Anda di halaman 1dari 19

LAPOTAN PROPOSAL MINI RISET KONSERVASI SUMBER

DAYA ALAM
ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DALAM
PENGEMBANGAN OBJEK WISATA DI DESA LUBUK
KERTANG KECAMATAN BRANDAN BARAT
PROVINSI SUMATERA UTARA

Dosen Pengampu:

Dr. Meilinda Suriani Harefa, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4

Ardiansyah (3192431017)
Anggraini Tayara Pardede (3193331006)
Meiliya Putri (3191131024)
Melati Putri Lamadita (3193331007)
Yosia Sihombing (3193131008)

KELAS C
PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kami ucapkan. Atas
karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya kami bisa menyelesaikan
miniriset Konservasi Sumber Daya Alam.

Adapun penulisan miniriset bertema Geografi ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Konservasi Sumber Daya Alam. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah mendukung serta membantu penyelesaian miniriset. Harapannya, semoga miniriset ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat
dan kesalahan. Meskipun demikian, kami terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan miniriset.

Medan, 10 Oktober 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

KAJIAN TOERI.........................................................................................................................3

BAB III.....................................................................................................................................12

METODE PENELITIAN.........................................................................................................12

a. Desain Penelitian...........................................................................................................12

b. Jenis Penelitian..............................................................................................................12

d. Sumber Data Penelitian.................................................................................................13

e. Reduksi Data.................................................................................................................14

f. Display Data..................................................................................................................14

g. Kesimpulan dan Verifikasi............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi wilayah pesisir
dari gelombang besar, angin kencang, dan badai. Mangrove juga dapat melindungi
pantai dari abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut dan juga memerangkap
sedimen. Menurut Kusmana,dkk. (2003) fungsi fisik keberadaan hutan mangrove
adalah menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/ abrasi agar tetap stabil,
mengendalikan intrusi air laut, melindungi daerah di belakang hutan mangrove dari
hempasan gelombang dan angin kencang serta melindungi kehidupan organisme
makro dan mikro yang ada di dalamnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove
terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas hutan mangrove di
Indonesia mencapai 3,2 juta hektare. Ekosistem hutan mangrove di Indonesia
memiliki keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis.
Beberapa jenis pohon yang banyak dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah
bakau (Rhizophora sp), api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp), tanjang
(Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), tenger (Ceriops sp) dan, buta-buta (Exoecaria
sp).
Berdasarkan hasil evaluasi Balai Pengelola Hutan Mangrove Departemen
Kehutanan, sedikitnya 50 persen lahan hutan mangrove di seluruh Indonesia berada
dalam kondisi rusak. Adapun kerusakan ini salah satunya dipercepat oleh program
alih fungsi lahan mangrove sehingga luas areal hutan mangrove semakin menyempit
dari yang sebelumnya 9,3 juta hektar menjadi 6,6 juta hektar. Sedangkan dari 6,6 juta
hektar luas hutan mangrove yang ada saat ini, hanya 4,5 juta hektar yang ditumbuhi
mangrove.
Secara umum kawasan mangrove dikabupaten Langkat berada di wilayah
pesisir. Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan
(interface) antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber daya alam
dan jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya tersebut menimbulkan
daya tarik dari berbagai pihak untuk memanfaatkan sumber dayanya dan berbagai

1
instansi untuk meregulasi pemanfaatannya (Putra, 2001). Secara normatif, kekayaan
sumber daya pesisir tersebut dikuasai oleh negara untuk dikelola sedemikian rupa
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945), serta
memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan
generasi yang akan dating untuk memanfaatkan sumber daya pesisir, sesuai dengan
Pasal 4 UU Nomor : 23 Tahun 1997. Kawasan mangrove di wilayah Kabupaten
Langkat berada di tujuh wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Pangkalan Susu,
Besitang, Brandan Barat, Sei Lepan, Gebang, Tanjung Pura dan Secanggang. Dari
keseluruhan kawasan mangrove seluas 43.014 hektar yang berada di wilayah
Kabupaten Langkat, maka kondisi kawasan mangrove tersebut saat ini, seluas
2.711,28 hektar (6,4%) termasuk dalam kategori Tidak Rusak, atau dengan kata lain
masih dalam kondisi baik. Sebagian lagi dari kawasan mangrove tersebut telah
mengalami kerusakan dengan tingkatan yang berbeda. Wilayah seluas 17.915,85
hektar (41,6%) termasuk dalam kategori Rusak dan seluas 22.387,57 hektar (52%)
berada dalam kondisi Rusak Berat (Anonimus, 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi hutan mangrove pada desa lubuk kertang kecamatan brandan
barat, kabupaten langkat, provinsi sumatera utara ?
2. Bagaimana pengelolaan hutan mangrove dalam pengembangan objek wisata di
desa lubuk kertang kecamatan brandan barat kabupaten langkat provinsi sumatera
utara ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui mengenai pengelolaan hutan mangrove dalam
pengembangan objek wisata di desa lubuk kertang kecamatan Brandan barat
kabupaten langkat provinsi sumatera utara

2
BAB II

KAJIAN TOERI

A. Pengertian Mangrove

Istilah mangrove berasal dari istilah yang digunakan untuk salah satu vegetasi hutan
mangrove yaitu Rhizophora sp (bakau). Menurut MacKinnon dkk. (2000) hutan mangrove
adalah nama kolektif untuk vegetasi pohon yang menempati pantai berlumpur di dalam
wilayah pasang surut, dari tingkat air pasang tertinggi sampai tingkat air surut terendah.
Hutan mangrove hanya terdapat di pantai yang kekuatan ombaknya terpecah oleh penghalang
berupa pasir, terumbu karang atau pulau. Mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai
komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar
garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968
dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal”
apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan
mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau.

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie,
Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,
Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Hutan mangrove di Indonesia memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia.


Komunitas mangrove membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna

3
daratan terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove dan
kelompok fauna perairan /akuatik. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di
antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun,
habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti
burung yang menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi
mencari makan di daratan yang jauh dari habitat mangrove (Nybakken,1992).

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut acapkali disebut pula sebagai hutan pantai,
hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Segala tumbuhan dalam hutan ini saling
berinteraksi dengan lingkungannya, baik yang bersifat biotik maupun yang abiotik.

Seluruh sistem yang saling bergantung membentuk apa yang disebut sebagai ekosistem
mangrove. Ekosistem hutan mangrove dapat dibedakan dalam tiga tipe utama yaitu bentuk
pantai/delta, bentuk muara sungai/laguna dan bentuk pulau. Ketiga tipe tersebut semuanya
terwakili di Indonesia. Menurut Khazali (2005), kondisi pantai yang baik untuk ditumbuhi
vegetasi hutan mangrove adalah pantai yang mempunyai sifat-sifat; air tenang/ombak tidak
besar, air payau, mengandung endapan lumpur dan lereng endapan tidak lebih dari 0,25 -
0,50%.

B. Fungsi Kawasan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam pesisir yang mempunyai peranan penting
bagi kelangsungan hidup ekosistem lainnya. Hal ini karena hutan mangrove mempunyai
lokasi yang strategis, dan dengan potensi yang terkandung didalamnya, serta fungsi
perlindungannya secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi keberadaan dan
berfungsinya sumber daya alam lainnya. Hutan mangrove memiliki bermacam-macam
fungsi, antara lain fungsi fisik, biologis dan sosial ekonomis.

Dilihat dari segi ekosistem perairan, hutan mangrove mempunyai arti yang penting
karena memiliki fungsi ekologis. Fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove dapat dilihat
dan beberapa aspek antara lain aspek fisika, kimia dan biologi.

Fungsi ekologis ditinjau dari aspek fisika adalah sebagai berikut :

4
a. Dalam ekosistem hutan mangrove terjadinya mekanisme hubungan antara komponen-
komponen dalam ekosistem mangrove serta hubungan antara ekosistem mangrove
dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang.
b. Dengan sistem perakaran yang kuat dan kokoh ekosistem hutan mangrove
mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi
pantai dan erosi, gelombang pasang dan angin taufan.
c. Sebagai pengendali banjir. Hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria
juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir. Fungsi ini akan hilang apabila
hutan mangrove ditebang.

Aspek kimia, maka hutan mangrove dengan kemampuannya melakukan proses kimia
dan pemulihan (self purification) memiliki berapa fungsi, yaitu :

a. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar, khususnya


bahan-bahan organik.
b. Sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan sekitarnya. Ketersediaan berbagai
jenis makanan yang terdapat pada ekosistem hutan mangrove telah menjadikannya
sebagai sumber erergi bagi berbagai jenis biota yang bernaung di dalamnya, seperti
krustacea, udang kepiting, burung, kera dan lain-lain telah menjadikan rantai makanan
yang sangat komplek sehingga terjadi pengalian energi dan tingkat tropik yang Iebih
rendah ke tingkat tropik yang lebih tinggi.
c. Pensuplai bahan organik bagi lingkungan perairan. Dalam ekosistem hutan mangrove
terjadi mekanisme hubungan yang memberikan sumbangan berupa bahan organik
bagi perairan sekitarnya. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh
mikroorganisme diubah menjadi partikel-partikel detritus, partikel-partiket detritus ini
selain menjadi sumber makanan bagi berbagai proses penguraian (dekomposisi) di
hutan mangrove juga memasuki lingkungan perairan pesisir yang dihuni oleh berbagai
macam filter feeder (organisme yang cara makannya dengan menyaring) lautan dan
estuaria serta berbagai macam hewan pemakan hewan dasar.

Aspek biologis hutan mangrove sangat penting untuk tetap menjaga kestabilan
produktivitas dan ketersediaan sumber daya hayati wilayah pesisir. Hal ini mengingat karena
hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning
ground) beberapa perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan.

5
Beberapa fungsi ekologis oleh hutan mangrove memang sangat ditunjang oleh
karakteristik hutan mangrove itu sendiri seperti yang telah diuraikan di atas. Mementingkan
fungsi ekologis bukan berarti meniadakan fungsi ekonomi yang dimiliki oleh hutan
mangrove, tetapi bagaimana menempatkan kepentingan ekonomis tidak merusak fungsi
ekologis hutan mangrove itu sendiri.

Fungsi lain dari hutan mangrove ialah melindungi garis pantai dan erosi. Akar-akarnya
yang kokoh dapat meredam pengaruh gelombang. Selain itu, akar-akar mangrove dapat pula
menahan lumpur hingga lahan mangrove bisa semakin luas tumbuh ke luar, mempercepat
terbentuknya tanah timbul. Mengingat berbagai fungsi penting hutan mangrove, maka
penebangan atau pengalihan fungsinya menjadi tambak, lahan pertanian atau pemukiman
harus dilakukan secara hati-hati dengan terlebih dulu mempertimbangkan secara bijaksana
segala untung ruginya. Hendaknya jangan hanya terpukau keuntungan jangka pendek, tetapi
akan merugi dalam jangka panjang.

Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum dalam kondisi dimana
terjadi penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebab kan pertukaran dan
pergantian sedimen secara terus menerus. Sirkulasi yang tetap/terus menerus meningkatkan
pasokan oksigen dan nutrien, untuk keperluan respirasi dan produksi yang dilakukan oleh
tumbuhan. Perairan dengan salinitas rendah akan menghilangkan garam-garam dan bahan-
bahan alkalin, mengingat air yang mengandung garam dapat menetralisir kemasaman tanah.

Mangrove dapat tumbuh pada berbagai macam substrat contoh tanah berpasir, tanah
lumpur, lempung, tanah berbatu dan sebagainya. Mangrove tumbuh pada berbagai jenis
substrat yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan
mangrove. Secara umum hutan mangrove dan ekosistemnya cukup tahan terhadap berbagai
gangguan dan tekanan Iingkungan. Namun demikian, mangrove tersebut sangat peka
terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta
tumpahan minyak.

C. Pengertian Pengelolaan

Menurut (Terry, 2006) mengemukakan bahwa Pengelolaan sama dengan manajemen


sehingga pengelolaan dipahami sebagai suatu proses membeda-bedkan atas perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memnafaatkan baik ilmu maupun
seni agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah di tetapkan. Sedangkan menurut (Nugroho

6
Ryant, 2003) berpendapat bahwa Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai merujuk ilmu
manajemen dalam proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari kedua pengertian tentang pengelolaan diatas dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan
itu bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan, tetapi meliputi fungsi-fungsi
manajemen,seperti perencanaan,pelaksanaan,dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisiensi.

Faktor yang Mempengaruhi Analisis Pengelolaan

Menurut (Terry, 2006) terdapat 4 fungsi manajemen yang bisa mengukur keberhasilan
dalam mengelola sebuah organisasi yang bisa memberikan dampak baik terhadap perubahan
kedepan yang lebih baik dan terarah, yakni :

1. Planning (Perencanaan) yaitu metode sebagai penentuan tujuan dan prosedur


pelaksanaan dengan memilih berbagai alternatif yang terbaik. Jadi masalah
perencanaan itu memilih sebagain alternatif yang ada.(Hasibuan, 2009)
2. Organizing (Pengorganisasian) yaitu suatu prosedur penentuan, pengelompokkan,
dan aturan yang bermacam-macam yang di butuhkan dalam mencapai tujuan dan
menempatkan suatu kelompok di setiap aktivitas. Menurut pendapat (Terry, 2006)
organisasi merupakan tindakan yang mengusahakan sikap efektif antara orang-
orang agar mereka bisa bekerja sama secara efisien dan demikianlah mendapatkan
rasa kepuasan pribadi guna melaksanakan tugas tertentu agar tercapai tujuan pada
sasaran tertentu.
3. Actuating, Directing and Leadinng (Pengarahan) merupakan arahan untuk semua
bawahan yang mau bekerja sama secara efektif dan ikhlas untuk bisa mewujudkan
hal yang akan dicapai dalam sebuah tujuan.
4. Controlling (Pengendalian) adalah suatu sistem dalam pengaturan berbagai aspek
dalam suatu perusahaan yang bertujuan dalam setiap ketetapan dalam rencana
yang telah dibuat dapat terselenggara dengan baik.
5. Selain itu (Terry, 2006) menjelaskann bahwa pengelolaan yang baik itu harus
adanya berbagai hal yang bisa memicu adanya kerjasama dalam mencapai tujuan,
yakni:
a. Menciptakan kerjansamanyang lebih efisien dengan sesama pekerja
b. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staff agar lebih bayak
keahlian yang bisa mendukung pekerjaan

7
c. Menumbuhkan rasa memilikiul dan menyukai pekerjaan yang berfungsi agar
pekerja lebih fokus dan menyelesaikan tugasnya dengan cepat dan tepat
d. Mengusahakan suasana kerja yang nyaman.dan lingkungan yang mendukung
untuk bisa meningkatkan inovasi dan motivasi dalam bekerja
e. Membuat organsisasi berkembang secara dinamis dan mempunyai wawasan
yang luas
f.

Pengawasan dan pengendalian di ruang lingkup kawasan mangrove berupa:

a. Sosialisasi

Masyarakat diberikan pemahaman tentang peraturan perundang-undanganudi


kawasan mangrove yang dilaksanakan oleh Tim Pengawasan dan Pengendalian Kawasan
mangrove dengan bertatap muka atau melalui media massa seiring dengan kebutuhan.

b. Pemberdayaan Masyarakat

Memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya pelestarian dan


pengelolaan sumber daya alam serta upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
dilaksanakan dengan cara penyuluhan, bimbigann da pelatihan sesuai kebutuhan.

a. Monitoring dan Evaluasi


b. Tim Pengawasan dan Pengendalian Kawasan Mangrove melakukan monitoring dan
evaluasi bertujuan untuk mengawasi dan memberikan penilaian terhadap kondisi
kawasan mangrove sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh
Walikota serta sebagai dasar untuk mengambil tindakan di lapangan yan dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan kawasan mangrove.

D. Prinsip Pengelolaan

Ekosistem mangrove dalam pengelolaannya harus dipadukan dengan keuntungan


wilayah, sumber daya wilayah memiliki 4 fungsi pokok yaitu ;

a) Jasa-jasa pendukung kehidupan,


b) Jasa-jasa kenyamanan,
c) Penyediaan sumber daya alam dan

8
d) Penerima limbah Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu wilayah
pembangunan sangat penting dalam memelihara berbagai proses penunjang
kehidupan, seperti sikius hidrologi dan unsur hara, membersihkan limbah secara
alamiah, dan sumber keanekaragaman hayati (biodiversity). Penetapan zona tersebut
bergantung pada kondisi alamnya, luas zona preservasi dan konservasi yang optimal
dalam suatu kawasan pembangunan sebaiknya antara 30 - 50 % dan luas totalnya.

Sementara itu, bila kita menganggap wilayah pesisir sebagai penyedia sumber daya
alam, maka kriteria pemanfaatan untuk sumber daya yang dapat pulih (renewable resources)
adalah bahwa laju ekstraksinya tidak boleh melebihi kemampuannya untuk memulihkan pada
suatu periode tertentu. Sedangkan pemanfaatan sumber daya pesisir yang tidak dapat pulih
(non-renewable resources) harus dilakukan dengan cermat, sehingga efeknya tidak merusak
lingkungan sekitarnya.

E. Ekowisata Mangrove

Ekowisata merupakan paket perjalanan menikmati keindahan lingkungan tanpa merusak


eksosistem hutan yang ada. Ekowisata mangrove adalah kawasan yang diperuntuhkan secara
khusus untuk dipelihara untuk kepentingan pariwisata. Kawasan hutan mangrove adalah
salah satu kawasan pantai yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri, karena
keberadaan ekosistem ini berada pada muara sungai atau estuaria. Mangrove hanya tumbuh
dan menyebar pada daerah tropis dan subtropis dengan kekhasan organisme baik tumbuhan
yang hidup dan berasosiasi disana.

Potensi ekowisata merupakan semua objek (alam, budaya, buatan) yang memerlukan
banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan
weber, 2006). Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan dalam mempromosikan
lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan
wisata.

Potensi yang ada adalah suatu konsep pengembangan lingkungan yang berbasis pada
pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam, mangrove sangat potensial bagi
pengembangan ekowisata karena kondisi mangrove yang sangat unik serta model wilayah
yang dapat di kembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keaslian hutan serta
organisme yang hidup dikawasan mangrove.

1. Jenis atau spesies Mangrove

9
Hutan Mangrove meliputi pohon dan semak yang terdiri dari 12 genera
tumbuhan berbunga (Avicennia , Sonneratia , Rhizophora, Bruguiera , Ceriops ,
Xylocarpus , Lumnitzera ,Laguncularia , Aegiceras , Aegiatilis , Snaeda dan
Conocarpus ) yang termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, 2004). Vegetasi
hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun
demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan
mangrove.
Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati
penting/dominan yang termasuk kedalam empat famili: Rhizophoraceae,
(Rhizophora , Bruguiera dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia ), Avicenniaceae
(Avicennia ) dan Meliaceae (Xylocarpus ) (Bengen, 2004).
2. Kerapatan Hutan Mangrove
Kerapatan jenis adalah jumlah total individu spesies per luas petak pengamatan
dimana luas petak pengamatan adalah jumlah plot atau luas plot 28 misalnya jumlah
plot yang diamati ada 10 buah, dengan luas masing-masing plot 10 m x 10 m maka
total seluruh petak pengamatan adalah 1000 m (Fachrul M. F., 2006).
3. Biota Hutan MangroveMenurut Bengen (2004), komunitas fauna hutan mangrove
membentuk percampuran antara dua kelompok yaitu :
 Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini
tidak memiliki sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove.
 Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu : Yang hidup di
kolom air, terutama barbagai jenis ikan, dan udang; Yang menempati substrat
baik keras (akar dan batang pohon mangrove maupun lunak (lumpur), terutama
kepiting, kerang dan berbagai jenis avertebrata lainnya.
 Komunitas mangal bersifat unik, disebabkan luas vertikal pohon, dimana
organisme daratan menempati bagian atas sedangkan hewan lautan menempati
bagian bawah.

F. Strategi Pengembnagan Wisata

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pengembangan adalah


hal, cara atau hasil mengembangkanproses atau cara, perbuatan mengembangkan ke sasaran
yang dikehendaki.

10
Dalam Undang-Undang R1 No 10 Tahun 2009 Pasal 6 dan 7, tentang pembangunan
pariwisata disebutkan bahwa pembangunan pariwisata haruslah memperhatikan
keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam serta kebutuhan manusia untuk
berwisata (Pasal 6). Pembangunan pariwisata meliputi industri pariwisata, destinasi
pariwisata, pemasaran dan kelembagaan pariwisata (Pasal 7). Menurut Sunaryo (2013:159)
pengembangan pariwisata harus mencakup komponen komponen utama sebagai berikut:

a. Objek dan daya tarik, yang mencakup daya tarik yang biasa berbasis utama pada
kekayaan alam, budaya, maupun buatan/artificial, seperti event atau yang sering
disebut sebagai minat khusus (special interest).
b. Aksesibilitas, yang mencakup dukungan sistem transportasi yang meliputi: rute atau
jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan, moda transportasi lain.
c. Amenitas, yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata yang meliputi:
akomodasi, rumah makan (food and beverage), retail, toko cinderamata, fasilitas
penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata, dan fasilitas kenyamanan
lainnya.

11
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian, metode penelitian, dan memilih lokasi
untuk melakukan penelitian.
a. Lokasi Penelitian

12
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Senin 19 September 2022. Pukul 10.00 WIB.
Kegiatan observasi dilakukan di Kawasan konservasi hutan mangrove Lubuk Kertang, Kec.
Brandan barat, Kab. Langkat, Sumatera Utara.

b. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Menurut Sugiyono (2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode
penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatifbertujuan untuk
menggambarkan, melukiskan, menerangkan,menjelaskan dan menjawab secara lebih rinci
permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang
individu, suatu kelompok atau suatu kejadian.

c. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung pada hari Senin, 19 Maret 2022
yang bertempat di Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat
kemudian dilokasi melakukan pengamatan hutan mangrove, wawancara dengan
masyarakat dan dokumentasi. Dilanjutkan dengan proses penelitian Studi pustaka yang
merupakan metode pengumpulan data dengan cara pencarian data dan informasi melalui
dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen pada
beberapa website resmi yang dapat mendukung dalam proses penulisan. Menurut Mestika
Zed (2003), Studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian.

B. Sumber Data Penelitian

Penulis melakukan wawancara ke beberapa informan di lapangan sebagai narasumber


yang terkait dalam penelitian.

1. Data Primer

13
Adalah data yang diperolah dari subjek penelitian oleh peneliti pada saat melakukan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun pengertiannya sebagai berikut :

a. Wawancara

Proses tanya jawab secara langsung kepada berbagai pihak pengelola Hutan
Mangrove Surabaya untuk menemukan informasi sebagai tujuan yan akan dicapai
oleh penulis.

b. Observasi

Proses pengamatan situasi yang ada di Hutan Mangrove dengan mencatat apa yg
dianggapi penting guna menunjang data data uyangu diperlukan udalam merumuskan
hasil yang maksimal.

c. Dokumentasi

Proses untuk memperoleh data dalam bentuk dokumen, arsip atau gambar yang
terdapat keterangan dan dapat mendukung laporan penelitian yang telah di telaah
sebelumnya.

3. Data Sekunder

Merupakan data atau informasi yang diperoleh secara tidak tidak langsung dari objek
penelitian yang bersifat fisik seperti buku, literatur atau melalui internet yang terkait
mengenai masalah sarana dan prasarana penunjang rekreasi. Menggunakan data sekunder ini
bisa untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan pada
saat wawancara berlangsung.

C. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh menggunakan berbagai teknik pengumpulan data seperti, wawancara, kuesioner,
observasi dan dokumentasi seperti rekaman video/audio dengan cara mengorganisasikan data
dan memilih mana yang penting dan dipelajari, serta membuat kesimpulan, sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan tahap dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi data
merupakan penyederhanaan, penggolongan, dan membuang yang tidak perlu data sedemikian

14
rupa sehingga data tersebut dapat menghasilkan informasi yang bermakna dan memudahkan
dalam penarikan kesimpulan. Banyaknya jumlah data dan kompleksnya data, diperlukan
analisis data melalui tahap reduksi. Tahap reduksi ini dilakukan untuk pemilihan relevan atau
tidaknya data dengan tujuan akhir.

b. Display Data

Display data atau penyajian data juga merupakan tahap dari teknik analisis data
kualitatif. Penyajian data merupakan kegiatan saat sekumpulan data disusun secara sistematis
dan mudah dipahami, sehingga memberikan kemungkinan menghasilkan kesimpulan. Bentuk
penyajian data kualitatif bisa berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks,
grafik, jaringan ataupun bagan. Melalui penyajian data tersebut, maka nantinya data akan
terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah
dipahami.

c. Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi data merupakan tahap akhir dalam teknik analisis
data kualitatif yang dilakukan melihat hasil reduksi data tetap mengacu pada tujuan analisis
hendak dicapai. Tahap ini bertujuan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan
mencari hubungan, persamaan, atau perbedaan untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari
permasalahan yang ada.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan memungkinan


mengalami perubahan apabila tidak ditemukan bukti yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid, maka kesimpulan yang dihasilkan merupakan
kesimpulan yang kredibel. Verifikasi dimaksudkan agar penilaian tentang kesesuaian data
dengan maksud yang terkandung dalam konsep dasar analisis tersebut lebih tepat dan
obyektif. Salah satu cara dapat dilakukan adalah dengan Peer debriefing.

15
DAFTAR PUSTAKA

Eka Fitriah,dkk. (2013). STUDI ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE


KABUPATEN CIREBON.JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 2 EDISI
2. Cirebon. https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/sceducatia/article/view/
521/461

Dahuri, R., P.J.S. Ginting, dan M.J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir
dan Lautan SecaraTerpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Kusmana Cecep. 2007. Konsep Pengelolaan mangrove yang Rasional. Makalah


dipresentasikan pada Kegiatan Sosialisasi Bimbingan Teknis dan Pemantauan
Pelaksanaan Rehabilitasi Mangrove di Quality Hotel Jalan Somba Opu No. 235
Makassar, 13 Juni 2007.

Novalina Sagala, dan Imelda Regina Pellokila. 2019.STRATEGI PENGEMBANGAN


EKOWISATA HUTAN MANGROVE DIKAWASAN PANTAI OESAPA. JURNAL
TOURISM Vol. 02 No. 01, Halaman: 47 - 63. Nusa Tenggara Timur.

16

Anda mungkin juga menyukai