Anda di halaman 1dari 11

SISTEM MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT MELAYU

(Mata Kuliah Dasar-Dasar Budaya dan Sastra Melayu)

Disusun Oleh:
Amelia Gustanti (220302001)
Isna Panjaitan (220302009)

Dosen Pengampu:
Syazarah Soraya S.Pd, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU HUKUM DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PUTRA ABADI LANGKAT

i
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya sehingga oenulis dapat menyelesaikan tugas ini. Tak lupa pula
Shalawat serta salam sama-sama kita sanjungkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan sahabat beliau. Makalah ini
disusun sebagai tugass yang di berikan Dosen Pengampu kepada penulis dengan
segala kerendahan hati, penulis mohon dengan tulus ikhlas kiranya para pembaca
berkenan memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan tugas ini.
Akhirnya penulis ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada semua
pihak. Atas kekurangan isi tugas ini penulis mohon maaf sedalam-dalamnya.

Stabat, 2 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................5
C. Tujuan Penulisan........................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Keaneka Ragaman Mata Pencaharian Masyarakat Melayu..................6
KESIMPULAN.......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem mata pencaharian masyarakat melayu terlihat dari aktivitas mereka
yang menggunakan dan memanfaatkan alam saujana disekitarnya. Masyarakat
melayu pada umumnya menghuni ditepi empat sungai besar di Riau dan cabang-
cabangnya.
Sungai-sungai yang dimaksud itu ialah sungai Rokan, sungai Siak, sungai
Kampar, dan sungai Kuantan atau sungai Indera Giri. Masing-masing negri
Melayu memiliki daerah kampung, dusun, sawah, ladang, yang disebut dengan
wilayah pertanian, kebun seperti wilayah perkebunan atau dusun rimba kepungan
sialang, hutan produksi dan rimba larangan.
Berdasarkan saujana alam seperti itu maka orang Melayu lebih leluasa
mengelola alamnya untuk memenuhi untuk memenuhi nafkah mereka.
Pengelolaan lebih dapat disesuaikan, misalnya disesuaikan dengan jarak tempat
atau dengan waktu dan bidang pekerjaan. Penyesuaian sesuai dengan waktu, jarak,
atau bidang pekerjaan misalnya disebut dengan peresuk dan Tapak Lapan.
Mata pencaharian hidup merupakan salah salah satu infrastruktur
perekonomian yang membawa pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari. Akan
tetapi, kebijakan ekonomi dan keterbatasan sumber daya alam menjadikan kondisi
dan situasi dalam rumah tangga harus bisa hidup merencanakan alternatif lain
yang harus dilakukan. Kajian ini melihat strategi mencari nafkah yang digunakan
dalam rumah tangga Melayu di Desa Putri Puyu agar bisa bertahan hidup, sebagai
akibat perubahan mata pencaharian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen.
Rumah tangga dan Desa Melayu. Menurut Hilder Geertz (1981), pada
umumnya orang Melayu bertempat tinggal dipantai timur Sumatra, semenanjung
Malaysia, serta pulau yang terletak pada bagian Sumatra dan Kalimantan; dan
semua itu memiliki persamaan. Kesamaan tersebut menggambarkan adanya
kebudayaan, kesenian, dan kehidupan sosial lainnya yang relatif sama (Geertz,
1981:42).
Perekonomian Rumah Tangga Masyarakat Melayu di Desa Putri Puyu.
Rumah tangga masyarakat Melayu di Desa Putri Puyu, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Provinsi Riau selalu diingat sepanjang masa dalam aktivitas
perekonomian. Bagi orang Melayu di Desa Putri Puyu, mayoritas adalah
menjalankan aktivitas perekonomian yang sangat dekat dengan SDA (Sumber

4
Daya Alam). SDA merupakan mata pencaharian bagi orang Melayu untuk
memenuhi segala aktivitas ekonomi baik dilaut dan didarat maupun
memanfaatkan SDA yang terbentang luas didaerahnya.
Perkembangan teknologi telah membawa pengaruh kepada hasil yang
didapatkan, serta mengakibatkan kesejahteraan masyarakat juga semakin
meningkat . Dari perkembangan teknologi, rumah tangga masyarakat Melayu di
Desa Putri Puyu dapat menghasilkan pekerjaan secara cepat, menghemat tenaga,
waktu, dan bisa memperoleh penghasilan yang tinggi dalam beberapa saat.
Sebagian besar orang Melayu yang tinggal di desa tersebut bergerak di bidang
pertanian dan perikanan. Kegiatan pertanian meliputi penanaman padi, karet,
kelapa sawit, kelapa dan tanaman campuran. Orang Melayu perkotaan terutama
bekerja dalam pelayanan publik, sebagai pekerja di industri, perdagangan,
transportasi, dll. Dominasi ekonomi kaum Melayu perkotaan masih relatif kecil
dibandingkan dengan jumlah ekonomi kaum nonpribumi, khususnya kaum
Tionghoa. Namun kini banyak orang Malaysia yang berhasil berbisnis dan
menjadi anggota korporasi. Banyak yang tinggal di kota besar dan mampu
memiliki mobil dan rumah mewah. Selain itu, banyak orang Melayu yang
mengenyam pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dimakalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa sajakah keaneka ragaman mata pencarian masyarakat Melayu ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah yaitu untuk:
1. Bertujuan salah satu bahan pembelajaran dimata kuliah Dasar-Dasar
Budaya dan Sastra Melayu
2. Agar kita sama-sama mengetahui bentuk mata pencaharian masyarakat
Melayu

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keaneka Ragaman Mata Pencaharian Masyarakat Melayu


Sebagian besar orang Melayu yang tinggal di desa tersebut bergerak di bidang
pertanian dan perikanan. Kegiatan pertanian meliputi penanaman padi, karet,
kelapa sawit, kelapa dan tanaman campuran. Orang Melayu perkotaan terutama
bekerja dalam pelayanan publik, sebagai pekerja di industri, perdagangan,
transportasi, dll. Dominasi ekonomi kaum Melayu perkotaan masih relatif kecil
dibandingkan dengan jumlah ekonomi kaum nonpribumi, khususnya kaum
Tionghoa. Namun kini banyak orang Malaysia yang berhasil berbisnis dan
menjadi anggota korporasi. Banyak yang tinggal di kota besar dan mampu
memiliki mobil dan rumah mewah. Selain itu, banyak orang Melayu yang
mengenyam pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.
Desa Kampar memiliki keunikan tersendiri karena desa ini dikelilingi oleh
Kamparjoki. Penduduknya terdiri dari sekitar 1000 kepala keluarga dan sebagian
besar mata pencahariannya adalah pedagang, petani perkebunan dan tambak ikan.
Di desa ini terdapat tempat wisata budaya yaitu rumah adat suku Bendang.
Sistem mata pencaharian masyarakat melayu terlihat dari aktivitas mereka
yang menggunakan dan memanfaatkan alam saujana disekitarnya. Masyarakat
melayu pada umumnya menghuni ditepi empat sungai besar di Riau dan cabang-
cabangnya. Sungai-sungai yang dimaksud ialah sungai Rokan, Sungai Siak,
Sungai Kampar, dan Sungai Kuantan atau sungai Indera Giri. Masing-masing
negri Melayu memiliki daerah kampung, dusun, sawah, ladang, yang disebut
dengan wilayah pertanian, kebun seperti wilayah perkebunan atau dusun rimba
kepungan sialang, hutan produksi dan rimba larangan.
Berdasarkan saujana alam seperti itu maka orang Melayu lebih leluasa
mengelola alamnya untuk memenuhi untuk memenuhi nafkah mereka.
Pengelolaan lebih dapat disesuaikan, misalnya disesuaikan dengan jarak tempat
atau dengan waktu dan bidang pekerjaan. Penyesuaian sesuai dengan waktu, jarak,
atau bidang pekerjaan misalnya disebut dengan peresuk dan Tapak Lapan.
Peresuk aadalah pertahapan jenis pekerjaan orang Melayu dalam sehari. Orang
Melayu biasa melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan produktif untuk
memenuhi keperluan dan hajat hidup. Kuantitas kerja tersebut terbilang pada
tingkat kesulitan dan lama pengerjaan dlam rentang waktu satu hari penuh. Ada
pekerjaan berat yang bisa selesai dalam waktu singkat, ada pula jenis kerja yang
sangat ringan namun dilakukan dakam rentang waktu panjang seperti menganyam
misalnya. Masyarakat Melayu melazimkan sekurang-kurangnya lima tahapan atau

6
peresuk sehari-semalam, tentunya diselingi dengan istirahat, ibadah, dan aktifitas
non kerja lainnya.

Dalam kebudayaan masyarakat Melayu Riau, dikenal istilah Tapak Lapan.


Tapak Lapan merupakan istilah khusus yang menunjuk pada keragaman
pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat Melayu Riau. Adapun Tapak
Lapan yang dimaksud antara lain:

1. Pertanian, disebut masyarakat setempat sebagai berladang.


2. Peternakan, aktivitas membudidayakan hewan ternak di darat.
3. Perikanan, aktivitas menangkap ikan baik di laut lepas ataupun pertambakan.
4. Beniro, dikerjakan dengan cara menetak kelapa juga enau.
5. Perhutanan, dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengambil hasil dari
hutan yang bernilai guna.
6. Perkebunan, dilakukan dengan membudidayakan tanaman tahunan ataupun
tanaman keras (untuk industri).
7. Bertukang, berkaitan dengan pembangunan.
8. Berniaga, dilaksnaakan dengan berdagang.

Keanekaragaman mata pencaharian masyarakat Melayu Riau yang disebut


sebagai Tapak Lapan ini sudah ada ratusan tahun lamanya. Pola ekonomi ini
mereka laksanakan dengan giat dengan tujuan agar terhindar dari krisis ekonomi
serta untuk menyokong kehidupan sehari-hari. Masyarakat Melayu Riau sangat
dekat dengan alam sehingga pekerjaan yang mereka tekuni juga menjadikan alam
sebagai tumpuan hidup.

Pemahaman lainnya tentang tapak lapan adalah orang Melayu menetapkan


satu pokok sumber pendapatan dan ditambah dengan sumber pendapatan
sampingan. Orang Melayu misalnya menjadikan memotong karet sebagai sumber
pendapatan utama dan ditambah dengan sumber pendapatan sampingan dari
mencari ikan, menganyam, kegiatan mengolah hasil kebun (agroindustri).
Berbilang abad lamanya pola ekonomi “tapak lapan” atau peresuk, adalah
usaha menghindari dari krisis ekonomi. Berdasarkan pola seperti itu dapat kita
sanding dan bandingkan dengan ekonomi monokultur saat ini yang hanya
mengandalkan sawit atau karet saja. Jika suatu jenis pekerjaan dibatasi oleh
musim maka masyarakat tidak dapat bekerja. Dalam sejarah ekonomi dunia,
depresi ekonomi pernah terjadi pada tahun 1928 saat itu, harga komoditas turun,
maka petani seperti dipaksa melakukan peningkatan produksi supaya
keperluannya terpenuhi.

7
Konsep ekonomi tapak lapan membuat puak Melayu tradisional jarang jatuh
miskin dan kelaparan. Mereka selalu punya cadangan yang memadai dari
beberapa jenis pekerjaan. Namun saat ini, setelah lingkungan hidup berupa tanah
ulayat mereka diintervensi dengan kekuasaan yang curang dan pemilik modal yag
seraka, mereka terdesak, dan saat inipun kebanyakan dari masyarakat Melayu
bersandar dari satu jenis pekerjaan saja. Akibatbatnya mereka sangat rentan
terhadap resiko. Padahal dulu mereka adalah pedagang, petani, dan tukag yang
merdeka, yang hanya sekedar menanti peningkatan sumber daya manusia untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
Delapan macam pencaharian ini juga memperlihatkan betapa Melayu di Riau
mempunyai khazanah budaya yang panjang. Budaya masyarakat Melayu tersebut
adalah budaya perairan, laut (maritim), pesisir, aliran sungai, niaga (dagang), dan
bandar (pelabuhan). Budaya demikian, telah membentuk mentalitas mereka
menjadi mausia yang independent, pragmati`k, mudah bergerak ke mana-mana
bisa bersaing, memperlihatkan kualitas teknis serta punya harga diri yang tinggi.
Pelaksanaan bidang-bidang pencarian Tapak Lapan di ata bagi orang Melayu
tidak dilaksanakan dengan ketat, tetapi di sesuaikan dengan keperluan mereka.
Sebagian kecil pula bidang pekerjaan diatas menghasilkan jas akerajinan, dalam
arti menjual tenaga (profesi), maka menjual kemampuan fikiran dan magis seperti
dukun, ahli syarak, guru tasawuf (guru agama), ahli nujum (ahli membintang),
pawang, baun, mengajar ngaji, menjadi guru silat, mualim kapal (pemandu arah)
dll.
Tapak Lapan mata pencarian atau sumber pendapatan diatas merupakan
aktivitas orang Melayu yang lebih panjang lagi, dapat dilakukan pada bilangan
masa satu musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Ketika musim
kemarau berlangsung cukup lama, dan tumbuhan teberau disepanjang sungai
sudah mulai berbunga, begitu pula dengan buah-buahan seperti durian,
mempelam, mangga, mancang, pauh atau tepah, tayas, kuini, limos, longung,
kemang, binjai mulai berbunga, pertanda memulai untuk bersawah atau berladang.
Biasanya apabila pagi mereka berladang (pertanian), sorenya mereka selingi
dengan menngkap ikan, seperti merawang atau mengecal (mensngksp ikan dengan
tangan). Ini pekerjaan yang berdekatan waktunya pada musim kemarau. Biasnya
pada musim kemarau yang panjang, kebun karet bercukur atau menguak, yakni
daunnya gugur salah satu strategi pohon karet mempertahankan hidup. Saat
keadaan seperti itu getahnya berkurang. Lazimnya para petani karet
mengistirahatkan pohon karet untuk ditakik hingga pohon karet tersebut berdaun.
Selain itu, sebagian orang Melayu mencari hasil hutan, misalnya mencari
rotan sebagai bahan anyaman dan kegiatan lainnya seperti beniro (agroindustri).
Jika mereka selesai bersawah mereka beranjak pula mengerjakan kebun mereka
(perkebunan). Diakhir pekan, hasil-hasil baik pertanian maupun perkebunan dan

8
agroindustri mereka jual kemasyarakat lainnya (perdagangan). Pekerjaan
bertukang menjadi kegiatan perantara dari masing-masing bidang pekerjaan
tersebut.
Dalam pelaksanaan, ada kalanya tidak dilakukan sekaligus beberapa pekerjaan
tersebut. Melainkan pergabungan dua atau lebih jenis pekerjaan atau kegiatan
ekonomi. Ini merupakan taktik atau cara jangka pendek masyarakat Melayu dalam
menggunakan sumber daya alamnya, maupun berhubuangan dengan peristiwa
atau keadaan ekonomi sesaat. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut berarti
mereka harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang alam dna lingkungan
hidupnya, serta kiat atau teknik menghasilkan sesuatu yang berguna secara
ekonomis dari sumber dan lingkunganya. Sebab dengan pola itu, orang Melayu
bisa melihat hubungan dan saling ketergantungan antara manusia dengan alam,
serta hubungan antar flora dan fauna dengan hutan tanah.
Tujuan tapak lapan dan peresuk di atas, selain untuk keragaman sumber
pendpatan juga sekaligus taktik menghadapi kegagalan atau krisis akibat hanya
bergantung pada satu sumber pendapatan saja. Untuk antisipasi pada saat krisis
dan jaminan keberlangsungan hidup keluarga dan perekonomian masyarakat.
Pemaham lainnya tentang tapak lapan adalah orang Melayu menetapkan satu
pokok sumber pendapatan sampingan. Orang Melayu misalnya menjadikan
memotong karet sebagai sumber penddapatan utama dan ditambah dengan sumber
pendapatan sampinga dari mencari ikan, menganyam, kegiatan mengolah hasil
kebun (agroindustri).
Berbilang abad lamanya pola ekonomi “tapak lapan” atau peresuk, adalah
usaha menghindari dari krisis ekonomi. Berdasarkan pola ekonomi seperti itu
dapat kita sanding dan bandingkan dengan ekonomi monokultur saat ini yang
hanya mengandalkan sawit atau karet saja. Jika suatu jenis pekerjaan bisa dibatasi
oleh musim maka masyarakat tidak akan dapat bekerja. Dalam sejarah ekonomi
dunia, depresi ekonomi pernah terjadi pada tahun 1928. Saat itu, harga komoditas
turun, maka petani seperti dipaksa melakukan peningkatan produksi supaya
kebutuhan terpenuhi.

9
KESIMPULAN

Sistem mata pencaharian masyarakat melayu terlihat dari aktivitas mereka


yang menggunakan dan memanfaatkan alam saujana disekitarnya. Masyarakat
melayu pada umumnya menghuni ditepi empat sungai besar di Riau dan cabang-
cabangnya.
Berdasarkan saujana alam seperti itu maka orang Melayu lebih leluasa
mengelola alamnya untuk memenuhi untuk memenuhi nafkah mereka.
Pengelolaan lebih dapat disesuaikan, misalnya disesuaikan dengan jarak tempat
atau dengan waktu dan bidang pekerjaan. Penyesuaian sesuai dengan waktu, jarak,
atau bidang pekerjaan misalnya disebut dengan peresuk dan Tapak Lapan.
Peresuk aadalah pertahapan jenis pekerjaan orang Melayu dalam sehari. Orang
Melayu biasa melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan produktif untuk
memenuhi keperluan dan hajat hidup. Kuantitas kerja tersebut terbilang pada
tingkat kesulitan dan lama pengerjaan dlam rentang waktu satu hari penuh. Ada
pekerjaan berat yang bisa selesai dalam waktu singkat, ada pula jenis kerja yang
sangat ringan namun dilakukan dakam rentang waktu panjang seperti menganyam
misalnya. Masyarakat Melayu melazimkan sekurang-kurangnya lima tahapan atau
peresuk sehari-semalam, tentunya diselingi dengan istirahat, ibadah, dan aktifitas
non kerja lainnya.
Biasanya apabila pagi mereka berladang (pertanian), sorenya mereka selingi
dengan menngkap ikan, seperti merawang atau mengecal (mensngksp ikan dengan
tangan). Ini pekerjaan yang berdekatan waktunya pada musim kemarau. Biasnya
pada musim kemarau yang panjang, kebun karet bercukur atau menguak, yakni
daunnya gugur salah satu strategi pohon karet mempertahankan hidup. Saat
keadaan seperti itu getahnya berkurang. Lazimnya para petani karet
mengistirahatkan pohon karet untuk ditakik hingga pohon karet tersebut berdaun.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gaharahati.com/2020/04/bab-xii-ekonomi-dan-mata-pencarian.html?
m=1
https://budayamelayuriau.org/lingkup-materi/ekonomi-mata-pencaharian/tapak-
lapan-sistem-ekonomi-tradisional-melayu-riau/
https://www.journals.mindamas.com/index.php/sosiohumanika/article/download/
609/607
https://www.coursehero.com/file/53673420/Keragaman-mata-pencaharian-
masyarakat-melayu-riaudocx/

11

Anda mungkin juga menyukai