Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita sampaikan puji syukur kehadirat Allah Swt


yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap manusia yang
membacanya.

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membantu kami
dalam mengetahui lebih mendalam tentang tujuan dan lingkungan pendidikan
tersebut, disamping itu makalah ini merupakan bentuk tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah dasar-dasar pendidikan sebagai alat untuk menunjang nilai
akademik kami.

Kami sebagai tim penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada orang-


orang yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari dalam
penulisan makalh ini masih banyak kekeliruan yang terjadi untuk itu kiranya
bpk/ibu dosen memakluminya. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna
sebagaimana fungsinya.

Pasir Pengaraian, 05 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Lokasi Pulau Sumatera ............................................................... 4
B. Sejarah Pulau Sumatera .............................................................. 6
C. Keadaan Fisik atau Fisiografi Pulau Sumatera ........................... 8
D. Keadaan Ekonomi Pulau Sumatera ............................................. 11
E. Potensi Sumber Daya Alam Pulau Sumatera .............................. 12
F. Permasalahan Utama Pulau Sumatera ........................................ 14
G. Kearifan Lokal Penduduk Pulau Sumatra ................................... 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 19
B. Saran ........................................................................................... 22

DAFTAR RUJUKAN ................................................................................ 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah
utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan
dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Luas pulau ini sekitar
443.065,8 km2. Secara astronomis Sumatera berada pada posisi 6°LU-6°LS dan antara
95°BB-109°BT
Sumatra atau sering juga ditulis Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang
terletak di Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 52.210.926 juta
jiwa. Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau
Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti pulau emas). Kemudian pada Prasasti Padang Roco
tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi (bahasa Sanskerta, berarti tanah emas) dan bhūmi
mālayu (Tanah Melayu) untuk menyebutkan Pulau Sumatra ini. Selanjutnya dalam naskah
Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut Bumi Malayu (Tanah Melayu)
untuk Pulau Sumatra ini.
Gambaran secara umum keadaan fisiografi pulau sederhana. Fisiografinya dibentuk
oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai
barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia pada umumnya curam.
Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi
kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau dan
Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak
bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam.
Potensi Pulau Sumatera Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat
melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah
operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan
dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Sumatera Utara juga memiliki kekayaan
tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam
(golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan
energi.

1
 

 

Pulau Sumatra memiliki beberapa masalah yang salah satu masalah utamanya adalah
kebakaran hutan dan lahan. Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di
provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak
krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Terdapat 50.000 orang mengalami masalah
pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia.
Pualu Sumatra memiliki kearifan local yang dapat digunakan sebagai salah satu cara
alternatif dalam menangani suatu masalah. Budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran
terkendali sudah ada di Sumatera Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan
pemerintah tentang pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan  di Sumatera Selatan,
menyebutkan dalam kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17,
sudah di kenal sistem kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api
yang terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan
dengan tanaman yang baru.
B. Rumusan Masalah
Dari ulasan latar belakang diatas terdapat beberapa rumusan masalah yang di
dapatkan di antaranya adalah:
a. Bagaimana lokasi Pulau Sumatera?
b. Bagaimana sejarah Pulau Sumatera?
c. Bagaimana kondisi fisik atau fisiografi Pulau Sumatera?
d. Bagaimana keadaan perekonomian di Pulau Sumatera?
e. Bagaimana potensi sumber daya alam maupun sumberdaya manusia di Pulau
Sumatra?
f. Apa permasalahan utama di Pulau Sumatera?
g. Bagaimana kearifan lokal penduduk Pulau Sumatera dalam menanggulangi
permasalahan?
C. Tujuan
Dari tujuh rumusan masalah yang dipaparkan diatas terdapat beberapa tujuan yang
ingin dapatkan di antaranya adalah:
a. Untuk mengetahui dan memahami lokasi Pulau Sumatera.
b. Untuk mengetahui dan memahami sejarah Pulau Sumatera.
c. Untuk mengetahui dan memahami kondisi fisik atau fisiografi Pulau Sumatera.
d. Untuk mengetahui dan memahami keadaan perekonomian di Pulau Sumatera.
e. Untuk mengetahui dan memahami potensi sumber daya alam maupun sumberdaya
manusia di Pulau Sumatera.

 

f. Untuk mengetahui dan memahami permasalahan utama di Pulau Sumatera.


g. Untuk mengetahui dan memahami kearifan lokal penduduk Pulau Sumatera dalam
menanggulangi permasalahan.
 
