Anda di halaman 1dari 100

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


2017

MODUL

MEKANISME DASAR PENYAKIT


TIM PENYUSUN

1. Ketua :dr. Desi Indriarini,M.Biomed


2. Anggota :dr. Nyoman Sasputra, Sp.PA,M.Biomed
Anita Lidesna, S. Farm., M.Si., Apt
Prisca D. Pakan, S.Si., M.Stud., Apt
dr.Kartini Lidia, M.Sc
dr. Dwita A. Deo, M.Sc
dr. Vivi Bora
3. Kontributor : dr.Christina Olly Lada,M.Gizi
Magdarita Riwu, S.Farm., M.Farm., Apt
dr. Tri Nugraheni, Sp.PA
dr. Stefany Sp.PD
dr. Derri T. Manafe, M.Sc
Rahel Rara Woda,SKM,MKM
4. Editing & Layout : Magdarita Riwu, S.Farm., M.Farm., Apt
dr. Irwan Bahar Budiyanto, S.Ked

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas AnugerahNya
kami dapat menyelesaikan Modul Blok Mekanisme Dasar Penyakit tahun 2017.
Modul ini disusun untuk menjadi panduan pembelajaran Blok Mekanisme Dasar
Penyakit bagi mahasiswa fase akademik semester satu selama 5 minggu. Buku ini
memuat capaian pembelajaran (CP) pada akhir blok dan pada setiap strategi
pembelajaran baik dalam bentuk Tutorial, Kuliah, Praktikum maupun saat belajar
mandiri dan cara evaluasi hasil pembelajaran pada blok Mekanisme Dasar Penyakit.
Demi menjaga dan meningkatkan mutu lulusan FK Undana yang mempunyai
kompetensi sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), modul blok ini akan dievaluasi oleh
Sie Kurikulum Medical Education Unit dan juga kami tim penyusun mengharapkan
saran, masukan, dan kritik terkait implementasi dari Modul Blok Mekanisme Dasar
Penyakit Tahun 2017.

Kupang, Juni 2017

Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ........................................................................................................................ 1
TIM PENYUSUN ......................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR .................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4
CAPAIAN PEMBELAJARAN ....................................................................................... 5
MODUL KULIAH .......................................................................................................... 7
BAB I : PARASITOLOGI ...................................................................................... 8
BAB II : MIKROBIOLOGI ...................................................................................... 23
BAB III : HISTOLOGI ............................................................................................. 32
BAB IV : PATOLOGI ANATOMI ............................................................................. 36
BAB V : GIZI KLINIK ............................................................................................. 65
MODUL PRAKTIKUM .................................................................................................. 68
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI ................................................................................ 69
PRAKTIKUM GIZI .................................................................................................... 72
MODUL TUTORIAL ..................................................................................................... 84
MATA KUNING ........................................................................................................ 85
KAKI BENGKAK ...................................................................................................... 95

4
CAPAIAN PEMBELAJARAN
BLOK MEKANISME DASAR PENYAKIT

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN (CP) LULUSAN PRODI :

Menguasai konsep teori dengan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif,
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, komunikasi efektif
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, ketrampilan klinis dan pengeloaan
masalah kesehatan serta mampu menangani permasalahan kesehatan semiringkai
kepulauan.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN TAHUN KE-1


1. Mahasiswa mampu menguasai Konsep Teori Ilmu Biomedik, Mekanisme Dasar
Penyakit, Dasar Diagnosis dan Terapi, Imunohematologi dan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Dasar
2. Penguasaan ketrampilan belajar dan penggunaan teknologi komunikasi dan sistem
informasi dalam pembelajaran
3. Memahami Mata Kuliah Umum : Agama, Bahasa Indonesia, Pancasila,
Kewarganegaraan, Bahasa Inggris
4. Memahami Mata Kuliah Penciri Universitas : Budaya Lahan Kering Kepualauan dan
Pariwisata
5. Menguasai ketrampilan Klinik dasar

C. CAPAIAN PEMBELAJARAN BLOK MEKANISME DASAR PENYAKIT:


1. Mahasiswa mampu menguasai Konsep Teori struktur, fungsi normal dan patologis.
2. Mahasiswa mampu menguasai Konsep Teori mikrobiologi terkait defenisi, sejarah,
dan ruang lingkup mikrobiologi.
3. Menguasai landasan ilmiah penyebab penyakit terkait lingkungan, genetik, nutrisi,
dan degeneratif.
4. Menguasai landasan ilmiah patomekanisme penyakit trauma, inflamasi, infeksi,
respon imun, gangguan hemodinamik, proses penyembuhan, neoplasma, kelainan
genetik, nutrisi, lingkungan, dan gaya hidup.

5
Capaian pembelajaran mencakup komponen:
a. Komponen Sikap :
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama,
moral dan etika;
3. Menghargai perbedaan persepsi yang dipengaruhi oleh agama, usia, gender, etnis,
difabilitas, dan sosbudekonomi dalam menjalankan praktik kedokteran dan
bermasyarakat.
4. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik.
5. Menerima dan merespons positif umpan balik dari pihak lain untuk pengembangan
diri.
b. Komponen Ketrampilan Umum :
1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks
pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang
keahliannya;
2. Mampu menunjukan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur.
3. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di
bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data;
4. Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan
supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada
pekerja yang berada dibawah tanggung jawabnya;
5. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada
dibawah tanggungjawabnya dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri.
c. Komponen Pengetahuan (Sesuai dengan SKDI 2012) :
 Area Kompetensi 5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
1. Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Kedokteran Klinik yang berhubungan dengan
promosi, prevensi, prognosis dan menentukan prioritas masalah kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat.
2. Menggunakan alasan ilmiah dalam menentukan penatalaksanaan masalah
kesehatan berdasarkan etiologi, patogenesis dan patofisiologi.
d. Komponen ketrampilan Khusus (Sesuai dengan SKDI 2012) :
 Area Kompetensi 3. Komunikasi Efektif
1. Mempresentasikan informasi ilmiah secara efektif.

6
MODUL KULIAH

7
BAB I
PARASITOLOGI

Capaian Pembelajaran Kuliah Parasitologi


1. Mampu menjelaskan mekanisme dasar penyakit infeksi akibat protozoa
2. Mampu menjelaskan mekanisme dasar penyakit infeksi akibat cacing.

MEKANISME DASAR INFEKSI PROTOZOA

Definisi
Protozoa adalah jasad renik hewani yang terdiri dari satu sel, hidup sendiri-sendiri dari satu
sel hidup sendiri-sendiri atau berkelompok membentuk koloni. Protozoa banyak terdapat di
alam antara lain di dalam air laut, air tawar, tanah, dan di dalam tubuh organisme lain.
Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni/kelompok.
Tiap Protozoa merupakan kesatuan yang lengkap, baik dalam susunan maupun fungsinya,
sanggup melakukan semua fungsi kehidupan yang pada jasad lebih besar dilakukan oleh
sel-sel khusus.
Morfologi
Ukuran dan bentuk protozoa sangat beragam, Beberapa berbentuk lonjong atau membola,
ada yang memanjang, ada pula yang polimorfik (menpunyai berbagai bentuk morfologi pada
tingkat-tingkat yang berbeda dalam daur hidupnya). Beberapa protozoa berdiameter sekecil
1 urn; yang lain 600 urn atau lebih {Amoeba proteus). Struktur dari sel protozoa terdiri dari
dua bagian:
a. Sitoplasma
Sitoplasma terdiri dari : Ektoplasma,Endoplasma. Sel protozoa yang khas
terbungkus oleh membran sitoplasma. Banyak yang dilengkapi dengan lapisan luar
sitoplasma, yaitu ektoplasma, yang dapat dibedakan dari sitoplasma bagian dalam,
atau endoplasma. Kebanyakan struktur selular terdapat dalam endoplasma.
b. Nukleus
Nukleus atau inti adalah bagian terpenting yang diperlukan untuk mempertahankan
hidup dan untuk reproduksi serta untuk mengatur metabolisme. Nukleus terdiri dari
membran inti (selaput inti) yang meliputi serabut inti (retikulum) halus yang berisi
cairan dan kariosom. Dalam nukleus yang berbentuk vesikel, butir-butir kromatin
berkumpul membentuk butiran tunggal. Struktur inti, terutama susunan kromatin dan
kariosom berperan dalam membedakan spesies dari protozoa.

8
Pelikel adalah lapisan yang meliputi membran sitoplasma sel. Pada beberapa
spesies amoeba pelikel ini merupakan lapisan yang tipis dan tidak kompak. Banyak
protozoa membentuk struktur kerangka yang memberikan kekakuan kepada sel-selnya.
Lapisan penutup yang longgar ini yang ada di sebelah luar pelikel dinamakan cangkang
atau cangkerang (shell), terdiri dari bahan organik yang diperkuat dengan zat-zat anorganik
seperti kalsium karbonat atau silika. Adanya pelikel, dan bukannya dinding sel, sebagai
penutup merupakan salah satu ciri pembeda yang utama dalam kelompok protete ini.
Banyak protozoa dapat membentuk sista, yang untuk sementara merupakan seludang.
Dengan cara ini, bentuk bentuk vegetatif, atau trofozoit, melindungi dirinya terhadap bahaya
dari alam sekitarnya, misalnya kekeringan dan kehabisan makanan atau keasaman perut di
dalam inangnya.

Reproduksi
Protozoa mempunyai dua cara berkembang biak yaitu:
a. Cara aseksual
 Pembelahan binier / belah pasang (binary fission)
Apabila keadaan lingkungan baik, maka protozoa akan mengadakan
pembelahan diri yang dimulai dari kariosom, kemudian nukleus dan seterusnya
sitoplasma. Biasanya dari satu parasit menjadi dua dan seterusnya. Cara ini
hanya terjadi pada bentuk Trofozoit (Vegetatif). Cara reproduksi satu sel menjadi
dua sel ini disebut juga sebagai endodiogenik, yaitu satu inti akan membelah
menjadi dua lalu di ikuti oleh sitoplasma.
 Skizogomi
Pada perkembangbiakan ini endopoligenik yaitu inti membelah menjadi banyak,
lalu diikuti oleh sitoplasma. Dalam hal ini satu sel akan berkembangbiak menjadi
beberapa sel baru. Pembelahan ini teratur dan sitoplasma juga mengikuti
pembelahan ini secara teratur.

b. Cara seksual
Pada pembiakan seksual, dibentuk sel kelamin yaitu makrogametosit dan
mikrogamet yang setelah belah reduksi menjadi makrogamet dan mikrogamet.
Setelah terbentuk zigot (zygosis= menjadi satu), lalu membentuk ookinet lalu
menjadi ookista yang didalamnya terbentuk sporozoit, proses ini disebut sporogoni.
c. Pembiakan aseksual dan seksual bergantian. Cara ini dapat terjadi pada sporozoa

9
Fisiologi
Stadium trofozoit (trophos=makan) disebut juga bentuk vegetatif atau proliferatif,
dapat bergerak aktif, berkembang biak secara belah pasang akan tetapi pada umumnya
tidak resisten terhadap perubahan lingkungan sehingga untuk masuk kepada hospes perlu
berubah menjadi bentuk kista yang lebih resisten. Perubahan bentuk dari trofozoit menjadi
kista disebut enkistasi. Stadium juga ditemukan di daerah kutub daratan tinggi dan bahkan
di perairan hangat (30 sampai 56°C) sumber air panas. Akan tetapi, kebanyakan protozoa
mempunyai temperatur optimum untuk tumbuh antara 16 sampai 25°C. Dengan
maksimumnya 36 sampai 40°C. Bagi protozoa yang mempunyai pigmen fotosintetik (oleh
beberapa dianggap algae), cahaya itu perlu sekali. Tetapi protozoa itu nonfotosintetik.
Beberapa protozoa memperoleh nutrien organik terlarut melalui membran sitoplasma,
sebagaimana bakteri. Protozoa yang lain adalah holozoik; artinya mereka menelan makanan
sebagai partikel-partikel padat melalui rongga mulut. Makanan yang ditelan itu biasanya
ialah bakteri, ganggang, atau protozoa lain. Pada protozoa yang tergolong parasit, maka
dapat hidup dari sel-sel inangnya dan zat alir jaringannya. Parasit itu bahkan dapat
memasuki sel-sel inangnya, hidup dari sitoplasma dan nukleusnya. Akibatnya inang dapat
mengalami keadaan patologis. Kadang kala interaksi dapat secara timbale balik memberi
keuntungan kepada kedua organisme yang berasosiasi itu. Asosiasi (hubungan) seperti
demikian dinamakan mutualisme, Misalnya flagelata tertentu yang hidup dalam usus rayap
dan mencernakan selulose dalam kayu menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan rayap
tersebut. Jika flagelata dihilangkan, maka rayapnya mati; kalau flagelatanya dibuang dari
usus rayap,
mereka juga mati. Jadi flagelata itu dilengkapi dengan lingkungan terlindung dan persediaan
makanan.
Patologi dan Gejala Klinis
Protozoa patogen dapat merugikan hospes dengan cara berkembangbiak, penyerangan,
pengrusakan sel dan dengan pengaruh toksin dan enzimnya. Gejala umum sistemik seperti
demam, serta gejala seperti splenomegali dan limfadenopati sering dijumpai. Stadium
pertama infeksi mungkin akut dan mematikan, atau berkembang menjadi stadium laten yang
menahun, yang kadang-kadang diselingi dengan kambuhnya gejala. Sebaliknya, infeksi dari
semula mungkin berjalan subklinis dengan atau fanpa serangan gejala yang terjadi sewaktu-
waktu.

10
Klasifikasi
Protozoa yang berperan sebagai parasit pada manusia dalam dunia kedokteran dibagi
dalam 4 kelas, yaitu:
a. Rhizopoda (rhiz = akar; podium = kaki)
Dari kelas rhizopoda ini dapat dibagi menjadi 4 genus berdasarkan morfologi dari
intinya, namun hanya dua genus yang penting yaitu:
 Entamoeba Histolytica
Parasit ini menyebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah tropis dan
subtropis dari pada di daerah beriklim sedang.
Hospes
Hospes dari parasit ini adalah manusia dan kera. Di Cina, anjing dan tikus-tikus
liar merupakan sumber infeksi bagi manusia. Penyakit yang disebabkannya
disebut amebiasis.
Patologi dan gejala klinik
Dapat menyebabkan tinja disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah.
Bentuk klinis yang dikenal adalah :
Amebiasis intestinal terdiri atas amebiasis kolon akut (disentri ameba) dan
amebiasis kolon menahun
Amebiasis ekstra-intestinal disebabkan amebiasis kolon yang tidak diobati dan
menjalar keluar.
Epidemiologi
Terdapat diseluruh dunia, terutama daerah tropikyang sanitasi dan
sosioekonominya buruk. Emebiasis ditularkan oleh pengandung kista (melalui air,
makanan, sayuran, lalat) yang biasanya sehat tetapi berperan pentung dalam
penyebaran penyakit karena tinjanya merupakan sumber infeksi. Jadi tidak
ditularkan oleh penderita amebiasis akut. Penyebaran parasit tergantung
beberapa faktor diantaranya adanya sumber infeksi (penderita ataupun hospes
reservoir); keadaan lingkungan (iklim, curah hujan, suhu, kelembapan, sinar
matahari, sanitasi dan sebgainya), tersedianya vector (bagi parasit yang
membutuhkan vektor, keadaan penduduk (padat/jarang, kebiasaan, pendidikan,
sosial ekonomi, dan sebagainya).
 Entamoeba coli
Hospes : manusia. Amoeba ini ditemukan kosmopolit. Di Indonesia frekuensinya
antara 8 – 18 %. Ameba ini hidup sebagai komensal di rongga usus besar.
Dalam daur hidupnya terdapat bentuk vegetatif dan bentuk kista. Infeksi terjadi
dengan menelan kista matang.
Patologi dan gejala klinik : E.coli tidak patogen.

11
b. Flagellata
Parasit dari kelas ini merupakan protozoa yang mempunyai satu atau lebih flagel
yang mempunyai kekuatan untuk bergerak. Flagelata dibagi menjadi dua kelompok;
bentuk-bentuk seperti tumbuhan {fitoflagelata) dan bentuk-bentuk seperti hewan
(zooflageiata). Fitoflagelata mengandung klorofil dan bersifat fotosintetik.
Zooflagelata adalah heterotrof. Kesemuanya membelah secara membujur dan
beberapa mempunyai tingkatan reproduksi seksual. Sitoplasma pada flagelata
dikitari oleh pelikel yang nyata sehingga membantu memberi bentuk kepada
organismenya. Selain flagela, dari organisme itu menonjol membran yang berombak-
ombak yang digunakan untuk gerak alih dan atau mengumpulkan makanan.
Sejumlah flagelata menginfeksi manusia, menimbulkan penyakit pada alat kelamin,
usus, dan penyakit sistemik, Kebanyakan flagelata usus mempunyai stadia trofik dan
terensistasi. Flagelata usus terdapat dalam usus halus, juga ada dalam "cecum"
(kantung yang menuju usus besar) dan usus besar. Beberapa, seperti
Giardialamblia, satu-satunya protozoa usus yang menimbulkan disentri atau diare/
terutama ditemukan di dalam duodenum (usus dua belas jari). Penularannya
berlangsung terutama melalui makanan atau minuman yang tercemar dan melalui
kontak dari tangan ke mulut. Trichomonas vagina/is menimbulkan satu tipe vaginitis,
yaitu peradangan pada vagina dengan keluarnya cairan dan disertai rasa panas
seperti terbakar dan rasa gatal. Organisme itu tidak mempunyai stadium sista dan
menyebar sebagai penyakit kelamin. Selain flagelata usus, kelompok kedua yaitu
hemoflagelata (atau bentuk-bentuk darah dan jaringan) dipindah sebarkan pada
manusia oleh serangga-serangga pengisap darah, di situ menimbulkan infeksi-infeksi
yang ganas dan kadang kala mematikan. Genus yang dikenal iaiah Trypanosoma
dan Leishmania.Trypanosomiasis mencakup penyakit tidur Afrika, sedangkan
Leishmaniasis menyebabkan lesio (luka patologis) pada kulit ataupun jeroan
bergantung kepada spesiesnya. Yang termasuk kelas flgelata yang penting :
 Giardia lamblia
Hospes penyakit ini adalah manusia dan hospes reservoirnya adalah tikus.
Penyakit yang di timbulkan disebut giardiansis atau lambliasis.
Patologi dan gejala klinis
Dengan batil isap yang cekung, stadium trofozoit melekat pada permukaan epitel
usus, sehingga menimbulkan gangguan fungsi usus dalam penyerapan sari
makanan terutama dalam penyerapan lemak, karoten folat dan vitamin B12.
Kelainan fungsi usus kecil menimbulkan gejala kembung, abdomen membesar,
tegang, mual, anoreksia, feses banyak dan berbau busuk, dan penurunan berat
badan.

12
Epidemiologi
Ditemukan kosmopolit, prevalensinya 2 – 25 % atau lebih. Transmisi terjadi
dengan tertelannya kista matang. Makanan/ minuman yang terkontaminasi tinja,
lalat dan penjaja makanan merupakan sumber infeksi atau melalui orang yang
terinfeksi ke orang yang tidak terinfeksi. Giardia lamblia juga dianggap sebagai
parasit yang ditularkan melalui seks dan banyak ditemukan pada penderita AIDS.
 Trichomonas vaginalis
Hospes : manusia. Menyebabkan penyakit trikomoniasis vagina dan pada pria
prostatitis. Parasit ini berhabitat pada vagina, pada uretra, epididimis, dan prostat
pada laki-laki.
Patologi dan gejala klinis
Ditularkan ke dalam vagina mulai berkembangbiak bila flora bakteri, pH dan
keadaan fisiologi vagina sesuai. Parasit menyebabkan degenerasi dan
deskuamasi sel epitel disusul serangan leukosit. Sekret vagina mengalir keluar
dan menimbulkan keputihan tergantung beratnya infeksi dan stadium penyakit.
Rasa pedih waktu kencing merupakan infeksi tambahan. Infeksi dapat menjalar
dan menyebabkan uretritis.
Epidemiologi
Ditemukan pada semua bangsa/ ras dan semua musim. Pada wanita parasit
lebih sering ditemukan pada kelompok usia 20 – 49 tahun., berkurang pada usia
muda dan lanjut usia dan jarang pada anak gadis.
c. Ciliata
Kelas ciliata adalah golongan protozoa yang mempunyai silia, terdiri dari benang
yang berasal dari ektoplasma yang pendek dan halus dan sangat panjang. Silia
adalah bulu getar yang dapat bergerak di sekitar alur-alur mulut atau ronggarongga
mulut, silia menimbulkan efek pusaran air yang membantu pengumpulan
makanan.Kebanyakan siliata membagi diri dengan pembelahan biner melintang.
Reproduksi seksual berlangsung dengan konjugasi dua sel. Juga, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya di dalam setiap sel paling sedikit terdapat satu
makronukleus dan satu atau lebih mikronukleus.Kebanyakan siliata hidup bebas.
Yang termasuk kelas cilliata yang penting adalah
 Balantidium coli
Hospes : hospes definitif dari parasit ini adalah babi dan beberapa spesies kera
yang hidup di daerah tropik. Parasit ini kadang-kadang menginfeksi manusia
manusia dan menyebabkan penyakit balantidiasis atau disentri balantidium.
Penyakit ini termasuk dalam penyakit zoonosis.
Patologi dan gejala klinis

