Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEREKONOMIAN DAN MATA PENCARIAN


ORANG MELAYU ROKAN HULU
Dosen pengampu: Romika Rahayu, M.Pd

Oleh :
Kelompok 9
1. JULIAN FARAH AGITA NIM:2225218
2. SAMA IKMAL NIM:2225093

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dalam
mata kuliah ini. Penulis berterima kasih kepada Ibu dosen pengampu mata kuliah
tersebut atas bimbingan menyangkut mata kuliah ini sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas
ini kedepannya.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga dapat bermanfaat
sehingga dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Pasir Pengaraian, 25 September 2022

Penulis

2
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Perekonomian Dan Mata Pencarian ............................................. 2
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA

ii3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam di tanah Melayu (khususnya di Indonesia),
selama ini masih banyak yang mengikuti alur teori Snouck Hugronje. Pelajaran
sejarah kita di SD, SMP, SMA atau PT menyatakan bahwa Islam masuk ke
Indonesia abad ke-13 dan dibawa oleh para pedagang Gujarat. Karena telah
berlangsung puluhan tahun pengajaran sejarah seperti itu, maka seolah-olah teori
sejarah itu menjadi kebenaran. Padahal, teori masuknya Islam ke Indonesia abad
ke-13 dan dibawa oleh para pedagang Gujarat, telah dibantah oleh para
cendekiawan Muslim yang konsen terhadap sejarah. Mereka sepakat menyatakan
bahwa Islam masuk ke tanah Melayu-Indonesia pertama kali abad ke-7 dan
dibawa langsung oleh para ulama (dan wirausahawan) dari jazirah Arab.
Termasuk dalam deretan cendekiawan ini di antaranya adalah: Prof Dr Buya
Hamka, Prof Dr Naquib al Attas, KH Abdullah bin Nuh, dan Prof Ahmad
Mansur Suryanegara. Buya Hamka membantah bahwa Islam masuk ke Indonesia
abad ke-13 dengan ditandai berdirinya kerajaan Samudera Pasai (1275).
Menurut Hamka, apakah mungkin tiba-tiba berdiri sebuah kerajaan tanpa Islam
menyebar terlebih dahulu di daerah itu di masa-masa sebelumnya? Hamka
menunjukkan bukti bahwa Islam telah berkembang ke Pulau Sumatera di abad
ke-7. Yaitu dengan ditemukannya komunitas Islam di Palembang pada abad itu.
Madinah pada tahun 622.Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Perekonomian Dan Mata Pencarian Orang Melayu Rokan
Hulu ?

B. Tujuan
Untuk mengetahui Perekonomian Dan Mata Pencarian Orang Melayu
Rokan Hulu

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perekonomian Dan Mata Pencarian Orang Melayu Rokan Hulu


Sejak zaman bahari masyarakat Melayu Riau sudah memiliki bermacam
cara untuk memenuhi keperluan hidup. Artinya sejak masa lampau masyarakat
Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini diklasifikasi menjadi
teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan, perkapalan,
pertambangan, dan pengolahan bahan makanan. System teknologi yang dikuasai
orang melayu menunjukkan bahwa orang Melayu kreatif dan peka dalam
memfungsikan lingkungan dan sumber daya alam di sekitarnya. Orang Melayu
juga tidak tertutup terhadap perubahan teknologi yang menguntungkan dan
menyelamatkan mereka. Teknologi pada hakekatnya adalah cara mengerjakan
suatu hal (Masher, 1970:127), yaitu cara yang dipakai manusia untuk beberapa
kegiatan dalam kehidupannya. Teknologi terutama terlihat dalam pendayagunaan
potensi sumberdaya yang ada di sekitar manusia. Oleh karena itu, teknologi
merupakan satu diantara sekian banyak hasil budaya manusia dan merupakan
cermin daya kreatif dalam memanfaatkan lingkungannya untuk mencapai
kesejahteraan hidup.

Pengertian tersebut berdasarkan pada pemahaman bahwa teknologi terlihat


sebagai penerapan gagasan atau pengetahuan, pengertian dan keyakinan seseorang
kedalam pendaya gunaan sumber daya alam yang dikenalnya, yang umumnya
berada disekitarnya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau
memecahkan masalah. Kajian tentang teknologi masyarakat Melayu memang
masih amat langka, termasuk teknologi baharinya. Meskipun demikian, beberapa
upaya inventarisasi dan penelitian yang sedikit banyak menyinggung teknologi
masyarakat Melayu Riau dapat ditemukan. Misalnya, tentang teknologi perikanan
dan perkapalan yang telah diamati oleh Ahman (1975) serta beberapa dosen dan
mahasiswa perikanan, Universitas Riau. Kajian tersebut umumnya bukan berupa

2
pendalaman khusus mengenai teknologi masyarakat Melayu, tetapi lebih banyak
mengenai kondisi sosial budaya atau ekonomi masyarakat Melayu, karena
kurangnya tenaga ahli penelitian maupun kurangnya perhatian terhadap teknologi
bahari.

Gambaran sederhana kehidupan masyarakat Melayu bahari dapat


digambarkan dari uraian Clarke dan Pigott (1967:114-153) dalam Prehistoric
Societies yang intinya adalah bahwa kehidupan mereka (Melayu) terutama adalah
memakan umbi-umbian yang dikumpulkan oleh perempuan dalam keluarga yang
di dukung oleh hasil pemburuan binatang dan ikan. Perburuan binatang dilakukan
dengan menggunakan panah beracun, tombak, dan tongkat, sedangkan dalam
menangkap ikan, lelaki dan perempuan bersama-sama menggunakan perangkap
dan tombak.

Dari uraian singkat diatas diketahui bahwa pada dasarnya keluarga


masyarakat Melayu sejak zaman bahari telah melakukan beragam cara untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakay Melayu juga memiliki dan
menguasai bermacam-macam teknologi, mulai dari teknologi yang menghasilkan
makanan dan tumbuh-tumbuhan (yang kemudian menjadi pertanian), berburu
(yang berkembang menjadi usaha peternakan), menangkap ikan (yang
berkembang menjadi usaha perikanan dengan berbagai teknologi penangkapan
yang dipakai), serta cara mengangkut hasil-hasil usaha yang disebutkan diatas.
Teknologi yang dikuasai masyarakat Melayu Riau antara lain membuat rumah dan
atapnya yang terbuat dari daun-daunan, maupun membuat sejenis keranjang untuk
mengangkut hasil pertanian yang bentuk dan jenisnya beragam. Masyarakat
Melayu juga menguasai cara membuat perkakas yang dipakai sehari-hari. Cara ini
masih ada dan berlanjut sampai sekarang.

Terdapat anggapan bahwa beberapa peralatan dan mata pencaharian khas


yang masih ditemukan dalam masyarakat Melayu Riau sekarang ini berasal dari
masyarakat Melayu bahari. Bukti lain menunjukkan bahwa ditinjau dari segi mata
pencahariannya, suatu keluarga Melayu bahari jarang sekali bergantung pada satu
mata pencaharian , sehingga mereka tidak bergantung pada satu jenis teknologi.

3
Keragaman mata pencaharian masyarakat Melayu dibagian daratan
Sumatera ( Riau Daratan) dapat dijadikan dasar untuk menelusuri keragaman
teknologi yang ada dalam masyarakat. Setiap jenis mata pencaharian biasanya
mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara penggunannya akan
menampakkan teknologinya. Peralatan dan cara penggunaannya dipengaruhi oleh
lingkungan dan sumberdaya yang akan di olah, sehingga lahir berbagai teknologi.
Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang
sama, tapi teknologi tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
masyarakat

Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan


aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk
mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran
(mixed farming). Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja
dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian, perdagangan,
pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan orang Melayu
perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh
penduduk non-pribumi, terutamanya orang Tionghoa. Tetapi kini telah ramai
orang Melayu yang telah sukses dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli
korporat. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu memiliki mobil dan
rumah mewah. Selain itu itu juga, banyak orang Melayu yang mempunyai
pendidikan yang tinggi, setingkat universitas di dalam maupun di luar negeri.

Sistem mata pencaharian masyarakat Melayu terlihat dari aktivitas mereka


yang menggunakan dan memanfaatkan alam saujana disekitarnya. Masyarakat
Melayu pada umumnya menghuni di tepi empat sungai besar di Riau dan cabang-
cabangnya.

Sungai yang dimaksud itu adalah sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai
Kampar, dan Sungai Kuantan atau Sungai Inderagiri. Masing-masing negeri
Melayu memiliki daerah kampung, dusun, sawah, ladang, yang disebut dengan
wilayah pertanian, kebun seperti wilayah perkebunan atau dusun, rimba kepungan
sialang, hutan produksi, dan rimba larangan.