BAB II
PEMBAHASAN

A. Letak Pulau Sumatera


Negara Indonesia terdiri atas ratusan gugusan pulau, dari Pulau Sabang hingga Pulau
Merauke. Terdapat lima pulau besar di negara Indonesia, salah satunya adalah Pulau
Sumatera yang berada bagian paling barat Indonesia.
1. Letak Astronomis Pulau Sumatera
Luas pulau ini sekitar 443.065,8 km2. Secara astronomis Sumatera berada pada posisi
6°LU-6°LS dan antara 95°BB-109°BT. Kondisi fisiografi di Pulau Sumatera sangat unik
yaitu berupa pulau-pulau di sebelah barat Sumatera yang membentang dari Simeuleu hingga
Enggano, rangkaian bukit barisan, zone Semangko, dataran alluvial pantai timur, rangkaian
pulau ini terbentuk suatu palung yang dalam dan suatu palung kecil yang terbentuk di sebelah
timur laut jajaran pegunungan Bukit Barisan, serta terdapat bukit, terdapat lembah dan lereng,
dan dataran rendah rendah di sebelah timur.
2. Letak Geografis Pulau Sumatera
Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah
utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan
dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Pulau Sumatera
mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja sampai Bagian utara sampai Tanjung Cina di
bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak teluk-teluknya. Gambaran
secara umum keeadaan fisiografi pulau itu agak sederhana.
Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya,
yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia
dan pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-
gunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel atau
Singkil) yang lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier
yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial. Jalur rendah terdapat
di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung biji intan tersebar di Aceh yang
lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin melebar dan bertambah hingga 150-200
km yang terdapat di Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.  
 
 


 

 

Gambar b.1 Pulau Sumatera.


Dilihat dari letak astronomis dan geografisnya Pulau Sumatera berada pada lokasi
yang sangat strategis. Sehingga banyak pedagang asing yang melintasi untuk berdagang dan
bahkan menetap pada jaman dahulu.

Gambar b.2 Lokasi Pulau Sumatera.



 

B. Sejarah Pulau Sumatera


Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir
timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri
tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian
menjadi Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan
Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-
cerita rakyat, adalah Pulau Emas. Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau
emas) kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat
Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari
Tiongkok yang bernama I-tsing (634-713 SM) yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya
(Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang
berarti negeri emas.
Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah:
Suwarnadwipa (pulau emas) atau Suwarnabhumi (tanah emas). Nama-nama ini sudah dipakai
dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab
Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi.
Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana,
sampai ke Suwarnadwipa.
Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya:
Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi
Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak
di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan
Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana.
Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad
kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam
karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat
negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat
Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.
Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa
Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya pulau emas. Sejak zaman purba para
pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera.
Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax Sumaterana) dan kapur barus

 

(Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang
Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur,
sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi
Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi
bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81,
menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman berlayar ke “tanah yang Kami berkati
atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).
Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera
(Gunung Ophir di Pasaman Barat, Sumatera Barat yang sekarang bernama Gunung Talamau).
Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh.
Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang
pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan
ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi
Sulaiman a.s.
Kata yang pertama kali menyebutkan nama Sumatera berasal dari gelar seorang raja
Sriwijaya Haji (raja) Sumaterabhumi (Raja tanah Sumatera), berdasarkan berita China ia
mengirimkan utusan ke China pada tahun 1017. Pendapat lain menyebutkan nama Sumatera
berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan abad ke-14. Para musafir
Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.
Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah
bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok
tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau
Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.
Terdapat peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau).
Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia
berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra.
Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa
pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau
kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh
pulau.

 

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di
sana tertulis pulau "Samatrah". Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan
muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan
nama "Samatara", sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy
d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512
menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak benar:
Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang kacau dalam menuliskannya:
Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.
Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir
Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatera. Bentuk inilah yang
menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia: Sum.

C. Keadaan Fisik atau Fisiografi Pulau Sumatera


Kondisi Pulau Sumatera luasnya ± 443.065,8 km2 hampir sama dengan luas negara
Inggris. Sumatera mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja di bagian utara sampai
Tanjung Cina di bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak teluk-
teluknya. Pantai barat melengkung, sebarannya di Teluk Tapanuli, sedangakan di pantai timur
sungai-sungainya besar dan melebar, sehingga membentuk estuarium yang dangkal pada
muaranya. Pada ujung selatan pulau ini terdapat 2 teluk penting yang menjorok ke daratan
±50 km. Teluk- teluk tersebut meliputi Teluk Lampung (dengan Teluk Betung) dan
pelabuhan timur Eas Harbour dan Teluk Semangko (dengan Kota Agung).
Gambaran secara umum keadaan fisiografi pulau sederhana. Fisiografinya dibentuk
oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai
barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia pada umumnya curam.
Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua ambang
dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel/Singkil) yang lebarnya ±20 km. Sisi
timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit
dan berupa tanah rendah aluvial.

 

Gambar b.3 Peta Topografi Pulau Sumatera.

Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung biji intan
tersebar di Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin melebar dan
bertambah hingga 150-200 km yang terdapat di Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
1. Rangkaian Bukit Barisan.
Elemen orografis yang utama adalah Bukit Barisan yang panjangnya 1650 km dan
lebarnya ±100 km (puncak tertingginya ialah Gunung Kerinci dan Gunung Indrapura 3800
m). Bukit Barisan merupakan rangkaian sejumlah pegunungan yang sejajar atau colisses yang
setelah cabang lainnya ke luar dari arah pokok barat laut tenggara, dikatakan bahwa arahnya
lebih ke arah timur barat dan merosot (menurun) ke arah tanah rendah di bagian timur. Di
antara Sungai Wampu dan Barumun merupakan Pegunungan Barisan yang bercorak empat
persegi panjang (sumbu barat laut tenggara 275 km panjangnya dan 150 km lebarnya).
Puncak ini disebut Batak Tumor. Pada bagian puncak yang mempunyai ketinggian 2000 m
(sibutan 2457 m) terdapat kawah besar Toba yang panjangnya 31 km, serta luasnya 2269
km2, sedangkan Danau Toba panjangnya 87 km dan luasnya 1776,5 km2 (termasuk Pulau
Samosir).
Sistem Barisan di Sumatera Tengah terdiri dari beberapa pegunungan blok. Bagian
yang paling sempit pada peralihan Batak Tumor (75 m) yang kemudian melebar menjadi 175
m pada irisan penampang bukit Padang. Perbukitan yang tertinggi terletak di bagian barat
daya dengan ketinggian lebih dari 2000 m, kemudian berangsur-angsur semakin rendah ke
arah dataran rendah Sumatera Timur yakni pada Lisun Kuantan Lalo 1000 m dan Suligi Lipat
Kain yang ketinggiannya lebih dari 500 m.
10 
 

Pembagian elemen-elemen tektonis dan morfologi Sumatera sebagai berikut:


a. Dataran alluvial terbentang di pantai timur.
b. Tanah endapan/ Foreland tersier (peneplain) dengan Pegunungan Tiga Puluh
c. Depresi sub Barisan
d. Barisan depan / fore barisan dengan masa lipatan berlebihan (over thrust masses)
e. Scheifer Barisan dengan lipatan yang hebat dan batuan metamorf.
f. Barisan tinggi/ High Barisan dengan vulkan- vulkan muda.
g. Dataran alluvial terbentang di pantai barat.
Berdasarkan kajian perkembangan geologi, Pulau Sumatera dibedakan menjadi: Basin
Tersier di Sumatera Timur disebut zone I, rangkaian pegunungan berbongkah di sebelah utara
Umbilin disebut zone II, Fore barisan merupakan zone III, The Schiefer Barisan tergolong
zone IV kecuali zone Schiefer Barisan di sebelah utara Padang, dan High Barisan termasuk
zone V. Zone II dan III termasuk unsur luar terletak di sisi timur dari Bukit Barisan.
Lengkung geantiklin di Bukit Barisan terangkat pada zaman Pleistosen merupakan zone IV
dan V.
Terdapar tujuh elemen-elemen tektonis dan morfologis di Pulau Sumatera, yakni:
a. Dataran pantai barat (pantai abrasi), merupakan daerah yang sempit, bahaya terkena
erosi dan abrasi, pantainya berpasir dan tidak cocok untuk dijadikan sebagai
permukiman.
b. Landas Bengkulu. Merupakan kawasan lahan rusak di sebelah barat bukit barisan dan
banyak tererosi, serta memiliki lereng yang terjal.
c. Deretan pegunungan vulkan muda. Daerahnya sempit dan erosinya tinggi.
d. Depresi sub barisan (lembah bongkah semangka). Tidak cocok sebagi tempat hidup
karena sangat sempit.
e. Daerah Basalt Sukadana Lampung. Irigasnya sangat sulit karena tidak terdapat
simpanan air.
f. Landaian sebelah timur. Cocok bila dijadikan sebagai tempat hidup karena tanahnya
datar. Dimanfaatkan sebagai daerah transmigrasi. Daerah ini berkembang menjadi
daerah transmigrasi terluas di Sumatera.
g. Dataran aluvial pantai timur. Merupakan daerah Rawa Payau.
2. Zona Semangka
Zona ini merupakan suatu corak permukaan yang mencerminkan karakteristik dari
Geantiklin Barisan sepanjang pulau itu secara keseluruhan, yang dinamakan jalur depresi-
menengah pada puncak yang disebut Semangko Rift Zone. Zona Semangko ini terbentang
11 
 

mulai dari teluk semangko di Sumatera Selatan dan berkembang lebih jauh ke arah Trog
lembah Aceh dengan Kota Raja sebagai ujung utaranya. Di beberapa jalur ini terisi dan
tertutup oleh vulkan-vulkan muda.
3. Arah Struktur Pokok
Secara umum terdapat tujuh arah struktur pokok dari Pulau Sumatera adalah:
a. Sisi barat Geantiklin Barisan terbentang di sebelah barat jalur Semangko berada pada
setengah Pulau Sumatera di sebelah selatan Padang tepatnya. Sisi baratnya terbentuk
oleh blok kerang yang panjang dan miring ke Samudera Hindia, dan disebut Block
Bengkulu.
b. Gawir sesar sepanjang jalur semangko memisahkan pantai barat dan timur. Disebut
juga Bukit Barisan Sensu stricto atau barisan tinggi.
c. Ujung selatan bukit barisan adalah daerah Lampung.
d. Di antara Padang dan Padang Sidempuan struktur geantiklinal Bukit Barisan tidak
menentu. Geantiklinal block pegunungan yang memanjang di sisi timur, sama dengan
daerah di sisi barat sungai subsekuen dan cabang-cabangnya.
e. Batak Tumor yang merupakan lanjutan dari Bukit Barisan yang berupa kubah
geantiklinal besar yang terpotong oleh jalur Semangko.
f. Bukit Barisan di daerah Aceh adalah bagian teruwet pecah menjadi sejumlah
pegunungan Block, yaitublock leuser dan pegunungan barat. Kedudukannya searah
sisi barat seperti Block Bengkulu.
g. Di sebelah barat bukit Barisan terbentang palung antara sistem pegunungan Sunda
yang membentuk cekungan laut antara Sumatera dan rangkaian pulau-pulau di
baratnya.

D. Keadaan Ekonomi Pulau Sumatera


Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi
kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau dan
Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak
bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah
oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya PT. Caltex yang mengolah minyak bumi
di provinsi Riau.
Di Pualu Sumata juga terdapat perusahaan maupun masyarakat sekitar yang
mengelola hasil tambang. Tempat-tempat penghasil barang tambang ialah :
12 
 

a. Arun (NAD), menghasilkan gas alam.


b. Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), menghasilkan minyak bumi
c. Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi
d. Tanjung Enim (Sumatera Selatan), menghasilkan batu bara
e. Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), menghasilkan minyak bumi
f. Tanjungpinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit
g. Natuna dan Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), menghasilkan minyak bumi dan
gas alam
h. Singkep (Kepulauan Riau), menghasilkan timah
i. Karimun (Kepulauan Riau), menghasilkan granit
j. Indarung (Sumatera Barat), menghasilkan semen
k. Sawahlunto (Sumatera Barat), menghasilkan batubara
Beberapa kota di pulau Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup
penting. Medan kota terbesar di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama di pulau
ini. Banyak perusahaan-perusahaan.

E. Potensi Sumber Daya Alam Pulau Sumatera


Potensi Pulau Sumatera Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat
melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah
operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan
dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Perusahaan migas yang mengeksploitasi tambang
Aceh berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing) saat ini adalah Gulf Resources
Aceh, Mobil Oil-B, Mobil Oil-NSO, dan Mobil Oil-Pase. Endapan batu bara terkonsentrasi
pada Cekungan Meulaboh di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Terdapat 15
lapisan batubara hingga kedalaman ±100 meter dengan ketebalan lapisan bekisar antara 0,5 m
– 9,5 m. Jumlah cadangan terunjuk hingga kedalam 80 meter mencapai ±500 juta ton,
sedeangkan cadangan hipotesis ±1,7 miliar ton.
Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa
terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam
dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu
gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang
tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas
dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Saat ini telah dilakukan
13 
 

eksploitasi terhadap minyak bumi di Sumatera Utara, dengan hasil produksi pada 2006
mencapai 21.000 barel minyak bumi.
Lebih lagi pertambangan di Riau yang berdenyut relatif pesat, ditandai dengan
banyaknya perusahaan yang ikut andil bergerak di bidang ini. Mereka seolah berlomba
mengeruk isi perut bumi Riau, mulai dari menggali pasir laut, granit, bauksit, timah, emas,
batu bara, gambut, pasir kuarsa sampai andesit. Di samping minyak dan gas timah juga
merupakan hasil tambang Riau. Konstribusi sektor pertambangan terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Riau mencapai Rp.57.927.709,65,- atau sekitar 41,68 %. Karena itu,
sektor pertambangan menjadi andalan provinsi dalam memperkokoh perekonomiannya.
Sumatera Barat, tambang yang diusahakan dengan skala besar hanyalah batu bara.
Selama periode 2005 produksi batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar
dalam negeri 787,4 ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Dari hasil penjualan ini berhasil
diperoleh pendapatan Rp. 299,06 miliar. Demikian juga Jambi sebagai penghasil batubara.
Data dari Departemen ESDM, Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan
energi diantaranya lima yang terbesar, yaitu: batu bara, emas, pasir besi, batu apung, bentonit.
Hasil produksi batu bara tercatat sebanyak 673.542.000 ton.
Sumatera Selatan, Provinsi ini memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain
cadangan minyak bumi sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack
tank barrel. Cadangan minyak bumi diproduksi dengan pertumbuhan 10% per tahun dan
dapat bertahan 60 tahun, Sedangkan cadangan batu bara diperkirakan sebesar 16.953.615.000
ton atau 60% cadangan nasional. Luas areal usaha pertambangan umum mencapai
1.030.128,75 ha, dengan pertambangan minyak dan gas 2.243,120,15 ha.
Bijih timah adalah sumberdaya alam yang paling bernilai di provinsi Bangka
Belitung, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Di
sini terdapat satu BUMN yang menambang bijih timah, PT Timah Tbk, dan satu perusahaan
asing, PT Koba Tin. Luas area Kuasa Pertambangan (KP) PT Timah Tbk di darat sekitar
360.000 ha atau ± 35% dari luas daratan Pulau Bangka. BUMN ini juga memiliki areal KP
darat di Pulau Belitung seluas 126.455 ha atau ± 30% dari luas daratan Pulau Belitung. Untuk
PT Koba Tin, diberikan sekitar 41.000 ha. Di luar area kuasa pertambangan PT Timah Tbk
dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga diusahakan oleh
pengusaha tambang inkonvensional dan masyarakat secara tradisional yang juga memberikan
nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.
14 
 

Pada provinsi Lampung, bahan galian logam yang ada di provinsi ini meliputi emas,
mangaan, bijih besi dan pasir besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang telah
dikelola.

F. Permasalahan Utama Pulau Sumatera


Pulau Sumatera memiliki berbagai macam permasalahan salah satu masalah utama
yang dihadapi adalalah, masalah kebakaran hutan dan lahan. Di awal Maret 2014, kebakaran
hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang
tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Terdapat
50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan
Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan s menggambarkan banyaknya
asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga berkontribusi kepada perubahan iklim.

Gambar b.4 Loksi Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera.


Global Forest Watch, sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan tutupan
hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika, melaporkan dalam serangkaian tulisan
bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi pendorong utama dari terjadinya
kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya, sekitar setengah dari kebakaran tersebut
berlangsung di lahan yang dikelola oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta
kayu. Global Forest Watch menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar
berada pada lahan yang telah sepenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari
perusahaan ini yang berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik
pengelolaan mereka.
15 
 

Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan hampir seluruh wilayah kepulauan


Indonesia menjadi kering, bukanlah biang kebakaran hutan di Sumatera. Berdasarkan laporan
sebuah lembaga riset, faktor manusia merupakan penyebab kebakaran hutan di sejumlah
provinsi. Lebih dari 90 persen kebakaran hutan disebabkan karena manusia, atau sengaja
dibakar. Meskipun cuaca panas dan kering memperparah dan memperluas titik api di
sejumlah provinsi seperti Riau dan Jambi dan menyebabkan kabut asap pekat, pemantik
apinya adalah manusia.

Gambar b.5 Pembakaran Lahan Oleh Warga.


Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan pembakaran hutan
merupakan cara yang paling murah untuk mengubah lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit,
sekaligus mendongkrak harga lahan. Riset CIFOR mencatat bahwa terjadi kenaikan harga
lahan sekitar Rp 3 juta setelah pembakaran lahan. Sebelum terbakar, harga lahan berkisar Rp
8 juta, dan setelah terbakar menjadi Rp 11 juta per hektar. Setelah ditanami sawit, harganya
berlipat lagi, sekitar Rp 50 juta, dan bisa mencapai Rp 100 juta per hektar apabila ditanami
sawit bibit unggul. Karenanya, kata Herry, di luar masyarakat yang menderita kerugian akibat
kabut asap, sekelompok orang justru menikmati hasil dari kebakaran hutan. Mereka adalah
orang pengejar keuntungan ekonomi dari pembakaran seperti kelompok tani, pengklaim
lahan, perantara penjual lahan, dan investor sawit. Saat ini kelapa sawit menjadi "emas hijau"
yang banyak diincar investor, dari mulai perusahaan raksasa hingga investor perorangan
karena merupakan investasi paling menguntungkan. Karenanya, pembakaran hutan, menurut
riset CIFOR, merupakan cara menghasilkan uang dengan mudah.
16 
 

Solusinya, menurut CIFOR, adalah memutus jaringan para pemburu keuntungan


ekonomi dari pembakaran hutan, dari petani ke investor, menyusun tata ruang dan lahan,
serta penegakan supremasi hukum. Selain itu pemerintah seharusnya memberikan alokasi
dana yang lebih besar untuk pencegahan kebakaran jangka panjang, bukan pada pemadaman
api.

G. Kearifan Lokal Penduduk Pulau Sumatra


Budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran terkendali sudah ada di Sumatera
Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan pemerintah tentang pelarangan
penggunaan api untuk pembukaan lahan.
Syafrul Yunardy, Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama Palembang,
dalam penelitiannya tentang Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan,
menyebutkan dalam kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17,
sudah di kenal sistem kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api
yang terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan
dengan tanaman yang baru.
Simboer Tjahaja merupakan hukum adat tertulis di Kesultanan Palembang
Darussalam yang diberlakukan hingga awal kemerdekaan. “Simboer Tjahaja cerminan
kearifan lokal Sumatra Selatan masa lalu yang mengatur banyak hal, salah satunya tentang
tata cara pembakaran lahan terkendali di dataran rendah mulai dari lokasi pembakaran,
perizinan dan pelaporan, serta sanksi-sanksi,” kata Syafrul.
Simboer Tjahaja pasal 53 menyebutkan: “Jika orang membuka ladang atau kebun
hendaklah sekurang-kurangnya 7 depa dari jalan besar, siapa saja melanggar dihukum dengan
denda sampai 6 ringgit secara bagian dari ladang atau kebunnya yang sudah masuk ukuran
depa tidak boleh 2 jukan”.
Demikian pula di pasal 54: “Barang siapa akan membakar ladang hendalah waktunya
ia beritahu lebih dahulu pada proatingnya serta pukul canang sekaligus dusun, maka siapa
melanggar dihukum denda sampai 12 ringgit serta harus mengganti harga tanduran yang
mutung. Jika kekasnya sudah dibuat lebar 7 depa dan telah diterima orang yang punya kebun,
maka itu kebun angus juga tidak lagi ia kena akan denda ganti kerugian”.
Pengaturan sanksi tertera pada pasal 55: “Jika membakar ladang lantas api melompat
ke hutan lantaran kurang jaga, maka yang salah di denda sampai 12 ringgit”.
Nur Arifatul Ulfa, peneliti pada Badan Penelitian Kehutanan Palembang,
menyayangkan akan Undang-undang Siboer Tjahaja yang sudah tidak diberlakukan lagi.
17 
 

“Padahal, secara subtansi masih relevan untuk di kembangkan masa kini.


Keseimbangan peradatan dan pengaruhnya sampai saat ini masih membekas pada kehidupan
masyarakat tempat berlakunya,” katanya.
Kebijakan formal pelarangan pembakaran terdapat dalam 3 (tiga) Undang-undang
dan 1 (satu) Peraturan Pemerintah, yakni UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal
50 ayat 3 mengatur pelarangan membakar hutan; UU RI No 32 tahun 2009 tentang
Kehutanan pasal 29 ayat 1; dan juga pada PP No 4 Tahun 2001 pasal 11.
Jika dilihat, ada celah untuk melakukan pembakaran terbatas yang terdapat pada UU
No 32 tahun 2009. Kearifan lokal di sini dapat melakukan pembakaran lahan dengan luas
maksimal dua hektar per kepala keluarga, untuk ditanami varietas lokal dan di kelilingi sekat
bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekeliling.
Celah melakuan pembakaran terkendali lainnya ada pada penjelasan 52 PP No 4 tahun
2001 yang meyatakan, kebiasaan masyarakat adat atau tradisional yang membuka lahan
untuk ladang atau kebun dapat menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan. Untuk itu,
perlu dilakukan pencegahan melalui kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah masing-
masing seperti melalui peningkatan kesadaran masyarakat.
Menurut Syafrul, tata nilai dan aturan lokal perlu diakomodir seperti dalam peraturan
desa. “Pengakuan terhadap budaya, hak, dan inisiatif lokal dalam penggunaan api akan
membantu mencegah bencana kebakaran hutan dan lahan”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya di Desa Riding, Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan, pembakaran lahan masih dipandang efektif oleh petani
kecil. Pembukaan lahan dengan pembakaran dianggap menguntungkan seperti lebih mudah
dan cepat, hemat tenaga dan biaya, juga menyuburkan tanah.

Gambar. b.6 Diagram Fishbone Penyebab Konflik Penggunaan Api.


18 
 

Masayarakat di Sumatera Selatan dahulunya sudah mengenal pembukaan lahan


dengan cara membakar lahan, tetapi pembakaran tersebut dilakukan secara tidak terkendali
dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karna itu dibuatlah kitab Oendang-oendang
Simboer Tjahaja untuk mengontrol pembukaan lahan baru yang menggunakan api dengan
terkendali dan tidak memnyebabkan kerusakan lingkungan sekitar.
Dari diagram Fishbone diatas dapat diketahui Oendang-oendang Simboer Tjahaja
menghilang atau tidak diberlakukan lagi dikarenakan: 1. Inisiatif masyarakat local kurang
mendapat dukungan, dalam hal ini Oendang-oendang Simboer Tjahaja itu sendiri; 2. Hak
lokal kuraang di akui; 3. Nilai, pengetahuan, aturan local kurang dihargai. Faktor-faktor
tersebutlah yang membuat Oendang-oendang Simboer Tjahaja menghilang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari ulasan pembahasan mengenai rumusan masalah pada BAB II terdapat tiga
kesimpulan yang dapatkan diberikan oleh kelompok 10 adalah:
1. Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah utara
berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan
dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Luas pulau ini sekitar
443.065,8 km2. Secara astronomis Sumatera berada pada posisi 6°LU-6°LS dan antara
95°BB-109°BT.
2. Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir
timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri
tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan
kemudian menjadi Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16
buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai
sekarang.
3. Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita
rakyat, adalah Pulau Emas. Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas)
kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung
tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari
Tiongkok yang bernama I-tsing (634-713 SM) yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya
(Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang
berarti negeri emas.
4. Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah:
Suwarnadwipa (pulau emas) atau Suwarnabhumi (tanah emas). Nama-nama ini sudah
dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk
paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala
ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama
yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa.
5. Kondisi Pulau Sumatera luasnya ± 443.065,8 km2 hampir sama dengan luas negara
Inggris. Sumatera mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja di bagian utara sampai

19 
 
20 
 

Tanjung Cina di bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak
teluk-teluknya. Gambaran secara umum keadaan fisiografi pulau sederhana.
Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya,
yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera
Indonesia pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat
kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara
(Melaboh dan Singkel/Singkil) yang lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatera
ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah
rendah aluvial.
6. Zona Semangka merupakan suatu corak permukaan yang mencerminkan karakteristik
dari Geantiklin Barisan sepanjang pulau itu secara keseluruhan, yang dinamakan jalur
depresi- menengah pada puncak yang disebut Semangko Rift Zone. Zona Semangko
ini terbentang mulai dari teluk semangko di Sumatera Selatan dan berkembang lebih
jauh ke arah Trog lembah Aceh dengan Kota Raja sebagai ujung utaranya. Di
beberapa jalur ini terisi dan tertutup oleh vulkan-vulkan muda.
7. Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi
kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau
dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit,
tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi
tersebut sebagian besar diolah oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya
PT. Caltex yang mengolah minyak bumi di provinsi Riau. Beberapa kota di pulau
Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting. Medan kota terbesar
di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak
perusahaan-perusahaan.
8. Potensi Pulau Sumatera Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat
melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900.
Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas
8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Sumatera Utara juga
memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang
tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis
minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping,
dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang
tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sumatera Barat,
tambang yang diusahakan dengan skala besar hanyalah batu bara. Selama periode
21 
 

2005 produksi batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar dalam
negeri 787,4 ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Sumatera Selatan, Provinsi ini
memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain cadangan minyak bumi
sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack tank barrel. Bijih
timah adalah sumberdaya alam yang paling bernilai di provinsi Bangka Belitung,
bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Pada
provinsi Lampung, bahan galian logam yang ada di provinsi ini meliputi emas,
mangaan, bijih besi dan pasir besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang
telah dikelola.
9. Pulau Sumatera memiliki berbagai macam permasalahan salah satu masalah utama
yang dihadapi adalalah, masalah kebakaran hutan dan lahan. Di awal Maret 2014,
kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak
hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada
Juni 2013. Terdapat 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap
tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit
dengan s menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang
juga berkontribusi kepada perubahan iklim.
10. Terdapat budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran terkendali sudah ada di
Sumatera Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan pemerintah tentang
pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan. Syafrul Yunardy, Pengajar
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama Palembang, dalam penelitiannya tentang
Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan, menyebutkan dalam kitab
Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17, sudah di kenal sistem
kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api yang
terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan
dengan tanaman yang baru. Simboer Tjahaja merupakan hukum adat tertulis di
Kesultanan Palembang Darussalam yang diberlakukan hingga awal kemerdekaan.
“Simboer Tjahaja cerminan kearifan lokal Sumatra Selatan masa lalu yang mengatur
banyak hal, salah satunya tentang tata cara pembakaran lahan terkendali di dataran
rendah mulai dari lokasi pembakaran, perizinan dan pelaporan, serta sanksi-sanksi,”
kata Syafrul.
22 
 

B. Saran
Dari ulasan kesimpulan diatas terdapat beberapa saran yang di dapat diberikan oleh
kelompok 10, di antaranya adalah:
1. Bagi siswa makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber acuan dalam menambah
bahan dalam suatu pembelajaran, penelitian ataupun sebagai referensi dalam
pembuatan makalah mengenai Geografi Regional Indonesia mengenai Pulau
Sumatera, hendaknya siswa lebih kritis dan mampu memilah mana kearifan lokal
yang berdampak negatif pada lingkungan dan mana yang berdampak positif,
hendaknya jika dirasa kearifan lokal di Pulau Sumatera dianggap cocok dengan
keadaan lingkungan siswa kearifan lokal Pulau Sumatera tersebut dapat dijadikan
salah satu alternatif solusi permasalahan di lingkungan siswa tinggal.
2. Bagi guru makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber refrensi, hendaknya
guru lebih memahami dan mempersiapkan mengenai kearifan lokal terutama di Pulau
Sumatra, atau bahkan kearifan lokal di daerah lain sehingga siswa kaya akan
wawasan, hendaknya guru memberikan motivasi bahkan menyarankan siswa untuk
melestarikan kearifan lokal di daerah siswa tinggal, atau bahkan jika dirasa kearifan
lokal di Pulau Sumatera dianggap cocok dengan keadaan lingkungan siswa kearifan
lokal Pulau Sumatera tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif solusi
permasalahan didaerah siswa dan guru tinggal.
3. Bagi masyarakat umum makalah ini dapat digunakan sebagi tambahan pengetahuan
serta menambah wawasan mengenai Geografi Regional Indonesia yakni tentang Pulau
Sumatera.
DAFTAR RUJUKAN

Artharini, Isyana. 2015. Siapa 'aktor' di balik pembakaran hutan dan lahan?. From
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150923_indonesia_pembakaran
lahan. .

Widagdo, Sigid. 2014. Budaya Kelola Lahan dengan Pembakaran Sudah Ada di Sumsel,
Bagaimana Caranya. From http://www.mongabay.co.id/2014/08/07/budaya-kelola-
lahan-dengan-pembakaran-sudah-ada-di-sumsel-bagaimana-caranya/.

Wikipedia. 2014. Sumatra. From https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra.

23 
 
MAKALAH

GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA


REGION PULAU SUMATRA

Dosen Pengampu : Ike Betria, M.Pd

Disusun Oleh :

IMANI RAHMI

NIM : 2138048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUN SOSIAL


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
KABUPATEN ROKAN HULU
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita sampaikan puji syukur kehadirat Allah Swt


yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap manusia yang
membacanya.

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membantu kami
dalam mengetahui lebih mendalam tentang tujuan dan lingkungan pendidikan
tersebut, disamping itu makalah ini merupakan bentuk tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah dasar-dasar pendidikan sebagai alat untuk menunjang nilai
akademik kami.

Kami sebagai tim penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada orang-


orang yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari dalam
penulisan makalh ini masih banyak kekeliruan yang terjadi untuk itu kiranya
bpk/ibu dosen memakluminya. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna
sebagaimana fungsinya.

Pasir Pengaraian, 05 Oktober 2021

Penulis

Anda mungkin juga menyukai