13
Penyakit yang ditimbulkan hampir sama dengan E. hystolitica. Di selaput lendir
usus besar, bentuk vegetatif membentuk abses keci yang pecah dan menjadi
ulkus. Biasanya disertai sindrom disentri. Penyakit dapat terjadi menahun dengan
dire diselingi konstipasi, sakit perut, tidak nafsu makan, muntah. Kadang-kadang
dapat menimbulkan infeksi ekstraintestinal yang menyebabkan peritonitis,
uretritis. Diagnosis dapat ditegakan dengan menemukan stadium trofozoit atau
kista dalam tinja penderita.
Epidemiologi
Banyak ditemukan pada babi yang dipelihara (60 – 90%) penularan pada babi
mudah sekali dan dapat menular ke manusia. Cara infeksi pada manusia terjadi
dari tangan ke mulut atau melalui tangan (misal saat membersihkan kandang
babi) terkontaminasi tinja babi yang mengandung kista kemudian kista tertelan
sehingga infeksi. Stadium kista dan trofozoit dapat ditemukan di dalam tinja.
Stadium kista dalam tinja pada suhu kamar dapat hidup selama 1-2 hari.
d. Sporozoa
Semua sporozoa hidup sebagai parasit pada satu atau lebih spesies hewan. Bentuk
bentuk dewasanya tidak mempunyai organ untuk pergerakan tetap. Mungkin pada
satu stadium, bergerak dengan cara meluncur. Sporozoa ini tidak dapat menelan
partikel-partikel padat, tetapi hidup dari sel atau zat alir tubuh inangnya. Yang
termasuk kelas sporozoa yang penting :
 Toxoplasma gondii
Hospes definitif : kucing dan binatang sejenisnya. Hospes perantara : manusia,
burung dan mammalia lain. Menyebabkan toksoplasmosis kongenital dan
toksoplasmosis akuisitas.
Patologi dan gejala klinik.
Invasi biasanya terjadi di usus. T. gondii menyerang semua organ dan jaringan
tubuh hospes kecuali sel darah merah. Kerusakan yang terjadi pada jaringan
tubuh, tergantung pada umur (pada bayi lebih berat daripada dewasa), virulensi
strain toxoplasma, jumlah parasit dan organ yang diserang.
Epidemiologi
Di Indonesia , pada manusia berkisar 2 – 63 %. Keadaan toksoplasmosis
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kebiasaan makan daging kurang matang,
adanya kucing yang dipelihara, tikus dan burubf sebagai hospes perantara,
vektor seperti lalat, lipas.
 Plasmodium
Sporozoa yang paling penting ialah yang menimbulkan malaria. Malaria adalah
penyakit asal nyamuk pada manusia yang disebabkan oleh sporozoa yang

14
tergolong genus Plasmodium yang menginfeksi hati dan sel-sel darah merah,
Inang akhir bagi parasit tersebut ialah nyamuk anofelin betina; reproduksi
seksual parasitnya terjadi dalam inang ini. Hospes perantara adalah manusia,
hospes definitif ; nyamuk Anopheles betina. Siklus hidup berlangsung secara
seksual (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk anopheles betina, dan secara
aseksual (schizogoni) di dalam tubuh manusia. Cara infeksi dari malaria adalah
dengan 2 cara: (1) Kongenital, melalui plasenta ibu hamil yang mengandung
plasmodium yang di tularkan kepada janin dalam kandungan. (2) Akuisita, yang
dapat melalui beberapa cara, yaitu: (a) Secara alami melalui tusukan nyamuk
anopheles betina yang mengandung stadium sporozoit, (b) Secara induced, bila
stadium aseksual dalam eritrosit secara tak sengaja masuk dalam badan
manusia melalui darah, seperti transfuse atau suntikan. Empat spesies
Plasmodium menimbulkan bentuk-bentuk malaria pada manusia sebagai berikut:
 Plasmodium vivax
Nama penyakit : malaria vivaks/malaria tersiana. Distribusi geografik:
terdapat di daerah sub tropis, daerah dingin (Rusia). Di Indonesia, spesies
menyebar di seluruh kepulauan dan pada umumnya daerah endemic
mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies lain.
 Plasmodium malariae
Nama penyakit : malaria malariae/malaria kuartana karena serangan demam
berulang pada tiap hari keempat. Distribusi geografik: terdapat di daerah
tropis dan sub tropis, tetapi frekuensi cenderung rendah di beberapa daerah.
Epidemiologi ; frekuensinya di suatu daerah di Indonesia sangat rendah
 Plasmodium ovale
Nama penyakit : malaria ovale. Distribusi geografik: terdapat di daerah tropik
Afrika Barat, Pasifik Barat dan di beberapa bagian lan di dunia. Di Indonesia
terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Epidemiologi: frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
 Plasmodium falciparum
Nama penyakit : malaria falsiparum. Distribusi geografik : terdapat di daerah
tropis terutama Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia menyebar di seluruh
kepulauan.

15
MEKANISME DASAR INFEKSI CACING
Definisi
Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing
merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan tubuh dan
organ yang kompleks.
Penyebab
Penyakit infeksi cacingan atau bisa pula disebut dengan penyakit cacingan sangat
berkaitan erat dengan masalah hygiene dan sanitasi lingkungan. Di Indonesia masih banyak
tumbuh subur penyakit cacing penyebabnya adalah hygiene perorangan sebagian
masyarakat yang masih kurang. Kebanyakan penyakit cacing ditularkan melalui tangan yang
kotor. Kuku jemari tangan yang kotor dan panjang sering terselipi telur cacing karena
kebiasaan anak bermain ditanah. Orang dewasa bekerja di kebun, dan di sawah.
Cara penularan
Perilaku anak BAB tidak dijamban atau di sembarang tempat menyebabkan
pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing. Penyebaran infeksi
kecacingan tergantung dari lingkungan yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing.
Infeksi pada anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau
melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing. Penularan melalui air sungai juga dapat
terjadi, karena air sungai sering digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari, Perilaku
anak jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol oleh orangtua
dan tidak terlindung dan dapat tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung telur
cacing, hal ini dapat menjadi sumber penularan infeksi kecacingan pada anak. Selain
melalui tangan, transmisi telur cacing juga dapat melalui makanan dan minuman, terutama
makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat. Telur cacing yang ada di
tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat
juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan, sehingga kaki-kakinya
membawa telur cacing tersebut, terutama pada jajanan yang tidak tertutup.
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang kumuh sangat mendukung dalam penyebaran penyakit
kecacingan. Lingkungan yang tidak higiene dapat memperrmudah
perkembangbiakkan telur cacing menjadi infektif, tanah yang gembur serta
lingkungan yang tidak tertata dengan rapi dapat memperbesar peluang penyebaran
cacing.
b. Faktor Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Faktor sanitasi lingkungan dan higiene perorangan dapat memepermudah penularan
infeksi cacing usus.

16
Jenis – Jenis Cacing
Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Batasan
Cacing gelang berukuran 20-25 cm, cacing ini tinggal dan menyebar di usus kecil. Telur
cacing yang keluar bersama tinja dapat mencemari tanah di lingkungan sekitar dan sayuran
yang ditanam ditanah tersebut akan ikut tercemar apabila di makan tanpa di masak terlebih
dahulu (dijadikan sebagai lalapan). Bila telur tertelan setelah melalui berbagai tahap
perkembangan di dalam tubuh maka cacing usus akan timbul di usus kecil. Manusia adalah
satu-satunya hospes cacing gelang (Ascaris lumbricoides), penyakit yang di sebabkan oleh
cacing ini disebut Askariasis.

Geografi
Cacing gelang tersebar dimana-mana / kosmopolit di negara-negara tropis.

Morfologi
Cacing gelang berbentuk giling dan terdapat garis-garis melintang pada kutikula berwarna
agak abu-abu dan kemerahan. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina
22-35 cm. Seekor cacing betina dapat mengasilkan 100.000 -200.000 butir telur perharinya,
yang terdiri dari telur yang di buahi dan telur yang tidak di buahi. Panjang cacing gelang
berkisar antara 25-40 cm.

Telur
Bentuk Oval mempunyai 3 lapisan dinding:
1) Membran Vitellina yaitu lapisan tipis yang berada di bagian dalam.
2) Glikoid yaitu lapisan tengah berwarna kuning/cokelat.
3) Albumin yaitu lapisan bagian luar berwarna cokelat dan tidak rata yang di dalamnya berisi
sel telur dan bila masak akan berisi larva.
Telur Ascaris lumbricoides yang di temukan dalam tinja di bedakan menjadi 3 bentuk umum,
yakni:
1) Telur fertil dengan kulit yang memiliki lapisan protein.
2) Telur fertil yang kulitnya tidak memiliki lapisan protein.
3) Telur non fertil

Siklus Hidup
Telur yang infektif, apabila tertelan oleh manusia, maka telur cacing ini akan menetas di
usus halus, lavarnya akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau
saluran limfe, lalu larva ini akan dialirkan ke jantung kemudian mengikuti aliran darah ke

17
paru. Larva yang ada di paru akan menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding
alveolus, menembus rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan
bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring sehingga menimbulkan rangsangan pada
faring, penderita akan batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan kedalam
esofagus lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa,
sejak telur matang dan tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang
lebih 2 bulan.
Patologi
Gejala yang timbul pada penderita di sebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
yang di sebabkan oleh larva biasanya terjadi ketika larva tersebut berada di paru, apabila
tubuh orang tersebut rentan maka akan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus yang
akan menimbulkan gangguan pada paru yang di sertai dengan batuk, demam dan
eosinofilia. Sedangkan gangguan yang di sebabkan oleh cacing dewasa biasanya hanya
gejala ringan, kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual-
mual, nafsu makan berkurang, perut buncit, diare dan konstipasi.
Dignosis
Diagnosis penyakit dapat di lakukan dengan pemeriksaan tinja secara langsung, dengan
adanya telur dalam tinja dapat di pastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis juga
dapat di lakukan apabila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung,
maupun melalui tinja.

Cara penularan
Cara penularan askariasis dapat terjadi melalui beberapa hal yaitu, masuknya telur yang
infektif kedalam mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, atau telur tertelan
melalui tangan yang kotor. Hal ini juga bisa terjadi apabila telur berada didebu dan terhirup
oleh nafas sehingga telur tersebut masuk kedalam rongga hidung dan menembus pembuluh
darah serta memasuki aliran darah.
Epidemiologi
Di indonesia prevalensi askariasis sangat tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%, kurangnya pemakaian jamban keluarga menjadi penyebab utama timbulnya
pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat
mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Penyebaran penyakit oleh askariasis semakin
meluas karena di sebagian negara-negara tertentu masih menggunakan tinja sebagai
pupuk. Misalnya saja di negara yang mempunyai kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar
antara 250-300 dalam keadaan yang seperti ini telur akan dengan cepat menjadi bentuk
yang infektif.

18
Pengobatan
Pengobatan di lakukan dengan memberikan piperasin dosis tunggal untuk dewasa 3-4
gram, untuk anak 25 mg/kgBB. Obat ini di minum agar cacing dapat di lumpuhkan sehingga
cacing dapat keluar hidup-hidup bersama tinja.
Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:
1) Obat mudah diterima oleh masyarakat
2) Aturan pemakaian obat sederhana sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
3) Mempunyai efek samping yang minim.
4) Bersifat polivalen ( berhasiat terhadap beberapa jenis cacing)
5) Harganya murah.

Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)


Batasan
Disebut cacing tambang karena pertama kali di temukan di daerah pertambangan, yang
fasilitas sanitasinya kurang memadai. Hospes dari cacing tambang adalah manusia dan
cacing tambang dapat menyebabkan Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. Pada manusia
terdapat 2 spesies:
1) Ancylostoma duodenale
2) Necator americanus.3
Geoografi
Tersebar di negara-negara tropis yang lembab dengan higiene sanitasi yang rendah seperti
di Asia Tenggara. Cacing ini banyak di temukan khususnya di daerah pertambangan dan
perkebunan.
Morfologi
Cacing betina Ancylostoma duodenale mampu bertelur 10.000 butir setiap harinya,
sedangkan pada Necator americanus mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir setiap harinya.
Pada Ancylostoma duodenale cacing betinanya berukuran 10-30 mm dan cacing jantannya
berukuran 8-11 mm, cacing ini menyerupai huruf C dan dan mulutnya mempunyai 2 pasang
gigi. Sedangkan pada Necator americanus cacing betinanya berukuran 9-11 mm dan
cacing jantannya berukuran 5-9 mm, cacing ini menyerupai huruf S dan mulutnya
mempunyai 2 pasang gigi.
Telur
Telur cacing tambang keluar bersama-sama dengan feses, bentuknya bundar, oval dan
besarnya sekitar 20-50 mikron. Di dalam telur dapat terlihat seperti ada sel-sel berjajar.
Siklus hidup
Cacing tambang dewasa hidupnya di usus kecil terutama jejenum, tetapi pada infeksi yang
berat cacing ini dapat di temukan di lambung. Telur yang di hasilkan oleh betina akan keluar

19
bersama tinja. Telur yang keluar bersama tinja akan menetas dalam waktu 1-1,5 hari, telur
akan menjadi morula, gastrula dan akhirnya akan menjadi larva fase pertama, larva fase
kedua (larva rhabditiform) dan larva fase ketiga. Larva ketiga inilah yang infeksius dan
dinamakan juga dengan larva filariform. Bila ada orang secara tidak sengaja kontak dengan
larva filariform maka masuklah larva ini ketubuh manusia dengan cara menembus kulit dan
kemudian akan menuju ke pembuluh darah, jantung, paru-paru, bronkus, trakea, laring dan
tertelan menjadi cacing dewasa di usus halus kemudian bertelur.

Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis:
1) Stadium larva
Bila larva filariform menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang di sebut ground itch
dan perubahan pada paru biasanya ringan.

2) Stadium dewasa
Gejala pada stadium ini tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi
penderita (Fe dan protein). Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08 – 0,34 cc. Biasanya terjadi
anemia hipokrom mikrositer.
Diagnosis
Diagnosa dapat di lakukan dengan memeriksa tinja yang masih segar, pada tinja yang lama
mungkin akan di temukan larva.
Cara penularan
Penularan cacing tambang melalui tinja orang sakit yang di keluarkan di sembarang tempat.
Pada hari ke lima setelah berada di luar, maka telur tersebut akan berubah menjadi larva
yang siap menembus kulit manusia, kemudian akan masuk dalam aliran darah seterusnya
ke paru-paru bergerak menuju tenggorokan dan akan tertelan menuju usus dan menjadi
cacing dewasa.
Epidemiologi
Prefalensi tinggi di temukan pada penduduk indonesia di daerah pedesaan, khususnya di
perkebunan yang langsung berhubungan detanah. Kebiasaan buang tinja di sembarang
tempat, tanah yang cocok untuk perkembang biakan larva ialah tanah gembur (pasir,
humus) dengan suhu optimal untuk Necator americanus 28-320 c, sedang untuk
Ancylostoma duodenale lebih rendah 23-250 C.
Pengobatan
Obat anti cacing antara lain Piperasin, Mebendazol, Pyrantel bemoat. Obat cacing lainnya
tetrachlorathylena (TCE) diberikan 0,1 ml/kg berat badan. Obat ini harus diberikan dalam

20
bentuk cairan pada perut yang belum terisi, dapat di ulang selama tiga hari. Apabila kadar
haemoglobin penderita rendah sebaiknya dinaikan dahulu sampai 40% dengan transfusi
atau dengan pemberian Fe Sulfat sebelum memakai obat cacing.

Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)


Batasan
Dinamakan cacing cambuk karena secara menyeluruh cacing ini bentuknya seperti cambuk.
Manusia merupakan satu-satunya hospes dari cacing ini, bila manusia terinfeksi cacing
cambuk maka penyakitnya disebut trichuriasis.

Geografi
Cacing Cambuk banyak ditemukan dinegara-negara tropis dan subtropis. Didaerah yang
beriklim sedang mereka yang paling sering terinfeksi adalah yang tinggal di lembaga-
lembaga seperti panti asuhan, lembaga permasyarakatn dan rumah sakit jiwa.

Morfologi
Cacing Cambuk berbentuk seperti cambuk yaitu 3/5 bagian atas mengecil, sedangkan 2/3
bagian bawah lebih besar. Cacing betina berukuran 35 – 50 mm dengan ekor yang lurus,
sedangkan cacing jantan berukuran 30 – 45 mm dengan ekor melingkar. Seekor cacing
betina dapat mengasilkan 3000 – 10.000 butir telur setiap harinya.

Telur
Telur cacing cambuk berbentuk oval mempunyai semacam tutup pada kedua ujungnya yang
sering di sebut tong rongga. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian
dalamnya jernih.

Siklus hidup
Telur yang dibuahi akan keluar bersama tinja, dilingkungan yang sesuai telur ini akan
berubah menjadi infektif. Apabila telur yang infektif tertelan oleh manusia maka didalam
usus telur akan menetas hingga menjadi cacing dewasa.

Patologi
Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum.
Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya
penderita pada waktu defekasi. Infeksi ini ditandai dengan menunjukan gejala-gejala seperti
diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, dan berat badan turun.

21
Diagnosis
Ditemukannya telur cacing didalam tinja.

Cara penularan
Penularan dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif kedalam
mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, atau telur tertelan melalui tangan
yang kotor misalnya pada anak-anak maupun telur yang terhirup bersama debu udara.

Pengobatan
Pengobatan pada Cacing cambuk sama seperti pengobatan pada Ascariasis, untuk

perseorangan dapat dipergunakan obat misalnya piperasin, pirantel pamoat, mebendazol

atau albendazol.

22
BAB II
MIKROBIOLOGI

Capaian Pembelajaran Kuliah Mikrobiologi


1. Mengetahui defenisi, sejarah dan ruang lingkup ilmu mikrobiologi
2. Mampu menjelaskan mekanisme dasar penyakit infeksi akibat bakteri meliputi
struktur, morfologi, fisiologi, klasifikasi dan faktor virulensi bakteri.
3. Mampu menjelaskan mekanisme dasar penyakit infeksi akibat virus meliputi
struktur, morfologi, fisiologi, klasifikasi dan faktor virulensi virus
4. Mampu menjelaskan mekanisme dasar penyakit infeksi akibat jamur meliputi
struktur, morfologi, fisiologi, klasifikasi dan faktor virulensi jamur

1. DEFENISI, RUANG LINGKUP DAN SEJARAH

a. DEFENISI

Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mahluk hidup yang sangat kecil (diameter
kurang dari 0,1 mm) yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu
peralatan khusus.

Mahluk ini, yang disebut jasad renik atau mikroorganisme, terdapat dimana-mana.
Diantaranya ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang
merugikan seperti misalnya yang menimbulkan berbagai penyakit.

b. RUANG LINGKUP

Mikrobiologi meliputi berbagai disiplin ilmu seperti bakteriologi, imunologi, virologi, mikologi
dan parasitologi. Ilmu-ilmu ini telah berkembang dengan pesatnya dari tahun ke tahun,
sehingga merupakan disiplin-disiplin yang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri.

Dalam mikrobiologi kedokteran, dipelajari mikroorganisme yang ada kaitannya dengan


penyakit (infeksi); dan dicari jalan bagaimana cara pencegahan, penanggulangan serta
pemberantasannya. Ilmu ini terus berkembang tanpa hentinya karena mikroorganisme
sebagai mahluk hidup mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru,
sehingga hal ini akan tetap merupakan tantangan bagi ilmu kedokteran.

c. SEJARAH

Sejarah Bakteriologi

Penyakit infeksi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman dahulu. Manusia purba
menganggap bahwa penyakit infeksi merupakan suatu kutukan para dewa atas dosa-dosa

23
manusiasehingga untuk menyembuhkan penyakit tersebut dilakukan pengorbanan-
pengorbanan. Kemudian muncul Hipocrates dengan anggapannya bahwa penyebab infeksi
terdiri dari dua faktor, yaitu faktor intrinsik yang terdapat dalam tubuh penderita dan faktor
ekstrinsik yang terdapat diluar yaitu yang berhubungan dengan udara yang karena sesuatu
hal yang tidak diketahui berubah menjadi buruk/rusak (malaria).

Muncul selanjutnya teori Generatio Spontanea yang mengatakan bahwa mahluk hidup
dapat timbul dari benda-benda mati. Teori ini bertahan untuk beberapa lama. Teori ini
kemudian ditinggalkan karena terdapat penemuan-penemuan baru yang diawali dengan
berhasilnya Anton van Leeuwenhoek melihat mahluk-mahluk kecil dalam berbagai cairan
dengan mempergunakan “mikroskop”nya. Mahluk-mahluk kecil inilah yang sekarang kita
kenal dengan kuman bentuk kokus, basil dan spirilium.

Louis Pasteur (1860) memanfaatkan penemuan Leeuwenhoek tadi untuk membuktikan


ketidak benaran teori generatio spontanea dengan melakukan percobaan air kaldu dan
mendapat kesimpulan bahwa kekeruhan air kaldu terjadi akibat pertumbuhan mikroba yang
terdapat didalam udara.

Kebenaran teori Pasteur ini dibuktikan oleh Lister, seorang ahli bedah yang telah melakukan
tindakan-tindakan aseptik pada waktu pembedahan dengan mempergunakan desinfektan
yang dapat mematikan mikroba-mikroba yang terdapat didalam udara. Dengan tindakannya
ini angka kematian karena infeksi sesudah operasi ternyata sangat menurun.

Bersamaan waktunya dengan Pasteur, seorang dokter Jerman Robert Koch (1876)
mengadakan penelitian terhadap kuman-kuman anthrax yang menyerang ternak. Dalam
penelitiannya ini ia berhasil mengasingkan kuman anthrax dalam bentuk biakan murni (pure
culture) dengan mempergunakan perbenihan kuman (medium), dan membuktikan bahwa
kuman-kuman yang diasingkan ini mampu menimbulkan penyakit yang sama bila
dimasukkan kedalam tubuh binatang percobaan yang peka. Berdasarkan penemuan ini
Koch memformulasikan kriteria mengenai kuman-kuman ini yang dikenal dengan Postulat
Koch, yaitu:

1. Kuman harus selalu dapat ditemukan didalam tubuh binatang yang sakit tetapi
tidak dalam binatang yang sehat.
2. Kuman tersebut harus dapat diasingkan dan dibiakkan dalam bentuk biakan murni
di luar tubuh binatang tadi.
3. Biakan murni kuman tersebut harus mampu menimbulkan penyakit yang sama
pada binatang percobaan.
4. Kuman tersebut dapat diasingkan kembali dari binatang percobaan tadi.

24
Pada tahun 1900, semua jenis kuman penyebab penyakit telah berhasil diketahui seperti:
Bacillus anthracis, Corynebacterium diphteriae, Salmonella typhosa, Neisseria gonorrhoeae,
Clostridium perfringens, Clostridium tetani, Shigella dysenteriae, Treponema pallidum, dll.

