Kelompok 7 :
Kelas A
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas sintesis makalah ini dengan tepat waktu tanpa
adanya halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Vica Dian Aprelia Resti, M.Pd. dan
Liska Berlian M.Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Keanekaragaman Hayati yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan sintesis makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan sintesis makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................... i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
organisme. Sebagai contoh, spesies adalah kelompok organisme yang memiliki karakteristik
yang sama dan dapat menghasilkan keturunan yang subur. Sementara itu, filum adalah
kelompok organisme yang memiliki ciri-ciri dasar yang sama, seperti adanya tulang
belakang pada hewan vertebrata.Dalam total, terdapat lebih dari 60.000 spesies hewan
vertebrata yang telah diidentifikasi hingga saat ini, dan keanekaragaman hayati ini
memberikan sumbangan penting terhadap keberlangsungan ekosistem di seluruh dunia.
Salah satu permasalahan konstektual yang berkaitan dengan kelompok hewan
vertebrata di Provinsi Banten adalah terjadinya degradasi hutan mangrove, yang
mengancam keberlangsungan hidup banyak spesies hewan, termasuk Pisces, Amfibia dan
Reptilia yang menghuni habitat tersebut. Hutan mangrove merupakan lingkungan yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup banyak spesies hewan, karena menyediakan tempat
untuk mencari makan, berlindung, dan berkembang biak.
Degradasi hutan mangrove di Provinsi Banten terjadi akibat berbagai aktivitas
manusia seperti penangkapan ikan secara berlebihan, pembukaan lahan untuk kegiatan
pertanian dan perkebunan, serta pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan.
Kegiatan-kegiatan tersebut mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, sehingga
menyebabkan hilangnya tempat berlindung dan makan bagi hewan yang hidup di dalamnya.
Akibat degradasi hutan mangrove, banyak spesies hewan seperti ikan bandeng
(Chanos chanos), kodok sawah (Fejervarya limnocharis) dan ular bakau (Cerberus
myyuchopus), mengalami penurunan populasi. Selain itu, degradasi hutan mangrove juga
berdampak negatif pada manusia, misalnya melalui kerusakan infrastruktur, bencana banjir,
dan ancaman terhadap kesehatan akibat polusi.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya pelestarian dan rehabilitasi hutan mangrove di
Provinsi Banten agar dapat memperbaiki kondisi habitat hewan vertebrata yang
menghuninya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat,
pembentukan kelompok pelestarian lingkungan, dan penerapan kebijakan-kebijakan yang
berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pembuatan sintesis makalah ini melibatkan kami sebagai mahasiswa jurusan
Pendidikan IPA supaya lebih sadar bahwasannya setiap makhluk hidup apabila memiliki
permasalahan pada habitatnya akan berdampak pada kehidupan makhluk hidupyang ada
didalamnya. Dibuatnya sintesis makalah ini untuk menganalisis mengenai karakteristik dan
pengklasifikasian makhluk hidup dalam permasalahan konstektual mengenai permasalahan
yang ada di pantai Lontayang ada di Banten yang dikuatkan brdasarkan literatur.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Menganalisis Karakteristik Pisces, Amfibia dan Reftilia.
2. Bagaimana Mengklasifikasikan Pisces, Amfibia dan Reftilia.
3. Bagaimana Menjelaskan permasalahan konstektual terkait Filum Invertebrata yaitu
Pisces, Amfibia dan Reftilia.
1.3 TUJUAN
1. Menganalisis Karakteristik Pisces, Amfibia dan Reftilia.
2. Mengklasifikasikan Pisces, Amfibia dan Reftilia.
3. Menjelaskan permasalahan konstektual terkait Filum Invertebrata yaitu Pisces,
Amfibia dan Reftilia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Degradasi hutan mangrove di Provinsi Banten merupakan permasalahan konstektual
yang serius, karena hutan mangrove merupakan habitat penting bagi banyak spesies hewan
vertebrata, termasuk Pisces, Amfibia, Reptilia, Aves, dan Mamalia. Hutan mangrove sendiri
merupakan ekosistem yang unik, karena berada di wilayah antara daratan dan laut, dan
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.
Salah satu dampak yang serius akibat degradasi hutan mangrove adalah penurunan
populasi spesies hewan vertebrata yang hidup di dalamnya. Misalnya, penangkapan ikan
secara berlebihan dapat mengakibatkan penurunan populasi ikan bandeng (Chanos chanos)
yang merupakan salah satu spesies ikan yang banyak dijumpai di perairan hutan mangrove.
Selain itu, pembukaan lahan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan dapat mengakibatkan
hilangnya tempat berlindung dan makan bagi banyak spesies hewan, termasuk kodok sawah
(Fejervarya limnocharis) yang hidup di sekitar daerah rawa dan sungai.
Selain dampak terhadap populasi hewan vertebrata, degradasi hutan mangrove juga
dapat berdampak pada manusia, seperti kerusakan infrastruktur akibat banjir yang sering
terjadi di wilayah sekitar hutan mangrove. Selain itu, limbah dari industri dan rumah tangga
yang dibuang ke sungai dan laut dapat menyebabkan polusi dan pencemaran lingkungan
yang membahayakan kesehatan manusia.
4
keberlangsungan hidup spesies hewan vertebrata di Provinsi Banten yang menghuni hutan
mangrove dapat terjaga.
2.1 Pisces
Menurut ahli taksonomi, ikan adalah binatang bertulang belakang (vertebrata)
yang bersirip, bernafas dengan insang dan hidup di air. Definisi ini digunakan untuk
mempermudah dalam membuat klasifikasi atau membedakan antara ikan dengan
kelompok organisme lainnya. Kata tulang belakang (vertebrata) digunakan untuk
membedakan ikan dengan kelompok binatang invertebrata lainnya, seperti udang atau
siput yang sama-sama hidup di air. Kata sirip digunakan untuk membedakan ikan dari
binatang tidak bersirip, seperti katak atau buaya yang sebagian besar hidupnya di air.
Kata kunci bernafas dengan insang ialah juga kata kunci yang sangat khas membedakan
kelompok ini dengan binatang lainnya. Sedangkan kata hidup di air digunakan untuk
membedakannya dengan binatang vertebrata yang hidup di darat. Ikan dapat ditemukan
di air tawar (danau dan sungai) maupun air asin (laut dan samudra). Ikan binatang
berdarah dingin, artinya suhu tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan suhu air tempatnya
hidup.
Pisces merupakan salah satu kelompok vertebrata yang hidup di lingkungan air.
Di Indonesia, salah satu spesies pisces yang populer adalah ikan bandeng. Ikan bandeng
hidup di berbagai jenis lingkungan perairan, termasuk di hutan mangrove yang ada di
provinsi Banten.
5
3. Sirip-sirip yang panjang dan fleksibel
Ikan bandeng memiliki sirip-sirip yang panjang dan fleksibel, termasuk sirip
ekor yang membantu mereka dalam manuver dan navigasi di air. Sirip-sirip ini juga
membantu ikan bandeng dalam melompat dari air untuk menghindari predator atau
untuk mencari mangsa di atas permukaan air.
4. Skala warna yang beragam
Ikan bandeng memiliki skala warna yang beragam, mulai dari keabu-abuan
hingga kebiruan atau kehijauan. Warna tubuh ikan bandeng dapat berubah-ubah
sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar, seperti suhu air dan intensitas cahaya.
5. Kemampuan bertelur dan berkembang biak di air tawar dan air asin
Ikan bandeng memiliki kemampuan bertelur dan berkembang biak di
lingkungan air tawar maupun air asin. Hal ini memungkinkan ikan bandeng untuk
hidup di berbagai jenis lingkungan perairan, termasuk di hutan mangrove yang
merupakan perpaduan antara air tawar dan air asin.
Klasifikasi Pisces:
1. Agnatha
1. Agnatha adalah kelompok hewan ikan yang merupakan ikan yang tidak
berahang, memiliki mulut berbentuk bulat yang berada di ujung depan.
2. Agnatha adalah ikan tanpa sirip, namun beberapa jenis Agnatha memiliki sirip
ekor dan sirip punggung.
2. Chondrichthyes
3. Osteochthyes
Kelas Osteichthyes adalah kelompok ikan bertulang seperti ikan gurami, ikan
bandeng, dan banyak lagi yang hidup di ekosistem air, termasuk di ekosistem hutan
mangrove. Interaksi antara Osteichthyes dengan amfibia dan reptilia di ekosistem
hutan mangrove mungkin terjadi terutama pada level konsumen dalam rantai
makanan.
6
Amfibia seperti katak dan reptilia seperti buaya muara adalah predator
penting di hutan mangrove dan memakan berbagai jenis ikan dan invertebrata kecil.
Namun, ikan Osteichthyes juga merupakan sumber makanan yang penting bagi
predator tersebut. Beberapa spesies ikan Osteichthyes dapat ditemukan di
lingkungan hutan mangrove, dan mereka sering menjadi mangsa utama dari
predator seperti buaya muara dan ular.
Di sisi lain, Osteichthyes juga dapat memakan invertebrata seperti udang dan
kepiting yang hidup di sekitar hutan mangrove. Kepiting dan udang adalah
makanan yang penting bagi amfibia seperti katak, dan oleh karena itu, Osteichthyes
dapat mempengaruhi populasi invertebrata di ekosistem hutan mangrove yang
dapat mempengaruhi rantai makanan secara keseluruhan.
Dalam beberapa kasus, Osteichthyes dan amfibia atau reptilia dapat bersaing
untuk sumber daya makanan seperti ikan kecil dan invertebrata. Namun, jenis ikan
yang biasa dikonsumsi oleh Osteichthyes berbeda dengan yang dikonsumsi oleh
amfibia dan reptilia, sehingga persaingan langsung antara kelompok-kelompok ini
mungkin tidak terlalu signifikan di ekosistem hutan mangrove.
2.2 Amfibia
7
hewan matang, yang umumnya hidup di daratan atau di tempat-tempat yang lebih
kering dan bernapas dengan paru paru.
Amfibia merupakan kelompok hewan yang hidup di air dan darat dengan ciri khas
kulit lembab dan tidak bersisik, serta memiliki siklus hidup dengan dua tahap, yaitu
tahap larva dan dewasa. Salah satu jenis amfibia yang hidup di hutan mangrove di
Provinsi Banten adalah katak sawah (Fejervarya cancrivora).
Katak sawah adalah spesies amfibia yang dapat ditemukan di daerah hutan
mangrove. Katak ini memiliki warna kulit hijau kecoklatan dengan bintik-bintik kecil
berwarna kuning. Katak sawah memiliki ukuran tubuh yang kecil dengan panjang
sekitar 4-6 cm, dan dapat tumbuh hingga 8 cm pada dewasa. Katak sawah hidup di air
yang tenang seperti kolam, sawah, dan danau kecil di daerah hutan mangrove. Mereka
memakan serangga, laba-laba, dan binatang kecil lainnya.
Kelas Amfibia terdiri dari tiga ordo, yaitu Anura, Urodela, dan Apoda. Ordo
Anura, yang juga dikenal sebagai kodok dan katak, adalah kelompok terbesar dalam
kelas Amfibia. Kelompok Anura atau katak, termasuk di dalamnya katak sawah,
memiliki peran penting dalam ekosistem hutan mangrove sebagai predator dari
berbagai jenis serangga dan hewan kecil lainnya. Namun, mereka juga berinteraksi
dengan kelompok Pisces (ikan) dan Reptilia (reptil) yang hidup di ekosistem yang
sama.
Pada ekosistem hutan mangrove, terdapat beberapa spesies ikan yang hidup di
perairan seperti ikan bandeng, udang galah, dan ikan tawes. Katak sawah memiliki
peran penting dalam mengendalikan populasi serangga yang menjadi makanan ikan-
ikan tersebut. Beberapa jenis katak sawah juga memiliki kebiasaan memakan telur dan
larva ikan. Meskipun demikian, interaksi antara katak sawah dengan ikan tidak selalu
bersifat predator-mangsa, tetapi bisa juga bersifat mutualisme atau simbiosis.
Salah satu contoh interaksi mutualisme antara katak sawah dan ikan adalah ketika
ikan tawes dan udang galah membantu membersihkan tubuh katak sawah dari parasit
dan bakteri dengan cara memakan jangkrik dan serangga lainnya yang menempel pada
tubuh katak sawah. Katak sawah juga berperan sebagai penyebar biji-bijian dari
tumbuhan mangrove ketika mereka memakan serangga yang membawa biji-bijian
tersebut.
8
Di hutan mangrove, terdapat beberapa jenis reptil seperti biawak, ular dan kadal
yang hidup di dalamnya. Beberapa jenis katak sawah dapat menjadi mangsa bagi reptil-
reptil tersebut, terutama pada tahap awal kehidupannya saat mereka masih berupa kroto
atau berudu. Namun, katak sawah dewasa biasanya dapat menghindari predasi dari
reptil dengan bersembunyi di tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh reptil.
9
2.3 Reftilia
Reptil adalah kelompok hewan vertebrata berdarah dingin dan memiliki sisik
yang menutupi tubuhnya. Reptil berasal dari bahasa Latin yaitu reptans yang artinya
melata atau merayap. Itulah mengapa anggota kelas ini berisi binatang-binatang yg
merayap, seperti ular, buaya, dan kura-kura. Menurut Mirza Dikari Kusrini (2020) pada
bukunya yang berjudul Amfibi dan Reptil Sumatra Selatan, reptilia adalah hewan yang
bersisik dan berdarah dingin yang tidak memiliki bulu, rambut atau kelenjar susu seperti
mamalia. Ciri utama reptilia adalah memiliki sisik, atau duri untuk mengatur sirkulasi
air pada kulitnya. Fungsi sisik pada reptilia untuk membuat mereka bertahan pada
daerah kering dan di dalam air.
Reptil dapat hidup di area mulai dari pantai, laut, sungai, hutan, dataran rendah
hingga pegunungan. Reptil dapat hidup di sepanjang sungai atau air yang mengalir,
hutan primer dan hutan sekunder, pohon, pemukiman manusia,dan beberapa jenis dapat
hidup pada habitat yang terganggu. Ular adalah kelompok hewan anggota ordo
Squamata, kelas Reptilia. Kelompok hewan reptil ini secara umum hidupnya dekat
dengan air, mereka sering sekali ditemukan di dalam dan di sekitar sungai salah satunya
adalah hutan mangrove yang ada di Provinsi Banten . Beberapa jenis ular hidup pada
pepohonan dan tanah di tepian sungai. Reptil tersebut dapat dijadikan sebagai hewan
peliharaan dan kadang dikonsumsi (Cogger dan Zweifel, 2003).
Berikut ini adalah 6 karakteristik reptil yang membedakannya dari jenis hewan
lain :
1. Memiliki sisik
Reptil memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Berbeda dari sisik ikan yang
terbentuk dari dermis, sisik reptil terbuat dari keratin dan terbentuk dari epidermis.
Sisik berfungsi untuk melindungi tubuh reptil, membantu mempertahankan
kelembapan, membantu pergerakan, serta bertanggung jawab atas warna dan pola
tubuh.
2. Merupakan hewan vertebrata
Reptil termasuk dalam golongan hewan yang memiliki tulang belakang atau
vertebrata. Reptil juga memiliki rantai elemen bertulang dari ekor ke kepala.
Endoskeleton reptil terdiri dari kranium, pelengkap, dan gelang kaki. Endoskeleton
melindungi jaringan dalam dan membantu pergerakan tubuh. Sementara kerangka
reptil berbeda dari satu spesies ke spesies lainnya.
3. Bernapas melalui paru-paru
Reptil bernapas melalui paru-paru mereka. Meskipun kura-kura memiliki kulit
permeabel yang menjadi tempat pertukaran gas, beberapa spesies juga meningkatan
laju pertukaran gas melalui kloaka, namun proses pernapasan hanya dapat
diselesaikan melalui paru-paru.
4. Umumnya memiliki empat kaki
10
Hewan-hewan reptil memiliki empat kaki, kecuali ular. Meski demikian, ular
tetap menjadi pemangsa yang sukses. Di sisi lain, kadal memiliki empat kaki, namun
mereka memiliki gaya berjalan bergantian yang membatasi daya tahannya.
5. Berdarah dingin
Kebanyakan reptil adalah hewan berdarah dingin. Mereka tidak memiliki sarana
psikologis untuk mengatur suhu tubuh mereka dan harus bergantung pada lingkungan
eksternal. Reptil sering berjemur di bawah sinar mata hari atau berhibernasi selama
musim dingin untuk menaikkan suhu tubuhnya. Ketika matahari terlalu terik, mereka
akan pergi ke tempat teduh atau berendam di air untuk mendinginkan tubuh.
6. Bertelur (ovipar)
Kebanyakan reptil bereproduksi secara seksual, namun ada juga yang
bereproduksi secara aseksual. Kegiatan reproduksi berlangsung melalui kloaka yang
terletak di pangkal ekor
11
Reptilia sering di pandang sebelah mata oleh banyak orang. Sering di anggap
hama oleh manusia. sedangkan mereka bisa menjadi pendamping dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia (Rahmat, 2022). Banten merupakan wilayah yang memiliki daerah
hutan mangrove yang lumayan luas. Namun dikarenakan adanya degradasi hutan
mangrove yang ada di Provinsi Banten membuat salah satu habaitatnya menjadi hilang.
Degradasi hutan mangrove yang ada di Banten khususnya sebagai habitat ular dapat
melakukan upaya pelestarian dan rehabilitasi hutan mangrove. Upaya tersebut dapat
dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kelestarian hutan mangrove, pembentukan kelompok pelestarian lingkungan yang
terdiri dari masyarakat dan pemerintah setempat, dan penerapan kebijakan-kebijakan
yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Banyak yang mengatakan reptilia tidak pantas untuk di pelihara, karena
menjijikan dan dianggap sebagai hama di lingkungannya. Ada juga yang mengatakan
mereka berbahaya padahal tidak semua reptilia berbahaya dan mematikan, karena
mereka juga bisa bersahabat dengan manusia. Jenis-jenis yang bisa bersahabat dengan
manusia seperti jenis python, boa, biawak, kadal-kadalan, dan kura-kura. Sudah tidak
awam lagi reptilia tersebut dijadikan sebagai pet bagi pecinta reptilia. Pada dasarnya
reptilia dan manusia memiliki hubungan antara satu sama lain seperti di perkebunan
dan persawahan. Seringnya gagal panen masyarakat yang disebabkan oleh hama tikus
di ladang masyarakat, mengakibatkan hasil panen menurun. Masyarakat akan terbantu
dengan adanya peranan ular dan biawak. Reptilia bisa membantu mengurangi populasi
tikus di perkebunan dan persawahan masyarakat yang akan meningkatkan hasil panen.
Ular dan kadal memiliki fungsi alami sebagai kontrol biologi bagi populasi serangga
(terutama nyamuk) dan rodensia (tikus) (Zug, 1993).
Ular juga dapat membantu menstabilkan popolasi burung yang akan merugikan
manusia khususnya para petani. Oleh karenanya, permasalahan degradasi hutan
mangrove yang terjadi dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya ketimpangan
populasi burung. Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan menjaga hutan mangrove
agar tetap ada habitat alami dari ular yang bisa yang mana hutan mangrove ini adalah
habitat yang cocok untuk ular.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Degradasi atau penurunan suatu kualitas hutan mangrove yang ada di provinsi
Banten berdampak pada makhluk hidup yang ada didalamnya. Dimulai dari
karakteristik hewan yang mengalami perubahan sehingga banyak hewan mengalami
kepunahan akibat sudah tidak dapat menahan habitat yang rusak.
Degradasi juga menyebabkan klasifikasi dari populasi hewan tersebut berkurang
sehingga beberapa kelompok mengalami penurunan populasi. Yang pada akhirnya
berdampak juga terhadap rantai makanan dalam suatu habitat tersebut
ketidakseimbangan rantai makanan dalam suatu habitat menyebabkan keseimbangan
ekosistem akan terganggu.
3.2 SARAN
Habitat merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan erat dengan
makhluk hidup. Degradasi yang terjadi pada hutan mangrove berdampak besar pada
makhluk hidup yang ada didalamnya, untuk itu menjaga habitat agar tetap sehat dan
lestari menjadi peran kita sebagai manusia sebagai factor utama yang berperan penting
dalam menjaga habitat tersebut. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga hutan
mangrove itu adalah dengan melakukan reboisasi dan adanya kesadaran dari manusia
untuk tetap menjaga keseimbangan lingkungan.
Kami memahami bahwa masih banyak kesalahan penulisan dan tata bahasa serta
kekurangan dalam berbagai referensi. Dan kami mengharapkan umpan balik positif
serta kritik yang membangun dari para pembaca sintesis makalah ini.Semoga sintesis
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan dilimpahi rahmat Allah SWT.
13
DAFTAR RUJUKAN
Băncilă, R. I., Cogălniceanu, D., Ozgul, A., & Schmidt, B. R. (2017). The effect of
aquatic and terrestrial habitat characteristics on occurrence and breeding
probability in a montane amphibian: insights from a spatially explicit multistate
occupancy model. Population Ecology, 59(1), 71–78.
Cogger, H.G. dan Zweifel, R.G. 2003. Encyclopedia of Reptiles and Amfibians. Frog
City Press. San fransisco. Pp : 240.
Ecrement, S. M., & Richter, S. C. (2017). Amphibian use of wetlands created by military
activity in Kisatchie National Forest, Louisiana. Herpetological Conservation and
Biology, 12(2), 321–333.
Hartel, T., Scheele, B. C., Rozylowicz, L., Horcea-Milcu, A., & Cogălniceanu, D.
(2020). The social context for conservation: Amphibians in human shaped
landscapes with high nature values. Journal for Nature Conservation, 53, 1–9.
Mirza D.Kusrini In e-book, (2020) .Amfibi dan Reptilia Sumatra Selatan hal.6
https://repository.zsl.org/media/315840-amfibi-dan-reptilia-sumateraselatan
areal-39bba125.pdf (di akses 13 Mei 2023).
Rahmat, F., Hendra N., dan Muhammad, Ravi. (2022). Reptil dan hubungan manusia
dalam fotografi. Matalensa: jurnal fotografi dan media, 1(2) : 102-113.
Syazali, M., Idrus, A. Al, & Hadiprayitno, G. (2019). Habitat characteristic and
conservation of amphibians in Lombok Island. Biota: Jurnal Biologi Dan
Pendidikan Biologi, 12(2), 98–107.
14