4
Berdasarkan sajana alam seperti itu, maka orang Melayu lebih leluasa
mengelola alamya untuk memenuhi nafkah mereka. Pengelolaan lebih dapat
disesuaikan , misalnya disesuaikan dengan jarak tempat atau dengan waktu dan
bidang pekerjaan. Penyesuaian sesuai dengan waktu, jarak, atau bidang pekerjaan,
misalnya disebut dengan Peresuk dan Tapak Lapan.

a. Peresuk

Peresuk adalah pentahapan jenis pekerjaan orang Melayu dalam sehari-


hari. Orang Melayu biasa melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan produktif
untuk memenuhi keperluan dan hajat hidup. Kuantitas kerja tersebut berbilang
pada tingkat kesulitan dan lama pengerjaan dalam rentang waktu satu hari penuh.
Ada pekerjaan berat yang bisa selesai dalam waktu singkat, ada pula jenis kerja
yang sangat ringan namun dilakukan dalam rentang waktu panjang, seperti
menganyam misalnya. Masyarakat Melayu melazimkan sekurang-kurangnya 5
tahapan atau peresk sehari-semalam, tentunya diselingi dengan istirahat, ibadah,
dan aktifitas non kerja lainnya.

a) Peresuk pertama
Menarik getah atau memotong karet; dilakukan selepas sholat subuh, saat
pagi langau terbang sampai matahari naik sepenggalah.
b) Peresuk kedua
Selepas menakik, dilanjutkan dengan pekerjaan semisak memetik buah
kopi, ke kebun, menjenguk air nira, dll ; yang berlangsung hingga
menjelang sholat zuhur.
c) Peresuk ketiga
Sesudah zuhur dan makan siang, ada yang melakukan pekerjaan lain
semisal mengambil daun rumbia, hingga masuk waktu sholat Ashar.
d) Peresuk keempat
Setelah Ashar, dilanjutkan dengan mengolah daun rumbia untuk dijadikan
atap, atau menumbuk kopi yang sudah dijemur.
e) Peresuk kelima

5
Di malam hari ada yang menganyam tikar pandan atau membuat barang
kerajinan lainnya.

Lima peresuk diatas hanya salah satu bentuk variasi pekerjaan saja.
Penempatan bidang pekerjaan pada peresuk (tahapan) diatas sebenarnya sangat
dinamis. Ada juga variasi lainnya, tergantung suasana hari. Misalnya, memetik
buah kopi, mengambil daun rumbia, mengolah hasil agro industri dapat
disesuaikan ddengan tingkat kepentingan. Namun, untuk beberapa pekerjaan
dilakukan pada jam tertentu. Menakik getah misalnya, selalu dilakukan selepas
sholat Subuh karena getah akan mengucur lebih banyak pada pagi harinya, atau
pada petang hari karena berharap getah mengucur lebih lama pada malamnya.
Tapi jarang sekali dilakukan pada siang hari karena getahnya cenderung seikit dan
mengental.

Konsep peresuk diatas menggambarkan aktivitas harian orang Melayu


nampak lebih aktif dan rajin bekerja dengan durasi pekerjaan 13 hingga 17 jam.
Itu dapat kita lihat perbandingannya dengan orang kota atau masyarakat modern
yang rata-rata bekerja 8 jam perhari untuk satu mata pencaharian, misalnya masuk
kantor dan kemudian pulang

b. Konsep Tapak Lapan


Tapak lapan merupakan sebuah sebutan khusus pada masyarakat Melayu,
dimana untuk menjelaskan sistem ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat
Melayu Riau dan juga berlaku di alam Melayu yang menunjukkan jenis-jenis
pekerjaan masyarakat Melayu sebagai sumber pendapatan keluarga. Tapak lapan
tersebut merupakan delapan jenis pekerjaan, yaitu:
1. Beladang, pertanian palawija (pertanian), ialah menanam tumbuh-
tumbuhan yang dapat dijadikan panganan seperti ubi, sayur, kopi, dan
lain-lain.
2. Beternak (peternakan), yaitu binatang yang biasanya diternakan antara
lain sapi, ayam, dan kambing.

6
3. Menangkap ikan (perikanan atau nelayan), yaitu menangkap ikan yang
dilakukan di laut, sungai, sawah, dan danau. Jika mendapatkan hasil
yang lebih, maka mereka akan menjualnya.
4. Beniro (menetek enau), yaitu industri pengolahan hasil pertanian.
5. Mengambil hasil hutan, yaitu mengumpulkan hasil hutan seperti kayu,
damar, rotan dan buluh.
6. Berkebun, yaitu menanam tanaman tahunan.
7. Bertukang, tidak semua orang bisa bertukang dan bertukang juga tidak
dapat dilakukan setiap hari karena ada musim-musim tertentu yang
perlu keahlian khusus.
8. Berniaga (berdagang), yaitu menjual semua keperluan pokok sandang
dan pangan. Pada zaman belanda kebanyakan masyarakat riau
mengekspor dammar, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi.