Sejarah Virologi

Dengan majunya teknologi dan semakin lengkapnya peralatan maka berhasil pula
ditemukan jasad renik yang lebih kecil dari kuman yang mampu menembus saringan kuman
yaitu yang disebut virus. Beberapa contoh misalnya virus mosaik tembakau yang ditemukan
oleh Iwanowsky (1892) dan Beyerinck (1899), virus penyebab foot and mouth disease pada
ternak (Loefller & Frosch, 1898), virus demam kuning pada manusia (Walter Reed, dkk,
1900), virus kuman atau bakteriofaga (Twort & d’Herelle, 1915).

Sejarah Imunologi

Melihat kenyataan bahwa seseorang yang sembuh dari suatu penyakit tidak mudah untuk
mendapatkan penyakit yang sama untuk kedua kalinya, telah mendorong para penyelidik
untuk melakukan penelitian tentang kekebalan.

Edward Jenner (1749-1823) melihat bahwa pemerah susu sapi yang mendapatkan infeksi
cacar sapi (cowpox) ternyata lebih kebal terhadap penyakit cacar (smallpox atau variola). Ia
kemudian menyusun suatu konsep tentang vaksinasi dan berhasil membangkitkan atau
menimbulkan kekebalan pada orang-orang terhadap cacar (smallpox) dengan jalan
memvaksinasinya memakai cacar sapi (cowpox). Edward Jenner ini kemudian dicontoh oleh
Pasteur untuk membuat vaksin terhadap penyakit chicken cholera, anthrax dan rabies.

Sejarah Antibiotika

Selain bidang kekebalan juga telah dilakukan percobaan-percobaan dengan bahan-bahan


kimia untuk mengobati suatu infeksi. Perkembangan kemoterapi ini dimulai pada tahun 1935
ketika Domagk menemukan bahwa protonsil (sulfanilamida) sangat bermanfaat terhadap
infeksi oeh streptokokus.

Penemuan penisilin oleh Alexander Fleming (1929) dilanjutkan oleh Florey & Chain (1940)
untuk mempergunakannya dalam pengobatan, yang ternyata hasilnya sangat menakjubkan.
Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan antibiotika lainnya yang jumlahnya sangat
banyak.

25
2. KLASIFIKASI MIKROORGANISME

Untuk klasifikasi dan determinasi kuman dipakai buku Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology yang menggambarkan sifat-sifat kuman secara terperinci.

Bakteri dan bakteri hijau diklasifikasikan sebagai tanaman primitif karena:

- Mempunyai dinding sel seperti tanaman


- Beberapa jenis bakteri dan semua bakteri hijau bersifat fotosintetik

Dalam Bergey bakteri dan bakteri hijau dimasukkan dalam satu golongan tersendiri yang
disebut prokariota. Prokariota mempunyai inti primitif dan berkembang biak secara amitosis
menjadi dua bagian. Inti terdiri dari DNA yang terbuka dan tidak terbungkus dalam suatu
selaput atau membran. Eubacteria (bakteri sejati) dan Archaebacteria (bakteri purba)
termasuk prokariota. Yang patogen terhadap manusia, temasuk Eubacteria. Eubacteria
memiliki inti yang sebenarnya dan mengalami mitosis.

Nomenklatur

Seperti halnya tanaman, kuman juga menggunakan dua nama yaitu nama binomial
(binomial name), yang diajukan oleh Linnaeus untuk tanaman pada tahun 1753. Jadi nama
kuman selalu terdiri dari nama genus dan epitheton specificum. Nama genus dimulai dengan
huruf besar dan epitheton specificum ditulis dengan huruf kecil. Misalnya Staphylococcus
aureus.

Spesies adalah suatu jenis mikroorganisme yang sudah tertentu. Spesies bakteri ditentukan
oleh:

1. Sifat – sifat struktural yang terdiri dari bentuk, besar, cara pergerakan, reaksi terhadap
pewarnaan Gram serta pertumbuhan mikroskopik (sifat – sifat koloni)

2. Sifat – sifat biokimia dan kebutuhan akan nutrisi, produk – produk akhir metabolisme,
susunan biokimiawi komponen sel dan metabolit – metabolitnya.

3. Sifat – sifat fisiologisnya terhadap oksigen, temperatur, Ph dan respons terhadap zat – zat
antibakteri.

4. Sifat ekologi.

5. Komposisi basa DNA, homologi dan sifat – sifat genetik.

26
3. KONSEP BAKTERIOLOGI DASAR

Struktur Bakteri

Bakteri termasuk dalam golongan prokariota, yang strukturnya lebih sederhana dari
eukariota, kecuali bahwa struktur dinding sel prokariota lebih kompleks dari eukariota.

Morfologi Bakteri

Morfologi kuman dapat dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu: kokus, batang dan spiral.

Kokus: kuman berbentuk bulat, dapat tersusun sebagai berikut:

- Mikrokokus : Tersendiri (single)


- Diplokokus : Berpasangan, dua-dua
- Pneumokokus : Diplokokus berbentuk lanset
- Gonokokus : Diplokokus berbentuk biji kopi
- Tetrade : Tersusun rapi dalam kelompok empat sel
- Sarsina : Kelompok delapan sel yang tersusun rapi
dalam bentuk kubus
- Streptokokus : Tersusun seperti rantai
- Stafilokokus : Bergerombol tak teratur seperti untaian buah
anggur
Basilus: kuman berbentuk batang dengan panjang bervariasi dari 2 – 10 kali diameter
kuman tersebut.

- Kokobasilus : Batang yang sangat pendek, menyerupai


kokus
- Fusiformis : Kedua ujung batang meruncing
- Streptobasilus : Sel-sel bergandengan membentuk suatu
filamen
Spiral:

- Vibrio : Berbentuk batang bengkok


- Spirilium : Berbentuk spiral kasar dan kaku, tidak
fleksibel dan dapat bergerak dengan flagel
- Spirokaeta : Berbentuk spiral halus, elastik dan fleksibel,
dapat bergerak dengan aksial filamen

27
Pembagian bakteri berdasarkan kebutuhan O2

- Anaerob obligat : Hidup tanpa O2, O2 toksik bagi kuman ini


- Anaerob aerotoleran : Tidak mati dengan adanya O2
- Anaerob fakultatif : Mampu tumbuh baik dalam suasana dengan
atau tanpa O2
- Aerob obligat : Tumbuh subur bila ada oksigen dalam
jumlah besar
- Mikroaerofilik : Hanya tumbuh baik dalam tekanan O2 yang
rendah
Reproduksi Bakteri

Reproduksi kuman dapat berlangsung secara aseksual maupun secara seksual. Termasuk
dalam reproduksi secara aseksual adalah pembelahan, pembentukan tunas/cabang dan
pembentukan filamen. Reproduksi secara seksual didahului oleh peleburan bahan
kromosom dari dua kuman. Akibatnya adalah timbul sel-sel kuman dengan sifat yang
berasal dari kedua sel induknya. Reproduksi semacam ini hanya terjadi antara kuman-
kuman sejenis dari suatu famili, misalnya Enterobacteriaceae, antara Escherichia coli
dengan Shigella dysenteriae, antara E. coli dengan Salmonella typhosa.

Bila kuman ditanam dalam perbenihan yang sesuai dan pada waktu-waktu tertentu ditinjau
jumlah kuman yang hidup, maka dapat dilihat suatu grafik yang dapat dibagi dalam empat
fase, yaitu:

- Fase penyesuaian diri


- Fase pembelahan
- Fase stasioner
- Fase kemunduran/penurunan

4. KONSEP VIROLOGI DASAR

Virus sampai sekarang diketahui merupakan organisme terkecil dan berdasarkan


trofismanya dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:

1. Virus binatang

2. Virus tanaman tinggi

3. Virus bakteri dan jamur seperti bakteriofaga yang menyerang bakteri, aktinofaga
yang menyerang actinomyces, zimofaga yang menyerang jamur, sianofaga yang
menyerang cyanophyceae.

28
Adapun sifat-sifat khusus virus menurut Lwoff, Horne dan Tournier (1966) adalah:

1. Bahan genetik virus terdiri dari RNA atau DNA, akan tetapi tidak terdiri dari
kedua jenis asam nukleat sekaligus.
2. Struktur virus secara relatif sangat sederhana, yaitu terdiri dari pembungkus
yang mengelilingi/melindungi asam nukleat.
3. Virus mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup, yaitu di dalam
nukleus, sitoplasma atau didalam kedua-duanya dan tidak mengadakan
kegiatan metabolisme jika berada di luar sel hidup.
4. Virus tidak mempunyai informasi genetik sistem Lipman untuk sintesis
energi berpotensi tinggi.
5. Virus tidak membelah diri dengan cara pembelahan biner. Partikel virus
baru dibentuk dengan suatu proses biosintetis majemuk yang dimulai
dengan pemecahan suatu partikel virus infektif menjadi lapisan protein
pelindung dan komponen asam nukleat infektif.
6. Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih
kekuasaan dan pengawasan sistem enzim sel hospesnya, sehingga selaras
dengan proses sintesis asam nukleat dan protein virus.
7. Partikel virus lengkap disebut virion dan terdiri dari inti asam nukleat yang
dikelilingi lapisan protein yang bersifat antigenik yang disebut kapsid
dengan atau tanpa selubung diluar kapsid.

Morfologi virus

Inti virion merupakan asam nukleat yang seringkali bergabung dengan protein sehingga
disebut nukleoprotein. Di luar nukleoprotein terdapat lapisan protein lain sebagai
pembungkus yang dikenal sebagai kapsid. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang
terikat satu sama lain dengan ikatan nonkovalen. Kapsid harus tersusun simetris, teridir dari
2 jenis yaitu simetri heliks dan ikosahedral. Diluar dari kapsid terdapat selubung luar
(envelope) yang terdiri dari protein dan lipid, dimana spike glikoprotein (peplomer)
menempel.

MIKROORGANISME
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil yaitu dalam
skala micrometer atau micron (μ) atau sepersejuta meter dan tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang. Dalam percakapan sehari-hari atau untuk kepentingan praktis
mikroorganisme sering disebut sebagai mikroba atau kuman. Untuk mempelajarinya

29
diperlukan cara tertentu yaitu observasi mikroskopik dan biakan atau pure culture. Termasuk
dalam golongan mikroorganisme adalah bakteri (eubactera, archaebacteria), fungi (yeasts,
molds), protozoa, microscopicalgae dan virus serta beberapa macam cacing (helmints). Ilmu
yang mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi. Ilmu mikrobiologi kedokteran
mempelajari mikroorganisme sebagai penyebab penyakit infeksi, cara mendiagnosis,
pengobatan, pencegahan dan pengendalian infeksi.
Semua mikroorganisme adalah sel kecuali virus. Teori tentang sel menyebutkan
bahwa makhluk hidup dapat berupa organisme sel tunggal atau organisme yang tersusun
atas berbagai sel (multisel). Sel merupakan unit kompleks dari suatu sistem kehidupan.
Semua makhluk hidup yang ada berasal dari replikasi atau transformasi dari sel yang ada
sebelumnya. Sel adalah struktur yang dibatasi suatu membran, bermetabolisme secara aktif
dan mengandung materi hereditas.
Teori bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit atau Germ theory of
disease yang digagas oleh Louis Pasteur merupakan alasan yang sangatkuat mengapa
semua dokter dan tenaga kesehatan harus mengetahui ilmumikrobiologi. Anton van
Leeuwenhoek (1670-an) adalah first microbiologist yangpertama kali mengamati
mikroorganisme menggunakan mikroskop sederhana.Louis Pasteur (1860-an) berhasil
membuktikan adanya mikroorganisme penyebabkontaminasi dengan percobaan anti-
spontaneous generation. Pasteur memegangperan utama dalam penemuan dan
pengembangan vaksin seperti vaksin rabies.Selain itu, ia juga menemukan metode
fermentasi dan aseptic technique untukmenghindari kontaminasi mikroba pada saat operasi.
Metode pencegahan kontaminasi mikroba pada makanan/minuman cair (susu, anggur, bir)
dengan cara pemanasan disebut Pasteurisasi. Ignaz Semmelweis (1840-an) adalah dokter
yang mengajarkan tentang hand washing yang terbukti sangat efektif dalam mencegah
kontaminasi atau penularan penyakit. Joseph Lister (1860-an) adalah orang pertama yang
memproduksi dan menggunakan antiseptik. Robert Koch (1870-an) menyusun Koch's
Postulates yang menyatakan tahapan bagaimana suatu mikroba menyebabkan penyakit
tertentu. Postulat tersebut berisi 4 butir pernyataan yang mampu menjawab secara empiris
kebenaran Germ theory of disease. Postulat tersebut berbunyi: Mikroorganisme tertentu ada
(dapat diisolasi) pada setiap kasus penyakit infeksi, mikroorganisme tersebut dapat dibiakan
dalam biakan murni di luar inang (in vitro), jika mikroorganisme tersebut di-inokulasi pada
inang yang rentan (susceptible host) akan menyebabkan penyakit infeksi yang sama dengan
penyakit infeksi yang terjadi pada inang asal mikroorganisme tersebut diisolasi,
mikroorganisme dari inang yang rentan tersebut dapat diisolasi kembali dalam biakan murni.
Koch juga menemukan beberapa bakteri: Bacillus anthracis,Mycobacterium tuberculosis dan
Vibrio cholera. Koch juga mengembangkan media untuk membiakan bakteri. Dmitri
Iwanowski (1890-an) adalah penemu virus pertama yaitu tobacco mozaic virus. Alexander

30
Fleming (1920-an) adalah penemu penicillin (first antibiotic). Fleming menemukan jamur
yang bersifat antibakteri pada cawan petrinya secara tidak sengaja. Jamur itu memproduksi
penisilin yang ternyata merupakan suatu antibiotik. Karena keterbatasan produksi maka
penggunaan penisilin baru meluas pada tahun 1940-an.
Berdasarkan uraian di atas, menjadi jelas bahwa mikroorganisme merupakan komponen
penting pada bidang kedokteran/kesehatan. Oleh karena itu mutlak setiap insan yang
berkecimpung dalam dunia kedokteran/kesehatan untuk mempelajari dan mengetahui
mikrobiologi yaitu cabang ilmu yang membahas seluk-beluk jasad renik atau
mikroorganisme

31
BAB III
HISTOLOGI

Capaian Pembelajaran Kuliah Mikrobiologi

Mampu menjelaskan struktur dan fungsi normal pada tingkat selular dan jaringan
mengenai jejas sel, kematian sel, adaptasi dan akumulasi intrasel

JEJAS: KEMATIAN SEL, ADAPTASI DAN AKUMULASI INTRASEL


PENDAHULUAN
Sel secara harafiah merupakan unit kehidupan, entitas terkecil yang memiliki
manifestasi berbagai fenomena yang berkaitan dengan kehidupan. Dengan demikian sel ini
juga merupakan unit dasar penyakit.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan
sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui
batas maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi
terhadap tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel
atau cedera sel yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel
tersebut akan mengalami kematian sel.
Jejas Sel
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan.Hal ini dapat terjadi bila rangsangan terlalu lama atau terlalu berat.Sel dapat
pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis
cedera.Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan
dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusaknnya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2
kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian
sel).Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi
semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jenis irreversible adalah suatu
keadaan saat kerusakan berlangsung terus-menerus sehingga sel tidak dapat kembali ke
keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera akan menyebabkan hilangnya pengaturan
volume pada bagian-bagian sel.

Penyebab terjadinya jejas sel yaitu (a) hipoksia (pengurangan oksigen) yang terjadi
sebagai akibat dari iskemia, oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespi dan
hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya anemia, keracunan karbon
monoksida), (b) faktor fisik termasuk trauma, panas, dingin, radiasi dan renjatan listrik, (c)
bahan kimia dan obat-obatan termasuk obat terapeutik (misalnya asetaminofen), bahan

32
bukan obat (misalnya timbal, alkohol), bahan penginfeksi termasuk virus, rickettsia, bakteri,
jamur dan parasit, reaksi imunologik, kekacauan genetik, ketidakseimbangan nutrisi.

Kematian Sel
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel (cellular death).Kematian sel
dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat pula
setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu
saja.Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari
bahasa Yunani apo = “dari” ptosis = “jatuh”) adalah kematan sel terprogram (programmed
cell death), yang normal terjad dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan
pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam
stimulus dan Selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam
suatu regulasi yang benar.
Apoptosis adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap
molecular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya
pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya
dan dimakan oleh sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif
konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak
diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut
sepanjang waktu hidup organisme.Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat
hormon, rangsangan antigen, peptide imun dan sinyal membrane yang mengidentifikasi sel
yang menu atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel atau seringkali menyebabkan
apoptosis, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel penjamu (host).
Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan
infeksi virus. Perubahan morfologi dari sel apoptosis di antaranya sebagai berikut: (a) sel
mengekerut, kondensasi kromatin, pembentukan gelembung dan apoptotic bodies,
fagositosis oleh sel di sekitarnya.
Nekrosis adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam
tubuh.Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.Faktor yang
sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang
menghassilkan toksin dan radiasi bebas dan kerusakan integritas membran sampai pada
pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang
menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di
seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis digunakan
misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis.Indikator nekrosis di antaranya hilangnya

33
fungsi organ, peradangan di sekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan
enzim serum.
Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu: (a) digestif
enzimatik sel baik autolysis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis (enzim
berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan dan sering meninggalkan cacat jaringan yang
diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abse. (b) denaturasi protein, jejas atau asidosis
intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat
proteolysis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan. Kematian sel
menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa sitoplasma.
Kematian sel dapat mengakibatkan gagren.Gangren dapat diartikan sebagai
kematian sel dalam jumlah besar.Gangren dapat diklasifikasikan sebagai kering dan
basah.Gangren kering sering dijumpai deformitas, umumnya terjadi akibat hipoksia
berkepanjangan.Gangren basah adalah suatu area kematian jaringan yang cepat perluasan,
sering ditemukan di organ dalam dan berkaitan dengn invasi bakteri ke dalam jaringan yang
mati tersebut.Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya diserti oleh manifestasi
sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangrene kering. Gangren ren gas adalah jenis
gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis
bakteri anaerob yang disebut clostridium.Gangren gas cepat meluas ke jaringan di
sekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh bakteri yang
membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila
terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini dapat
mematikan.
Adaptasi Sel
Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
a) Atrofi
Atrofi adalah berkurangnya ukuran sel atau jaringan.Atrofi dapat terjadi akibat sel
atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi
atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0).Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat
penurunan rangsangan hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan.
b) Hipertrofi
Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan
suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel.
Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu: (a) hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat
dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat, (b) hipertrofi patologis terjadi
sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit, (c) hipertrofi kompensasi terjadi
sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang telah mati.
c) Hiperplasia

34
Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat
peningkatan mitosis. Hiperplasia dapat terbagi menjadi 3 jenis utama yaitu: (a)
hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama
stadium folikuler pada siklus menstruasi, (b) hiperplasia patologis dapat terjadi akibat
rangsangan hormon yang berlebihan, (c) hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel
jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami
penurunan.
d) Metaplasia
Metaplasia adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya.Metaplasia
terjadi sebagai respon terhadap cedera atau iritasi kontinyu yang menghasilkan
peradangan kronis pada jaringan.
e) Displasia
Displasia adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang
berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia
tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan kronik.

Akumulasi Intra Seluler


Protein, karbohidrat dan lipid dapat berakumulasi dalam sel dan kadang-kadang
menyebabkan jejas sel. Dapat berupa: (a) isi sel yang terkumpul berlebihan, (b) bahan
abnormal, biasanya pada produk metabolisme abnormal, (c) suatu pigmen.
Proses yang berakibat akumulasi intraseluler abnormal meliputi: (a) metabolisme abnormal
suatu bahan endogen abnormal (misalnya perlemakan), (b) kekurangan enzim yang
dibutuhkan untuk metabolisme bahan endogen normal atau abnormal (misalnya penyakit
timbunan lisosomal), (c) deposisi bahan eksogen abnormal (misalnya makrofag berisi
karbon).

35
BAB IV
PATOLOGI ANATOMI

Capaian Pembelajaran Kuliah Patologi Anatomi


1. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait inflamasi
2. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait respon imun
3. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait gangguan hemodinamik
4. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait proses penyembuhan (tissue
repair and healing)
5. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait proses neoplasia
6. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait kelainan genetik
7. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit akibat lingkungan

PATOGENESIS RADANG AKUT, KRONIK DAN MEDIATOR RADANG


Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.
Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki
vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana,
inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal
jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan
pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan
fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi,
menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan
mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan.
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme yang
berbeda yaitu
a. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
b. Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
c. Fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis.

36
Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas
kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal
ialah
a. Kemerahan (rubor)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke
daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat
cedera.
b. Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa
panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada
di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di
permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat
dan rasakan.
c. Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: (1) adanya
peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan
lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pengeluaran zat – zat kimia
atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat
merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri.
d. Pembengkakan (tumor)
Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan
oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran
darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma
dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium.
e. Fungsiolaesa
Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi
dan sekitarnya akibat proses inflamasi.
Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan
secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin,
leukotrien dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi lisis
membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak
berefek terhadap mediator-mediator kimiawi tersebut kecuali PG.

37
Skema 1. Pembentukan Metabolit Asam Arakidonat dan Peranan dalam Inflamasi

PATOFISIOLOGI DEMAM
Suhu tubuh adalah cerminan dari keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas, keseimbangan ini diatur oleh pengatur suhu (termostat) yang terdapat di otak
(hipotalamus). Pada orang normal termostat diatur pada suhu 36,50 C-37,20 C. Demam
pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,20 C. Demam didefinisikan sebagai suatu
bentuk sistem pertahanan nonspesifik yang memnyebabkan perubahan mekanisme
pengaturan suhu tubuh yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkadian
yang normal sebagai akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam
hiptalamus anterior. Perbedaan antara pengukuran suhu di aksilla dan oral maupun rektum.
Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,50C; suhu rectal lebih tinggi daripada
suhu oral.
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen sendiri
dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen
yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen
endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosingfactor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen
endogen adalah monosit, limfosit dan neutrofil. Seluruh substansi di atas menyebabkan sel-
sel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel kupfeer) membuat sitokin yang

38
bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang
merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting.
Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local dan berhasil
memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α,
interferon β serta interferon γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya
demam.Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP)
dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu
pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2.
Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim
siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam pada
tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus.
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1
(COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform berbeda distribusinya pada jaringan
dan juga memiliki fungsi regulasi yang berbeda.COX-1 merupakan enzim konstitutif yang
mengkatalis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada
selaput lender traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan
COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis
atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang merupakan
mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada, bahwa COX-1 mengkatalis
pembentukan prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi
fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang menyebabkan
radang.
Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang menyebabkan demam.
Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan
serotonin dan norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen
endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini
akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan prostaglandin di susunan saraf
pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan
dengan suhu thermostat.

