Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO 2 BLOK GASTROINTESTINAL

Mata dan Kulit Kuning

Kelompok B-17
Ketua

: Thirafi Prastito

1102012294

Sekretaris

: Winny Heria Utami

1102012308

Anggota

: Siti Farhanah Aulia

1102012279

Siti Miftahul Jannah

1102012280

Siti Mutia Latifah

1102012281

Tesha Islami Monika

1102012293

Wina Hanriyani

1102012307

Wiwiek Libranu Soerye

1102012309

Maya Dwi Anggraeni

1102011157

Yolanda Syafitri

1102011296

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JL. Letjend Soeprapto, Jakarta Pusat
2013/2014
1

Skenario
Mata dan Kulit Kuning
Seorang anak laki-laki 10 tahun, dibawa ibunya ke Rumah Sakit karena mata dan
kulitnya terlihat kuning sejak satu minggu yang lalu, anak tersebut juga mengalami demam
disertai mual muntah dan buang air kecil berwarna seperti air teh. Ibunya menyampaikan
beberapa anak di lingkungan tempat tinggalnya juga menderita penyakit yang sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan; Vital sign dalam batas normal, sclera mata ikterik.
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di hipokondrium kanan, hepar teraba 3 cm di
bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata dan konsistensi kenyal.
Setelah pasien dirawat, dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil; bilirubin
total meningkat dan peningkatan bilirubin conjungated lebih dominan. Bilirubin urine positif.
Pemeriksaan enzim hati didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT.
Ibu menanyakan mengapa anaknya menjadi kuning. Dokter mencurigai anak ini
menderita hepatitis, maka dokter melanjutkan dengan pemeriksaan marker hepatitis virus.
Dokter juga menjelaskan prinsip penatalaksanaan dan cara pencagahan agar keluarganya
tidak tertular.

Kata-Kata Sulit
1. SGOT = enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi
sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai
dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak
dilepaskan ke dalam sirkulasi.
2. SGPT = enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis
destruksi hepatoseluler
3. Sklera mata = Bagian putih mata
4. Ikterik = kekuningan
5. Hipocondrium = Regio supero lateral regio epigastrica yang berada di atas tulang rawan
iga
6. Bilirubin Conjugated = Bilirubin yang telah terkonjugasi dengan protein hati
7. Hepatitis = peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia atau obat ataupun agen
penyebab infeksi
8. Pemeriksaan Marker Hepatitis = IgM anti HAV daoat di deteksi selama fase akut.

Pertanyaan
1. Mengapa Buang air kecil seperti air teh?

2. Apa Penyebab Bilirubin meningkat?


3. Mengapa SGOT dan SGPT meningkat?
4. Mengapa terdapat nyeri tekan di Hipokondrium kanan?
5. Apa penyebab mata dan kulit menguning?
6. Apa penyebab Hepatitis A dan Bagaimana cara Penularannya?
7. Mengapa terjadi Hepatomegali?
8. Bagaimana pencegahan agar keluarga tidak tertular Hepatitis A?
9. Mengapa Bilirubin conjugated lebih dominan?
10. Mengapa anak mengalami mual dan muntah?
11. Mengapa Bilirubin urin positif?
12. Apakah penyakit ini mematikan?
13. Apakah penyakit ini hanya terjadi pada anak?
Jawaban
1. Karena penumpukan bilirubin pada jaringan ikat longgar
2. Karena umur eritrosit pendek, kurangnya uptake protein albumin
3. Karena ada kerusakan hati
4. Karena pembesaran hepar
5. Karena penumpukan bilirubin pada jaringan ikat longgar
6. Virus hepatitis A melalui Fekal oral
7. Karena adanya virus, trauma, obat, toxin, kelainan darah.
8. Alat makan dan minum dipisah, menjaga kebersihan, setelah BAB cuci tangan
9. Karena intrahepatal
10. Demam: infeksi. Mual & muntah: Penekanan pada gaster karena hepatomegali
11. Karena obstruksi aliran empedu, kerusakan hati
12. Tidak
13. Tidak

Kesimpulan
Tingkat kebersihan rendah pada lingkungan meningkatkan resiko penyebarab virus Hepatitis
A melalui Fecal-Oral dimana setelah terjadi penularan, virus ini menyebabkan kelainan pada
hepar sehingga menimbulkan gejala seperti demam disertai mual dan muntah, nyeri tekan
hipokondrium, sklera mata ikterik, BAK seperti air teh karena penumpukan Bilirubin.
Diperlukan pemeriksaan lanjutan seperti SGOT dan SGPT, Liver Fugtion Test Marker untuk
melihat adanya fungsi hepar dan menyingkirikan adanya diagnosis lain dan menegakkan
diagnosis Hepatitis A. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian. Dokter Menganjurkan agar
keluarga memisahkan alat makan.

Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi hepar
LO 1.1. Makroskopis
LO 1.2. Mikroskopis
LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi hepar
LO 2.1. Sintesis Protein Empedu
LO 2.2. Sekresi Bilirubin
LO 2.3. Detoksifikasi
LI 3. Memahami dan menjelaskan Hepatitis A
LO 3.1. Definisi Hepatitis A
LO 3.2. Epidemiologi Hepatitis A
LO 3.3. Etiologi Hepatitis A
LO 3.4. Klasifikasi Hepatitis A
LO 3.5. Patofisiologi Ikterus dan Hepatitis A
LO 3.6. Manifestasi klinis Hepatitis A
LO 3.7. Diagnosis & Diagnosis Banding Hepatitis A
LO 3.8. Tatalaksana Hepatitis A
LO 3.9. Komplikasi Hepatitis A
LO 3.10. Prognosis Hepatitis A
LO 3.11. Pencegahan Hepatitis A

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Hepar


LO.1.1. Anatomi Makroskopis Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi. Tiga
fungsi dasar hepar:
a membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis;
b berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak,
dan protein;
c menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam
darah dari lumen intestinum.
Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di
bawah diafragma. Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, tetapi hanya sebagian
ditutupi oleh peritoneum.
Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dekstra, dan hemidiafragma
dekstra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, perikardium, dan cor. Hepar terbentang ke
sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung
melengkung di bawah kubah diafragma. Facies visceralis, atau posteroinferior, membentuk
cetakan visera yang letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan.
Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis esofagus, gaster, duodenum, fleksura
coli dekstra, ren dekstra dan glandula suprarenalis dekstra, serta vesica biliaris.

Gambar 1-1. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari anterior

Gambar 1-2. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari posterior

Vaskularisasi appendix vermiformis


Arteria hepatica propria, cabang truncus coeliacus, berakhir dengan bercabang
menjadi ramus dekster dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis.
Vena porta hepatis bercabang dua menjadi cabang terminal, yaitu ramus dekster dan
sinister yang masuk porta hepatis di belakang arteri.
Persarafan appendix vermiformis
Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk pleksus coeliacus. Truncus vagalis anterior
mempercabangkan banyak rami hepatici yang berjalan langsung ke hepar.

LO.1.2. Anatomi Mikroskopis Hepar


8

Merupakan kelenjar terbesar yang beratnya + 1500 g. Dibungkus oleh jaringan


penyambung padat fibrosa (capsula Glissoni). Capsula ini bercabang-cabang ke dalam hati
membentuk sekat-sekat interlobularis, ketebalan sekat berbeda pada spesies yang berbeda,
misalnya pada babi lebih tebal daripada pada manusia.
Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jaringan
interlobular. Jika dilihat dari tiga dimensi, lobulus seperti prisma hexagonal/polygonal disebut
lobulus klasik, panjangnya 1-2 mm. Sel-sel hati/ hepatocyte berbentuk polygonal tersusun
berderet radier, membentuk lempengan yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid
yang juga saling berhubungan.
Lobulus hati
Lobulus Klasik
Bagian jaringan hati dengan pembuluh-pembuluh darah yang mendarahinya yang
bermuara pada pusatnya vena centralis. Batas-batasnya adalah jaringan penyambung
interlobular.
Lobulus Portal
Bagian jaringan hati dengan aliran empedu yang menuju ductus biliris didalam
segitiga Kiernan.
Unit fungsional hati (acinus hati)
Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu ke dalam satu ductus biliaris terkecil
di dalam jaringan interlobular dan juga daerah ini mendapat perdarahan dari cabang
terakhir vena porta dan arteri hepatica.
Sinusoid hati
Lebih lebar dari kapiler dengan bentuk tidak teratur. Dindingnya dibentuk oleh sel endotel
yang mempunyai fenestra. Pada dinding menempel:
Pada dinding sebelah luar menempel fat storing cell (pericyte)
Pada dinding sebelah dalam menempel sel Kupffer yang bersifat fagositik.

Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis hepar babi, potongan

melintang. Dapat dilihat kapsula Glisson (GC), septum (S), area


portal (PA), lobulus (Lo) yang berbentuk hexagonal, dan vena
centralis (VC) yang terdapat di dalam lobulus.
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Hepar
LO.2.1. Sintesis Protein Empedu
9

Asam empedu primer disintesis dari kolesterol. Asam empedu primer ini adalah asam
kolat (jumlah terbesar) dan asam kenodeoksikolat yang keduanya dibentuk dari prekursor
kolesterol itu sendiri. Reaksi 7-hidroksilasi pada kolesterol merupakan tahap pertama yang
wajib pada biosintesis asam empedu. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim 7-hidroksilase,
yaitu suatu enzim mikrosomal. Reaksi 7-hidroksilasi ini memerlukan oksigen, NADPH
serta sitokrom P450. Lintasan biosintesis asam empedu akan membagi menjadi satu
sublintasan yang menghasilkan kolil KoA yang ditandai dengan gugus ekstra -OH pada
posisi 12, dan lintasan lain yang menghasilkan kenodeoksikolil KoA. Di luar perbedaan ini,
kedua lintasan melibatkan reaksi hidroksilasi dan pemendekan rantai samping yang serupa,
untuk memberikan struktur asam empedu yang khas. Asam empedu primer ini memasuki
getah empedu sebagai konjugat glisin atau taurin. Konjugasi berlangsung di peroksisom.
Mengingat getah empedu mengandung kalium dan natrium yang tinggi dan pHnya basa,
maka diasumsikan asam empedu dan konjugatnya sebenarnya berbentuk garam karena itu
getah empedu disebut garam empedu.
Sebagian asam empedu primer di dalam usus mengalami beberapa perubahan lebih lanjut
oleh aktivitas bakteri usus. Perubahan ini mencakup reaksi dekonjugasi dan 7dehidroksilasi, yang menghasilkan asam empedu sekunder, yaitu asam deoksikolat dari asam
kolat, dan asam litokolat dari asam kenodeoksikolat. Kurang dari 5% garam empedu
dibuang bersama feses yang merupakan jalur utama ekskresi kolesterol dan sisanya masuk
ke siklus enterohepatik melalui absorpsi kembali di ileum.
LO.2.2. Sekresi Bilirubin
Semua sel hepar secara kontinu membentuk sejumlah kecil sekresi yang dinamai
empedu. Ini disekresikan ke dalam kanalikus bilifer yang kecil, yang terletak diantara sel-sel
hepar di dalam lempengan dan kemudian empedu mengalir ke perifer menuju septa
interlubuler di tempat mana kanalikulus mengeluarkan isinya ke duktus biliaris terminanglis
kemudian, progressive terus ke duktus yang lebih besar dan akhirnya mencapai duktus
hepatica dan duktus koledokus, dari mana empedu dikosongkan langsung kearah duodenum
atau dibagi kearah kantung empedu.
LO.2.3. Detoksifikasi Hepar
Phase 1 Jalur detoksifikasi
Disini zat kimia berbahaya dirubah menjadi tidak berbahaya dengan bantuan enzim
Cytochrome P-450. Selama proses ini, dihasilkan radikal bebas, yang bila berlebih akan
merusak sel-sel hati. Kecukupan antioksidan (vitamin C, E , beta karotin, dll) sangat
diperlukan untuk mengurangi kerusakan akibat radikal bebas. Vitamin seperti riboflavin,
niacin, dan mineral seperti magnesium, besi dan seng dapat mendukung aktifitas sistem
enzim pada phase ini. Sistem enzim P-450 dapat rusak karena banyaknya racun yang masuk
kedalam tubuh.
Phase 2 Jalur detoksifikasi
Disini kimia beracun ditambahkan substansi lain seperti (cysteine, glycine atau molekul
sulfur) untuk dirubah menjadi molekul yang tidak berbahaya sehingga larut air dan dengan
10

