Oleh :
Yusnida Andriani (2136027)
Ara ailia (2136028)
1
KATA PENGANTAR
Penulis
i
2
DAFTAR ISI
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam di tanah Melayu (khususnya di Indonesia),
selama ini masih banyak yang mengikuti alur teori Snouck Hugronje. Pelajaran
sejarah kita di SD, SMP, SMA atau PT menyatakan bahwa Islam masuk ke
Indonesia abad ke-13 dan dibawa oleh para pedagang Gujarat. Karena telah
berlangsung puluhan tahun pengajaran sejarah seperti itu, maka seolah-olah teori
sejarah itu menjadi kebenaran. Padahal, teori masuknya Islam ke Indonesia abad
ke-13 dan dibawa oleh para pedagang Gujarat, telah dibantah oleh para
cendekiawan Muslim yang konsen terhadap sejarah. Mereka sepakat menyatakan
bahwa Islam masuk ke tanah Melayu-Indonesia pertama kali abad ke-7 dan
dibawa langsung oleh para ulama (dan wirausahawan) dari jazirah Arab.
Termasuk dalam deretan cendekiawan ini di antaranya adalah: Prof Dr Buya
Hamka, Prof Dr Naquib al Attas, KH Abdullah bin Nuh, dan Prof Ahmad
Mansur Suryanegara. Buya Hamka membantah bahwa Islam masuk ke Indonesia
abad ke-13 dengan ditandai berdirinya kerajaan Samudera Pasai (1275).
Menurut Hamka, apakah mungkin tiba-tiba berdiri sebuah kerajaan tanpa Islam
menyebar terlebih dahulu di daerah itu di masa-masa sebelumnya? Hamka
menunjukkan bukti bahwa Islam telah berkembang ke Pulau Sumatera di abad
ke-7. Yaitu dengan ditemukannya komunitas Islam di Palembang pada abad itu.
Madinah pada tahun 622.Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Perekonomian Dan Mata Pencarian Orang Melayu Rokan
Hulu ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
khusus mengenai teknologi masyarakat Melayu, tetapi lebih banyak mengenai
kondisi sosial budaya atau ekonomi masyarakat Melayu, karena kurangnya tenaga
ahli penelitian maupun kurangnya perhatian terhadap teknologi bahari.
3
Keragaman mata pencaharian masyarakat Melayu dibagian daratan
Sumatera ( Riau Daratan) dapat dijadikan dasar untuk menelusuri keragaman
teknologi yang ada dalam masyarakat. Setiap jenis mata pencaharian biasanya
mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara penggunannya akan
menampakkan teknologinya. Peralatan dan cara penggunaannya dipengaruhi oleh
lingkungan dan sumberdaya yang akan di olah, sehingga lahir berbagai teknologi.
Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang
sama, tapi teknologi tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
masyarakat
Sungai yang dimaksud itu adalah sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai
Kampar, dan Sungai Kuantan atau Sungai Inderagiri. Masing-masing negeri
Melayu memiliki daerah kampung, dusun, sawah, ladang, yang disebut dengan
4
wilayah pertanian, kebun seperti wilayah perkebunan atau dusun, rimba kepungan
sialang, hutan produksi, dan rimba larangan.
Berdasarkan sajana alam seperti itu, maka orang Melayu lebih leluasa
mengelola alamya untuk memenuhi nafkah mereka. Pengelolaan lebih dapat
disesuaikan , misalnya disesuaikan dengan jarak tempat atau dengan waktu dan
bidang pekerjaan. Penyesuaian sesuai dengan waktu, jarak, atau bidang pekerjaan,
misalnya disebut dengan Peresuk dan Tapak Lapan.
a. Peresuk
a) Peresuk pertama
Menarik getah atau memotong karet; dilakukan selepas sholat subuh, saat
pagi langau terbang sampai matahari naik sepenggalah.
b) Peresuk kedua
Selepas menakik, dilanjutkan dengan pekerjaan semisak memetik buah
kopi, ke kebun, menjenguk air nira, dll ; yang berlangsung hingga
menjelang sholat zuhur.
c) Peresuk ketiga
Sesudah zuhur dan makan siang, ada yang melakukan pekerjaan lain
semisal mengambil daun rumbia, hingga masuk waktu sholat Ashar.
d) Peresuk keempat
5
Setelah Ashar, dilanjutkan dengan mengolah daun rumbia untuk dijadikan
atap, atau menumbuk kopi yang sudah dijemur.
e) Peresuk kelima
Di malam hari ada yang menganyam tikar pandan atau membuat barang
kerajinan lainnya.
Lima peresuk diatas hanya salah satu bentuk variasi pekerjaan saja.
Penempatan bidang pekerjaan pada peresuk (tahapan) diatas sebenarnya sangat
dinamis. Ada juga variasi lainnya, tergantung suasana hari. Misalnya, memetik
buah kopi, mengambil daun rumbia, mengolah hasil agro industri dapat
disesuaikan ddengan tingkat kepentingan. Namun, untuk beberapa pekerjaan
dilakukan pada jam tertentu. Menakik getah misalnya, selalu dilakukan selepas
sholat Subuh karena getah akan mengucur lebih banyak pada pagi harinya, atau
pada petang hari karena berharap getah mengucur lebih lama pada malamnya.
Tapi jarang sekali dilakukan pada siang hari karena getahnya cenderung seikit dan
mengental.
6
2. Beternak (peternakan), yaitu binatang yang biasanya diternakan antara
lain sapi, ayam, dan kambing.
3. Menangkap ikan (perikanan atau nelayan), yaitu menangkap ikan yang
dilakukan di laut, sungai, sawah, dan danau. Jika mendapatkan hasil
yang lebih, maka mereka akan menjualnya.
4. Beniro (menetek enau), yaitu industri pengolahan hasil pertanian.
5. Mengambil hasil hutan, yaitu mengumpulkan hasil hutan seperti kayu,
damar, rotan dan buluh.
6. Berkebun, yaitu menanam tanaman tahunan.
7. Bertukang, tidak semua orang bisa bertukang dan bertukang juga tidak
dapat dilakukan setiap hari karena ada musim-musim tertentu yang
perlu keahlian khusus.
8. Berniaga (berdagang), yaitu menjual semua keperluan pokok sandang
dan pangan. Pada zaman belanda kebanyakan masyarakat riau
mengekspor dammar, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi.
7
kemarau berkepanjangan maka saatnya orang Melayu meramu hasil hutan.
Sedangkan pada ekonomi monokultur seperti karet, kopi, dan sawit, tidak dapat
melakukan pergantian kegiatan ekonomi.
Masyarakat Melayu cenderung memanfaatkan waktu untuk bekerja
dengan sebaik-baiknya. Bahkan, kaum perempuan Melayu sudah dapat membagi
waktu dalam mencari nafkah. Biasanya perempuan melayu akan bekerja keras
selama 11 bulan penuh guna untuk mempersiapkan cadangan, sehingga pada saat
satu bulan puasa mereka hanya akan melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan saja.
Tradisi tapak lapan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu merupakan
salah satu cara dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menjaga kelestarian
tumbuh-tumbuhan. Orang Melayu biasanya mengambil hasil alam untuk
kebutuhan dalam pekerjaan ataupun kelangsungan hidupnya, namun mereka juga
menanam kembali apa yang telah mereka ambil sehingga kelestarian alam tetap
terjaga.
Dalam melakukan pekerjaan tapak lapan, orang Melayu memberi kearifan
kepada anak dan cucu mereka agar menjaga dan memelihara alam lingkungannya.
Setiap melakukan pekerjaan tapak lapan, biasanya terdapat tradisi yang harus
dilakukan yang dipimpin oleh seorang dukun, bomo, pawang ataupun kemantan.
Untuk memperkuat perlindungan terhadap alam lingkungan sehingga
flora, fauna, tanah dan laut tidak diperlakukan semena-mena, maka para dukun
dan tetua Melayu membuat berbagai macam cerita atau mitos yang membuat
masyarakat Melayu takut untuk merusak alam lingkungan.
Namun pada saat ini, sistem tapak lapan semakin menghilang. Hal ini
terutama disebabkan setelah lingkungan hidup berupa tanah ulayat mereka
diintervensi dengan kekuasaan yang curang dan pemilik modal yang serakah,
mereka terdesak dan saat ini pun kebanyakan dari masyarakat Melayu bersandar
dari satu jenis pekerjaan saja. Akibatnya mereka sangat rentan terhadap resiko.
Padahal dulu mereka adalah pedagang, petani dan tukang yang merdeka, yang
hanya sekedar menanti peninggalan sumber daya manusia untuk meningkatkan
taraf hidupnya.
8
Budaya Melayu sistem tapak lapan ini, telah membentuk mentalitas
masyarakat Melayu menjadi manusia yang bebas, mudah bergerak kemana-mana,
bisa bersaing, memperlihatkan kualitas teknis serta punya harga diri yang tinggi.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas
pertanian dan menangkap ikan. Orang Melayu yang tinggal di kota
kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor
perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
http://sukuindonesia.blogspot.com/2011/08/mengenal-suku-melayu.html
http://melayuonline.com/ind/culture
http://melavuonline.com/ind/opinion/read/507/sistem-kepercavaan-orang-laut-di-
kepulauan-riau
http://Kepulauan Riau.htm
11