DASAR-DASAR SISTEM IMUN


Imunitas adalah daya tahan tubuh untuk melawan penyakit melawan infeksi. Semua
sel dan molekul yang terlibat dalam imunitas tubuh, merupakan suatu kesatuan fungsional
disebut sistem imun. Tanggap (respon) terhadap substansi asing yang masuk ke dalam
tubuh, secara kolektif disebut respon imun. Definisi spesifik, imunitas adalah reaksi untuk
melawan substansi asing yang masuk ke dalam tubuh seperti mikroorganisme (bakteri,

39
virus, parasit) & molekul besar (protein, polisakharida). Reaksi yang terjadi meliputi reaksi
seluler dan molekul.
Manfaat imunologi untuk kesehatan / kedokteran adalah sistem imun dapat
dimanipulasi agar fungsi sistem imun dapat dikontrol untuk melawan penyakit. Manipulasi
sistem imun dapat dilakukan dengan: memanipulasi antigen asing yang masuk – vaksinasi,
memanipulasi pertemuan substansi asing dengan sel/molekul sistem imun – imunoterapi.
Contoh : vaksinasi terhadap smallpox oleh Edward Jenners (1758). Observasi Jenners pada
pemerah susu yang menderita smallpox setelah sembuh jarang/tidak pernah terkena
smallpox untuk kedua kalinya. Suntikkan cairan dari lesi cowpox ke anak umur 8 tahun
beberapa minggu. Setelah selesai, anak tersebut diinfeksi virus smallpox tidak sakit (kebal
terhadap smallpox).
Metode Jenners disebut vaksinasi (vaccine – dari sapi) metoda vaksinasi dipakai
secara luas untuk menginduksi imunitas terhadap bermacam-macam penyakit.
Reaksi imun in vitro dan in vivo dapat dimanfaatkan untuk: diagnosis & terapi penyakit
infeksi dan/atau terpapar toksin. Contoh: antibodi terhadap virus/bakteri dalam darah dipakai
sebagai indikator perkembangan penyakit. Antibodi terhadap toksin/bisa digunakan untuk
mengobati penderita terpapar toksin/bisa i.e pasien digigit ular, dsb.
Komponen imunitas tubuh :
1. Innate/natural immunity
a. imunitas yang sudah ada sejak fetus/dilahirkan.
b. bersifat nonspesifik dan imunitas nonspesifik
c. berperan sebagai garis pertahanan pertama terhadap invasi substansi asing ke
dalam tubuh.
2. Acquired/adaptive immunity
a. imunitas yang didapat
b. bersifat spesifik dan imunitas spesifik
c. berkembang karena diinduksi/distimulasi oleh intervensi substansi asing yang masuk
ke dalam tubuh.
d. substansi asing yang menginduksi imunitas spesifik disebut antigen.
Patogen (infectious agents) bila mengintervensi tubuh mula-mula akan berhadapan
dengan elemen sistem imun natural (innate). Bila sistem imun natural dapat dirusak,
patogen akan berhadapan dengan sistem imun adaptif dan bereaksi secara spesifik untuk
mengeliminasi & menghancurkan patogen. Sistem imun adaptif menghasilkan imun memori
dan memberi reaksi sejenis yang lebih baik pada infeksi/intervensi patogen yang sama
berikutnya.
Elemen/unsur yang terlibat dalam innate immunity. Permukaan luar tubuh antara lain
epidermis kulit adalah barier efektif untuk mencegah penetrasi mikroorganisme, mukosa

40
nasofaring, saluran pencernaan, saluran pernafasan dan genitourinarius dilengkapi barier
fisik (silia) dan kimia (enzim) untuk melawan/ mengham bat masuknya mikroorganisme.
Fagosit: sel yang memfagosit mikroorganisme/partikel yang melewati epitel dan sistem
retikuloendotelial dan diproduksi oleh sel-sel primordia (stem cells) dalam sumsum tulang:
sel makrofag dalam jaringan, netrofil & monosit dalam darah. Sel NK & leukosit yg dapat
mengenali perubahanperubahan permukaan sel yg diinfeksi virus & NK akan berkontak
(bind) dan membunuh sel terinfeksi.
Soluble factors. Interferon & protein diproduksi sel terinfeksi virus & limfosit akan
mengaktifkan sel NK & menginduksi resistensi sel yang berdekatan dengan sel terinfeksi.
komplemen dan protein serum aktifasi komplemen dpt menyelubungi bakteri sehingga
menarik (ready) utk difagosit & opsonosasi.menyebabkan lisis membran sel bakteri disebut
lytic pathway.
Inflamasi adalah reaksi respon tubuh terhadap injury (cedera) karena invasi
mikroorganisme/partikel asing atau jejas lain. Reaksi inflamasi menyebabkan elemen sistem
imun dikerahkan ke situs infeksi. Reaksi inflamasi meliputi: (1) Peningkatan suplai darah ke
tempat infeksi. (2) Peningkatan permeabilitas kapiler darah karena retraksi endotel kapiler
darah dan menyebabkan molekul besar (protein serum) keluar menuju ke tempat infeksi. (3)
Leukosit terutama neutrofil dan monosit keluar dari kapiler menuju ke situs infeksi karena
chemotaksis. Tanda-tanda inflamasi: rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor
(sakit), functio laesa (kehilangan fungsi) jaringan yang terinfeksi. Specific/acquired immunity
Imunitas yang didapat karena induksi & pemaparan (exposure) pada substansi asing
(antigen). Sifat dasar imunitas spesifik antara lain menghasilkan “immune memory” yang
memberi respon lebih efektif pada infeksi yang sama berikutnya prinsip dasar vaksinasi,
menghasilkan respon yang fokus pada antigen yang menginvasi tubuh dan
mengeliminasinya dan meningkatkan kapasitas protektif innate immunity.
Imunitas spesifik diperankan oleh 2 sistem imun: (1) Imunitas humoral yaitu
dibawakan oleh molekul (protein) serum yang mengenal dan mengeliminasi antigen bebas
(tidak terikat/bukan bagian) sel yang disebut antibodi yang mengikat dan bereaksi dengan
antigen secara spesifik. (2) Imunitas seluler (cell mediated immunity) adalah dibawakan oleh
sel limfosit T, mengenal antigen dipermukaan sel atau antigen nonself dan menghancurkan
sel yang mengekspresikan antigen tersebut. Antibodi dan limfosit T spesifik dapat ditransfer
secara pasif ke individu yang belum imun (naive) disebut imunisasi pasif. Respon humoral
dan seluler terhadap stimulasi antigen mempunyai ciri/sifat yang mendasar (fundamental).
(1) Specificity: respon imun adalah spesifik terhadap antigen tertentu. Antibodi atau limfosit
dapat mengenal bagian dari protein komplex atau molekul besar lainnya. Bagian molekul
yang dikenali antibodi atau limfosit secara spesifik disebut determinan atau epitop. (2)
Diversity: tubuh manusia mempunyai sistem imun yang berpotensi mengenal antigen di

41
lingkungan hidupnya. Limfosit yang mempunyai spesifisitas terhadap antigen di dlm tubuh
seluruhnya disebut “lymphocyte repertoire” yang diperkirakan dapat mendeferensiasi 109
determinan. Bila suatu limfosit terinduksi antigen dan limfosit akan berproliferasi membentuk
satu klon spesifik disebut “clonalselection theory”. (3) Memory: Respon imun terhadap
antigen akan meningkat efektifitasnya apabila terpapar/bertemu antigen yang sama untuk
kedua kali dan seterusnya yang disebut “immunological momory” &diperankan oleh
“memorycells”. (4) Self limitation: respon imun yang normal akan menurun dan menghilang
beberapa waktu setelah stimulasi dihentikan. (5) Descrimination of self from nonself: dapat
membedakan antigen asing dari komponen sendiri. Limfosit akan bereaksi terhadap
stimulasi antigen asing tetapi tidak memberi respon pada molekul & komponen sendiri
disebut toleransi imun (immunetolerance). Kegagalan toleransi imun pada komponen sendiri
yang kelainan/penyakit autoimun dapat menimbulkan konsekuensi patologi tertentu.
Organ-organ yang terlibat dalam sistem imun. Organ-organ dalam sistem imun
dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan fungsinya dlm sistem imun yaitu organ limfoid
primer (sentral) dan organ limfoid sekunder (periferal). Limfosit imatur akan mengalami
maturasi sehingga menjadi matur didalam organ limfoid primer akan menjadi sel
imunokompeten. Pada mamalia organ limfoid primer adalah sumsum tulang (bone marrow)
untuk maturasi sel B dan timus untuk maturasi sel T. Organ limfoid sekunder yang
mengambil antigen dari jaringan atau dari darah (sirkulasi) & memberi tempat sel
imunokompeten untuk berinteraksi secara efektif dengan antigen. Limfonodus mengkoleksi
antigen dari cairan intraseluler jaringan. Lien (limpa/spleen) menyaring antigen dalam darah
& sirkulasi sehingga dapat merespon infeksi sistemik. Mucosa associated lymphoid tissue
(MALT) pada traktus respiratorius, digestivus, genitourinarius (Peyer’s patch, tonsil, adenoid)
menangkap Ag yang masuk via membran mukosa. Sel-sel yang terlibat dalam sistem imun
spesifik. Semua sel dalam sistem imun (spesifik) berasal dari “stem cells” yang pluripoten di
dalam sumsum tulang (bone marrow), berkembang melalui proses hematopoeisis.
Terbagi dalam 2 jalur diferensiasi yaitu jalur mieloid yang memproduksi fagosit dan
sel-sel lain dan jalur limfoid yang memproduksi limfosit. Fagosit dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu monosit (fagosit yang dapat meninggalkan sistem vaskuler & berubah menjadi fagosit
jaringan dan makrofag) dan polimorfonukleus (neutrofil, basofil & eosinofil). Limfosit
diproduksi dalam sumsum tulang, beredar dalam sirkulasi dan sistem limfoid & menempati
organ-organ limfoid. Limfosit berinteraksi & mengenal antigen melalui reseptor antigen
dipermukaan selnya. Ada 2 macam limfosit : limfosit B & limfosit T yang dibedakan
berdasarkan marka protein membran sel CD3 pada sel T ; CD11 pada sel B. Limfosit B yang
diproduksi & berkembang dalam sumsum tulang. Mempunyai reseptor antigen mol. Ab yang
terfiksasi membran sel pada Ch terminalnya. Bila sel B naive kontak dengan Ag, sel B
berproliferasi & berdiferensiasi menjadi sel B memori yang mensekresi Ab spesifik, disebut

42
sel plasma. Limfosit T Berkembang dari stem cells dalam sumsum tulang, bermigrasi ke
dalam timus dan berdiferensiasi menjadi sel T matur. Sel T matur mengekspresikan “antigen
binding protein” dipermukaan selnya, disebut reseptor sel T (TCR) terdiri dari 2 protein
subunit atau, dihubungkan oleh ikatan disulfida. TCR mengenal Ag dipermukaan sel yang

berproliferasi & berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel efektor. Subpopulasi sel T : Sel
T helper (TH) & sel T sitotoksik (T
CD4 pada TH dan CD8 pada TC. TH setelah kontak dengan Ag berubah menjadi efektor
yang mensekresi sitokin (limfokin) yang mengaktifkan sel B, TC , sel-sel fagosit dan efektor
lainnya. TC setelah kontak dengan Ag berubah menjadi efektor yang memediasi reaksi
sitotoksik yang membunuh/melisis sel yang mengekspresikan Ag yaitu sel terinfeksi virus,
sel terinfeksi mikroorganisme intrasel, sel tumor dan sel alograf.
Antigen Precenting Cells (APC) adalah sistem imun humoral & seluler diaktifkan oleh
TH yang mengenal Ag dipermukaan sel berasosiasi dengan MHC. Ag dipresentasikan oleh
antigen presenting cells (APC) yaitu makrofag, limfosit B, sel-sel dendritik. APC mengambil
Ag dengan fagositosis atau endositosis mengekspresikannya kembali dalam bentuk fragmen
antigen yang berasosiasi dengan MHC (HLA).
Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah protein membran sel, diekspresikan
oleh kelompok gen (gene cluster) yang terangkai sempurna (tight linkage). Produk MHC
berperan penting dalam pengenalan Ag antar sel dan diskriminasi self dari nonself untuk
menentukan kompatibilitas jaringan antar individu dalam satu spesies yang disebut
transplantation antigen. Pada sistem imun MHC berpengaruh pada kreasi respon humoral
dan seluler (cell mediated) sel TH & TC mengenal Ag yang berasosiasi dengan molekul

berimplikasi pada suseptibilitas thd penyakit & autoimun. MHC adalah kumpulan gen (gene
array); pada manusia terletak pada khromosom 6 disebut kompleks HLA, pada tikus terletak
pada khromosom 17 disebut kompleks H2. HLA mengkode 3 macam molekul : HLA klas I,
klas II & klas III. HLA klas I dikode oleh regio A, B dan C HLA klas II dikode oleh regio DP,
DQ, DR. Setiap regio mempunyai alel yang sangat majemuk dan mempunyai variasi sangat
besar, meskipun pada saudara sekandung. Molekul HLA klas I mempresentasikan Ag yang
dikenal TC yang terdapat pada semua sel berinti. Molekul HLA klas II mempresentasikan Ag
yang dikenal TH yang terdapat pada antigen presenting cells (APC) yaitu makrofag, sel
dendritik, limfosit B, dll.
Imunitas humoral adalah diperankan oleh antibodi, protein yang terdapat dalam
serum & cairan tubuh mamalia yang merupakan fraksi dari globulin disebut imunoglobulin
(Ig). Diproduksi dan disekresikan oleh limfosit B yang distimulasi antigen (sensitized B
lymphocytes) sehingga berubah menjadi sel plasma. Berfungsi sebagai efektor untuk

43
mengikat antigen yang bebas (tidak terikat atau merupakan bagian sel), menetralkan atau
mengeliminasinya dari dalam tubuh. Molekul Ig terdiri dari protein BM 150.000., disusun oleh
4 subunit yaitu 2 rantai H (heavy chain) masing-masing berpasangan dengan (2) rantai L
(light chain). Setiap subunit dihubungkan dengan pasangan (komplemennya) oleh ikatan
disulfida. Terbagi atas: domain V yang bagian aminoterminal, bervariasi & menentukan
spesifisitas Ig terhadap Ag. Bag. Ujung (aminoterminal) bermodifikasi & berfungsi sebagai
“antigen binding site”. domain C yang konstan, identik pada Ig sejenis. Variasi molekul
imunoglobulinDitentukan oleh determinan pada molekul Ig, apabila molekul Ig digunakan
sebagai antigen (imunogen) untuk menginduksi pembentukan anti Ig (antibodi). (1) Variasi
isotip yang ditentukan determinan isotip dan determinan pada domain Ch dan Cl yang
membedakan Ig dalam/antar spesies. (2) Variasi alotip yang ditentukan oleh perbedaan as.
Amino rantai H dan rantai L yang dikode oleh alel yang berbeda dan diekspresikan oleh
individu dalam satu spesies. (3) Variasi idiotip – ditentukan oleh variasi Vh dan Vl yang
membentuk Ag binding site dan menentukan spesifisitas Ig terhadap Ag.
Ada 5 klas Ig pada semua spesies (isotip), ditentukan oleh rantai H yang
mengkonstruksinya IgG – bagian terbesar Ig dalam serum normal, meliputi 70 – 75% total
Ig. Terdistribusi intra dan ekstravaskular. Antibodi dominan pada respon imun sekunder,
terutama sebagai anti-toxin. IgM – meliputi 10% total Ig. Berbentuk pentamer, terdistribusi
intravaskular, Sebagai antibody predominan pada respon awal (“early response”) infeksi
mikroorganisme. IgA – meliputi 15 – 20% total Ig. Berbentuk dimer dilengkapi “secretory
component”, disebut sIgA Predominan pada sekret seromukosa seperti saliva, sekret
tracheobronkhial, genitourinarius dll. IgD – Kurang dari 1% total Ig. Imunoglobulin yg
terfiksasi pada membran sel limfosit B. Berfungsi sebagai Ag reseptor & menstimulasi
deferensiasi sel B menjadi sel plasma. IgE – Mempunyai proporsi sangat kecil, berasosiasi
pada permukaan basofil dan sel mast. Berperan pada imunitas thd parasit (helminthes) dan
penyakit hipersensitivitas seperti asma.
Respon imun berlangsung dalam beberapa fase yaitu (1) fase kognitif: pengenalan
antigen dengan pengikatan (binding) antigen pada reseptor spesifik di permukaan limfosit.
limfosit B yang mengikat Ag pada Ig permukaan. limfosit T yang mengikat fragmen Ag –
MHC (HLA) pada TCR. (2) Fase aktifasi yaitu limfosit berproliferasi dan expansi klonal dari
limfosit spesifik terhadap antigen tersebut. Limfosit berdiferensiasi, limfosit B yang secreting
cells (sel plasma) dan Ab mengikat Ag bebas (soluble Ag). Limfosit T yang mediated killing
dan mengaktifkan makrofag membunuh mikroba intraseluler. Melisis sel yang
mengekspresikan Ag asing atau Ag virus. (3) Fase efektor: eliminasi dan/atau netralisasi Ag.
Memerlukan partisipasi sel-sel nonlimfoid dan secara kolektif disebut sel-sel efektor.
Kompleks Ag-Ab difagosit sel-sel polimorfonukleus & mononukleus (dalam sirkulasi).
Mengaktifkan sistem komplemen untuk melisis & fagosit mikroorganisme. Limfosit T

44
tersensitasi mensekresi sitokin dan mengaktifkan sitolisis & fagositosis. Kelainan / malfungsi
sistem imun. Sistem imun yang bekerja tidak normal dan memberi respon / reaksi tidak
normal yang menyebabkan konsekuensi patologi tertentu pada individu yang bersangkutan.
Reaksi hipersensitivitas yang respon berlebihan dan reaksi alergi. Dipicu overproduksi IgE;
kompleks IgE-Ag mengaktifkan sel mast mengalami degranulasi menghasilkan histamin dan
alergi. Autoimun yang mengenal komponen self sebagai Ag asing. Sistemik lupus
erimatosus Rematik dan Rhematoid arthritis, Diabetes tipe I, Rematik jantung.

Ex. Bayi lahir dengan kegagalan sintesis enzim adenosin deaminase (ADA) yang sistem
imun gagal bereaksi dengan hampir semua jenis Ag dan diisolasi dalam ruang steril yang
hanya dapat diatasi dengan terapi gen. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) yang
sel TH dirusak oleh infeksi HIV dan immune paralysis yang suseptibel terhadap infeksi
mikroorganisme, virus dan maligna.

PATOGENESIS PENYAKIT INFEKSI


Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen, dan bersifat
sangat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang saling
berinteraksi yaitu: faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia atau pejamu (host), dan
faktor lingkungan.
Dalam garis besarnya mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan
melalui dua cara: (1) Transmisi langsung, penularan langsung oleh mikroba patogen ke
pintu masuk yang sesuai dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan,
ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah
dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen. (2) Transmisi tidak langsung,
penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik berupa barang/bahan,
air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka akan berinterksi dengan
mikroba patogen yang secara alamiah akan melewati 4 tahap:
1) Tahap Rentan
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat namun peka atau
labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit seperti umur,
keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dan lain-lain. Faktor
predisposisi tersebut mempercepat masuknya mikroba patogen untuk berinteraksi
dengan pejamu.
2) Tahap Inkubasi

45
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai bereaksi, namun
tanda dan gejala penyakit belum tampak. Saat mulai masuknya mikroba patogen ke
tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit disebut inkubasi.
Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya, ada yang hanya
beberapa jam, dan ada pula yang bertahun-tahun.
3) Tahap Klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda
dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara
bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih
mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Jika bertambah parah, penderita sudah tidak
mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari.
4) Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu: (a) Sembuh
sempurna yaitu penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi
sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala. (b) Sembuh dengan cacat yaitu
penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat
berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial. (c) Pembawa atau carrier
yaitu perjalanan penyakit seolah–olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya
tanda dan gejalan penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab penyakit masih ada,
dan masih potensial sebagai sumber penularan. (d) Kronis yaitu perjalanan penyakit
bergerak lambat dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah. (e)
Meninggal dunia yaitu akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-
fungsi organ.

Sebagai agen penyebab penyakit, mikroba patogen memiliki sifat–sifat khusus yang
sangat berbeda dengan agen penyebab penyakit lainnya. Sebagai makhluk hidup, mikroba
patogen memiliki ciri–ciri kehidupan, yaitu: (a.) Mempertahankan kelangsungan hidupnya
dengan cara berkembang biak. (b.) Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi
kelangsungan hidupnya. (c.) Bergerak dan berpindah tempat.
Ciri–ciri kehidupan mikroba patogen tersebut di atas, merupakan sifat–sifat spesifik
mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya. Cara menyerang/invasi ke
pejamu/ manusia melalui tahapan sebagai berikut:
1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen hidup dan
berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda–benda lain).
2. Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya mekanisme
penyebaran.

46
3. Untuk masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba patogen memerlukan
pintu masuk (port d’entrée) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung, rongga
mulut, dan sebagainya.Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba
pathogen melalui port d’entrée sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing
– masing mikroba patogen berbeda–beda.
4. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang oleh mikroba
patogen, namun berbeda mikroba patogen secara selektif hanya menyerang
organ–organ tubuh tertentu dari pejamu/target organ.
5. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis dari mikroba
patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut.
a) Infeksivitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi, berkembang biak
dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu.
b) Patogenitas
Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.
c) Virulensi
Besarnya kemampuan merusak mirkoba patogen terhadap jaringan pejamu.
d) Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, di mana
toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit.
e) Antigenitas
Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan
tubuh/antibodi pada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba
patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena melemahnya respons
pejamu menjadi sakit.

PATOGENESIS KELAINAN CAIRAN TUBUH


Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan intravena (IV) dan
didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.

47
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam kedua kelompok besar yaitu cairan intraselular dan cairan
ekstraselular. Cairan intraselular adalah cairan yang berada di dalam sel seluruh tubuh
sedangkan cairan ekstraselular adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu cairan intravaskular (plasma), cairan interstitial dan cairan transelular. Cairan
intravaskular (plasma) adalah cairan didalam sistem vascular. Cairan interstitial adalah
cairan yang terletak di antara sel. Sedangkan cairan transelular adalah cairan sekresi
khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler dan cairan sekresi saluran cerna.
Tiga kategori umum yang menjelaskan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh (abnormalitas cairan tubuh) adalah volume, osmolitas dan komposisi.
Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraselular (ECF) dan
menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif yang
sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraselular (ECF).
Ketidakseimbangan osmotik terutama menpengaruhi cairan intraselular (ICF) dan
menyangkut bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang.
Gangguan osmotik pada umumnya berkaitan dengan hiponatremia sehingga nilai natrium
serum penting untuk mengenali keadaan ini. Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang
ekstraselular dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari
partikel-partikel yang aktif secara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan
komposisional.
1) Ketidakseimbangan volume
 Kekurangan volume cairan ekstraselular (ECF).
Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai cairan tubuh
isotonic, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama.
Kekurangan volume isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya
dipakai pakai untuk kondisi kehilangan air murni yang relatif mengakibatkan
hipernatremia.
 Cairan isotonis adalah cairan yang konsentrasi atau kepekatannya sama dengan
cairan tubuh, contohnya larutan NaCl 0,9%, larutan Ringer Lactat (RL).
 Cairan hipertonis adalah cairan yang konsentrasinya zat terlarut atau
kepekatannya melebihi cairan tubuh, contohnya larutan Dextrosa 5% dalam
NaCl normal, Dextrosa 5% dalam RL, Dextrose 5% dalam NaCl 0,45%.
 Cairan hipotonis adalah cairan yang konsentrasi terlarutnya atau kepekatannya
kurang dari cairan tubuh, contohnya larutan Glukosa 2,5%, NaCl 0,45%, NaCl
0,33%.

48
 Kelebihan volume cairan ekstraselular (ECF).
Kelebihan cairan ekstraselular dapat terjadi bila natrium dan air, kedua-duanya
tertahan dengan proporsi yang kira-kira sama. Dengan terkumpulnya cairan isotonik
yang berlebihan pada ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah ke
kompartemen cairan interstitial sehingga menyebabkan edema. Edema adalah
penumpukan cairan interstitial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau
generalisata.
2) Ketidakseimbangan osmolalitas dan perubahan komposisional
Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan
tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotic
dalam ECF maka kebanykan kasus hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah
hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium di dalam plasma dan hipernatremia
yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma. Pahami juga perubahan
komposisional di bawah ini:
 Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.
 Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama
dengan 5,5 mEq/L.
 Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali dan
ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.

PATOGENESIS GANGGUAN PASASE SALURAN


Gangguan pasase usus adalah gangguan yang terjadi pada proses pencernaan
dalam usus. Penyebabnya antara lain obstruksi lumen usus dan gangguan peristaltik.
Patofisiologi antara lain sistemik (hipovolemia, syok, oliguria dan gangguan elektrolit), perut
gembung (kelebihan cairan usus dan kelebihan gas dalam usus), serangan kolik (nyeri perut
berkala, mual/muntah, gelisah/menggeliat, hiperistaltik dan nada tinggi) dan halangan
pasase (obstipasi dan tidak ada flatus).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis,
parsial maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya
karsinoma atau pertumbuhan tumor dan perkembangannya lambat. Sebagian besar
obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi total halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap
hidup.

49
Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) non-mekanis (misalnya ileus paralitik atau ileus
adinamik), peristaltic usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) mekanis, terjadi obstruksi di dalam
lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi
mekanis selanjutnya digolongkan sebagai obstruksi mekanis simpleks (hanya terdapat satu
tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung-tertutup (sedikitnya terdapat 2 tempat obstruksi).
Obstruksi lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, sehingga tekanan intralumen
meningkat cepat dan mengakibatkan terjadinya penekanan pembuluh darah, iskemia dan
infark (strangulasi).
Terdapat kemiripan proses patofisiologis yang terjadi setelah obstruksi usus, tanpa
memandang penyebab osbtruksi yang disebabkan oleh mekanis atau fungsional.
Perbedaan utamanya adalah pada obstruksi paralitik, peristaltic dihambat sejak awal,
sedangkan pada obstruksi mekanis, awalnya peristaltic diperkuat, kemudian timbul
intermiten dan akhirnya menghilang.
Perubahan patofisiologi utama yang terjadi pada obstruksi usus. Dinding usus yang
terletak di sebelah proksimal dari segmen yang tersumbat secara progresif akan teregang
oleh penimbunan cairan dan gas (70% dari udara yang tertelan) dalam lumen. Distensi berat
pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah.
Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, sehingga tidak adanya
absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah dimulainya pengobatan merupakan penyebab utama kehilangan
cairan dan elektrolit. Pengaruh kehilangan ini adalah pengerutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok-hipotensi., berkurangnya curah jantung, berkurangnya perfusi
jaringan dan asidosis metabolic. Peregangan usus yang terjadi terus-menerus
mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh nekrosis, disertai dengan
absorbs toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.

PATOGENESIS GANGGUAN HEMODINAMIK DAN SHOCK


Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan
oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan vital atau
menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi akibat dehidrasi jika
kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau kehilangan darah ≥ 20% EBV
(estimated blood volume).
Secara umum, syok dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu:
(1.) Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang), (2.) Kardiogenik (pompa jantung

50
terganggu), (3.) Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung), (4.) Distributif (vasomotor
terganggu). Syok hipovolemikterjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat
perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space loss,
sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat. Beberapa
perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik adalah CO (cardiac
output) ↓, BP (blood pressure) ↓, SVR (systemic vascularresistance) ↑, dan CVP (central
venous pressure) ↓. Terapi syok hipovolemik bertujuan untuk restorasi volume intravaskuler,
dengan target utama mengembalikan tekanan darah, nadi, dan perfusi organ secara
optimal. Bila kondisi hipovolemia telah teratasi dengan baik, selanjutnya pasien dapat diberi
agen vasoaktif, seperti dopamine, dobutamine. Penanganan syok hipovolemik adalah
sebagai berikut: tentukan defisit cairan, atasi syok: cairan kristaloid 20 mL/kgBB dalam 1
jam, dapat diulang, sisa defisit: 50% dalam 8 jam pertama, 50% dalam 16 jam berikutnya,
cairan RL atau NaCl 0,9%, kondisi hipovolemia telah teratasi/ hidrasi, apabila produksi urin:
0,5 – 1 mL/ kgBB/jam.
Syok kardiogenik terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas miokardium,
sehingga jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung
yang adekuat. Disfungsi ini dapat terjadi pada saat sistolik atau diastolik atau dapat terjadi
akibat obstruksi pada sirkulasi jantung. Terapi syok kardiogenik bertujuan untuk
memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Beberapa perubahan hemodinamik yang
terjadi pada kondisi syok kardiogenik adalah CO↓, BP↓, SVR↑, dan CVP↑. Penanganan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok kardiogenik adalah sebagai berikut: infus cairan
untuk memperbaiki sirkulasi, inotropik, Apabila CO↓, BP↓, SVR↑, berikan dobutamine 5
μg/kg/min, pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus diberi obat yang berefek
inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine.
Syok obstruktif terjadi apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju jantung
(venous return) akibat tensionpneumothorax dan cardiac tamponade. Beberapa perubahan
hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif adalah CO↓, BP↓, dan SVR↑. Penanganan
syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan sumbatan; dapat dilakukan sebagai berikut:
pemberian cairan kristaloid isotonic untuk mempertahankan volume intravaskuler,
pembedahan untuk mengatasi hambatan/obstruksi sirkulasi.
Syok distributif apabila terdapat gangguan vasomotor akibat maldistribusi aliran
darah karena vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat
menunjang perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer dapat menyebabkan hipovolemia. Beberapa
syok yang termasuk dalam golongan syok distributif ini antara lain: syok anafilaktik. Syok
anafilaktik adalah syok yang disebabkan reaksi antigen-antibodi (antigen IgE). Antigen
menyebabkan pelepasan mediator kimiawi endogen, seperti histamin, serotonin, yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler disertai bronkospasme. Gejala

51
klinis dapat berupa pruritus, urtikaria, angioedema, palpitasi, dyspnea, dan syok. Terapi syok
anafilaktik: baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi), adrenaline: Dewasa 0,3-
0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC (larutan 1:1000), fungsi adrenaline:
meningkatkan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan tekanan darah
dan bronkodilatasi, pasang infus RL, kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/ kgBB IV
(intravena). Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline 5-6 mg/kgBB IV bolus
secara perlahan, dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit.
Syok Neurogenik. Umumnya terjadi pada kasus cervical atauhigh thoracic spinal
cord injury. Gejala klinismeliputi hipotensi disertai bradikardia.Gangguan neurologis akibat
syok neurogenikdapat meliputi paralisis flasid, reflexekstremitas hilang dan
priapismus.Penanganan syok neurogenik:resusitasi cairan secara adekuat, berikan
vasopressor, insufisiensi adrenal akut. Insufisiensi adrenal akut dapat disebabkanoleh
beberapa hal, seperti:Kegagalan adrenal gland: penyakitautoimun, adrenal hemorrhagic,
infeksi HIV,penggunaan ketoconazole dosis tinggi,meningococcemia, penyakit
granulomatous.Kegagalan hypothalamic/pituitary axis:efek putus obat dari terapi
glucocorticoid. Gejala klinisnya antara lain hiperkalemia,hiponatremia, asidosis,
hipoglikemia,azotemia prarenal. Kelompok pasien yangmemiliki risiko tinggi insufi siensi
adrenalakut adalah pasien dengan sepsis, penggunaanantikoagulan pasca CABG
(coronaryartery bypass graft), putus obat pada terapiglukokortikoid dalam jangka 12
bulan,HIV AIDS, tuberkulosis diseminata. Gejalaumumnya meliputi lemah,
mual/muntah,nyeri abdominal, hipotensi ortostatik,hipotensi refrakter terhadap
resusitasivolume atau agen vasopressor, dan demam.Terapi:Infus D5% atau NS untuk
mempertahankantekanan darah, Dexamethasone 4 mg IV, dilanjutkandengan 4 mg tiap 6
jam, Atasi faktor pencetus, Bila diagnosis telah pasti, dapat diberikan, hydrocortisone 100
mg setiap 8 jam atau infus kontinu 300 mg/24 jam, Ambil sampel darah, periksa elektrolit
dankortisol.

Syok Septik. Syok septik adalah sepsis yang disertaihipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg)
dantanda-tanda hipoperfusi meskipun telahdilakukan resusitasi cairan secara adekuat.Syok
septik merupakan salah satu penyebabkematian utama pada unit
perawatanintensif.Patofisiologi: Vasodilatasi akibat menurunnya SVR, Kebocoran kapiler
difus disebabkan peningkatan permeabilitas endothelial vaskuler yang menyebabkan
penurunan preload bermakna, sehingga berdampakperburukan perfusi jaringan.
Penanganan syok septik antara lain:Pemberian antibiotik, umumnya dengangolongan
spektrum luas, perbaiki dan mempertahankan hemodinamikdengan terapi berikut:terapi
cairan: meskipun syok septik, tergolong dalam syok hiperdinamik (terjadihipovolemi relatif
akibat vasodilatasi danhipovolemi absolut akibat kebocoran kapiler),cairan yang

52
direkomendasikan tetap cairankristaloid, vasopressor: norepinephrine, inotropik: dobutamine
dan oksigen.

PATOFISIOLOGI UDEM
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada praktek klinik sehari-hari
yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan
cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi
natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air dari intravascular ke interstitium.
Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler,
peningkatan permeabilitas kapiler atau peningkatan tekanan osmotik interstitial atau
penurunan tekanan osmotik plasma. Ginjal mempunyai peran sentral dalam
mempertahankan homeostatis cairan tubuh dengan kontrol volume cairan ekstraselular
melalui pengaturan ekskresi natrium dan air. Hormon antidiuretik disekresikan sebagai
respon terhadap perubahan dalam volume darah, tonisitas dan tekanan darah untuk
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
Konsep Volume Darah Arteri Efektif (VDAE) merupakan hal penting dalam memahami
mengapa ginjal menahan natrium dan air.VDAE didefinisikan sebagai volume darah arteri
yang adekuat untuk mengisi keseluruhan kapasitas pembuluh darah arteri.VDAE yang
normal terjadi pada kondisi dimana rasio curah jantung terhadap resistensi pembuluh darah
perifer seimbang.VDAE dapat berkurang pada kondisi terjadi pengurangan volume darah
arteri (perdarahan, dehidrasi), penurunan crah jantung (gagal jantung) atau peningkatan
capacitance pembuluh darah arteri (sepsis, sirosis hepatis) sehingga VDAE dapat berkurang
dalam keadaan volume darah actual yang rendah, normal atau tinggi. Pada orang normal,
pembebanan natrium akan meningkatkan volume ekstraselular dan VDAE yang secara
cepat merangsang natriuresis untuk memulihkan volume tubuh normal.

NEOPLASMA
Definisi
Neoplasma secara harafiah berarti pertumbuhan baru adalah massa abnormal dari
sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya
adalah sel-sel normal, namun selama mengalami perubahan neoplastik mereka
memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang
tidak terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung
pada pegawasan homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya. Pertumbuhan sel
neoplastik biasanya progresif, yaitu tidak mencapai keseimbangan tetapi lebih banyak

53
mengakibatkan penambahan massa sel yang mempunyai sifat-sifat yang sama. Neoplasma
tidak melakukan tujuan yang bersifat adaptasi yang menguntungkan hospes tetapi lebih
sering membahayakan. Akhirnya, oleh karena sifat otonom sel neoplastik, walaupun
rangsangan yang menyebabkan neoplasma telah dihilangkan, neoplasma terus tumbuh
dengan progresif.
Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semula istilah
tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan dan kadang-
kadang istilah tumor sejati dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan
lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya ada yang jinak, ada pula
yang ganas. Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma
ganas dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker.
Sifat-sifat Neoplasma
Neoplasma Jinak
Neoplasma jinak adalah peristiwa local semata. Sel-sel yang berproliferasi yang merupakan
neoplasma cenderung sangat kohesif, sehingga waktu massa sel neoplastik itu tumbuh,
terjadi perluasan massa secara sentrifugal dengan batas yang sangat nyata. Karena sel-sel
yang berproliferasi tidak saling meninggalkan, tepi neoplasma cenderung bergerak ke luar
dengan bebas sambil mendesak jaringan yang berdekatan. Dengan demikian, neoplasma
jinak mempunyai kapsul jaringan ikat padat yang memisahkan neoplasma dari sekelilingnya.
Neoplasma jinak tidak menyebar ke tempat yang jauh. Laju pertumbuhan neoplasma jinak
sering agak lamban dan beberapa neoplasma tampaknya tidak berubah dan kurang lebih
tetap pada ukuran yang stabil selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Neoplasma Ganas
Banyak sifat neoplasma ganas yang sangat berlawanan dengan sifat-sifat neoplasma jinak.
Neoplasma ganas umumnya tumbuh lebih cepat dan hamper selalu tumbuh secara
progresif, jika tidak dibuang. Sel neoplasma ganas tidak memiliki sifat kohesif, akibatnya
pola penyebaran neoplasma ganas sering kali tidak teratur. Neoplasma ganas cenderung
tidak berkapsul dan tidak seperti sel jinak, biasanya tidak mudah dipisahkan dari sekitarnya.
Neoplasma ganas bersifat menyerbu masuk ke daerah sekitar dan bukan mendesak ke
samping. Sel-sel ganas apakah dalam bentuk kelompok, benang atau tunggal, kelihatannya
mencari jalan melalui jaringan sekitarnya dengan cara destruktif. Sel-sel neoplasma ganas
yang berproliferasi mampu melepaskan diri dari tumor induk (tumor primer) dan memasuki
sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain. Jika tersangkut, sel-sel kanker embolik semacam
ini mampu keluar dari pembuluh, melanjutkan proliferasi dan membentuk tumor sekunder.
Satu fokus kanker primer dapat menimbulkan banyak fragmen embolik yang selanjutnya
dapat membentuk lusinan atau bahkan ratusan nodul sekunder di tempat yang sangat jauh
dari fokus primer. Proses terputusnya penyebaran neoplasma ganas disebut metastasis dan

54
anak fokus atau daerah pertumbuhan sekunder disebut daerah metastasis. Jadi,
membedakan kanker atau neoplasma ganas dari yang bukan kanker atau neoplasma jinak
dapat dilihat dari kemampuannya menginvasi jaringan normal dan membentuk metastasis.
Neoplasma jinak tidak memiliki satu pun kemampuan ini.
Patogenesis Kanker
Mekanisme Umum
Gen bertugas mengatur pembentukan protein melalui proses transkripsi dan tranlasi serta
hanya terekspresi jika menghasilkan protein. Proses pertumbuhan dan diferensiasi sel juga
tak kalah penting karena menentukan ekspresi gen; kedua prose situ berwenang
menghidupkan dan mematikan gen. Kanker dicetuskan oleh kerusakan informasi proto-
onkogen dan gen supresor yang menyebabkan cetakan protein berubah dari program
semula, sehingga transkripsi dan translasi gen menjadi keliru, melahirkan protein abnormal
yang lepas dari kendali pengaturan normal. Akibatnya pertumbuhan sel menjadi tidak teratur
dan diferensiasi sel pun tak lagi terkendali. Sebagian besar transformasi gen disebabkan
oleh karsinogen terutama karsinogen kimiawi.
Karsinogen harus merupakan mutagen artinya zat yang dapat menimbulkan mutasi gen. ada
beberapa jenis karsinogen: (1) karsinogen kerja langsung, umunya tidak stabil atau cepat
rusak, sehingga tidak banyak berperan dalam karsinogenesis, (2) pro-karsinogen
merupakan karsinogen proximate tak aktif, berperan sangat besar dan dimetabolisme di
dalam tubuh menjadi (3) karsinogen ultimate yang sangat reaktif. Karsinogen ultimate
masuk ke inti sel dan bereaksi dengan DNA, membentuk senyawa kompleks DNA
karsinogen yang mampu mengubah atau merusak transkripsi atau translasi genetik.
Tahap Karsiogenesis
Karsinogen terdiri atas beberapa tahap, sedikitnya ada tiga yaitu: inisiasi, promosi dan
progresi. Pada inisiasi, sel normal berubah menjadi sel pra-maligna. Reaksi karsinogen
dengan DNA menyebabkan amplifikasi gen dan produksi berbagai gen. Pajanan karsinogen
satu kali saja sudah cukup menyebabkan kerusakan permanen dan nirpulih. Di tahap ini,
ekspresi gen belum mengalami perubahan. Promosi dicetuskan oleh promoter, zat non
mutagen yang tidak menimbulkan amplifikasi gen tetapi dapat meningkatkan reaksi
karsinogen. Promoter yang umum dikenal adalah ester forbol, tersusun atas TPA
(tetradekanoil forbol asetat) dan RPA (12-retinoil forbol asetat); promotor ini terkandung
dalam minyak kroton. Sifat-sifat promotor antara lain: mengikuti kerja inisiator, perlu
dipajankan berkali-kali, dapat reversible, dapat mengubah ekspresi gen contohnya
hyperplasia, induksi enzim dan induksi diferensiasi. Promosi pun berlanjut ke tahap progresi;
dalam tahap ini terjadi aktivasu, mutasi atau kehilangan gen serta perubahan benigna
menjadi pra-maligna dan maligna.

55
Ada beberapa teori karsinogenesis untuk menerangkan pencetus kanker antara lain teori
mutasi somatik, teori epigenetik (penyimpangan diferensiasi sel, teori aktivasi virus dan teori
seleksi sel.
Faktor Genetik
Dari sudut pandang genetik, kanker merupakan manifestasi peningkatan dan/atau
penurunan aktivitas sejumlah kelompok gen yang menyebabkan kerusakan transkripsi gen.
proto-onkogen mewakili kelompok pertama; aktivasinya melahirkan onkogen. Gen supresor
tumor mewakili kelompok kedua; inaktivasinya member kesempatan bagi sel tumor untuk
tumbuh. Gen modulator, sebagai kelompok ketiga dapat mempengaruhi ekspresi
karakteristik gen yang berdampak terhadap penyebaran kanker.
Tubuh akan berupaya memperbaiki kerusakan transkripsi gen meski ada kemungkinan
bahwa kerusakan bersifat nirpulih. Bila dapat diperbaiki sempurna, akan terbentuk sel baru
yang normal pada replikasi sel berikutnya; sebaliknya bila perbaikan tidak sempurna,
terbentuk sel baru yang defektif, mengalami mutasi atau transformasi yang lambat laun
menjadi sel kanker.
Proto-onkogen
Proto-onkogen sebenarnya adalah gen normal yang banyak berperan dalam regulasi
proliferasi sel. Mutasi membuatnya berubah mnejadi onkogen. Sebagai contoh, gen ras
merupakan proto-onkogen yang secara normal menyandi protein yang berguna untuk
mengatur transduksi sinyal. Mutasi gen rasa tau dikenal sebagai ras D, merupakan onkogen
penyandi protein yang merangsang pertumbuhan berlebih atau tidak terkendali. Aktivasi
proto-onkogen menjadi onkogen biasanya disebabkan oleh mutasi gain of function.
Setidaknya terdapat 3 mekanisme perubahan proto-onkogen menjadi onkogen yakni mutasi
noktah, amplifikasi gen dan pengaturan ulang kromosom. Sedangkan onkogen pada
prinsipnya merupakan proto-onkogen mutan yang berperan mengatur pertumbuhan atau
pembelahan sel.