mudah dikeluarkan dari dalam tubuh melalui cairan seperti cairan empedu atau urin. Asam
amino seperti taurine dan cysteine, glycine, glutamine, dan vitamin seperti choline dan
inositol dibutuhkan bagi efisiensi detoksifikasi. Glutation sebagi antioksidan dan pelindung
hati juga dibutuhkan untuk mendukung sistem enzim yang diperlukan dalam phase ini.

Gambar 2.1. Jalur detoksifikasi hati


Hati yang terbebani RACUN
Jika jalur detoksifikasi phase 1 dan phase 2 menjadi terbebani, maka toksin akan menumpuk
di dalam tubuh. Kebanyakan dari toksin ini adalah larut dalam lemak dan menggabungkan
diri mereka dengan bagian lemak tubuh dimana disana mereka dapat tersimpan selama
bertahun-tahun atau bahkan selamanya. Otak kita dan kelenjar endokrin (hormon) adalah
organ yang mengandung lemak dan menjadi lokasi favorit bagi akumulasi toksin larut dalam
lemak. Hal ini dapat menimbulkan gejala disfungsi otak dan ketidakseimbangan hormonal
seperti kemandulan, nyeri payudara, gangguan menstruasi, kelelahan kelenjar adrenal dan
menopause dini. Banyak dari kimia ini (seperti pestisida, petrokimia) bersifat karsinogenik
dan mengakibatkan meningkatnya insiden kanker.
Hati yang terbebani racun dapat menimbulkan ketidakseimbangan hormonal.
Jika sistem penyaringan dan/atau sistem detoksifikasi pada hati anda terbebani atau tidak
efisien, hal ini berakibat toksin, sel-sel mati dan mikroorganisme menumpuk didalam darah
yang kemudian semakin memperberat sistem imun yang pada akhirnya menjadi terganggu.
Dalam kondisi seperti ini, sistem imun mulai memproduksi kimia yang menimbulkan
peradangan secara berlebihan. Didalam beberapa kasus menghasilkan auto-antibodi. Hal ini
berikutnya dapat menimbulkan gejala-gejala imun disfungsi seperti alergi, inflamasi,
pembengkakan kelenjar, masalah infeksi yang berulang-ulang, lelah (Chronic Fatique
Syndrome), fibromyalgia atau penyakit autoimun lainnya. Beberapa kondisi penyakit
autoimun yang sering dihasilkan adalah systemic lupus erythematosus (SLE), sclerosing
cholangitis, primary biliary cirrhosis, thyroid Hashimoto, vasculitis dan rheumatoid arthritis.
Disfungsi sistem imun seringkali terjadi didalam lingkungan yang telah dibanjiri oleh
berbagai macam kimiawi seperti di zaman yang kita miliki saat ini dan semakin diperparah
dengan defisiensi nutrisi dan pola makan tinggi lemak.

