Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSERVASI DAN REHABILITASI

SUMBERDAYA PESISIR, LAUT, DAN PPK

“KONSERVASI KOMUNITAS LAMUN”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

1. Dharsa M. D. Sangadji (202063006)


2. Arisha Nadjmi Aidha Ummah (202063015)
3. Mutia Hafid (202163004)
4. Dania Rachel R. Reubun (202163009)
5. Iin Andriani Arief (202163015)
6. Hamzah Nasrollah Saimima (202163038)
7. Dea Putri Ferbina (210302029)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tidak henti – hentinya kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan anugerah-Nya sehingga Makalah
Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir, Laut, dan PPK “Konservasi Komunitas
Lamun” ini dapat terselesaikan dengan baik, meski jauh dari kata sempurna.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam proses pembuatan laporan praktikum ini, terkhusus kepada:

1. Kepada Ibu Dr. Dra. Juliaeta A. B. Mamesah, M. Si sebagai pengampu mata


kuliah Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir, Laut, dan PPK.

2. Kepada para orangtua yang tak pernah putus mendoakan agar kuliah kami
berjalan dengan baik.

3. Dan seluruh teman – teman yang berkenan membantu hingga makalah ini dapat
selesai.

Demikianlah Makalah Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir, Laut, dan


PPK “Konservasi Komunitas Lamun” yang kami buat dengan sepenuh hati. Tidak lupa kritik
dan saran kami harapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua. Dan mohon maaf jika ada kesalahan
di dalamnya.

Ambon, 23 Oktober 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
BAB 1 ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 5
BAB 2 ................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 6
2.1 Konservasi .............................................................................................................. 6
2.2 Komunitas............................................................................................................... 6
2.3 Konservasi Komunitas Lamun ................................................................................ 7
BAB 3 ................................................................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 8
3.1 Penataan Zonasi Pada Suatu Kawasan Konservasi Pada Komunitas Lamun ............ 8
3.2 Pembinaan Habitat Dan Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Pada Komunitas
Lamun ............................................................................................................................... 9
3.3 Upaya – Upaya Konservasi Komunitas Lamun...................................................... 10
BAB 4 ................................................................................................................................. 12
PENUTUP .......................................................................................................................... 12
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konservasi merupakan perlindungan suatu area atau wilayah yang berfungsi untuk
melindungi populasi, komunitas dan ekosistem yang biasa dikenal dengan sebutan Protected
Area (PA) yang merupakan suatu komponen utama dalam strategi konservasi dan metode
yang paling penting dalam pelestarian keanekaragamanhayati, dan juga untuk memantau
bagaimana spesies, populasi, komunitas dan ekosistem yang berubah sepanjang waktu dari
komponen maupun strukturnya.Konservasi pada tingkat spesies, populasi, komunitas, dan
ekosistem ini dilakukanuntuk melindungi suatu spesies yang langka atau terancam punah
yang bertujuan untuk meningkatkan biodiversity mahkluk hidup baik pada organisme di laut
dan juga organisme di darat agar dapat membawa keuntungan pada masa sekarang maupun
masa yang akan datang.

Kawasan konservasi dalam kategori nasional mencakup dua kelompok besar,yaitu


Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Kawasan Suaka Alam
yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, bertujuan untuk perlindungan sistem
penyangga kehidupan dan pengawetan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
(Kemenhut, 2013).

Konservasi komunitas merupakan upaya pelestarian lebih dari satu spesies dan
biasanya tidak dapat dipisahkan dari pelestarian sifat fisika-kimiawi dan faktor abiotiknya
sehingga dikenal istilah konservasi ekosistem. Konservasi komunitas ini biasanya
dilaksanakan di dalam kawasan konservasi atau kawasan perlindungan. Konservasi pada
tingkat komunitas akan memungkinkan pelestarian sejumlah besar spesies dalam kesatuan-
kesatuan yang bekerja mandiri, sementara strategi penyelamatan spesies sasaran secara satu
per satu biasanya sulit dilakukan, mahal dan seringkali tidak berhasil.

