Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PRIMATOLOGI

TINGKAH LAKU DAN EKOLOGI SATWA PRIMATOLOGI

Disusun oleh
Jennifer Triscova Hutri Pangulimang
19502004

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2020
KATA PENGANTAR

  Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
kita dapat menyelesaikan makalah ini. Guna untuk  memenuhi tugas yang telah diberikan 
oleh dosen mata kuliah Primatologi yang berjudul ‘Tingkah Laku Dan Ekologi Satwa Primata’
 Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kita hadapi, baik itu masalah
dari dalam dan masalah dari luar. Namun kita menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah berkat bantuan kecerdasan serta hikmat dari Allah sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
  Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang
Primatologi  yang kami dapatkan dari berbagai sumber informasi internet 
  Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
baiknya penulisan dimasa yang akan datang.

Lolak, Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Tingkah Laku Primata


B. Ekologi Satwa Primata

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Primata adalah salah satu bagian dari golongan mamalia (hewan menyusui) dalam kingdom
animalia (dunia hewan). Primata muncul dari nenek moyang yang hidup di pohon-pohon
hutan tropis. Hewan primata ini termasuk di dalamnya monyet, kera, orang utan, dan
manusia. Dengan pengecualian dari manusia yang menghuni setiap benua, umumnya
primata hidup di daerah tropis ataupun subtropis Amerika, Afrika dan Asia. Menurut bukti
fosil, nenek moyang primitif dari primata telah ada sekitar 65 juta tahun yang lalu.

Primata memberi sumbangsih besar dalam kehidupan modern manusia. Primata digunakan
sebagai model organisme di laboratorium dan juga telah pernah digunakan dalam misi
ruang angkasa. Selain itu, ada beberapa jenis primata yang dapat digunakan sebagai hewan
pelayanan bagi manusia cacat dalam membantu kecerdasan, memori dan ketangkasan
manual. Hewan primata juga memberi manfaat besar dalam kelestarian hutan, karena biji
buah yang tertelan. akan ikut membantu penyebaran keanekaragaman hayati dan
regenerasi hutan. Kehadiran primata juga dapat memberi indikator kesehatan hutan,
populasi yang sehat di dalam wilayah hutan dan juga kemungkinan jenis binatang lain juga
dalam jumlah yang banyak. (sumber: Willie Smiths (Ketua Badan Yayasan Penyelamatan
Orang Utan) dalam http://siklus.lmb.its.ac.id/?p=249)
Menurut organisasi konservasi hewan primata dunia Primate Conservation, Inc., sepertiga
dari total spesies primata tropis (sekitar 123 spesies) menunjukkan angka kritis, karena
kehilangan hutan sebagai habitat mereka akibat dari illegal logging, pembukaan hutan untuk
lahan pertanian, diburu dan diekploitasi oleh manusia seperti dipelihara dan digunakan
sebagai bahan penelitian medis seperti yang dilakukan oleh Belanda dan Selandia Baru.
(sumber : http://www.primate.org/)
Usaha perlindungan satwa yang paling giat adalah kelompok primata. Saat ini telah ada
beberapa negara yang melarang total pemanfaatan primata jenis kera untuk dimanfaatkan
penelitian medis. Banyak perburuan primata yang dilakukan untuk dijual belikan dan
diselundupkan ke luar negeri. Ada juga yang dijual ke kebun binatang yang kurang bonafit
sehingga tidak menganut prinsip konservasi. (sumber: Willie Smiths (Ketua Badan Yayasan
Penyelamatan Orang Utan) dalam http://siklus.lmb.its.ac.id/?p=249)
Penyebab lain dari berkurangnya primata ini adalah karena mengincar dagingnya. Ada
beberapa orang yang percaya bahwa daging hewan primata khususnya jenis orang utan
dapat berkhasiat sebagai obat kuat atau aphrodisiac. Sampai saat ini hal itu masih terjadi di
Indonesia. Selain dagingnya, bagian tubuh primata yang diperjual belikan adalah
tengkoraknya yang dijadikan barang antik atau souvenir seperti terjadi di suku Dayak.
(sumber: Willie Smiths (Ketua Badan Yayasan Penyelamatan Orang Utan) dalam
http://siklus.lmb.its.ac.id/?p=249)
Kasus lain yang menyebabkan berkurangnya jumlah primata adalah banyaknya masyarakat
yang mengeluhkan kehadiran primata di sekitar permukiman mereka. Hal ini dikarenakan
rumah primata yaitu hutan telah berkurang, sehingga mencari tempat baru yang memiliki
banyak makanan dan sumber air. Oleh karena itu, banyak kebun yang rusak akibat primata.
(sumber: Willie Smiths (Ketua Badan Yayasan Penyelamatan Orang Utan) dalam
http://siklus.lmb.its.ac.id/?p=249)
Hewan-hewan primata sangat menarik dari segi ilmu pengetahuan karena kemiripan
karakter satwa ini dengan manusia. Sebagai salah satu jenis hewan yang hidup di Asia,
golongan primata memiliki potensi menjadi ikon pariwisata untuk Indonesia. Pemerintah
telah membangun sistem kawasan konservasi seluas 6,5 juta hektar di Sumatera bagian
utara dan Kalimantan, upaya pengelolaan kawasan hutan yang menjadi habitat primata di
luar taman nasional dan cagar alam tidak kalah pentingnya(sumber: Willie Smiths (Ketua
Badan Yayasan Penyelamatan Orang Utan) dalam http://siklus.lmb.its.ac.id/?p=249)
Kesimpulannya, diperlukan suatu wadah berupa Primate Land, yang dapat menyediakan
ruang sebagai habitat pengganti yang sesuai bagi primata dan menyadarkan masyarakat
bahwa primata adalah hewan yang perlu dilindungi. Secara tidak langsung, Primate Land
juga memberi fungsi rekreasi yang bersifat edukatif. Primate Land ini bertemakan green
architecture yang didesain dengan konsep back to nature. Sehingga Primate Land ini akan
menjadi ruang bagi hewan primata untuk hidup dan sarana rekreatif bagi manusia.
Keberadaan Primate Land ini juga dapat membantu pemerintah dalam usaha penyelamatan
satwa-satwa yang dilindungi.
2. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan bagaimana tingkah laku primata
b. Menjelaskan ekologi satwa primata
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui tingkah laku ekosistem
b. Untuk mengetahui ekologi satwa primata
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Tingkah Laku Primata
- Subordo Strepsirrhini
• Lemur

Merupakan jenis hewan yang aktif pada siang hari (diurnal), hidup semi terestrial. Pada
umumnya ketika berada di tanah akan berpindah atau bergerak dengan cara melompat
dengan menggunakan tungkai belakangnya. Sedangkan saat dipohon akan sering berayun.
Seperti jenis primata lain, lemur juga merupakan hewan yang hidup berkelompok. Dalam
satu kelompok didominasi oleh pejantan. Pejantan yang berumur 3-5 tahun akan keluar dari
kelompok dan bergabung dengan kelompok lain.
Reproduksi : Lemur jantan kawin dengan lebih dari satu betina (Poligini). Sedangkan betina
biasanya akan kawin dengan pejantan dari kelompoknya atau dengan pejantan dari
kelompok lain. Masa kawin berlangsung pada pertengahan April - Mei. Kehamilan (gestasi)
akan berlangsung selama 135 hari. Lemur akan melahirkan satu bayi, jarang kembar dengan
berat bayi tunggal mencapai 70 g. Bayi lemur akan dirawat oleh induk betina hingga umur 1
tahun, dan akan mulai beraktivitas sendiri dalam mencari makan setelah berumur 1 tahun
lebih.
Pakan : Lemur juga memakan berbagai macam jenis buah sebagai makanan utamanya.
Lemur juga memakan artropoda, ulat, larva kumbang, serangga dan laba-laba.
Habitat : Lemur hidup semi terestrial. Lemur merupakan jenis hewan endemik Madagaskar
yang mampu hidup di hutan dataran tinggi dan rendah. Pada umumnya mendiami hutan di
sekitar sungai. Tersebar di Madagaskar.
• Kukang
Perilaku Makan
Kukang dikenal juga dengan sebutan pukang, malu-malu, lori atau muka geni, bersifat aktif
di malam hari (nokturnal). Kukang Jawa tergolong pemakan segala (omnivora) dan diketahui
menyukai pakan berupa getah pohon, buah- buahan, biji- bijian, daun- daunan, serangga,
telur burung, burung kecil, kadal, hingga mamalia kecil (Pambudi 2008: 4).Proses awal
perilaku makan biasanya kukang terlebih dahulu melakukan pengamatan di sekitarnya dan
deteksi pemangsa dengan cara bergerak perlahan ke luar dari dalam kotak tidur, serta
melihat sekeliling kotak untuk tidur, guna mengetahui posisi mangsa berada. Setelah
mengetahui posisi pemangsa dan kondisi sekitarnya aman, maka kukang akan melakukan
pergerakan perlahan ke luar kotak tidur menuju sumber pakan yang telah tersedia. Menurut
beberapa peneliti, sedikit yang diketahui tentang struktur sosial kukang, tetapi pada
umumnya menghabiskan sebagian besar aktivitas hariannya untuk mencari makan sendiri
(Rowe 1996; Wiens 2002).

Perilaku Seksual
Kukang dalam hal perilaku seksual cenderung menjadi agresif saat mencapai kematangan
seksual, terutama pada kukang betina yang lebih menunjukkan sifat agresif dari pada
kukang jantan. Apalagi jika kukang sudah memiliki bayi mereka akan menjadi sangat
protektif pada anak mereka. Seperti halnya manusia kukang juga dapat berkontraksi dan
menyebarkan penyakit menular, oleh karena itu vaksinasi begitu sangat penting. Kukang
termasuk jenis primata yang tingkat reproduksinya rendah terhitung hanya melahirkan satu
ekor anak dalam waktu satu setengah tahun. Kematangan seksual pada kukang jantan
adalah pada umur 17bulan, sedangkan kukang betina pada umur 18–24 bulan dengansiklus
estrus 29–45 hari. Lama masa gestasi kukang sumatera betina adalah192,2 hari dengan
periode menyusuinya selama 6 bulan (Izard et al., 1988).
Perilaku Sosial
Interaksi sosial merupakan aktivitas yang melibatkan dua individu atau lebih. Informasi
mengenai kehidupan sosial kukang masih sedikit. Kukang jawa memiliki sistem komunikasi
seperti penggunaan urin sebagai penandaan teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis,
dan komunikasi taktil yaitu allo-grooming saling menelisik satu sama lain dan assertion
membagi makanan, Berdasarkan rekaman hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa
kukang hidup secara soliter. Walaupun demikian kadang-kadang ditemui adanya interaksi
namun tidak lebih sebatas fase tahapan reproduksi (Weins, 2002).
Perilaku Pergerakan
Layaknya hewan-hewan nokturnal lainnya, pada siang hari kukangberistirahat atau tidur
pada cabang-cabang pohon. Bahkan ada yang membenamkan diri ke dalam tumpukan
serasah tetapi hal ini sangat jarang ditemui. Satu yang unik dari kebiasaan tidur kukang yaitu
posisi dimana mereka akan menggulungkan badan, kepala diletakkan diantara kedua
lutut/ekstrimitasnya. Kukang pada umumnya beristirahat pada siang hari di ranting atau
batang pohon dan liana Kukang tidak pernah menggunakan lubang-ubang pohon atau
wadah lain untuk istirahat.Kukang memiliki pergerakan yang lambat dan dapat memanjat
secara quadrupedal (berjalan dengan empat kaki). Kukang tidak bergantung pada perilaku
pertahanan aktif dalam menghadapi predator, namun bergantung pada lokomosi melata
(crypsis). Kukang melakukan bridging (membentuk seperti jembatan) antara cabang-cabang
pohon dengan sudut yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena kukang tidak dapat
melompat (Weins dan Zitzmann, 2003).Kukang adalah satwa primata nokturnal yang aktif
setelah terbenamnya matahari. Kukang sangat aktif pada pukul 21.00 hingga 00.00 di alam.
Penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis saat mulai terbitnya matahari Aktivitas
makan kukang jawa tertinggi terdapat pada pukul 20:00-21:00 dan pukul 01:00-02:00
(Nekaris, 2001).
Perilaku Khas
Dalam perilaku khas kukang yaitu gigitan kukang dikenal berbisa; suatu kemampuan yang
jarang terdapat di kalangan mamalia namunkhas pada kelompok primata lorisid. Bisa
tersebut didapat kukang dengan menjilati sejenis kelenjar di lengannya; bisa pada cairan
kelenjar itu diaktifkan tatkala bercampur dengan ludah. Gigitan berbisa itu berguna untuk
membuat jera pemangsa, dan juga untuk melindungi bayinya dengan menyapukannya pada
rambut tubuh anaknya. Sekresi kelenjar lengannya terutama mengandung zat semacam
alergen yang dihasilkan kucing, yang kemudian diperkuat dengan komposisi kimiawi yang
didapat kukang dari makanannya di alam liar. Pemangsa alami kukang yang tercatat, di
antaranya, adalah ular, elang brontok, dan orangutan. Meskipun diduga jenis-jenis kucing,
musang, dan beruang madu juga turut memangsanya.
- Subordo Haplorhini
• Tarsius
Tingkah Laku Grooming
Tingkah laku grooming atau membersihkan diri atau bulu menurut Suratmo (1970), adalah
sebuah aktivitas primata yang sifatnya umum. Saling membersihkan bulu merupakan suatu
mekanisme aplikasi yang penting dan aktivitas digunakan untuk memperkuat jaringan di
antara mereka. Hasil penelitian didapati bahwa tingkah laku grooming Tarsius paling banyak
terjadi pada pagi dan sore hari. Hal ini menunjukkan bahwa Tarsius lebih suka
membersihkan diri saat memasuki lubang sarang dan saat akan keluar sarang dimana
mereka memasuki sarang pohon secara berkelompok antara 2 sampai 6 ekor sehingga
sangat memungkinkan terjadi tingkah laku sosial seperti tingkah laku grooming. Adapun
tingkah laku grooming yang ditunjukan saat memasuki dan keluar dari lubang sarang diawali
dengan Tarsius duduk bersebelahan satu dengan yang lain dan melakukan
grooming ,dengan cara menjilat–jilat bagian kaki, tangan, dada, perut, telinga, dan kadang–
kadang menggosok –gosok mulut. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kasih sayang induk
pada anaknya. Sedangkan tingkah laku grooming Tarsius dewasa mengarah pada bentuk
membersihkan diri ini mengartikan suatu kegiatan mencari kotoran tubuh sendiri atau
dilakukan individu lain saat bangun tidur saat tubuhnya basa dengan cara menjilat – jilat
tubuh dan menggosok -gosok suatu tempat. Persentase Tingkah laku grooming Tangkasi
terlihat pada Gambar 1.Tarsius lebih banyak melakukan grooming pada waktu pagi dengan
persentase 37,15% , siang hari persentase 31,19 %, dan sore hari dengan persentase
31,19%. Semua ini membuktikan bahwa Tarsius lebih banyak beraktivitas pada malam hari
(nocturnal) memulai.

aktivitasnya dan mengakhiri aktivitasnya dengan melakukan grooming. Tangkasi berada di


Cagar Alam Tangkoko lebih banyak melakukan grooming di dalam lubang sarang dan ranting
pohon
Tingkah Laku Beristirahat
Tingkah Laku beristirahat biasanya duduk atau berbaring tetapi tidak termasuk dalam
aktifitas sosial termasuk auto grooming (Kinnard dan O’Brien ,1997 dalam Tasin ,2009).
Tingkah laku beristirahat Tangkasi berbeda dengan tingkah laku beristirahat primata lain
karena Tangkasi beristirahat dengan cara berdiam sambil berkumpul dengan proses yang
saling berhimpitan tubuh mengecilkan bola matanya dan mengerutkan daun telinga tetapi
kewaspadaan terhadap suara atau gerakan-gerakan yang muncul tetap dipertahankan. Hal
ini terlihat saat peneliti mengambil gambar (foto), maka dengan kedua tangannya mereka
langsung membuka mata, menggerak-gerak telinganya sambil mengubah posisi untuk
berpindah tempat atau memasuki lubang sarang yang lebih dalam lagi, karena bentuk
lubang pohon saling berlekuk. Sebagai hewan nocturnal maka Tarsius akan menunjukkan
aktifitas makan yang terbatas disaat mempersiapkan diri untuk memasuki lubang sarang
dan ini merupakan konsekuensi dari besarnya aktifitas perilaku yang dilakukannya di malam
hari karena aktifitas disiang hari lebih banyak digunakan untuk beristirahat. Besarnya
persentase tingkah laku beristirahat dapat dilihat pada Gambar 2.Data di atas menunjukan
bahwa tingkah laku beristirahat Tangkasi paling banyak terjadi saat siang hari yaitu 38,70%.
Hal tersebut sesuai dengan tingkah laku alami Tangkasi yang merupakan satwa nocturnal
yang artinya beraktifitas pada malam hari. Sedangkan tingkah laku beristirahat Tangkasi
pada pagi hari hanya 32,25%, dan tingkah laku beristirahat Tangkasi paling sedikit di sore
hari 29,03%. Hal ini diduga karena Tangkasi mulai bersiap untuk berburu makanan
menjelang malam hari sehingga memperkecil aktifitas beristirahatnya.

Tingkah Laku Mencari Tempat Berteduh (Shelter seeking).


Tingkah laku mencari tempat berteduh merupakan salah satu tingkah laku alami satwa
dalam mencari tempat untuk berteduh dan jauh dari serangan predator. Aktifitas mencari
tempat berteduh Tangkasi biasanya dilakukan oleh Tangkasi jantan dewasa dan tingkah laku
ini terjadi secara alami dimana Tangkasi jantan dewasa lebih dulu mencari tempat untuk
berteduh sambil melihat situasi habitat sekitarnya, kemudian Tangkasi jantan memberi
isyarat berupa suara lengkingan yang tajam dan panjang yang menandakan bahwa Tangkasi
jantan sudah mendapatkan tempat untuk berteduh pada waktu beristirahat nanti. Hasil
pengamatan dilapangan menunjukan bahwa Tarsius sudah sangat mengenal lokasi lubang
sarang pohonyang akan mereka diami secara berkelompok dan bila tidak ada gangguan
maka Tarsius secara berkelompok akan menjadikan sarang lubang pohon sebagai home
base mereka, artinya mereka telah memberi tanda dengan menggunakan kelenjar yang ada
pada kedua lipitan paha yang disebut ”epigastrik glands” tanda dengan bebauan bahwa
lokasi terbuat aman untuk dijadikan tempat tinggal mereka. Hal ini jelas disampaikan oleh
Rowe et al (1996), bahwa Tarsius jantan maupun betina akan memberikan tanda yang
berbau dengan menggunakan epigastric glands ( Kelenjar –kelenjar antara dua lipitan paha)
sebagai penandaan disaat keluar meloncat pohon satu ke pohon yang lain dan akhirnya
akan kembali lagi pada lokasi yang telah ditempatinya. Besarnya persentase tingkah laku
mencari tempat berteduh dari Tarsius disaat memasuki lubang sarang pohon terlihat dari
Gambar 3. Data di atas menunjukan persentase Tingkah laku mencari tempat berteduh
Tangkasi di Cagar Alam Tangkoko tidak terjadi secara terus menerus namun diduga karena
adanya gangguan dari predator atau perubahan suhu habitat. Tingkah laku yang paling
banyak terjadi di pagi hari setelah Tangkasi kembali dari berburu makanan adalah mencari
tempat berteduh dimana besarnya tingkah laku ini adalah 38,07% dan pada waktu siang
33,02% . Hal ini diduga Tangkasi melakukan tingkah laku ini karena adanya desakan dari
predator yang berada di sekitar sarang mereka. Pada sore hari 28,89 % diduga karena
Tangkasi mencari tempat yang dekat dengan sumber makanan dan masih aman dari
gangguan kebisingan atau predator, sehingga mempermudah dalam mencari makanan yang
ada disekitar mereka.

Tingkah Laku Bermain


Tingkah laku bermain merupakan tingkah laku yang ditimbulkan satwa saat sedang
beristirahat maupun saat sedang beraktifitas. Tingkah laku bermain termasuk dalam tingkah
laku sosial karena Tingkah laku bermain terjadi antara 2 satwa atau lebih. Tingkah laku
bermain Tangkasi biasanya terjadi saat sedang beristirahat dimana Tangkasi yang sedang
beristirahat biasanya melakukan aktifitas berkelompok salah satunya adalah bermain.
Tangkasi berada dalam sarang umumnya lebih dari satu ekor dimana tingkah laku bermain
yang ditimbulkan Tangkasi saat berada dalam sarang adalah saling kejar-kejaran antara
jantan dewasa dengan betina dewasa , terkadang pola Tingkah laku bermain yang
ditimbulkan adalah melompat dari ranting satu ke ranting lain di sekitar tempat yang
didiami. Hasil penelitian ini juga didapati pola tingkah laku bermain Tangkasi betina dewasa
dimana Tangkasi betina dewasa menggigit anaknya sambil melompat. Hal ini diduga
merupakan pola pembelajaran kepada anak. Tingkah laku bermain ini hanya berada dalam
ruang lingkup dalam sarang dan ranting di sekitar sarang dan hal ini karena sensitifitas
Tangkasi terhadap objek yang tidak dikenalnya. Semua tingkah laku ini jelas terlihat dari
besarnya persentase tingkah laku bermain Tangkasi seperti pada Gambar 4. Tangkasi
melakukan tingkah laku bermain hampir merata setiap waktu. Pada waktu pagi Tangkasi
bermain setelah selesai mencari makan dengan persentase 30,18 % dan pada waktu siang
Tangkasi bermain sambil beristirahat dengan persentase 32,88 % dan paling banyak pada
waktu sore Tangkasi bermain sebelum keluar mencari makan dengan persentase 37,38%.
Hal ini menunjukkan perilaku sosial Tangkasi sangat tinggi antar individu terlebih pada saat
persiapan untuk melakukan perburuan di sore menjelang malam hari.

Perilaku makan (Ingestive)


Penelitian mencatat bahwa perilaku makan Tarsius fuscus di kandang pengamatan didahului
oleh aktivitas berburu mangsa. Adapun mangsa yang diberikan selama penelitian berupa
serangga (balalang dan kupu-kupu) dan burung. Namun demikian pernah juga teramati
bahwa Tarsius makan kadal yang masuk ke dalam kandang. Waktu yang diperlukan untuk
makan per hari rata-rata 40,33 menit/hari untuk Tarsius jantan dan 34 menit/hari untuk
Tarsius betina. Waktu makan Tarsius memiliki proporsi sebesar 5,59% untuk Tarsius jantan
dan 4,71% untuk Tarsius betina dari seluruh aktivitas Tarsius. Waktu yang diperlukan untuk
makan Tarsius bervariasi antara 1 – 14 menit per ekor untuk mangsa berupa belalang. Cara
makan belalang dengan memegang belalang menggunakan kaki depan bergantian antara
kaki kanan atau kiri, ketika posisi menggelantung dan atau menggunakan kedua kaki depan
ketika posisi duduk. Bagian serangga yang dimakan adalah kepalanya terlebih dahulu dan
bagian sayap tidak ikut dimakan atau dibuang. Tarsius memerlukan waktu yang lebih lama
untuk makan ketika mendapatkan mangsa berupa burung. Waktu yang diperlukan untuk
makan per ekor burung sekitar30 menit. Hal ini karena Tarsius terlebih dahulu mencabut
bulu-bulu burung sampai bersih baru kemudian memakannya. Aktivitas minum Tarsius
dapat dikelompakkan menjadi dua, yaitu dengan cara menjilat-jilat dedaunan dan minum di
bak penampungan air di bagian bawah kandang. Tarsius minum dengan cara menjilat-jilat
dedaunan ketika musim hujan. Hal ini karena masih ada air hujan yang tertinggal di
dedaunan. Ketika musim kemarau, dedaunan tidak terdapat air sehingga Tarsius harus turun
ke tanah, ke tempat penampungan air dengan cara menjilat langsung atau menggunakan
kedua kaki depan.
• Beruk (Macaca namestrina)
Perilaku Makan
Beruk dalam mencari makanannya cenderung memilih pohon pakan yang memiliki
percabangan banyak. makanan sangat bervariasi mulai dari buah-buahan biji-bijian daunan
dan serangga Selain itu beruk juga makan nasi yang diperoleh dari tempat sampah yang ada
di sekitar kawasan konservasi atau pemukiman. Beruk adalah binatang omnivora. Makanan
utama beruk adalah buah-buahan, biji-bijian, jamur, dan tak jarang pula hewan ini akan
memakan hewan invertebrata seperti cacing, kelabang, atau lainnya. Dalam mengambil
makanannya baik pucuk daun maupun buah beruk menggunakan kedua tangannya, jika
buah yang dimakan berukuran besar berupa kadang-kadang menggunakan kedua tangan
dan kakinya, sehingga buat tersebut bisa dimakannya. untuk aktivitas minum beruk
biasanya minum dari air sungai dan air genangan maupun air yang berasal dari lubang-
lubang pohon. Hewan yang satu ini termasuk hewan diurnal, dimana semua aktivitas
mengumpulkan makanan akan dilakukan saat siang hari dan pada saat malam hari, hewan
ini akan tinggal berkelompok untuk menghindari serangan predator.
Perilaku Seksual
Beruk memiliki masa reproduksi aktif setelah berusia 3-5 tahun. Beruk betina akan hamil
dalam siklus selama 6 bulanan. beruk akan melahirkan satu anak setiap periode 2 tahun
sekali. Anak beruk akan disapih setelah berusia 4 hingga 5 bulan. Fase reproduksi individu
betina umumnya berulang setiap dua tahun sekali dengan musim yang berlangsung antara
Januari hingga Mei. Habitat beruk adalah hutan hujan dengan ketinggian sekitar 2000 mdpl.
Namun kadang mereka juga terlihat di ladang dan perkebunan penduduk. Pada saat
reproduksi, hewan yang satu ini memiliki karakter khas, dimana hewan jantan akan
memperlihatkan giginya dan melakukan gerakan khusus untuk menarik individu betina. Jika
dikembangbiakkan dalam penangkaran, hewan yang satu ini memiliki masa hidup yang bisa
mencapai 26 tahun. Hal tersebut karena tingkat persaingan di area penangkaran umumnya
lebih kecil daripada alam liar. Pada saat menyapih anak beruk, individu betina bisa berjalan
cepat atau bergelantungan dengan menggendong anakan di area perutnya. Hal tersebut
juga bertujuan untuk melindungi anakan dari pemangsa.
Perilaku Sosial
1.) Perilaku interaksi sosial antar individu Interaksi sosial antar individu dilakukan melalui
aktivitas grooming, bermain dan kawin. Aktivitas grooming biasanya dilakukan pada saat
istirahat. Aktivitas bermain banyak dilakukan pada individu anak. Sedangkan aktivitas kawin
dilakukan oleh individu jantan dan betina dewasa. Tidak jarang aktivitas ini dilakukan
dengan dua individu tersebut secara bergantian. Aktivitas kawin dilakukan dalam waktu
yang sangat singkat yaitu minimal tiga detik. Dalam sehari individu jantan dewasa dapat
mengawini lebih dari 2 ekor individu betina dewasa maupun muda yang produktif. Individu
jantan dewasa selalu berdekatan dengan individu betina yang sedang estrus dibandingkan
dengan individu yang lain individu betina yang sedang estrus bersifat lebih agresif. aktivitas
kawin biasanya dilakukan hanya pada saat setelah bangun tidur dan setelah makan.
2.) Perilaku interaksi sosial dengan spesies yang lain Beruk memiliki sifat yang lebih agresif
dibandingkan dengan Primata yang lain dalam menghadapi gangguan. Misalnya melihat
pengamat atau satuan lain biasanya melakukan gerakan badan dan mimik wajahnya dengan
menganjurkan mulutnya seperti mengejek dan alis mata secara bersamaan ditarik ke atas.
Memperlihatkan pelupuk matanya. Komunikasi dilakukan dengan mata dan suara-suara
yang dikeluarkan berupa suara dengkuran yang kasar dan geraman. Hewan yang satu ini
hidup secara berkelompok, dimana antara individu jantan dan betina terdapat suatu sistem
kasta yang tidak terlihat jelas. Kasta tersebut akan menentukan individu jantan maupun
betina yang menjadi pemimpin. Beruk jantan akan terbagi-bagi kedudukannya berdasarkan
kekuatannya, sedangkan beruk betina berdasarkan keturunannya. Anak betina dari beruk
betina yang dominan akan memiliki kedudukan yang di atas semua betina lainnya dalam
satu kelompok. Beruk betina yang dominan akan memimpin grup tersebut, ataupun individu
betina yang menjadi pemimpin adalah individu yang memiliki banyak keturunan. sedangkan
pejantan lebih berfungsi sebagai peredam jika terjadi konflik dalam kelompok tersebut.
Dalam kawanan beruk, pemimpin jantan umumnya memiliki suara paling nyaring dan suara
tersebut akan makin terdengar ketika ada konflik dalam kawanan atau ada predator yang
sedang mendekat. Komunikasi suara yang khas dalam kawanan juga digunakan saat
pemimpin sedang memimpin kawanannya untuk melakukan migrasi. Tinggi rendah suara
yang ada, diterjemahkan sebagai arah migrasi dan koordinasi kawanan. Beruk termasuk
hewan yang cukup pintar dan bisa dilatih untuk keperluan manusia, salah satu contohnya
ketika manusia melatihnya untuk menerima makanan dengan tangan kanan, lama kelamaan
beruk juga akan mengikutinya selain itu beruk juga biasa dimanfaatkan sebagai hewan
untuk memanen buah buahan, seperti kelapa, mangga dan buah lainya. Istirahat merupakan
aktivitas yang meliputi posisi tidur yang mengawasi sekitar dan grooming atau menelisik.
Aktivitas ini biasanya dilakukan setelah mencari makan atau setelah melakukan pergerakan
untuk mencari makan. Namun aktivitas ini sering dilakukan pada siang hari karena pada
siang hari cuaca panas, sehingga beruk lebih sering berada pada tempat-tempat yang teduh.
biasanya beruk lebih senang beristirahat pada pohon-pohon yang tinggi dan lebat seperti
pohon kempas jambu jambu dan ara. Pada saat istirahat beruk lebih senang berkutu-
kutuan. Aktivitas grooming biasanya dilakukan secara berpasang-pasangan atau secara
individual-individual. Beruk yang sering melakukan aktivitas grooming adalah individu betina
dewasa yang berpasangan dengan anaknya. atau dengan individu muda dengan jantan
dewasa.
Perilaku Pergerakan
Beruk hidup diatas pohon, perpindahan untuk mendapatkan makanan biasanya dilakukan
diatas tanah. Satwa ini hidup berkelompok terdiri dari 5-6 ekor sampai 40 ekor. Kelompok
ini tidak menetap di suatu areal tertentu, namun selalu berpindah-pindah. Di dalam
kelompok sering dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Jika dalam keadaan
bahaya akan menunjukkan perlawanan (Attack) dengan ekspresi gerakan mereka yang lebih
agresif. Perilaku berpindah atau Movement dalam pergerakan yang berorientasi pada lokasi
makan dan tempat istirahat kemudian kembali menuju lokasi makan serta lokasi tidur pada
sore hari, seperti halnya dengan primata yang lain lebih banyak bergerak dalam rangka
untuk mencari makan mencari air dan untuk berkembang biak ataupun untuk menghindari
diri dari pemangsa dan gangguan yang lain. Beruk melakukan aktivitas perpindahan
dilakukan dengan melompat dari satu pohon ke pohon lain ataupun dengan berjalan di atas
permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan beruk ini selalu melakukan pergerakan di atas
pohon dengan ketinggian antara 1 sampai 20 meter daripada bergerak di atas tanah. posisi
beruk dalam penggunaan pohon sangat bervariasi tergantung status sosial buruk dalam
kelompoknya.
Perilaku Khas
Beruk termasuk hewan homoioterm yang memiliki suhu tubuh tetap, dengan demikian
hewan ini mampu bertahan hidup untuk cuaca yang cukup ekstrim tanpa perlu tinggal
didalam lubang. Menjelang malam hari bersiap-siap untuk melakukan aktivitas tidur. Dalam
mencari pohon tidur beruk melakukan seleksi pohon yang digunakan sebagai tempat tidur.
Pada umumnya merupakan pohon sumber makan yang terletak dekat dengan pohon makan
terakhir. Pada sore hari hal ini dimungkinkan pada pagi berikutnya kelompok beruk ini akan
mengunjungi pohon pakan yang sama dekat posisi tidur beruk. Saat istirahat beruk dengan
duduk atau rebahan berbaring posisi tersebut dilakukan untuk menghindari adanya
gangguan dari pemangsa atau satwa yang lain. Kelompok beruk ini tidur secara terpisah -
pisah berdasarkan kelompoknya. Pohon yang sering digunakan untuk tidur antara lain
Kempas, jambu-jambuan dan Ara. Beruk (Macaca nemestrina) termasuk binatang terestria
l(banyak menghabiskan waktunya di darat), tetapi mereka juga sangat terampil dalam
memanjat. Beruk juga berbeda dengan primata kebanyakan, jika kebanyakan primata jaga
jarak dengan air, beruk justru senang bermain air. Beruk hidup dalam sebuah kelompok
besar yang terbagi menjadi beberapa kelompok yang lebih kecil selama mencari makan di
siang hari.
• Orang Utan
Perilaku Makan
orangutan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari mereka hanya memakan
tumbuhan 90% dari makanannya berupa buah- buahan. Makanannya antara lain adalah
kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis buah-buahan.
Selain itu mereka juga memakan nektar, madu dan jamur. Mereka juga gemar makan
durian, walaupun aromanya tajam, tetapi mereka menyukainya. Orang utan bahkan tidak
perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka biasanya meminum air yang
telah terkumpul di lubang-lubang di antara cabang pohon. Biasanya induk orang utan
mengajarkan bagaimana cara mendapatkan makanan, bagaimana cara mendapatkan
minuman, dan berbagai jenis pohon pada musim yang berbeda-beda pada anaknya. Melalui
ini, dapat terlihat bahwa orang utan ternyata memiliki peta lokasi hutan yang kompleks di
otak mereka, sehingga mereka tidak menyia-nyiakan tenaga pada saat mencari makanan.
Anaknya juga dapat mengetahui beragam jenis pohon dan tanaman, yang mana yang bisa
dimakan dan bagaimana cara memproses makanan yang terlindungi oleh cangkang dan duri
yang tajam.
Perilaku Seksual
Orang utan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama kandungan
berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah bayi yang
dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orang utan dapat hidup mandiri pada
usia 6-7 tahun. Ketergantungan anak orang utan pada induknya merupakan yang terlama
dari semua hewan, karena ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa bertahan hidup,
mereka biasanya dipelihara hingga berusia 6 tahun. Orangutan berkembang biak lebih lama
dibandingkan hewan primata lainnya, orangutan betina hanya melahirkan seekor anak
setiap 7-8 tahun sekali. Umur orangutan di alam liar sekitar 45 tahun, dan sepanjang
hidupnya orang utan betina hanya memiliki 3 keturunan seumur hidupnya yang berarti
reproduksi orang utan sangat lambat.
Perilaku Sosial
Tidak seperti gorila dan simpanse, orang utan tidak hidup dalam sekawanan yang besar.
Mereka merupakan hewan yang semi-soliter. Orang utan jantan biasanya ditemukan
sendirian dan orang utan betina biasanya ditemani oleh beberapa anaknya. Orangutan
adalah hewan arboreal, artinya ia hidup atau beraktivitas di atas pohon. Hal ini berbeda
dengan kera besar lainnya, seperti gorilla dan simpanse, yang merupakan hewan terrestrial
(menghabiskan hidup di tanah).
Perilaku Pergerakan
Orang utan dapat bergerak cepat dari pohon kepohon dengan cara berayun pada cabang-
cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating. Mereka juga dapat berjalan dengan
kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak dapat berenang.
Perilaku Khas
Orang utan dapat menggunakan tongkat sebagai alat bantu untuk mengambil makanan, dan
menggunakan daun sebagai pelindung sinar matahari. Orang utan Sumatera usia 6 tahun
yang hidup di rawabarat Sungai Alas Sumatera menggunakan tongkat untuk mendeteksi
madu tapi perilaku tersebut tidak pernah ditemukan di antara orang utan di wilayah pesisir
timur. Hal ini menunjukkan keragaman perilaku dalam adaptasi lingkungan. Orang utan
jantan terbesar memiliki rentangan lengan (panjang dari satu ujung tangan ke ujung tangan
yang lain apabila kedua tangan direntangkan) mencapai 2.3 m. Orang utan jantan dapat
membuat panggilan jarak jauh yang dapat didengar dalam radius 1 km. Digunakan untuk
menandai atau mengawasi arealnya, memanggil sang betina, mencegah orang utan jantan
lainnya yang mengganggu. Mereka mempunyai kantung tenggorokan yang besar yang
membuat mereka mampu melakukannya.
• Bekantan
Perilaku Makan
Bekantan tergolong primata folivorous (pemakan daun). Golongan folivorous mendapat
protein esensial dari daun, dan menambah kebutuhan proteinnya dari buah dan biji .
Bekantan memakan daun,bunga, dan buah yang ada di ujung-ujung cabang, namun posisi
bekantan pada cabang besar di tengah tajuk, meraih ranting di sekitarnya atau duduk di atas
ranting Perilaku pada saat makan selalu mengutamakan daun/sayur, sedikit buah sebagai
selingan. Bekantan memulai makan dengan menyantappucuk daun terlebih dahulu dengan
memilih daun-daun muda sebagai prioritas. Untuk daun balaran, kelubut, dan kacangan
dimakan dengan cara memegang batang/cabang daun dan menarik 6-8 daun dengan tangan
kemudian daun dimakan dan batang dibuang. Ketika pucuk daun telah cukup, bekantan
memilih sayuran atau buah pisang kapok sebagai pilihan selingan (Basoeki, dkk, 2015). Daun
yang dikonsumsi bekantan adalah daun muda dengan urutan 1 sampai 3 dari ujung ranting.
Pakan tersebut dapat diambil langsung dengan mulut atau dengan cara memetik. Daun
dimakan satu per satu atau dua lembar dengan cara menggigit hingga tiga kali. Setiap
gigitan dikunyah antara 10-30 kali, buah dimakan satu per satu dan dikunyah 15-30 kali,
sehingga dalam 5 menit bekantan mengkonsumsi 7,5 lembar daun atau 15,6 buah.
Mengunyah sebanyak 10-30 kali adalah salah satu strategi bekantan untuk membantu
pencernaan secara fisik dan merangsang keluarnya air liur guna mempertahankan pH
lambung agar proses fermentasi pakan oleh bakteri lambung dapat berjalan optimum.
Pisang kepok dibuang kulitnya dan dimakan isinya. Secara bergantian makan antara pucuk
daun/sayuran dengan buah dan tetap daun sebagai prioritas. Bekantan jantan dewasa
sebagai raja mendominasi makan terlebih dahulu bersama induk betina. Bekantan remaja
dan anak-anak makan setelah jantan dan induk betina selesai makan. Kondisi makan dengan
jantan dewasa terlebih dahulu ketika dalam satu kelompok terdapat jantan lain yang remaja
sehingga dianggap oleh jantan dewasa sebagai gangguan dan dalam
rangka jantan dewasa melindungi induk betina (Basoeki, dkk, 2015).
Perilaku seksual
Bekantan jantan remaja umur 4-5 tahun sudah mulai belajar kawin, hal ini yang menjadi
salah satu penyebab bahwa bekantan dewasa/raja selalu melindungi/menjaga bekantan
betina dari gangguan bekantan remaja (Basoeki, dkk, 2015). Musim kawin bekantan adalah
pada bulan Februari-November.
Perilaku Sosial
Aktivitas sosial yang sering dilakukan adalah grooming, kegiatan ini lebih didominasi oleh
betina dewasa dibandingkan jantan dewasa dan anak-anak. Aktivitas lain yaitu agonistik
(berkelahi, melarikan diri, atau menyerang), kegiatan ini hanya dilakukan oleh bekantan
dewasa. Bekantan sering bermain yang dilakukan sendiri ataupun dengan anak bekantan
lainnya. Jenis bermain yang dilakukan sendiri yaitu berayun, memainkan daun, dan main di
terpal. Jenis bermain yang dilakukan dengan anak bekantan lainnya yaitu belajar seksual dan
kejar-kejaran (widiani, 2010)
Perilaku Pergerakan
Bekantan melakukan pergerakan dengan melangkah menggunakan 4 kaki menyisir batang
pohon dan kemudian melompat ke batang atau dahan yang lain dalam mencari makan.
Namun kondisi perilaku bekantan di alam berbeda dengan bekantan di konservasi eks situ.
Bekantan melakukan pergerakan bisa de ngan melompat, berayun, berjalan tegak dengan 2
kaki, merambat dengan perpegangan di jaring kawat. Pergerakan yang terjadi karena
adaptasi bekantan terhadap kondisi kandang konservasi eks situ (Basoeki, dkk, 2015).
Perilaku Khas
Perubahan warna bulu ketika bekantan bayi yang berwarna gelap ketika lahir dan berubah
warna menjadi warna coklat/merah bekantan pada umumnya pada umur bekantan sekitar
6-8 bulan. Untuk panjang ekor pada bekantan mula rata-rata 1,2 kali lebih panjang
dibanding tinggi duduk dan akan sebanding dengan tinggi duduk ketika bekantan sudah
mulai dewasa. kurang lebih 30 menit setelah bekantan bangun tidur di pagi hari. Untuk
tanda-tanda stress pada bekantan adalah mulai bersuara yang di awali oleh bekantan jantan
ketika ada orang/makhluk lain yang mengganggu (Basoeki, dkk, 2015). Dengan sistem satu
pejantan dalam satu kelompok artinya pejantan bisa memiliki lebih dari satu pasangan
betina. Perilaku yang unik juga menunjukkan pejantan ikut serta dalam merawat anak
bekantan yang masih kecil atau individu betina juga dapat mengijinkan anggota kelompok
lain untuk mengurus bayinya .Biasanya bekantan betina yang akan mengambil inisiatif untuk
kawin dengan pejantan dalam kelompok tersebut. Musim kawin biasanya terjadi saat
sumber makanan masih banyak.
• Gorila
Hasil analisis data perilaku masing-masing gorila menunjukkan bahwa perilaku istirahat di
antara ketiga gorila di PPS adalah berbeda tidak nyata (p > 0,05) (Tabel 1). Hal ini mungkin
terjadi karena ketiga gorila ini sama-sama memiliki kebutuhan untuk istirahat, terutama
pada saat cuaca panas. Demikian juga dengan hasil analisis pemanfaatan waktu istirahat
gorila di enclosure dan holding juga menunjukkan bahwa pemanfaatan waktu gorila di
enclosure dan holding adalah berbeda tidak nyata (p > 0,05) (Tabel 4.2) karena perilaku
istirahat tidak dipengaruhi dengan keadaan struktur kandang, di mana enclosure terkesan
lebih alami daripada holding yang cenderung kurang alami.Perilaku beristirahat biasanya
dilakukan pada saat temperatur udara meningkat, yaitu sekitar pukul 11.00-12.00 WIB
karena pada saat cuaca panas memicu peningkatan aktifitas metabolisme, sehingga aktifitas
yang tepat dilakukan adalah istirahat. Gorila di PPS jarang terlihat membangun sarang untuk
beristirahat selama pengamatan, padahal membangun sarang adalah sifat alami mereka di
alam liar dan kebiasaan tersebut terpaksa berubah karena berada di penangkaran. Selain
itu, kandang gorila di PPS telah diberikan fasilitas sebagai tempat beristirahat, seperti Goa di
enclosure.
Perilaku Makan
Hasil analisis data pada perilaku makan menunjukkan bahwa perilaku makan gorila di PPS
adalah berbeda tidak nyata (p > 0,05) (Tabel 1). Hal ini terjadi karena ketiga gorila tersebut
memperoleh sumber pakan yang sama dan diperlakukan dengan sama oleh keeper.
Demikian halnya dengan pemanfaatan waktu makan gorila di enclosure dan holding
menunjukkan bahwa pemanfaatan waktu makan gorila di enclosure dan holding adalah
berbeda tidak nyata (p > 0,05), seperti yang tersaji pada Tabel 2 karena pada saat gorila
berada di enclosureataupun di holding tetap memperoleh pakan yang sama dari PPS.
Aktifitas makan gorila di PPS dimulai pada pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB dan dilanjutkan
pada pukul 12.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Sumber pakan gorila di PPS dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu pakan dari PPS, pakan alam, dan pakan dari pengunjung.
Pemberian pakan kepada gorila di PPS dilakukan sebanyak 5 kali dalam sehari. Terkadang
beberapa makanan seperti kismis, kurma, kacang ataupun kuaci akan dimasukkan ke dalam
feeding tube yang berada di holding dan enclosuresebagai variasi pakan. Rasa khas pada
pakan yang dimasukkan ke dalam feeding tube tersebut sangat disukai oleh gorila. Hal ini
mendukung pendapat McDonald et al. (1995) yang menyatakan bahwa palatabilitas timbul
akibat bekerjanya indera penciuman, peraba, dan perasa. Adapun posisi makan gorila di PPS
adalah duduk, berdiri quadrupedal, berjalan, dan berbaring.
Perilaku Pergerakan
Hasil uji signifikansi perilaku pergerakan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku
pergerakan yang signifikan (p < 0,05) di antara ketiga individu (Tabel 1). Sedangkan hasil uji
signifikansi pemanfaatan waktu pergerakan gorila di enclosure dan holding juga
menunjukkan bahwa pemanfaatan waktu pergerakan gorila di enclosure dan holding
memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0,05) (Tabel 2). Faktor yang menyebabkan
terjadinya perbedaan yang signifikan tersebut adalah faktor usia, bobot tubuh, serta luas
daerah jelajah. Bergerak secara quadrupedal adalah bergerak dengan menggunakan
keempat anggota geraknya, sedangkan bipedal adalah bergerak menggunakan dua anggota
gerak. Perilaku pergerakan bipedal dilakukan pada saat memukul dada dan ketika tangannya
memegang makanan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Maple dan Hoff (1982), serta
Ogden dan Schildkraut (1991) bahwa gorila melakukan pergerakan bipedal pada saat
memukul-mukul dada dan terkadang dilakukan sambil memegang benda lainnya. Selama
pengamatan, perilaku pergerakan memanjat biasanya
Perilaku sendiri
Hasil analisis data perilaku sendiri menunjukkan tidak terdapat perbedaan perilaku sendiri di
antara ketiga individu (p > 0,05) (Tabel 1). Sedangkan hasil uji signifikansi pemanfaatan
waktu sendiri gorila di enclosure dan holding juga mengindikasikan bahwa pemanfaatan
waktu sendiri gorila di enclosure dan holding adalah berbeda tidak nyata (p > 0,05) (Tabel
2). Adapun perilaku sendiri yang dilakukan gorila di PPS adalah bermain dengan enrichment
yang ada di holding ataupun dengan ranting pohon yang ada di enclosure. Selain itu, gorila
di PPS juga sering mengeluarkan suara dan menelisik. Suara yang dikeluarkan biasanya
berupa lolongan pendek yang menandakan bosan ataupun sedih yang terlihat dari ekspresi
wajah gorila. Deskripsi ekspresi wajah sedih gorila di PPS adalah mata agak terpejam dengan
posisi alis berkerut dan bibir bagian atas dan bawah ditekuk ke bawah. Perilaku bersuara
juga dilakukan ketika suasana hati sedang senang pada saat makan. Hal ini serupa dengan
pernyataan Ogden dan Schildkraut (1991) bahwa gorila terkadang mengeluarkan suara
berturut-turut untuk menunjukkan emosi tidak suka, lolongan untuk menunjukkan
kesedihan, mengeluarkan suara dengkuran dalam yang menunjukkan rasa senang. Kountz
and Roush (1996) mengemukakan bahwa perilaku bersuara (vokalisasi) merupakan
komunikasi dalam bentuk sinyal akustik. Komunikasi dalam bentuk sinyal akustik memiliki
keuntungan, yaitu cepat ditransmisikan melalui media udara dan dapat ditransmisikan
hingga jarak jauh.
Perilaku Sosial
Perilaku sosial gorila di PPS menunjukkan berbeda tidak nyata (p > 0,05) (Tabel 1). Demikian
juga dengan pemanfaatan waktu perilaku sosial gorila di enclosure dan holding
menunjukkan bahwa pemanfaatan waktu perilaku sosial gorila di enclosure dan holding
adalah berbeda tidak nyata (p > 0,05) (Tabel 2). Hal ini terjadi karena ketiga gorila tersebut
merupakan sesama individu jantan, yang pada dasarnya memang tidak banyak melakukan
interaksi sosial. Perilaku sosial ini adalah perilaku dengan persentase terendah di antara
perilaku lainnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena gorila yang berada di PPS
berjenis kelamin jantan. Hubungan gorila jantan sangat minim karena mereka akan lebih
menunjukkan dominansi dan persaingan yang kuat. Beberapa hal tersebut cukup menjadi
alasan mengapa perilaku sosial gorila di PPS memiliki persentase terendah. Hal ini sesuai
dengan penelitian Meder (1992) dan Lang (2003) yang menyatakan bahwa gorila di alam liar
saat memasuki usia dewasa (silverback) cenderung menjauhkan diri dari sesama gorila
jantan dan perilaku sosial biasanya tampak lebih nyata antara gorila jantan dan betina
karena hal ini berhubungan dengan reproduksi dan proteksi gorila jantan terhadap gorila
betina.
B. Ekologi Satwa Primata
Konservasi Satwa Primata di Indonesia dalam Kajian Ekologi Hewan
Primata, sebagai komponen penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan
memiliki fungsi utama sebagai penyebar biji dan menjaga keseimbangan ekosistem
(Basalamah, 2010). Dalam proses penyebaran biji, yang berfungsi sebagai penyebar biji
tingkat pertama adalah satwa-satwa yang memiliki kemampuan daya tampung yang besar
dalam perutnya dan sistem memakan biji swallow type. Hal ini menyebabkan biji-biji yang
telah dimakan oleh satwa penyebar biji tersebut dalam keadaan utuh dan baik setelah
dikeluarkan oleh satwa tersebut dalam bentuk feses. Di Indonesia, di kawasan Pulau Siberut
yang berada antara gugusan Kepulauan Mentawai, sebelah barat Pulau Sumatera. Terdapat
empat jenis primata endemik Mentawai, yaitu Hylobates klossii (bilou), Simias
concolor (simakobu), Presbytis potenziami (joja), dan Macaca pagensis (bokoi). Empat jenis
primata endemik Mentawai tersebut dalam daftar IUCN termasuk sebagai kategori
terancam (vulnerable) (Whittaker, 2005).
Habitat utama empat jenis primate ini adalah di P.Siberut di mana terdapat Taman Nasional
dan Cagar Biosfer Siberut. Namun, dengan adanya perubahan habitat seiring dengan adanya
kegiatan pemanfaatan hutan. Inventarisasi potensi hutan di Pulau Siberut untuk
kepentingan pemanfaatan kayu komersial yang mulai dilakukan pada tahun 1969/1970 dan
tahun 1972/1973, menyebabkan satwa P.Siberut mulai kehilangan habitat aslinya.
Tingkat pemanfaatan hutan melalui kegiatan HPH intensif merupakan penyebab
menurunnya populasi primata. Hal ini terindikasi dari jarangnya suara H. klossii dan
jarangnya ditemukan pohon dengan tinggi di atas 20 m (Kawamura dan Megantara, 1986).
Di HPH KAM, dalam areal bekas tebangan 3 tahun jarang terdengar suara H. klossii dan
suara terdengar dalam jarak sekitar 1,5 km (Bismark, pengamatan pribadi). Jenis yang
sangat tergantung pada habitat dengan pohon tinggi adalah H. klossii dan S.
concolor (Kawamura dan Megantara, 1986), sehingga kedua jenis ini sangat rentan terhadap
kegiatan logging. Selain itu populasi keduanya lebih rendah dari populasi P. potenziani dan
populasi M. pagensis. Salah satu akibat penjarangan pohon, pohon tinggi lain mudah
tumbang sehingga dapat mencederai dan membunuh primata yang berada di pohon
tersebut.
Mengacu kepada dampak pengelolaan hutan dalam bentuk HPH terhadap vegetasi habitat
tentunya kegiatan ini akan mempengaruhi terhadap populasi primata endemik yang
menjadi acuan pengelolaan dan pelestarian hutan atau dalam pengamanan taman nasional
dan cagar biosfer. Oleh karena itu perlu adanya upaya konservasi dari segi ekologi hewan
untuk memulihkan keadaan vegetasi habitat empat jenis primata endemik Mentawai
tersebut.
Ekologi hewan memiliki peran yang cukup penting bagi kehidupan manusia. Salah satu
manfaat ekologi hewan adalah pengolahan dan konservasi satwa liar.  Upaya
konservasi primata endemik perlu ditingkatkan dalam rangka memperbaiki dan menjaga
kelestarian satwa Indonesia. Berdasarkan sudut pandang ekologi hewan, upaya konservasi
yang dipandang tepat salah satunya adalah dengan mencari solusi atas permasalahan
ekologi yang terjadi, misalnya dengan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat in-
situ (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun ex-situ (pemeliharaan di lingkungan buatan
yang menyerupai habitat aslinya) digunakan sebagai bekal pemeliharaan kawasan kritis
dengan satwa endemik yang terancam. Upaya ini memerlukan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat umum, peneliti, maupun masyarakat sekitar
kawasan konservasi. Dengan mempelajari ekologi hewan dan dengan kemajuan teknologi
masa kini, banyak masalah-masalah yang terpecahkan yang senantiasa berlandaskan pada
konsep efisiensi ekologi.
Program konservasi yang dapat dilakukan untuk empat spesies primata endemik P.Siberut
adalah sebagai berikut:
- Melakukan studi bioekologi primate Pulau Siberut
- Melakukan perluasan habitat primata endemik P.Siberut yang berada diluar
kawasan konservasi sebagai kawasan yang dilindungi untuk konservasi
primata endemik P.Siberut
- Meningkatkan kegiatan perlindungan primata endemik P.Siberut dan
habitatnya.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan konservasi alam dan
meningkatkan kualitas penegakan hukum dibidang ”Wildlife Crime”
-  Monitoring populasi primata endemik P.Siberut dihabitat alaminya dalam
jangka panjang.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kerjasama pengelolaan
antara seluruh institusi yang berkepentingan terhadap kelestarian primata
endemik P.Siberut
- Mengembangkan Strategi Konservasi primata endemik P.Siberut di Masa
Depan

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Primata adalah salah satu bagian dari golongan mamalia (hewan menyusui) dalam kingdom
animalia (dunia hewan). Primata muncul dari nenek moyang yang hidup di pohon-pohon
hutan tropis. Hewan primata ini termasuk di dalamnya monyet, kera, orang utan, dan
manusia. Dengan pengecualian dari manusia yang menghuni setiap benua, umumnya
primata hidup di daerah tropis ataupun subtropis Amerika, Afrika dan Asia. Menurut bukti
fosil, nenek moyang primitif dari primata telah ada sekitar 65 juta tahun yang lalu.
Kesimpulannya, diperlukan suatu wadah berupa Primate Land, yang dapat menyediakan
ruang sebagai habitat pengganti yang sesuai bagi primata dan menyadarkan masyarakat
bahwa primata adalah hewan yang perlu dilindungi. Secara tidak langsung, Primate Land
juga memberi fungsi rekreasi yang bersifat edukatif. Primate Land ini bertemakan green
architecture yang didesain dengan konsep back to nature. Sehingga Primate Land ini akan
menjadi ruang bagi hewan primata untuk hidup dan sarana rekreatif bagi manusia.
Keberadaan Primate Land ini juga dapat membantu pemerintah dalam usaha penyelamatan
satwa-satwa yang dilindungi.

DAFTAR PUSTAKA
Dian, Permata 2016 konservasi satwa primata di Indonesia dalam kajian ekologi hewan
http://dianps94.blogspot.com/2016/06/konservasi-satwa-primata-di-indonesia.html?m=1
diakses pada 23 oktober 2020 pukul 11.30
Stephanie R., Koen P., Kasiyati 2018 PERILAKU GORILA (Gorilla gorilla gorilla, S.) JANTAN
DEWASA (SILVERBACK) DALAM KANDANG ENCLOSURE DAN HOLDING DI PUSAT PRIMATA
SCHMUTZER JAKARTA Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013
Alfila,I. 2019 Perilaku Satwa Liar Pada Kelas Mammalia, Mahasiswa Program Studi
Kehutanan. Fakultas Pertanian, Universitas Almuslim, Jalan Almuslim, Matang Glumpang
Dua, Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh 24261
Urulamo Jemi , H.J. Kiroh, Manopo dan Hendrik, J.R.Buyung 2013 DESKRIPSI TINGKAH LAKU
TANGKASI ( Tarsius Spectrum ) SAAT MEMASUKI DI LUBANG SARANG POHON DI CAGAR
ALAM TANGKOKO, Jurnal zootek (“zootek journal”) Vol 34 No 2: 159 - 169 (Juli 2014)
Gembira loka zoo, Lemur ekor cincin https://gembiralokazoo.com/collection/lemur-ekor-
cincin.html diakses pada 23 oktober 2020 pukul 11.40

Anda mungkin juga menyukai