11

Sistem venus portel dan sistem sistemik. Sel ini berfungsi sebagai penapis yang efektif.
Apabila darah mengalir melalui liver, sel pemangsa ini membersihkan darah dengan
memusnahkanbahan toksid, bakteri, virus parasit sel tumor dan partikel asing yang bisa
membahayakan tubuh (Achmad, 2009).
Organ hati yang cukup besar ini setara dengan fungsinya yang cukup berat. Hati menjadi
tempat menyaring segala sesuatuyang dikonsumsi maupun dihirup manusia, termasuk yang
diserap dari permukaan kulit.Hati juga menyimpan beberapa vitamin, mineral (termasuk
zat besi), dan gula, mengaturpenyimpanan lemak dan mengontrol produksi serta ekskresi
kolesterol. Empedu yangdihasilkan oleh sel hati membantu mencerna makanan dan menyerap
zat gizi penting. Jugamenetralkan dan menghancurkan substansi beracun serta
memetabolisme alkohol, membantumenghambat infeksi, dan mengeluarkan bakteri dari
aliran darah.Hati juga mendetoksifikasi dengan menetralkan racun dari obat-obatan, meski
tidaksemua obat berhasil didetoksifikasi hati. Bila tidak berhasil, bisa menimbulkan
gangguan fungsihati. Di satu sisi, bila terjadi gangguan dan membuat sebagian organ hati
mesti dibuang, organsisanya masih dapat berfungsi (Badrudin, 2009).
Liver berfungsi sebagai pusat detoksifikasi alamiah yang mampu menetralisasikansemua
racun di dalam tubuh. Liver, organ paling utama dalam proses detoks di dalam
tubuh,melakukan detoksifikasi setiap hari (Aryati, 2009).Detoksifikasi adalah sebuah usaha
untuk membersihkan tubuh dengan menghilangkanracun yang mengendap dalam tubuh.
Tanpa kita sadari, dalam kehidupan sehari-hari, banyaksekali racun (toxin) yang
membombardir tubuh kita. Racun yang masuk ke dalam tubuh kitabiasanya berasal dari luar
tubuh (exotoxin), baik yang masuk melalui mulut atau dari makananmaupun dari hidung
berupa udara.
Tubuh yang sehat dan bekerja secara optimal ditandai dengan setidaknya dalamsehari buang
air besar sekali atau dua kali.Perjalanan makanan dalam tubuh manusia sehat antara 24
hingga 48 jam.Kenyataannya, transit makanan dalam tubuh manusia sibuk dan tak sempat
berpola hidupsehat bisa mencapai 65 hingga 100 jam.Hati tersusun dari kira-kira 300 miliar
sel yang siap mengontrol proses metabolismetubuh. Apa pun yang kita makan, minum, hirup
lewat udara, serap lewat kulit, semuanya akanterkumpul di hati. Sel-sel hati ini akan
memproses nutrisi dari zat makanan menjadi zat yangdibutuhkan tubuh.Racun-racun juga
dimetabolisasi oleh hati, sehingga dapat dibuang dengan aman.Beberapa racun yang sudah
dicerna itu disalurkan ke pembuluh darah, dan akhirnya disaringoleh ginjal untuk kemudian
dibuang lewat air seni.Zat racun yang lain dibawa oleh cairan empedu, cairan berwarna
kuning atau kehijauanyang diproduksi oleh hati. Cairan ini dibawa melalui saluran empedu
menuju kandung empedudan usus untuk kemudian dibuang lewat buang air besar.
Pada dasarnya sel-sel hati memiliki 2 cara utama untuk melakukan detoksifikasi yangdikenal
dengan jalur detoksifikasi Phase 1 dan 2.Pada fase 1 Jalur detoksifikasi, disini zat kimia
berbahaya dirubah menjadi tidakberbahaya dengan bantuan enzim Cytochrome P-450.
Selama proses ini, dihasilkan radikalbebas, yang bila berlebih akan merusak sel-sel hati.
Kecukupan antioksidan (vitamin C, E , betakarotin, dll) sangat diperlukan untuk mengurangi
kerusakan akibat radikal bebas. Vitaminseperti riboflavin, niacin, dan mineral seperti
magnesium, besi dan seng dapat mendukung.
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Hepatitis A
LO.3.1. Definisi Hepatitis A

12

Hepatitis A adalah penyakit jinak yang dapat sembuh sendiri dengan masa inkubasi 2-6
minggu.
Virus hepatitis A merupakan pikornavirus RNA rantai tunggal (single stranded, ssRNA)
yang kecil dan tidak berselubung. Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV (anti-HAV)
telah dapat diukur di dalam serum. Awalnya antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam,
sehingga memudahkan mendiagnosis secara cepat suati infeksi HAV. Setelah masa akut
antibodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya sehingga keadaan ini
menunjukkan bahwa pasien pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau dan memiliki
imunitas. Keadaan karier tidak pernah ditemukan.
HAV menyebar melalui ingesti makanan dan minuman yang tercemar dan dikeluarkan
melalui tinja selama 2-3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah onset ikterus. HAV tidak
dikeluarkan dalam jumlah signifikan dalam air liur, urine, atau semen.
LO.3.2. Epidemiologi Hepatitis A
Secara global terdapat 3 kategori daerah atau negara di mana prevalensi infeksi hepatitis B di
daerah tersebut dikategorikan :
prevalensi tinggi (>8%)
intermediet (2-8%)
prevalensi rendah (<2%)
Daerah yang termasuk endemis tinggi di antaranya adalah Asia Tenggara (termasuk
Indonesia, daerah Pasifik kecuali Jepang), Australia, dan Selandia Baru, sub sahara di
Afrika, sebagian Timur Tengah, Asia Tengah, dan beberapa negara Eropa Timur.
Di daerah-daerah ini prevalensi infeksi berkisar antara 70-90% terjadi pada populasi di
bawah 40 tahun, dan 8 hingga 20% populasi menjadi carrier.
LO.3.3. Etiologi Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV). Virus ini tidak beramplop,
merupakan virus RNA untai tunggal kecil dengan diameter 27nm. Tidak inaktifasi oleh eter
dan stabil pada suhu -20 celcius, serta pH yang rendah. Strukturnya mirip dengan
enterovirus, tapi hepatitis A virus berbeda dan sekarang diklasifikasikan dalam genus
Hepatovirus, famili picornavirus.
-

Orang-orang yang memiliki faktor risiko terinfeksi HAV :


Kontak pribadi
Pekerjaan (misalnya, tempat penitipan anak)
Bepergian ke luar negeri yang endemik HAV
Pria homoseksual
Penggunaan narkoba parenteral
LO.3.4. Klasifikasi Hepatitis A

Hepatitis A Klasik : timbul secara mendadak didahului gejala prodromal sekitar 1


minggu sebelum jaundice.
13

Hepatitis A relaps : Timbul 6-10 minggu setelah sebelumnya dinyatakan sembuh secara
klinis. Kebanyakan terjadi pada umur 20-40 tahun. Gejala relaps lebih ringan daripada
bentuk pertama.
Hepatitis A kolestatik : Terjadi pada 10% penderita simtomatis. Ditandai dengan
pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas, gatal-gatal dan
jaundice.

Hepatitis A protracted : Pada biopsi hepar ditemukan adanya inflamasi portal dengan
piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan lobular hepatitis.
Hepatitis A fulminan : paling berat dan dapat menyebabkan kematian, ditandai dengan
memberatnya ikterus, ensefalopati, dan pemanjangan waktu protrombin.

LO.3.5. Patofisiologi Ikterus dan Hepatitis A


a. Patofisiologi Ikterus

Tabel 1. Patofisiologi Ikterus


MEKANISME PATOFISIOLOGIK KONDISI IKTERUS.
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1.
Pembentukan bilirubin secara berlebihan.
14

2.
3.
4.

Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.


Gangguan konjugasi bilirubin.
Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik
yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang
pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.
PEMBENTUKAN BILIRUBIN SECARA BERLEBIHAN
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan
penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering
disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus
hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit),
sel darah merah abnormal ( sterositosis herediter ), anti body dalam serum ( Rh atau
autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran ( limpa
dan peningkatan hemolisis ). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh
peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang. Proses ini
dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg
/ 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern Ikterus.
GANGGUAN PENGAMBILAN BILIRUBIN
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan
dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya
beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin
oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ), nofobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya
menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan
beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan
dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan
defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat
konjugasi bilirubin.
GANGGUAN KONJUGASI BILIRUBIN
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada
hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal
yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas
glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu
ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak terkonjugasi
pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan
terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan
pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.
Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau pada kulit bayi yang
telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi )
menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke
dalam empedu tanpa harus di konjugasi terlebih dahulu Femobarbital.
PENURUNAN EKSKRESI BILIRUBIN TERKONJUGASI
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun
obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin
terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga
15

menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen
kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe
alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam
empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh
hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau
tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan
bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif.
b. Patofisiologi Hepatitis A

Casarett & Doulls Toxicology The Basic Science of Poisons (6th Edition); McGraw-Hill,
2004)

Tabel 2. Patofisiologi Hepatitis A


Diawali dengan masuknya virus ke dalam saluran pencernaan, kemudian masuk ke
aliran darah menuju hati (vena portal), lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim
hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan
keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk ke dalam ductus biliaris yang akan
16

diekskresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan merangsang reaksi
inflamasi yang ditandai dengan agregasi makrofag, pembesaran sel kuppfer yang akan
menekan ductud biliarus sehingga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi
penurunan ekskresi bilirubin ke usus.
Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin
dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus
menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux ke pembuluh darahsehingga akan
bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang disertai gatal dan air
kencing seperti air teh pekat akibat partikel bilirubin berukuran kecil sehingga dapat masuk
ke ginjal dan diekskresikan melalui urin.
Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan produksi
asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak
bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada
lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimoatis mengakibatkan
teraktivasinya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang menyebabkan timbulnya
gejala mual, muntah, dan nafsu makan menurun.

LO.3.6. Manifestasi Klinis Hepatitis A


Dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu masa inkubasi, praikterik (prodromal), ikterik
dan fase penyembuhan. Masa inkubasi berlangsug selama 14-50 hari, dengan rata-rata kurang
lebih 28 hari. Masa prodromal terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih.
Pada masa prodromal, gejalanya adalah fatigue, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, rasa tidak nyaman di daerah perut kanan atas, demam (biasanya< 39 oC), merasa
dingin, nyeri kepala, gejala mirip flu, nasal discharge, sakit tenggorok, dan batuk. Gejala
yang jarang adalah penurunan berat badan ringan, atralgia atau mononeuritis kranial atau
perifer. Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan yang nyeri tekan (70%),
manifestasi ekstrahepatik lain pada kulit, sendi atau splenomegali (5-20%).
Fase ikterik dimulai dengan urin berwarna kuning tua, seperti teh, atau gelap, diikuti
feses yang berwarna seperti dempul (clay-coloured faeces), kemudian warna sklera dan kulit
perlahan lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, lelah, mual, dan muntah bertambah
berat untuk sementara waktu. Dengan bertambah berat ikterus gejala tersebut berkurang dan
timbul pruritus bersamaan dengan timbulnya ikterus atau hanya beberapa hari sesudahnya.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri. Ikterik menghilang dan warna feses kembali
normal dalam 4 minggi setelah onset.

STADIUM PENYAKIT
1. stadium Inkubasi
Periode antara infeksi HAV dan munculnya gejala berkisar 15 49 hari, rata17

rata 25-30 hari. Inkubasi tergantung jumlah virus dan kekebalan tubuh.
2. stadium prodromal
Ditandai dengan gejala seperti : mual, muntah, nafsu makn menurun, merasa
penuh diperut, diare (sembelit), yang diikuti oleh kelemahan, kelelahan, demam,
sakit kepala, gatal-gatal, nyeri tenggorokan, nyeri sendi, gangguan penciuman dan
pengecapan, sensitif terhadap cahaya, kadang-kadang batuk.
Gejala ini seperti febrile influenza infection. Pada anak-anak dan remaja gejala
gangguan pencernaan lebih dominan, sedangkan pada orang dewasa lebih sering
menunjukkan gejala ikterik disertai mialgia.
3. stadium klinis
90% dari semua pasien HAV akut adalah subklinis, sering tidak terdeteksi. Akhir
dari prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan urin yang berwarna
coklat, urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan dan microhaematuria dapat
berkembang. Feses biasanya acholic, dengan terjadinya ikteric (60-70% pada
anak-anak, 80-90% pada dewasa). Sebagian gejala mereda, namun demam bisa
tetap terjadi. Hepatomegali, nyeri tekan hepar splenomegali, dapat ditemukan.
Akhir masa inkubasi LDL dapat meningkat sebagai espresi duplikasi virocyte,
peningkatan SGOP, SGPT, GDH. Niali Transaminase biasanya tidak terlalu
diperlukan untuk menentukan derajat keparahan. Peningkatan serum iron selalu
merupakan ekspresi dari kerusakan sel hati. AP dan LAP meningkat sedikit. HAV
RNA terdeteksi sekitar 17 hari sebelum SHPT meningkat dan beberapa hari
sbelum HAV IgM muncul. Viremia bertahan selama rata-rata 79 hari setelah
peningkatan GPT , durasinya sekitar 95 hari (IPD UI, 2009).
4. Penyembuhan
fase ikterik berlangsung sekitar 2-6 minggu. Parameter laboratorium benar-benar
normal setelah 4-6 bulan. Normalisasi dari serum asam empedu juga dianggap
sebagai perameter dari penyembuhan
LO.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Hepatitis A
Diagnosis
Anamnesis
- tipe panas, lama
-

nyeri perut kanan atas

mual, muntah

air seni seperti teh

mata kuning

riwayat kontak penyakit kuning : keluarga, lingkungan, sosial ekonomi

riwayat sakit serupa

riwayat obat2an
18

riwayat alkoholisme

riwayat minum jamu

riwayat suntik

riwayat transfuse

Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
-

Palpasi; nyeri tekan abdomen

Hasil pemeriksaan fisik:


Demam ringan
Penyakit kuning (10 hari setelah munculnya simtomatologi konstitusional dan berlangsung
selama 1-3 bulan)
Hepatomegali (hati lembut sedikit membesar)
Splenomegali (5-15%)
Palmar eritema (jarang)
Spider nevi (jarang)
ikterik
hepatomegali , deskripsi pemeriksaannya : nyeri tekan, ukuran (berapa cm dari px dan ac),
tepi tajam --> hepatitis akut, tepi tak rata --> sirosis, hepatoma, tepi tumpul --> hepatitis
kronis, permukaan licin --> hepatitis, permukaan berbenjol --> hepatoma, konsistensi
lunak/kenyal --> akut, konsistensi keras --> ganas)
Pemeriksaan penunjang
1) laboratorium
a) Pemeriksaan pigmen
-

urobilirubin direk

bilirubun serum total

bilirubin urine

urobilinogen urine

urobilinogen feses

b) Pemeriksaan protein
-

protein totel serum

albumin serum

globulin serum

HbsAG
19

c) Pemeriksaan serum transferase dan transaminase


-

AST atau SGOT

ALT atau SGPT

LDH

Amonia serum

2) Waktu protombin
respon waktu protombin terhadap vitamin K
3) Radiologi
-

foto rontgen abdomen

pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel
radioaktif

kolestogram dan kalangiogram

arteriografi pembuluh darah seliaka

4) Pemeriksaan tambahan
-

Laparoskopi

biopsi hati

Virus marker
IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. AntiHAV yang positif tanpa IgM anti-HAV mengindikasikan infeksi lampau.
Pemeriksaan fungsi hati, dilakukan melalui contoh darah.
Pemeriksaan
Untuk mengukur
Hasilnya
menunjukkan
Enzim
yang
dihasilkan
di
dalam
hati,
tulang,
Penyumbatan
saluran
Alkalin
plasenta; yang dilepaskan ke hati bila terjadi
empedu, cedera hepar,
fosfatase
cedera/aktivitas normal tertentu, contohnya :
beberapa kanker.
kehamilan, pertumbuhan tulang

Alanin
Transaminas
e

Enzim yang dihasilkan oleh hati. Dilepaskan oleh


hati bila hati terluka (hepatosit).

Luka pada hepatosit.


Contohnya : hepatitis

Enzim yang dilepaskan ke dalam darah bila hati,


jantung, otot, otak mengalami luka.

Luka di hati, jantung,


otot, otak.

20

(ALT)/SGPT

Aspartat
Transaminas
e
(AST)/SGO
T
Bilirubin

Gamma
glutamil
transpeptidas
e (GGT)

Laktat
Dehidrogena
se (LDH)

Nukleotidase

Komponen dari cairan empedu yang dihasilkan


oleh hati.

Obstruksi aliran
empedu, kerusakan
hati, pemecahan sel
darah merah yang
berlebihan.

Enzim yang dihasilkan oleh hati, pankreas, ginjal.


Dilepaskan ke darah, jika jaringan-jaringan
tesebut mengalami luka.

Kerusakan organ,
keracunan obat,
penyalahgunaan
alkohol, penyakit
pankreas.

Enzim yang dilepaskan ke dalam darah jika organ


tersebut mengalami luka.

Kerusakan hati
jantung, paru-paru
atau otak, pemecahan
sel darah merah yang
berlebihan.
Enzim yang hanya tedapat di hati. Dilepaskan bila Obstruksi saluran
hati cedera.
empedu, gangguan
aliran empedu.
Protein yang dihasilkan oleh hati dan secara
normal dilepaskan ke darah.

Kerusakan hati.

Protein yang dihasilkan oleh hati janin dan testis.

Hepatitis berat, kanker


hati atau kanker testis.

Antibodi untuk melawan mitokondria. Antibodi


ini adalah komponen sel sebelah dalam.

Sirosis bilier primer,


penyakit autoimun.
Contoh : hepatitis
menahun yang aktif.

Albumin

Fetoprotein

Waktu yang diperlukan untuk pembekuan darah.


Membutuhkan vit K yang dibuat oleh hati.

Antibodi
mitokondria

Protombin
Time
Tabel 3. Hal-hal yang termasuk dalam Pemeriksaan Fungsi Hati

Diagnosis Banding
1. Demam tifoid
Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella thypi atau Salmonella
parathypi A, B, atau C. Penyakit ini ditularkan lewat saluran pencernaan.
21

Basil yang tertelan menyerang mukosa usus halus, kemudian dibawa oleh makrofag ke
kelenjar limfe regional, lalu berkembang biak selama 1-3 minggu masa inkubasi. Pada akhir
masa inkubasi, basil ini memasuki peredaran darah mengakibatkan demam, sakit kepala, dan
nyeri otot.
Diagnosis ditunjang oleh :
(1) splenomegali,
(2) petechie,
(3) brakikardi,
(4) netropenia darah tepi.
Dianosis ditegakan dengan uji serologi (tes widal).
Pada minggu kedua penyakit, S thypi masuk kembali ke lumen usus melalui ekskresi
empedu. Sejumlah besar jaringan limfe di dalam usus halus dan kolon terinfeksi lagi, yang
menyababkan peradangan akut, nekrosis, dan ulserasi. Secara klinis, fase ini ditandai dengan
diare dan demam terus-menerus. Diagnosis ditegakan dengan biakan tinja dan urine
(Chandrasoma,2006).
Kloramfenikol merupakan bakteriostatik yang cukup kuat untuk mengendalikan
perkembangbiakan bakteri sampai mekanisme pertahanan tubuh pulih. Tiamfenikol juga
berhasil baik untuk demam tifoid.
Pencegahan dengan sanitasi yang baik dan vaksinasi (Soedarto, 1990).
2. Malaria
Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus plasmodium.
Terdapat empat spesies plasmodium, yaitu plasmodium vivaks menimbulkan malaria tertiana
yang ringan, P falciparum menimbulkan maliria tertiana yang berat, P malariae menimbulkan
malaria quartana, dan P ovale menimbulkan malaria ovale. Cara penularan lewat nyamuk
anopeles betina yang mengandung sporozoit infektif. Dapat juga ditularkan melalui transfusi,
plasenta, dan jarum suntik dalam bentuk trofozoit.
Gejala klinik : demam, anemia, pembesaran limpa. Terdapat 3 stadium demam : rasa
kedinginan berlangsung 20 menit- 1 jam, panas badan 1-4 jam, dan stadium berkeringat
banyak 2-3 jam. Pada malaria tertiana, demam berlangsung tiap hari ke-3 sehingga terjadi
siklus 48 jam. Pada malaria quartana demam tiap hari ke-4 (siklus 72 jam). Anemia terjadi
karena rusaknya eritrosit yang dijadikan tempat berkembangbiak plasmodium. Splenomegali
terjadi akibat bertambahnya kerja limpa untuk menghancurkan eritrosit yang rusak.
Untuk menegakan diagnosis dilakukan pemeriksaan darah, yaitu tetes tebal untuk
mendiagnosis malaria, dan tetes tipis untuk menentukan spesies plasmodium.
Terdapat 2 kelompok obat antimalaria yaitu alkaloid alami dan sintetik seperti chloroquine,
camoquine, dll.. Pencegahan dengan PSN (Soedarto, 1990).
3.

DHF

Adalah penyakit demam disertai perdarahan yang disebabkan oleh virus dengue.
Vektor penularnya adalah nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
Gejala : demam terus-menerus 2-7 hari, tanda perdarahan (petechie, ekimosis), hepatomegali,
syok. Kriteria laboratorium : trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.
Pengobatan simptomatik. Bila tanpa syok beri minum yang banyak, beri infus. Bila disertai
syok, beri cairan ringers laktat, oksigen. Pencegahan dengan PSN dan bila perlu dengan
foging (Tim Field Lab FKUNS, 2008)

22

LO.3.8. Tatalaksana Hepatitis A


Hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah beberapa minggu. Namun, untuk
mempercepat proses penyembuhan, diperlukan penatalaksanaan sebagai berikut:
1. Istirahat
Bed rest pada fase akut, untuk kembali bekerja perlu waktu berangsur-angsur.
2. Diet
-

Makanan disesuaikan dengan selera penderita


Diberikan sedikit-sedikit
Dihindari makanan yang mengandung alkohol atau hepatotoksik

3. Medikamentosa (simtomatik)
-

Analgetik antipiretik, bila demam, sakit kepala atau pusing


Antiemesis, bila terjadi mual/muntah
Vitamin, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan

LO.3.9. Komplikasi Hepatitis A


HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa (carrier) dan hanya sekalisekali menyebabkan hepatitis fulminan. Angka kematian akibat HAV sangat rendah, sekitar
0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap penyakit hati
akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis B atau alkohol.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah :
1. Komplikasi akut
: Kern Ikterik pada bayi dan anak, coma hepatikum.
2. Komplikasi yang menahun : Serosis Hepatis, Hepatoma, Hematemesis Melena
LO.3.10. Prognosis Hepatitis A
Hepatitis A Perawatan yang legeartis prognosis baik.
LO.3.11. Pencegahan Hepatitis A
1

Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang sanitasi yang baik dan higiene
perorangan dengan penekanan khusus tentang pentingnya untuk mencuci tangan secara
benar dan pembuangan tinja pada jamban yang saniter.

Sediakan fasilitas pengolahan air bersih, sistem distribusi air yang baik dan sistem
pembuangan air limbah yang benar.

Dua jenis vaksin hepatitis A inaktivasi saat ini tersedia di Amerika Serikat untuk
imunisasi pra pajanan bagi anak yang berusia 2 tahun keatas. Vaksin tersebut aman
23

dipakai, dalam uji coba ternyata cukup imunogenik dan mempunyai efikasi yang baik.
Perlindungan terhadap hepatitis A klinis mungkin sudah dimulai pada sebagian besar
orang 14-21 hari setelah pemberian dosis tunggal vaksin dan hampir semua orang
sudah mempunyai antibodi protektif dalam 30 hari setelah pemberian dosis pertama.
Dosis kedua biasanya diberikan untuk perlindungan jangka panjang. Vaksin tersebut di
Amerika Serikat tidak diberi izin untuk diberikan pada anak yang berusia kurang dari 2
tahun; dosis optimal dan jadwal pemberian tepat untuk meningkatkan perlindungan
pada seseorang supaya tidak terjadi interferenssi dengan antibodi yang didapat secara
pasif dari ibunya belum diketahui dengan jelas.
4

Penggunaan vaksin hepatitis A termasuk imunisasi pra pajanan

Pengelolaan tempat penitipan anak dan panti-panti asuhan sebaiknya menekankan


kepada upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadi penularan melalui rute fekal-oral,
termasuk dengan memberdayakan kebiasaan cuci tangan setiap saat dari toilet setelah
mengganti popok dan sebelum makan. Jika ditemukan satu orang penderita hepatitis A
atau lebih pada suatu institusi, atau jika ditemukan penderita pada 2 atau lebih keluarga
dari pengunjung institusi tersebut, maka IG harus diberikan pada para staf dan para
pengunjung. Pemberian IG perlu dipertimbangkan bagi kontak anggota keluarga yang
mengunjungi tempat penitipan anak dimana KLB terjadi, dan kasus tambahan
ditemukan pada 3 keluarga atau lebih. Bila perlu sebagai bagian dari imunisasi rutin
atau bagian dari upaya pengendalian KLB yang luas, perlu dipertimbangkan pemberian
imunisasi hepatitis A kepada para pengunjung dan staf yang terlibat ataupun tidak di
tempat tersebut.

Semua wisatawan yang bepergian ke daerah endemis tinggi atau sedang, termasuk
Afrika, Timur Tengah, Asia, Eropa Timur, Amerika Tengah dan Selatan, perlu diberikan
IG atau vaksin hepatitis A sebelum keberangkatan. Wisatawan diperkirakan terlindungi
4 minggu setelah pemberian vaksin dosis inisial tersebut. Vaksin hepatitis A
diprioritaskan untuk diberikan kepada mereka yang merencanakan bepergian
berulangkali atau bagi mereka yang akan tinggal dalam waktu yang cukup lama di
daerah endemis HAV baik yang endemis tinggi maupun menengah. IG dalam dosis
tunggal 0.02 ml/kg, atau 2 ml diberikan untuk orang dewasa, yang akan terpajan lebih
dari 3 bulan, untuk pemajanan yang lebih lama, diberikan 0.06 ml/kg atau 5 ml dan
diulang setiap 4-6 bulan apabila proses pemajanan terus berlangsung.

Vaksin hepatitis A harus dipetimbangkan untuk diberikan bagi masyarakat lain dengan
risiko tinggi terkena hepatitis A, misalnya pria homoseksual, kepada para pemakai obatobatan terlarang dengan suntikan dan kepada mereka yang bekerja dengan primata yang
terinfeksi HAV atau bagi nereka yang bekerja di tempattempat riset penelitian HAV.

Tiram, kerang-kerangan yang berasal dari daerah tercemar harus dipanaskan pada suhu
85- 90C (185-194F) terlebih dahulu selama 4 menit atau diuapkan selama 90 detik
sebelum dimakan.

24

DAFTAR PUSTAKA
Casarett & Doulls Toxicology The Basic Science of Poisons (6th Edition); McGraw-Hill,
2004
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2. EGC.Jakarta
Ganong, W.F . 2008 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC. Jakarta.
Gleadle, Jonathan. 2005. At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga
Medical Series.
IDAI. 2010. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Robbins, Stanley L. dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed.
4, Interna Publishing. Jakarta.
Tes fungsi hati. Diakses melalui http://www.abclab.co.id/?p=358 24 Mei 2013.
Prince, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep-konsep penyakit Volume 1 Edisi 6,
EGC. Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai