Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TUTORIAL CASE III

MATRA DARAT

TUTORIAL A-2:
Hiliando Hasiholan Sianturi 1510211004
Harastha Qinthara Mathilda 1510211008
Muhammad Hafizh Zharfan L 1510211030
Syafira Nurfitri 1510211054
Agnes Nina Eureka 1510211067
Aisyah Muthia Rasyida 1510211070
Shabrina Siti Mazaya 1510211099
Rahayu Novianti 1510211131
Nadira Safa Jasmine 1510211134

Tutor: drg. Nunuk

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta


Program Studi Sarjana Kedokteran
2018-2019
BASIC SCIENCE

A. SUHU
I. Pengertian dan Jenis
Suhu adalah ukuran kuantitatif terhadap temperatur (panas atau dingin) yang diukur
dengan termometer (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).
Temperatur terbagi menjadi 2 (dua):
1. Panas
Terdapat 2 pengertian ‘panas’:
 Panas sebagai bentuk energi, dalam bentuk aliran energi panas
Alat ukur: kalorimeter atau bomb calorimeter
Satuan: kalori
 Panas sebagai derajat, yaitu temperatur/suhu suatu objek
Alat ukur: termometer
Satuan: derajat
2. Dingin

II. Sumber Panas


Sumber panas:
1. Lingkungan
• Matahari
Matahari merupakan sumber panas terbesar di lingkungan. Menurut perhitungan para
ahli, temperatur di permukaan matahari sekitar 6000 derajat Celsius namun ada juga yang
menyebutkan suhu permukaan sebesar 5500 derajat Celsius. Jenis batuan atau logam apapun
yang ada di Bumi ini akan lebur pada suhu setinggi itu. Temperatur tertinggi terletak di bagian
tengahnya yang diperkirakan tidak kurang dari 25 juta derajat Celsius namun disebutkan juga
kalau suhu pada intinya 15 juta derajat Celsius. Ada pula yang menyebutkan temperatur di inti
matahari kira kira sekitar 13.889.000°C. Menurut JR Meyer, panas matahari berasal dari batu
meteor yang berjatuhan dengan kecepatan tinggi pada permukaan matahari. Sedangkan menurut
teori kontraksi H Helmholz, panas itu berasal dari menyusutnya bola gas. Ahli lain, Dr Bothe
1
menyatakan bahwa panas tersebut berasal dari reaksi-reaksi nuklir yang disebut reaksi hidrogen
helium sintetis.
• Peralatan yang melepaskan panas
Banyak peralatan di sekitar kita yang mengeluarkan panas. Biasanya benda yang bisa
mengeluarkan panas adalah benda yang bergetar. Contoh dalam kehidupan sehari-hari di
antaranya televisi, kompor, setrika, dan lain-lain.
• Suhu udara
Udara adalah
3. Tubuh
• Proses metabolisme
Proses metabolisme dalam tubuh menghasilkan zat tepung dan energi. Energi yang
dilepas oleh tubuh berupa panas. Semakin banyak dan cepat metabolisme yang dilakukan oleh
tubuh, semakin banyak juga energi berupa panas yang dihasilkan.

IV. Mekanisme Perpindahan Panas


Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus
dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan
kelingkungan sekitar. Cara perpindahan panas terbagi menjadi 3 (tiga):
• Konduksi: perpindahan panas dengan media penghantar tanpa diikuti dengan perpindahan
media penghantar
• Konveksi: perpindahan panas dengan media penghantar diikuti dengan perpindahan media
penghantar
• Radiasi: perpindahan panas tanpa melalui media penghantar (melalui pancaran)
Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh
mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh kelingkungan sekitar melalui kulit dengan cara
konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Suma’mur PK, 1996: 82).
(1) Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda sekitar dengan melalui
sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda
sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda
sekitar lebih panas dari tubuh manusia.

2
(2) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara
dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.
(3) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
lebih panjang dari sinar matahari.
(4) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat menguap bila udara diluar
badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit,
maka cepat terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa menurun.

IV. Indeks Pengukuran Panas Lingkungan


Seperti telah disebutkan bahwa suhu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu udara,
kelembaban, gerakan/aliran udara dan radiasi. Efek keempat aktor tersebut pada suhu tubuh
merupakan hasil kompensasi dari faktor-faktor tadi. Dapat saja terjadi variasi dari faktor-faktor
tersebut, tetapi efe yang dihasilkan tetap sama.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh, para ahli telah berisaha
untuk mencari metode pengukuran sesederhana mungkin yang mencakup pengaruh keempat
faktor di atas yang dinyatakan dalam bentuk skala atau indeks. Di bawah ini disebutkan beberapa
indeks saja, yaitu:
1. Predicted Four-Sweat Rate (P4SR)
Skala P4SR dirancang secara empiris berdasarkan pengamatan banyaknya keringat pada
seseorang yang berada di lingkungan panas selama 4 jam.
Pengamatan dilakukan dalam berbagai variasi lingkungan, pemakaian energi (perbedaan
aktivitas) dan perbedaan pakaian (memakai pakaian lengkap/tidak). Sebagai objek
pengamatan adalah orang muda, sehat, dan telah teraklimatisasi.
2. Heat Stress Index (HSI)
Indeks ini diperolah dari koefisien pertukaran panas lingkungan melalui radiasi dan
konveksi (R+C) dan produksi panas hasil metabolisme (M) yang bersama-sama
menghasilkan sejumlah panas yang harus disalurkan melalui evaporasi (E) untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh. Pengukuran menjadi kurang tepat karena di sini
perlu diperhitungkan bahwa rang yang diobservasi masih memakai pakaian (walaupun
minimal) dan ini mengurangi proses pertuaran panas melalui R, C, dan E.
3. Wet Bulb Globe Temperature Index (Index WBGT)

