Anda di halaman 1dari 64

INOVASI DAN

KEAKSARAAN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7
DINDA ARINDANI DIANI P. SIMANJUNTAK
EMYA TIRANI MUNTHE EGI RIANI PUTRI

PENMAS REG A 2018


KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah Yang Maha Kuasa atas
berkat dan karunia-Nya buku yang berjudul “Inovasi
Program Keaksaraan” ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Mata kuliah Inovasi Pendidikan Masyarakat
merupakan salah satu mata kuliah khusus bagi jurusan
Pendidikan Masyarakat. Mata kuliah ini dimaksudkan
untuk membina dan mengambangkan kemampuan
mengenali dan memahami apa itu Inovasi Pendidikan di
Masyarakat yang akan mendukung pencapaian dan
pengembangan kemampuan dan ilmu pengetahuan. Buku
Inovasi Pendidikan Masyarakat ini terdiri dari 4 Bab
yaitu: BAB I berkaitan dengan Makna Inovasi Program
Keaksaraan, BAB II berkaitan dengan Urgensi Inovasi
Program Keaksaraan, BAB III berkaitan dengan Peran
PTK PLS dalam Inovasi Program Keaksaraan, BAB IV
berkaitan dengan Contoh Studi Kasus Inovasi Program
Keaksaraan.
Materi – materi Inovasi Pendidikan Masyarakat
yang telah dijelaskan ini masih jauh dari yang diharapkan,
oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan
sumbangan pemikiran penyempurnaannya, sehingga pada
masa yang akan datang buku ini menjadi lebih sempurna
dan dapat memenuhi harapan dari pembacanya dalam
memahami Inovasi Pendidikan Masyarakat. Terima
Kasih.
Medan, November 2020

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................... iii
BAB I : MAKNA INOVASI PROGRAM KEAKSARAAN
........................................................................................... 1
BAB II : URGENSI INOVASI PROGRAM
KEAKSARAAN ............................................................... 7
A. Pengertian dan Urgensi Inovasi Pendidikan ............ 7
B. Jenis- jenis Keaksaraan ............................................ 14
C. Urgensi Inovasi Sistem Pendidikan.......................... 17
D. Urgensi Inovasi Pendidikan Masyarakat.................. 22
BAB III : PERAN PTK PLS DALAM INOVASI
PROGRAM KEAKSARAAN ......................................... 30
A. Pengertian Profesi dan Tenaga Kependidikan ......... 30
B. Hak dan Kewajiban Tenaga Kependidikan ............. 31
C. Klasifikasi Tenaga Kependidikan ............................ 33
D. Peran PTK PENMAS dalam Inovasi Keaksaraan ... 35
E. Inovasi dalam Keaksaraan ....................................... 42

BAB IV : CONTOH STUDI KASUS INOVASI


PROGRAM KEAKSARAAN ..................................47
DAFTAR PUSTAKA ................................................59

iii
BAB I

MAKNA INOVASI PROGRAM KEAKSARAAN

Pendidikan keaksaraan tidak hanya diperlukan


dalam menangani buta huruf, tetapi lebih dari itu sangat
diharapkan dapat membantu setiap anggota masyarakat
menambah pengetahuan, sikap, dan keterampilannya,
sehingga mereka dapat memiliki pengertian dan
kesadaran guna memahami potensi sosial, ekonomi dan
politik, serta perlahan mau dan mampu meningkatkan
taraf dan mutu hidupnya.

Inovasi program keaksaraan merupakan pendidikan


non formal, yang diselenggarakan di bawah payung
kebijakan nasional di bidang pendidikan Non Formal
yang mencakup; (a) perluasan dan pemerataan akses, (b)
peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta (c)
penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan
publik. Perluasan dan pemerataan akses pendidikan
secara berkelanjutan digelorakan oleh pemerintah, untuk
mampu menjangkau penduduk usia 15 ± 59 tahun yang
masih tuna aksara.

1
Penduduk tuna aksara yang secara umum tinggal di
wilayah pedesaan, tertinggal dalam hal pengetahuan,
keterampilan serta sikap mental pembaharuan dan
pembangunan. Akibatnya mereka kurang mampu
mengakses informasi penting untuk menghadapi
tantangan perkembangan global. Oleh karena itu, program
pendidikan keaksaraan merupakan terobosan jitu untuk
memberdayakan penduduk tuna aksara agar mampu
mengakses informasi dan melakukan komunikasi yang
lebih efektif. Melalui program pendidikan keaksaraan,
baik pendidikan keaksaraan tingkat dasar maupun
keaksaraan usaha mandiri, diupayakan agar peserta didik
lebih memahami: baca, tulis, berhitung, dan
berkomunikasi. Peserta didik juga diarahkan untuk
menguasai ketrampilan hidup yang berbasis potensi lokal.
Banyak yang dapat diperbuat jika peserta didik menguasai
ketrampilan yang berbasis potensi local. Sumber daya
domestic dapat dimanfaatkan secara lebih optimal untuk
diabdikan bagi kesejahteraan peserta didik khususnya dan
masyarakat umumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
masih banyak sumberdaya domestik yang tertidur

2
lantaran tiadanya penguasaan ketrampilan oleh penduduk
lokal untuk memanfaatkan sumber daya tersebut.

Program inovasi keaksaraan untuk pemberdayaan


merupakan salah satu terobosan sistematis yang berupaya
meningkatkan keberdayaan masyarakat untuk
memanfaatkan potensi sumberdaya domestiknya.
Program ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan
membaca, menulis, dan berhitung (calistung) peserta
didik dan ketrampilan berbasis sumberdaya lokal.

Pendidikan keasaraan dilandasi oleh pendidikan


sepanjang hayat (lifelong education) dan belajar
sepanjang hayat (lifelong learning). Tujuan pendidikan
sepanjang hayat adalah tidak sekedar perubahan
melainkan untuk tercapainya kepuasan setiap orang yang
melakukannya. Fungsi pendidikan sepanjang hayat adalah
sebagai kekuatan motivasi bagi peserta warga belajar agar
ia dapat melakukan kegiatan belajar berdasarkan
dorongan dan diarahkan oleh dirinya sendiri dengan cara
berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia
kehidupannya (Hatten, 1996).

3
Penerapan azas pendidikan sepanjang hayat dalam
pembelajaran keaksaraan harus dilakukan secara
pragmatis. Melalui cara itu pembelajaran keaksaraan
dirancang dan dilaksanakan untuk mendukung upaya
peningkatan kualitas hidup dan kehidupan warga belajar
dan masyarakat. Konsekuensi logis dari penerapan azas
pendidikan sepanjang hayat adalah pembelajaran
keaksaraan menempatkan para warga belajar sebagai titik
sentral dalam setiap program pendidikan. Warga belajar
dipandang sebagai insan yang harus dan dapat
berkembang kemampuannya untuk mengaktualisasikan
dirinya (Sumardi, 2009).

Kondisi faktual menunjukkan bahwa pendidikan


keaksaraan belum optimal menyentuh kepentingan
penduduk tuna aksara. Banyak aspek pendidikan
keaksaraan yang perlu disempurnakan untuk lebih
memberdayakan penduduk tuna aksara dalam
memanfaatkan potensi domestiknya dan untuk mengakses
sumberdaya yang lebih luas. Pengalaman melaksanakan
kaji terap dalam pendidikan keaksaraan berupa kajian
bintek dan monev pendidikan keaksaraan tahun 2008,

4
program inovasi keaksaraan untuk pemberdayaan tahun
2009, program pendidikan keaksaraan dasar dan
pendidikan keaksaraan usaha mandiri tahun 2010 sampai
dengan 2014, mendapatkan sejumlah temuan bahwa
pendidikan keaksaraan belum optimal mencapai target
luaran. Pada hakekatnya, pendidikan keaksaraan memiliki
target luaran (1) peserta didik dapat memperoleh surat
keterangan melek aksara (SUKMA) untuk pendidikan
keaksaraan dasar dan surat tanda selesai belajar (STSB)
untuk pendidikan keaksaraan usaha mandiri, dan (2)
peserta didik mampu menguasai keterampilan berbasis
sumberdaya local.

Penyelenggaraan program Inovasi Keaksaraan


untuk Pemberdayaan dan Pemberantasan Buta Aksara
dilaksanakan untuk:

a. Mencapai target percepatan penuntasan buta


aksara sesuai target Inpres Nomor 5 tahun 2006, sehingga
proporsi penduduk buta aksara berusia15 tahun ke atas
adalah paling banyak 5 persen.

5
b. Meningkatkan perluasan akses pendidikan
keaksaraan(tingkat dasar) bagi penduduk buta aksara usia
15 tahunke atas melalui peningkatan pengetahuan, sikap
dan keterampilan, sehingga memiliki kemampuan untuk
meningkatkan kesejahteraannya.

c. Memberikan penguatan keaksaraan bagi sasaran


programpendidikan keaksaraan.

d. Meningkatkan indeks pembangunan manusia


Indonesia secara nasional, melalui peningkatan angka
melek aksara penduduk di setiap kabupaten/kota.

e. Meningkatkan motivasi dan komitmen


pemerintah daerah untuk mendukung program pendidikan
keaksaraan dengan mengembangkan inovasi keaksaraan
sesuai potensi dan karakteristik daerah setempat.

6
BAB II

URGENSI INOVASI PROGRAM KEAKSARAAN

A. Pengertian dan Urgensi Inovasi Pendidikan


Inovasi seringkali diartikan pembaharuan,
penemuan dan ada yang mengaitkan dengan modernisasi.
Menurut Nicholls (1982: 2) penggunaan kata perubahan
dan inovasi sering tumpang tindih. Pada dasarnya inovasi
adalah ide, produk, kejadian atau metode yang dianggap
baru bagi seseorang atau sekelompok orang atau unit
adopsi yang lain. Baik itu hasil invensi maupun hasil
discovery. (Ibrahim, 1998: 1 ; Hanafi, 1986: 26 ; Rogers,
1983: 11).
Nicholls menekankan perbedaan antara perubahan
(change) dan inovasi (innovation) sebagaimana
dikatakannya di atas, bahwa perubahan mengacu kepada
kelangsungan penilaian, penafsiran dan pengharapan
kembali dalam perbaikan pelaksanaan pendidikan yang
ada yang dianggap sebagai bagian aktivitas yang biasa.
Sedangkan inovasi menurutnya adalah mengacu kepada
ide, obyek atau praktek sesuatu yang baru oleh seseorang

7
atau sekelompok orang yang bermaksud untuk
memperbaiki tujuan yang diharapkan.
Adapun inovasi pendidikan adalah inovasi untuk
memecahkan masalah dalam pendidikan. Inovasi
pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan
komponen sistem pendidikan, baik dalam arti sempit
tingkat lembaga pendidikan maupun arti luas di sistem
pendidikan nasional. Sehingga dapat dikatakan inovasi
kurikulum merupakan suatu hal yang dapat terjadi dalam
ruang lingkup pendidikan itu sendiri.
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi
pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau
inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi,
inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang
dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi
seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa
hasil intervensi (penemuan baru) atau discovery (baru
ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan
nasional.
Inovasi pendidikan ialah suatu perubahan yang baru
dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada
8
sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk
meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian
tujuan tertentu dalam pendidikan, (Suryosubroto, 1990:
127).
Tujuan utama inovasi pendidikan adalah berusaha
meningkatkan kualitas pendidikan dan kemampuan, yakni
kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan
prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi.
Jadi, keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua
tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dengan
sebaik-baiknya. Tujuan yang direncanakan
mengharuskan adanya perincian yang jelas tentang
sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat
mungkin bisa diukur untuk mengetahui perbedaan antara
keadaan sesudah dan sebelum inovasi diadakan.
Pembaruan pendidikan sebagai tanggapan baru terhadap
masalah-masalah pendidikan.
Terdapat beberapa masalah yang menyebabkan
pentingnya melakukan inovasi pendidikan di Indonesia,
di antaranya adalah sebagai berikut:

9
1) Perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan telah


mengakibatkan kemajuan di bidang teknologi. Kemudian
terpancar ke segala hal yang mempengaruhi kehidupan
sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan
bangsa Indonesia. Diakui bahwa sistem pendidikan yang
dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia selama ini masih
belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-
kemajuan tersebut, sehingga dunia pendidikan belum
dapat menghasilkan tenaga-tenaga pdmbangunan yang
terampil, kreatif, dan aktif, yang sesuai dengan tuntutan
dan keinginan masyarakat luas.

Berkembangnya ilmu pengetahuan modern


menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan
penguasaan kemampuan yang terus menerus. Oleh karena
itu, kecepatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
dengan cakupannya yang sangat luas serta dibarengi oleh
perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, telah
mengubah secara mendasar kondisi-kondisi pekerjaan.

10
2) Demografi, Sosial, dan Kultural

Laju pertumbuhan penduduk yang cukup pesat


tentunya menuntut adanya perubahan, sekaligus
bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan yang secara kumulatif menuntut tersedianya
sarana pendidikan yang memadai.

Jumlah penduduk kita yang semakin bertambah


belum dapat dijamah secara merata oleh kegiatan atau
pelayanan pendidikan. Kenyataan tersebut menyebabkan
daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak
seimbang. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya
menentukan bagaimana relevansi pendidikan dengan
dunia kerja sebagai akibat tidak seimbangnya antara out
put lembaga pendidikan dengan kesempatan yang
tersedia.

3) Kebutuhan Masyarakat akan Pendidikan yang Lebih


Baik

Dewasa ini masyarakat semakin jeli dan selektif


memilih lembaga pendidikan yang lebih baik, seolah tidak
peduli atas harganya atau biaya yang dikeluarkan untuk

11
itu. Upaya inovasi pendidikan berkaitan erat dengan
adanya berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi
oleh dunia pendidikan dewasa ini, yang salah satu
penyebabnya adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek). Kemajuan iptek yang terjadi senantiasa
mempengaruhi aspirasi masyarakat.

Pada umumnya mereka mendambakan pendidikan


yang lebih baik, padahal di satu sisi kesempatan untuk itu
sangat terbatas sehingga terjadilah kompetisi atau
persaingan yang sangat ketat. Berkenaan dengan inilah
pula sekarang bermunculan sekolah-sekolah favorit, plus,
bahkan unggulan.

4) Kurang Sesuainya antara Pendidikan dengan


Kebutuhan Dunia Usaha

Tantangan besar bagi organisasi pendidikan adalah


kemampuannya menyediakan kebutuhan tenaga kerja
bagi dunia usaha. Pada zaman sekarang ini, masyarakat
menuntut adanya lembaga pendidikan yang benar-benar
mampu diharapkan, terutama yang siap pakai dengan
dibekali keahlian atau keterampilan (skill) yang
diperlukan dunia usaha.

12
Pada umumnya, kurang sesuainya materi
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat telah diatasi
dengan menyusun kurikulum baru. Oleh karena itu
perkembangannya di Indonesia kita ketahui telah
mengalami beberapa kali perubahan kurikulum. Hal ini
dilakukan dalam upaya mengatasi masalah relevansi.
Dengan kurikulum baru inilah anak-anak dibina
kepribadian melalui pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang sesuai dengan tuntutan masa kini dan masa
yang akan datang. Aspek keterampilan merupakan unsur
kurikulum baru yang selalu mendapatkan perhatian
khusus dan prioritas utama.

5) Kurangnya Sarana dan Prasarana Pendidikan

Untuk menjamin terwujudnya kegiatan belajar


mengajar di sekolah diperlukan adanya sarana dan
prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang
memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum
yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana
sebagaimana telah diatur dalam peraturan pemerintah.
Namun pada kenyataannya masih banyak sekolah-
sekolah yang tidak memiliki sarana dan prasarana

13
pendidikan, bahkan tidak sedikit kita saksikan adanya
sekolah yang ambruk dan tidak dapat lagi melangsungkan
kegiatan belajar mengajar.

B. Jenis-jenis Keaksaraan
1. Keaksaraan Dasar (Dekonsenterasi)
Merupakan kemampuan membaca, menulis,
berhitung, mendengarkan, dan berbicara untuk
mengomunikasikan teks lisan dan tulis sederhana
dengan menggunakan aksara dan angka dalam
Bahasa Indonesia. Dana Keaksaraan Dasar
merupakan bantuan biaya operasional
penyelenggaraan keaksaraan bagi penduduk usia 15
tahun ke atas agara mereka mampu memperoleh
Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA). Pada
ranah Psikomotorik, warga belajar mampu
menerapkan kemampuan keaksaraan dasarnya dalam
mendukung kegiatan-kegiatan yang produktiv.
Kegitan tersebut meliputi kemampuan dalam menulis
kebutuhan usaha, kemampuan membaca kebutuhan
usaha atau rumah tangga dan kemampuan berhitung

14
yang diimplementasikan melalui praktek
usaha/pekerjaan.

Program Keaksaraan Dasar secara tidak langsung


memberikan dampak positif terhadap penciptaan
masyarakat belajar, seperti warga belajar mampu menulis,
membaca dan berhitung untuk di implementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dampak suatu program terutama
pembelajaran PLS adalah warga belajar mampu
mengaplikasikan kemampuannya untuk kehidupan
sehari-hari.

2. Keaksaraan usaha mandiri


Kegiatan peningkatan kemampuan keberaksaraan
melalui pembelajaran ketrampilan usaha yang dapat
meningkatkan produktivitas seseorang maupun
kelompok secara mandiri bagi warga belajar yang telah
mengikuti dan atau mencapai kompetensi keaksaraan
dasar.
3. Pendidikan Keaksaraan Keluarga
Merupakan kemampuan memberdayakan keluarga
untuk melatih kemampuan berkomunikasi melalui teks
lisan, tulis, dan angka dalam bahasa Indonesia agar

15
anggota keluarga yang belum beraksara mampu
memeroleh, mencari, dan mengelola informasi untuk
memecahkan masalah sehari-hari, khususnya
berkaitan dengan pencegahan risiko kematian ibu
melahirkan dan bayi, kesehatan keluarga, dan
pendidikan karakter.
4. Pendidikan Keaksaraan untuk Daerah Bencana
Pendidikan Keaksaraan untuk Daerah Bencana adalah
layanan pendidikan masyarakat tanggap darurat bagi
masyarakat korban bencana, melalui pemberian kit
pembelajaran, cepat, kreatif, inovatif dan terukur baik
secara kualitas maupun kuantitas.
5. Pendidikan Keaksaraan Berbasis Seni Budaya Lokal
Merupakan kemampuan melestarikan seni budaya
lokal melalui pembelajaran dan pelatihan untuk
meningkatkan keberaksaraan dan keberdayaan
masyarakat di bidang seni budaya lokal. Bantuan
Pendidikan Keaksaraan Berbasis Seni Budaya Lokal
merupakan bantuan biaya operasional
penyelenggaraan pendidikan keaksaraan seni budaya
lokal.

16
6. Aksara Kewirausahaan
Merupakan kemampuan kewirausahaan masyarakat
yang dibelajarkan melalui rintisan/pengembangan
inkubator bisnis dan sentra usaha mandiri untuk
meningkatkan keberaksaraan dan penghasilan peserta
didik dan masyarakat sekitar.

C. Urgensi Inovasi Sistem Pendidikan

Inovasi merupakan suatu ide, gagasan, praktik atau


obyek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal
yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.5
Inovasi pada dasarnya merupakan hasil pemikiran
cemerlang yang bercirikan hal baru bisa berupa praktik-
praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil
olah pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui
tahapan tertentu, yang diyakini dan dimaksudkan untuk
memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki
suatu keadaan tertentu ataupun proses tertentu yang
terjadi di masyarakat. Dengan demikian yang dimaksud
inovasi pendidikan adalah inovasi dalam pendidikan
untuk memecahkan masalahmasalah pendidikan. Inovasi

17
ini dapat berupa ide, barang, metode yang dirasakan atau
diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah-
masalah pendidikan.

Telah banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan


yang sifatnya pembaruan atau inovasi dalam pendidikan.
Pada dasarnya inovasi pendidikan itu sendiri telah melalui
berbagai tahap sebagaimana diidentifikasi oleh Ashby
sebagai berikut:

a. Tahap pertama terjadi ketika pendidikan anak


dilakukan secara langsung oleh orang tua. Pada
tahap ini lembaga pendidikan sekolah belum ada
dan media yang digunakan juga masih sangat
primitif. Materi pelajarannya pun sebatas
pengetahuan orang tua berdasarkan pengalaman
yang mereka miliki.
b. Tahap Kedua terjadi ketika masyarakat/orang tua
mulai sibuk dengan peran di luar rumah sehingga
tugas pendidikan anak sebagian digeser dari orang
tua pindah ke guru atau dari rumah ke sekolah.

18
Pada tahap ini mulai muncul profesi guru. Tahap
Ketiga ditandai dengan adanya penemuan alat
untuk keperluan percetakan yang mengakibatkan
lebih luasnya ketersediaan buku. Tahap keempat
terjadi sebagai akibat ditemukannya
bermacammacam alat elektronika yang bisa
menunjang proses belajar siswa seperti radio,
telepon, TV, computer, LCD proyektor, perekan
internet, LAN, dan sebagainya.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas dapat


dikatakan bahwa pada saat ini telah terjadi tahap keempat
inovasi pendidikan yang ditandai dengan adanya
pemanfaatan teknologi canggih baik perangkat lunak
(software) maupun perangkat keras (hardware) dalam
proses pembelajaran. Tujuan utama aplikasi teknologi
baru itu adalah untuk mewujudkan proses pembelajaran
yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan
kompetensi, kemampuan, ketrampilan dan daya saing
perserta didik dalam suatu program pendidikan pada
jenjang, jenis maupun jalur tertentu.8 Inovasi pada tahap
ini tentu saja bukan merupakan tahapan terakhir

19
pembaharuan pendidikan, sebab pembaruan itu harus
terus– menerus dilakukan tanpa memiliki ujung akhir.
Persoalan pendidikan senantiasa ada selama peradaban
dan kehidupan manusia itu ada sehingga pembaharuan
pendidikan tidak akan pernah diakhiri.

Terlebih lagi dalam abad informasi seperti saat ini


tingkat obsolescence dari program pendidikan di
Indonesia menjadi sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi
karena perkembangan teknologi yang digunakan oleh
masyarakat dalam sistem produksi barang dan jasa yang
begitu cepat. Dunia produksi dapat mengembangkan
teknologi dengan kecepatan yang amat tinggi karena
harus bersaing dengan pasar ekonomi secara global,
sehingga perhitungan efektivitas dan efesiensi harus
menjadi pilihan utama.

Sebaliknya dunia pendidikan tidak dapat dengan


mudah mengikuti perkembangan teknologi yang terjadi di
masyarakat, disebabkan sangat sulit diterapkannya
perhitungan-perhitungan ekonomi yang mendasarkan
pada prinsip efektivitas dan efesiensi terhadap semua
unsurnya. Tidak semua pembaharuan pendidikan dapat

20
dihitung atas dasar efesiensi dan untung rugi karena
pendidikan memiliki misi penting yang sulit dinilai secara
ekonomi, yakni misi kemanusiaan.

Perlu ditekankan bahwa pendidikan adalah ilmu


normatif, maka fungsi institusi pendidikan adalah
menumbuh kembangkan subyek didik ke tingkat normatif
yang lebih baik, dengan cara/jalan yang baik, serta dalam
konteks yang positif. Oleh karena itu, inovasi apa pun
yang dilakukan dalam pendidikan tidak semata-mata atas
pertimbangan efektivitas dan efesiensi, tetapi harus tetap
mengacu pada upaya pembentukan manusia sejati yang
memiliki kesadaran terhadap realitas dan mampu
bertindak mengatasi dunia serta realitas yang
dihadapinya. Sehingga dapat dihasilkan manusia yang
mampu menggeluti dunia dan realitas dengan penuh sikap
kritis dan daya cipta, dan itu berarti manusia mampu
memahami keberadaan dirinya. Dengan kata lain inovasi
dalam pendidikan masih sangat diperlukan dalam upaya
menghasilkan sistem pendidikan yang mampu
menghasilkan generasi yang memiliki kecerdasan nalar,
emosional, dan spiritual, bukan manusia yang kerdil,

21
pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang
dihadapi.

D. Urgensi Inovasi Pendidikan Masyarakat

Pendidikan merupakan hal yang paling utama dan


terutama bagi seorang manusia. Dengan adanya
pendidikan, seseorang bisa menjadi makhluk yang terarah
dan mempunyai arah. Karena pendidikan merupakan hal
pokok dalam kehidupan, para ahli mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut: Jean Jaqques Rosseau,
seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua
yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu
lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan.
Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa
perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan. Van de
venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi
tonggak awal perkembangan munculnya golongan
terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang
diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah

22
nasib pribumi. Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno
dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-
satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa
hanyalah Pendidikan.

Menurut Azyumardi Azra, kata pendidikan telah


didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan
yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-
masing. Namun pada dasarnya semua pandangan yang
berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal
bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan
generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan
memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan
efisien. (Azyumardi Azra: 2005: 3).

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan


Nasional No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujukan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

23
Coombs (Trisnamansyah, 2003: 19) mendefinisikan
nonformal education sebagai setiap kegiatan pendidikan
yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang
mapan baik dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian
penting dari kegiatan yang lebih besar, dilakukan secara
sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna
mencapai tujuan belajarnya.

Sudjana (2001: 63) pendidikan luar sekolah telah


hadir di dunia ini sama tuanya dengan kehadiran manusia
yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini
dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan
kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam
kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat
manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam
kehidupan masyarakat. Pada waktu permulaan
kehadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh
pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama
berlangsung dalam keluarga dimana terjadi interaksi di
dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan,
sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan
tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan

24
mendidik yang dikenal dewasa ini. Yang dimaksudkan
untuk memberikan pelayanan pendidikan pada
masyarakat yang tidak mungkin dapat melayani
pendidikan jalur sekolah.

Pendidikan luar sekolah (PLS) memiliki tujuan,


yaitu :

1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan


berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayat guna
meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

2. Membina warga belajar supaya memiliki


pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang
diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari
nafkah dan melanjutkan ketingkat jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.

3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak


dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

Penyelenggaraan PLS Urgen disini berarti penting.


Jadi yang dimaksud seutuhnya adalah pentingnya
pendidikan luar sekolah. Baik sebagai objek atau pun
subjeknya. Kita tidak dapat memungkiri bahwa
25
pendidikan itu sendriri sangat peting bagi kita. Selain itu,
pendidikan tidak hanya dijalankan dalam perkotaan saja.
Program pendidikan harus disetarakan di setiap daerah.
Baik perkotaan ataupun pedesaan sekalipun. Dukungan
dari berbagai pihak dan tentunya dari pemerintah itu
sendiri sangat di butuhkan. Dari sinilah usaha apa saja
yang bisa kita lakukan adalah dengan melalui jalur
pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan
Pendidikan Luar Sekolah. Pendidikan Luar Sekolah
(PLS) ini, dapat membantu ketertinggalan yang terjadi
pada Sumber Daya Manusia khususnya yang ada di
Negara kita ini.

Pemerintah melalui semangat otonomi daerah


adalah menggerakan program pendidikan non formal
tersebut, sebab berdasarkan UU No. 20 tentang Sistem
Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan
bahwa pendidikan non formal akan terus di
tumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan
pendidikan yang berbasis masyarkat, serta pemerintah
juga bertanggung jawab atas kelangsungan pendidikan

26
non formal sebagai upaya bagi penuntasan wajib belajar 9
tahun.

Secara bertahap, akan dilakukan sosialisasi dalam


dunia PLS yang dapt digunakan untuk menggali dan
memanfaatkan SDM agar menjadi lebih baik lagi.
Pendidikan Luar Sekolah ini sangat tepat untuk digunakan
sebagai alternative dalam meningkatkan sumber daya
manusia tersebut.Dalam kaitan dengan upaya peningkatan
kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS
lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa
mengesampingkan aspek akademis.

Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan


pengetahuan, keterampilan, profesionalitas,
produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang
pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun
Rencana strategis adalah :

a. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS


b. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat
memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan
kualitas proses dan hasil

27
c. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu
melalui penetapan standard kompetensi, standard
kurikulum untuk kursus
d. Meningkatkan kemitraan dengan pihak
berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi
profesi, lembaga diklat; serta
e. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS
dengan kebutuhan masyarakat dan pasar.
Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas
manajemen pendidikan.

Berbagai inovasi di atas dilakukan dengan tujuan


agar pendidikan dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Akan tetapi dalam pelaksanaan inovasi itu sendiri ada
beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut;

1. Inovasi yang dilakukan harus sesuai dengan


karakteristik peserta didik sehingga mempunyai
implikasi positif bagi kemudahan belajar peserta
didik.
2. Tidak ada satu inovasi pun yang bisa dianggap
paling benar sepanjang belum dapat dibuktikan
efektifitas dan efisiensinya terhadap hasil belajar

28
yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan peserta
dididk dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena
itu setiap inovasi harus terus dilaksanakan sampai
berhasil.
3. Inovasi selalu diwarnai dengan ketidakpastian
mengenai efektifitasnya terhadap kualitas
pembelajaran. Oleh karena itu perlu disadarai
bahwa inovasi yang berhasil di suatu tempat
belum tentu berhasil di tempat lain.
4. Inovasi dalam pembelajaran dapat dilaksanakan
baik pada sektor pendidikan formal, nonformal
maupun informal pada segala macam bentuk jalur
dan jenjang pendidikan yang terkait dengan
berbagai bidang kehidupan.

29
BAB III

PERAN PTK PLS DALAM INOVASI PROGRAM


KEAKSARAAN

A. Pengertian Profesi dan Tenaga Kependidikan

Dalam Bahasa Inggris Profesi disebut Profession,


dalam bahasa Belanda professie yang merupakan kata
yang berasal dari bahasa Latin professio yang bermakna
pengakuan atau pernyataan. Kata profesi juga terkait
secara generik dengan kata okupasi (Indonesia),
accupation (Inggris), accupatio (Latin) yang bermakna
kesibukan atau kegiatan atau pekerjaan atau mata
pencaharian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dinyatakan profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan
sebagainya) tertentu.
Mudlofir (dalam Rusydi, 2018:1) menjelaskan
bahwa Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya,
artinya, profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus

30
untuk melakukan pekerjaan itu. Profesi merupakan suatu
pekerjaan yang dilandasi oleh Pendidikan Tinggi,
Keahlian serta Keterampilan yang sesuai dengan bidang
pekerjaan yang akan ditekuninya (Rusydi, 2018).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1
pasal 1 disebutkan bahwa tenaga kerja kependidikan
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Yahya (dalam Rusydi, 2018: 16) menjelaskan bahwa
Profesi Tenaga Kependidikan adalah Pekerjaan yang
dilakukan seseorang berkaitan dengan proses
penyelenggaraan pendidikan yang dapat menghasilkan
dan dilakukan dengan kemahiran, keterampilan, dan
kecakapan tertentu serta didasarkan pada norma yang
berlaku.

B. Hak dan Kewajiban Tenaga Kependidikan

Hak yang melekat pada diri tenaga kependidikan


sebagaimana dipaparkan dalam Undang-Undang

31
Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan
sosial yang pantas dan memadai.

2. Memperoleh penghasilan sesuai dengan tugas dan


prestasi kerja.

3. Memperoleh pembinaan karir sesuai dengan tuntunan


pengembangan kualitas.

4. Memperoleh perlindungan hukum dalam


melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan
intelektual.

5. Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana,


prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.

Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh


tenaga kependidikan adalah:
1. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.

32
2. Mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan.

3. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,


profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.

C. Klasifikasi Tenaga Kependidikan

Klasifikasi tenaga kependidikan sebagaimana


tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan sebagai berikut:
1. Kepala satuan pendidikan

Kepala satuan pendidikan adalah orang yang diberi


wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin institusi
atau satuan pendidikan. Termasuk tenaga kependidikan
ini adalah:

a. Rektor

b. Kepala sekolah

33
c. Direktur atau istilah lainnya.

2. Pendidik

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang


berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan dengan
tugas khusus sebagai profesi pendidik. Termasuk dalam
tenaga kependidikan ini adalah:
a. Guru

b. Dosen

c. Konselor

d. Pengawas

e. Pamong Belajar
f. Widyaiswara
g. Tutor
h. Fasilitator

3. Tenaga kependidikan lainnya

Tenaga kependidikan lainnya adalah orang yang


berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan pada
satuan pendidikan atau institusi walaupun tidak secara
34
langsung terlibat dalam proses pendidikan. Tenaga
kependidikan ini adalah:
a. Wakil kepala sekolah
b. Pustakawan
c. Laboran
d. Tata Usaha
e. Pelatih Ekstrakurikuler
f. Petugas Keamanan

D. Peran PTK PENMAS dalam Inovasi Keaksaraan

Dalam Undang-Undang Pasal 26 ayat 3


menyebutkan bahwa : Adapun jenis-jenis Pendidikan Non
Formal meliputi pendidikan Kecakapan Hidup,
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Kepemudaan,
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan, Pendidikan
Keaksaraan, Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan
Kerja, Pendidikan Kesetaraan, Serta Pendidikan Lain
yang ditunjukkan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik. Pendidikan merupakan tanggung jawab kita
bersama, mulai dari keluarga, masyarakat dan
pemerintah.

35
Dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai
Pendidikan Keaksaraan. Pendidikan keaksaraan adalah
salah satu bentuk layanan pendidikan non formal atau
pendidikan luas sekolah bagi warga masyarakat yang
belum dapat membaca, menulis dan berhitung Program
pendidikan keaksaraan merupakan bentuk layanan
Pendidikan Luar Sekolah untuk membelajarkan warga
masyarakat penyandang buta aksara agar memiliki
kemampuan menulis, membaca dan berhitung mengamati
dan menganalisis yang berorientasi pada kehidupan
sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada di
lingkungan sekitarnya, untuk peningkatan mutu dan taraf
hidupnya. Tujuan Pendidikan Keaksaraan:
1. Membuka wawasan untuk mencari sumber-sumber
kehidupan

2. Melaksanakan kehidupan sehari-hari secara efektif dan


efisien

3. Mengunjungi dan belajar pada lembaga pendidikan


yang diperlukan

36
4. Memecahkan masalah keaksaraan dalam
kehidupannnya sehari-hari

5. Menggali dan mempelajari pengetahuan, keterampilan


dan sikap pembaharu-an untuk meningkatkan mutu
dan taraf hidupnya serta ikut berpartisipasi dalam
pembangunan.

Sesuai Keppres No. 5 Tahun 2006 dikatakan bahwa


dalam rangka percepatan penuntasan wajib belajar
pendidikan dasar sebagai satu rangkaian gerakan nasional
wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun ,
sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor
1 tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar dan dalam rangka percepatan
pemberantasan buta aksara.
Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Keaksaraan maka peran serta inovasi dari Tutor maupun
Penilik sangat penting diperhatikan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Tutor adalah
pembimbing kelas oleh seorang pengajar untuk seorang
mahasiswa atau sekelompok mahasiswa. Menurut
Hermawan (dalam Suci dan Didah, 2020:202) Tutor
37
adalah pembelajaran khusus dengan instruktur yang
terkualifikasi dengan menggunakan software komputer
yang berisi materi pelajaran yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman secara tuntas (mastery learning)
kepada siswa mengenai bahan atau materi pelajaran yang
sedang dipelajari. Tutor adalah orang yang
membelajarkan atau orang yang memfasilitasi proses
pembelajaran di kelompok belajar (Chairudin samosir,
2006: 150).

Kepenilikan/Pengawasan dapat diartikan sebagai


proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa
semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang
direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan
untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan
adanya penyimpangan yang akan mengganggu
pencapaian tujuan. Kepenilikan juga merupakan fungsi
manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja
organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna
menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang
dikehendaki. Untuk menjalankan tugas pokoknya, penilik
kesetaraan dan keaksaraan melaksanakan fungsi

38
supervisi, yaitu supervise manajerial dan supervise
akademik. Menurut PP No.19 Tahun 2005 pasal 57
tentang standar Nasional Pendidikan, supervise dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan oleh penilik.
Penyusunan program supervisi difokuskan pada
pembinaan ketua lembaga, tutor, serta pamong belajar
dalam pemantauan delapan standar nasional Pendidikan,
dan penilaian kinerja ketua-ketua lembaga dan para tutor
serta pamong belajar yang ada dibinaanya. Fungsi
Supervisi Akademik Supervisi akademik adalah fungsi
supervisi yang berkenan dengan aspek pembinaan dan
pengembangan kemampuan professional tutor/pamong
belajar dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan
bimbingan di lembaga. Mengenai kualifikasi penilik
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 14
Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan
Angka Kreditnya dijelaskan sebagai berikut:
1. Berstatus sebagai pamong belajar pamong atau jabatan
sejenis di lingkungan pendidikan nonformal dan informal
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, atau pernah menjadi
pengawas satuan pendidikan formal.
39
2. Berijazah paling rendah S1/D-IV sesuai dengan
kualifikasi pendidikan bidang kependidikan yang
ditentukan.
3. Pangkat paling rendah Penata Muda Tingkat I,
golongan ruang III-b.
4. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling
kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
5. Lulus seleksi sebagai penilik.
6. Pengangkatan dalam jabatan Penilik dari jabatan
pamong belajar, jabatan pengawas sekolah dan jabatan
Guru, berusia paling tinggi 54 tahun.

7. Pengangkatan dalam jabatan Penilik dari jabatan


pamong atau jabatan sejenis di lingkungan pendidikan
nonformal dan informal, berusia paling tinggi 50 tahun.
8. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) tahun setelah
diangkat harus mengikuti dan lulus diklat fungsional
Penilik.
9. Penetapan jabatan fungsional Penilik ditetapkan
berdasarkan angka kredit yang diperoleh dari unsur utama

40
dan unsur penunjang setelah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit.
10. Pamong belajar atau jabatan sejenis di lingkungan
pendidikan formal dan informal atau pengawas satuan
akan angkat kredit terakhir yang dimiliki sebagai dasar
penetapan jenjang jabatan fungsional Penilik.
11. Di samping persyaratan sebagaimana di atas,
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan penilik
dilaksanakan sesuai formasi jabatan Penilik yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah
mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang
bertanggung jawab di bidang Pendaya gunaan Aparatur
Negara berdasarkanpertimbangan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
12. Formasi jabatan fungsional Penilik ditetapkan satu
kecamatan paling banyak 6 (enam) orang.
Jabatan dan Pangkat Penilik.
Jenjang jabatan fungsional penilik dari mulai yang
terendah sampai tertinggi sebagai berikut:
1. Penilik pertama.
2. Penilik muda.
3. Penilik madya.
41
4. Penilai utama.

Selanjutnya mengenai Jenjang kepangkatan dalam


jabatan penilik sebagai berikut:
1. Penilik pertama: Penata muda tingkat I, golingan ruang
III-b.
2. Penilik muda: Penata, golongan ruang III-c, Penata
tingkat I, golongan ruang III-d.
3. Penilik madya, Pembina, golongan ruang IV-a Pembina
tingkat I, golongan ruang IV-b, Pembina utama muda,
golongan ruang IV-c.
4. Penilai utama: Pembina utama madya, golongan ruang
IV-d

E. Inovasi dalam Keaksaraan

Dalam Menjalankan tugas sebagai Pendidik di suatu


Program Keaksaraan maka diperlukan inovasi yang akan
menjadi strategi dalam Pembelajaran dimana dapat
membangkitkan semangat warga belajar dalam
mengemban Pendidikan. Susan Yulianti (dalam
Agussani, 2020: 45-48) menjabarkan strategi dan metode

42
pembelajaran keaksaraan sebagai berikut:a. Participatory
Rural Appraisal (PRA), PRA merupakan suatu strategi
dan metode pengkajian pedesaan secara partisipatif yang
memungkinkan masyarakat desa saling berbagi,
menambah dan menganalisis pengetahuan tentang kondisi
kehidupannya dalam rangka untuk membuat perencanaan
dan tindakan (Chambers:1992:5).

Metode ini dikembangkan pada pendidikan


keaksaraan sejak tahun 1995, dengan dasar pemikiran
bahwa : Pertama, metode PRA merupakan suatu
pendekatan pengembangan masyarakat yang benar-benar
mampu melibatkan masyarakat dan terkait erat dengan
cara pembelajaran dalam program keaksaraan fungsional;
Kedua, dalam metode PRA tercakup cita-cita dan
penguatan pemberdayaan masyarakat. Artinya
masyarakat diupayakan agar memiliki pandangan terbuka
terhadap keadaan kehidupannya sendiri dan
lingkungannya, serta memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk secara mandiri mangatasi
permasalahan yang mereka hadapi. Ketiga, metode PRA
merupakan salah satu pendekatan partisipatif dalam

43
pembelajaran pada program KF yang ternyata sangat
cocok digunakan dalam program ini, karena selain adanya
pemunculan ide-ide murni yang berasal dari warga belajar
sendiri, mempermudah terjadinya proses diskusi antar
warga belajar, juga adanya tindakan/aksi bersama di
antara mereka. Keempat, Metode PRA sangat efektif
digunakan dalam proses pembelajaran di kelompok
belajar. Karena warga belajar dapat belajar untuk
mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman yang
sudah dimiliki setiap warga belajar.

Reflect, Reflect merupakan singkatan dari


Regenerated Frerian Literacy Through Empowering
Community Techniques (pengembangan kembali teori
keaksaraan Paulo Frerian melalui teknik pemberdayaan
masyarakat). Metode ini memperlihatkan adanya proses
penyatuan antara kegiatan keaksaraan dan pemberdayaan
masyarakat. Alasan digunakan metode reflect, tercakup
cita-cita dan penguatan pemberdayaan masyarakat.
Artinya masyarakat sasaran, diupayakan agar memiliki
pandangan terbuka terhadap keadaan kehidupannya
sendiri dan lingkungannya, serta memiliki kemampuan

44
dan keterampilan untuk secara mandiri mengatasi
permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi.

Language Experience Approach (LEA),


Pendekatan LEA atau Pendekatan Pengalaman Berbahasa
(PPB). Metode ini mampu memotivasi warga belajar
membuat bahan belajar sendiri sesuai dengan materi yang
ingin dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran di
kelompok belajar keaksaraan ini, warga belajar diminta
mengucapkan suatu kalimat kemudian ditulis sendiri atau
oleh tutor, selanjutnya mereka "belajar membaca melalui
kegiatan menulis sendiri" tersebut. Alasan penggunaan
metode ini adalah untuk menghilangkan ketergantungan
terhadap buku atau modul yang diterbitkan oleh pusat
(top-down), dan meminimalisasi anggapan bahwa
program baru akan dilaksanakan jika sudah disediakan
buku/modulnya.

Structure – Analytic – Synthesis (SAS), Metode


SAS menekankan bahwa belajar membaca dan menulis
dapat bermanfaat serta menarik minat warga belajar,
apabila menggunakan berbagai informasi yang dekat
dengan diri mereka. Ketertarikan itu, akan bertambah lagi

45
jika apa yang dipelajarinya memang diperlukan oleh
warga belajar dan fungsional bagi kehidupannya. Warga
belajar diajak untuk mensintesis kalimat, menganalisis
kalimat, untuk kemudian mensintesisnya lagi.

Poster Abjad, Pada metode poster abjad, yaitu


mengenalkan huruf dengan menggunakan benda-benda
nyata yang ditempelkan sesuai huruf pertama pada nama
benda tersebut. Warga belajar menyamakan huruf-huruf
yang terdapat dalam benda tersebut dengan
mencocokannya pada poster abjad. Kemudian tutor
meminta mereka mengulangi, menghapal, dan berlatih
tentang semua huruf baik konsonan maupun vokal yang
terdapat dalam poster itu.

46
BAB IV

CONTOH STUDI KASUS INOVASI PROGRAM


KEAKSARAAN

Pada kasus pertama penulis mengambil sumber


penelitian dari jurnal dedikasi masyarakat, dengan judul
penelitian “Inovasi Keaksaraan untuk Pemberdayaan
dan Pemberantasan Buta Aksara di Kabupaten
Enrekang” Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31
pada ayat 1 menyatakan bahwa setiap warga negara
berhak memperoleh pendidikan (pengajaran) dan ayat 2
juga disebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pengajaran pendidikan
nasional yang diatur undang-undang dan diperkuat juga
dalam pasal 27 UUD 1945 yang menegaskan bahwa
setiap warga negara berhak memperoleh
pekerjaan/penghidupan yang layak.

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut disebutkan


bahwa kabupaten Enrekang masih memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, dikarenakan masih banyak
penduduk disana yang buta aksara dan tidak tamat SD

47
sehingga kehidupan mereka masih terbilang sulit karena
sebagian besar penduduknya tingga di pedesaan dengan
pekerjaan sebagai buruh tani, dan tingkat pendapatan atau
penghasilan yang rendah. Mereka tertinggal di bidang
pengetahuan, keterampilan, serta sikap mental
pembaharuan dan pembangunan. Dikarenakan rendahnya
pengetahuan sehingga mereka tertinggal dalam
memperoleh akses informasi dan komunikasi yang
penting untuk membuka cakrawala kehidupan dunia yang
seharusnya mereka peroleh akibat mereka tidak memiliki
kemampuan keaksaraan,sehingga kondisi ini
membutuhkan perhatian khusus.

Untuk mengurangi permasalahan tersebut maka


pemerintah membuat program percepatan pemberantasan
buta aksara dengan melibatkan berbagai unsur yang ada.
Sejalan dengan Rencana Strategis (RENSTRA) daerah
Propinsi Sulawesi Selatan, maka terdapat 9 pokok
program prioritas, di antaranya adalah pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan dan peningkatan
kualitas produk pendidikan. Ada 5 fokus program
prioritas Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sulawesi

48
Selatan, di mana program pemberantasan Buta Huruf
(Keaksaraan fungsional) merupakan salah satu program
prioritas yang harus dan terus menerus dilaksanakan pada
setiap tahun.

Adapun metode pelaksanaan dalam program ini


adalah melalui bebebrapa tahapan, diantaranya yaitu:

a. Persiapan dan Pembekalan


1. Sosialisasi dan koordinasi penyelenggaraan
program
2. Pembekalan peserta program dan rekruitmen
warga belajar
b. Persiapan Bahan Ajar
1. Proses Penyelengaraan Pembelajaran
2. Melakukan Penilaian Hasil Belajar
3. Melakukan Monitoring dan Evaluasi dalam
Upaya Penjaminan Mutu Proses Belajar dan
Pelaksanaan Program

Kemudian pada tahap akhir dilakukan pembahasan


terhadap hasil pelaksanaan kegiatan. Dari kegiatan ini
dapat dilihat bagaimana keberhasilan inovasi keaksaraan

49
terhadap kegiatan tersebut, dimana dalam hasil kegiatan
dapat dilihat dari 2 desa yaitu desa Latimojong dan
Pottokullin, banyak perubahan-perubahan yang terjadi
setelah pelaksaan program keaksaraan tersebut, dimana
yang pada awalnya kemampuan membaca penduduk desa
masih terbilang rendah, akan tetapi setelah mengikuti
program keaksaraan tersebut kemampuan membaca
sudah terbilang cukup baik,lalu kemampuan menulis dan
menghitung juga sudah semakin meningkat. Dari kasus
pertama ini dapat di simpulkan bahwa inovasi sudah
terlaksana dengan baik pada program keaksaraan di
kabupaten Enrekang karena sudah menghasilkan suatu
perubahan terhadap penduduk di kabupaten tersebut.

Kemudian pada kasus kedua diangkat dari jurnal


Pengabdian Masyarakat yaitu “Pembelajaran Buta
Aksara Berbasis Inovasi di Desa Air Hitam” dalam
kasus inovasi ini program ini fokus terhadap
permasalahan orang tua yang buta aksara. Masalah
pendidikan orang tua dan pemberantasan buta aksara
merupakan masalah dunia. Seluruh negara di dunia dan
lembaga-lembaga internasional dan berbagai lembaga

50
pendidikan di berbagai masyarakat, kini sedang
memperhatikan masalah tersebut, dengan langkah awal
mempelajari permasalahannya maupun usaha
mengatasinya. Karena itu kemudian banyak Negara baik
secara individual maupun kelompok di berbagai kalangan
masyarakatnya, berusaha sekeras mungkin untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pendidikan keaksaraan merupakan pendidikan bagi


siapa saja yang menyandang buta aksara, baik anak-anak
maupun orang tua atau lansia sekalipun. Hal ini mengacu
pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bahwa
“Setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”.

Begitu juga dengan Keaksaraan fungsional di Desa


Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten
Labuhan Batu Utara tentu akan mengharapkan antusiasme
dari masyarakat setempat untuk mendapatkan kualitas
pendidikan yang baik demi mengentaskan permasalahan
keaksaraan di desa tersebut. Pada kasus ini pengabdian
dilakukan seperti penelitian ilmiah pada umumnya.

51
Kemudian pada hasil penelitian kegiatan ini dapat
disimpulkan bahwa kinerja warga belajar selama proses
pembelajaran sangatlah baik karena didalam
pembelajaran keaksaraan fungsional khususnya bidang
buta aksara lanjutan, warga belajar dituntut untuk lancar
membaca, menulis, dan berhitung dengan baik. Hal ini
membuat warga belajar bersemangat dan antusias dalam
mengikuti pembelajaran dan berusaha belajar dengan
baik. Selain itu walaupun hasil praktek lapangan yang
didapat memuaskan, namun tutor juga mengalami
kendala dalam membagi waktu pada saat praktek
dilapangan. Seharusnya pada tiap pertemuan setiap warga
mempresentasikan hasil kinerjanya didepan kelas. Namun
waktu tidaklah memungkinkan, oleh karena itu hanya
beberapa warga saja yang mempresentasikan hasil
kerjanya. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan mem-
butuhkan waktu yang relative lama.

Hambatan-hambatan tersebut dikarenakan praktek


lapangan ini memerlukan waktu yang lama, sedangkan
waktu yang disepakati bersama dalam melaksanakan
kegiatan ini hanya dilaksanakan dalam waktu yang

52
singkat. Dalam kegiatan ini adapun bentuk inovasi yang
terjadi adalah melaui kegiatan pembelajaran yang
memanfaatkan sarana dan prasarana yang mendukung
kelancaran progrm keaksaraan di desa Air Hitam,
kemudian perubahan yang dihasilkan terbilang cukup
efektif, karena menimbulkan perubahan yang cukup besar
terhadap masyarakat. Kemampuan warga belajar setelah
pembelajaran keaksaraan fungsional bidang buta aksara
lanjutan dinilai dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat
dari hasil yang menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh
oleh warga dari yang belum lancar membaca, menulis,
dan berhitung, sekarang menjadi lancar membaca,
menulis, dan berhitung.

Selanjutnya adalah Kegiatan penelitian dilakukan


pada masyarakat nelayan yang berada di Desa Jaring
Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
Berdasarkan hasil observasi terhadap masyarakat di Desa
Kepulauan Jaring halus, diketahui bahwa secara objektif
kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Kepulauan
Jaring Halus, umumnya terfokus pada aspek rendahnya
tingkat pendapatan penduduk.

53
Kondisi sosial ekonomi tersebut sebagai akibat dari
rendahnya kualitas sumber daya manusia dan hal tersebut
tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat, terutama pada usia sekolah atau usia
produktif karena ketidakmampuan masyarakat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit keluarga,
serta tingginya tingkat penyandang buta aksara di
kalangan masyarakat terutama usia produktif.

Persoalan tingginya jumlah buta aksara pada


masyatakat Desa Kepulauan Jaring Halus merupakan
problem tersendiri bagi pemerintah setempat, terutama
pada masyarakat dipesisir pantai yang mata
pencahariannya adalah nelayan. Mereka umumnya
kurang memahmi pentingnya pendidikan, dan selama ini
mereka lebih banyak mementingkan aspek ekonomi dari
pada aspek pendidikan. Sebagain besar penduduk di
daerah pantai ini tidak menamatkan pendidikan dasar dan
proses pendidikan pada anakanaknya dilakukan melalui
pendidikan tradisional yang secara alamiah bersumber

54
dari pengalaman orang tuanya terutama tentang
menangkap ikan.

Hasil penelitian ini difokuskan untuk melihat 6


(enam) hal yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu:

1. Tingkat keberaksaraan masyarakat nelayan di


Desa Jaring Halus
2. Pengelolaan program pendidikan keaksaraan
berbasis kecakapan hidup pada masyarakat
nelayan di Desa Jaring Halus
3. Proses pembelajaran keaksaraan berbasis
kecakapan hidup pada masyarakat nelayan di
Desa Jaring Halus
4. Tingkat keberaksaraan masyarakat nelayan di
Jaring Halus
5. Kemampuan mengelola pendapatan pada
masyarakat nelayan di Desa Jaring Halus
6. Faktor pendukung dan penghambat
penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan
berbasis kecakapan hidup pada masyarakat
nelayan di Desa Jaring Halus.

55
Dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh
warga belajar dibawah pembinaan para Tutor pendidikan
keaksaraan di Desa Jaring Halus, sudah sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik warga belajar Selama ini
metoda pembelajaran yang digunakan oleh para Tutor
sangat bervariarif. Dalam banyak hal metode ceramah
masih dipergunakan dalam pembelajaran, namun metode
diskusi, metode pemecahan masalah, metode
demonstrasi, dan metode simulasi tetap digunakan dan
lebih menarik bagi pembelajaran orang dewasa. Karena
itu model belajar dengan “learning by doing” dan metode
pemecahan masalah adalah metode-metode yang dinggap
sangat tepat bagi warga belajar orang dewasa.

Mengacu pada tujuan program pendidikan


keaksaraan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan baca-tulis-hitung dan kemampuan
fungsional warga belajar, maka dalam rangka mengetahui
sejauh mana kemampuan tersebut, para pengelola
program pendidikan keaksaraan di Desa Jaring Halus
melaksanakan penilaian secara bertahap, berkala, rutin
dan teratur. Berkenaan dengan aspek pembelajaran,

56
Direktorat Pendidikan Masyarakat (2009:2) menggaris
bawahi bahwa salah satu aspek penting dan sering
menjadi masalah mengemuka dalam pendidikan
keaksaraan, adalah aspek pembelajaran. Aktivitas
pembelajaran bukan sekedar penyampaian dan
penerimaan informasi, melainkan juga memberikan
pengalaman belajar yang mampu mendukung proses
transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
peserta didik. Dalam pendidikan keaksaraan,
pembelajaran yang efektif terjadi apabila rangsangan
yang diberikan oleh Tutor menyebabkan terjadinya
perubahan tingkah laku pada peserta didik sesuai dengan
yang diharapkan. Selain hal di atas, dalam proses
pembelajaran di Jaring Halus para Tutor sangat
memperhatikan kondisi warga belajar yang umumnya
dalah para nelayan yang sudah dewasa. Oleh karena itu
proses pembelajarnnya sudah menggunakan pendekatan
pendidikan orang dewasa. Walaupun mereka belum
menyadari bahawa apa yang mereka lakukan adalah
implemntasi dari pendidikan ornag dewasa.

57
Tingkat keberaksaraan masyarakat nelayan di Desa
Jaring Halus setelah mengikuti program pendidikan
keaksaraan dianalisis pada dua hal yakni, tingkat
keberaksaraan seluruh responden penelitian pada setiap
aspek, dan tingkat keberaksaraan setiap responden
berdasarkan seluruh aspek-aspek keaksaraan. Tingkat
keberaksaraan seluruh responden penelitian pada aspek
kompetensi mendengarakan, berbicara, membaca,
menulis, dan berhitung pada seluruh responden, rata-rata
skor seluruh kompetensi mencapai angka 267, dengan
rata-rata skor setiap aspek kompetensi mencapai angka
91.8 atau termasuk kategori baik. Kemudian tingkat
keberaksaraan setiap responden berdasarkan aspek-aspek
keaksaraan, disimpulkan tingat keberaksaraan responden
meningkat signifikan bila dibandingkan dengan hasil
observasi tingkat keakasaraan pada responden yang sama
sebelum dilakukan program pendidikan keaksaraan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Agussani. 2020. Program Pendidikan Keaksaraan


Berbasis Kecakapan Hidup. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Ananda,Rusydi. 2018. Profesi Pendidikan & Tenaga
Kependidikan. Medan: Lembaga Peduli
Pengembangan Pendidikan Indonesia.
Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka
Cipta.Jayagiri Jawa Barat, 2003.
Astuti, P. S., Legawa, I. M., & Perdata, I. B. K. (2016).
Pendekatan Artistik Dalam Pendidikan Keaksaraan:
Pengembangan Model Inovasi Keakrasaan Untuk
Pemberdayaan. Jurnal Bakti Saraswati (JBS), 5(2).
Faisal Sanapiah, 1981, Pendidikan Luar Sekolah .
Surabaya: CV. Usaha Nasional.
Kosim,Muhammad. 2011, Urgensi Pendidikan.Vol. 19
No. 1.
Laha, Maety B. 2020. Kinerja Penilik Kesetaraan &
Keaksaraan di Kabupaten Gorontalo. Aksara: Jurnal
Ilmu Pendidikan Nonformal. Vol 6(1): 85-87.
Noviawati,Suci Murti & Didah Masiidah. 2020. Peran
Tutor dalam meningkatkan motivasi warga belajar
keaksaraan Fungsional di PKBM Jayagiri
Lembang. Jurnal Comm-Edu. Vol 3(3): 202.
Patahuddin, P., Syawal, S., & Arham, A. (2017).
INOVASI KEAKSARAAN UNTUK
PEMBERDAYAAN DAN PEMBERANTASAN BUTA
AKSARA DI KABUPATEN ENREKANG. Jurnal
Dedikasi Masyarakat, 1(1), 14-22.

Putra,Anshari.2018.Pembelajaran Buta Aksara Berbasis

59
Inovasi di Desa Air Hitam.Jurdimas,1(1),52-56.
Sa’ud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi
Pendidikan. Bandung. Alfabeta
Putrey.ika, “makalah keaksaraan fungsional”06/2012

60
61

Anda mungkin juga menyukai