PATOGENESIS PENYAKIT GENETIK


Penyakit genetik memiliki berbagai variasi. Penyakit genetik tunggal, saat ini
diketahui terdapat lebih dari 3000 penyakit gen tunggal yang berbeda-beda. Semua jaringan
dan system organ dapat terkena oleh penyakit gen tunggal dan penyakit ini dijumpai pada
sekitar 1% dari kelahiran hidup. Karena itu, para penyedia layanan kesehatan di segala
bidang spesialisasi akan menemukan penyakit-penyakit gen tunggal.
Penyakit dominan autosomal, merupakan penyakit yang diekspresikan baik oleh
heterozigot maupun homozigot. Orang yang homozigot untuk alel yang bermutasi umumnya

56
memperlihatkan fenotipe yang lebih ekstrim. Penyakit dominan autosomal umumnya
memiliki ekspresivitas yang bervariasi dalam keparahan fenotipe.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mampu memiliki dan mewariskan suatu alel
dominan autosomal. Tidak ada generasi yang terlewatkan yaitu apabila seseorang memiliki
suatu sifat dominan autosomal maka salah satu orang tuanya juga harus memiliki sifat
tersebut kecuali apabila terjadi penurunan penetrasi. Transmisi vertical juga jelas, dari orang
tua kepada anak. Karakteristik umum lain yang juga penting pada pewarisan dominan
autosomal adalah bahwa semua keturunan dari pasien dengan penyakit dominan autosomal
adalah bahwa semua keturunan dari pasien dengan penyakit dominan autosomal akan
memiliki probabilitas 50% terjangkit penyakit yang sama.
Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari setiap 200 orang mengidap penyakit dominan
autosomal, walaupun masing-masing penyakit itu sendiri relatif jarang dalam populasi
umum.
Neurofibromatosis 1 (NF 1) mengenai sekitar 1 dari 3000 sampai 1 dari 5000 orang dan
merupakan salah satu penyakit dominan autosomal yang paling sering. Gen NF1 terletak di
kromosom 17 dan mengkode suatu protein (neurofibromin) yang bekerja menekan tumor.
Gambaran klinis NF1 mencakup bercak café-au-lait (bercak kulit iperpigmentasi), nodus-
nodus jinak di iris (nodus Lisch), neurofibroma (tumor jinak saraf perifer), glioma optic,
hipertensi dan bahkan tumor ganas.
Sindrom Marfan mengenai sekitar 1 dari 10.000 orang Amerika Utara dan
disebabkan oleh suatu mutasi di kromososm 15, di sebuah gen yang mengkode protein
jaringan ikat, fibrilin. Protein ini ditemukan di lensa, periosteum dan aorta. Gambaran klinis
penyakit ini antara lain adalah kelainan tulang, mata dan kardiovaskular. Karakteristik fisik
mencakup lengan dan tungkai yang sangat langsing dan panjang, skoliosis, pektus
karinatum (“pigeon chest”) dan jari tangan yang panjang dan kurus.
Penyakit Huntington, merupakan suatu penyakit dominan autosomal, terjadi akibat
ekspansi ulangan nukleotida triplet.
Penyakit resesif autosomal, merupakan penyakit yang umumnya tampak pada orang
yang homozigot untuk alel yang mengalami mutasi sedangkan heterozigot jarang
memperlihatkan fenotipe penyakit. Pewarisan resesif autosomal memiliki beberapa
persamaan dengan pewarisan dominan autosomal yaitu laki-laki dan perempuan sama
seringnya terkena. Namun terdapat terdapat perbedaan di antara kedua tipe pewarisan ini.
Sebagai contoh, apabila dua individu, keduanya heterozigot (Cc) untuk gen tertentu, kawin,
keduanya tidak mengekspresikan sifat resesif tetapi berfungsi membawa alel resesif
tersebut. Keturunan mereka mungkin CC, Cc atau cc . karena itu, risiko munculnya cc
adalah 25% atau probabilitas seperempat. Heterozigot untuk suatu penyakit gen resesif jauh
lebih sering dijumpai dalam populasi daripada individu homozigot untuk penyakit resesif

57
tersebut. Penyakit reseif autosomal sering timbul akibat perkawinan antara anggota keluarga
(konsanguinitas).
Fibrosis kistik (FK) adalah salah satu penyakit genetik yang paling sering pada
populasi Kaukasia, mengenai sekiatr 1 dari 3300 orang. Frekuensi pembawa sifat penyakit
ini cukup tinggi yaitu sekitar 1 dari 25 orang. FK adalah penyakit akibat gangguan
transportasi ion klorida melewati membrane sel yang menyebabkan sekresi menjadi kental
dan lengket. Penyakit ini terdiagnosis pada tahun pertama kehidupan. Gen cystic fibrosis
transmembrane conductance regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7.
Anemia sel sabit (ASS) adalah suatu penyakit yang mengenai hemogloin dan
mengenai sekitar 1 dari 400 sampai 1 dari 600 orang Amerika keturunan Afrika. Homozigot
pada alel mutan menyebabkan timbulnya penyakit sel sabit, sedangkan heterozigot
menimbulkan sifat sel sabit. Gambaran klinis ASS adalah anemia, gangguan tumbuh
kembang pada bayi, nyeri pada ekstremitas akibat oklusi kapiler, splenomegali dan infeksi
berulang.
Fenilketonuria (PKU) mengenai sekitar 1 dari 10.000 orang Kaukasian. PKU
dianggap sebagai suatu kelainan bawaan metabolisme. Fenilalanin adalah asam amino
esensial yang diperlukan untuk tumbuh kembang normal. Fenilalanin diuraikan oleh enzim
fenilalanin hidroksilase (PAH). Proses ini penting karena peningkatan kadar fenilalanin
dalam darah menyebabkan kerusakan saraf. Individu dengan PKU mutasi di gen PAH
sehingga kadar fenilalanin sangat meningkat. Apabila tidak segera dikoreksi, kadar yang
sangat tinggi ini dapat menyebabkan retardasi mental berat.
Gangguan terkait Seks, merupakan gangguan yang berhubungan oleh kromosom X
dan Y. Gangguan yang dikode oleh kromosom X disebut terkait-X dan gangguan yang
dikode oleh kromosom Y disebut terkait-Y. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Pada laki-laki homozigot yang diperlukan hanya satu salinan gen mutan untuk
mengekspresikan penyakit, sedangkan pada perempuan diperlukan dua salinan gen mutan
untuk mengekspresikan penyakit. Inaktivasi-X yang tidak seimbang dapat menyebabkan
timbulnya gejala pada perempuan. Ibu pembawa sifat dan ayah normal akan menghasilkan
putra dengan probabilitas 50% pengidap penyakit dan putri dengan probabilitas 50%
pembawa penyakit. Semua perempuan yang terlahir dari ayah yang mengidap penyakit dan
ibu normal akan menjadi pembawa penyakit. Tidak ada pewarisan dari ayah ke putra.
Distrofi otot Duchene (DOD) merupakan bentuk distrofi otot yang paling parah dan
mengenai sekitar 1 dari setiap 3500 laki-laki ditandai dengan menyusutnya secara progresif
otot rangka. Gangguan resesif terkait-X lainnya yaitu Hemofilia A di seluruh dunia mengenai
hamper 1 dari setiap 10.000 laki-laki. Hemofilia A ditandai dengan defisiensi faktor VIII,
suatu protein penting dalam proses pembenkuan darah. Pasien memperlihatkan
pemanjangan waktu perdarahan (bleeding time).

58
Pola pewarisan Non-Mendelian antara lain pewarisan mitokondria, genomic
inprinting dan ekspansi pengulangan triplet.
Kelainan kromosom merupakan kelainan genetic yang proporsinya cukup bermakna,
dijumpai pada hamper 1 dari setiap 150 kelahiran hidup. Pada kenyataannya, kelainan
kromosom adalah penyebab utama abortus spontan (keguguran). Kelainan kromosom dapat
bersifat structural atau berkaitan dengan jumlah (numeris). Kelainan structural, misalnya
translokasi Robertsonin, melibatkan selesi, duplikasi, insersi atau translokasi sebagian dari
salah satu atau lebih kromosom. Kelainan jumlah adalah penyakit-penyakit aneuploidi.
Penyebab utama aneuploidi adalah nondisjunction (kelainan pemisahan kromosom)
saat meiosis atau setelah pembuahan sewaktu mitosis. Nondisjunction dapat mengenai
autosomal atau kromosom seks. Nondisjuntion saat meiosis menghasilkan gamet-gamet
haploid yang memiliki kelainan komplemen kromosom. Apabila gamet tersebut kemudian
dibuahi, maka semua sel anak akan terkena dan memiliki kelainan kromosom yang sama
(sering menimbulkan monosomi dan trisomi). Banyak dari gamet abnormal ini tidak mampu
berperan dalam pembuahan, dan apabila pembuahan tetap terjadi, maka janin akan
meninggal in utero dan secara spontan dikeluarkan (abortus).
Adanya gangguan dalam pemisahan kromosom yang berasal dari mudigah setelah
pembuahan sewaktu mitosis diwariskan hanya kepada sel-sel anak yang terbentuk setelah
kelainan tersebut terjadi. Dengan demikian, mudigah yang terbentuk mengandung paling
sedikit dua turunan sel dan disebut sebagai mosaik. Mosaikisme mungkin melibatkan
kelainan pada autosomal misalnya sindrom Down atau kromosom seks misalnya sindrom
Turner. Mosaikisme sering ditemukan pada sindrom-sindrom kromosom dan derajat
kelainan klinis yang diderita pasien bergantung pada presentase sel yang memiliki susunan
kromosom yang cacat. Kelainan kromosom antara lain trisomi 21 (sindrom Down), trisomi 13
(sindrom Patau), trisomi 18 (sindrom Edwards), monosomi kromosom X; 46; XO (sindrom
Turner), 47, XXY (sindrom Klinefelter), kromosom Philadeplphia (translokasi 9;22) dan Cri
du chat (delesi di 5p)

PATOGENESIS PENYAKIT LINGKUNGAN


Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi
atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala
sesuatu di sekitarnya yang memiliki potensi penyakit.
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika
hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai
perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan
pencegahannya.

59
Salah satu aplikasi pemahaman ekosistem manusia dalam proses kejadian penyakit atau
patogenesis penyakit, patogenesis penyakit dipelajari oleh bidang kesehatan lingkungan.
Ilmu kesehatan lingkungan mempelajari hubungan interaktif antara komponen lingkungan
yang memliki potensi bahaya penyakit dengan berbagai variabel kependudukan seperti
perilaku, pendidikan dan umur. Dalam hubungan interaksi tersebut, faktor komponen
lingkungan seringkali mengandung atau memiliki potensial timbuilnya penyakit. Hubungan
interaktif manusia serta perilakunya dengan kompenen lingkungan yang memiliki potensi
bahaya penyakit dikenal sebagai proses kejadian penyakit atau patogenesis penyakit.
Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada simpul mana kita
bisa melakukan pencegahan.

Bagan 1. Teori Simpul (Patogenesis Penyakit Lingkungan)


Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis penyakit
dapat diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni :
1.) Simpul 1: sumber penyakit
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit adalah
komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secar
langsung atau melalui media perantara (yang juga kompenen lingkungan).
Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapt dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu:
a. Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.
b. Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya.
c. Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium, CO, H2S dan lain-
lain.
Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-kadang mengeluarkan
satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup tersebut di atas.
2.) Simpul 2: media transmisi penyakit

60
Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi
penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga, manusia/langsung. Media
transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit
penyakit atau agent penyakit.

3.) Simpul 3: perilaku pemajanan (behavioural exposure)


Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk
ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan hubungan interaktif. Hubungan
interaktif antara komponen lingkungan dengna penduduk berikut perilakunya, dapat diukur
dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioural exposure.
Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan
yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit). Masing-masing agent penyakit
yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas.
Ada 3 jalan masuk kedalam tubuh manusia, yakni :
a. Sistem pernafasan
b. Sistem pencernaan
c. Masuk melalui permukaan kulit
4. Simpul 4: kejadian penyakit
Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk dengan
lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan sakit
kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata
penduduk lainnya.
5.) Simpul 5: variabel suprasistem
Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni variabel iklim,
topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni keputusan politik berupa kebijakan
makro yang bisa mempengaruhi semua simpul.

PATOFISIOLOGI BATUK
Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri paling efisien dalam membersihkan
saluran nafas yang bertujuan untuk menghilangkan mukus, zat beracun dan infeksi dari
laring, trakhea, serta bronkus.Batuk juga bisa menjadi pertanda utama terhadap penyakit
perafasan sehingga dapat menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan yang berwenang untuk
membantu penegakan diagnosisnya.
Batuk adalah bentuk refleks pertahanan tubuh yang penting untuk meningkatkan
pengeluaran sekresi mukus dan partikel lain dari jalan pernafasan serta melindungi
terjadinya aspirasi terhadap masuknya benda asing. Setiap batuk terjadi melalui stimulasi

61
refleks arkus yang kompleks.Hal ini diprakarsai oleh reseptor batuk yang berada pada
trakea, carina, titik percabangan saluran udara besar, dan saluran udara yang lebih kecil di
bagian distal, serta dalam faring.Laring dan reseptor tracheobronchial memiliki respon yang
baik terhadap rangsangan mekanis dan kimia. Reseptor kimia yang peka terhadap panas,
asam dan senyawa capsaicin akan memicu refleks batuk melalui aktivasi reseptor tipe 1
vanilloid (capsaicin). Impuls dari reseptor batuk yang telah dirangsang akan melintasi jalur
aferen melalui saraf vagus ke “pusat batuk” di medula. Pusat batuk akan menghasilkan
sinyal eferen yang bergerak menuruni vugus, saraf frenikus dan saraf motorik tulang
belakang untuk mengaktifkan otot-otot ekspirasi yang berguna membantu batuk.
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk.Reseptor ini berupa
serabut saraf non myelin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks.
Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat pada laring, trakea, bronkus, dan
di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang
kecil, dan sejumlah besar 6 reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah
percabangan bronkus. Serabut aferen terpenting terdapat pada cabang nervus vagus yang
mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan
dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus.Nervus trigeminus menyalurkan
rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring
dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma. Rangsangan ini
oleh serabut afferen dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat
pernafasan dan pusat muntah.Kemudian dari sini oleh serabut-serabut aferen nervus vagus,
nervusfrenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus
hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor.Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea,
bronkus, diafragma, otot-otot interkostal, dan lain-lain.
Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi. Pada dasarnya mekanisme
batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
1) Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea, bronkus
besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan
esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
2) Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea.Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai
terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga
dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya

62
udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan
memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga
udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang
potensial.
3) Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan
intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar terjadi batuk yang efektif.
Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka. Batuk
dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan
tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4) Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-
bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus
merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase
batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang
ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
Dalam terjadinya mekanisme batuk, reseptor rangsangan batuk sangat berperan
dalam menginisiasi timbulnya refleks batuk. Rangsangan atau stimulus yang dapat
menimbulkan batuk secara garis besar terbagi menjadi 3, yaitu: Serabut Aδ atau rapidly
adapting receptors (RARs), serabut C, dan slowly adapting stretch receptor (SARs). Mereka
dibedakan berdasarkan neurochemistry, letaknya, kecepatan konduksi, sensitivitas fisika-
kimia, dan kemampuan adaptasi terhadap lung inflation.

63
Gambar 1. Refleks Batuk dan Site of Action dari beberapa Agen Antitusif

Rapidly adapting receptors (RARs) merupakan serabut Aδ termyelinasi yang diduga


berada didalam atau selapis dibawah sel epitel di sepanjang saluran pernafasan
bertanggung jawab dalam mekanisme pertukaran udara dalam saluran pernafasan.RARs
merupakan reseptor yang aktivitasnya meningkat apabila dirangsang oleh stimulus mekanis
seperti sekresi mukus atau oedema, namun tidak sensitif terhadap banyak stimulus kimia
penginduksi batuk seperti bradikinin dan capsaicin.
Reseptor serabut C memiliki peranan penting dalam refleks pertahanan diri saluran
pernafasan.Serabut C merespon terhadap baik mekanis (walaupun memerlukan stimulus
yang lebih besar dari RARs) maupun kimia, seperti sulfur dioxide, bradikinin dan capsaicin.
Walaupun SARs juga termasuk dalam lingkup keluarga “A‟, tidak seperti RARs, aktivitas
SAR tidak tergantung pada stimulus yang menginduksi batuk.SAR juga diduga tidak terlibat
secara langsung dalam refleks batuk. Namun, SAR mungkin ikut memfasilitasi refleks batuk
seperti yang ditunjukkan pada kucing dan kelinci, melalui interneuron yang disebut “pump
cells” yang diduga meningkatkan refleks batuk yang berasal dari aktivitas RARs.

64
BAB V
GIZI KLINIK

Capaian Pembelajaran Kuliah Gizi Klinik


1. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait nutrisi, makanan dan gaya
hidup yaitu malnutrisi energi-protein
2. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait nutrisi, makanan dan gaya
hidup yaitu defisiensi vitamin dan mineral
3. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait nutrisi, makanan dan gaya
hidup yaitu dislipidemia, porfiria dan hiperurisemia
4. Mampu menjelaskan patomekanisme penyakit terkait nutrisi, makanan dan gaya
hidup yaitu obesitas dan sindrom metabolik

MAKANAN DAN NUTRISI


Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting. Dengan kata lain,
nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana tubuh menggunakannya. Nutrien
adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh
untuk penggunaan fungsi tubuh.
Air merupakan sumber kehidupan yang utama bagi makhluk hidup. Air meliputi 60%-
70% berat badan individu dewasa dan 80% berat badan bayi. Fungsi air bagi tubuh adalah
untuk membantu proses/ reaksi kimia dalam tubuh serta mengontrol suhu tubuh.
Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam susunan makanan.
Senyawa ini mengandung unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Jenis-jenis karbohidrat yaitu
monosakarida, disakarida, polisakarida. Dalam hal ini, ukuran molekul polisakarida adalah
yang paling besar dan termasuk ke dalam golongan senyawa non gula. Sedangkan
monosakarida dan disakarida termasuk dalam golongan senyawa gula. Karbohidrat
berfungsi antara lain sebagai sumber infeksi, sebagai penghasil lemak dan sebagai
pasangan protein. Sumber karbohidrat antara lain serealia dan makanan yang terbuat dari
serealia, gula murni (sukrosa), sayuran misalnya kentang, buah-buahan dan susu.
Protein merupakan kelompok nutrien yang sangat penting bagi makhluk hidup.
Senyawa ini dijumpai pada semua sitoplasma semua sel hidup, baik hewan maupun
tumbuhan. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik. Protein berfungsi antara
lain protein menggantikan protein yang hilang, protein menghasilkan jaringan baru, protein
diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dan protein sebagai sumber energi.
Kebutuhan protein dapat diperoleh dari sumber pangan hewani dan nabati. Kandungan
protein pangan hewani lebih tinggi dibandingkan pangan nabati. Sumber protein ini dapat
diperoleh dari daging, ikan, roti, serealia, susu, keju, telur dan sayuran.

65
Lemak adalah suatu senyawa yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan
oksigen. Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas
gabungan gliserol dan asam-asam lemak. Lemak berfungsi antara lain sebagai sumber
energi, ikut serta membangun jaringan tubuh, perlindungan, penyekatan dan isolasi,
perasaan kenyang dan vitamin larut lemak. Sumber lemak dalam diet antara lain daging,
ikan, mentega, margarine, susu, krim, keju, makanan panggang, minyak dan lemak untuk
memasak, telur, serta makanan lain (mis., es krim, cokelat, kembang gula, biji-bijian, dan
kuah salad). Sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung sedikit lemak, kecuali kedelai
(24%) dan alpokat (8%).
Vitamin adalah bahan organik yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi
sebagai katalisator proses metabolisme tubuh. Jenis-jenis vitamin yaitu vitamin larut lemak
(vitamin A, D, E, K) dan vitamin larut air (vitamin B dan C).
Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat
penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh. Fungsi mineral yaitu konstituen tulang dan
gigi, pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh dan
bahan dasar enzim dan protein.
Metabolic Chart-Indirect Calorimetry Resting Energy Expenditur (REE).
[(konsentrasi O2)(0,39) + (produksi CO2)(1,11)] x 1440.
Rumus ini kurang akurat pada pasien-pasien dengan FiO2 lebih dari 40%.
Persamaan Harris Benedict( untuk dewasa).
Basal Energy Expenditure (BEE):
Laki-laki: 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,76 x Umur)
Wanita: 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB) – (4,67 xUmur)
Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/ kgbb /hari.
BB=berat badan, TB=tinggi badan

Untuk menghitung BEE harus disesuaikan dengan faktor-faktor metabolik, seperti:


demam, operasi, sepsis, luka bakar dan lain-lain.
25-30 kkal/kgbb ideal/hari (untuk dewasa)
120-135 kkal/kgbb/hari (untuk premature)
120-140 kkal/kgbb/hari (untuk infant)
Menghitung balance nitrogen dengan menggunakan urea urine 24 jam dan dalam
hubungannya dengan urea darah dan Albumin. Tiap gram nitrogen yang dihasilkan
menggunakan energi sebesar 100-150 kkal.
Kebutuhan energi pada pasien kritis: Rule of Thumb dalam menghitung kebutuhan kalori,
yaitu 25-30 kkal/kgbb/hari. Selain itu penetapan Resting Energy Expenditure (REE) harus
dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE adalah pengukuran jumlah energy yang

66
dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12- 18 jam setelah
makan. REE sering juga disebut BasalMetabolic Rate (BMR), Basal Energy Requirement
(BER), atau Basal Energy Expenditure (BEE). Perkiraan REE yang akurat dapat membantu
mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi (overviding) seperti infiltrasi
lemak ke hati dan pulmonary compromise

67
MODUL PRAKTIKUM

68
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

Capaian Pembelajaran
1. Ketepatan menganalisa dan menggambarkan morfologi bakteri coccus, basil, spiral dan
spirokaeta
2. Ketepatan menganalisa dan menggambarkan morfologi jamur genus Aspergillus,
Rhizopus dan Penicillium

Capaian Pembelajaran khusus

1. Mengetahui jenis – jenis morfologi bakteri


2. Mengetahui hal – hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari morfologi bakteri
3. Mengetahui bahwa bentuk – bentuk bakteri dapat digunakan untuk membantu identifikasi
bakteri

PERATURAN PRAKTIKUM
1. Yang perlu disiapkan oleh setiap mahasiswa:
a. Baju praktikum, harus selalu dipakai saat bekerja
b. Pinsil berwarna
c. Buku gambar

2. Makan atau merokok:


Selama praktikum tidak diperkenankan merokok, makan atau memasukkan jari atau
benda-benda lain ke daalm mulut.

3. Kecelakaan:
Bila terjadi kecelakaan sekecil apapun, misalnya mendapat luka atau biakan kuman
hidup tumpah, segera melapor kepada pembimbing.
Bila tetesan kuman jatuh di meja atau di kulit, segera dibersihkan dengan larutan lisol
atau alkohol dan meja yang terkena tetesan kuman tersebut didesinfeksi.

4. Alat yang telah digunakan:


Pipet, gelas alas, sudip dan alat lainnya yang telah digunakan dimasukkan ke dalam
larutan lisol yang telah tersedia. Sengkelit yang telah digunakan, dibakar dahulu sebelum
disimpan. Biakan-biakan kuman harus selalu ditutup bila tidak dipakai. Sampah dibuang di
tempat sampah.

69
5. Selesai praktikum:
a. Matikan kran air, bunsen dan lampu serta bersihkan meja tempat bekerja
b. Hasil praktikum dicatat dalam buku praktikum untuk diperiksa dan diparaf oleh
pembimbing
c. Selesai praktikum tangan harus dicuci dengan larutan lisol 5% kemudian dengan
sabun.
Catatan:
1. lensa mikroskop dibersihkan oleh teknisi laboratorium
2. dilarang membawa pulang biakan dan sediaan kuman.

TOPIK: MORFOLOGI BAKTERI


Acuan:

Morfologi kuman dapat dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu: kokus, batang dan spiral.

Kokus: kuman berbentuk bulat, dapat tersusun sebagai berikut:

- Mikrokokus : Tersendiri (single)


- Diplokokus : Berpasangan, dua-dua
- Pneumokokus : Diplokokus berbentuk lanset
- Gonokokus : Diplokokus berbentuk biji kopi
- Tetrade : Tersusun rapi dalam kelompok empat sel
- Sarsina : Kelompok delapan sel yang tersusun rapi
dalam bentuk kubus
- Streptokokus : Tersusun seperti rantai
- Stafilokokus : Bergerombol tak teratur seperti untaian buah
anggur
Basilus: kuman berbentuk batang dengan panjang bervariasi dari 2 – 10 kali diameter
kuman tersebut.

- Kokobasilus : Batang yang sangat pendek, menyerupai


kokus
- Fusiformis : Kedua ujung batang meruncing
- Streptobasilus : Sel-sel bergandengan membentuk suatu
filamen

70
Spiral:

- Vibrio : Berbentuk batang bengkok


- Spirilium : Berbentuk spiral kasar dan kaku, tidak
fleksibel dan dapat bergerak dengan flagel
- Spirokaeta : Berbentuk spiral halus, elastik dan fleksibel,
dapat bergerak dengan aksial filamen

Tugas

Mengamati dan mempelajari berbagai jenis bentuk bakteri, menggambarkannya kembali dalam
buku laporan sebagai laporan praktikum.

Pertunjukan

1. Mikrokokus Staphylococcus epidermidis


2. Pneumokokus Streptococcus pneumoniae
3. Gonokokus Neisseria gonorrhoeae
4. Streptokokus Streptococcus pyogenes
5. Stafilokokus Staphylococcus aureus
6. Kokobasilus Escherichia coli
7. Streptobasilus Listeria monocytogenes
8. Vibrio Vibrio cholerae
9. Spirokaeta Treponema pallidum

71
PRAKTIKUM GIZI
CAPAIAN PEMBELAJARAN

Setelah praktikum ini, mahasiwa mampu :

1. Menjelaskan bahan makanan sumber zat gizi (food model).


2. Melakukan penggolongan bahan makanan berdasarkan fungsi zat gizi
3. Menjelaskan dan menggunakan daftar analisis bahan makanan
4. Menjelaskan bahan makanan penukar
5. Menjelaskan dan menganalisa makanan yang dapat menyebabkan penyakit

PRAKTIKUM 1

BAHAN MAKANAN SUMBER ZAT GIZI

1. Petunjuk:
 Diatas meja telah disediakan berbagai bahan makanan.
 Perhatikan semua bahan makanan tersebut, setelah itu isilah daftar isian di bawah
ini :
A. BAHAN MAKANAN SUMBER HIDRAT ARANG :
No Nama Bahan Makanan Jenis HA

Mono Di Poli

10

72
A.1. Salah satu jenis HA yaitu serat.

Pada bahan makanan yang tersedia di meja, serat terdapat dalam bahan makanan yang mana?

A.2. Jelaskan: Available dan Unavailable Carbohydrate?

B. BAHAN MAKANAN SUMBER PROTEIN

No Nama Bahan Makanan Jenis Protein

Hewani Nabati

10

73
C. BAHAN MAKANAN SUMBER LEMAK

No Nama Bahan Makanan Jenis Lemak

Visible Invisible

10

C.1. Catatlah bahan makanan yang banyak mengandung “saturated fatty Acid”: .....

C.2. Catatlah bahan makanan yang banyak mengandung “polyunsaturated fatty Acid”...

C.3. Catatlah bahan makanan yang banyak mengandung “kolesterol” :......

74
D. BAHAN MAKANAN SUMBER VITAMIN DAN MINERAL

No Nama Bahan Makanan Gol. Gol. Buah-buahan Gol. Sayuran

Sayuran lain

10

D.1. Catatlah bahan makanan di atas yang mengandung sumber karotin (provitamin A):

D.2. Catatlah bahan makanan di atas yang mengandung sumber zat besi:

D.3. Catatlah bahan makanan di atas yang kaya akan zat kapur :

75
D.4. Catatlah bahan makanan di atas yang kaya akan vitamin B kompleks:

E. FUNGSI BAHAN MAKANAN SUMBER ZAT GIZI DALAM MENU BANGSA INDONESIA

No Nama Bahan Makanan Fungsi dalam menu Bangsa Indonesia

1 HA

10

76
PRAKTIKUM 2

PENGGOLONGAN BAHAN MAKANAN BERDASARKAN FUNGSI ZAT GIZI

Petunjuk:

Diatas meja telah disediakan berbagai bahan makanan.

Perhatikan dan kelompokkanlah bahan makanan tersebut ke dalam 3 golongan sebagai berikut :

A. KELOMPOK BAHAN MAKANAN PENGHASIL ENERGI:

B. KELOMPOK BAHAN MAKANAN ZAT PEMBANGUN:

C. KELOMPOK BAHAN MAKANAN ZAT PENGATUR /PELINDUNG:

D. JELASKAN : “PROTEIN SPARING ACTION” DARI KARBOHIDRAT TERHADAP PROTEIN?

E. BERIKAN CONTOH “PROTEIN SPARING ACTION” DARI BAHAN MAKANAN YANG SUDAH
DIBERIKAN:

E.1. ................................. DIKOMBINASIKAN DENGAN..................................

E.2. ................................. DIKOMBINASIKAN DENGAN..................................

77
HITUNGLAH NILAI ENERGI KELOMPOK BAHAN MAKANAN TERSEBUT DINYATAKAN DENGAN kkal
(Cal),kak (cal),kjoule dan megajoule.

(sudah diberikan kelompok bahan makanan yang sudah diketahui kandungan zat gizinya).

No Nama Bahan Makanan Protein HA Lemak

(gram) kkal (gram)kkal (gram) kkal

Total kkal: kkal: kkal:

78
PRAKTIKUM 3
DAFTAR ANALISIS BAHAN MAKANAN

Bahan:

1. Daftar analisis bahan makanan


2. Timbangan bahan makanan.
3. Bahan makanan mentah yang dibeli dipasar.
Petunjuk:

a. Urutkanlah masing-masing bahan makanan tersebut pada daftar di bawah ini mulai dari bahan
makanan sumber HA, protein (hewani dan nabati), sayuran, buah-buahan, susu, minyak.
b. Timbanglah masing-masing bahan makanan tersebut.
c. Hitunglah nilai zat gizi masing-masing bahan makanan tersebut dengan menggunakan daftar
analisis bahan makanan.
Jawaban:

Gol. Bahan makanan Nama Bahan Makanan Berat (gram)

79
PRAKTIKUM 4

BAHAN MAKANAN PENUKAR


1. Bahan :

1. Daftar bahan makanan penukar.


2. Timbangan bahan makanan
3. Timbangan analitik
4. Gelas ukur kapasitas 5 atau 10 ml dan 100 ml
5. Food model
6. Ukuran rumah tangga (URT) : sendok makan, sendok teh, gelas, cangkir.
7. Alat pemotong (pisau)
2. Petunjuk:

a. kepada Syr.akan diperlihatkan “Food model”, perhatikan ukuran/besar dari masing-masing


model bahan makanan.
b. Dengan menggunakan gelas ukur, maka ukurlah URT:
 1 sendok makan (sdm) = .......................ml
 1 sendok teh = .......................ml
 1 gelas = .......................ml
 1 cangkir = .......................ml
c. Dengan menggunakan timbangan analitik (bila memungkinkan), ukurlah:
 1 sdm gula pasir = .......................g
 1 sdm susu bubuk = .......................g
 1 sdm tap:ung beras = .......................g
 1 sdm margarin = .......................g
 1 sdm kacang hijau = .......................g
d. Dengan menggunakan timbangan bahan makanan, ukurlah:
 1 gelas = g nasi = g beras
 1 ptg pepaya sang (ukuran 5x15 cm) = g
 1 bh pisang sang (ukuran 3x15cm) = g
 1 ptg tempe sang (ukuran 4x6x1cm) = g
 1 ptg daging sang (ukuran 6x5x2cm) = g
 1 ptg ikan sang (ukuran 6x5x4 cm) = g
 1 biji tahu besar(ukuran 6x6x2 2/4cm) = g

80
e. Dengancontoh menggunakan URT, cobalah buat contoh:
1. Satu satuan penukar bahan makanan sumber hidrat arang. (menggunakan nasi, beras, dan
mie kering).
2. Satu satuan penukar bahan makanan sumber protein hewani (menggunakan daging dan
telur ayam)
3. Satu satuan penukar bahan makanan sumber protein nabati (menggunakan kacang hijau,
tempe)
4. Satu satuan penukar sayuran kelompok A
5. Satu satuan penukar sayuran kelompok B
6. Satu satuan penukar buah-buahan
7. Satu satuan penukar susu
8. Satu satuan penukar minyak

f. Isilah daftar di bawah ini:


Energi Protein HA Lemak

kkal (gram) (gram) (gram)

1 satuan penukar HA

1 satuan penukar protein hewani

1 satuan penukar protein nabati

1 satuan penukar sayuran A

1 satuan penukar sayuran B

1 satuan penukar buah-buahan

1 satuan penukar susu

1 satuan penukar minyak

81
g. Isilah daftar di bawah ini (akan diberikan sejumlah bahan makanan) :

Nama Sumber Satuan Nilai Gizi


Bahan Bahan Penukar
Energi Protein HA (gram) Lemak
Makanan makanan
(kekal) (gram) (gram)

82
PRAKTIKUM 5

MENYUSUN DAN MENILAI MENU

1. Persiapan:

 Peserta praktikum berpasangan untuk bermain peran

2. Petunjuk:
 Menyusun menu untuk satu orang.
 Gunakan daftar analisis bahan makanan.
 Gunakan daftar lampiran untuk analisis zat gizi.
.

Data yang dibutuhkan:

Nama :

BB : kg

TB : cm

JK :

Aktifitas :

Pekerjaan :

Bangsa :

SUSUNLAH KEBUTUHAN ZAT GIZINYA SEHARI:

Jawaban:

MENILAI MENU:

Nilailah zat gizi bahan-bahan makanan tersebut apakah adekuat untuk kebutuhan seharinya?
(diberikan sejumlah/sekelompok bahan makanan yang digunakan untuk menyusun menu yang
direncanakan diatas tadi)

83
MODUL TUTORIAL

84
MATA KUNING

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu menganalisa patomekanisme penyakit dan hubungannya dengan gejala penyakit

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mempelajari modul ini, anda diharapkan telah memperoleh pembelajaran
tentang dasar biokimia, sitologi dan jaringan terjadinya penyakit gangguan metabolisme dan
obstruksi saluran hepatobilier, patomekanisme dan penyebabnya serta kelainan-kelainan
jaringan yang ditimbulkannya.

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengambarkan dasar anatomi dan histology organ hepatobilier
1.1 mengambarkan struktur anatomi traktus hepatobilier
1.2 mengambarkan anatomi pembuluh darah ahti dan saluran empedu
1.3 mengambarkan struktur histologi jaringan hati dan kanakuli saluran empedu
2. Menjelaskan dasar fisiologi dan biokimia bahan-bahan yang ada hubungannya
dengan kelainan metabolisme bilirubin
2.1 menerangkan proses pembentukan empedu
2.2 menerangkan metabolisme bilirubin
2.3 menerangkan proses penggunaan empedu
2.4 menerangkan berbagai gangguan pada proses pembentukan empedu dan
metabolisme bilirubin
3. menjelaskan berbagai gangguan yang dapat terjadi pada pasase saluran empedu
3.1 menyebutkan jenis-jenis gangguan yang dapat menyebabkan tersumbatnya
pasase saluran empedu
3.2 menerangkan patogenesis terjadinya sumbatan pasase saluran empedu
3.3 menerangkan akibat-akibat yang terjadi akibat sumbatan pasase saluran empedu
4. menjelaskan patogenesis terjadinya berbagai jenis ikterus
4.1 menyebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan ikterus
4.2 menerangkan patogenesis akibat overproduksi bilirubin
4.3 menerangkan patogenesis akibat menurunnya konyugasi bilirubin
4.4 menerangkan patogenesis akibat menurunnya uptake hepatic dari bilirubin
4.5 menerangkan patogenesis menurunnya transport bilirubin intraseluler
4.6 menerangkan patogenesis rusaknya saluran empedu intrakanalikuler
5. melakukan analisis hubungan antara patogenesis dengan gejala penyakit dengan
ikterus.

STRATEGI PEMBELAJARAN
1. diskusi kelompok difasilitasi oleh tutor
2. diskusi kelompok tanpa tutor
3. konsultasi pada pakar
4. kuliah khusus dalam kelas
5. aktifitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar,
majalah, slide, tape atau video, internet
6. praktikum di laboratorium Anatomi, Histologi, Biokimia, Fisiologi, Patologi Anatomi,
Patologi Klinik

85
PENDAHULUAN
Modul “Mata Kuning” ini diberikan kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Sistem Mekanisme Dasar Penyakit (Basic Mechanism of Disease) sebagai modul kedua
dalam semester pertama di Fakultas Kedokteran Undana. Modul ini merupakan bagian dari
Subsistem Mekanisme Dasar Penyakit Metabolisme dan mekanisme dasar penyakit Akibat
Gangguan Passase Saluran. Tujuan pembelajaran dan sasaran pembelajaran dari modul ini
disajikan pada permulaan buku ini agar mahasiswa dapat memperoleh pembelajaran
menyeluruh tentang konsep dasar mekanisme penyakit dengan gejala mata kuning.
Modul ini diharapkan dapat merupakan pendorong pembelajaran mahasiswa untuk
memahami sedikitnya dua hal penting. Masing-masing tentang mekanisme dasar penyakit
metabolisme bilirubin dan mekanisme dasar kolestatis. Dalam modul ini diberikan dua
skenario sebagai awal pembelajaran sehingga tujuan dan sasaran pembelajaran dapat
dicapai. Diharapakan diskusi bukan hanya difokuskan pada inti permasalahan tetapi juga
harus dibahas semua aspek yang ada hubungannya dengan skenario.
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan semua aspek tentang penyakit
metabolisme dan kolestatis, yaitu dasar anatomi. Histologi dari sistem hepatobilier;
penyebab, patomekanisme terjadinya kelainan metabolisme dan onstruksi saluran
hepatobilier, kelainan sel dan jaringan yang terjadi. Serta cara penularan dan
pencegahannya.
Sebelum menggunakan buku ini, mahasiswa dan tutor hendaklah membaca Capaian
Pembelajaran dengan seksama sehingga diskusi terarah untuk pencapaian kompetensi
yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari berbagai sumber (diktat kuliah,
textbook, journal, video, internet dan lain-lain). Dalam buku ini kami juga memberikan
beberapa daftar rujukan yang dapat dipergunakan. Kemungkinan seorang ahli dapat
memberikan kuliah dalam pertemuan konsultasi antara kelompok diskusi hal ini dapat diatur
dengan ahli yang bersangkutan. Pada akhir tutorial PBL akan dilakukan presentasi hasil
diskusi dan pembuatan laporan oleh masing-masing regu diskusi.
Penyusun mengharapkan buku modul ini adapt membantu mahasiswa dalam
memperoleh pembelajaran masalah penyakit metabolisme dan bendungan yang akan
disajikan pada sistem-sistem selanjutnya.

86
PROBLEM TREE
Hemolytic Impaired uptake Reduced glucoronyl Impaired transport Canalicular
of bilirubin transferase activity into canaliculus cholestasis

JAUNDICE

BASIC MECHANISMS OF METABOLISM DISORDERS


BASIC MECHANISMS OF CANALICULAR PASAGE DIORDERS

ANATOMICAL BASIC HISTOLOGICAL PHYSIOLOGICAL BASIC BIOCHEMICAL BASIC


BASIC of liver and of Hepatocytes of Bilirubin
bile functions

Liver Cells Metabolism Strorag


and Synthetic
Normal
metabolism

Tissues Catabolic &


excretory
Bile and duct

PATHOLOGICAL BASIC

Pathogenesis of Pathogenesis of Pathogenesis of Clinical


overproduction of decreased of hepatic impairment of pathologic signs
bilirubin uptake, conjugation & canalicular bile
intracellular transport flow
of bilirubin

87
KASUS
Skenario 1 : Mata Kuning
Seorang pria 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mata berwarna kuning,
demikian pula kulit diseluruh tubuh. Keadaan ini sudah berlangsung 1 minggu, disertai
badan tersa lemah. Penderita juga mengeluh nafsu makan menurun dan kencing berwarna
teh tua.

Skenario 2 : Mata Kuning disertai Demam’


Seorang ibu 35 tahun dibawa ke Poliklinik Rumah Sakit karena demam tinggi sejak 3 hari
lalu disertai mual. Penderita juga mengeluh mata dan kulit seluruh tubuh berwarna kuning.
Sekarang penderita merasa lemas dan nyeri ulu hati.

TUGAS MAHASISWA
1. setelah membaca dengan teliti skenario diatas, mahasiswa mendiskusikan hal tersebut
dalam satu kelompok diskusi yang terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh seorang ketua
dan seorang penulis yang dipilih oleh anggota kelompok mahasiswa sendiri. Ketua dan
penulis ini sebaiknya berganti setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh
seorang tutor atau secara mandiri.
2. Melakukan aktifitas pembelajaran individual diperpustakaan dengan menggunakan buku
ajar, majalah, slide, tape atau video, internet dan sebagainya, untuk mencari informasi
tambahan.
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri tanpa tutor, melakukan curah pendapat bebas antar
anggota kelompok untuk menganalisis atau mensistensis informasi dalam menyelesaikan
masalah.
4. Berkonsultasi pada narasumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanya pakar).
5. Mengikuti kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau
tidak ditemukan jawabannya.
6. Melakukan praktikum di laboratorium.

88
PROSES PEMECAHAN MASALAH
Dalam diskusi kelompok dengan memakai metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan
dapat memecahkan masalah yang terdapat dalam scenario ini, yaitu dengan mengikuti 7
langkah penyelesaian masalah dibawah ini :
1. Mengklarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario diatas, kemudian tentukan
kata/kalimat kunci skenario diatas
2. Mengidentifikasi problem dasar skenario diatas dengan membuat beberapa
pertanyaan penting
3. Melakukan analisis dengan mengklasifikasi semua informasi yang didapat
4. Melakukan sintesis informasi yang terkumpul
5. Menentukan tujuan pembelajaran yang ingin capai oleh kelompok mahasiswa atas
kasus diatas bila informasi belum cukup
Langkah 1 s/d 5 dilakukan dalam diskusi mandiri dan diskusi pertama bersama tutor
6. Mahasiswa mencari tambahan informasi tentang kasus diatas diluar kelompok tatap
muka
7. Mahasiswa melaporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi baru yang
ditemukan
Langkah 7 dilakukan dalam kelompok diskusi dengan tutor
Keterangan :
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang
diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan
selanjtunya dilakukan lagi langkah 7.
Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang pada tutorial atau diluar tutorial, dan setiap
akhir diskusi tentukan tujuan pembelajaran berikutnya. Setelah informasi dirasa
cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan
dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang masih belum jelas.

89
BAHAN BACAAN DAN SUMBER LAIN
1. Buku ajar
 Anthony Fauci, Eugene Braunwald, et al.Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 14th Ed, pp 1664-1672, McGraw Hill, New York, 1998.
 Emanuel Rubin, John L Farber. Pathology, pp. 722-737; JB Lippincot Co,
Philadelphia, 1998.
 Guyton. Fisiologi Manusia, 4th Ed, pp.585-598; EGC, Jakarta, 1995.
 Juan Rosai. Ackerman’s Surgical Pathology, 8th Ed, pp. 857-968; Mosby
Inc, Baltimore,1996.
 The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Chapter 38, section 4:
Hepatic and biliary disorders, 2004.
 Sheila Sherlock. Diseases of the liver and biliary system, 10th Ed, pp 18-20;
Mosby Inc, Baltimore, 1996.