3
Alat yang dipakai disebut WBGT-meter yang merupkan suatu alat yang kompak yang
secara sendiri-sendiri diukur “dry bulb, wet bulb, da globe temperature”, juga kecepatan
gerakan udara. Kemudin, variabel yang diperoleh menghasilkan suatu nilai yang disebut
indeks WBGT. Variabel yang dipakai, yaitu:
a. Dry bulb temperature (DB)
b. Wet bulb temperature (WB)
c. Globe bulb temperature (G)
Nilai dari pengukuran ketiga alat tersebut menghasilkan suatu nilai indeks yng
merupakan penjumlahan dari 70% WB, 20%

V. NAB Panas
Screening Criteria for Heat Stress exposure (WBGT values in 0C)

Acclimatized Unacclimatized
Work Demands Light Moderate Heavy Very Light Moderate Heavy Very
Heavy Heavy
100% work 29,5 27,5 26 27,5 25 22,5
75% work; 25% 30,5 28,5 27,5 29 26,5 24,5
rest
50% work; 50% 31,5 29,5 28,5 27,5 30 28 26,5 25
work
25% work; 75% 32,5 31 30 29,5 31 29 28 26,5
rest
Sumber: TLVs and BEIs 2004 ACGIH

VI. Efek Suhu Terhadap Tubuh

4
B. SUHU TUBUH
I. Suhu Tubuh

Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas
(MarieB dan Hoehn dalam McCallum: 2012 ). Jika tingkat panas yang dihasilkan setara
dengan tingkat panas yang hilang, suhu tubuh inti akan stabil (Tortora dan Derrickson
dalam McCallum: 2012).

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam
keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan
mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu
panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik.

Rata-rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar antara 36,5 sampai 37,5ºC, akan
tetapi pada pagi hari akan berkurang sampai 36 ºC, daripada saat latihan suhu tubuh dapat
meningkat sampai mendekati 40 ºC tanpa efek sakit, karena perubahan tersebut merupakan
kondisi fisiologis yang normal. Akan tetapi, suhu tubuh juga dapat meningkat akibat adanya
perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban udara yang relatif tinggi.

II. Faktor Eksternal dan Internal yang mempengaruhi Perubahan Suhu Tubuh

Tubuh selalu mempertahankan suhu normalnya agar tidak terjadi gangguan pada
proses Homeostasis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suhu tubuh (Eliasih:
2012)

a. Usia

Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu
sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan.
Pastikan mereka mengenakan yang cukup dan hindari pajanan terhadap suhu
lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30 % panas tubuh melalui
kepala sehingga dia harus menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan

5
panas. Suhu tubuh bayi lahir berkisar antara 35,5˚C sampai 37,5˚C.Regulasi tubuh
baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menerus menurun saat
seseorang semakin tua. Para dewasa tua memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil
dibandingkan dewasa muda.

b. Olahraga

Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan


karbonhidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan
dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Olahraga berat yang lama seperti jalan jauh dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41
C.

c. Kadar Hormon

Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini
dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik
dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesterion rendah suhu tubuh dibawah suhu
dasar, yaitu sekitar 1/10”nya. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi,
kadar progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikan suhu tubuh
ke suhu dasar atau suhu yang lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat membantu
mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita
saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan
perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu
tubuh sementara sebanyak 4 C, yang sering disebut hotflases. Hal ini diakibatkan
ketidakstabilan pengaturan fasomor.

d. Irama sircadian

Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1 C selama periode 24 jam. Suhu
terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari suhu tubuh meningkat
dan mencapai maximum pada pukul 6 sore, lalu menurun kembali sampe pagi hari.
Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari

6
dan tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk terjadinya pembalikan
siklus. Secara umum, irama suhu sircadian tidak berubah seiring usia.

e. Stres

Stres fisik maupun emosianal meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi


hormonal dan syaraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan
meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki suhu normal yang
lebih tinggi.

f. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang


tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan
lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi
suhu mereka yang kurang efisien.

g. Perubahan suhu

Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi titik pengaturan
hypotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas berlebihan,
kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal, atau
kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan mempengaruhi jenis masalah klinis yang
dialami klien.

III. Aklimatisasi Panas

Pengertian umum dari aklimatisai merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau
adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal
ini didasarkan pada kemampuan organisme untuk dapat mengatur morfologi, perilaku, dan
jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan
(Pratama: 2011).

Aklimatisasi ini ditandai dengan (Robinson: 1967) :

7
a. Berkurangnya kecepatan denyut jantung dan peningkatan stabilitas peredaran darah ,
berakibat pada bertambahnnya kefektifan vasokonstriksi kompensasi dalam viscera
dan volume darah diperluas . perubahan ini memungkinkan aliran darah kulit
meningkat dan konduktansi panas
b. perbaikan secara bertahap dalam efisiensi pendinginan evaporative , dan dalam
sensitivitas dan kapasitas mekanisme berkeringat
c. perbaikan secara bertahap dalam pengaturan suhu , sehingga pada hari kedelapan
paparan , jika panas yang bekerja tidak terlalu kuat , individu dapat melakukan
pekerjaan dalam keadaan panas dengan peningkatan gradien antara suhu rektal dan
kulit dan tanpa suhu inti yang lebih besar dan metabolisme daripada ketika mereka
melakukan tugas yang sama dalam lingkungan yang dingin
d. berkurangnya kecepatan dalam pengeluaran air dari ginjal dan elektrolit , dan
penurunan perlahan konsentrasi keringat sodium , ini merupakan akibat dari
peningkatan berkeringat .

Berdasarkan suhu tubuh makhluk hidup tingkat tinggi seperti hewan dan manusi dibagi
menjadi dua, yaitu makhluk hidup yang memiliki suhu tubuh relatif konstan
(homeotherms), dan makhluk hidup yang suhu tubuhnya beradaptasi dengan perubahan
lingkungan (poikilotherms) . Manusia memiliki kemampuan untuk tidak tergantung atau
dipengaruhi oleh suhu lingkungannya karena dapat memelihara suhu tubuh yang konstan
sedangkan pada makhluk hidup yang tergolong poikilotherms ketika suhu lingkungan
dingin, suhu tubuhnya menjadi rendah dan laju metaboliknya menurun atau bahkan tidak
aktif, akan tetapi pada suhu lingkungan yang panas, mereka harus mencari tempat untuk
berlindung atau bahkan dapat mengalami kematian. Manusia sebagai makhluk hidup
tingkat tinggi yang keberfungsian aktivitas fisiologis dalam tubuhnya, seperti pengangkutan
oksigen, metabolisme selular dan kontraksi otot tidak begitu terpengaruh oleh suhu
lingkungan, baik panas ataupun dingin pada batasan normal selama suhu internal tubuh
terpelihara.

Saat berolahraga terjadi kontraksi otot yang menyebabkan perubahan energi menjadi
panas. Panas yang terbentuk dialirkan secara cepat dari otot melalui darah kepermukaan

8
tubuh. Panas tubuh kemudian dibebaskan ke atmosfer lewat keringat yang keluar dari
tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Irawan dalam Ronald (2009) yang menyatakan

“Hal lain yang sangat penting selama melakukan olahraga adalah mempertahankan atau
memelihara suhu tubuh. Oleh karena, kontraksi otot menghasilkan energi. Energi yang
terbentuk dari kontraksi otot sebagian besar berupa energi panas yaitu sebanyak 75% dan
sisanya 25% berupa energi gerak.”

Perubahan energi menjadi panas ketika berolahraga menyebabkan tubuh akan


melakukan adaptasi terhadap kombinasi tekanan dari panas yang dihasilkan oleh
metabolisme internal dan suhu lingkungan yang tinggi. Kemampuan seseorang untuk
beradaptasi dan melakukan latihan pada suhu lingkungan yang panas disebut sebagai
aklimatisasi tubuh terhadap panas (Heat Acclimatization / HA) (Indra: 2007).

Aklimatisasi panas meningkatkan kemampuan tubuh untuk mengendalikan suhu tubuh,


meningkatkan berkeringat dan meningkatkan aliran darah melalui kulit, dan memperluas
volume darah memungkinkan jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk otot,
organ dan kulit yang diperlukan (Pratama: 2011)

Tubuh selalu mempertahankan suhu normalnya , karena itu ketika berolahraga tubuh
melakukan pembuangan panas yang bertujuan untuk mempertahankan suhunya

Lebih jauh Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menjelaskan mekanisme pembuangan


panas, tubuh mempunyai beberapa cara, yaitu:

1. pembuangan panas secara radiasi (pancaran)

Panas dipindahkan dengan cara dipancarkan. Hal ini contohnya pada waktu seseorang
berdiri di dekat api, maka orang itu akan merasa hangat bahkan semakin lama akan merasa
panas, hal ini terjadinya karena pancaran panas dari api ke sekitarnya termasuk kepada
tubuh orang tersebut.

Radiasi diartikan sebagai kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah
(gelombang elektromagnetik). Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas kesegala
jurusan.

9
Pembuangan panas secara radiasi ini dapat bersifat positif dan negatif. Pada suhu
lingkungan sekitar 21oC pembuangan panas tubuh secara radiasi meliputi jumlah 60% dari
seluruh pembuangan panas tubuh. Pada suhu lingkungan 24-33oC pembuangan panas
tubuh secara radiasi menjadi lebih sulit, sehingga peranannya menurun menjadi 20-35%
dari seluruh pembuangan panas tubuh. Bila suhu lingkungan meningkat menjadi lebih
tinggi dari suhu tubuh, maka tubuh tidak dapat membuang panas dari lingkungan melalui
radiasi seperti halnya bila seseorang berdiri di dekat api.

2. pembuangan panas secara konduksi

Adalah pemindahan panas secara langsung dari tubuh ke suatu benda yang lebih dingin.
Mis : tubuh pada kursi besi, meja, tempat tidur dll. Termasuk udara dan air. Bila seseorang
telanjang maka akan kehilangan 3% dari kehilangan panas total. Dalam keadaan biasa,
pembuangan panas tubuh secara konduksi berlangsung kecil saja, yaitu hanya kepada
selapis tipis udara yang melekat ke tubuh. Hal ini disebabkan karena udara bukan
penghantar panas yang baik.

3. pembuangan panas secara konveksi

Adalah kehilangan panas dengan cara pergerakan udara atau cairan. Pergerakan sesuai
aliran udara/air yang menerpa kulit (angin, kipas angin). Bila seseorang telanjang maka
kehilangan 15% dari kehilangan panas total.

4. pembuangan panas secara evaporasi (penguapan)

Kulit dilengkapi dengan kelenjar keringat dengan jumlah sekitar 2,5 juta dan tersebar di
seluruh permukaan tubuh, terutama di telapak tangan, telapak kaki dan leher. Bilamana
diperlukan maka kelenjar keringat akan membentuk keringat yang akan dicurahkan ke
permukaan kulit, kemudian diuapkan. Besar pembuangan panas secara evaporasi
ditentukan oleh banyaknya keringat yang berhasil diuapkan, bukan oleh banyaknya
keringat yang dihasilkan.

Jumlah keringat yang diproduksi tergantung beberapa faktor dan meningkat seiring
dengan peningkatan intensitas, aktivitas, temperatur dan kelembaban udara. Latihan yang
lama menimbulkan hilangnya cairan dan elektrolit dari tubuh melalui keringat. Bahkan

10
lebih jauh Bloomfield dikutip Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menegaskan : “Faktor-
faktor yang menentukan banyaknya keringat yang diuapkan yaitu : (1) suhu tubuh dan atau
suhu lingkungan, (2) jumlah keringat yang dihasilkan, (3) besar aliran udara (konveksi), (4)
kelembaban udara.”

IV. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Aklimatisasi Tubuh Terhadap


Panas

Kemampuan aklimatisasi seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor (Indra: 2007) :

1. Usia

Suatu studi yang melakukan pengontrolan terhadap beberapa faktor seperti


komposisi dan ukuran tubuh, tingkatan kebugaran aerobik, derajat kemampuan
pengaturan suhu atau kemampuan untuk menyesuaikan pada iklim (aklimatisasi).
Akan tetapi atlet yang lebih tua tidak dapat secara efektif mampu melakukan
pemulihan dan dehidrasi, dihubungkan dengan suatu kontrol mekanisme haus,
membuat mereka cenderung lebih rentan terkena status hypohydrasi kronis, sehingga
menyebabkan kekurangan volume plasma dari kondisi optimal yang akan
mempengaruhi kemampuan thermoregulatory (Mack dalam Indra: 2007)

2. Komposisi lemak tubuh

Panas yang di hasilkan oleh lemak lebih besar dibanding otot, insulator lemak
memperlambat hantaran panas melalui konduksi ke permukaan tubuh. Akhirnya orang
yang gemuk mempunyai rasio area permukaan yang lebih kecil untuk penguapan
keringat dibandingkan dengan seorang yang lebih kecil atau kurus

3. Banyaknya kelenjar keringat

Kelenjar keringat merupakan salah satu media tubuh untuk mengeluarkan panas
dari dalam ke lingkungan sekitarnya selain melalui urin dan fase ekspirasi bernafas.
Semakin banyak jumlah kelenjar keringat seseorang, semakin tinggi kemampuannya
melepaskan panas tubuh untuk mempertahankan keseimbangan suhu.

11
V. Olahraga dan Aklimatisasi Panas

Semua pengaturan dalam tubuh manusia menggunakan umpan balik negatif,


dalam arti jika naik akan diturunkan, dan jika turun akan dinaikkan. Satu-satunya
pengaturan dengan umpan balik positif hanya tekanan darah. Suhu tubuh akan diatur
dengan umpan balik negatif. Ketika berolahraga efektivitas penggunaan energi
maksimal 37 %. Oleh karena itu lebih dari 63 % energi akan menjadi panas, dan tidak
akan lebih dari 37 % yang dapat menjadi energi gerak. Sudah barang tentu jika latihan
berjalan cukup lama akan memungkinkan kenaikan suhu yang berlebihan. Untuk
menghindari hal tersebut maka pembuluh-pembuluh darah tepi akan melebar, pori-pori
kulit juga melebar agar dapat keluar banyak keringat.

Atlet memerlukan pemanasan sebelum melakukan aktivitas. Akan tetapi jika suhu
terlalu tinggi otak yang akan mengalami gangguan pertama. Pada lari Marathon sangat
memungkinkan terjadinya suhu tubuh yang berlebihan, karena panas akan terus
diproduksi sampai lebih dari tiga jam. Oleh karena itu bagi pelari Marathon, dalam hal
mengikuti lomba tidak diperkenankan melebihi tiga target dalam kurun waktu satu
tahun. Hal demikian untuk menghindari otak agar tidak terlalu sering mengalami suhu
yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan kelainan fungsinya.