Masyarakat Melayu pada umumnya tidak hanya mengerjakan satu jenis


pekerjaan saja. Namun dalam pelaksanaannya jarang dilakukan sekaligus delapan
pekerjaan tersebut, melainkan penggabungan dua atau lebih jenis pekerjaan atau
kegiatan ekonomi. Biasanya apabila pagi mereka berkebun, sorenya mereka
menangkap ikan, dan ada kalanya juga selesai berkebun mereka mencari hasil
hutan atau beniro (menetek enau). Tujuannya adalah selain meragamkan sumber
pendapatan, juga merupakan strategi untuk menghadapi kegagalan atau krisis
akibat dari hanya satu pekerjaan sebagai sumber pendapatan. Jadi, tapak lapan ini
dilakukan sebagai antisipasi pada saat krisis dan jaminan keberlangsungan hidup
keluarga maupun perekonomian keluarga.
Dalam menghadapi krisis, pola ekonomi tapak lapan menghindari krisis
tersebut untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan melakukan pergantian
pekerjaan dengan pekerjaan yang lebih tepat dan sesuai untuk memenuhi
kebutuhannya. Contohnya, ketika musim hujan dan tidak bisa memotong karet,
orang Melayu melakukan kegiatan berkebun atau bertani. Dan ketika musim
kemarau berkepanjangan maka saatnya orang Melayu meramu hasil hutan.

7
Sedangkan pada ekonomi monokultur seperti karet, kopi, dan sawit, tidak dapat
melakukan pergantian kegiatan ekonomi.
Masyarakat Melayu cenderung memanfaatkan waktu untuk bekerja
dengan sebaik-baiknya. Bahkan, kaum perempuan Melayu sudah dapat membagi
waktu dalam mencari nafkah. Biasanya perempuan melayu akan bekerja keras
selama 11 bulan penuh guna untuk mempersiapkan cadangan, sehingga pada saat
satu bulan puasa mereka hanya akan melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan saja.
Tradisi tapak lapan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu merupakan
salah satu cara dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menjaga kelestarian
tumbuh-tumbuhan. Orang Melayu biasanya mengambil hasil alam untuk
kebutuhan dalam pekerjaan ataupun kelangsungan hidupnya, namun mereka juga
menanam kembali apa yang telah mereka ambil sehingga kelestarian alam tetap
terjaga.
Dalam melakukan pekerjaan tapak lapan, orang Melayu memberi kearifan
kepada anak dan cucu mereka agar menjaga dan memelihara alam lingkungannya.
Setiap melakukan pekerjaan tapak lapan, biasanya terdapat tradisi yang harus
dilakukan yang dipimpin oleh seorang dukun, bomo, pawang ataupun kemantan.
Untuk memperkuat perlindungan terhadap alam lingkungan sehingga
flora, fauna, tanah dan laut tidak diperlakukan semena-mena, maka para dukun
dan tetua Melayu membuat berbagai macam cerita atau mitos yang membuat
masyarakat Melayu takut untuk merusak alam lingkungan.
Namun pada saat ini, sistem tapak lapan semakin menghilang. Hal ini
terutama disebabkan setelah lingkungan hidup berupa tanah ulayat mereka
diintervensi dengan kekuasaan yang curang dan pemilik modal yang serakah,
mereka terdesak dan saat ini pun kebanyakan dari masyarakat Melayu bersandar
dari satu jenis pekerjaan saja. Akibatnya mereka sangat rentan terhadap resiko.
Padahal dulu mereka adalah pedagang, petani dan tukang yang merdeka, yang
hanya sekedar menanti peninggalan sumber daya manusia untuk meningkatkan
taraf hidupnya.

8
Budaya Melayu sistem tapak lapan ini, telah membentuk mentalitas
masyarakat Melayu menjadi manusia yang bebas, mudah bergerak kemana-mana,
bisa bersaing, memperlihatkan kualitas teknis serta punya harga diri yang tinggi.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas
pertanian dan menangkap ikan. Orang Melayu yang tinggal di kota
kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor
perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Adat Istiadat Daerah


Riau,1978, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Syam, Yusri. 2008. Popehramu Rokan Hulu. Rokan Hulu : Ragow Art Printing
Rokan Hulu.

Syam, Yusri. 2010. Masakan Tradisional Rokan Hulu. Rokan Hulu : Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Rokan Hulu bekerjasama dengan TIM
Penggerak PKK Kab. Rokan Hulu.

11

Anda mungkin juga menyukai