2. Diktat kuliah Anatomi, Fisiologi, Histologi, Biokimia, Patologi Anatomi, Patologi


Klinik
3. VCD, Internet, tape, slides
4. Nara sumber

PETUNJUK TUTOR

TUGAS TUTOR
Pra Tutorial
1. Mempelajari dengan seksama modul ini termasuk Tujuan Pembelajaran dan Sasaran
Pembelajaran
2. Jika ada materi yang tidak jelas mohon ditanyakan pada dosen pengampu (nama,
no telpon setiap dosen pengampu terlampir)
3. Membuat rencana pembelajaran
4. Membuat tabulasi penyebab mata kuning dan menghubungkannya dengan kata
kunci
5. Mengecek kelengkapan ruang tutorial

Tutorial tahap I
1. Membantu mahasiswa menunjuk ketua dan sekretaris kelompok
2. Mengingatkan pelaksanaan tata-tertib peserta diskusi
3. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
 Menyusun kata kunci
 Membahas tujuan pembelajaran dan sasaran pembelajaran
 Membuat daftar pertanyaan sebanyak banyaknya yang diarahkan ke sasaran
pembelajaran
 Menjawab pertanyaan-pertanyaan
 Membuat tabulasi penyakit-penyakit yang menyebabkan kencing kurang dan
menghubungkannya dengan kata kunci
 Membuat tujuan pembelajaran selanjutnya
 Membagi tugas pencarian informasi berdasarkan jenis penyakit yang
menimbulkan kencing kurang

90
4. Melakukan penilaian untuk mahasiswa dan menandatanganinya
5. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
6. Mengingatkan mahasiswa agar pertemuan selanjutnya masing-masing sudah
mengisi lembaran kerja

Tutorial tahap II
1. Mengecek apakah mahasiswa datang dengan membawa lembaran kerjanya,
2. Mengingatkan pelaksanaan tata-tertib peserta diskusi
3. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai aturannya, yaitu :
 Melaporkan informasi tambahanyang abru diperolehnya
 Mahasiswa mendiskusikan satu persatu penyebab terjadinya ikterus
 Mahasiswa menganalisa kembali tabulasi yang dibuat berdasarkan setiap
penyebab dan kata kunci
 Tutor menanyakan beberapa pertanyaan mendasar yang perlu diketahui
mahasiswa dan mendiskusikannya
 Mahasiswa membuat tujuan pembelajaran selanjutnya dengan mencatat
pertanyaan yang belum terjawab utnuk dicari pada perpustakaan, ditanyakan
langsung kepada dosen pengampu atau ditanyakan dalam diskusi panel.
4. Membuat penilaian terutama saat mahasiswa melaporkan informasi yang diperoleh
5. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya.

Saat Panel Diskusi


1. Wajib membawa diskus panel
2. Mengingatkan pelaksanaan tata tertib peserta diskusi
3. Membuat penilaian pada penampilan, cara menjawab, isi jawaban dan lain-lain pada
mahasiswa yang melapor atau menjawab pertanyaan.

Setelah satu seri tutorial selesai


1. Mengumpulkan semua absensi kelompok di Koordinator PBL
2. Membuat penilaian akhir : dari semua nilai
3. Memeriksa laporan mahasiswa bersama nara sumber

KATA / KALIMAT KUNCI


Skenario 1 Skenario 2
1. Mata kuning 1. Demam tinggi
2. Kulit kuning 2. Mual
3. Lamanya 1 minggu 3. Lamanya 3 hari
4. Kencing teh tua 4. Nyeri ulu hati
5. Nafsu makan menurun
6. Lemah/lesu

91
BEBERAPA PERTANYAAN PRINSIP DAN JAWABAN ALTERNATIFNYA
1. Bagaimana struktur anatomi hepar dan vesica felea ?
Hepar merupakan organ viscera tersebar, dengan berat sekitar 1500 gr pada pria
dewasa. Terletak dalam kuadran kanan atas abdomen tepat diabawah diagfragma.
Terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang lebih kecil,
dipisahkan oleh ligamentum falciformis. Lobus kanan bagian inferior membentuk
segmen yang lebih kecil yaitu lobus kaudalis dan quadralis. Hepar mempunyai 2
supply darah yaitu arteri hepatic (cabang dari a. celiaca) dan vena porta (yang
dibentuk dari v. splenikus dan v. mesenterica suprior. Pleksus nervus hepatica
berinervasi dari n. Vagus dan n. phenicus.
Kandung empedu (vesica valea) terletak inferior didalam fosssa dari lobus kanan
hepar dan meluas sedikit melampaui tepi inferior dari hepar. Pada orang dewasa
panjangnya sekitar 8cm, volumenya 50 ml. Duktus choledocus, yang
menghubungkan vesica felea dengan duktus hepaticus, panjangnya sekitar 3 cm.
Vesica felea mendapat supply darah dari cabang arteri hepatica.
2. Bagaimana stuktur histologi dari hepar dan vesica felea?
Unit dasar dari hepar adalah polyhedral lobule (hexagon). Trigonum portalis
ditemukan pada tepi sudut dari poligun tsb. Trigonum ini terdiri dari cabang
intrahepatik duktus biliaris, arteri hepatica dan vena porta. Sedangkan vena sentralis
(disebut juga venula hepatica terminalis) terletak ditengah dari lobulus. Dari vena
sentralis sel-sel hepatosit tersusun keluar (radiating) sampai ke tepi lobulus,
kemudian berlanjut berhubungan dengan hepatosit dari lobulus hepar lainnya.
Diantara hepatosit terdapat sinusoid hepar yang dilapisi sel endotel dan sel-sel
Kupffer.

3. Apa fungsi hepar ?


Fungsi Metabolik.
Hepar adalah pusat homeostatis glukosa, dan segera mersepon terhadap fluktuasi
konsetrasi glukosa darah. Glukosa darah akan disimpan dalam hepar sebagai
glikogen, dan pada situasi glukosa darah rendah maka hepar akan mempertahankan
akadar glukosa normal dengan cara glikogenolisis dan glukoneogenesis dimana
hepar akan memakai asam amino yang diubah menjadi urea. Pada keadaan puasa,
hepar akan mengambil asam lemak bebas dan diubah menjadi trigliseridaa
kemudian disekresi dalam bentuk lipoportein untuk siap dipakai.

Fungsi Sintesis
Hepar membentuk protein serum. Albumin adalah protein yang paling banyak
dibentuk. Koagulasi darah, yang dibentuk. Koagulasi darah, yang dibentuk oleh
faktor-faktorpemebkuan darah (termasuk protrombin, fibrinogen) dihasilkan oleh
hepatosit. Sistem komplemen dan mediator2 kimia radang akut juga disekresi oleh
hepar, selain juga berbagai spesific binding protein seperti binidng protein untuk
mineral Fe, Cu dan Vitamin A.

92
Fungsi strorage
Hepar berfungsi untuk penyimpanan glikogen, trigliserida, Fe, Cu dan vitamin2 larut
lemak

Fungsi katabolik
Bahan-bahan endogen seperti hormon, protein serum, dikatabolisme oleh hepar agar
keseimbangan antara produksi dan eliminasi bahan2 tersebut selalu tercapai. Hepar
juga tempat utama untuk detoksifikasi bahan2 asing (xenobiotik) seperti obat, bahan
kimia, produk metabolisme bakteri usus yang berbahaya.

Fungsi eksresi
Produk eksresi utama dari hepar adalah empedu, yang akan dialirkan melalui duktus
choledokus ke kandung empedu (vesica felea).

4. Pada skenario diatas, pasien menderita jaundice. Apa itu jaundice?


Definisi jaundise adalah perubahan warna menjadi kekuningan dari selera (disebut
juga icterus), kulit, dan jaringan lainnya akibat berlebihnya bilirubin dalam sirkulasi.
Hiperbilirubinemia adalah apabila kadar bilirubin dalam sirkulasi lebih dari
1.0mg/dL. Apabila konsentrasi bilirubin sirkulasi mencapai 2-2,5 mg/dL (34-43
µmol/L), maka kulit dan sclera menajdi kekuningan yang dapat dilihat dengan cahaya
ruangan biasa.
5. Bagaimana metabolisme bilirubin normal ?
Bilirubin adalah produk akhir dari katabolisme heme yang fungsi normalnya belum
diketahui. Sekitar 85% bilirubin berasal dari sel erittrosit yang tua yang dikeluarkan
dari sirkulasi oleh fagosit mononuclear dari lien, hepar, bone marrow. Sisanya
berasal dari degradasi heme yang dihasilkan oleh sumber lain. Bilirubin akan
dilepaskan dari fagosit kedalam sirkulasi, dan kemudian berikatan dengan albumin
untuk ditransport ke hepar.
Pada saat mencapai membran plasma sinusoid dari hepatosit, ikatan albumin-
bilirubin kemudian dilepaskan.didalam hepatosit, bilirubin bebas akan berikatan
dengan 2 protein sitoplasma dari hepatosit yaitu ligandin dan fatty-acid binding
protein. Ikatan protein-bilirubin dalam sitoplasma ini akan mengantarkan bilirubin
kedalam retikulum endoplasma yang mengandung UDP-glucoronyltransferase yang
akan mengingatkan bilirubin dengan asam glucoronic.
Bilirubin diglucoronide ini bersifat larut dalam air dan disebut sebagai congjugated
bilirubin. congjugated bilirubin ini akan berdifusi dalam sitoplasma dan masuk
kedalam kanalikulus biliaris, dan kemudian dieksresi kedalam vesica felea.
Setelah dieksresi kedalam usus halus dari vesica felea, conjugated bilirubin tidak
diserap dan akan tetap intak sampai mencapai distal ileum dan colon. Disanalah
conjugated bilirubin ini akan dihidrolisis oleh flora usus menjadi bilirubin bebas (free
bilirubin/ unconjugated bilirubin).
Uncojugated bilirubin kemudian diubah menjadi urobilinogen yang sebagian besar
dieksresi melalui feces, dan sebagian kecil diabsorbsi di ileum terminalis dan colon,
masuk kembali ke hepar dan di re-eksresi ke vesica felea (proses turn over ini
disebut enterohepatic circulation of bile). Sejumlah kecil urobilinogen yang tidak
direabsorbsi dihepar akan masuk kesirkulasi sistemik dan dieksresi melalui urine.

93
6. Bagaimana patomekanisme terjadinya hiperbilirubinemia?
ada beberapa mekanisme penyebab terjadinya hiperbilirubinemia

 Overproduction of bilirubin
Meningkatnya produksi bilirubin disebabkan oleh meningkatnya
destruksi eritrosit (pada anemia hemolitik, toksik shok sindrom, atau
dyserythropoiesis). Pada kasus hematoma yag besar juga terjadi
overproduksi bilirubin. Hemolisis yang lam dan penyakit hepar intrinsic
(misalnya hepatitis virus) menyebabkan kadar bilirubin darah sangat tinggi
dan menimbulkan jaundice.
Hiperbilirubinemia pada penyakit hemolitik yang tidak berkomplikasi
terdiri dari unconjugated biliruibn, sedangkan pada penyakit hepar perendim
terdiri dari conjugated dan unconjugated bilirubin.
Pada bayi abru lahir, akibat kelainan genetic maupun penyakit
tertentu, konsentasi unconjugated bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan
kerusakan otak (kernicterus).
Pada ineffective erythropoiesis (dyserythropoiesis) misalnya pada
anemia megaloblastik dan sideroblsstik, pecahan bilirubin yang dihasilkan
oleh bone marrow menjadi meningkat.
 Menurunnya uptake hepatic
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh gagalnya uptake hepar
terhadap unconjugated bilirubin. Hal ini misalnya terjadi pada kerusakan
hepatosit massif (yang juga dapat disebabkan oleh hepatitis virus), obat-
obatan (seperti rifampicin, probenecid).
 Menurunnya konyugasi bilirubin
Hal ini terjadi pada Crigler-Najjar disease tipe I, yaitu penyakit genetik
inherited yang diwariskan secara resesif. Pada penyakit ini, tidak ada bilirubin
dikonyugasikan dalam hepatosit dan pasien menderita unremitting
unconjugated hyperbilirubinemia dan tidak terdapatnya UPD-
glucoronytransferase. Empedu pasien ini tidak mengandung conjugated
bilirubin dan hnya mengandung sedikit uncojugated bilirubin yang tidak
berwarna.
 Rusaknya Aliran Empedu Kanalikuler
Cholestatis menyebabkan penurunan aliran empedu ke kanalikulus dan
penurunan sekresi air, bilirubin oleh depatosit. Cholestatis dapat disebabkan
oleh penyakit hepar intrinsic (intrahepatik cholestatis), atau oleh obstruksi
duktus biliaris (eksrtahepatik cholestatis).

94
KAKI BENGKAK

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu menganalisa patomekanisme penyakit dan hubungannya dengan gejala penyakit

TUJUAN PEMBELAJARAN :
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan konsep
patomekanisme kaki bengkak pada berbagai keadaan/ penyakit, antara lain dengan
memahami etiologi, dinamika keseimbangan cairan dan elektrolit, serta kondisi gizi yang
terkait dengan hal ini.

SASARAN PEMBELAJARAN :
1. Menjelaskan morfologi jantung, hepar dan ginjal
2. Melukiskan batas-batas cavum thoracis, hepar dan ginjal
3. Melukiskan letak dan kedudukan jantung, hepar dan ginjal’
4. Mengidentifikasi batas-batas jantung, hepar dan ginjal pada dinding thorax, abdomen
5. Menjelaskan struktur histologis jantung
6. Menjelaskan struktur histologis kapiler darah
7. Menjelaskan struktur histologis korpuskel ginjal (Korpus Malpighi)
8. Menjelaskan struktur histologis lobulus hati dan
9. Menjelaskan struktur histologis mukosa usus halus
10. Keseimbangan cairan :
1. Menjelaskan kompartemen-kompartemen cairan tubuh
1.1 Mengambarkan distribusi cairan tubuh intra dan ekstraseluler
1.2 Menyebutkan komposisi cairan tubuh, sumber, jumlah yang dibutuhkan faktor-
faktor yang mempengaruhinya
1.3 Menyebutkan faktor yang menyebabkan perpindahan cairan tubuh antar
kompartemen dan mekanismenya
1.4 Menyebutkan gangguan distribusi cairan antar kompartemen
2. Menjelaskan mekanisme-mekanisme yang turut serta dalam pengaturan
keseimbangan cairan :
2.1 Menjelaskan pengaturan intake cairan oleh hipothalamus dan sel-sel
osmoreseptor
2.2 Menjelaskan peranan antidiuretik hormon (ADH) pada pengaturan cairan tubuh
dan intake cairan yang berlebihan
3. Menyebutkan kondisi kelebihan dan kekurangan cairan
3.1 Menyebutkan macam-macam dehidrasi dan overhidrasi
3.2 Menyebutkan penyebab, diagnosis, pencegahan dan penatalaksanaan
berdasarkan penyebabnya masing-masing
11. Keseimbangan elektolit :
1. Menjelaskan pengolongan mineral dalam tubuh
1.1 Menyebutkan macam-macam elektrolit yang penting bagi tubuh
2. Menjelaskan fungsi dan metabolisme mineral dalam tubuh :
2.1 Menyebutkan trasnpor, abssorbsi dan sekresi mineral
2.2 Menjelaskan mekanisme-mekanisme untuk mempertahnkan elektrolit-
elektrolit dalam tubuh
2.3 Menjelaskan berbagi gangguan metabolisme mineral

95
12. Fungsi biokimia ginjal
1. Menjelaskan fungsi homeostatis ginjal
1.1 Menjelaskan peranan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan
tubuh
1.2 Menjelaskan proses filtasi pada glomerulus ginjal
1.3 Menyebutkan zat-zat yang mengalami filtrasi
1.4 Menjelaskan prinsip reabsorbsi dan sekresi
2. Menjelaskan pengendalian keseimbangan air dan elektrolit :
2.1 Menjelaskan kemampuan ginjal mengatur cairan tubuh melalui pemekatan
urin dan ADH
2.2 Menjelaskan peranan ginjal terhadap pengaturan cairan dan tekanan darah
melalui sistem renin angiotestin, ACE dan inhibitornya
13. Peranan albumin
1. mengetahui peranan albumin dalam mempertahankan tekanan koloid osmotik
(tekanan onkotik) darah
2. mengetahui peranan hepar sebagai organ yang mensistesis albumin darah
3. mengetahui timbulnya hipoalbuminemia karena sirosis hepatis dan atau
sindroma nefrotik
4. mengetahui hipoalbuminemia sebagai penyebab menurunnya tekanan onkotik
darah
5. mengetahui penyakit jantung kongesif sebagai penyebab meningkatnya tekanan
hidrostatik kapiler don
14. Mengenal parasit yang menyebabkan kaki bengkak
15. Menjelaskan epidemiologi penyakit dengan gejala kaki bengkak
16. Menjelaskan lingkaran hidup, sumber infeksi yang menyebabkan kaki bengkak
17. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penyebab penyakit
18. Menjelaskan morfologi kaki bengkak
19. Menerangkan mekanisme dasar kaki bengkak pada :
1. sirosis hepatis
2. sindroma nefrotik
3. penyakit jantung kongesif
4. protein energi malnutrition

96
PENDAHULUAN

Modul “kaki bengkak” ini diberikan kepada mahasiwa yang mengambil mata kuliah
Sistem Mekanisme Dasar Penyakit (Basic Mechanism of Disease) sebagai modul (kedua).
Modul ini merupakan Subsistem Mekanisme Dasar Penyakit Hemodinamik, Subsistem
Mekanisme Dasar Penyakit Metabolisme, Subsistem Mekanisme Dasar Penyakit Gangguan
pasase saluran dan Mekanisme Dasar Penyakit Infeksi.

Capaian Pembelajaran dari subsitem ini disajikan pada permulaan buku ini agar
mahasiswa dapat mengerti secara menyeluruh tentang konsep dasar mekanisme penyakit
penyebab terjadinya “kaki bengkak” yang akan didiskusikan.

Modul ini mencakup beberapa bidang ilmu yaitu anatomi, histologi, biokimia, fisiologi,
gizi, parasitologi dan patologi anatomi, terkait dengan dasar-dasar penyakit yang
menyebabkan terjadinya “kaki bengkak”. Dalam modul ini diberikan satu skenario yang
memberikan langkah awal diskusi untuk dikembangkan sesuai Capaian Pembelajaran.
Diskusi bukan hany difokuskan pada inti permasalahan tetapi juga harus dibahas semua
aspek yang ada hubungannya dengan skenario.

Pada akhir diskusi, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan semua aspek yang
mendasari terjadinya kelainan “kaki bengkak”. Diawali dari anatomi, histologi dan fisiologi
organ, pernanan biokimia, aspek penyebab pada kelainan gizi dan parasitologi, morfologi
serta patomekanisme dasar penyakit yang menyebabkan terjadinya “kaki bengkak”.

Pembahasan dilaksanakan melalui proses diskusi kelompok dan harus mengikuti 7


langkah pemecahan masalah yang telah diberikan pada penjelasan tutorial PBL.

Sebelum melaksanakan proses diskusi, maka mahasiswa sudah memahami terlebih


dahulu Capaian Pembelajaran modul ini, sehingga diskusi dapat sejalan dengan Capaian
Pembelajaran tersebut. Tercapainya Capaian Pembelajaran tidak terlepas dari peran tutor
dalam mengarahkan proses diskusi kelompok.

Dalam buku ini tertera beberapa bahan bacaan yang dapat dipergunakan, serta
penjelasan singkat berdasarkan beberapa pertanyaan yang dianggap dapat memandu
diskusi sesuai dengan skenario.

Tutorial PBL diakhiri dengan presenatsi hasil diskusi serta pembuatan laporan oleh
masing-masing kelompok diskusi.

Penyusun mengharapkan buku modul ini dapat membantu mahasiswa dalam


memecahkan masalah penyakit yang akan disajikan pada sistem selanjutnya. Selamat ber-
PBL.

97
SKENARIO 1 (Kaki Bengkak)
Seorang pria usia 55 tahun dibawa ke RS dengan keluhan bengkak pada kedua kaki yang
makin membesar sejak 3 bulan lalu. Tidak ada riwayat demam, namun penderita sering
mengeluh sesak napas terutama kalau berjalan jauh dan naik tangga. Buang air kecil dan
besar lancar.
SKENARIO 2 (Kaki Bengkak disertai Demam Hilang Timbul)
Seorang pria usia 50 tahun datang ke RS dengan keluhan bengkak pada kedua kaki, yang
makin membesar. Bengkak sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat demam hilang
timbul. Buang air kecil dan besar lancar.
SKENARIO 3 (Kaki Bengkak disertai Demam Tinggi)
Seorang pria usia 35 tahun dibawa ke RS dengan keluhan bengkak pada kedua kaki dan
tungkai bawah yang makin membesar sejak 1 minggu lalu, disertai demam tinggi. Napsu
makan turun, buang air kecil dan besar lancar.

98
PROBLEM TREE

Cardiac, Liver, Kidney, Nutrition Deficiency Infectious disease


Vascular disease

KAKI BENGKAK

HISTOLOGICAL BASIC PHYSIOLOGICAL BIOCHEMICAL BASIC MICROBIOLOGY &


BASIC PARASITOLOGICAL
BASIC

Cells Fluid & electrolites Metabolism of


balance nutrition,
electrolites

Heart, Liver,
Tissues kidney, vascular Epidemiology
functions Route of
, morphology
transmission,
source of
infection

PATHOLOGICAL BASIC

Pathogenesis of Pathogenesis of oedem Pathogenesis of


oedem pretibial pretibial causes by oedem pretibial
causes by cardiavascular diseases causes by kidney
infectious agents & liver diseases

99
TUGAS UNTUK MAHASISWA
1. Setelah membaca dengan teliti skenario diatas, mahasiswa harus mendiskusikan kasus
tersebut dalam suatu kelompok diskusi yang dipimpin oleh ketua dan seorang notulen
yang dipilih oleh mahasiswa
2. Melakukan aktifitas pembelajaran individual dengan mencari bahan informasi yang
mendukung diskusi
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri tanpa tutor
4. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli dalam permasalahan yang dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam
5. Membuat presentasi hasil diskusi terhadap skenario dalam suatu diskusi pleno dan
mengikuti kuliah pakar untuk masalah yang belum jelas

PROSES PEMECAHAN MASALAH


Dalam diskusi kelompok, mahasiswa diharapkan memecahkan masalah yang terdapat
dalam scenario ini dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah dibawah arahan tutor,
sebagai berikut :
1. Klasifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario, dan tentukan kata/kalimat kunci yang
terdapat dalam scenario
2. Identifikasi problem dasar skenario dengan membuat beberapa pertanyaan-pertanyaan
diatas secara lengkap
3. Analisis problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas
secara lengkap
4. Klasifikasi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas
5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai mahasiswa atas kasus diatas
6. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas diluar kelompok diskusi
7. Laporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi yang ditemukan

Catatan :
 Langkah 1-5 dilakukan dalam diskusi pertama bersama tutor
 Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri, dapat dilakukan berkelompok atau sendiri,
yang kemudian didiskusikan ulang bersama kelompok (tanpa tutor)
 Langkah 7 dilakukan dalam diskusi dengan tutor.

100

Anda mungkin juga menyukai