Produksi panas tubuh sangat tergantung pada Basal Metabolisme, tingkat kerja
(katabolisme), dan Effisiensi kerja. Tingkat kerja yang makin besar, makin besar pula
panas yang ditimbulkan metabolisme. Pada atlet terlatih effisiensi kerja (dinamis)
cukup tinggi ± 37 %, sehingga produksi panas yang terjadi pada kerja dinamis - ± 63
%. Jadi orang terlatih yang melakukan gerak dinamis pada tingkat kerja yang sama
dengan orang biasa, maka suhu yang diproduksi oleh tubuhnya lebih rendah.
Akibatnya proses warming-up atlet terlatih relatif memerlukan waktu lebih lama.

Panas tubuh yang terjadi pada saat berolahraga akan sangat berbahaya apabila
tidak ada upaya proses pendinginan tubuh. Banyak usaha tubuh untuk melakukan
proses pendinginan tubuh, salah satunya adalah berkeringat. Pembuangan panas tubuh
merupakan masalah keselamatan bagi semua orang khususnya olahragawan
Bloomfield seperti yang dikutip Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menjelaskan bahwa:

12
“kegagalan membuang panas pada orang dalam keadaan istirahat akan menyebabkan
kematian dalam waktu kurang dari 6 jam, sedangkan dalam olahraga dapat terjadi
dalam waktu dari 30 menit.”

Oleh karena itu harus ada pembuangan panas tubuh, pembuangan panas tubuh
(tubuh kehilangan panas) yang paling besar dilakukan oleh kulit ± 87 %, baik secara
radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi sangat tergantung pada suhu
sekitar. Kalau suhu sekitar ± 35 º C maka proses radiasi tubuh ke udara sekitar
mengalami gangguan. Konduksi adalah dengan rambatan karena bersinggungan
dengan benda dingin. Makin tinggi suhu benda makin kecil proses konduksi panas.
Misal mandi dengan air (yang suhunya ± 24 º C), berarti proses konduksi akan besar
sehingga tubuh akan kehilangan panas besar. Konveksi adalah proses mengganti udara
sekitar tubuh dengan udara baru, sehingga sebenarnya adalah proses radiasi angin.
Evaporasi adalah proses penguapan cairan yang ada di kulit tubuh (normal adalah
keringat), proses penguapan ini sangat tergantung pada kadar uap air udara (humidity)
sekitar dan angin. Makin kecil kadar uap air (kering), maka proses evaporasi akan
meningkat dan menyebabkan suhu tubuh turun atau pembuangan panas bertambah.

VI. Pembuangan Panas Tubuh pada Olahraga

Saat berolahraga hanya sekitar 20-25 % dari energi yang dilepaskan oleh
metabolisme otot, 75-80 % sisanya muncul sebagai panas (Ergen: 2009)

Seorang atlit harus memiliki kemampuan seseorang menyeimbangkan antara


produksi panas tubuh akibat proses metabolisme dalam tubuh ketika berolahraga dan
suhu lingkungan, dengan jumlah panas yang dilepaskan.

Keberfungsian dari sistem pengaturan suhu tubuh pada saat istirahat, aktivitas
keseharian, maupun pada saat latihan, memiliki komponen sebagai berikut.

1. pusat pengaturan suhu (thermoregulatory center), terdapat di hypotalamus berfungsi


sebagai koordinator informasi yang masuk melalui sensor (afektor) untuk kemudian
memberikan reaksi lanjutan.

13
2. reseptor suhu (thermoreseptor) merupakan reseptor sensoris terbagi menjadi dua
bagian, reseptor pusat (central reseptor) pada hypotalamus dan reseptor tepi
(peripheral reseptor)yang terdapat pada kulit sangat sensitif pada stimulus suhu
panas dan dingin dan memberikan input pada pusat pengaturan suhu yang terletak
di sistem saraf pusat.

3. Efektor suhu yang diperintah oleh pusat koordinasi melaksanakan proses pengaturan
suhu, diantaranya kelenjar keringat, otot polos pada arteriola, otot rangka, dan
kelenjar endokrin (Costill dalam Indra: 2007)

Berikut Gambar siklus pembuangan panas pada saat olahraga :

2.1 Siklus pembuangan panas pada saat olahraga

(Sumber: McCallum: 2012 - Measuring body temperature)

14
Mekanisme Pengaturan suhu tubuh seperti yang telah disebutkan di atas diatur oleh
hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti
termostart.

2.2 Penjalaran sinyal suhu pada sistem syaraf

(Sumber: Eliasih: 2012 - Pengaturan Suhu Tubuh)

Suhu yang nyaman merupakan set point untuk operasi system pemanas. Penurunan suhu
lingkungan akan mengaktifkan pemanas

15
Penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar, namun tidak persis sama seperti sinyal nyeri.
Sewaktu memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar dalam traktus lissaueri sebanyak
beberapa segmen diatas atau dibawah dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II,
III radiks dorsalis sama seperti untuk rasa nyeri. Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron
dalam medulla spinalis maka sinyal akan menjalarkan keserabut termal asenden yang menyilang
ke traktus sensorik anterolateral sesi berlawanan dan akan berakhir di (1) area reticular batang
otak dan (2) kompleks vetro basal thalamus. Setelah dari thalamus sinyal di hantarkan ke
hipotalamus. Dihipotalamus mengandung dua pusat pengaturan suhu. Hipotalamus bagian
anterior berespon terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan vasodilatasi dan karenanya
panas menguap. Sedangkan hipotalamus bagian posterior berespon terhadap penurunan suhu
dengan menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih lanjut.

16
CLINICAL SCIENCE

HEAT ILLNESS/Cedera atau Penyakit yang dapat Timbul Akibat Kegagalan Aklimatisasi
Panas

Konsekuensi yang bisa terjadi bila seseorang melakukan olahraga atau aktivitas fisik ditempat
bersuhu panas adalah bukan hanya berpengaruh pada penurunan pencapaian dari aktivitas
tersebut, tapi juga meningkatkan resiko terserang salah satu atau beberapa jenis penyakit yang
ditimbulkan oleh suhu yang panas. Kekacauan yang dapat terjadi pada tubuh kita adalah :
Milliria Rubra (Heat Rash), heat cramps (kram panas), heat syncope (penyingkatan ucapan
panas), heat exhaoustion (terdapat dua tipe : penghabisan air, penghabisan garam), heat stroke
(serangan panas). Pengeluaran keringat berlebih pada saat kita melakukan olahraga, juga dapat
menyebabkan terjadinya dehidrasi (Fahey dalam Indra: 2007)

1. Milliria Rubra (Heat Rash)


Sering dijumpai di kalangan militer atau pekerja fisik lainnya yang tinggal didaerah
beriklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal kemerahan pada kulit yang terasa nyeri bila
kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat
disertai reaksi peradangan.
Kelainan ini dapat mengganggu tidur sehingga efisiensi fisiologik menurun dan
meningkatkan kelelahan kumulatif. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
kelainan yang lebih serius. Adanya kelainan kulit mengakibatkan proses berkeringat dan
evaporasi terhambat, sehingga proses pendiginan tubuh terganggu. Keadaan ini memudahkan
sengatan panas.
Pengobatan:
a. Menjaga agar kulit tetap terlindung dan tetap kering
b. Istrirahat di lingkungan yang sejuk.

17
2. Kram Panas (Heat Cramps)
Heat cramps (kram panas) ditandai oleh kekejangan (spamus) pada kelompok otot yang
digunakan selama latihan. Hal tersebut terjadi karen adanya suatu perubahan dalam hubungan
kalium dan sodium di selaput otot dan diakibatkan oleh pengeringan dan kehabisan garam.
Secara khusus biasanya terjadi pada orang-orang yang menjalankan aktivitas atau latihan yang
berat dan mengeluarkan banyak keringat, gejala ini lebih sering terjadi pada individu-individu
yang tidak dapat beraklimatisasi dengan baik.
Dapat terjadi sebagai kelainan tersendiri atau bersama dengan kelelahan panas. Kejang
otot timbul secara mendadak, terjai setempat atau menyeluruh, terutama pada otot-otot
extremitas dan abdomen. Kejang otot yang berat dalam udara panas, menyebabkan keringat
diproduksi banyak. Bersama dengan keluarnya keringat, hilang sejumlah air dan garam.

Gejala:
a. Gelisah, kadang-kadang berteriak kesakitan
b. Suhu tubuh normal atau sedikit tinggi
c. Suhu rektal 36,70—37,80 C
d. Denyut nadi cepat
e. Tekanan darah normal
f. Kejang otot perut dan ekstremitas kadang-kadang sangat hebat

Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah lebih pekat
b. Kadar NaCl menurun
c. Kadar P, kalsium meningkat
d. Gula darah, K normal
Gejala dapat berlangsung terus sampai berjam-jam bila tidak segera diatasi.

Tatalaksana
a. Jika tidak dapat sembuh sendiri dalam waktu yang lama, berikan larutan air garam.
b. Istirahatkan penderita di tempat yang teduh dan dingin.
c. Berikan minuman pada penderita

18
d. Berikan tekanan lembut atau pijatan di otot-otot yang mengalami kram.

3. Kelelahan Panas (Heat Exhausation)

Heat exhaustion-water depletion. Lelah kepanasan yang diakibatkan oleh kehilangan


cairan, ditandai oleh adanya pengurangan keringat, penurunan berat badan yang cukup banyak,
mulut dan lidah terasa kering (“mulut kapas”), kehausan peningkatan suhu inti dan suhu kulit,
kelemahan dan hilangnya koordinasi. Tanda-tanda lainnya adalah air seni sangat kental, hampir
menyerupai warna jeruk.
Kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darh perifer karena dehidrasi dan
defisiensi garam. Dalam usaha untuk menurunkan panas, aliran darah ke perifer bertambah.
Penimbunan darah oeirfer menyebabkan darah yang dipompa dari jantung ke organ-organ lain
tidak cukup sehingga timbul gangguan.
Kelelahan panas dapat terjadi pada keadaan dehidrasi atau defisiensi garam-garam.
Kelainan ini dapat dipercepat pada ornag-orang yang kurang minum, berkeringat banyak,
muntah-mutntah, diare atau penyebab lain yang mengakibatkan pengeluaran air berlebihan.

Gejala:
a. Kulit pucat, dingin, basah, dan berkeringat banyak
b. Merasa lemah
c. Sakit kepala, pusing, vertigo
d. Badan terasa panas
e. Sesak napas, kadang bernapas dengan kepala dan pundak diangkat (Orthopneu)
f. Palpitasi

19
g. Gejala gastrointestinal: anorexia, muntah, mual
h. Otot-otot terasa nyeri dan sedikit kejang
i. Gangguan kesadaran dari ringan hingga berat

Pada pemeriksaan didapati:


a. denyut nadi cepat 120—200/ menit
b. Tekanan darah sistolik mula-mula naik (180mmHg) kemudian menurun
c. Suhu oral sub normal atau sedikit tinggi
d. Suhu rektal 30—400 C tergantung pada macam dan lamanya aktivitas yang dilakukan

Laboratorium:
a. Hematokrit meninggi
b. Volume plasma menurun
c. Uremis
d. Hiperkalsemia
e. NaCl urin dan keringat menurun

Tatalaksana
a. Baringkan penderita ke tempat yang teduh
b. Kendorkan pakaian yang mengikat
c. Tinggikan tungkai penderita sekitar 20 – 30 cm.
d. Beri oksigen bila ada
e. Beri minum bila penderita sadar
f. Rujuk ke fasilitas kesehatan bila perlu.

4. Sengatan panas (Heat Stroke, heat Pyrexia, Sun Stroke)

20
I. Definisi
Heat stroke adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat hingga 400 C
(1040F) atau lebih dan berhubungan dengan disfungsi dan tanda-tanda kegagalan
sistem organ yang multipel. Heat stroke dapat disebabkan karena kenaikan suhu
lingkungan, atau aktivitas yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Apapun
penyebabnya diperlukan penanganan medis segera untuk mencegah kerusakan dan
organ lainnya.
II. Klasifikasi Heat stroke
Heat stroke terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Exertional Heat Stroke (EHS)
Exertional heat stroke pada umumnya terjadi pada individu-individu muda yang
terlibat dalam aktivitas berat dalam jangka waktu yang lama pada lingkungan
yang panas, misalnya atlet, pemadam kebakaran, dan anggota militer.
2. Classic/Nonexertional Heat Stroke (NEHS)
Classic Nonexertional heat stroke (NEHS) pada umumnya menyerang orang yang
tidak bisa mengontrol lingkungannya dengan intake cairan, misalnya pada usia
lanjut, orang-orang yang memiliki penyakit kronis, dan pada bayi atau anak-anak.
Classic NEHS biasanya terjadi pada suhu lingkungan sangat tinggi dan biasanya
terjadi pada daerah yang tidak pernah mengalami suhu tinggi, namun mendadak
terjadi perubahan suhu menjadi tinggi, sehingga banyak individu yang mengalami
21
kegagalan adaptasi suhu didaerah tersebut dan terjadilah heat stroke. Dengan
meningkatnya suhu karena pemanasan global (global warming), angka insidensi
terjadinya heat stroke diprediksi akan meningkat.

III. Etiologi
1. Disfungsi hipotalamus sehingga menyebabkan kegagalan termoregulasi, misal
pada usia lanjut, bayi dan anak-anak.
2. Volume intravaskuler yang tidak memadai.
3. Disfungsi jantung.
4. Gangguan pada kulit yang mengganggu pelepasan keringat.
5. Konsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu pembuangan panas.

IV. Patofisiologi
Manusia dan mamalia dapat menjaga suhu tubuh fisiologisnya dengan
menyeimbangkan panas yang didapat (heat gain) dengan panas yang hilang (heat
loss) dari tubuhnya. Mekanisme pengaturan suhu tubuh ini terjadi secara kompleks
melibatkan berbagai organ. Terutama hipotalamus yang berfungsi sbg termostat yang
membimbing tubuh dalam mekanisme produksi dan pembuangan panas.
Panas diperoleh dari proses metabolisme, saat istirahat pun metabolisme tubuh
kita tetap berjalan,sehingga panas tetap dihasilkan tubuh. Panas juga didapatkan dari
lingkungan, yaitu melalui proses konduksi,konveksi dan radiasi. Untuk pembuangan
panas juga melibatkan proses konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi sesuai
mekanisme yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Heat gain dan heat loss
harus seimbang untuk mempertahankan suhu tubuh tetap fisologis.
Ketika heat gain melebihi heat loss, suhu tubuh akan meningkat. Heat stroke
terjadi pada individu yang tidak memiliki kemampuan memodulasi suhu lingkungan,
misalnya bayi, orang tua (usila), dan orang yang sedang sakit. Ketika suhu tubuh
meningkat diatas normal, maka hipotalamus akan tarangsang dan mengeluarkan
perintah kepada jantung untuk meningkatkan cardiac output dan meningkatkan aliran
darah ke perifer untuk meningkatkan produksi keringat dan menyerap kembali
natrium keringat agar panas cepat terbuang. Namun di sisi lain akan terjadi

22
pembuangan elektrolit dan cairan yang berlebihan disaat mekanisme heat loss terjadi
terlalu lama yang berakibat kepada pembebanan kerja pada organ jantung, jika tidak
segera dilakukan rehidrasi maka akan terjadi gagal jantung yang menyebabkan
komplikasi multi organ yang sistemik.
Pada tingkat seluler, banyak teori yang menjelaskan tentang heat stroke. Secara
umum, panas akan langsung mempengaruhi tubuh pada tingkat sel dengan
mengganggu proses seluler pada aktivitas denaturasi protein dan membran seluler,
sehingga berbagai sitokin inflamasi dan heat shock protein (HSPs) yang
menyebabkan stres lingkungan akan dihasilkan. Jika stres ini berlanjut, maka sel akan
mati (terjadi apoptosis).

V. Gejala
1. Exertional heatstroke (EHS)
EHS ditandai oleh keadaan hipertermia, diaforesis, dan perubahan sensorium suhu
yang bisa secara mendadak muncul selama kegiatan fisik yang berlebihan pada
lingkungan yang panas.
Gejala yang muncul diantaranya: Spasme muskular dan perut (cramping), mual,
muntah, diare, sakit kepala, pusing, dispneu, dan kelelahan.
2. Nonexertional heatstroke (NEHS)
Classic NEHS ditandai oleh keadaan hipertermia, anhidrosis, dan perubahan
sensorium suhu yang berkembang setelah periode kenaikan suhu yang lama
(prolonged elevations) dalam lingkungan yang panas.
Gejala gangguan CNS juga muncul, misalnya halusinasi, delusi, sikap yang
irasional, bahkan sampai koma.

23
Gejala anhidrosis terjadi pada tingkat lanjut dan mungkin saja tidak terlihat saat
pemeriksaan.

VI. Diagnosis
Heat stroke didiagnosis dengan tanda-tanda:
- Suhu rectal >400C (1040F) saat terjadi serangan heat stroke
- Gejala disfungsi sistem saraf pusat

VII. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda sebagai berikut:
 Suhu: Suhu diukur per rektal, di atas 41 ° C, namun bisa lebih rendah karena
mekanisme pengeluaran panas panas yang terjadi.
 Pulse: Takikardia mencapai 130 kali per menit.

24
 Tekanan darah: biasanya normal atau hipotensi. Hal ini disebabkan oleh sejumlah
faktor, termasuk vasodilatasi dari pembuluh kulit, penyatuan darah dalam sistem
vena, dan dehidrasi. Hipotensi juga bisa disebabkan kerusakan miokard. Hal ini
biasanya akan kembali normal seiring menurunnya suhu tubuh.
 Pernafasan: biasanya terjadi takipneu karena stimulasi dari sistem saraf pusat.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis heat stroke adalah:
 Pemeriksaan darah, didapatkan hipernatremi, hiperkalemi, peningkatan kreatinin
kinase pada rhabdomyolisis (keluarnya kandungan sel otot, seperti: myoglobin,
potassium, phosphate, dll kedalam plasma), peningkatan nitrogen urea darah, dan
hematokrit meningkat.
 Pemeriksaan urinalisis, didapatkan sel darah putih atau merah, dan peningkatan
protein dan mioglobin.
 Elektrokardiogram dapat menunjukan gambaran perubahan segmen ST dan
gelombang T dengan menunjukan iskemia miokardium.

VIII. Penatalaksanaan
1. immediate cooling untuk menurunkan suhu sampai 39,40C (102,90F) dengan cara:
- perendaman dengan air dingin, jika tidak tersedia bisa menggunakan handuk air
dingin yang diletakkan di kepala, badan dan kaki.
- body cooling unit.
- ice packs.
2. supportive care untuk mencegah komplikasi dengan cara:
- stabilkan sirkulasi dengan resusitasi cairan.
- oksigen untuk mendukung fungsi respirasi.
- fluid resuscitation and forced dieresis untuk mempertahankan fungsi ginjal.
- atasi gangguan ketidakseimbangan elektrolit.
3. Farmakologi
- Klorpromazin (Thorazine) digunakan sebagai relaksan otot dan menghambat
menggigil jika suhu terlalu cepat berkurang.
- Ekspansi volume sirkulasi dengan saline normal.

25
- Forced diuresis dengan furosemid, mannitolm dan sodium jika terjadi
rhabdomyolysis.
- Benzodiazepin jika terjadi kejang.

IX. Prognosis
Prognosis baik jika:
- Pengenalan yang cepatdan penanganan yang tepat, kelangsungan hidup dapat
mencapai 90-100%.
Prognosis buruk jika:
- Penanganan terlambat lebih dari 2 jam dari onset kejadian.
- Kematian pada petugas pemadam kebakaran yang terkena heat stroke mencapai
80%.

26

Anda mungkin juga menyukai