Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI SATWA LIAR

KELOMPOK IV

SUZET ROTUA T. NABABAN 193010404006


FRANSISKA MANURUNG 193010404013
PRATIWI PUTRI WULANDARY 193030404109
DIMAS TEJA KUSUMA 193020404053
GOVINDA 193020404041

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN KEHUTANAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha
Esa sehingga penulis dapat menuntaskan laporan praktikum Ekologi Satwa Liar
ini sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan. Adapun tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mengenal secara spesifik strategi dan makanan beberapa jenis
satwa mamalia, herfetofauna, aves, dan serangga masing-masing 2 spesies sebagai
perwakilan.

Penulis tidak lupa berterima kasih kepada seluruh pihak yang turut andil
dalam pembuatan laporan ini, secara khusus kepada:

1. Ibu Dr. Fouad Fauzi, S.Hut., M.P selaku koordinator dosen mata kuliah
Ekologi Satwa Liar.
2. Bapak Robby Octavianus, S.Hut., M.Sc dan Bapak Ir. Moh. Rizal, M.Si
selaku dosen pengampu mata kuliah Ekologi Satwa Liar.
3. Orang tua yang selalu memotivasi dan mendukung penulis dalam
pembuatan tugas praktikum ini.
4. Teman-teman anggota kelompok IV atas kerjasama dan kekompakannya
yang saling terlibat membantu dalam pelaksanaan tugas praktikum ini.

Kiranya, laporan ini dapat memberi tambahan wawasan dan manfaat bagi
pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Palangka raya, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2. Tujuan Praktikum .................................................................................... 3

1.3. Manfaat Praktikum .................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Mamalia (Berang-berang dan Madu) ...................................................... 5

2.2. Herfetofauna (Komodo dan Tokek) ........................................................ 8

2.3 Aves (Rangkong Gading dan Cenderawasih) .......................................... 13

2.4 Insekta ( Walang Sangit dan Lebah Kelulut) ...........................................21

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 34

3.2. Saran ........................................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Judul Gambar Halaman

Gambar 1. Berang-berang .......................................................................................... 6


Gambar 2. Beruang Madu .......................................................................................... 7
Gambar 3. Komodo ....................................................................................................10
Gambar 4. Tokek ........................................................................................................12
Gambar 5. Rangkong (Enggang) Gading ...................................................................17
Gambar 6. Burung Cenderawasih Kuning-Kecil .......................................................20
Gambar 7. Walang sangit ...........................................................................................23
Gambar 8. Lebah Kelulut ...........................................................................................29

iii
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jurusan kehutanan adalah bidang studi yang melatih mahasiswanya agar


mampu merawat, mengatur, dan melindungi ekosistem hutan. Proses belajar
mengajar dalam jurusan ini memadukan teori lama dan teknologi. Mahasiswanya
juga akan lebih aktif menghabiskan waktu untuk praktikum di lapangan langsung
dan laboratorium daripada pembelajaran konvensional di kelas. Setelah memasuki
Semester kelima (V), mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya akan dibagi dalam empat peminatan sesuai fokus
bidang minat dan keahlian masing-masing mahasiswa tersebut. Adapun keempat
peminatan tersebut yakni teknologi hasil hutan, manajemen hutan, silvikultur dan
konservasi.

Konservasi merupakan bidang minat yang sesuai dengan arti kata


“konservasi” itu sendiri berfokus pada pelestariaan dan perlindungan terhadap
seluruh komponen pembentuk hutan baik berupa komponen abiotik dan
komponen biotik. Lulusannya diharapkan dapat menjadi pendidik sekaligus
penyuluh yang berdedikasi tinggi di bidang kehutanan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman


hayati tertinggi di dunia, bahkan oleh pakar dunia dikatakan sejajar dengan negara
Brasil di benua Amerika dan Zaire di benua Afrika. Apabila ketiga negara
disatukan maka jumlah keanekaragaman hayatinya lebih dari 50% dari kekayaan
dunia. Keanekaragaman yang ada seperti satwa liar merupakan aset negara
indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan karena merupakan salah satu mata
rantai penting yang saling berkaitan antara ekosistem satu dengan ekosistem yang
lain.

Dalam hal keanekaragaman hayati Indonesia memiliki 10% tumbuhan


berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibi,
17% burung, 25% ikan dan 15% serangga (Bappenas, 1993). Dalam dunia satwa
Indonesia juga mempunyai tingkat endemisitas yang cukup istimewa, sekitar 500-
2

600 jenis mamalia besar, 36% endemik; 35 jenis primata, 25% endemik; 78 jenis
paruh bengkok, 40% endemik; dan dari 212 jenis kupu-kupu, 44% endemik.
Keanekaragaman hayati Indonesia inilah yang saat ini hampir menyamai dengan
Brazil dan Kolombia yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya.

Satwa atau disebut juga hewan, binatang, fauna adalah kelompok


organisme yang diklasifikasikan dalam kerajaan (kingdom) Animalia atau
Metazoa. Hewan atau satwa, diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar yaitu
hewan bertulang belakang (vertebrata) dan binatang tanpa tulang belakang
(avertebrata atau invertebrata).Indonesia mempunyai keanekaragaman fauna yang
sangat tinggi. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17%
satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari
luas daratan dunia. Indonesia nomor satu dalam hal kekayaan mamalia (binatang
menyusui) yaitu lebih dari 515 jenis dan menjadi habitat dari sekitar 1.539 jenis
burung. Selain itu, sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia.Sayangnya,
Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa
yang terancam punah. Pada tahun 2003, World Conservation Union mencatat 147
spesies mamalia, 114 burung, 91 ikan dan 2 invertebrata termasuk dalam hewan-
hewan yang terancam punah.

Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan


karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar
adalalah

• Mempertahankan keanekaragaman spesies.

• Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan.

Ekologi Satwa Liar adalah cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari
interaksi antara satwa dengan lingkungannya, yang menentukan sebaran
(distribusi) dan kelimpahan satwa-satwa. Lingkungan tersebut adalah segala
sesuatu yang ada di sekitarnya yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.Sasaran
utama ekologi satwa liar adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang
3

melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas, dan


ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta
faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan
organisme-organisme dan ekosistemnya dalam mempertahankan keberadaannya.
Ekologi satwa bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai
terapan dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut
masalah-masalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, serta
pengolahan dan konserfasi satwa liar. Penerapan ekologi makin penting dengan
semakin diperlukannya upaya-upaya manusia dalam memelihara ketersediaan
sumber daya serta kualitas lingkungan hidup yang berkesinambungan. Kisaran
toleransi dan faktor-faktor pembatas telah banyak diterapkan dalam bidang-bidang
tersebut.

Konsep tersebut telah banyak melandasi penanganan berbagai masalah


seperti pengendalian hama dan penyakit, penggunaan berbagai species hewan
tertentu sebagai indikator menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan,
hubungan predator, pemangsa dan parasitoid-inang, vektor penyebab penyakit,
pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu
(pemeliharaan dihabitat aslinya) maupun eksitu (pemeliharaan dilingkungan
buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain. Banyak masalah-masalah
yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa
berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum mata kuliah ekologi satwa liar ini adalah sebagai
berikut.

1. Mengenal dan mengetahui secara spesifik strategi dan makanan satwa


yang termasuk dalam golongan mamalia yaitu berang-berang dan beruang
madu
4

2. Mengenal dan mengetahui secara spesifik strategi dan makanan satwa


golongan herfetofauna yaitu komodo dan tokek
3. Mengenal dan mengetahui secara spesifik strategi dan makanan satwa
golongan aves yaitu rangkong gading dan cenderawasih
4. Mengenal dan mengetahui secara spesifik strategi dan makanan satwa
golongan insekta yaitu lebah kelulut dan walang sangit

1.3. Manfaat Praktikum

Manfaat praktikum mata kuliah ekologi satwa liar ini adalah sebagai
berikut.

1. Memenuhi tugas praktikum mata kuliah ekologi satwa liar


2. Mengumpulkan informasi terkait stategi dan makanan beberapa satwa
yang dapat dilihat korelasi dan perannya dalam sebuah ekosistem sehingga
dapat diketahui kontribusi apa yang diberikan satwa tersebut.
3. Menambah wawasan sekaligus literatur pembaca mengenai satwa baik
mamalia, herfetofauna, aves, maupun insekta.
5

II. PEMBAHASAN

2.1. Mamalia (Berang-berang dan Madu)

A. Berang-berang (Lutra sumatrana)

Klasifikasi taksonomi dari berang-berang adalah sebagai berikut.


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Carnivora
Famili : Mustelidae
Genus : Lutra, Aonyx, Enhydra, Hydrictis, Lontra, Lutrogale,
Pteronura
Spesies : Lutra sumatrana

Berang-berang adalah salah satu jenis satwa unik dan


bentuknya lucu. Hewan ini mempunyai ciri fisik yang seperti musang.
Habitat hidupnya berada di dekat aliran sungai dan laut. Binatang ini
tersebar hampir di seluruh dunia kecuali Benua Australia (Asmoro at al.,
1994).
6

Gambar 1. Berang-berang
(Sumber: kompas.com)
Strategi berang-berang untuk mendapatkan makanan, yaitu
dengan cara berburu. Cara mendapatkan makanannya yaitu dengan
menyelam. Dengan menggunakan kaki berselaputnya, yang telah
beradaptasi dengan baik untuk berenang, berang-berang dapat
menyelam lebih dari 200 kaki dan bertahan di bawah air hingga 5 menit.
Berang-berang laut bisa merasakan mangsa menggunakan kumisnya.
Cara berburunya unik. Ia akan menceburkan dirinya ke kolam. Lalu
mengacak-acak kolam. Akibatnya ikan yang ada di dalamnya mabuk
dan lemas. Sesudah ikan tak berdaya barulah ia menangkapnya (Huda et
al., 2017)..
Berdasarkan makanan kesukaan nya yaitu ikan, maka berang
berang membutuh kan nutrisi pada makanan nya yang mengandung
protein terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak pada
waktu pemasakan, lemak yang mudah dicerna serta langsung dapat
digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemak sebagian besar adalah
asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, vitamin dan
mineral. Setiap hari berang-berang setidaknya harus makan sebanyak
20% dari jumlah bobot tubuh mereka (Asmoro at al., 1994).
Jenis makanan yang disukai oleh berang berang ini adalah katak,
ular, crustaceatermasuk kepiting, udang,ikan bahkan mamalia kecil
lainnya. Jika ia tidak memakan ikan, maka ia akan memakan hewan lain
karena Berang-berang merupakan hewan karnivora (pemakan tidak dapat
7

digantikan daging). Maka dari itu dengan makanan lain seperti sayur-
sayuran atau buah -buahan. Karena saluran pencernaannnya yang
singkat,tidak bisa mencerna serat (Huda et al., 2017).

B. Beruang Madu (Helarctos malayanus)


Klasifikasi beruang madu adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Carnivora
Famili : Ursidae
Genus : Helarctos
Spesies : Helarctos malayanus

Beruang madu (Helarctos malayanus) adalah spesies beruang


terkecil di dunia dan salah satu yang paling sedikit dipelajari. Mereka
mendiami hutan tropis Asia Tenggara, mulai dari ujung timur India,
Bangladesh, melalui Burma, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam,
Malaysia dan pulau-pulau Sumatra dan Kalimantan (Fredriksson at al.,
2006).

Gambar 2. Beruang Madu


(Sumber: Wikipedia.com)

Strategi Beruang madu untuk mendapatkan makanan nya, yaitu


dengan berburu atau memanjat pepohonan untuk mendapatkan madu dari
sarang madu atau memangsa hewan lainnya (Pickard, 2000).
8

Beruang madu sangat menyukai madu, cara Beruang Madu ini


mengambil/ mendapatkan madu cukup unik dan berani. Setelah
menemukan sebuah sarang lebah dengan penciumannya yang tajam, ia
akan menghantamnya beberapa kali dengan kuku cakar pada kaki
depannya hingga sarang lebah tersebut rusak dan robek. Kalau sudah
begini lebah-lebah dalam sarang akan segera menyerang beruang. Namun
bulu tebal yang dimilikinya mampu melindungi tubuhnya dari sengatan
lebah-lebah itu hingga akhirnya pergi menjauh meninggalkan sarangnya.
Kemudian beruang bebas memakan larva lebah yang tertinggal dan
menjilati madunya dengan lahap hingga habis. Jadi, mereka dapat dengan
mudah mendapatkan madu tanpa masalah (Fredriksson at al., 2006).
Berdasarkan makanan kesuakaan beruang madu ini adalah
madu, kandungan yang dibutuhkan beruang madu ini meliputi ,Protein,
Karbohidrat, Serat, Kalsium. Fosfor Besi: . Natrium dan Kalium . Selain
madu yang menjadi makanan kegemarannya, beruang yang tergolong
hewan omnivora ini juga memakan buah-buahan, dedaunan, “umbut”
pohon kelapa, bagian yang lunak dari tanaman (termasuk rotan), dan
bahkan seringkali menjarah kebun-kebun sayuran, jagung, tebu ataupun
durian jika terdesak langkanya makanan di dalam hutan. Komponen
makanan yang berupa serangga juga sangat tinggi, seperti semut, rayap
dan larva serangga. Bahkan telur burung, tikus, cacing dan binatang kecil
lainnya juga menjadi santapannya (Pickard, 2000).

2.2. Herfetofauna (Komodo dan Tokek)

A. Komodo (Varanus Komodoensis)

Klasifikasi dan morfologi Komodo (Varanus Komodoensis),


Menurut Pieter Antonie Ouwens 1912 adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Reptilia
9

Bangsa : Squamata
Suku : Varanidae
Marga/Genus : Varanus
Spesies : Varanus komodoensis

Komodo adalah hewan karnivora yang memiliki ciri yang mudah


dikenali. Secara sekilas hewan ini mirip seperti biawak namun ukurannya
lebih besar dan panjang. Tubuh komodo dewasa diketahui memiliki
panjang hingga 3m dengan bobot lebih dari 100kg. Badan Komodo
panjang dan lebih besar dibandingkan kepalanya. Ukuran ekornya juga
sama panjang dengan tubuhnya. Komodo memiliki bentuk kepala
memanjang seperti kadal dengan mata kecil dan mulut sedikit
memanjang ke belakang. Kepala komodo jantan juga lebih besar dengan
bentuk sedikit membulat. Warna kulit komodo cokelat-kuning kehitaman
dan memiliki sisik kasar. Lapisan tersebut membuat kulit hewan ini
menjadi keras. Hewan ini memiliki 60 gigi yang tajam dan bergerigi
dengan panjang kurang lebih 2,5cm. Dalam organ mulutnya komodo
akan menghasilkan air liur yang bercampur darah karena giginya terlapisi
jaringan gusi. Jaringan tersebut berfungsi untuk menghancurkan
makanan. Hewan berukuran besar ini bisa tinggal didaerah yang sesuai
dengan kebutuhan hidupnya. Habitat komodo harus memiliki suhu antara
23-40 derajat kelembapan 45-75 persen. Pulau Komodo sebagai habitat
komodo yang telah dikenal luas di seluruh dunia nampaknya sedikit
membuat sebagian orang melupakan populasi kecil biawak komodo yang
berada di pulau-pulau wilayah Flores. Salah satu ahli komodo Indonesial,
populasi biawak komodo di pulau besar seperti halnya Pulau Komodo
justru lebih aman dibandingkan di pulau-pulau kecil yang telah
terfragmentasi oleh kehadiran manusia seperti halnya pulau-pulau di
Flores ( Andi Ariefiandy,2003)
10

Gambar 3. Komodo
(Sumber: liputan6.com)
a. Strategi makanan

Komodo memakan buruannya dengan cara mencabik potongan


besar dari daging, lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai
depannya menahan tubuh mangsanya, untuk mangsa berukuran kecil
hingga sebesar kambing, terkadang komodo langsung menghabiskannya
sekali telan. Air liur pada mulut komodo membantunya menelan
mangsanya (Paul dan Hogan, 2008).
Proses menelan tetap memerlukan waktu yang panjang, biasanya
15–20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo juga
memiliki Bisa pada air liurnya disamping itu air liur komodo juga
memiliki aneka bakteri mematikan lebih dari 28 bakteri gram negatif dan
29 gram positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri bakteri tersebut
menyebabkan siptekimia pada mangsanya. Jika gigitan komodo tidak
langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri,
umumnya mangsa yang tidak beruntung ini akan mati dalam waktu sehari
atau seminggu akibat infeksi, karena komodo kemungkinan kebal
terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari
molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan
manusia (Chris Matison, 1989)

b. Cara mendapatkan Makanannya


Komodo berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap
diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu
11

sudah dalam jangkauannya, komodo segera menyerangnya dengan


menggigit pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Akan tetapi sebelum
komodo mendapatkan mangsanya hewan ini menggunakann lidahnya
yang dapat merasakan bau mangsa, binatang mati atau sekarat pada jarak
hingga 9,5 kilometer. Akan tetapi komodo lebih suka makanan bangkai
(David Burnie, 2001)

c. Kandungan Makanan
Komodo adalah tergolong hewan karnivora yang memakan
binatang berukuran kecil dan besar sekalipun contohnya seperti
Kambing, rusa, babi dan lain sebagainya dengan pencernaan yang cukup
lama jadi kandungan makanan komodo adalah daging bahkan bangkai
manusia dan bangkai binatang (Diamond.J, 1987)

d. Makanan Komodo tidak dapat disubdtitusi

Daging dan bangkai adalah makanan utama dari hewan ini,


karena dia dikategorikan sebagai hewan karnivora bahkan dikenal hewan
kanibal.

B. Tokek (Gekko gecko)

Klasifikasi dan Morfologi Tokek (Gekko gecko) menurut


Linneaus, 1758, adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Sub ordo : Sauria

Famili : Gekkonidae

Genus : Gekko

Spesies : Gekko gecko


12

Tokek salah satu kerabat dekat cicak dan kadal, sekilas tokek
mempunyai banyak sekali kemiripan dengan kedua reptil tersebut. Hanya
saja jika dibanding cicak ukuran tubuhnhya jauh lebih besar. Bentuk mata
tokek merupakan salah satu ciri untuk membedakan spesies ini dengan
fauna dari rumpunnya. Tokek dikenal mempunyai mata yang sangat indah
dengan iris mengarah vertikal serta berwarna kuning terang. Iris dan warna
tersebut dipadukan lagi dengan ukuran mata yang tergolong besar. tubuh
tokek sebenarnya sangat mirip dengan cicak, yakni berukuran pendek,
gemuk, serta lebar. Akan tetapi ukuran tubuhnya lebih besar dengan
panjang badan mulai dari 17 sampai 23 cm. Panjang tubuh ini adalah
ukuran rata-rata tubuh tokek dan apabila hidup di tempat terik ukurannya
dapat semakin panjang. Tokek mempunyai jari kaki berjumlah lima, akan
tetapi pada beberapa kondisi dapat dijumpai tokek yang jari kakinya hanya
berjumlah empat. Hal ini merupakan kondisi abnormal akibat gangguan
pada lapisan embrional mesoderm yang terjadi pada masa pertumbuhan
embrio akibat adanya infeksi penyakit. Tepat di permukaan telapak kaki
tokek terdapat lapisan scansor yang berfungsi sebagai perekat, sehingga
satwa ini tidak akan jatuh saat menempel di dinding atau permukaan
vertikal. Sekalipun tokek terjatuh, maka kaki tersebut akan membantunya
untuk bisa mendarat secara sempurna. Kemampuan itu tidak hanya
diperoleh dari kaki tokek, melainkan juga dari ekornya yang disebut
sebagai kaki kelima. Keseimbangan yang dilakukan pada saat jatuh
sebenarnya juga disokong oleh ekor, karena selama proses jatuh tokek
akan melakukan manuver dengan ekornya sehingga bagian perutnya tepat
berada di bawah (Kurniati, 2003).

Gambar 4. Tokek
(Sumber: Kompas.com)
13

a. Strategi Makanan

Tokek mencari makanan ada yang disiang hari dan malam hari,
pergerakan tokek yang cepat dan lidah tokek yang panjang biasanya
digunakan untuk menangkap mangsa yaitu serangga kecil seperti
nyamuk, lebah, semut, kecoa, lalat dan lain sebagainya, lidah tokek yang
sangat lengket membuat hewan yang terjerat tidak akan bisa kemana
mana, selain digunakan untuk menangkap mangsanya tokek suka
menggunakan lidahnya untuk menjilat makanannya (Epilurahman, 2007)

b. Cara mendapatkan makanannya

Tokek mendapatkan mangsanya yaitu dengan berdiam diri atau


bergerak cepat dan melontarkan lidahnya yang panjang kearah
mangsanya sehingga mangsanya tidak bisa lari dari mulutnya,
keistimewaan tokek adalah dapat memutuskan ekornya apabila ada
mangsa yang lebih besar dari pada bentuk tubuhnya (De Roij, 1915)

c. Kandungan makanan

Makanan dari Tokek antara lain adalah serangga jadi kandungan


serangga adalah contohnya seperti jangkrik mengandung protein dan
lemakn serta omega 3, omega 6 dan omega 9 yang mampu
memaksimalkan pertumbuhan tokek (Mattison, 1992)

d. Makanan Tokek dapat disubstitusi

Selain serangga tokek juga dapat memakan ulat dan telur


contohnya seperti telur semut

2.3 Aves (Rangkong Gading dan Cenderawasih)

A. Rangkong Gading
Klasifikasi burung rangkong gading adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
14

Phylum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Coraciiformes
Famili : Bucerotidae
Genus : Rhinoplax Gloger
Species : Rhinoplax vigil

Rangkong gading mudah dikenali karena memiliki ukuran yang


besar dengan ekor tengah yang lebih panjang dari ekor lainnya sehingga
menyerupai pita. Panjang total berkisar antara 110-120 cm, jika ditambah
dengan panjang ekor tengah dapat mencapai 140-170 cm. Berat burung
jantan sekitar 3060 g dan betina antara 2610-2840 g (Kemp, 1995).
Berdasarkan spesimen yang tersimpan di Museum Zoologicum
Bogoriense – LIPI, ukuran rangkong gading adalah sebagai berikut:
panjang total sekitar 140 cm; panjang sayap antara 42-48 cm dengan
panjang sayap betina cenderung lebih pendek;panjang bulu ekor tengah
berkisar antara 60-77 cm dan panjang ekor samping sekitar 30-38 cm;
panjang paruh berkisar antara 16,2- 20,4 cm, sedangkan panjang gading
berkisar antara 7,3-9,4 cm. Berdasarkan pengukuran paruh untuk spesimen
yang ada di LIPI, paruh dan gading spesimen dari Sumatera cenderung
lebih panjang dibandingkan spesimen dari Kalimantan. Selain itu, Kemp
(1995) menyatakan volume paruh sekitar 24,3 mm3 dan volume balung
(casque) 5 mm3 . Proporsi berat di bagian kepala mencapai sekitar 11%
dari berat tubuh keseluruhan (Kemp, 2001).Bulu rangkong gading
didominasi warna hitam kecokelatan dan putih. Sayap berwarna hitam
dengan ujung putih, dengan penutup bulu sayap kecokelatan. Bulu dada
berwarna hitam, sedangkan dari perut bagian atas sampai ke penutup ekor
bawah warnanya putih. Punggung berwarna hitam, berangsur kecokelatan
sampai ke penutup bulu atas. Ekor samping berwarna putih dengan pita
hitam di sebelum ujungnya. Bulu ekor tengah berwarna abu kecokelatan
dan mendekati ujung ekor terdapat pita hitam, sedangkan ujung ekornya
15

berwarna putih. Pada bagian kepala, bulu dari bagian mahkota sampai
kepala belakang berwarna hitam. Bulu di sekitar mata berwarna coklat.
Bagian leher sampai punggung atas tidak berbulu.
Pada burung jantan, bagian leher ini berwarna merah, sedangkan
pada burung betina berwarna hijau kebiruan. Paruh dan gading berwarna
merah, kecuali gading bagian depan dan sekitar setengah paruh ke bagian
ujung yang berwarna kuning gading. Warna merah ini berasal dari kelenjar
uropygial yang disapukan pada saat melakukan “preening” (membersihkan
dan merapikan bulu). Balung (casques) rangkong pada umumnya
berongga kosongterkecuali untuk rangkong gading yang bagian depan
balungnya padat,terbentuk dari keratin dan tidak memiliki pembuluh darah
sehingga menjadi keras dan padat (Gamble, 2007; Kinnaird & O’Brien,
2007). Namun dibandingkan dengan gading gajah, balung rangkong
gading masih lebih lunak, sehingga lebih mudah untuk diukir menjadi
hiasan (Collar, 2015). Salah satu ciri khas dari rangkong gading yang tidak
dimiliki oleh jenis lainnya adalah suaranya yang keras menyerupai suara
tertawa gila (maniacal laugh). Suara yang dihasilkan merupakan deretan
nada/kata “HOOP” yang lambat dan semakin cepat ke “KE-HOOP”
selama 1-5 menit dan diakhiri dengan suara ‘tertawa’ “KA-KAKA-KA…”
dengan nada meninggi selama beberapa detik sebelum akhirnya berhenti
(Eaton et al., 2016). Frekuensi yang dihasilkan sekitar 500-1500 Hz,
sangat keras dan dapat terdengar sampai sejauh 3 km. Suara tersebut
diperkirakan dapat dikategorikan menjadi dua jenis, bagian pertama
ditujukan untuk menarik perhatian individu lain, sedangkan bagian kedua
untuk menunjukkan kemampuan fisiknya (Haimoff, 1987).
Persebaran rangkong gading mencakup Myanmar bagian selatan
(Tenasserim), Semenanjung Malaysia, pulau Sumatera dan pulau
Kalimantan. Sejumlah perjumpaan baru tercatat di Indonesia, yaitu di
Sumatera dan Kalimantan. Di Singapura spesies ini sudah dinyatakan
punah (secara lokal) sejak tahun 1950 (Kemp, 1995). Lokasilokasi tempat
persebaran rangkong gading memiliki curah hujan tahunan >3000 mm
16

(Kinnaird dan O’Brien, 2007). Rangkong gading diketahui hidup di hutan


primer yang hijau sepanjang tahun, khususnya di kaki pegunungan dengan
topografi bergelombang, namun spesies ini ditemukan pula hidup di
ketinggian 50 sampai 1500 mdpl dalam hutan bekas tebang pilih yang
cenderung masih alami ( Johns, 1988; Kemp et al., 2017). Tumbuhan-
tumbuhan dalam hutan tropis dataran rendah memiliki berbagai pola
pembuahan seperti semiannual, annual, dan supra-annual sehingga
sebagian pohon dapat berbuah bersamaan dan sebagian lain secara
musiman. Hal ini sangat penting bagi rangkong gading yang merupakan
pemakan buah karena pola tersebut dapat mempengaruhi kepadatan
populasinya (Kinnaird dan O’Brien, 2007). Berdasarkan penutupan hutan
tahun 2014 (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016),
diperkirakan terdapat sekitar 27,4 juta hektar hutan lahan kering primer
dan sekunder tersisa yang berpotensi sebagai habitat rangkong gading di
Sumatera dan di Kalimantan.
Jenis burung ini dilindungi menurut UU No. 5 Th 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan telah tercatat dalam
lampiran daftar jenis satwa dan tumbuhan liar dilindungi pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999. Selain itu
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008
tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018
memasukkan rangkong gading sebagai jenis prioritas dalam kelompok
rangkong.Dalam budaya Kalimantan, rangkong gading merupakan simbol
“Alam Atas” yaitu alam kedewataan yang bersifat maskulin. Rangkong
gading dipercaya oleh masyarakat dayak sebagai simbol keberanian,
pelindung dan jembatan antara roh leluhur dengan masyarakat dayak. Di
provinsi paling selatan Pulau Sumatera, rangkong gading memiliki nilai
budaya yang melambangkan keagungan dan kepemimpinan bagi
masyarakat pribumi Provinsi Lampung. Burung ini memiliki nama yang
berbeda di tiap daerah, ada yang menyebutnya Tajai (Dayak Iban), Tajak
(Dayak Orung Daan, Tamambaloh Apalin dan Dayak Taman), Tajakuh
17

(Dayak Bukat), Tukup/Taja (Dayak Punan), Tegong (Dayak Belangin),


Rangok (Dayak Kanayant/Ahe), Belangin (Dayak Kanayatn, Tantuguk
(Dayak Bekumpai Hulu), Holu (Dayak Meratus), Tekung (Dayak Wehea).

Gambar 5. Rangkong (Enggang) Gading


(Sumber: Kompasiana.com)
a. Strategi Makan
Semua jenis rangkong di Asia merupakan pemakan beragam buah
(Frugivorous) dan hewan-hewan kecil yang proporsinya dapat disesuaikan
pada musim berbiak (Poonswad et al., 1998). Rangkong gading adalah
pemakan utama buah ara/ficus. Di Sumatera diperkirakan 98% pakannya
berupa buah ara/ficus (Hadiprakarsa & Kinnaird, 2004), sedangkan di
Kalimantan spesies ini tercatat memakan buah lain dalam porsi yang
sangat kecil (Leighton, 1982).Ficus merupakan salah satu genera terbesar
di dunia. Diperkirakan lebih dari 100 spesies Ficus terdapat di Sumatera
(Whitten et al., 1999). Ficus yang bersifat hemiepiphytic atau beringin
pencekik (strangler figs) merupakan spesies yang dapat menghasilkan
hingga berjuta-juta buah ara dengan sifat berbuah yang asynchronous
(tidak serentak), dengan demikian bermanfaat sebagai sumberdaya pakan
penting bagi rangkong gading (Kinnaird & O’Brien, 2007).
18

b. Cara Mendapatkan Makanan


Ada beberapa cara yang dilakukan oleh enggang dalam mengambil
makanannya, yaitu mengungkit (levering), menggali (digging), mengejar
(chasing), menyambar (swooping), memungut (plucking), dan berburu
(hawking). Sebelum makanan ditelan, enggang akan memperlakukan
makanannya dengan cara menghancurkan (crushing), melumatkan
(softening), membawa (carrying), dan menelan (swallowing). Cara ini bisa
dilakukan berbarengan, disesuaikan dengan jenis makanannya.Makanan
utama burung rangkong adalah buah-buahan (Frugivorous). Menurut
Affandi & Winarni (2007), selain sebagai herbivora rangkong juga dapat
tergolong kedalam hewan omnivore yaitu pada waktu atau kondisi tertentu
burung rangkong akan menangkap binatang lainnya karena memasuki
wilayah teritorinya ataupun untuk memenuhi kebutuhan proteinnya ketika
keberadaan buah-buahan sedang menurun.Buah Ficus atau buah dari
kategori pohon beringin memang menjadi salah satu pemasok utama
sumber makanan rangkong gading karena dapat berbuah sepanjang tahun
di hujan tropis Indonesia (Kemp, 1995).Cara burung rangkong memakan
buah ada dua cara. Cara pertama dengan memasukkan dan melumat buah
dalam paruh atau mulut lalu mengeluarkan biji buah dan bagian lainnya
ditelan sedangkan cara kedua yaitu memakan atau menelan semua bagian
buah lalu mengeluarkan biji bersamaan dengan membuang kotoran, cara
kedua ini dilakukan jika memakan buah yang mempunyai karakter biji
yang tidak terlalu keras atau lembut (Kemp, 1995).Rangkong gading dapat
hidup bersama dengan enggang lainnya pada pohon Ficus yang sama.
Ukuran tubuh yang besar dan ekornya yang panjang membuat
rangkonggading menempati tajuk tertinggi di pohon Ficus (Hadiprakarsa
& Kinnaird, 2004).

c. Kandungan/Nutrisi Pada Makanan Rangkong Gading


Buah ara mengandung gula, lemak, protein, dan kaya serat. Selain
itu juga mengandung kalsium yang tinggi dibandingkan jenis buah lainnya
19

di hutan tropis Asia, sehingga sangat bermanfaat untuk pembentukan


cangkang telur, tulang, perkembangan asam nukleat, dan metabolisme
(Kinnaird & O’Brien, 2007; O’Brien et al., 1998).

d. Makanan Rangkong Gading dapat di Substitusi


Makanan burung rangkong gading dapat di substitusi, mengacu
pada bagian 1.2 burung rangkong gading dapat dikategorikan sebagai
hewan omnivora atau pemakan segala. Dimana rangkong akan menangkap
binatang lainnya karena memasuki wilayah teritorinya ataupun untuk
memenuhi kebutuhan proteinnya ketika keberadaan buah-buahan sedang
menurun.

B. Cendrawasih Kuning-Kecil
Klasifikasi burung cendrawasih kuning-kecil adalah sebagai
berikut.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Paradisaeidae
Genus : Paradisaea
Species : Paradisaea minor

Cenderawasih kuning kecil adalah salah satu jenis cendrawasih


yang mempunyai ukuran sedang dengan panjang sekitar 32 cm, dari
genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-
abu kebiruan dan mempunyai iris mata berwarna kuning. Burung jantan
dewasa mempunyai bulu di sekitar leher berwarna
hijau zamrud mengkilap, pada babak sisi perut terdapat bulu-bulu adunan
yang panjang berwarna dasar kuning dan putih pada babak luarnya. Di
ekornya terdapat dua buah tali ekor berwarna hitam. Burung betina
mempunyai ukuran semakin kecil dari burung jantan, mempunyai kepala
20

berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu
adunan.Cendrawasih kecil (Paradisaea minor Shaw, 1809) merupakan
jenis burung endemik dari famili Paradisaeidae yang hanya tersebar di
hutan Irian Jaya dan Papua Nugini. Burung ini ditemukan juga di Pulau
Misool, Provinsi Irian Jaya Barat dan di Pulau Yapen, Provinsi Papua.
Menurut Sukmantoro et al. (2007), Cendrawasih kecil tercantum dalam
IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) dengan kategori beresiko rendah (Least Concern), dan dalam
konvensi perdagangan internasional CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) cendrawasih kecil
terdaftar dalam Appendix II yaitu kelompok yang tidak terancam punah
namun akan terancam punah apabila perdagangan terusberlanjuttanpa
adanya pengaturan. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga memasukkan
burung ini kedalam salah satu satwa langka dalam daftar jenis satwa yang
dilindungi berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 Tahun 1999.

Gambar 6. Burung Cenderawasih Kuning-Kecil


(Sumber: news.detik.com)
a. Strategi Makan
Burung cendrawasih biasanya hidup di hutan tropis dataran rendah
dan memiliki ukuran yang bervariasi. Jenis makanan yang disukai burung
ini antara lain buah-buahan, biji-bijian dan serangga.Beehler (1983)
21

mendeskripsikan pakan cendrawasih di alam terbagi menjadi 3 kelompok


morfologi yaitu bentuk fig (F), seperti kurma, drupe (D), buah beri, dan
capsule (C) berbentuk kapsul yaitu Myristica sp, Aglaia sp, Sterculia sp.
Alhamid et al. (1993) dalam Buntu (2002) menyatakan bahwa pakan
burung cendrawasih kecil adalah jenis buah-buahan terutama jenis buah
berry, biji-bijian, serangga, dan ulat.

b. Cara Mendapatkan Makan

Biasanya burung cendrawasih menyukai untuk bertengger di


percabangan pohon besar yang ada di hutan. Ia mencari makan dengan
cara berpindah dari cabang ke cabang lainnya sambil melihat apakah ada
buah-buahan atau hewan kecil yang bisa dimakannya.

c. Kandungan/Nutrisi Pada Makanan Cendrawasih Kuning-Kecil


Seperti sudah dijelaskan pada poin a. Alhamid et al. (1993) dalam
Buntu (2002) menyatakan bahwa pakan burung cendrawasih kecil adalah
jenis buah-buahan terutama jenis buah berry, biji-bijian, serangga, dan
ulat.Sebagian besar buah berry mengandung antioksidan (vitamin A dalam
bentuk beta-karoten, vitamin C, dan E).

d. Makanan Rangkong Gading dapat di Substitusi


Makanan burung cendrawasih kuning-kecil dapat di
substitusi,burung cendrawasih kuning-kecil dapat dikategorikan sebagai
hewan omnivora atau pemakan segala. Dimana selain memakan buah-
buahan dan biji-bijian, burung cendrawasih kuning-kecil juga memakan
berbagai jenis hewan kecil ataupun serangga.

2.4 Insekta ( Walang Sangit dan Lebah Kelulut)

A. Walang Sangit (Leptocorisa acutaThunberg)


Klasifikasi hama walang sangit Leptocorisa acuta T. menurut
Kalshoven(1981) adalah sebagai berikut :
22

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Spesies : Leptocorisaacuta T.

Walang sangit (Laptocarisa acuta) adalah golongan serangga yang


bertipe alat mulut pencucuk dan penghisap. Serangga ini termasuk famili
Alydidae, ordo Hemiptera, makan dengan cara menusukkan alat mulutnya
yang berupa stylet dan kemudian menghisap cairan dari tanaman yang
dicucuknya (Yunus, 2015). Telur berbentuk oval dan pipih berwarna
coklat kehitaman, diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16
butir. Lama periode bertelur 57 hari dengan total produksi telur per induk
± 200 butir. Lama stadia telur 7 hari (Feriadi, 2015).
Nimfa berwarna kekuningan, kadang – kadang nimfa tidak terlihat
karena warnanya sama dengan warna daun. Stadium nimfa 17 – 27 hari
yang terdiri dari 5 instar (Tjahyono dan Harahap, 2003).
Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran
panjang sekitar 14 – 17 mm dan lebar 3 – 4 mm dengan tungkai dan
antenna yang panjang. Setelah menjadi imago serangga ini baru dapat
kawin setelah 4 – 6 hari,dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup
walang sangit antara 32 – 43 hari. Lama periode bertelur rata – rata 57 hari
sedangkan serangga dapat hidup rata – rata 80 hari (Asikin dan Thamrin,
2009). Serangga dewasa Leptocorisa acuta yang panas akan bersembunyi
di bawah kanopi tanaman pada siang hari. Serangga dewasa aktif terbang
dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi
pada sore atau malam hari (Feriadi, 2015)
Morfologi dan Biologi Serangga dewasa berbentuk ramping dan
berwarna coklat dengan ukuran panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4
23

mm dengan tungkai dan antena yang panjang. Perbandingan antara jantan


dan betina 1:1, setelah menjadi imago serangga ini baru dapat kawin.
Lama periode bertelur rata-rata 57 hari sedangkan walang sangit dapat
hidup selama rata-rata 80 hari (Ashikin dan Thamrin, 2008). Walang
sangit dikenal karena baunya yang busuk atau sangit, kalau digangu
walang sangit akan terbang sambil mengeluarkan bau yang berasal dari
abdomennya. Sekresi zat cair berbau tidak enak ini merupakan pertahanan
walang sangit terhadap serangan musuh (Devensive secretion) (Thanjono
dan Harahap, 1994).
Walang sangit mengalami metamorfosis sederhana yang
perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Walang
sangit bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-
rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur
berbentuk seperti cakram (bulat pipih) berwarna merah coklat gelap dan
diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 -
20 butir. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas
daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan pada
saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah diletakkan
sampai nimfa pertama muncul (Pratimi, 2011).

Gambar 7. Walang sangit


(Sumber: Kompas.com)
a. Strategi makanan
Walang sangit merupakan hama utama dari kelompok kepik
(Hemiptera) yang merusak tanaman padi di Indonesia. Hama ini merusak
24

dengan cara mengisap bulir padi fase matang susu sehingga bulir menjadi
hampa. Serangan berat dapat menurunkan produksi hingga tidak dapat
dipanen. Hama ini juga memiliki kemampuan penyebaran yang tinggi,
sehingga mampu berpindah ke pertanaman padi lain yang mulai memasuki
fase matang susu, akibatnya sebaran serangan akan semakin luas (Effendi
et al, 2010) . Walang sangit menyerang tanaman padi terutama dengan
merusak biji padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap cairan
susu dari biji padi pada waktu fase awal pembentukan biji. Alat
pengisapnya ditusukkan di antara dua kulit penutup biji padi ("lemma" dan
"palea") dan menghisap cairan susu dari biji yang sedang berkembang.
Nimfa lebih aktif daripada imago, tetapi imago dapat merusak lebih hebat
karena hidupnya yang lebih lama. Nimfa dan imago mengisap bulir padi
pada fase masak susu, selain itu dapat juga mengisap cairan batang padi.
Malai yang diisap menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman
(Kartoharjono et al, 2010).
Walang sangit mengisap cairan bulir padi dengan cara menusukkan
stiletnya. Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi menjadi mengecil
tetapi jarang yang menjadi hampa karena walang sangit tidak dapat
mengosongkan seluruh isi biji yang sedang tumbuh. Jika bulir yang
matang susu tidak tersedia, walang sangit juga masih dapat menyerang
atau menghisap bulir padi yang mulai mengeras dengan cara
mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat. Dalam prosesnya
walang sangit mengkontaminasi biji dengan mikroorganisme yang dapat
mengakibatkan biji berubah warna dan rapuh. Kerusakan dalam fase ini
lebih bersifat kualitatif. Pada proses penggilingan, bulir-bulir padi akan
rapuh dan mudah patah (Willis, 2001).
Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna cokelat, berukuran
panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm (Syaiful dan M. Thamrin,
2016). Hewan ini berwarna coklat kelabu atau hijau, berkaki panjang dan
memiliki "belalai" (proboscis) untuk menghisap cairan tumbuhan. Walang
sangit dewasa berbentuk lebih besar dari pada nimfa tetapi masih
25

berbentuk ramping dengan kaki dan antena yang panjang. Walang sangit
adalah anggota ordo Hemiptera (bangsa kepik sejati). Serangga ini
mengeluarkan aroma yang menyengat hidung (sehingga dinamakan
"sangit"). Sebenarnya tidak hanya walang sangit yang mengeluarkan
aroma ini, tetapi juga banyak anggota Alydidae lainnya (Wikipedia, 2014).
Serangga anggota Hemiptera adalah omnivora yang berarti mengonsumsi
hampir segala jenis makanan mulai dari cairan tumbuhan, biji-bijian,
serangga lain, hingga hewan-hewan kecil seperti ikan (Wikipedia, 2015).
Selain itu, walang sangit juga tertarik pada bahan organik yang
membusuk.
b. Cara mendapatkan makanan
Walang sangit mulai tertarik pada pertanaman padi sejak padi
memasuki masa reproduktif karena pada masa itu tanaman mengeluarkan
senyawa volatil yang dapat ditangkap oleh walang sangit sebagai sinyal
sumber makanan. Jumlah populasi walang sangit meningkat seiring
perkembangan masa generatif padi dan puncak peningkatan populasi
terjadi pada fase masak susu, kemudian populasi mengalami penurunan
pada fase masak penuh dan masak kuning. Populasi walang sangit
meningkat pada fase masak susu karena makanan selalu tersedia sejak
awal masa reproduktif sampai pada fase masak susu. Ketersediaan
makanan yang cukup sehingga memungkinkan walang sangit untuk
tumbuh dan berkembangbiak. Menurut Van den Berg dan Soehardi (2000)
populasi walang sangit umumnya meningkat pada saat munculnya malai
dan kepadatan populasi tertinggi terjadi selama fase pembungaan dan fase
masak susu.
Setelah fase masak susu populasi walang sangit berkurang karena
ketersediaan makanan menjadi berkurang akibat dari pengerasan cairan
bulir padi. Walang sangit sudah tidak mampu mengkonsumsi cairan yang
mengeras sehingga menyebabkan walang sangit bermigrasi menuju areal
yang terdapat sumber makanan karena kebiasaan hama khususnya walang
sangit selalu mencari dan berkumpul pada suatu tempat yang memiliki
26

ketersedian makanan yang cukup untuk tumbuh dan berkembangbiak hal


ini sesuai dengan pendapat Sidim (2009) bahwa populasi hama walang
sangit meningkat karena makanan yang cukup tersedia untuk
perkembangannya.
Tingginya populasi walang sangit pada periode kritis (fase berbunga
sampai masak susu) pada tanaman padi mengakibatkan tingkat serangan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan serangan pada fase lanjut (masak
penuh sampai masak kuning) karena pada periode kritis walang sangit
dapat memakan semua bulir padi yang masih cair yang mengakibatkan
bulir padi benar-benar hampa, hal ini sejalan dengan pendapat Angraini,
dkk. (2014) bahwa persentase tingkat serangan walang sangit dipengaruhi
oleh umur dan bagian tanaman padi yang diserang.

c. Kandungan Makanan
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan penting,
karena menjadi makanan pokok penduduk Indonesia.Padi (Oryza sativa)
termasuk tanaman pangan berupa rumput-rumputan yang berasal dari
benua Asia dan Afrika Barat. Padi mengandung karbohidrat dan gizi yang
cukup bagi tubuh manusia. Didalamnya terkandung bahanbahan yang
mudah diubah menjadi energi (Manurung, 2012).
Dari beberapa literatur menyebutkan bahwa ketertarikan serangga
terhadap warna merupakan perilaku serangga di alam. Pendekatan
terhadap perilaku serangga dapat dijadikan acuan dasar penelitian. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk memberi daya tarik serangga terhadap
warna. Salah satunya adalah dengan memasang kertas warna-warni yang
diberikan perekat. Warna media yang digunakan harus dapat memberi
pantulan cahaya atau adanya zat penarik (Sihombing et al, 2013).
Ketertarikan serangga terhadap warna disebabkan pemantulan cahaya ke
segala arah dan banyak serangga pemakan tumbuhan menanggapi positif
pola pantulan cahaya dari tanaman inang, dan tanggapan ini bisa sangat
spesifik. Menurut Prokopy and Owens, 1983., in Blackmer et al., (2008)
27

substrat yang memantulkan cahaya secara maksimal antara 500 dan 580
nm
Dugaan lain mengenai tingginya persentase serangan, diakibatkan
karena kandungan nitrogen dan kandungan air pada sel-sel, Jaringan pada
organ daun tanaman sehingga memberikan daya tarik dan rangsang khusus
sebagai pola aksi tetap serangan larva C. pavonana (Pelealu, 2004).
Keberadaan nitrogen didalam jaringan tumbuhan tidaklah berlimpah.
(Ross, 1980). Kandungan nitrogen dalam jaringan tumbuhan tergolong
rendah. Sebagian besar nitrogen tersedia dalam bentuk inorganik yang
tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh serangga (Schoonhoven et.al.,
1998).
1.4 Makanan walang sangit tidak dapat disubsitusi
Hama ini juga memiliki kemampuan penyebaran yang tinggi, sehingga
mampu berpindah ke pertanaman padi lain yang mulai memasuki fase
matang susu, akibatnya sebaran serangan akan semakin luas (Effendi et al,
2010) . Walang sangit menyerang tanaman padi terutama dengan merusak
biji padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap cairan susu dari
biji padi pada waktu fase awal pembentukan biji. Alat pengisapnya
ditusukkan di antara dua kulit penutup biji padi ("lemma" dan "palea") dan
menghisap cairan susu dari biji yang sedang berkembang.
Walang sangit mengisap cairan bulir padi dengan cara menusukkan
stiletnya. Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi menjadi mengecil
tetapi jarang yang menjadi hampa karena walang sangit tidak dapat
mengosongkan seluruh isi biji yang sedang tumbuh. Jika bulir yang
matang susu tidak tersedia, walang sangit juga masih dapat menyerang
atau menghisap bulir padi yang mulai mengeras dengan cara
mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat. Dalam prosesnya
walang sangit mengkontaminasi biji dengan mikroorganisme yang dapat
mengakibatkan biji berubah warna dan rapuh. Kerusakan dalam fase ini
lebih bersifat kualitatif. Pada proses penggilingan, bulir-bulir padi akan
rapuh dan mudah patah (Willis, 2001).
28

B. Lebah Kelulut (Heterotrigona itama)


Lebah Heterotrigona itama merupakan serangga yang hidup
berkelompok dan membenuk koloni. Lebah jenis Heterotrigona termasuk
golongan stingless bee yaitu golongan lebah yang menggigit namun tidak
memiliki sengat. Lebah ini mudah dijumpai di daerah tropis dan subtropics
di Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia Tenggara. Menurut
Sihombing (2005) penggolongan zoologis dari Heterotrigona adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Artrhropoda
Kelas : (Hexapoda)
Ordo : Hymenoptera
Famili : Apidae
Genus : Heterotrigona
Spesies : Heterotrigona itama

Ada beberapa jenis Heterotrigona di Indonesia diantaranya T.


laeviceps, T. apikalis, T. minangkabau, T. itama dan sebagainya,
sedangkan penyebaran Heterotrigona di Indonesia sangat beraneka ragam,
di Sumatra ada sekitar 31 jenis, di Kalimantan ada 40 jenis, di Jawa 14
jenis, di Sulawesi ada 3 jenis. Setiap koloninya terdiri atas 300- 80.000
ribu ekor (Siregar et al., 2011). Jumlah madu yang dihasilkan jenis
Heterotrigona lebih sedikit dibandingkan lebah penghasil madu jenis Apis
dan lebih sulit dipanen dari sarangnya, namun jumlah propolisnya lebih
banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain (Singh, 1962).
Ciri-ciri Morfologi; lebah heterotrigona berwarna hitam dan berukuran
kecil, dengan panjangtubuh antara 3-4mm, serta rentang sayap 8 mm.
Lebah pekerja memiliki kepala besar dan rahang panjang. Sedang lebah
ratu berukuran 3-4 kali ukuran lebah pekerja, perut besar mirip laron,
berwarna kecoklatan dan mempunyai sayap pendek. Lebah ini tidak
mempunyai sengat (stingless bee). Dalam kehidupan dan
29

perkembangannya lebah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan,


meliputi suhu, kelembaban udara, curah hujan dan ketinggian tempat.
Lebah Heterotrigona itama, merupakan serangga yang hidup
berkelompok dan membentuk koloni. Lebah jenis Heterotrigona termasuk
golongan stingless bee yaitu golongan lebah yang menggigit namun tidak
memiliki sengat, biasanya membuat sarang di dalam lubang pohon, celah
dinding atau lubang bambu di dalam rumah. Propolis merupakan produk
yang dihasilkan oleh serangga (lebah madu). Lebah menghasilkan
beberapa produk seperti madu, royal jeli, polen dan propolis. Propolis
merupakan bahan resin yang melekat pada bunga, pucuk dan kulit kayu.
Sifatnya pekat, bergetah, berwarna cokelat kehitaman mempunyai bau
yang khas, dan rasa pahit.

Gambar 8. Lebah Kelulut


(Sumber: Borneo24)
a. Strategi makan
Madu lebah trigona atau kelulut dilaporkan memiliki kandungan
antioksidan tinggi karena memiliki fenolik total tinggi (da Silva et al.,
2013). Berbeda dengan madu yang banyak dijumpai di pasaran, madu
kelulut memiliki cita rasa lebih masam dan kadar air yang lebih tinggi.
Standar mutu madu kelulut di Indonesia baru dikeluarkan pada tahun
2018 berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) 8664, tentang madu.
Standar sebelumnya hanya mencakup mutu madu dari lebah Apis.
30

b. Mencari Makanan
Kelulut mencari nektar (sari bunga) untuk menghasilkan madu, nektar
merupakan cairan manis kaya dengan gula yang diproduksi bunga dari
tumbuhan sewaktu bunga mekar untuk menarik kedatangan hewan
penyerbuk salah satunya kelulut, selain menghasilkan madu kelulut juga
menghasilkan bee pollen (serbuk sari lebah) yang berasal dari gabungan
serbuk sari tanaman yang dikumpulkan lebah serta nektar tanaman dan air
liur lebah, ketiga bahan membentuk butiran halus yang disimpan di dalam
kantung kaki lebah (Sihombing, 2005). Pada waktu matahari terbit sampai
pukul 08:00 bunga banyak yang mengeluarkan nektar sehingga pada
waktu tersebut terlihat banyak lebah yang mencari nektar, sedangkan pada
siang hari yang panas nektar sudah tidak ada karena menguap, sehingga
lebah lebih banyak mencari polen, dan mulai mencari lagi dari pukul 17:00
sampai menjelang malam.
Heterotrigona itama lebih banyak mencari makan pada pagi hari
dibandingkan dengan sore hari. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari. Ukuran tubuh juga mempengaruhi jarak terbang lebah mencari
makanan. Makin besar tubuh lebah, maka makin jauh jarak terbangnya.
Heterotrigona itama dengan ukuran 5mm mempunyai jarak terbang sekitar
600m (Hasanudin, 2014). Lebah Heterotrigona itama memiliki jumlah
madu yang lebih sedikit dan lebih sulit dickstrak, namun jumlah propolis
yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain (Singh,
1962).Strata lebah pekerja merupakan strata yang jumlahnya paling
banyak dalam satu koloni yaitu sekitar 20.000 90.000 lebah. Lebah pekerja
mencari sumber nektar pada waktu pagi dan sore hari (Sihombing, 2005).

c. Kandungan makanan
Lebah madu sangat membutuhkan pakan yang mengandung
karbohidrat, protein, vitamin, mineral, air dan lain-lain untuk
kehidupannya. Pakan tersebut sangat penting untuk perkembangan koloni.
perawatan ratu, peningkatan produksi selur dan produksi modu. Sumber
31

karboholrat sebagian besar diperoleh dan nektar sedangkan sumber protein


(diperoleh dari polen (Sulthoni, 1986)
Lebah pekerja mencari bunga yang memiliki nektar dengan kandungan
gula yang tinggi seperti tanaman yang kaya akan Protein, Vitamin dan
Karbohidrat. Lebah ini akankeberadaan sumber nektar pada lebah lain
dalam koloninya dengan menggunakan suatu tarian.
Jenis lebah Heterotrigona itama menandai sumber makanannya
dengan menggunakan feromon dari kelenjar mandibular yang dikenali
oleh lebah lain dalam satu koloni, Umur lebah pekerja sekitar 35 – 42 hari
(Lamerkabel, 2007).
Nektar adalah suatu senyawa kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar
nectarifer tanaman dalam bentuk larutan gula dan konsentrasi yang
bervariasi. Komponen utama pada nektar adalah sukrosa, fruktosa dan
glukosa disamping terdapat juga rat-zat lainnya seperti maltose, melibiosa,
refinosa, serta turunan karbohidrat lain. Selain dari zat gula, nektar juga
mengandung protein, garanmineral dan vitamin-vitamin (Winamo, 2000)
Nektar mengandung air dari 40 sampai 60% karena itu kadang-kadang
tiga perempat dari beratnya arus dikeluarkan atau dibuang sampai menjadi
madu. Hal ini dilakukan dengan cara mengangkut setiap tetes nektar dan
satu ruang keruang lainnya sehingga sebagian air teruapkan, yaitu dengan
cara pengisapan oleh sayap-sayap lebah yang dapat mengur ventilasi
sehingga kadar sir turan 15-20% (Winamo: 2000).
Sebagian besar energi yang diperlukan oleh lebah madu berasal dari
nektar yaitu semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nektar
tumbuhan. Nektar kaya akan berbagai bentuk karbohidrat (3-87%) seperti
fruktosa, sukrosa, dan glukosa. Selain karbohidrat juga mengandung
sedikit senyawa-senyawa nitrogen seperti asam amino, amida-amida,
vitamin-vitamin, senyawa-senyawa aromatic dan juga mineral-mineral
(Sihombing. 2005).
Polen adalah tepung sari bunga yang merupakan bahan halus seperti
bubuk dengan warna kekuning-kuningan dan terdapat dari ujung sari
32

bunga. Bahan ini mengandung semua unsur yang diperlukan oleh


tumbuhan maupun hewan berupavitamin, enzim dan hormon. Tepung sari
dibersihkan terlebih dahulu dengan kaki lebah lalu disimpan dalam
keranjang khusus. Di dalam sarang, tepung saridisimpan dalam sel
penyimpanan. Letak penyimpanan tepung sari berada dekat larva sehingga
mudah dalam pemberian larva lebah. Larva inilah yangmenghasilkan
sebagian besar persediaan tepung sari. Tepung sari mengandung zatprotein
yaitu zat nutrisi yang diperlukan untuk membentuk otot lebah dan juga
mempengaruhi tingkat pembiakan dan masa hidup lebah (Sarwono.2007)
Polen atau tepung sari bunga adalah bagian dari anther bunga yang
berbentuk butiran atau serbuk halus. Lebah madu mempunyai alat dan cara
khas untuk mengumpulkan dan membawa polen dalam bentuk pellet yaitu
polen13 disimpan dalam keranjang polen yang terletak di kaki belakang
lebah pekerja (Pusat Perlebahan APIARI Pramuka, 2003).
Sihombing (2005), mengemukakan bahwa polen dimakan oleh lebah
madu terutama sebagai sumber protein dan lemak, dan sedikit karbohidrat
dan mineral. Kandungan protein besarnya bervariasi antara 8-40%, rata-
rata 23 % dan mengandung semua asam-asam amino essensial.

d. Makanan Heterotrigona itama tidak dapat disubsitusi


Bunga yang mengandung serbuk sari dan nektar merupakan
sumbermakanan dari lebah. Serbuk sari dan nektar merupakan bahan
makanan yang penting untuk lebah (Carlos et al., 1995). Nektar memiliki
kandungan karbohidrat dalam bentuk gula, sedangkan polen memiliki
kandungan protein, lemak, vitamin dan mineral (Crane, 1980 Sanford,
2001). Kelebihan makanan yang dikoleksi dari lingkungan akan disimpan
di dalam satangnya dalam bentuk madu dan royal jelly Bahan-bahan ini
akan digunakan dalam pemeliharaan larva dan ratu serta digunakan pada
saat lebah pekerja tidak dapat keluar untuk mencari makan atau sumber
makanan di luar sudah terbatas (Tarumingke dan Coto, 2003).
33

Ketersediaan pakan lebih secara berkesinambungan yang


mampumenghasilkan nektar dan tepung sari sangat menentukan
keberhasilan usaha ketersedian pakan lebah secara berkesinambungan
yang mampu menghasilkan nektar dan tepung sari sangat menentukan
keberhasilan usaha perlebahan (Sulthoni, 1986).Oleh karena itu segala
usaha yang diarahkan untuk menghasilkan sumber sumber pakan lebah
yang dapat tersedia terus menerus sepanjang tahun menjadi suai usaha
yang sangat penting.
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari laporan praktikum mata kuliah ekologi satwa liar adalah
sebagai berikut.

1. Strategi berang-berang untuk mendapatkan makanan, yaitu dengan cara


berburu. Cara mendapatkan makanannya yaitu dengan menyelam. Dengan
menggunakan kaki berselaputnya, yang telah beradaptasi dengan baik
untuk berenang, berang-berang dapat menyelam lebih dari 200 kaki dan
bertahan di bawah air hingga 5 menit. Berang-berang laut bisa merasakan
mangsa menggunakan kumisnya. Cara berburunya unik. Ia akan
menceburkan dirinya ke kolam. Lalu mengacak-acak kolam. Akibatnya
ikan yang ada di dalamnya mabuk dan lemas. Sesudah ikan tak berdaya
barulah ia menangkapnya.
2. Beruang madu sangat menyukai madu, cara Beruang Madu ini
mengambil/ mendapatkan madu cukup unik dan berani. Setelah
menemukan sebuah sarang lebah dengan penciumannya yang tajam, ia
akan menghantamnya beberapa kali dengan kuku cakar pada kaki
depannya hingga sarang lebah tersebut rusak dan robek.
3. Komodo memakan buruannya dengan cara mencabik potongan besar dari
daging, lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan
tubuh mangsanya, untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing,
terkadang komodo langsung menghabiskannya sekali telan. Air liur pada
mulut komodo membantunya menelan mangsanya.
4. Tokek mencari makanan ada yang disiang hari dan malam hari, pergerakan
tokek yang cepat dan lidah tokek yang panjang biasanya digunakan untuk
menangkap mangsa yaitu serangga kecil seperti nyamuk, lebah, semut,
kecoa, lalat dan lain sebagainya, lidah tokek yang sangat lengket membuat
hewan yang terjerat tidak akan bisa kemana mana, selain digunakan untuk
menangkap mangsanya tokek suka menggunakan lidahnya untuk menjilat
makanannya.
5. Rangkong gading adalah pemakan utama buah ara/ficus. Di Sumatera
diperkirakan 98% pakannya berupa buah ara/ficus (Hadiprakarsa &
Kinnaird, 2004), sedangkan di Kalimantan spesies ini tercatat memakan
buah lain dalam porsi yang sangat kecil.
6. Burung cendrawasih biasanya hidup di hutan tropis dataran rendah dan
memiliki ukuran yang bervariasi. Jenis makanan yang disukai burung ini
antara lain buah-buahan, biji-bijian dan serangga.Pakan cendrawasih di
alam terbagi menjadi 3 kelompok morfologi yaitu bentuk fig (F), seperti
kurma, drupe (D), buah beri, dan capsule (C) berbentuk kapsul yaitu
Myristica sp, Aglaia sp, Sterculia sp. Pahwa pakan burung cendrawasih
kecil adalah jenis buah-buahan terutama jenis buah berry, biji-bijian,
serangga, dan ulat.
7. Walang sangit merupakan hama utama dari kelompok kepik (Hemiptera)
yang merusak tanaman padi di Indonesia. Hama ini merusak dengan cara
mengisap bulir padi fase matang susu sehingga bulir menjadi hampa.
Walang sangit mengisap cairan bulir padi dengan cara menusukkan
stiletnya.
8. Kelulut mencari nektar (sari bunga) untuk menghasilkan madu, nektar
merupakan cairan manis kaya dengan gula yang diproduksi bunga dari
tumbuhan sewaktu bunga mekar untuk menarik kedatangan hewan
penyerbuk salah satunya kelulut.

3.2 Saran

Penulis menyadari masih ada banyak kekurangan dalam penulisan laporan


ini diakibatkan keterbatasan waktu dan juga literatur yang ada. Untuk itu, penulis
sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk laporan ini.
Selain itu, saran yang dapat penulis sampaikan kepada praktikan selanjutnya agar
dapat mencari strategi dan makanan dari satwa baik mamalia, herfetofauna, aves,
insekta bahkan di luar dari keempat ini dan jenis-jenis yang ada pada laporan ini
untuk menambah wawasan dan pemahaman kita terhadap satwa jenis lain
khususnya spesies endemic daerah Indonesia. Dengan demikian, kita berharap
lebih mengenal sehingga tidak ada satupun dari keanekaragaman satwa ini yang
terhilang atau punah karena kurangnya pemahaman dalam pengelolaannya.
DAFTAR PUSTAKA

AlHamid H, Maturbolongs L, Wanggai Y. 1993. Habitat, Makanan dan Bermain


Burung Cendrawasih Kecil (Paradisae Minor Minor Shaw) Di
Cagar Alam Pegunungan Arfak. Jurnal Penelitian Kehutanan
Kehutanan 1(2).

Anggraini S., Herlinda S., Irsan C., Umayah A. 2014. Serangan Hama Wereng
dan Kepik Pada Tanaman Padi di Sawah Lebak Sumatra Selatan.
Prosiding seminar nasional lahan sub optimal 2014. Universitas Sriwijaya.
Asmoro, P.B., Melisch, R. & L.Kusumawardhani.1994. Hubungan Antara
BerangBerang dengan Manusia. Prosiding Simposium Pertama
mengenai BerangBerang di Indonesia. Bogor : PHPA- AWB. Hlm. 63-
73.

Beehler B, Pratt TK, Zimberman DA. 2001. Burung Burung di Kawasan Papua.
Bogor (ID): LIPI Puslitbang Biologi.

Buntu E. 2002. Tingkat kesukaan burung cenderawasih (Paradisaea sp) terhadap


beberapa jenis pakan di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak
[skripsi]. Manokwari (ID): Univeritas Negeri Papua

Burness G, Diamond J, Flannery T (2001). "Dinosaurs, dragons, and dwarfs:


the evolution of maximal body size". Proc Natl Acad Sci U S A. 98 (25):
14518–23.

Burnie, David (2001). Animal. New York, New York: DK Publishing, Inc. hlm.
417,420. ISBN 0-7894-7764-5.

Chris Mattison, (1989 & 1992). Lizards of the World (Of the World). New
York:Facts on File. hlm. pp. 16, 57, 99, 175.

Collar, N. 2015. Helmeted Hornbills Rhinoplax vigil and the ivory trade: the crisis
that came out of nowhere. Birding ASIA 24:12-17.
De Rooij, N. 1915. The Reptiles of The Indo-Australian Archipelago I.
Lacertilia,Chelonia, Emydosauria. E.J. Brill. Leiden

Diamond, J (1987) "Did Komodo dragons evolve to eat pygmy elephants?"


Nature 326(6116): 832-832

Eaton, J. A., S. van Balen, N. W. Brickle, and F. E. Rheindt 2016. Birds of the
Indonesian Archipelago : greater Sundas and Wallacea. Lynx

Effendi T.A., R. Septiadi, A. Salim dan A. Mazid. 2010. Entomopathogenic fungi


from the lowland soil of south Sumatera Selatan and their potential as
biocontrol agents of stink bugs (Leptocorisa oratorius (F).J HPT Tropika,
10 (2): 161p.

Eprilurahman, R. 2007. Keanekaragaman Anggota Subordo Lacertilia di Taman


Nasional Gunung Merapi (Plawangan-Turgo), Daerah Istimewa
Yogyakarta. Laporan penelitian TP3F. Fakultas Biologi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Fredriksson, G.M., Wich, S.A., Tresno., 2006. Frugivory in sun bear (Helarctos
malayanus) is linked to El Nino-related fluctuation in fruiting
phenology, East Kalimantan, Indonesia. Biological Journal of the
Linnean Society, 89:489-508.

Gamble, C. K. 2007. Internal Anatomy of the Hornbill Casque Described by


Radiography, Contrast Radiography, and Computed Tomography.
Journal of Avian Medicine and Surgery 21:38-49

Haimoff, E. H. 1987. A spectrographic analysis of the loud calls of Helmeted


Hornbills Rhinoplax vigil. Ibis 129:319-326.

Hasan, A. W. M. N. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Madu


Lebah Heterotrigona Itama di Rumah Kompos Uin Jakarta (Bachelor's
thesis, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Hasanudin, Situmorang. 2014, Morfologi dan Anatomi Lebah. Penebar Swadaya.
Jakarta
http://kk.sttbandung.ac.id/id3/1-3042-2940/Cenderawasih-Kuning-
Kecil_96402_kk-sttbandung.html, diakses pada 12/12/2021 23:59 WIB

http://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/SRAK%20Rangkong%20Gading_Publi
shed.pdf, diakses pada 12/12/2021 22:25 WIB

https://jenis.net/burung-cendrawasih/, diakses pada 12/12/2021 00:11 WIB

https://rangkong.org/enggang-di-indonesia/rangkong-gading, diakses pada


12/12/2021 22:23 WIB

Huda M, Jabang N, Wilson N, Hanif F, Aadean. 2017. Upaya Penggunaan


Metode Telemetri untuk Penelitian Berang-Berang Cakar Kecil (Aonyx
cinereus) di Area Persawahan. Jurnal Bio Universitas Andalas. 5(1): 6-
15.

Johns, A. D. 1988. Effects of ” selective” timber extraction on rain forest structure


and composition and some consequences for frugivores and
folivores. Biotropica:31-37.

Kartoharhardjono A., Kertoseputro, D., dan Suryana, T. 2010. Hama Padi


Potensial dan Pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Padi. 440p.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Statistik Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015 in Pusat Data dan
Informasi - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, editor.

Kemp, A. C., C. J. Sharpe;, and P. Boesman. 2017. Helmeted Hornbill (Rhinoplax


vigil) in J. del Hoyo, A. Elliot, J. Sargatal, D. A. Christie, and E. de
Juana, editors. Handbook of the Birds of the World Alive. Lynx Edicions,
Barcelona.

Kinnaird, M., and T. G. O’Brien 2007. The Ecology and Conservation of Asian
Hornbills: Farmers of the Forest. The University of Chicago Press.
Kurniati, H. 2003. Amphibian & Reptiles of Gunung Halimun National Park
West Java, Indonesia (Frog, Lizard and Snakes): An Illustrated Guide
Book.. Research Center for Biology (LIPI) and Nagao Natural
Environment Foundation (NEF). Cibinong

Lamerkabel, J.S.A, 2007. LaporanPerkembangan Lebah Madu Di Provinsi


Maluku (Laporan Tahunan Asosiasi Perlebahan Indonesia). Ambon.

Mattison, C. 1992. Lizards of The World. Blandford. London

Maulana, H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Propolis Lebah


Heterotrigona Itama Di Rumah Kompos Uin Jakarta (Bachelor's thesis,
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Paputungan, A. N., Pelealu, J., Kandowangko, D. S., & Tumbelaka, S. (2020,
October). Populasi Dan Intensitas Serangan Hama Walang Sangit
(Leptocorisaoratorius) Pada Beberapa Varietas Tanaman Padi Sawah Di
Desa Tolotoyon Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. In CocoS (Vol.
6, No. 6).

Pickard, J., 2000. Pre-and post-partum behaviour of a female Malayan sun


bear at Wellington Zoo. International Zoo News, 47 (5): 284-296.
2000. ISSN: 0020-9155

Samosir, D. W. (2018). Uji Tipe dan Ketinggian Perangkap untuk Mengendalikan


Walang Sangit Leptocorisa acuta Thunberg.(Hemiptera: Alydidae) pada
Padi Sawah di Kelurahan Pematang Marihat Kecamatan Siantar
Marimbun.
Sidim, F. 2009. Penyebaran Hama Walang sangit Leptocorisa oratorius F.
(Hemiptera ; Alydidae) Pada Tanaman Padi di Kabupaten Minahasa.
Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado.
Sihombing DTH. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadja Mada University Press,
Yogyakarta.
Singh, S. 1962. Bee Keeping in India. Indian Council Agricultural Research, New
Delhi.
Siregar, H. C. H. A. M. Fush, and Y. Octaviany. 2011. Propolis Madu Multi
kasiat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sukmantoro W, Irham M, W. Novarino, E Hasudungan,N. Kemp, M. Muchtar.
2007. Daftar Burung Indonesia no.2. Bogor (ID): Indonesian
Ornithologists.

Van Den Berg.H., Soehardi. 2000. The Influence of The Rice Bug (Leptocorisa
oratorius F) On Rice Yield. Journal Of Applied Ecology. 37:959-970.
Willis, M. 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut.
Monograf . Badan Litbang Pertanian. Balittra. Banjarharu.

Anda mungkin juga menyukai