -,' I..

Sii,tetMise$fil
ryryJi ryi shikdki*i*{rJ

ryil .Md&ncisn
nox. !i Aol{i 1r

iimwnrdikffip
',,
&mil EHE. I $driirrEEl .tery*l . rutdiE$ba
iiaEt&trg FiiEmr
. .SiNmbiMi .r@dlgiffl
.@itrdk ${l$riE'tr
.Sirdrssn .lMn
.BiifiE
-cgsr6
-!HriFE@.
.MIEE nffik dH@Ml
.lldla8Hter .Mi$lff$i .lHHl'#tiidi
kroriisrnt
. knikred$b i{to'il!dl
ffi:[,a
.ll{lpsdliHlHa
.lldhs*itoil it

llo,tlrin !l ruurin oin rhuiir !! rar*lll'


>?{r@lrL i:: .r0 mECL ll
ll ta
le'rlr4lL
:i

)i
({o,,,EdlJi *ry il :l

Gambar 14. Hiponatremia sebagai bagian dari gangguan keseimbangan air dan natrium.

Pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium


ke dalam cairan ekstrasel dapat menimbulkan hiponatremia disertai
osmolalitas plasma normal. Tingginya osmolalitas plasma pada
keadaan hiperglikemia atau pemberian manitol intravena menyebab
kan cairan intrasel keluar dari sel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel
yang menyebabkan hiponatremia.
Dalam keadaan normal, 93% dari volume plasma terdiri dari air
dan elektrolit sedang 7% sisanya terdiri dari lipid dan protein. Pada
hiperlipidemia atau hiperproteinemia berat akan terjadi penurunan
volume air plasma menjadi 80% sedang jumlah natrium plasma tetap

88
dan osmolalitas plasma normal; akan tetapi karena kadar air plasma
berkurang (pseudohiponatremia) kadar natrium dalam cairan plasma
totalyang terdeteksi pada pemeriksaan laboratorium lebih rendah dari
normal.
. Hiponatremia akut
Hiponatremia akut adalah kejadian hiponatremi yang berlangsung
cepat yaitu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi
gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal
ini terjadi akibat edema sel otak, karena air dari ekstrasel masuk
ke intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut
juga sebagai hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat,
. Hiponatremia kronik
Hiponatremia kronik adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung
lambat yaitu lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala
yang berat seperti penurunan kesadaran atau kejang (ada proses
adaptasi), gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas atau
mengantuk. Pada keadaan initidak ada urgensi melakukan koreksi
konsentrasi natrium, terapi dilakukan dalam beberapa hari dengan
memberikan larutan garam isotonik. Kelompok ini disebut juga
sebagai hiponatremia asimptomatik.

lsonatremia
lsonatremia adalah suatu keadaan patologis yang tidak menye-
babkan gangguan pada kadar natrium di dalam plasma (osmolalitas
plasma tetap berada dalam keadaan normal). Keadaan seperti ini
dapat dijumpai pada:
1. Turunnya kadar Na tubuh total diikuti oleh berkurangnya air tubuh
total dalam jumlah seimbang. Terjadi karena pemberian diuretik
jangka panjang (kronik) atau pada beberapa kondisiseperti muntah,
diare, perdarahan dan thrid space sequestration.
2. kondisi normal (steady state)
3. Peningkatan Na tubuh totaldiimbangioleh peningkatan airtubuh total.
Terjadi pada pemberian natrium isotonik berlebihan (hipervolemia).

89
Na tubun totalJ > air Na tubuh tolal normai
Ttrin
Na tubuh totall = sir
tubuh total i Jumlah air tubuh total tubuh total i
tetap
I
v

Sirkulasi erektif I ADH tetap


t
I i
l0xr; ,t,
v f-1lJ
Na dan air j I

y'\ t
1

Kondisi normal
.'t \
(Steady State) . Pemberian
Renal Ekstra Renal
infus
. . natrium
Diuretik Muntah
. isotsnik
Diare
I
. berlebihan
Perdarahan
:
. Third space
sequestra-
tion
i I

Ns Urin Na ljrin I Na Urin I Na Urin I


<20 mEq/L <z_o mee/r- >2orrrtueL
J ) :20 TEq,l J
Keterangan:
Kadar natrium urin 24 jam

Gambar 15. lsonatremia sebagai bagian dari gangguan keseimbangan air dan elektrolit.

Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif.
Hipernatremia jarang terjadi, umumnya disebabkan resusitasi cairan
menggunakan larutan NaCl 0.9% (kadar natrium 154 mEq/L) dalam
jumlah besar. Hipernatremia juga dijumpai pada kasus dehidrasi
dengan gangguan rasa haus (misal pada kondisi kesadaran terganggu
atau gangguan mental).
Hipernatremia terjadi bila:

90
- Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi melebihi
ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada
pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water /oss atau
keringat; osmotik diare akibat pemberian laktulosa atau sorbitol;
diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik; diuresis osmotik
akibat glukosa atau mannitol; gangguan pusat rasa haus di
hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular.
- Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh,
misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolik.
- Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan
(olahraga berat), asam laktat dalam sel meningkat sehingga
osmolalitas seljuga meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk
ke intrasel. Biasanya kadar natrium akan kembali normal dalam
waktu 5-15 menit setelah istirahat.

Dalam kaitan dengan hipernatremia, harus dibedakan antara


deplesi-volume dengan dehidrasi. Deplesi-volume adalah keluarnya
air bersama natrium secara seimbang (isotonik) dari dalam tubuh.
Dehidrasi adalah keluarnya air tanpa natrium (cairan hipotonik) dari
dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya hipernatremia. Dengan
kata lain, deplesi-volume adalah hipovolemia dengan normonatremia
sedang dehidrasi adalah hipovolemia dengan hipernatremia. Pada
dehidrasi terjadi pengurangan air baik ekstra- maupun intrasel sedang
pada deplesi-volume yang berkurang hanyalah air ekstrasel.
Respons fisiologik yang timbul pada hipernatremia adalah
meningkatnya pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi
urin berkurang, karena saluran-air (AQP2) di bagian apikal duktus
koligentes bertambah (osmolalitas urin tinggi).

91
lNh ttdfutiin tddtJ, < *n lXh tirtru,il frffi i n JfufflHln l$k tjrhjrlln tnrfJa >
tintulintffiil dr.rti{fu{xfiot#i@ t*iirultrtMI-
-
I

Si'lhtlkii&&lfl.
u*' I
I
ADHi
_.- -. t
E

fi-arulkmmdriimmfiiiusil
ainUr6rFdid&lffilt
?-9

- lMltsmdtiilrm
kndl EMmIMI blkanhord
-Dtffi . ll'rga$illdriiuna
-lKsiiryd
tiipeltumlk
iillfiipdtts .llSXlL . Asu@rnMhao
. SffiIffil/Jre . Diene
ff'Wsnik @smdlk ffirrdlktmryi
rffiiiunm
. ffiiurdlk . ffiritbMirdl
CIffi,'*fi$b . tiq$i
llrti@hmus
?t Na Urin t Na Llrin I
I ,ZS rneqfi- >r00 mEo/L
Na tlrin I ru, urin I I I
rz0mEq/L j .*meerr- j
2';"wrylL

Gambar 16. Hipematremia sebagai bagian dari gangguan keseimbangan air dan natrium.

1.2. Gangguan Keseimbangan Kalium


Kadar normal kalium plasma berkisar antara 3.5-5 mEq/L. Bila
kadar kalium kurang dari 3.5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan
kadar kalium lebih dari 5 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kedua
keadaan ini dapat menyebabkan kelainan fatal listrik jantung yang
disebut disebut aritmia. Kelebihan ion kalium darah akan menyebabkan
gangguan berupa penurunan potensial trans-membran sel. Pada
pacemaker jantung terjadi peningkatan frekuensi sedangkan pada

92
otot jantung terjadi pen urunan kontraktil itas bah kan ketidakberdayaan
otot (flaccid) dan dilatasi. Kekurangan ion karium ini menyebabkan
ftekuensi denyut jantung melambat.

1.2.1. Hipokalemia
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering dijumpai di klinik.
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut:
- Asupan kalium kurang
- Pengeluaran kalium berlebihan
- Kalium masuk ke dalam sel

*1
*I
J :E33J

t
.[edi' rffidd
.Hipa[S .fieQlniet
-[!i{dh .ffii@it!
-HiM&k js-t3eil .Mlie
'ruii!,iii FrtUU*
.Simlmrffir .,0l*dnsh
.ffiCIrGldHr riiffi&r

srcJ
.KIA
.[ffi
ffimtuh

-. KSry.:t.J
f@iim
{tl'ir I xtrh I
An*rA"
J StgJ "*
.1@" I

I
f {*rir!r I
q*erX-
*_* -) ' I

Gambar 17. Pendekatan diagnostik hipokalemia

93
Asupan Kalium Kurang
Kalium yang masuk ke dalam tubuh dalam keadaan fungsi ginjal
yang normal, akan diekskresikan melaluiginjal. Makin tinggiasupan
kalium, makin tinggi ekskresi melalui ginjal, demikian sebaliknya bila
asupan kalium rendah. Asupan kaliuim normal berkisar antara 40-
120 mEq per hari. Dalam keadaan normal ekskresi kalium melalui
ginjal dapat minimal sampai 5mEq per hari untuk mempertahankan
kadar kalium normal dalam darah, sejalan dengan rendahnya
asupan kalium. Hipokalemia akibat asupan kalium rendah saja,
jarang terjadi dalam klinik. Biasanya disertai oleh masalah lain
misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah
kalori pada program menurunkan berat badan.

Pengeluaran Kalium Berlebihan


Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna,
ginjalatau keringat. Pada keadaan muntah atau pemakaian selang
naso-gastrik, pengeluaran kalium bukan melaluisaluran cerna atas
karena kadar kalium dalam cairan gastrik hanya sedikit (5-10 mEq/
L), akan tetapi kalium banyak keluar melalui ginjal. Akibat muntah
atau pemakaian selang naso-gastrik, terjadi alkalosis metabolik
sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang akan
mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga
dibantu dengan adanya hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia
yang timbul akibat muntah. Kesemuanya ini akan meningkatkan
ekskresi kalium melalui urin dan menyebabkan hipokalemia.
Pada saluran cerna bawah (diare, pemakaian pencahar), kalium
keluar besama bikarbonat (asidosis metabolik). Kalium dalam
saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 mEq/L).
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi
pada pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (adenoma kelenjar adrenal),
anion yang tak dapat di reabsorbsi yang berikatan dengan natrium
berlebi han dalam tu bu lus (bi karbonat, beta-h id roksi buti rat, h ipurat)
menyebabkan lumen duktus koligentes bermuatan lebih negatif
dan menarik kalium masuk dalam lumen lalu dikeluarkan bersama
urin, pada hipomagnesemia, poliuria (polidipsia primer, diabetes

94
insipidus) dan salt-wasting nephropathy (sindrom Bartter atau
Gitelman, hiperkalsemia). Pengeluaran kalium berlebihan melalui
keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan berat pada lingkungan
yang panas sehingga produksi keringat mencapai 10L.
. Kalium Masuk ke Dalam Se!
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, peningkatan aktifitas beta-adrenergik (pema-
kaian B2-agonis), paralisis periodik hipokalemik, hipotermia. Hanya
sejumlah kecil fraksi konsentrasi ion kalium berada pada rongga
ekstraselular. Karenanya, konsentrasi ion kalium serum tidak
mencerminkan konsentrasitotal ion kalium secara akurat. Defisit ion
kalium tergantung pada lamanya kontak dengan penyebab (time
for equilibration) dan konsentrasi ion kalium serum. Pada kasus
hipokalemia kronik, penurunan ion kalium serum 1 mEq sebanding
dengan defisit 200 mEq. Dianjurkan untuk mempertahankan
konsentrasi ion kalium serum <4.0 mEq/L.

1.2.2. Hiperkalemia
lstilah hiperkalemia digunakan bila kadar kalium dalam plasma
lebih dari 5 mEq/L. Dalam keadaan normaljarang terjadi hiperkalemia
oleh karena adanya mekanisme adaptasi oleh tubuh. Hiperkalemia
dapat disebabkan oleh (1) keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel
dan (2) berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal.

*" T

. Asidosis metabolik
. Gagalginjal
non organik
. Hiperaldosteronism . Defisiensi insulin
. Deplesi volume . Hiperkatabolisme
. Siklosporin . Penghambat
adrenergik beta
. Hemolisis

Gambar 18. Skema pendekatan diagnostik hiperkalemia

95
Keluarnya Kalium dari lntrasel ke Ekstrasel
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis
metabolik bukan oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis
laktat), defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pe-
makaian obat penghambat-B adrenergik, pseudo hiperkalemia
akibat pengambilan contoh darah di laboratorium yang meng-
akibatkan sel darah merah lisis dan pada latihan olahraga.
Faktor-faktor seperti durasi hiperkalemia, konsentrasi kalsium
plasma dan keseimbangan asam-basa mempengaruhi toksisitas
hiperkalemia. Konsentrasi K.>7.5 mEq/L atau hiperkalemia
dengan gangguan/perubahan gambaran elektrokardiogram
(EKG) merupakan kondisi yang bersifat life-threatening, yang
perlu segera diatasi.
Gambaran klinik timbul bila konsentrasi K.>6.5 mEq/L; lemah.
parestesia, ileus, paralisis, cardiac arrest. Pada "EKG terlihat
gambaran peaked T waves, flattened-prolonged PR interval.
widening of the QRS complex, sine wave leading to vertricular
fibrillation or asystole. Perubahan EKG tidak dapat diprediksi.
perubahan minor dapat diikuti dengan gangguan konduksi atau
aritmia dalam beberapa menit. Perubahan EKG dieksaserbas
oleh adanya hiponatremia, hipokalsemia, hipermagnesemia dar'
asidosis.

i:
::

i
=

r I *'

Gambar 19. Perubahan gelombang elektrokardiografi pada hiperkalemia


menunjukkan peaked f waves, flattened-prolonged PR interval, widening of the
QRS complex.

96
l
I

Tabel 7. Faktor yang berperan pada ekskresi kalium

. Berkurangnya Ekskresi Kalium Melalui Ginjal


Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hipoaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif,
pemakaian siklosporin. Hiperkalemia juga timbul akibat koreksi ion
kalium berlebihan dan pada kasus-kasus yang mendapat terapi
angiotensin-converting enzyme inhibitor dan pofassium sparing
dieuretlcs.
Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi ekskresi kalium,
regulasi keseimbangan K* sangat dipengaruhi oleh kondisi replesi
dan deplesi K..

2. Gangguan Keseimbangan Asam Basa


2.1. Aspek Klinik dan Klasifikasi
Gangguan keseimbangan asam-basa disebabkan oleh faktor-
faktor yang mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan
antara lain sistem bufer, sistem respirasi, fungsi ginjal, gangguan
sistem kardiovaskular maupun gangguan fungsi susunan saraf pusat.

97
Gangguan keseimbangan asam-basa serius biasanya menunjukal
fase akut, ditandaidengan pergeseran pH menjauhi batas nilai normd-
Nilai pH abnormal meskipun salah satu nilai komponen gas dardr
lainnya (PCO2, HCO3-) masih berada dalam batas normal. Bila kondisi
tersebut berlanjut, terjadi reaksi penyeSuaian yang bersifat fisiologl
dan pada kondisi ini disebut fase kompensasi. Jika kondisi penyeb$
tidak diatasi, maka mekanisme kompensasi tidak mampu mengatai
perubahan yang terjadi, hal ini disebut fase tidak terkompensasi.
Klasifikasi yang umum digunakan umumnya menggambarkan
masalah dan kelainan yang terjadi, sesuai dengan namanya.
- Gangguan keseimbanganasam-basarespiratorik
Terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan COrdijaringan
perifer dengan ekskresinya di paru; ditandai oleh peningkatan atan
penurunan konsentrasi CO,
- Gangguan keseimbangan asam-basa metabolik
Terjadi karena pembentukan CO, oleh asam fixed dan asam
organik yang menyebabkan peningkatan ion bikarbonat dijaringan
perifer atau cairan ekstraselular.

2.1 .1 . Gangg uan Keseim ban gan Asam-Basa Respi ratori k


. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi
alveolar yang mengganggu eliminasi CO, sehingga akhirnya
terjadi peningkatan PaCO, (hiperkapnia). Awalnya sistem bufer
dapat mengatasi namun akhirnya terjadi penurunan pH. Efek
yang timbul dapat dilihat pada gambar 20.
Kemoreseptor yang terletak pada medula dan badan karotis akan
memberi respons terhadap perubahan PCO2. Pada beberapa
keadaan respons kemoreseptor di medulla akan menyebabkan
peningkatan ventilasi paru.
.. Pada keadaan normal perubahan PCO2 dikendalikan oleh kemo-
reseptor pusat (medula). Bila terdapat hipoksia atau hiperkapnia
kronik, maka kemungkinan teriadi supresi kemoreseptor pusat
sepe(i dijumpai pada penderita penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK). Pada keadaan tersebut, ventilasi akan dipertahankdh
oleh kemoreseptor pada badan karotis sebagai respons terhadap
perubahan PO, dan perubahan pH. Bila keadaan berlanjut dan

oa
kemoreseptor gagal memberikan respons atau pada keadaan
dimana sirkulasi paru inadekuat, maka pH akan turun dan timbul
asidosis respiratorik akut.
Keadaan hiperkapnia juga dapat disebabkan oleh karena
produksi CO, yang berlebihan; salah satu penyebabnya adalah
overfeeding Proses oksidasi karbohidrat, lemak dan protein
dalam menghasilkan energi membutuhkan oksigen (Or) dan
menghasilkan CO, dan HrO yang dapat digambarkan dengan
respiratory quotient (RO). RQ merupakan perbandingan antara
CO, yang dihasilkan dengan kebutuhan O, dari masing-masing
substrat. RQ untuk karbohidrat adalah 1, protein 0.8 dan lemak
0.7. Lipogenesis akan menghasilkan RQ lebih besar dari 1.
Pemberian diet tinggi karbohidrat dapat meningkatkan produksi
CO, sementara diettinggi lemakdapat menyebabkan peningkatan
oksidasi asam lemak yang berakibat konsumsi O, dan produksi
CO, meningkat. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian kalori
secara berlebihan, baik yang berasal dari karbohidrat maupun
lemak, akan meningkatkan konsumsi O, dan produksi CO,

Gambar 20. Pengaturan keseimbangan asam-basa respiratorik: Asidosis


respiratorik. Pada pasien normal, respons respiratorik yang dikombinasi dengan
respons ginjal umumnya mampu mengembalikan keseimbangan ke tingkat
normal

99
Etiologi:
Beberapa faktor di bawah ini dapat menimbulkan asidosis
respiratorik, antara lain:
a. lnhibisi pusat pernapasan
Obat yang mendepresi pusat pernapasan. sedatif,
anastetikum
Centralsleep apnea
Kelebihan O, pada hiperkapnia atau hipoksemia kronik
b. Penyakit neuromuskular
- Neurologis: poliomielitis, sindrom Guilain Barre
- Muskular: hipokalemia, musctJlar distrophy
Obstruksijalan napas
- Asma bronkial
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Spasme laring
Aspirasi
Obstructive s/eep apnea
d. Kelainan restriktif:
- Penyakit pleura: efusi pleura, empiema, pneumotoraks,
fibrotoraks
Kelainan dinding dada: kifoskoliosis, obesitas
Kelainan restriktif paru: fibrosis pulmoner, pneumonia,
edema paru
e. Mechanical underventilation
f . Overfeeding

Asidosis respiratorik akut


Pada asidosis respiratorik akut terjadi gangguan eliminasi CO,
secara akut dan umumnya disertai dengan hipoksemia sehingga
terjadi stimulasi ventilasi yang bertujuan untuk meningkatkan
eliminasi CO, dan meningkatkan O, misalnya pada eksaserbasi
akut asma, pneumonia, pengaruh obat sedatif yang berlebihan,
pneumotoraks, hentijantung atau tenggelam. Respons bufer HCO3
oleh ginjal dalam plasma terjadi dalam beberapa menit namun
kompensasi ini belum sempurna.

100
I

Kompensasi secara sempurna terjadi dalam beberapa hari.


Respons ginjal dapat berupa peningkatan ekskresi ion-
H, peningkatan reabsorpsi HCO3- di tubulus proksimal dan
peningkatan produksi HCO3 di tubulus distal. Manifestasi klinis
asidosis respiratorik bervariasi tergantung derajat keparahannya
dan penyakit dasar yang menyertainya. Peningkatan PaCO, secara
akut akan mengakibatkan penurunan kesad aran (confusion sampai
somnolen) bahkan dapat terjadi narkose COr. Gas CO, merupakan
vasodilator serebral maka pembuluh darah di fundus optikus akan
dilatasi bahkan dapat terjadi edema papil.
Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit
dasarnya dan dukungan ventilasi (ventilation support). Hiperkapnia
akut merupakan keadaan kegawatan medis karena respons ginjal
berlangsung lambat dan biasanya disertai hipoksemia, sehingga,
bila terapi yang ditujukan untuk penyakit dasar maupun terapi
oksigen sebagai suplemen tidak memberikan respons baik, maka
mungkin diperlukan bantuan ventilasi mekanik; baik invasif maupun
non invasif.

Asidosis respiratorik kronik


Asidosis respiratorik kronik dapat terjadi oleh berbagai keadaan
antara lain penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), s/eep apnea,
obesitas, kelainan dinding dada dan lain sebagainya. Pada gagal
napas kronik terjadi retensi CO, secara kronik dan hipoksemia
kronik. Tubuh telah beradaptasi pada keadaan ini sehingga
dorongan untuk bernapas bukan lagidisebabkan oleh peningkatan
CO, akut namun oleh hipoksemia kronik. Oleh karena itu tindakan
koreksi gagal napas akut pada penderita gagal napas kronik perlu
berhati-hati karena dapat menyebabkan hilangnya dorongan untuk
bernapas.

Alkalosis Respiratorik
Pada alkalosis respiratorik terjadi hiperventilasi alveolar sehingga
teqadi penurunan PaCO, (hipokapnia) yang dapat menyebabkan
peningkatan pH.

101
a
v'l*r.eir \
-K"1ry:ll-elLel,.l
.
.
Sekresi H'
Produksi HCO3-

Kerqegl:tfYJ
Frekuensi pernafasan 1

Gambar 21 . Pengaturan keseimbangan asam-basa respiratorik: Alkalosis


respiratorik yang disebabkan aktifitas pernapasan berlebihan dan inadekuat.
Pada pasien normal, respons respiratorik yang dikombinasi dengan respons ginjal
umumnya mampu mengembalikan keseimbangan ke tingkat normal

Hiperuentilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik langsung


maupun tidak langsung pada pusat pernapasan, penyakit paru akut dan
kronik, overventilasi iatrogenik (penggunaan ventilasi mekanik). Hiper
ventilasi kronik umumnya bersifat asimptomatik sedangkan hiperventilasi
akut ditandai dengan rasa ringan di kepala (pusing), parestesia, circumoral
numbness dan kesemutan.
Etiologi:
Beberapa faktor berikut ini dapat menimbulkan alkalosis respiratorik:
a. Rangsangan hipoksemik
- Penyakit paru dengan kelainan gradien A-a
- Penyakit jantung dengan right to left shunt
- Penyakit jantung dengan edema paru
- Anemia gravis
b. Stimulasi pusat pernapasan di medula
Kelainan neurologis
Psikogenik misalnya serangan panik, nyeri
Gagal hati dengan ensefalopati
Kehamilan

102
c. Mechanical overventilation
d. Sepsis
e. Pengaruh obat :salisilat, hormon progesteron

2.1.2. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa Metabolik


' Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar ion-HCO.
diikuti dengan penurunan tekanan parsial CO, di dalam arteri.
Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme
respiratorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion
bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru,
sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke
urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan
ekstraselular. Kadar ion-HCO. normal adalah sebesar 24 meqlL
dan kadar normal pCO, adalah 40 mmHg dengan kadar ion-H
sebesar 40 nanomol/L. Penurunan kadar ion-HCO. sebesar 1 meq/L
akan diikutioleh penurunan pCOrsebesar 1.2 mmHg.
Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi dalam tiga kelompok
yaitu:
a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam
organik)didalam tubuh. lon hidrogen dibebaskan oleh sistem
bufer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan
pH. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seperti pada:
Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berke-
panjangan, mengakibatkan jaringan mengalami proses
metabolisme anaerob.
Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam
. jumlah sangat tinggi pada metabolisme fase pasca
absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari starvasi
dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali,
. jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari
. sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolisme lipid
dan keton.
I ntoksikasi salisilat.

lntoksikasi etanol,

103
b. Berkurangnya kadar ion-HCO, di dalam tubuh.
Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat yang mengatur
keseimbangan ion hidrogen dan mempengaruhi kese-
imbangan pH. Penurunan konsentrasi HCO3- di cairan
ekstraselular menyebabkan penurunan efektifitas sistem
bufer dan asidosis timbul. Penyebab penurunan konsentrasi
HCO3- antara lain adalah diare, renal tubular acidosis (RTA)
proksimal (RTA-2), pemakaian obat n hi bitor enzi m an h id rase
i

karbonat atau pada penyakit ginjal kronik stadium lll - lV.


Adanya retensi ion-H di dalam tubuh.
Jaringan tidak mampu mengupayakan ekskresi ion hidrogen
melaluiginjal. Kondisi inidijumpai pada penyakit ginjal kronik
stadium lV-V, RTA-1 atau RTA-4.
Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan
penurunan tekanan parsial CO, dapat bersifat lengkap, sebagian
atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolik
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Asidosis metabolik sederhana (simple alau compensated
metabolic acrdosis); penurunan kadar ion-HCO. sebesar 1
mEq/L diikuti penurunan pCO, sebesar 1.2 mmHg.
b. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik
dapat juga disebut uncompensated metabolic acrdosis;
penurunan kadar ion-HCO, sebesar 1 meq/L diikuti
penurunan pCO, kurang dari 1 .2 mmHg (pCO, dapat sedikit
lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal).
C. Gabungan asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik
atau dapat disebut sebagai partly compensated metabolic
acrdosis; penurunan kadar ion-HCO. sebesar '1 mEq/L diikuti
penurunan PCO2 sebesar lebih dari 1.2 mmHg (pH dapat
sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal).
Pada prinsipnya, penyebab gangguan harus diketahui sebelum
melakukan pengobatan. Penyebab potensial demikian bervariasi
sehingga seorang klinikus harus menegakkan diagnosis. Pada
beberapa keadaan, diagnosis sangat jelas. Sebagai contoh
misalnya kasus asidosis metabolik yang terjadi pada seorang

104
setelah melakukan aktifitas fisik, tentunya jenis asidosis laktat.
Kasus lainnya harus ditelusuri iebih lanjut.
Untuk mengetahui etiologi dari tiap tiap kelompok penyebab
asidosis metabolik tersebut perlu diketahui besarnya anion gap.
Dalam keadaan normal, jumlah anion dan jumlah kation di dalam
tubuh adalah sama besar. Ada anion dan kation yang dapat
dihitung (Cl, HCO. dan Na) dan ada anion dan kation yang tak
dapat dihitung (anion atau kation lain dari zat organik). Selisih
antara Na dengan HCO3 dan Cl atau selisih dari anion lain dan
kation lain disebut sebagai anion gap. Besarnya anion gap, Na
- (HCO3 + Cl), dalam keadaan normal sebesar 12 x3 mEq.
Pada kelompok pembentukan asam organik yang berlebihan
sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anion-gap akan
meningkat oleh karena adanya penambahan anion lain yang
berasal dari asam organik antara lain asam hidroksi butirat
pada ketoasidosis diabetik, asam laktat pada asidosis laktat,
asam.salisilat pada intoksikasi salisilat atau asam organik akibat
intoksikasi etanol.
Pada kelompok berkurangnya kadar ion-HCO. sebagai penyebab
asidosis metabolik, besar anion-gap tetap dalam batas normal
dengan peningkatan kadar ion-Cl. Misalnya pada keadaan diare
alau renal tubular acrdosis proksimal (RTA-2), pemakaian obat
inhibitor enzim anhidrase karbonat atau pada penyakit ginjal
kronik stadium lll - lV.
Asidosis metabolik dengan anion gapyang normal selalu disertai
dengan peningkatan ion-Cl dalam plasma sehingga disebut
juga sebagai asidosis metabolik hiperkloremik. Pada kelompok
'retensi ion-H sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anion
gap meningkat, misalnya pada penyakit ginjal kronik stadium lV
- V dan besar anion gap notmd misalnya pada renal tubular
acrdosis (RTA-1 atau RTA-4).
Anicin gap dalam urin
Pada keadaan asidosis metabolik dengan anion gap normal
(hiperkloremik), ion-Clyang berlebih akan di sekresikan oleh sel

105

)
interkalated duktus koligentes bersama dengan sekresi ion H+
(ion-Cl melaluisaluran-Cldan ion H. melalui pompa H-ATPase).
Ekskresi ion-Cl dilakukan bersama dengan ion-NH3 dalam
bentuk NH4Cl. lon-NHo dibentuk dari ikatan antara ion-NH,
dalam tubulus dengan ion H* yang disekresikan oleh sel tubulus
distal (duktus kolektif). Terganggu atau normalnya ekskresi ion-
NH, dalam bentuk NH4CI dapat dinilai dengan menghitung anion
gap di dalam urin.

Anion-gap dalam urin dihitung dengan rumus:


(Na-urin + K-urinl - Cl-urin.

Bila hasilnya positif, terdapat gangguan ekskresi ion-NH,


sehingga NH4CI tidak terbentuk akibat adanya gangguan sekresi
ion H* di tubulus distal (tidak dapat berikatan dengan ion-NH.)
misalnya pada renal tubular acidosis (RTA)-1 dan RTA-4.
Hasil yang negatif, menunjukkan keadaan asidosis metabolik
anion-gqp normal dimana ekskresi ion-Cl dalam bentuk NH4CI
sebanding dengan sekresi ion H* di tubulus distal yang terjadi
akibat adanya asidosis metabolik, misalnya pada keadaan
diare.
Penghitungan anion gap dalam urin tak dapat diterapkan bila
terjadi deplesi volume sehingga ekskresi Na urin rendah atau
bila terjadi peningkatan ekskresi anion yang tak dapat dihitung
seperti B-hidroksibutirat pada ketoasidosis diabetikum sehingga
jumlah Na dan K yang diekskresi dalam urin meningkat

106
. Peningkatan produksi H'
. Penurunan ekskresi H'
Sistim bufer selain
asam karbonat -
blkarbonat
menyerap ion H'

*o*"oa,ra,, #

?
=Y4
Keseimbangan
Asam - Basa
Normal

. Peningkatan
sekrssi ion H+
. Produksi
bikarbonat

Peningkatan
. Kehilangan bikarbonat fr6kuensi
. Deplesi cadangan pernafasan
bkarbonat

Gambar 22. Respons terhadap asidosis metabolik. Asidosis metabolik dapat


disebabkan (a) peningkatan produksi asam atau penurunan sekresi asam yang
mengakibatkan akumulasi ion H- pada cairan tubuh, atau (b) kehilangan ion bikarbonat
yang mengakibatkan sistem bufer asam karbonat-bikarbonat tidak mampu mencegah
penurunan pH. Kompensasi respiratorik dan ginjal dapat mempertahankan stabilitas
pH, namun aspek kimia darah tetap abnormal sampai produksi atau sekresi asam dan
ion bikarbonat kembali normal.

. Alkalosis rfietdbolik
Alkdlosis metabolik merupakan suatu proses terjadinya
peningkatan priher bikafionat dalam arteri. Akibat poningkatan
ini, rasio pCO, dan kadar HCO3 dalam arteri b€rubdh. Usaha
tubuh untuk memperbaiki lasio ihi dilakukdn oleh paru dengan
menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga pGOz meningkat
dalam arteri dan meningkatnya kohsentrasi HCO,' dalam urin
(lihat garnbar 22). Pada alkalosis rhetabolik yang $ederhdna, ke-
naikan kadar HCO3 1 mEq/L akan menyebabkan kOnaikan pCO,
sebesar 0.7 mmHg.
Penyebab alkatosis rYretabolik dapat antara lain:
a. Terbuangnya ion H. melalui saluran cerna atau melalui ginjal
dan berpindahnya (shift) ion H. masuk ke dalafn sel.

107
b. Terbuangnya cairan bebas-bikarbonat dari dalam tubuh
(contraction al kalosis).
c. Pemberian bikarbonat berlebihan.
Dalam keadaan normal, sekresi ion H* oleh gaster akan
merangsang ekskresi bikarbonat oleh pankreas dan penyanggaan
ini berlangsung adekuat (tidak terjadi gangguan keseimbangan
asam-basa). Terbuangnya ion Ht akibat muntah muntah maupun
pemakaian pipa nasogastrik yang terbuka, ion bikarbonat tidak
diekskresi oleh pankreas karena hilangnya stimulus oleh ion H'di
duodenum. Akibatnya hilangnya ion H* yang tidak diimbangi oleh
berkurangnya bikarbonat akan menimbulkan alkalosis.
Sekresi ion H* melalui ginjal, akan meningkat pada keadaan
keadaan hiperal-dosteronisme primer, penggunaan diuretic
loop dan tiazid, pasca hiperkapnia, hiperkalsemia. Penggunaan
diuretic loop dan tiazid akan meningkatkan kadar aldosteron,
sekunder dari pengurangan volume plasma. Deplesi volume
plasma akan merangsang sistem renin-aldosteron-angiotensin.
Semua keadaan keadaan ini akan merangsang peningkatan
sekresi ion Ht dan reabsorbsi bikarbonat dalam tubulus.
Sekresi ion H. melalui tubulus juga meningkat pada keadaan
asidosis dalam sel akibat masuknya ion H* ke dalam sel. Keadaan
hipokalemia akan merangsang keluarnya kalium dalam sel masuk
ke dalam plasma. Untuk menjaga keadaan keseimbangan elektrik,
ion H* masuk ke dalam sel sehingga terjadi asidosis intraselular.
Asidosis intraselular merangsang sekresi ion H* meningkat ke lumen
tubulus mengakibatkan peningkatan reabsorbsi ion-bikarbonat.
Terbuangnya cairan bebas-bikarbonat dalam jumlah besar
misalnya pada pemberian diuretic loop dalam dosis yang tinggi,
akan meningkatkan kadar bikarbonat per liter plasma akibat
volume plasma yang berkurang.
Pemberian bikarbonat tanpa kendali pada keadaan ketoasidosis
diabetik atau asidosis laktat dapat mengakibatkan alkalosis
metabolik. Pemberian insulin pada ketoasidosis diabetikum atau
perbaikan oksigenisasijaringan pada asidosis laktat akan dengan
cepat meningkatkan kadar bikarbonat plasma

108
Alkalosis metabolik juga ditemukan pada Sindrom Bartter dan
Sindrom Gitelman suatu keadaan terjadinya mutasi genetik pada
transporter Na-K-Cl di bagian asending /oop-Henle (Bartter) dan
di tubulus distal (Gitelman). Keadaan ini menyerupai alkalosis
metabolik akibat diuretic loop atau tiazid.
Gambaran umum pengaturan keseimbangan asam basa oleh
sistem respirasi dan ginjal dapat dilihat pada gambar 23.
Pedngkatan kekuemi pemafasan
Uriuk menurunkan PCO,

H2CO3 +H*+ HCO3-


Ka.booat
A6am lq Bika,bonat

t
n (a) Resgorls terfi adap asidcis

Penurunan frekuenei pemafasan


Ur:tuk meningkatkan PCA2

+ @
? Peniig*atan
H2CO3
->H*+

l'
Hzo
Sistem Buler Karbonat-Eikadonat Cadangan Bikailorut

,f
ET
(b) Responsiefiadap

Gambar _23. Pengaturan pada orang normal, respons


'espiratorik .keseimbangan asam-basa.
dikombinasi dengan respons ginjal. pada umumnyikeduanya secara
f,ersama mampu mengatasi gangguan keseimbangan.

109
Definisi gangguan keseimbangan asam basa dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Definisi gangguan keseimbangan asam-basa

Unarzrenrrdcd + t l{
Asitucbrcsp*reaiktrCg2t) Pafilyc.anpnsatr,d', t t
Corpersaed l' t 1
,l
lJncompensated t J N
Alkalosis respiratorik (PCO2,) Partly compensated. t j J
Compensated N J J 1.

lh?rxilpnlrited t il J 1.
Asidsgsm&c&{fE0;J} PadyoomprsaW J ,, ,1.

CsttrE,,?&ted H J l. D

lJncompensated t N t
Alkalosis metabolik (HCO3-J ) Parlly compensated. 1 t 1
Compensated N t t

2(
rte

110
BAB 4
Diognosis don Totoloksono

1. Diagnosis

1.1. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Air- Elektrolit


1.1.'|'. Diagnosis Gangguan Status Volume

Diagnosis Hipovolemia
. Deplesivolume
Umumnya kehilangan cairan sampai dengan 10-20% tidak
menimbulkan gejala klinik. lstilah hipovolemia ringan digunakan bila
terdapat kehilangan kurang dari atau sama dengan 20% volume
plasma dengan gejala klinis takikardia. Hipovolemia sedang bila
terdapat kehilangan 2A%40%? volume plasma dengan gejala
klinik takikardia dan hipotensi ortostatik. Hipovolemia berat bila
teriadi kehilangan lebih dari atau sama dengan 40o/o volume plasma
dengan gejala klinik penurunan tekanan darah, takikardia, oliguria,
agitasi, dan kekacauan berpikir. Perfusi terganggu, hal ini dapat
dinilai secara klinik dengan melakukan pemeriksaan fisik, kulit,
bibir dan pangkal kuku pucat, capillary refillberkurang, disamping
timbulnya rasa haus
. Dehidrasi
Dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel
secara bersamaan dimana 40o/o dari cairan yang hilang berasal

'y'olume plasma jumlahnya 6% dari berat badan orang dewasa. Bila terdapat deplesi volume ringan

l%) pada orang dewasa dengan berat badan 60 kg, volume cairan yang hilang besarnya 20% dari 3,6
'.:r alau 0,72liter (720 mL).

111
dari ekstrasel dan 60% dari intrasel. Hipernatremia pada pasen
dengan hipovolemia merupakan tanda klinik dari dehidrasi.

Defisit cairan tubuh total ini dapat dihitung dengan rumus:

Diagnosis Euvolemia
Volume air tubuh total tidak berubah namun terjadi perpindahan air
karena perubahan kadar elektrolit khususnya natrium.

Diagnosis Hipervolemia
Edema
Akumulasi cairan di jaringan interstisium dapat dideteksi secarzl
klinis sebagai suatu pembengkakan. Tergantung penyebabnya.
pembengkakan akibat akumulasi cairan ini disertai atau tanpa
terjadi penurunan volume intravaskular (sirkulasi). Penyebabnya
antara lain adalah kegagalan jantung dalam menjalankan
fungsinya, kegagalan ginjal dalam menjalankan fungsi ekskresi.
kegagalan atau kelainan sistem pembuluh limfatik, dan gangguan
permeabilitas kapilar (syok luka bakar, dengue shock syndrome)
dan hipoproteinemia berat yang menyebabkan gangguan tekanan
osmotik koloid.

1.1.2. Diagnosis Gangguan Status Natrium

Diagnosis Hipernatremia
Timbul bila kadar natrium plasma meningkat secara akut hingga di
atas 155 mEq/L. Gejala yang ditimbulkan terjadi akibat mengecilnya
volume otak karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini
menimbulkan robekan pada vena yang menyebabkan perdarahan
lokal di otak dan perdarahan subarakhnoid. Gejala dimulai dari letargi,
lemas, twitching, kejang, dan akhirnya koma. Kenaikan akut natrium
plasma di atas 180 mEq/L dapat menyebabkan kematian.

112
Diagnosis lsonatremia
Keadaan seperti ini dapat dijumpai pada penurunan kadar Na tubuh
total diikuti oleh berkurangnya air tubuh total dalam jumlah seimbang;
terjadi karena pemberian diuretik jangka,panjang (kronik) atau pada
beberapa kondisi seperti muntah, diare, perdarahan dan thrid space
sequestration. Selain itu, dapat juga dijumpai pada peningkatan Na
tubuh total diimbangi oleh peningkatan air tubuh total; terjadi pada
pemberian natrium isotonik berlebihan (hipervolemia). Keadaan ini
juga dijumpai pada kondisi normal (steady sfafe).

Diagnosis Hiponatremia
Di klinik bila ditemukan kasus hiponatremia dengan gejala yang
berat (kesadaran menurun, kejang) maka hiponatremia digolongkan
dalam kategori akut. Hiponatremia tanpa gejala berat (lemas,
mengantuk) digolongkan dalam kategori kronik. Hal ini penting untuk
diketahui sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan bila
terjadi keadaan hiponatremia.

1.1.3. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Kalium

Diagnosis Hipokalemia
Pada umumnya, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium
melalui ginjal menurun hingga kurang dari 25 mEq per hari sedangkan
ekskresi kalium di dalam urin lebih dari40 mEq/L per hari menandakan
adanya pembuangan kalium yang berlebihan melalui ginjal.
Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal disertai asidosis
metabolik merupakan pertanda adanya pembuangan kalium berlebihan
melalui saluan cerna seperti diare akibat infeksi atau penggunaan
pencahar. Ekskresi kalium yang berlebihan melalui ginjal dengan
disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya ketoasidosis
diabetik atau renaltubular acldosis (RTA), baik tipe proksimal maupun
distal.
Ekskresi kalium yang rendah di urin disertai alkalosis metabolik
merupakan pertanda adanya muntah kronik atau pemberian diuretik
jangka lama. Ekskresi kalium yang tinggi di urin disertai alkalosis

113
metabolik dan tekanan darah rendah merupakan pertanda dari Sindrom
Bartter. Ekskresi kalium tinggi di urin disertai alkalosis metabolik dan
tekanan darah tinggi merupakan pertanda adanya hiperaldosteronisme
primer.

Diagnosis Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membran sel
sehingga dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi
lebih mudah terjadi. Di klinik, hiperkalemia ditemukan gejala akibat
gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot sampai dengan
paralisis sehingga pasien merasa sesak napas. Gejala ini timbul bila
kadar kalium melebihi 7 mEqlL atau peningkatan yang terjadi dalam
waktu cepat. Asidosis metabolik disertai hipokalsemia mempermudah
timbulnya gejala klinik hiperkalemia.

1.2. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1 .2.1 . Diagnosis Gan gguan Kesei m bangan Asam Basa Respi ratori k

Diagnosis Asidosis Respiratorik


Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan
(misalnya akibat obat, anestesi, penyakit neurologi), kelainan atau
penyakit yang mempengaruhi otot atau dinding dada (poliomielitis,
miastenia gravis, sindroma Guillain-Barr6, trauma toraks berat),
penurunan area pertukaran gas atau ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (PPOK, asma, pneumotoraks, pneumonia, edema paru), dan
obstruksijalan napas atas seperti edema larings atau sumbatan benda
asing pada saluran napas atas.
Kandungan CO, merupakan gambaran hasil akhir keseimbangan
produksi (hasil metabolisme tubuh) dan eliminasi CO, oleh paru,
Peningkatan PCO, akibat peningkatan produksi CO, akan diatasi oleh
tubuh dengan meningkatkan ventilasi. Penurunan ventilasi alveolar
menyebabkan retensi CO, dan mengakibatkan asidosis respiraiorik.
Gambaran klinik asidosis respiratorik seringkali berhubungan
dengan pengaruhnya pada sistem saraf yaitu cairan serebrospinalatau
pada sel otak akibat asidosis, hipoksemia, atau alkalosis metabolik.

114
Perubahan yang seringkaliterjadi adalah sakit kepala, mengantuk yang
berlebihan yang bila terus berlanjut akan terjadi penurunan kesadaran
(koma). Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan dilatasi
vena retina dan papiledema. Ensefalopati metabolik yang terjadi
dapat bersifat reversibel bila tidak ada kerusakan otak akibat hipoksia.
Kelainan-kelainan tersebut di atas umumnya terjadi secara bertahap,
namun dapat terjadi secara mendadak terutama bila disebabkan oleh
obat sedatif, infeksi paru yang berat, atau henti napas yang terjadi
akibat pemberian oksigen dengan FiO2 yang tinggi pada penderita
asidosis respiratorik kronik.
Pada asidosis respiratorik akut, pH yang rendah disebabkan
oleh peningkatan PCO2 secara akut. Kadar HCO.- mungkin normal
atau dapat sedikit meningkat. Peningkatan PCO, secara mendadak
mungkin dapat diikuti oleh peningkatan HCO3-plasma sebanyak 3-4
mEq/L sebagai efek bufer. Pada asidosis respiratorik kronik, adaptasi
oleh ginjal umumnya sudah terjadi sehingga penurunan pH tidak terjadi
akibat retensi HCO3- dan peningkatan HCO3 plasma kurang lebih 3-4
mEq/L setiap kenaikan 10 mm Hg PCOr.

Diagnosis Alkalosis Respiratorik


Alkalosis respiratorik seringkali disebabkan oleh sindrom hiper-
ventilasi (panik), overventilasi pada pasien dengan ventilasi mekanik,
kelainan atau penyakit akibat sepsis. Hiperventilasi menyebabkan
eliminasi CO2 yang berlebihan sehingga menyebabkan alkalosis
respiratorik. Vasokonstriksi pembuluh darah otak dapat menyebabkan
hipoksia otak dan hal ini merupakan gejala yang sering terjadi pada
hiperventilasi.
Peningkatan frekuensi dan dalam pernapasan umumnya meningkat
bermakna terutama bila disebabkan oleh kelainan otak atau metabolik.
Keluhan pasien umumnya adalah rasa cemas berlebihan dan sesak
atau nyeri dada. Hal lain yang mungkin terjadi dalam kaitan dengan
alkalosis respiratorik adalah tetani, parestesia sirkumoral atau sinkop.
Diagnosis alkalosis respiratorik dapat dipastikan dengan kadar PCO2
yang rendah.

115
1.2.2. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik

Diagnosis Asidosis Metabolik


Manifestasi asidosis metabolik sangat tergantung pada penyebab
dan kecepatan perkembangan prosesnya. Suatu asidosis metabolik
akut menyebabkan depresi miokardial disertai reduksi cardiac output
(curah jantung), penurunan tekanan darah, penurunan aliran ke
sirkulasi hepatik dan renal. Aritmia dan fibrillasi ventrikular mungkin
terjadi. Metabolisme otak menurun secara progresif. Pada pH lebih dari
7.1 terjadi fatigue (rasa lelah), sesak napas (pernafasan Kussmaull),
nyeri perut, nyeritulang, dan mual/muntah. Pada pH kurang dari atau
sama dengan 7.1 akan tampak gejala seperti pada pH >7.1, efek
inotropik negatif, aritmia, konstriksi vena perifer, dilatasi arteri perifer
(penurunan resistensi perifer), penurunan tekanan darah, penurunan
aliran darah ke hati, konstriksi pembuluh darah paru (pertukaran
oksigen terganggu). Pendekatan diagnosis asidosis metabolik dapat
dilihat pada gambar 24.

Diagnosis Alkalosis Metabolik


Overventilation pada kasus gagal napas dapat menimbulkan
alkalosis posthypercapnic (Gambar 26). Pada sebagian besar kasus,
alkalosis metabolik yang terjadi umumnya luput dari diagnosis.
Alkalosis metabolik memberikan dampak pada sistem kardiovaskular,
pulmonar, dan fungsi metabolik. Curah jantung menurun, depresi
ventilasi sentral, kurva saturasi oksi-hemoglobin bergeser ke
kiri, hipokalemia dan hipofosfatemia yang terjadi semakin buruk,
serta penurunan kemampuan pasien menerima ventilasi mekanik.
Peningkatan pH serum menunjukan korelasidengan angka mortalitas.
Koreksi kalosis metabol k bertujuan men ingkatkan m i n ute ve nti I atio n,
al i

meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venous oxygen


tension, serta menurunkan konsumsi oksigen. Oleh karena itu sangat
penting melakukan koreksi pada pasien kritis.

116
apeA Ipe Bf Tpo 82
Sedic sfiodq l(eSffi,C,agoe Biglsri,,St€Olof,*rn,
Cadogg b stpclq ,r€Fflr Beribsi, Fnd(bs, Sorb'tol.
SyotHiDrelst& Fedsmibm, Nirop.Nid, Tqtulalr,
ArH*1 Sde.!Es, K,ebcibdr *onooq Lsizil lilstiltrl,
ln*slai@ ShqlEoids}'dre Ed6gfl(d
aYa Tidsk A Tidak

X*bSEEi

KebGikns Al@ho*

Ed$Gfld. Etrd,
t eEd

As*h. Parilcl*l
Pe(llmrnan AG
Hipofmleipnaa"
l@m, laaCa, li&"
&tpsadohyp€rC)

Gambar 24. Pendekatan diagnostik asidosis metabolik

Pada alkalosis metabolik, disebut letal bila pH darah lebih dari 7.7.
Bila ada deplesi volume cairan tubuh, upayakan agar volume plasma
kembali normal dengan pemberian NaCl isotonik. Bila penyebabnya
hipokalemia, lakukan koreksi kalium plasma. Bila penyebabnya
hipokloremia, lakukan koreksi klorida dengan pemberian NaCl
isotonik. Bila penyebabnya adalah pemberian bikarbonat berlebihan,
hentikan pemberian bikarbonat. Pada keadaan fungsi ginjal yang
menurun atau edema akibat gagaljantung, kor pulmonil atau sirosis
hati, koreksi dengan NaCl isotonik tidak dapat dilakukan karena
dikhawatirkan dapat terjadi retensi natrium disertai kelebihan cairan
(edema bertambah). Pada keadaan ini dapat diberikan antagonis
enzim anhidrase karbonat sehingga reabsorpsi bikarbonat terhambat.
Asetazolamid merupakan suatu penghambat anhidrase karbonat
yang sangat efektif dalam mengatasi alkalosis metabolik. Dosis

117
tunggal 500 mg (dewasa) dianjurkan untuk mengatasi kondisi alkalosis
metabolik. Onset of action dicapai dalam waktu '1.5 jam dengan lama
kerja berkisar 24 jam. Dosis ini dapat diulang bila diperlukan. Bila
dengan antagonis enzim anhidrase karbonat tidak berhasil, dapat
diberikan HCI dalam larutan isotopik selama 8-24 jam, atau larutan
ammonium klorida, atau larutan arginin hidroklorida.

Kebutuhan HCI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:

1.3. Pemeriksaan Laboratorium pada Gangguan Keseimbangan


Air-Elektrolit dan Asam Basa
1.3.1. Persiapan Pra Analisis

- Persyaratan Llmum
Beberapa persyaratan u mu m yang perl u d iperhati kan u ntuk mem peroleh
hasil pemeriksaan yang akurat:
- Pasien diusahakan dalam keadaan tenang dengan posisi berbaring
(pasien dalam keadaan takuUgelisah akan rnenyebabkan hiperventilasi).
- Pengambilan darah pada pasien yang sedang mendapat terapi
oksigen dilakukan minimal 20 menit setelah pemberian oksigen
dan per!u dicantumkan kadar oksigen yang diberikan.
- Perlu diwaspadai adanya perdarahan dan hematoma akibat
pengambilan darah terutama pada pasien yang sedang mendapat
terapi antikoagulan.
- Suhu tubuh pasien dan waktu pengambilan darah harus dicantum-
kan dalam formulir permohonan pemeriksaan.

Proses Pengambilan Darah


Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan keseimbangan asam-
basa adalah darah arteri.
Dalam pengambilan darah untuk pemeriksaan gangguan keseimbangan
air, elektrolit dan asam-basa, beberapa hal perlu diperhatikan.

'l 1B
. Pengambilan darah
a) Pengambilan darah arteri radialis
Sebelum pengambilan darah arteri radialis, sebaiknya dilakukan uji
Allen untuk pemeriksaan sistem kolatgral pembuluh darah.

UjiAllen
Tujuan uji adalah untuk menilai sistem kolateral arteri radialis. Penderita
diminta mengepalkan tangan dengan kencang. Pengambil darah dengan
jari menekan kedua arteri radialis dan ulnaris. Penderita diminta membuka
dan mengepalkan beberapa kali hingga jari jari pucat, kemudian biarkan
telapak tangan terbuka. Pengambil darah melepaskan tekanan jarinya
dari arteri ulnaris, telapak tangan akan pulih warnanya dalam 15 detik bila
darah dari arteri ulnaris mengisi pembuluh kapilar tangan,
Bila terdapat gangguan kolateralisasi pada arteri ulnaris (ujiAllen negatif),
arteri radialis tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah arteri. Bila
tidak terdapat kolateralisasi arteri radialis dan arteri ulnaris (uji Allen
negatif), arteri radialis tidak boleh digunakan

Gambar 25. Prosedur uji Allen untuk memperoleh informasi mengenai sistem
kolateral arteri radialis; uji ini dilakukan sebelum melakukan pengambilan bahan
pemeriksaan (analisis gas darah) dari arteri radialis.

119
Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan tapak tangan
menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 300 agar
jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila perlu bagian
bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal kecil.

Gambar 26. Modifikasi uji Allen, pemeriksa berhadapan dengan penderita,


menggunakan kedua tangan untuk menraba denyut arteri radialis dan ulnaris

Jari pemeriksa diletakkan di atas arteri radialis (proksimal dari


lipatan kulit pergelangan tangan) untuk meraba denyut nadi agar
dapat memperkirakan letak dan kedalaman pembuluh darah.
Setelah melakukan tindakan asepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm
ditusukkan pada daerah distal dari jari pemeriksa yang menekan
arteri. Jarum ditusukkan membentuk sudut 300 dengan permukaan
lengan dengan posisi lubang jarum (bevel) menghadap ke atas.

Jarum yang masuk ke dalam arteri akan menyebabkan torak


semprit terdorong oleh tekanan darah. Pada penderita hipotensi,
torak semprit dapat ditarik perlahan (jangan terlalu cepat karena
akan menghisap udara). Setelah darah jumlah diperlukan terpenuhi
(minimal 1 mL), cabut jarum dengan cepat dan di tempat tusukan
jarum lakukan penekanan dengan jari selama 5 menit untuk
mencegah keluarnya darah dari pembuluh arteri.

120
Gambar 27. Pengambilan darah dari arteri radialis. Arah tusukan membentuk
sudut 30" dengan permukaan. Torak semprit akan terdorong oleh tekanan darah.

b) Pengambilan darah arteri brakialis


Arteri brakialis letaknya lebih dalam dariarteri radialis yaitu difossa
antekubiti. Pengambilan dari arteri brakialis harus dilakukan dengan
memperhatikan letak saraf, jangan sampai mencederai nervus
medianus yang letaknya berdampingan dengan arteri brakialis.
Lengan pasien dalam posisi ekstensi maksimal, raba denyut arteri
brakialis dengan jari, dan lakukan tindakan asepsis/antisepsis.
Tusukkan jarum dengan sudut 450 dan lubang jarum menghadap ke
atas, 5-10 mm distal darijari pemeriksa yang menekan pembuluh
darah. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit
atau lebih hingga perdarahan berhenti.
c) Pengambilan darah kapilar
Bila dijumpai kesulitan pada pengambilan darah arteri, darah kapilar
dapat digunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan keseimbangan
asam-basa. Sepotong logam dimasukkan ke dalam tabung kapilal
selanjutnya gerakkan sepotong magnit pada dinding luar tabung
kapilar agar antikoagulan tercampur dengan baik.

121
Syarat yang harus dipenuhi untuk pemeriksaan dengan meng-
gunakan darah kapilai:
Sebelum pengambilan darah dilakukan pemijatan (massage)
dan penghangatan pada daerah yang akan ditusuk (umumnya
tumit). Penghangatan dilakukan dengan suhu 35-40oC selama
10 menit.
Tusukan harus cukup dalam sehingga darah keluar dengan
sendirinya (tanpa pijatan). Alat penusuk yang digunakan
adalah lanset ukuran 2.5X1.5mm. Setelah penusukan, daerah
tusukan tidak dipijat lagi.
Darah ditampung dalam dua tabung kapilar berisi heparin
tanpa gelembung udara. Setelah tabung terisi darah,
masukkan pengaduk ke dalam tabung kapilar. Tutup
tabung kapilar dengan sumbat penutupnya, sehingga
dapat dengan mudah diaduk dengan magnit dari luar.
Setelah pengambilan darah selesai, daerah tusukan jarum
ditekan selama 5 menit, kemudian tutup menggunakan
plaster.
d) Pengambilan darah vena
Darah vena kurang baik untuk penentuan keseimbangan asam-
basa, walaupun demikian masih dapat digunakan untuk penentuan
elektrolit, nilai pH, dan PCOr. Pengambilan darah vena dilakukan
melalui vena kubiti. Bila menggunakan vacutainer, tabung
dilepaskan sebelum mencabut jarum.
Antikoagulan
- Antikoagulan yang umum digunakan untuk pemeriksaan
keseimbangan asam-basa adalah garam heparin. Heparin
adalah antikoagulan yang normal ada pada semua mamalia,
diberi nama heparin karena pada mulanya (tahun 1916)
ditemukan dalam jaringan hati. Disintesa dalam sel mast dan
basofil dan disimpan dalam granul sel. Heparin komersial
berasal dari mukosa intima usus babi.
Heparin termasuk keluarga karbohidrat kompleks, glycosa-
minoglycan atau mucopolysaccharida. Heparin mencegah
pembekuan darah karena memiliki gugus pentasaccharida

122
yang mampu mengikat antitrombin lll. Antitrombin lll adalah
protein plasma yang mencegah pembekuan darah dengan
menghambat reaksi enzimatik factor pembekuan aktif seperti
Xla, Xa, IXa dan lla (trombin). lkatan heparin pada antitrombin
lll, meningkatkan aktifitas antitrombin lll hingga 1000 kali.
Penggunaan heparin sebagai antikoagulan pada pemeriksaan
kimia darah sudah digunakan lebih dari 50 tahun. Pada tahun
1960 Siggaard - Andersen menggunakan Na heparin 200
lU/mL darah untuk pemeriksaan kesimbangan asam - basa,
karena tidak mempengaruhi pH dan PaCOr. Bila Na heparin
digunakan berlebih maka pH akan rendah palsu dan PaCO2
tinggi palsu. Dalam perkembangan, untuk peningkatan mutu
hasil pemeriksaan keseimbangan asam - basa digunakan
lithium heparin. Cukup dengan 0.2 mL (1000 lU/mL), lithium
heparin sudah dapat mencegah beku 5 mL darah atau
konsentrasi lithium heparin sebesar 40 lU/mL darah.
Penggunaan heparin cair memiliki potensi kesalahan pada hasil
pemeriksaan selain karena terjadinya pengenceran bahan,
terdapat perbedaan pH, PaCO, dan PaOrantara darah dengan
cairan heparin. Heparin cair memiliki pH 6.4, PaCO 2 27.5
mmHg, dan PaOr 160 mmHg. Pengaruh ini dapat dihilangkan
dengan penggunaan sempriUtabung vakum berisi heparin
kering (lyophilized).
Pemeriksaan keseimbangan asam - basa biasanya disertai
pemeriksaan elektrolit, sepertiK, Na, Cl, kalsium ion. Kesalahan
dapat terjadi pada pengukuran kadar ion kalsium. Kesalahan ini
akibat kemampuan heparin untuk mengikat kalsium ion, hingga
kadar ion kalsium akan rendah palsu.
Calcium balanced heparin, suatu campuran lithium - sodium
heparin yang ditambah dengan kalsium klorida sedemikian
hingga kadar ion kalsium 1.25 mmol/L (rerata kadar ion kalsium
pada orang dewasa sehat). Kadar ion kalsium pada 90% -95%
pasien berkisar antara 0.9 - 1 .8 mmol/L, bias yangterjadi kurang
dari 2% dan klinis dapat diabaikan.

123
- Pengiriman Bahan Darah ke Laboratorium
Bahan darah harus langsung dikirim di dalam termos berisi air es
dan es batu (semprit dibungkus plastik agar air tidak masuk ke dalam
semprit). Keadaan dingin (4"C) bertujgan memperkecil terjadinya
perubahan biokimiawi (proses metabolisme akan meningkatkan COr).

1.3.2. Analisis Elektrolit dan Gas Darah

ParameterAnalisis Elektrolit dan Gas Darah


Elektrolit, pH dan CO, diukur dengan menggunakan elektroda
spesifik untuk masing-masing parameter.
Kadar Na dan K diukur dengan metode fotometrik nyala api
atau ion selective electrode. Kadar Cl diukur dengan metode
fotokolorimetrik, cuolometry (titrasi berdasarkan pembentukan
AgCl/perak kloridas) atau ion selective electrode.
Pengukuran pH dilakukan dengan elektroda pH.
Pengukuran PCO, dilakukan dengan elektroda COr. Elektroda
berada dalam lingkungan bufer bikarbonat dan dipisahkan dari
sampel darah oleh suatu membran semipermeabel untuk CO,
CO2 yang berdifusi ke dalam bufer mengakibatkan perubahan pH
dan nilai ini yang diukur oleh elektroda.
Pengukuran PO, dilakukan dengan elektroda Or.

Saat ini pengukuran pH darah dilakukan bersamaan dengan para-


meter lain seperti PCO2, HCO3, Na, K, Cl, glukosa, aseton, ureum,
kreatinin dan osmolaritas. Penetapan HCO3 dilakukan melalui
perhitungan pH dan PCO2 berdasarkan persamaan Henderson-
Hasselbalch. Nilai CO, total adalah sesuai dengan jumlah asam
karbonat ditambah bikarbonat. Pengukuran CO, total umumnya
sesuai dengan kadar HCO3.

8
AgCl tidak menghantarkan listrik

124
- Nilai Normal

Darah arteri atau kapilar Darah vena

pH 7.32-7.13
7.32 -7.49 7.35 -7.46 PCO2 (mmHg) 38 - 50
26.4 -11.2 35-45 HCOi(mEq/L) 2.-29
18-24 21 -28

- Persamaan Henderson Hasselbalch

Persamaan Henderson-Hasselbalch menggambarkan hubungan


antara bikarbonat (HCO3-) dengan CO, yang merupakan sistem bufer
tubuh utama. Rasio normal HCO3-dengan CO, adalah 20:1. Perubahan
masing-masing variabel akan mengakibatkan perubahan pH.

atas: komponen metabolik, bawah: komponen respiratorik

Gambar 28. Hubungan antara PCO, dengan pH

125

)
- Anion Gap
Gangguan keseimbangan asam-basa dapat berupa dua atau tiga
jenis kelainan yang terjadi secara bersamaan atau mungkin suatu
kasus gangguan keseimbangan asam-basa dengan nilai pH, PCO,
HGO3- normal dan satu-satunya petanda gangguan keseimbangan
adalah peningkatan nilai perbedaan anion (anion gap, AG).

Normal 12+3 mEq/L

- Osmolar Gap
Osmolar gap dihitung pada keadaan asidosis metabolik yang tidak
dapat diterangkan penyebabnya dengan pemeriksaan anion gap.

Normal = 290 mOsm/kg HrO

Normal < 10

Osmolar gap dapal meningkat akibat beberapa hal, antara lain


etanol, metanol, isopropil alkohol, dtilen glikol, manitol, sorbitol,
paraldehid, dan aseton.

126
Tabel 10. Osmolar gap dan intoksikasi letal

Etanol 350
lsopropil
60 340 60
alkohol
Metanol 32 80 27
Aseton 58 55 10

Etilen glikol 62 21 4

Strong lon Difference (SlD)


Strong ion difference (SlD) adalah perbedaan ion-ion utama dalam
plasma. slD ini digunakan untuk membedakan asidosis metabolik
dengan asidosis respiratorik. S I D dinyatakan dalam satuan miliekuivalen
per liter (mEq/L) dan dihitung pada darah vena. SID ini merupakan
metode penentuan adanya gangguan keseimbangan asam-basa yang
diajukan oleh Stewart (lihat Bab Vlll metode Stewart).
. Penetapan Sfrong lon Gap (Stewart & Figge)
Stewart memperhitungkan pengaruh perbedaan ion kuat (SIDa)
dengan menggunakan rumus di bawah ini.

Perhitungan ini tidak menyertakan peran asam lemah (CO, albumin


dan fosfat) pada keseimbangan muatan listrik dalam plasma.
Figge dkk memperhitungkan pengaruh asam lemah dalam
keseimbanga nm uatan istri k plasma. Perbedaan yang terjad
I i d nyatakan
i

sebagai perbedaan ion kuat efektif (SlDe). membuat persamaan.

Catatan: albumin dinyatakan dalam mEq/L, bukan dalam g/dl.

127
Perbedaan antara SlDa dengan SIDe harus 0. Pada kondisi tersebut,
berarti muatan listrik seimbang. Hal ini diperoleh dari perhitungan
menggunakan rumus:

Bila SIG positif menunjukan adanya peningkatan anion yang tak terukur
(keton, sulfat, sitrat, asetat, glukonat dsb)

2. Tatalaksana
2.1. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Air - Elektrolit
2.1.1. Tatalaksana Gangguan Vol ume
Tatalaksana H ipovolemia
. DeplesiVolume
Ada dua hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi gangguan
volume, yaitu menanggulangi penyakit yang mendasarie dan
menggantikan cairan yang hilang. Untuk mengetahui jumlah
cairan yang akan diberikan perlu dilakukan prediksi cairan yang
hilang dari tubuh. Pada hipovolemia, cairan yang hilang berasal
dari cairan ekstrasel (intravaskular dan intersisium), karena cairan
yang hilang merupakan cairan yang isotonik. Pada keadaan normal,
osmolaritas cairan interstisium sama dengan cairan intravaskular
maka penghitungan cairan yang hilang dilakukan berdasarkan
persentase berkurangnya plasma (cairan intravaskular).
Jenis cairan yang diberikan tergantung dari cairan yang keluar. Bila
perdarahan, sebaiknya diganti dengan darah juga. Bila persediaan
darah tidak ada, dapat diberikan cairan koloid atau cairan kristaloid
seperti NaCl isotonik atau ringer-laktat. Cairan koloid tetap tertahan
di dalam cairan intravaskular sedangkan 213 cairan kristaloid akan

e Penyebab hipovolemia antara lain: dehidrasi, perdarahan, luka bakar kritis, penggunaan diuretikum
pada penderita hipertensi.

128
masuk ke cairan intersisium. Cairan yang keluar dari saluran cerna
(diare atau muntah) dapat digantikan dengan NaCl isotonik atau
ringer-laktat. Pada diare lebih dianjurkan pemberian ringer-laktat
karena d iare berpotensi menyebabkan asidosis metabol ik. Kecepatan
pemberian cairan tergantung pada keadaan klinik yang terjadi.
. Dehidrasi
Koreksi cairan. Jenis cairan yang diberikan adalah cairan dekstrosa
isotonik. Volume cairan yang dibutuhkan sesuaidengan perhitungan
rumus di atas ditambah dengan insensible water /osses + volume
urin 24 jam + volume cairan yang keluar melalui saluran cerna.
lnsensible water /osses banyaknya kira-kira 40 mL/jam, Cairan
dapat diberikan secara intravena atau melalui oral bila pasien
sadar. Kecepatan pemberian cairan tidak boleh menyebabkan
penurunan kadar natrium plasma >0,5 mEq/jam.
Sebagai contoh, bila kadar Na plasma akan diturunkan dari 160
menjadi 140 maka lamanya pemberian cairan adalah 40 jam (20
dibagi 0,5). Misalnya berat pasien 60 kg maka defisit cairan 0,4
-
x 60 (1601140 1) = 3,43 liter. Bila rnsensible /oss 960 mL dan
volume urin 1500 mLl24jam maka volume cairan yang dibutuhkan
besarnya 3,43 + 0,96 + 1,5 = 5,89 liter. Jumlah cairan ini diberikan
dalam waktu 40 jam atau 0,15 liter/jam. Tindakan lain adalah
mengatasi penyebab terjadinya dehidrasi.

Tatalaksana Euvolemia
Bila kondisi ini disebabkan oleh penurunan kadar natrium, sangat
dimungkinkan karena natrium masuk ke dalam sel (edema selular);
diatasi dengan pemberian larutan hipertonik untuk menarik natrium ke
luar dari sel yang akan diikuti oleh keluarnya air dari dalam sel. Bila
kondisi ini disebabkan oleh tingginya kadar natrium, maka diberikan air
yanpa elektrolit secara perlahan.

Tatalaksana Hipervolemia
. Edema
Penanggulangan edema yang dilakukan meliputi: (1) memperbaiki

129
penyakit dasar bila mungkin, (2) restriksi asupan natrium untuk
meminimalisasi retensi air, dan (3) pemberian diuretik. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam pemberian diuretik untuk
penanggulangan edema adalah (1) saat yang tepat, (2) risiko
yang akan dihadapi bila edema dikurangi, dan (3) waktu yang
dibutuhkan untuk menanggulangi edema, cepat atau lambat.
lndikasi atau saat yang paling tepat untuk menanggulangi edema
adalah bila terdapat edema paru, yang merupakan satu-satunya
indikasi pemberian diuretik yang paling tepat untuk menanggulangi
edema dibandingkan dengan penanggulangan jenis edema yang
lain. Retensi natrium sekunder (kompensasi) yang terjadi pada
gagal jantung atau sirosis hati adalah untuk memenuhi volume
sirkulasi efektif menjadi normal kembali guna optimalisasi perfusi
jaringan. Pemberian diuretik yang terlalu banyak pada keadaan ini
akan menimbulkan risiko penuru nan perfusi jaringan. Berkurangnya
perfusi jaringan, dapat dinilai dari peningkatan kadar ureum dan
kratinin darah.
Pada retensi natrium primer seperti pada penyakit ginjal, akibat
obat-obatan (minoksidil, obat antiinflamasi non steroid, dan
estrogen), dan refeeding edema, tidak ada pengurangan volume
sirkulasi efektif. Pada keadaan ini yang terjadi adalah ekspansi
cai ran ekstrasel. Pem berian d uretik tidak akan meng uran g i vol u me
i

sirkulasi efektif sehingga tidak mengurangi perfusi jaringan.


Pada edema umum akibat gagaljantung, sindrom nefrotik dan retensi
natrium primer, bila dilakukan pemberian diuretik maka mobilisasi
cairan edema dapat berlangsung cepat sehingga pengeluaran cairan
ed e ma se ba nya k 2-3 iter d a a m 24 iam tida k a ka n m e n g u ra n g i perfu s i
I I

jaringan. Berbeda dengan pengeluaran cairan asites, mobilisasi


cairan asites masuk ke intravaskular berlangsung lambat sehingga
bila diberikan diuretik kuat untuk mengurangi asites dengan cepat,
akan terjadi penurunan perfusi jaringan yang akan menimbulkan
peningkatan kadar ureum atau sindrom hepato-renal dan dapat
menjadi penyebab ensefalopati hepatik.
Asupan air yang dianjurkan hanya sebanyak insensible water
/osses yaitu kira-kira 40 ml/jam. Pasien dengan gagal ginjal akut
atau gagal ginjal terminal dengan edema/hipervolemia memerlukan

130
dialisis untuk penanggulangannya. pasien dengan polidipsia
primer, asupan air yang melebihi kemampuan pengeluaran melalui
ginjal dan kulit, akan menimbulkan gejala akibat hiponatremia.
Penanggulangan keadaan ini adalah dengan restriksi asupan air
dan mengatasi gejala akibat hiponatrdmia akut.

2.1.2. Tatalaksana Gangguan Status Natrium


Tatalaksana Hiponatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari penyebab hipo-
natremia dengan cara:
- Anamnesis yang teliti (antara lain riwayat muntah, penggunaan
diuretik, penggunaan mannitol)
- Pemeriksaan fisik yang teliti (antara lain apakah ada tanda-tanda
hipovolemia atau tidak)
- Pemeriksaan gula darah, lipid darah
- Pemeriksaan osmolalitas darah (antara lain osmolalitas rendah
atau tinggi)
- Pemeriksaan osmolalitas urin atau dapat juga dengan memeriksa
berat jenis urin (interpretasi apakah ADH meningkat atau tidak,
gangguan pemekatan)
- Pemeriksaan natrium, kalium, dan klorida urin untuk mengetahui
jumlah ekskresi elektrolit di dalam urin.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengobatan yang tepat sasaran:
- Perlu dibedakan apakah kejadian hiponatremia akut atau kronik
- Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremia perlu
dikenali (deplesi volume, dehidrasi, gagaljantung, gagal ginjal)
- Koreksi natrium:
. Pada hiponatremia akut, koreksi Na dilakukan secara cepat
dengan pemberian larutan natrium hipertonik intravena.
Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L dari kadar
natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium
plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap I jam sampai kadar
natrium darah mencapai 130 mEq/L. Rumus yang dipakai untuk
mengetahui jumlah natrium dalam larutan natrium hipertonik
yang diberikan adalah 0,5 x berat badan (kg) x delta natrium.
Delta natrium merupakan selisih antara kadar natrium yang
diinginkan dengan kadar natrium awal.

131
. Pada hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan
yaitu sebesar 0,5 mEq/L setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L
dalam 24 jam. Bila delta Na besarnya 8 mEq/L, dibutuhkan
waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang dipakai sama
seperti di atas. Natrium yang dilierikan dapat dalam bentuk
natrium hipertonik intravena atau natrium per oral.

Tatalaksana Isonatremia
Tidak ada yang perlu dilakukan dalam hal ini selain mengatasi
penyebab.

Tatalaksana H ipernatrem ia
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi
hipernatremia. Sebagian besar penyebab hipernatremia adalah defisit
cairan tanpa elektrolit akibat koreksi air yang tidak cukup yang akan
menyebabkan keh langan cairan tan pa elektrol it melal ui sal uran cerna,
i

urin, atau saluran nafas.


Setelah etiologi ditentukan, langkah berikutnya adalah berusaha
menurunkan kadar natrium plasma ke arah normal. Pada diabetes
insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urin
(desmopressin pada diabetes insipidus sentral, atau diuretik tiazid
dan mengurangi asupan garam atau protein pada diabetes insipidus
nefrogenik). Bila penyebabnya adalah asupan natrium berlebihan
maka pemberian natrium dihentikan. I
Penyebab tersering adalah defisit cairan tanpa elektrolit dan,. F
pengobatan yang dilakukan dengan melakukan koreksi cairan ber-
dasarkan penghitungan jumlah defisit cairan (lihat penanggulangan
dehidrasi).

2.1 .3. Tatalaksana Gangg uan Kesei mbangan Kal i u m

Tatalaksana Hipokalemia
Dalam melakukan koreksi kalium, perlu diperhatikan indikasinya.
lndikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:
- lndikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu

132
pada keadaan (1) pasien sedang dalam pengobatan digitalis, (2)
pasien dengan ketoasidosis diabetik, (3) pasien dengan kelemahan
otot pernapasan, dan (4) pasien dengan hipokalemia berat (K< 2
mEq/L)
- lndikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama
yaitu pada keadaan (1) insufisiensi koroner/iskemia otot jantung,
(2) ensefalopati hepatik, dan (3) pasien menggunakan obat yang
dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke intrasel
- lndikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada
(1) hipokalemia ringan (K antara 3-3.5 mEq/L).

Pemberian kalium lebih disukai melalui oral karena lebih mudah.


Pemberian 40-60 mEq dapat meningkatkan kadar kalium sebesar 1-
1.5 mEq/L, dan pemberian 135-160 mEq dapat meningkatkan kadar
kalium 2.5-3.5 mEq/1.
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCI disarankan
melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam. Pada
keadaan aritmia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot
pernapasan, KCI dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/
jam. KCI dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 ml NaCl isotonik.
Bila melaluivena perifer, KCI maksimal60 mEq dilarutkan dalam NaCl
isotonik 1000 ml karena bila melebihi kadar ini dapat menimbulkan
rasa nyeri dan menyebabkan sklerosis vena.

Tatalaksana Hiperkalemia
Prinsip pengobatan hiperkalemia:
Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel, dengan cara
memberikan kalsium intravena. Dalam beberapa menit kalsium
langsung melindungi membran akibat hiperkalemia ini. Pada
keadaan hiperkalemia yang berat sambil menunggu efek insulin
atau bikarbonat yang diberikan (baru bekerja setelah 30-60 menit),
kalsium dapat diberikan melalui tetesan infus kalsium intravena.
Sebanyak 10 ml kalsium glukonat diberikan intravena dalam waktu
2-3 menit dengan monitor ele?trokardiografi (EKG). Bila masih
terdapat perubahan EKG akibat hiperkalemia, pemberian kalsium
glukonas dapat diulangi setelah 5 menit

133
Memacu masuknya kembali kalium dari ekstra ke intrasel, dengan
cala:
. Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40yo, 50 ml bolus
intravena, kemudian diikuti deng,an infus dekstrosa 5% untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia.
. lnsulin akan memicu pompa NaK-ATPase memasukkan
kalium ke dalam sel, dan glukosa/dekstrosa akan memicu
pengeluaran insulin endogen
. Pemberian natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH
sistemik
. Peningkatan pH akan merangsang ion H. keluar dari dalam
sel yang kemudian menyebabkan ion K masuk ke dalam sel.
Pada keadaan tanpa asidosis metabolik, natrium bikarbonat
diberikan 50 mEq intravena selama 10 menit. Bila terdapat
asidosis metabolik maka disesuaikan dengan keadaan asidosis
metabolik yang ada
. Pemberian Br-agonis, baik secara inhalasi maupun tetesan
intravena. Obat ini akan merangsang pompa NaK-ATPase dan
kalium masuk ke dalam sel. Albuterol@ diberikan 10-20 mg.
Mengeluarkan kelebihan kalium daritubuh dapat dilakukan dengan
cata'.
. Pemberian diureticJoop (furosemid) dan tiazid. Sifatnya hanya
sementara
. Pemberian resin-penukar. Dapat diberikan per oral dan supositoria
. Hemodialisis.

2.2. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa


2.2.1. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Respiratorik
Tatalaksana Asidosis Respiratorik
Tatalaksana asidosis respiratorik adalah mengatasi penyakit
dasarnya dan bila terdapat hipoksemia harus diberikan terapi oksigen.
Asidosis respiratorik dengan hipoksemia berat memerlukan ventilasi

134
mekanik baik invasif maupun noninvasif. Pemberian oksigen pada
pasien dengan retensiCO, kronikdan hipoksia harus berhati-hari karena
pemberikan oksigen dengan FiO2 yang tinggi dapat mengakibatkan
penurunan minute volume dan semakin meningkatkan PCO2. Pasien
dengan retensi CO, kronik umumnya sudah beradaptasi dengan
hiperkapnia kronik dan stimulus pernapasannya adalah hipoksemia
sehingga pemberian oksigen harus dilakukan secara hati-hati dan
ditujukan dengan target kadar PaO, >50 mm Hg dengan FiO2 yang
rendah. Pada pasien asidosis respiratorik kronik, penurunan pCO2
harus berhati-hari untuk menghindari alkalosis yang berat mengingat
umumnya sudah ada kompensasiginjal. Pada asidosis respiratorikyang
terjadi bersamaan dengan alkalosis metabolik atau asidosis metabolik
primer, tatalaksana terutama ditujukan untuk kelainan primernya.

Tatalaksana Alkalosis Respiratorik


Pada kondisi normal, pH darah berkisar antara l.3S-7.45. pada
kondisi pH <7, terjadi kerusakan struktur ikatan kimiawi dan perubahan
bentuk protein yang menyebabkan kerusakan jaringan dan perubahan
fungsi selular. Bila pH>7, terjadi kontraksi otot skelet yang tidak
terkendali.
Tata laksana alkalosis respiratorik ditujukan terhadap kelainan
primernya. Alkalosis yang disebabkan oleh hipoksemia diatasi dengan
memberikan terapi oksigen. Alkalosis respi ratorik yang disebabkan oleh
serangan panik diatasi dengan menenangkan pasien atau memberikan
pernapasan menggunakan sistem air rebreathing. Overventilasi
pada pasien dengan ventilasi mekanik diatasi dengan mengurangi
minute ventilation atau dengan menambahkan dead space. Alkalosis
respiratorik yang disebabkan oleh hipoksemia diterapi dengan oksigen
dan memperbaiki penyebab gangguan pertukaran gas. Koreksi
alkalosis respiratorik dengan menggunakan rebreathing mask harus
berhati-hati, terutama pada pasien dengan kelainan susunan saraf
pusat, untuk menghindari ketidakseimbangan pH cairan serebrospinal
dan pH perifer.
2.2.2. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Metabolik
Tatalaksana Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik pada kasus-kasus kritis merupakan pertanda
d a ri ko n d i s i seri u s ya n g me me rl u ka n ti n da ka n ag res if u ntu k m em pe
roleh
diagnosis dan tatalaksana penyebab. Tata laksana asidosis metabolik
ditujukan terhadap penyebabnya. Peran bikarbonat pada asidosis
metabolik akut bersifat kontroversial tanpa didasari data yang
rasional. Bagaimanapun, pada banyak kasus, pemberian bikarbonat
lebih banyak menunjukkan bahaya dibandingkan keuntungannya.
Kecuali pada kasus-kasus disebutkan pada indikasi terapi berikut,
tidak ada data ilmiah penunjang pengobatan asidosis metabolik
atau respiratorik menggunakan natrium bikarbonat. Lebih Ianjut,
pH intrasel memiliki nilai sangat penting dalam menentukan fungsi
selular. Sistem bufer intrasel cukup efektif dalam mempertahankan pH
ke nilai normal dibandingkan dengan sistem bufer ekstrasel. Sebagai
konsekuensinya, pasien dapat bertoleransiterhadap pH di bawah 7.0
selama fase hiperkapnia tanpa efek yang membahayakan.
Pemberian infus bikarbonat menimbulkan problem pada pasien-
pasien dengan asidosis, antara lain kelebihan pemberian cairan,
alkalosis metabolik, dan hipernatremia. Selain itu, penelitian yang
dilakukan pada hewan maupun manusia memperlihatkan bahwa
alkali hanya menimbulkan efek sesaat (kadar bikarbonat plasma
meningkat sesaat). Hal ini tampaknya memiliki korelasi dengan CO,
yang dihasilkan pada pemberian bikarbonat sebagaiekses bufer pada
ion hidrogen. CO, ini secara normal dibuang melalui paru. Namun,
pada pasien-pasien kritis seringkali dijumpai penurunan sirkulasi ke
pulmonar sehingga PCO2 vena terus meningkat melebihi nilai normal
dan CO, yang diproduksi tidak dapat dieliminasi. Meskipun minute
ventilation ditingkatkan (pada pasien dengan ventilator), eliminasi CO,
tidak dapat ditingkatkan.
Pada kasus asidosis hiperkloremik dapat tidak terjadi regenerasi
endogen bikarbonat karena yang berlangsung pada keadaan tersebut
adalah kehilangan bikarbonat bukan aktivasi sistem bufer. Oleh
karena itu, walaupun asidosis metabolik bersifat reversibel, pemberian

136
bikarbonat eksogen hanya diperlukan bila pH <7.2. Keadaan tersebut
dapat terjadi pada diare berat, fistula high-outpuf, atau RTA.
Bikarbonat diperlukan pada kasus asidosis metabolik dengan
kemampuan melakukan kompensasi yang menurun, misalnya
pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dengan keterbatasan
melakukan eliminasi cor. Pada kasus ini, sejumlah kecil bikarbonat
diperlukan untuk mencegah terjadinya gagal napas dan mengurangi
kebutuhan intubasi serta penggunaan ventilator mekanik.
lndikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik
agar koreksi dapat dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal
yang membahayakan pasien.
Langkah koreksi asidosis metabolik:
1. Langkah pertama. Tetapkan berat ringannya gangguan asidosis.
Gangguan disebut letal bila pH darah kurang daril atau kadar ion
H lebih dari 100 nmol/L. Gangguan yang perlu mendapat perhatian
bila pH darah 7.1-7.3 atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L.
2. Langkah kedua. Tetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urin
untuk mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan
gejala klinis lain dapat dengan mudah ditetapkan etiologinya.
3. Langkah ketiga. Bila dicurigai kemungkinan asidosis raktat, hitung
rasio delta anion gap dengan delta HCo3 (delta anion gap : anion
gap pada saat pasien diperiksa dikurangi dengan median anion
gap normal, delta HCO3 . kadar HCO3 normal dikurangi dengan
kadar HCo3 pada saat pasien diperiksa). Bila rasio lebih dari 1
(dalam beberapa literatur lain disebutkan 1,6), asidosis disebabkan
oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai sejauh
mana koreksi dapat dilakukan.
Prosedur koreksi
1 . secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7 .2 atau kadar

ion HCO. 12 mEqlL


2. Pada keadaan khusus:
Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara
penuh hingga mencapai kadar ion HCO3 20-22 mEq/L.
Pertimbangan dilakukan hal tersebut adalah mencegah hiper-
kalemia, mengurangi kemungkinan malnutrisi, dan mengurangi
percepatan gan gguan tulan g (osteod istrofi g i njal )

131
Pada ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat tipe A, koreksi
dilakukan bila kadar ion HCO. dalam darah kurang atau sana
dengan 5 mEq/L, terdapat hiperkalemia berat, setelah koreksi
insulin pada diabetes melitus, koreksi oksigen pada asidosb
laktat, atau pada asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan
sampai kadar ion HCO, 10 mEq/L
- Pada asidosis metabolik yang terjadi bersamaan dengan
asidosis respiratorik dan tidak menggunakan ventilator, koreksi
harus dilakukan secara hati-hati atas pertimbangan deprei
pernapasan.

Koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat dilakukan


setelah kebutuhan bikarbonat diketahui. Yang dimaksud dengan
kebutuhan bikarbonat adalah menentukan berapa banyak bikarbonat
yang akan diberikan pada satu keadaan untuk mencapai kadar bikarbonat
darah yang diinginkan. Untuk hal ini, harus diketahui bicarbonate-space
atau ruang bikarbonat pasien pada kadar bikarbonat tertentu. Ruang
bikarbonat adalah besarnya kapasitas penyangga total tubuh, termasuk
bikarbonat ekstrasel, protein intrasel, dan bikarbonat tulang.
Rumus untuk menghitung ruang bikarbonat pada kadar bikarbonat
plasma tertentu adalah sebagai berikut:

Ruang Bikarbonat pada kadar bikarbonat plasma 20 mEq/L adalah :

Bila kita ingin menginginkan menaikkan kadar bikarbonat plasma dari


'10 mEq/L menjadi 20 mEq/L, maka bikarbonat yang dibutuhkan adalah

sebagai berikut:

114
IUU
Tabel 11. Ruang bikarbonat pada keadaan bikarbonat plasma tertentu

I 300 I 69 17 55
2 170 '!o o6 18 g
3 127 11 64 54
4 105 12 62 '9
20 53
5 92 t3 60 21 52
I 83 14 $8 n, 52
7 77 ,5 57 23 5t
72 ,6 5{

Bila BB 60 kg, maka bikarbonat yang dibutuhkan adalah:

Bikarbonat diberikan secara intravena selama 1 sampai 8 jam, ber-


gantung berat ringannya asidosis yang terjadi (letal atau tidak letal).

Tatalaksana Alkalosis Metabolik


Koreksi alkalosis metabolik bertujuan meningkatkan minute
ventilation, meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venous
oxygen tension, serta menurunkan konsumsi oksigen. Oleh karena itu
sangat penting melakukan koreksi pada pasien kritis.
Pada alkalosis metabolik, disebut letal bila pH darah lebih dari 7.7.
Bila ada deplesi volume cairan tubuh, upayakan agar volume plasma
kembali normal dengan pemberian NaCl isotonik. Bila penyebabnya
hipokalemia, lakukan koreksi kalium plasma. Bila penyebabnya
hipokloremia, lakukan koreksi klorida dengan pemberian NaCl
isotonik. Bila penyebabnya adalah pemberian bikarbonat berlebihan,
hentikan pemberian bikarbonat. Pada keadaan fungsi ginjal yang
menurun atau edema akibat gagaljantung, kor pulmonal atau sirosis
hati, koreksi dengan NaCl isotonik tidak dapat dilakukan karena
dikhawatirkan dapat terjadi retensi natrium disertai kelebihan cairan
(edema bertambah). Pada keadaan ini dapat diberikan antagonis
enzim anhidrase karbonat sehingga reabsorpsi bikarbonat terhambat.
Asetazolamid merupakan suatu penghambat anhidrase karbonat yang
sangat efektif dalam mengatasi alkalosis metabolik. Dosis tunggal 500
mg (dewasa)dianjurkan untuk mengatasi kondisi alkalosis metabolik.
Onset of action dicapai dalam waktu 1.5 jam dengan lama kerja
berkisar 24 jam. Dosis ini dapat diulang bila diperlukan. Bila dengan
antagonis enzim anhidrase karbonat tidak berhasil, dapat diberikan
HCI dalam larutan isotonik selama 8-24 )am, atau larutan ammonium
klorida, atau larutan arginin hidroklorida.
Kebutuhan HCI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

2.2.3. Tatalaksana Nutrisi pada Gangguan Keseimbangan Asam


Basa
Pemberian nutrisi pada tatalaksana gizi gangguan keseimbangan
asam basa dapat berdampak buruk bila diberikan dalam jumlah
berlebihan (overfeeding). Pemberian nutrisi yang berlebihan ini me-
nyebabkan peningkatan pembentukan karbondioksida (COr) dan
memperberat keadaan asidosis respiratorik yang terjadi.
Pada proses oksidasi karbohidrat, lemak, dan protein dalam
menghasilkan energi, dibutuhkan oksigen; selain energi, dihasilkan
CO, dan air. Respiratory Quotienf (RQ) merupakan perbandingan
antara volume CO2 yang dihasilkan dengan volume O, yang dikonsumsi
pada oksidasi masing-masing substrat tersebut. RQ untuk oksidasi
karbohidrat, protein, dan lemak, besarnya masing-masing 1; 0,8 dan
0,7. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian karbohidrat dalam jumlah
besar (diet tinggi karbohidrat) akan meningkatkan konsumsi O, dan
produksi COr.

140
Namun ternyata pada oksidasi lemak dihasilkan CO, dan diguna-
kan O, yang jauh lebih banyak daripada oksidasi karbohidrat. Sebagai
perbandingan, untukoksidasi satu molekul asam palmitat (C,5H31 COOH
)
dibutuhkan duapuluh tiga molekul o, dan dihasilkan enambelas
molekul co, sedangkan oksidasi satu mol'ekul glukosa (c6Hi206) hanya
membutuhkan enam molekul O, dan memproduksi enam molekul COr.
Selain itu diet tinggi lemak juga dapat menyebabkan gangguan respon
imun dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. oleh karena itu
saat ini diet tinggi lemak tidak lagi diberikan pada penderita dengan
hiperkapnia.
Pada tatalaksana gizi, perlu diperhitungkan jumlah energi total
yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan energi total merupakan
penjumlahan dari kebutuhan energi basal, aktivitas fisik, dan faktor
stres. Kebutuhan energi basal dihitung dengan menggunakan ekuasi
Harris-Benedict sebagai berikut:

Keterangan:
BB = berat badan (kg), TB = tinggi badan (cm), U = usia (tahun)
BB yang digunakan adalah BB aktual.
Pada penderita obesitas Il (indeks massa tubuh/lMT > 30),
digunakan bdjusted body weighf (BB yang disesuaikan) dengan
perhitungan:
{(BB aktual- BB ideal) x 0,25} + BB ideat

Keterangan:
KEB = kebutuhan energi basal, AF = aktivitas fisik, FS = faktor stres
Untuk aktivitas fisik, besarnya dari kebutuhan energi basal adalah:
- 0% bila penderita tirah baring
- 5% bila penderita dapat duduk
- 10o/o bila penderita dapat berdiri di sekitar tempat tidur
Besarnya faktor stres tergantung dari penyakit yang mendasari.

141
Pada penderita yang mendapat n utritional support (dukungan nutrisi),
penting dilakukan penilaian adanya kemungkinan overfeeding. Kondisi
ini sangat penting terutama pada pasien-pasien kritis dalam perawatan
intensif dan berakhir fatal. Dengan pemberian jumlah kalori total yang
dihitung berdasarkan rumus Harris-Benedict kerap te4adi kelebihan kalori
diikuti overfeeding. Untuk mencegah dan menghindarinya, perhitungan
kebutuhan kebutuhan energi menggunakan rule of Thumb (disebut juga
quick method) menjadi pilihan.
Rule of Thumb:

Komposisi makronutrien yang diberikan adalah karbohidrat 50-


60%, lemak2}-30o/o, dan protein 15-20% dari kebutuhan energitotal;
komposisi ini disebut sebagai 'nutrisi seimbang' (ballance nutrition).
Pada kasus gangguan keseimbangan asam basa yang lain,
pemberian nutrisi hanya bersifat suportif untuk mencegah bertambah
buruknya penyakit primer, yaitu dengan pemberian energi dan nutrien
dalam jumlah dan komposisi yang sesuai kebutuhan serta cara
pemberian yang sesuai dengan keadaan penderita.

142
BAB 5
Pendekoton Keseimbongon Asom-Boso
Menurut Meiode Stewort

Stewart menjelaskan bahwa keseimbangan asam basa ditentukan


oleh perubahan variabel-variabel independen yaitu Strong lon
Difference (SlD), PaCO, dan {o, (Total Weak Nonvolatile Acid) ber-
beda dengan Handerson Hasselbalch atau cara konvensional, yang
ditentukan oleh ion H* atau HCO3-. Saat ini, lebih dari 20 tahun
kemudian, baru terealisasi pemahaman Stewart ini terutama untuk
menegakkan diagnosis keseimbangan asam basa yang tidak dapat
dijelaskan oleh Handerson Hasselbalch pada penderita sakit kritis.
Dalam perkembangannya, konsep Stewart dilengkapi oleh Fencl
yang menekankan peran konsentrasi bufer nonbikarbonat (protein
plasma dan fosfat anorganik) pada patogenesis gangguan asam-basa
nonrespiratorik. Hipoalbuminemia dapat mempengaruhi interpretasi
hasil pemeriksaan asam basa, dan berpengaruh pada interpretasi
anion E/ap (AG) terutama bila berpegang pada konsentrasi bikarbonat
plasma.
Penderita sakit kritis terutama dengan asidosis metabolik, meng-
alami peningkatan konsentrasi anion tak terukur (unmeasured anions)
yang tinggi dalam darah. Bila pada saat bersamaan terdapat hipo-
albuminemia, maka nilaiAG kurang tepat, karena itu Kellum mengajukan
konsep cara menghitung anion tak terukur ini melalui Strong lon Gap (SlG).
Pada tahun 1948, Singer dan Hastings mengusulkan istilah 'buffer
base' untuk menyatakan jumlah HCOr-dan buferasam le mah nonvolatile.
Perubahan pada buffer base sesuai dengan perubahan komponen
metabolik. Cara menghitung buffer base kemudian diperbaiki hingga
diperoleh metode base excess (BE). Base excess adalah jumlah asam
atau basa yang perlu ditambahkan ke dalam darah in vitro agar pH

143
menjadi 7.40 pada P"CO2 40 mmHg pada keadaan asidosis metabolik
atau alkalosis metabolik. Walaupun perhitungan ini tepat secara rn
vitro,ketidak tepatan timbul bila diterapkan in vivo,karena BE berubah
dengan perubahan P,CO2. Untuk mengurangi ketidak tepatan ini,
secara empirik BE dimodifikasi menjadi SBE (Standard Base Excess),
yakni BE pada kadar hemoglobin 5 g/dl dan P,COr 40 mmHg.
Pendekatan diagnostik gangguan asam basa metode Stewart blia
digabung dengan metode klasik, Base Excess/Deficit (BE) serta AG
dan SIG akan sangat membantu untuk menegakkan diagnosis serta
taialaksana gangguan asam basa.

1. Variabel-variabel Dependen dari Stewart


Stewart mengatakan ada enam parameter asam basa yang
bersifat dependen, yaitu [H.], [OH], [HCO3-], [CO3=], [HA] dan ffi
(asam lemah dan ionnya). Parameter ini dipengaruhi oleh perubahan
konsentrasi ion dan molekul lain dalam tubuh kita (in vivo), sehingga
dianggap bersifat dependen.

2. Yariabel-variabel lndependen dari Stewart


Hanya ada tiga parameter independen yang menunjukan
perubahan dalam tubuh bila terdapat gangguan keseimbangan asam
basa: yaitu tekanan parsial karbondioksida [PaCO17, Total Weak Non-
volatile Acids [4or] dan [SlD].
Ketiga parameter independen dapat diprediksi melalui 6 (enam)
ekuasi berikut:
1. [H+] x [OH-1 = Kw (ekuilibrium disosiasi air)
2. [H+] x [A-] = KA x [HA] (asam lemah)
3. [HA] + [A-] = [ATOT] (konservasi massa'A)
4. [H+] x [HCO3-] = Kc x PaCO2 (ekuilibrium pembentukan ion
bikarbonat)
5. [H+] x [COS=1 = K3 x [HCO3-] (ekuilibrium pembentukan ion
karbonat)
6. [SlD] + [H+]- [HCO3-]- tA-l- [COS=1 - [OH-] = 0 (electical neutrality)

144
€fuaE
frcafrafir
lre*I
to
Iil Trr
rrf r
!
l

i*r
I
us I

lL3

*C..f,i*

Gambar 29. Strong lon Difference sebagai variabel independen dari Stewart

3. Kalkulasi
Dengan menggunakan ekuasi tersebutdi atas, Stewart menunjukan
bahwa konsentrasi dari setiap parameter dependen secara unik
ditentukan oleh ketiga parameter independen: P"COr, [&or], dan [SlD].
Ekuasi yang diajukan untuk kalkulasi parameter independen dengan
bantuan komputer dibuat menjadi sederhana sebagai berikut:

lsrDI
Strong lon Difference adalah perbedaan pada jumlah konsentrasi
anion dan kation kuat:

[4or]
[4or] adalah konsentrasitotal dari asam lemah nonvolatile, fosfat
anorganik, albumin dan protein serum.

145
P,C02
Pada tingkat molekuler jelas bahwa konsentrasi CO, dan bukan
tekanan parsialyang berpengaruh kepada molekul dan ion lainnya.
Tetapi dalam praktek sehari hari P,CO, dapat dipakai untuk mengukur
efek karbondioksida. Efek perubahan PaCO, menyebabkan
perubahan pH (tH'l) berdasarkan reaksi:

AG
Anion Gap dalam praktek dihitung berdasarkan rumus:

SIG
Pilihan lain penggantiAG, adalah suatu parameteryang bersumber
dari [SlD]. Sesuai definisi [SlD] harus sesuai dan sama jumlah muatan
positif dan negatif (electrically neutral). Dalam hal ini muatan negatif
diwakili oleh A- dan CO2 total. Nilai dari (A-a COz total) disebut SID
efektif (SlDe).
SID yang terukur disebut apparent S/D (SlDa) dan dihitung
dengan menjumlahkan konsentrasi masing masing ion. SlDa dan
SlDe seharusnya sama dan nilainya sama dengan SlD. Bila nilai SlDa
berbeda dari nilai SIDe, maka terdapat ion yang tidak terukur. Bila nilai
SlDa lebih besar dari SlDe, ion yang tak terukur adalah anion, bila
nilai SlDa lebih kecil dari nilai SlDe maka ion yang tak terukur adalah
kation. Perbedaan nilai antara SlDa dan SlDe disebut SIG (Strong lon
Gap).Berbeda dengan AG, pada keadaan normal SIG = 0

146
A. -E*;;,:;t+:rt + , ii
.teqhl ':;,i1u'-1';=**,*##.1i,
, i .. i# l ;. . ,;l "i$iefi"

J;--l-;,...:..- '.
!.rt jjja."ii-i:::=r': i.=':J
,i',i.:-,"' r: .1:
-.,.,,'l'
i .i.i-i : --.-i ,-
{Jits:'-., -,, t.l
!lr: ai"'
":
i'. ;,i - rj-, q.
l:l-"-,t.' . ,
S i-:'-:' - I
i].!,::...;:1: :.= ' .' :
liF::l)f:-'-::. : i::a
.,:.-?-r;:!,4.: 1 -4.
i.-iaat .=:-.- .;.
-.':i*n-;..

Gambar 30. Sfrong lon Difference adalah perbedaan pada jumlah konsentrasi anion
dan kation kuat

AG dan SIG
Perubahan pada [SlD]
Bila ada perubahan konsentrasi ion kuat (dehidrasi atau over-
hydration) akan ada perubahan pada [SlD]. Pada keadaan normal pH
cairan tubuh sedikit alkalis, pada dehidrasi (pemekatan) konsentrasi
alkali meningkat, [SlD] meningkat dan terjadi alkalosis (Contraction
al kalosis) sebaliknya pada over-hyd ration terjadi pengenceran alkali
dan penurunan [SlD] atau dilutional acidosis
Bila konsentrasi Na normal, perubahan pada konsentrasi ion kuat lain
mempengaruhi nilai [SlD]:
. Asam anorganik
Satu satunya konsentrasi ion kuat yang dapat berpengaruh pada
nilai [SlD] adalah ion Cl (kalium, kalsium, dan magnesium tidak

141
banyak berpengaruh pada [SlD]). Peningkatan konsentrasi Cl-
mengakibatkan berkurangnya [SlD] dan asidosis, sedangkan AG
tetap normal.
Asam organik
Tubuh membentuk asam organik seba'gai hasil metabolisme seperti:
laktat, format, asam keton. Bila akumulasi asam ini mengakibatkan
asidosis metabolik, biasanya konsentrasi ion klorida normal dan
AG menjadi abnormal (meningkat).

Gambar 31. Hubungan antara SlD, ion hidrogen dan hidroksida

Perubahan pada [\o-]


Asam lemah non-volatil terdiri atas fosfat anorganik, albumin dan
protein plasma lainnya. Yang sangat mempengaruhi keseimbangan
asam-basa adalah protein, terutama albumin yang bersifatasam lemah.
Karena itu hipoproteinemia dapat mengakibatkan BE + (alkalosis) dan
hiperproteinemia mengakibatkan BE - (base deticit).
Pada keadaan normal konsentrasi fosfat anorganik sangat rendah
hingga penurunan pada konsentrasi fosfat anorganik hampir tidak
bermakna dalam klinik. Akan tetapi peningkatan konsentrasi fosfat
anorganik dapat mengakibatkan asidemia. (acidosis)

148
Perubahan pada P"CO,
Pengaruh perubahan P"co2 pada pH, sudah sangat dikenal
berdasarkan reaksi imbal balik: CO, + HrO.-+ H2CO3.rHCOs- + H*

4. Perubahan dan Pengaturan Asam Basa Menurut


Stewart

Paru, ginjal, hati dan saluran cerna merupakan organ tubuh


yang mengatur keseimbangan asam-basa agar [H.] dalam batas
batas normal. Perubahan ventilasi alveolar dapat diatur cepat (dalam
beberapa detik) dan menghasilkan perubahan yang cepat pada pH
darah. Di jaringan tubuh karbondioksida masuk ke dalam peredaran
darah, larut dalam plasma dan sebagian kecil terikat pada terminal
NH, (amino) protein plasma, membentuk gugus carbamino.

$bA2* $. + 116

* eoa*Hb + Hb(o, L**


iI i
HrO Cair,a,*llm lobtr
\ I

*, \*,{ro, + *rr.I i

Afihidrdre
lrtbonnr

"\
r€o.- )

\F
Gambar 32. Proses pertukaran karbondioksida dengan oksigen di jaringan.

149
Sebagian besar berdifusi ke dalam eritrosit. Di dalam eritrosit
sebagian kecil CO, berikatan dengan hemoglobin membentuk
carbamino-Hb. Sebagian besar karbondioksida yang masuk ke
dalam eritrosit mengalami hidrasi menjadi asam karbonat dengan
bantuan enzim anhidrase karbonat. Pada keadaan normal seluruh
asam karbonat ini berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan bikarbonat.
lon hidrogen dibufer oleh hemoglobin eritrosit dan sebagian besar
bikarbonat akan masuk kedalam plasma untuk ditukar dengan klorida
dari plasma. (Chloride shift). Jelas transpor CO, darijaringan tubuh ke
paru terutama sebagai plasma bikarbonat.

Proses pertukaran CO, - O, dijaringan tubuh


Di paru (tepatnya di alveoli) eritrosit melepaskan CO, ke alveoli.
Berku rangn ya CO rdalam eritrosit men gaki batkan reaksi kebal i ka n dari
yang diuraikan di atas. Bikarbonat plasma masuk kedalam eritrosit,
ion klorida keluar dari eritrosit, hemoglobin melepas ion hidrogen
untuk mengikat oksigen. Terjadi reaksi balik dengan bantuan enzim
anhidrase karbonat yang menghasilkan CO, yang dilepas ke dalam
alveoli.

Gambar 33. Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida di paru.

150
Proses pertukaran CO, - O, di paru
Ginjal hanya mampu mengekskresisejumlah kecil ion kuat kedalam
urin per menit, jadi perlu beberapa menit hingga beberapa jam agar
dapat mengubah ISlDl. Pengaturan asam-basa di ginjal terutama
diperantarai oleh pengaturan ion cl. secara tradisional dianggap
bahwa ginjal mengatur asam-basa melalui pengaturan ekskresi ion
H. dalam bentuk ammonia dan ammonium. Menurut Keilum tujuan
ammoniagenesis di ginjal adalah untuk memungkinkan ekskresi ion
cl tanpa Na* dan K.. Patogenesis renal tubular acidosis perru ditinjau
kembali, bukti bukti mengarah kepada gangguan Cl ketimbang H. atau
HCO3 pada kelainan ini.
lnteraksi ginjal- hati, peran NHo. pada keseimbangan asam-basa
bukan untuk membawa ion H*, melainkan karena ikatannya dengan
ion cl. Produksi NHr. tidak hanya terjadi di ginjal, ammoniagenesis
dan glutaminogenesis di hati juga berperan pada keseimbangan
asam-basa. Re-interpretasi peran NHo' pada keseimbangan asam-
basa didukung oleh bukti bahwa glutaminogenesis di hati meningkat
pada asidosis. Ginjal menggunakan glutamin untuk pembentukan
NHr* untuk memungkinkan ekskresi ion Cl-. Dapat dianggap produksi
glutamin di hati secara tidak langsung berpengaruh alkalinisasi pada
pH plasma melalui ginjal.
Saluran cerna sering diabaikan pada pengaturan asam-basa.
Di sepanjang saluran cerna pengaturan asam-basa berbeda beda
tergantung pada lokasinya. Di lambung, cl-dipompa keruar dari plasma
kedalam lambung dan membentuk asam lambung. Di plasma [SlD]
dan pH meningkat, menghasilkan yang dikenal dengan atkatine tide
yang terjadi pada awal makan, saat sekresi asam lambung maksimal.
Plasma yang berasal dari lambung dengan [slD] tinggi memperfusi
pankreas menghasilkan cairan pankreas dengan [SlD] tinggi,
[SlD]
plasma normal kembali. Di duodenum, CI dlreabsorbsi dan pH plasma
kembali seperti semula. Hal ini terjadi kira kira satu jam setelah makan.
Di usus besar, cairan dalam usus besar memiliki [SlD] yang tinggi
karena sebagian besar cl- telah direabsorbsi di dudenum dan usus
halus, mensisakan Na* dan K *. Pada keadaan normal sebagian besar
air dan elektrolit akan diserap di usus besar, tetapi pada diare akan
terjadi kehilangan cairan dengan [slD] tinggi dan berakibat asidosis.
Daftar Pustaka
1. Harper HA, Rodwell VW, Mayes PA. Review of physiological chemistry.
17th ed. Los Altos, California: Lange Medical Publications; 1979.
2. Ganong WF. Review of medical physiology. Bth ed. Los Altos, California.
Maruzen Asian Ed: Lange Medical Publications; 1977.
3. Sherwood L. Human Physiology. From cells to systems. 3'd ed. Belmont:
Wadsworth Publishing Co. 1997, p 524 - 538.
4. Martini FH. Fundamentals of anatomy and physiology, 5'h ed. New Jersey:
Prentice Hall; 2001 - ch: 2 p.29-63, ch: 27 p.984-10'15
5. Marik PE, Handbook of Evidence-Based Critical Care. NewYork: Springer;
2001, ch:29 p.241-250, ch: 30 p.251-262.
6. Finberg L, Kravath RE, Hellerstein S. Water and electrolytes in pediatrics.
Physiology, pathology and treatment, 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders
Co; 1993.
7. Markum AH, lsmael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S.
llmu kesehatan anak. Buku ajar, jilid 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan
anak FKUI; Jakarta: FKUI; 1999, hal.80-113.
B. Sunaryo. Obatyang mempengaruhi matabolisme elektrolitdan konservasi
air: diuretik dan antidiuretik. Dalam: Ganiswarna, SG, Setiabudy R,
Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi, edisi ke
empat. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI; 1995, hal.380-399.
9. Davenport HW. The ABC of acid-base chemistry. 6th ed. Chicago &
London: The University Chicago Press: 1974. p.37-53-
10. Chang R. Physical chemistry with applications to biological systems. 2nd
ed. NewYork: Macmillan Publishing Co, lnc: 1981 .p310-342
11. Guyton CA. Textbook of medical physiology. 8th ed. New York: WB
Saunders. Co 1991 p.330 - 343.
12. Burton, David, Rose. Clinical Physiology of acid-base and electrolyte
disorders, 4th ed. New York: McGraw Hill; p.353-355.
13. lsselbacher KJ, Adams, RD, Braunwald, E, Petersdorf, RG, Wilson, JD.
Harrison's principles of internal medicine, 9th ed. Auckland: McGraw-Hill
lnternational Book Co; 1982.
14. Braunwald E, Fauci A, Kasper DL, Hauser SL, Longo, DL, Jameson, JL.
Harrison's principles of internal medicine, 15th ed. Auckland: McGraw-Hill
lnternational Book Co; 1999. vol2.
15. Wikipedia, the free encyclopedia. Acid Base. Available in website: http/
www.en.wikipedia.orq
16. Sharif-Naeni R, Ciural S, Zhang Z, Bourque CW. Contribution of TRPV
channels to osmosensory transduction, thirst and vasopressin release.
Kidney lnt. 2008;73,81 1 -1 5.

152
17. Rose BD, Post TW. Volume regulation versus osmoregulation. UpToDate
version 1 5.3:CD-ROM; 2007 .
18. Rose BD, Post TW. Water balance and regulation of plasma osmolality.
UpToDate version 1 S.3:CD-ROM; 2007.
19. Rose BD. The steady state. UpToDate version 1S.3:CD-ROM;2007 .
20. Story DA, Bellomo R. Henderson Hasselbalch vs Stewart: another acid-
bace controversy. Crit Care & Shock (2002) 2:59-63
21. Grogono AW. Acid-Base Tutorial: Anion gap. Available in website: http://
www.acid-base.com/aniongap. php
22. Grogono AW. Acid-Base Tutorial: Stewart's strong ion difference. Available
n website: http ://www. acid-base. com/stro n g io n. ph p
i

23. Stewart PA. How to understand acid-base. Aquantitative acid-base primer


for biology and medicine. New York. Elsevier. 1981
24. Grogorno AW. Stewart strong ion difference [online] 2006 [cited 31 May
2006]; Available from: URL: http://www.acid-base.com/strongion.php.
25. Morgan TJ. Standard Base Excess. Australasian Anaesthesia. 2003. 95
- 104.
26. Kellum JA. Review. Determinants of blood pH in healt and disease. Crit
Care 2000. 4:6
-14
27. Fencl V Jabor A, Kadza A, Figge J. Diagnosis of Metabolic Acid-Base
Disturbances in Critically lll Patients. Am J Respir Crit Care Med. 2000.
162:2246 - 51.
28. Waters J. Using Stewart for clinical gain [online] 2000 [cited 4 Jan 2006];
Available from URL: http://www.anaesthetist.com/icu/elec/ionzlFindex.
htm.
29. Higgins C. Technology. Parameters that reflect the carbon dioxide content
of blood. [online] 2008 [cited 2 May 2008]; Available from: URL: http://
www. bloodgas.org/0FB3F47D-EOB5-4FF3-8665-9FB79A7E 1 F3A.
30. Kellum JA. Commentary. Closing the gap on unmeasured anions. Crit
Care 2003. 7:219 - 20.
. 31. Kellum JA, Puyana JC. Acid-base disorders. ln: Souba WW, Fink MP,
Jurkovitch GJ, Kaiser LP, Pearce WH, Pemberton JH, et al., editors. ACS
Surgery: Principles and Practice: WebMD Professional Publishing: 2006.
1-13.

153
Daftar gl ossary defi n isional

asam Menurut teori Bronsted: molekul yang bertindak


sebagai donatur proton (ion hidrogen).
asidemia Kelebihan sejumlah ion hidrogen di dalam darah,
cukup untuk menurunkan pH di bawah nilai normal.
Asidemia metabolik disebabkan peningkatan ion
hidrogen melalui proses metabolik (eksogen);
asidemia respiratorik diakibatkan meningkatnya
retensi COr.
asidosis Perubahan ion hidrogen yang menyebabkan
berkurangnya konsentrasi ion bikarbonat tanpa
merubah pH, karena pada saat bersamaan terjadi
penurunan H2CO3 (konsentrasi COr). Bentuknya
dapat primer maupun bentuk kompensasi.
Perubahan pada ion hidrogen disebut proses
metabolik, sedangkan perubahan pada PCO,
disebut respiratorik.
alkalemia, Lihat definisi asidemia dan asidosis, dengan
alkalosis terminologi yang berlawanan.
anion Molekul dengan elektrolit bermuatan negatif.
anion gap Anion-anion (bermuatan negatif) plasma (serum,
(undetermined atau larutan biologik lain) yang tidak dapat
anion = R) ditentukan dalam analisis plasma anorganik rutin.
Biasanya jumlah kation Na* dan K. berkisar 20
mEq/1, lebih tinggi darijumlah Cl-dan HCO3-
. Pada keadaan normal, kelompok anion ini
termasuk H2PO4, H2SO4 dan laktat. Pada keadaan
sakit, ketoasidosis, pen g g u naan obat, zat-zat ini
menimbulka n adanya gap.
basa Menurut teori Bronsted, merupakan akseptor proton
(ion hidroksil)
berat atom Berat relatif sebuah atom dibandingkan dengan
carbon-l2, yang memiliki nomor atom 12. Unitnya
adalah dalton. Berat molekul dinyatakan dalam
gram.
berat molekul Jumlah atom dari suatu molekul zat di dalam larutan
dibagijumlah seluruh molekul. Pelarutnya terdiri dari
satu komponen.
bufer basa Jumlah seluruh basa dalam 1 liter darah
cairan interstisium Cairan tubuh yang membasahi dan melindungi sel,
bagian dari cairan ekstraselular

154
cairan Air dan zat terlarut di luar sel. Pada mamalia,
ekstraselular termasuk di dalamnya: plasma, cairan interstisium
dan cairan lainnya
cairan intraselular Cairan dari (di dalam) sel, air dan zat terlarut
defisit basa; base Perubahan bufer basa dalam darah. Defisit
excess ditunjukkan dengan tanda minus (-), excess dengan
tanda plus (+). Menjelaskan suatu ukuran dari
komponen metabolik asidosis dan atau alkalosis.
dehidrasi Kehilangan cairan ekstraselular
difusi Pergerakan spesies molekul melalui suatu sistim,
ke arah suatu down grading, hingga dicapai
keseimbangan
elektrolit Substansi yang mengalami disosiasi (ionisasi) di
air dan menyebabkan larutan tersebut memiliki
konduktivitas terhadap listrik
ekuilibrium Keadaan dimana setiap zat yang bereaksi berada
dalam nilai (onstan (reaksi ke kanan dan ke kiri
memiliki kecepatan yang sama)
hipertonik Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan
konsentrasi di atas konsentrasi cairan tubuh normal
hipotonik Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan
konsentrasidi bawah konsentrasi cairan tubuh
normal
insensible water Pengeluaran cair secara obligat melalui kulit dan
/oss paru, yang ditimbulkan oleh heaf expenditure
ion Muatan partikel darisuatu molekul dalam larutan
kation Partikel bermuatan positif dari suatu molekul
klirens ginjal Jumlah plasma yang mengalami kliring di ginjal per
satuan waktu, dalam milimeter per menit. Klirens
kreatinin dan inulin mendekati filtrasi glomerulus.

Klirens = ml/menit
P

U : konsentarsi zat dalam urin


P: konsentrasi zat dalam plasma
V: volume urin persatuan menit

membran Membran yang dapat dilalui oleh beberapa jenis


semipermeabel partikel (ion, molekul), tetapi tidak dapat dilalui oleh
larutan lain yang terpisah oleh membran

155
miliekuivalen Unit konsentrasi, setara dengan seperseribu
(mEq) ekuivalen, biasanya dinyataklan sebagai miligram
berat atom
miliosmol (mOsm) Unit konsentrasi partikel dalam larutan, tidak
tergantung ukuran dari pertikel
molal Satu gram mole suatu zatper kilogram pelarut (air)
molar Satu gram mole suatu zal per liter larutan
onkotik Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan
tekanan osmotik koloid
osmolalitas, Jumlah osmol (miliosmol) per liter larutan, diukur
miliosmolalitas menggunakan osmometer berdasarkan titik beku
atau tekanan uap. Ukuran ini, bukan osmolaritas,
merupakan konsentrasi kimiawi.
osmolaritas, Jumlah osmol (miliosmol) per liter larutan. Tidak
miliosmolaritas diukur menggunakan instrumen. Konsentrasi ini
dapat diketahui secara akurat dengan menghitung
jumlah zat terlarut, atau dengan melakukan
perhitungan dari osmolaliats.
osmosis Pergerakan suatu pelarut melalui membran sel
dalam upaya memelihara keseimbangan konsentrasi
pelarut di kedua sisi (dalam dan luar membran)
tekanan osmotik Diukur secara matematik :
gm
V--RTM
= tekanan osmotik {mmHg}

V = volume dalam liter


gffi = S.arfi larutan
M = berat molekuE
R = konstanta gas
T = suhu absolut ('Kelvini

PCO, Tekanan parsial karbondioksida (COr) dalam ukuran


millimeter air raksa (mmHg).
pH Ukuran yang menggambarkan konsentrasi ion
hidrogen. Dalam sistem elektroda gelas, ukuran
aktifitas:
f
pH=
log [H=]

PK, PK' pH normal darah adalah 7 .4 ; konsentarsi [H.]


40nmol/L

156
Larutan garam NaCl
Plasma tanpa fibrin dan faktor-faktor pembekuan
lain
zat terlarut Zatyang larut dalam solven
= larutan Solut di dalam solven
normal(N)
= pelarut Senyawa (biasanya cair) dimana zat-zat lain larut di
dalamnya
= kelarutian
prdud(K.) Ekspresi massa yang mengalami disosiasi (reaksi
garam) didalam larutan
Tabel Konversi Unit Konvensional ke Unit Sl

Albumin slL g/dL 0,10


Fosfat (POo) mmol/L mg/dL
Fosfat anorganik mmoliL mg/dL 3,097
Glukosa mmol/L mg/dL 18,02
Hemoglobin (Hb) mmol/L g/dL 1,61
Kalium (Potassium) mmol/L mg/dL 3,91
Kalsium (Ca) mmol/L mg/dL 4,01
Khlorida (Cl) mmol/L mg/dL 3,545
Kreatinin (Cr) pmol/L mg/dL 0,0113
Laktat mmol/L mg/dL
Magnesium (Mg) mmol/L mg/dL
Natrium (Sodium) mmol/L mg/dL 2,30
PaO, kPa mmHg 7,502
PaCO, kPa mmHg 7,502
Urea mmol/L mg/dL 6,006

158

t-

Anda mungkin juga menyukai