Kekhasan suatu komunitas hayati diberi prioritas yang lebih tinggi bagi konservasi
bila komunitas tersebut lebih banyak disusun oleh spesies endemik daripada spesies yang
umum dan tersebar luas. Suatu spesies dapat diberi nilai konservasi yang lebih tinggi bila
secara taksonomis bersifat unik, misalnya spesies yang merupakan anggota tunggal dalam
marga atau sukunya dibandingkan dengan anggota suatu marga dengan banyak spesies.
Spesies yang menghadapi ancaman kepunahan akan lebih penting dibandingkan sepsies yang
tidak terancam kepunahannya. Komunitas hayati yang terancam dengan penghancuran
langsung juga harus mendapat prioritas untuk dikonservasi.

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat produktif dan
bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara
langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun. Melihat kerusakan yang terus
terjadi pada padang lamun baik karena aktivitas alami maupun karena aktivitas manusia,
maka perlu dilakukan usaha rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi padang lamun menjadi
lebih baik. Salah satu usaha rehabilitasi padang lamun adalah kegiatan transplantasi lamun.

Komunitas lamun seringkali hidup dekat dengan ekosistem lamun. Melibatkan


komunitas lokal dalam konservasi lamun tidak hanya membangun kesadaran akan pentingnya
menjaga lamun, tetapi juga menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
aktivitas manusia dapat mempengaruhi ekosistem tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penataan zonasi pada suatu kawasan konservasi pada komunitas lamun?
2. Bagaimana pembinaan habitat dan daerah penyangga kawasan konservasi pada
komunitas lamun?
3. Bagaimana upaya – upaya konservasi komunitas lamun?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penataan zonasi pada suatu kawasan konservasi pada komunitas
lamun.
2. Untuk mengetahui pembinaan habitat dan daerah penyanga kawasan konservasi
pada komunitas lamun.
3. Untuk mengetahui upaya – upaya konservasi komunitas lamun.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konservasi
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan
servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita
punya (keep/save what you have). Konservasi adalah upaya-upaya pelestarian lingkungan
akan tetapi tetap memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara
tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen-komponen lingkungan untuk
pemanfaatan di masa yang akan datang. Atau konservasi adalah suatu upaya yang dilakukan
oleh manusia untuk dapat melestarikan flora dan fauna, konservasi bisa juga disebut dengan
pelestarian ataupun perlindungan. Jika secara harfiah konservasi berasal dari bahasa Inggris
yaitu dari kata “Conservation” yang berati pelestarian atau perlindungan. Kawasan
konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk melindungi
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan.

Sampai saat ini, sejumlah kawasan Konservasi Perikanan dan Kelautan Republik
Indonesia telah ditetapkan dengan luas kawasan konservasi mencapai 17,302,747. Ha, dengan
jumlah kawasan koservasi 154 (mencakup cagar alam laut, perairan daerah, suaka alam
perairan, margasatwa laut, konservasi taman nasional laut, taman nasional perairan, taman
pesisir, taman wisata air laut, taman wisata perairan) di seluruh Indonesia.

2.2 Komunitas
Komunitas merupakan kelompok sosial dari berbagai organisme dengan bermacam-
macam lingkungan, pada dasarnya mempunyai habitat serta ketertarikan atau kesukaan yang
sama. Di dalam komunitas, individu-individu di dalamnya mempunyai kepercayaan,
kebutuhan resiko, sumber daya, maksud, preferensi dan berbagai hal yang serupa atau sama.
Menurut Kertajaya Hermawan (2008), komunitasiiadalahiisekelompok manusia yang
memiliki rasa peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya. Dapat diartikan bahwa
komunitas adalah kelompok orang yang saling mendukung dan saling membantu antara satu
sama lain. Menurut Muzafer Sherif di dalam buku Dinamika Kelompok (2009:36).
Kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teraratur, sehingga di antara
individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu. komunitas
juga suatu sistem sosial yang meliputi sejumlah struktur sosial yang tidak terlembagakan
dalam bentuk kelompok atau organisasi dalam pemenuhannya melalui hubungan kerjasama
struktural, komunitas dapat berdiri sendiri dalam hubungannya dengan fungsi-fungsi yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial yang lebih Besar.

Sebuah komunitas merupakan “Sekumpulan individu yang mendiami lingkungan


tertentu serta terkait dengan kepentingan yang sama” (Iriantara, 2004: 22). Maka sebuah
komunitas merupakan sebagian kecil dari wadah yang bernama organisasi, dapat di
katagorikan bahwa komunitas tidak jauh berbeda dengan sebuah organisasi yang dimana di
dalamnya terdapat kebebasan dan hak manusia dalam kehidupan sosial untuk berserikat,
berkumpul, berkelompok serta mengeluarkan pendapat. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang “ Organisasi Kemasyarakatan” mengatakan
bahwa:Organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sekarela berdasarkan
kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangun demi terapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

2.3 Konservasi Komunitas Lamun


Konservasi padang lamun sering dikaitkan dengan keberlanjutan ekonomi dan jasa
ekologi (Sheppard et al., 1992; Costanza et al., 1997;. Orth et al., 2006.). Jasa ekologi lamun
seperti keterkaitan antara kepadatan lamun dengan hewan mikroskopis dan tumbuhan (epifit)
yang merupakan makanan utama bagi ikan (Hemminga dan Duarte, 2000) dan sebagai
produsen utama, habitat hewan dan tumbuhan serta pendukung jaring makanan (Parrish 1989;
Short et al., 2000). Selain itu areal lamun adalah habitat penting keragaman jenis ikan
komersial, ikan yang bermigrasi, kelompok burung air, manatee, dugong, dan kura-kura laut,
serta berperan dalam stabilisasi sedimen dan perlindungan pantai (Kenworty et al., 2006).
Selanjutnya lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat penting untuk
keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir (Beck et al., 2001;. Nagelkerken 2009), sumber
makanan dan tempat mencari makan kura-kura dan ikan duyung (Abdulqader and Miller,
2012; Preen et al., 2012). , dan meningkatkan kualitas air (Duffy, 2006). Selain itu padang
lamun memiliki peran dalam penyerapan karbon (Fourqurean et al., 2012; Alongi et al.,
2015). Secara ekonomi, tempat pembibitan penting udang penaeid, tiram mutiara dan
organisme lain untuk perikanan komersial (Erftemeijer and Shuail, 2012).
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konservasi pada tingkat komunitas akan memungkinkan pelestarian sejumlah besar


spesies dalam kesatuan-kesatuan yang bekerja mandiri, sementara strategi penyelamatan
spesies sasaran secara satu per satu biasanya sulit dilakukan, mahal dan seringkali tidak
berhasil (Primack et al., 2018).

3.1 Penataan Zonasi Pada Suatu Kawasan Konservasi Pada Komunitas Lamun
Zona bisa didefinisikan sebagai suatu wilayah fungsional tertentu dengan batas
wilayah yang jelas dan mempunyai tujuan tertentu yang diimplementasikan melalui aturan
atau ketentuan tertentu. Zonasi bisa didefinisikan sebagai usaha (termasuk teknik rekayasa)
untuk membagi suatu wilayah pada kawasan konservasi menjadi beberapa zona fungsional
yang berbeda. Istilah zonasi banyak digunakan dalam sistem penataan ruang, seperti
ketentuan pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.

Dalam penentuan kawasan konservasi, Erwin (2019) menyatakan bahwa terdapat


sejumlah pertanyaan yang saling terkait yang perlu dijawab oleh perencana konservasi, yakni
Apa yang perlu dilindungi, dimana perlu dilindungi, dan bagaimana perlu dilindungi.
Selanjutnya Primack et al. (2018) menjelaskan ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan spesies dan komunitas, yaitu kekhasan,
keterancaman, dan kegunaan.

Penataan zonasi pada kawasan konservasi lamun sangat penting untuk menjaga
keberlanjutan ekosistem lamun dan mencegah gangguan yang dapat merusaknya. Zonasi
yang efektif memungkinkan pengelolaan yang tepat dan perlindungan yang sesuai terhadap
ekosistem lamun. Beberapa langkah yang dapat diambil dalam penataan zonasi kawasan
konservasi lamun antara lain:

1) Identifikasi Area Sensitif:


a. Mengidentifikasi area di mana lamun tumbuh dengan baik dan area-area yang
paling rentan terhadap gangguan dan kerusakan.
b. Memberikan perlindungan khusus pada area sensitif tersebut untuk mencegah
kerusakan yang dapat merugikan ekosistem lamun.
2) Pemisahan Zona Berdasarkan Kepekaan:
a. Membagi kawasan lamun ke dalam zona-zona berdasarkan tingkat kepekaan
terhadap aktivitas manusia dan ancaman lainnya.
b. Menetapkan zona-zona dengan aturan dan batasan yang sesuai dengan kebutuhan
perlindungan ekosistem lamun.
3) Zona Perlindungan Penuh:
a. Menetapkan zona perlindungan penuh di area-area yang paling vital bagi
kelangsungan hidup lamun.
b. Menerapkan larangan atau pembatasan ketat terhadap aktivitas manusia yang
dapat mengganggu atau merusak ekosistem lamun di zona ini.
4) Zona Pengelolaan Terbatas:
a. Mengizinkan kegiatan manusia tertentu, seperti penelitian atau pendidikan,
dengan batasan dan regulasi yang ketat untuk mencegah kerusakan pada lamun.
b. Memastikan bahwa aktivitas manusia di zona ini tidak merugikan
keberlangsungan lamun dan ekosistem sekitarnya.
5) Pemantauan dan Evaluasi Rutin:
a. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin terhadap setiap zona untuk
memastikan keefektifan zonasi dalam melindungi ekosistem lamun.
b. Menggunakan data pemantauan untuk penyesuaian atau perbaikan terhadap
strategi konservasi yang sudah diterapkan.

3.2 Pembinaan Habitat Dan Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Pada


Komunitas Lamun
Pembinaan habitat merupakan kegiatan untuk memperbaiki keadaan habitat guna
mempertahankan keberadaan atau menaikan kualitas tempat hidup satwa agar dapat hidup
layak dan mampu berkembang. Dalam pembinaan habitat satwa liar ada tiga komponen
utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: komponen biotik (meliputi: vegetasi,
satwaliar, dan organisme mikro), komponen fisik (meliputi: air, tanah, iklim, topografi, dll.)
dan komponen kimia (meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik
maupun komponen fisik).

Pembangunan daerah penyangga merupakan bagian integral dari pembangunan


daerah secara terpadu. Penetapan daerah penyangga kawasan konservasi didasarkan
pertimbangan tiga aspek yang saling terkait yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya
masyarakat. Tujuan pengelolaan daerah penyangga taman nasional di antaranya
meningkatkan nilai ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup dan persepsi masyarakat
sebagai bentuk partisipasinya terhadap kawasan konservasi. Oleh karena itu pembangunan
kawasan konservasi, daerah penyangga, dan perekonomian masyarakat mempunyai hubungan
timbal-balik yang dapat saling sinergi dan menguntungkan. Sejalan dengan itu maka rencana
pembangunan daerah penyangga dan kawasan konservasi dalam perencanaan terpadu harus
terkait erat dengan rencana pembangunan wilayah sehingga setiap usaha pembangunan
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi dan manfaat
taman nasional.

Pembinaan habitat dan daerah penyangga kawasan konservasi pada komunitas


lamun merupakan langkah penting dalam memastikan keberlanjutan ekosistem lamun.
Pembinaan ini mencakup berbagai upaya untuk mempertahankan kualitas habitat serta
meningkatkan kondisi daerah penyangga di sekitar kawasan konservasi lamun. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan dalam pembinaan habitat dan daerah penyangga kawasan
konservasi lamun antara lain:

1) Rehabilitasi Habitat:
a. Melakukan kegiatan restorasi untuk mengembalikan atau memperbaiki habitat
lamun yang rusak atau terdegradasi.
b. Menggunakan teknik seperti penanaman kembali lamun, pemulihan substrat yang
rusak, dan pengendalian erosi untuk memulihkan habitat yang optimal bagi
pertumbuhan lamun.
2) Pengelolaan Air dan Kualitas Perairan:
a. Melakukan pengawasan terhadap kualitas air di sekitar kawasan konservasi
lamun untuk memastikan bahwa lamun tidak terpapar terlalu banyak polutan atau
zat kimia berbahaya.
b. Mengembangkan sistem pengelolaan air yang berkelanjutan untuk menjaga
kualitas perairan tetap mendukung pertumbuhan dan kelangsungan lamun.
3) Perlindungan Terhadap Pencemaran:
a. Mengurangi atau mencegah masuknya limbah dan polutan berbahaya ke perairan
yang dapat merusak habitat lamun.
b. Menerapkan aturan dan regulasi yang ketat terhadap kegiatan manusia yang dapat
menyebabkan pencemaran perairan di sekitar kawasan konservasi lamun.
4) Pengelolaan Daerah Penyangga:
a. Mengembangkan rencana pengelolaan untuk daerah penyangga yang mencakup
pembatasan aktivitas manusia yang berpotensi merusak ekosistem lamun.
b. Menggalakkan praktik pertanian dan perikanan berkelanjutan yang tidak merusak
habitat lamun di daerah penyangga konservasi.
5) Penanaman Hutan Mangrove:
a. Melakukan penanaman hutan mangrove di daerah penyangga untuk memberikan
perlindungan ekstra terhadap kawasan konservasi lamun dari ancaman abrasi dan
perubahan iklim.
b. Meningkatkan kerjasama antara komunitas lokal, pemerintah, dan organisasi non-
pemerintah untuk mendorong program penanaman mangrove yang berkelanjutan.

3.3 Upaya – Upaya Konservasi Komunitas Lamun


Peran serta masyarakat dalam konservasi: Peran serta masyarakat di wilayah
konservasi sangat penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Masyarakat dapat
dilibatkan dalam pengelolaan kawasan konservasi, seperti melindungi fungsi ekologis,
menjaga tata air, dan mencegah banjir. Selain itu, masyarakat juga dapat diberdayakan
melalui program konservasi dan pengembangan konservasi.

 Hutan konservasi: Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam berupa Cagar
Alam dan Suaka Margasatwa, Kawasan pelestarian alam berupa Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru.
 Teori konservasi sumber daya: Teori konservasi sumber daya adalah teori yang
menggambarkan motivasi yang mendorong individu untuk mempertahankan sumber
daya yang dimiliki dan mencoba untuk mengurangi stres yang disebabkan oleh
hilangnya sumber daya. Teori ini mencakup dua prinsip dasar dalam perlindungan
sumber daya, yaitu role clarity dan supervisory support.

Upaya konservasi komunitas lamun melibatkan serangkaian langkah untuk


melindungi dan mempertahankan ekosistem lamun yang rentan. Lamun merupakan
komponen penting dari ekosistem laut yang menyediakan berbagai manfaat, termasuk
penahan pantai, habitat bagi beragam spesies laut, serta penyerapan karbon. Berikut adalah
beberapa upaya konservasi komunitas lamun yang dapat dilakukan:

1) Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat:


a. Mengadakan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya lamun dan ancaman terhadap keberlangsungannya.
b. Mengorganisir lokakarya, seminar, dan pertemuan masyarakat untuk membahas
isu-isu terkait pelestarian lamun.
2) Rehabilitasi dan Restorasi Lamun:
a. Melakukan kegiatan rehabilitasi untuk memulihkan area lamun yang rusak atau
terdegradasi.
b. Menerapkan teknik seperti penanaman kembali lamun, pemulihan substrat, dan
kontrol erosi untuk meningkatkan kondisi habitat lamun.
3) Kolaborasi antar Organisasi dan Pemerintah:
a. Membangun kemitraan antara organisasi konservasi, pemerintah, dan masyarakat
lokal untuk merancang dan melaksanakan program konservasi lamun.
b. Mendorong partisipasi aktif dari berbagai pihak dalam perencanaan dan
implementasi kegiatan konservasi.
4) Pengawasan dan Penegakan Hukum:
a. Melakukan pemantauan rutin terhadap kawasan lamun untuk memastikan
kepatuhan terhadap aturan konservasi.
b. Menerapkan hukum yang ketat untuk melindungi lamun dari kegiatan yang
merusak seperti penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan perusakan
habitat.
5) Penelitian dan Pengembangan Teknologi:
a. Mendorong penelitian dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan
pemahaman tentang ekologi lamun dan cara-cara pelestariannya.
b. Menggunakan hasil penelitian untuk merancang strategi konservasi yang lebih
efektif dan efisien.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Penataan zonasi pada suatu kawasan konservasi pada komunitas lamun :
1) Identifikasi Area Sensitif
2) Pemisahan Zona Berdasarkan Kepekaan
3) Zona Perlindungan Penuh
4) Zona Pengelolaan Terbatas
5) Pemantauan dan Evaluasi Rutin
2. Pembinaan habitat dan daerah penyangga kawasan konservasi pada komunitas
lamun :
1) Rehabilitasi Habitat
2) Pengelolaan Air dan Kualitas Perairan
3) Perlindungan Terhadap Pencemaran
4) Pengelolaan Daerah Penyangga
5) Penanaman Hutan Mangrove
3. Upaya – upaya konservasi komunitas lamun :
1) Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat
2) Rehabilitasi dan Restorasi Lamun
3) Kolaborasi antar Organisasi dan Pemerintah
4) Pengawasan dan Penegakan Hukum
5) Penelitian dan Pengembangan Teknologi
DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, T., dkk. 2021. Praktik Terbaik Pengelolaan Habitat Satwa Terancam Punah dalam Skala
Bentang Alam: Sebuah Pembelajaran dari Kawasan Ekosistem Esensial Wehea-Kelay. IPB
press. Bogor

Bismark, dkk. 2007. Pengelolaan Dan Zonasi Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai,
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV No. 5
: 467-483,

Erwin, W.L. 201. An evolutionary basis for conservation strategies. Science 253: 750- 753 Grumbine,
E.R. 1994. What is ecosystem management? Conservation Biology 8: 27-38
IUCN/UNEP/WWF. 1991. Caring for the earth: a strategy for sustainability living. Gland,
Switzerland.

Mardiastuti A, Kusrini MD, Mulyani YA, Manullang, Soehartono T (2018) Arahan Strategis Konservasi
Spesies Nasional 2008 - 2018. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
- Departemen Kehutanan RI. 99p

Primack, R.B., J. Supriyatna, M. Indrawan, & P. Kramadibrata. 1998. Biologi konservasi. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.

Sumarto, S., Simbala, H. E. I., Koneri, R., Siahaan, R., Siahaan, P. 2012. Biologi Konservasi. CV.
PATRA MEDIA GRAFINDO . Bandung.

Supriatna J. 2019. Field Guide to the Primates of Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai