Anda di halaman 1dari 18

MIDDLE TEST

Kajian Lahan Basah

Pengelolaan Mangrove di
Kecamatan Sawo, Kabupaten Nias Utara,
Provinsi Sumatera Utara

Dosen Pengampu:

Dr. Deasy Arisanty, M. Sc.

Disusun Oleh:

Said Ahmad Zulfi Fathullah (1820112310006)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami
sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan dalam rangka
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya karena dengan perjuangan beliau
kita bisa berkumpul di tempat yang mulia ini, dan saya ucapkan terima kasih
kepada Dosen pengampu, Ibu Dr. Deasy Arisanty, M. Sc. yang telah memberikan
pengarahan dalam pembuatan makalah ini sampai selesai.
Dengan membuat tugas ini, diharapkan mampu untuk lebih mengenal
tentang Potensi dan Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove yang disajikan
berdasarkan informasi dari berbagai sumber. Saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari penyusunan, bahasan,
maupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Rabu, Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 4

A. Latar Belakang............................................................................. 4

B. Rumusan Masalah....................................................................... 5

C. Tujuan ......................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 9

A. Gambaran Umum......................................................................... 9

B. Potensi Pelestarian Ekosistem...................................................... 10

C. Potensi Kerusakan dan Perubahan Luasan Ekosistem Mangrove 12

D. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Sawo 15

BAB III PENUTUP......................................................................................... 17

A. Kesimpulan............................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam wilayah
pesisir yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, fisik, dan ekonomi . Lalo
dalam Mandrova (2003) menambahkan bahwa ekosistem mangrove merupakan
tipe ekosistem yang unik, karena dalam ekosistem mangrove terpadu dua tipe
karakteristik ekosistem, yaitu laut dan darat sehingga mengakibatkan jenis biota
yang hidup di habitat mangrove terdiri dari biota laut dan biota darat. Luasan
ekosistem mangrove semakin berkurang akibat tekanan dari berbagai aktivitas
manusia yang semakin banyak, serta perluasan kota yang semakin pesat.
Pemanfaatan yang tidak diiringi dengan pelestarian yang bijaksana
dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan sumberdaya, bahkan menyebabkan
kepunahan. Menurut Pattimahu (2010), luas hutan mangrove di Indonesia telah
mengalami degradasi sekitar 13 % atau sekitar 515 761 ha dalam kurun waktu 11
tahun. Penurunan luas kawasan mangrove secara drastis disebabkan oleh kurang
tepatnya apresiasi nilai yang diberikan terhadap ekosistem area mangrove serta
adanya anggapan salah yang menyatakan bahwa ekosistem area mangrove
merupakan areal yang tidak bernilai. Hal ini menjadi salah satu faktor yang
mendorong terjadinya konversi lahan mangrove menjadi peruntukan lain yang
dianggap lebih ekonomis.
Kabupaten Nias Utara adalah salah satu kabupaten yang terletak di
Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara, yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Nias pada tahun 2008 (BPSKN 2011). Sebagian besar wilayahnya
berada di pesisir, sehingga memiliki garis pantai yang panjang. Namun, banyak
wilayah pesisir yang telah mengalami proses abrasi pantai. Abrasi ini disebabkan
oleh tragedi tsunami pada tahun 2004 dan gempa pada tahun 2005 yang
menyebabkan beberapa wilayah pesisir di Kabupaten Nias Utara mengalami
kenaikan daratan yang salah satunya adalah Kecamatan Sawo. Kecamatan Sawo
termasuk dalam wilayah Kabupaten Nias Utara dan memiliki ekosistem

4
mangrove yang lebih luas dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Menurut
hasil penelitian LIPI (2004) in Zai et al. (2014) menyatakan bahwa di Pantai
Utara Pulau Nias terdapat 25 (dua puluh lima) jenis mangrove yang termasuk
dalam 13 (tiga belas) suku dengan cakupan luas mangrove sebesar 4,54 Km2.
Zai et al. (2014) menambahkan bahwa di Desa Sisarahili Teluk Siabang,
Kecamatan Sawo, terdapat 15 jenis mangrove; 12 diantaranya adalah mangrove
sejati serta 3 (tiga) lainnya merupakan mangrove ikutan. Penelitian lain yang
dilakukan di Desa Lasara Sawo, Kecamatan Sawo, menunjukkan terdapatnya 10
(sepuluh) spesies mangrove; enam di antaranya merupakan mangrove sejati dan
empat yang lainnya merupakan mangrove ikutan (Mendrofa 2014).
Berdasarkan data tersebut, kawasan pesisir Kecamatan Sawo,Kabupaten
Nias Utara, memiliki potensi ekosistem mangrove yang besar untuk dapat
dikembangkan dan dikelola dengan baik. Akibat gempa tektonik yang melanda
Kepulauan Nias pada tahun 2005 di wilayah ini mengalami kenaikan daratan dan
penurunan muka air laut. Banyak kawasan mangrove yang mengering sehingga
menyebabkan ekosistem mangrove mengalami kerusakan. Selain itu, lokasi
ekosistem mangrove di wilayah ini berdekatan dengan lingkungan pemukiman
penduduk, sehingga dikhawatirkan terjadi pemanfaatan berlebihan serta
kerusakan tanpa diiringi dengan pengelolaan yang baik. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem mangrove. Berkaitan dengan hal ini,
belum ada kajian strategi pengelolaan yang dilakukan terkait dengan keberadaan
mangrove di wilayah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang
potensi dan perumusan strategi pengelolaan pada mangrove yang ada di kawasan
tersebut.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
a. Bagaimana potensi pelestarian dan kerusakan ekosistem mangrove di Kec.
Sawo Kab. Nias Utara Prov Sumatera Utara?
b. Bagaimana strategi pengelolaan dalam pelestarian ekosistem mangrove
secara berkelanjutan di Kec. Sawo Kab. Nias Utara Prov Sumatera Utara?

5
3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
a. Menganalisis potensi pelestarian ekosistem mangrove di Kec. Sawo Kab.
Nias Utara Prov Sumatera Utara
b. Manganalisis strategi pengelolaan dalam pelestarian ekosistem mangrove
secara berkelanjutan di Kec. Sawo Kab. Nias Utara Prov Sumatera Utara

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang memiliki fungsi penting,


baik fungsi fisik, ekonomi maupun ekologi. Untuk dapat mempertahankan
kelestarian mangrove, perlu dilakukan pengelolaan yang baik dalam
pemanfaatan, sehingga dapat berkelanjutan. Peningkatan jumlah penduduk dan
tuntutan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat akan mendorong
masyarakat untuk melakukan eksploitasi mangrove. Disamping itu, konversi
lahan mangrove menjadi lahan pertanian dan pembangunan akan menyebabkan
penurunan luasan ekosistem mangrove secara besar-besaran.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang tidak dikelola dan


dimanfaatkan dengan baik akan mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya yang
tidak lestari, sehingga memberikan dampak yang tidak diinginkan bagi kawasan
pesisir (pantai dan ekosistem). Dampak yang diakibatkan oleh pemanfaatan
mangrove yang tidak terkendali adalah kerusakan ekosistem mangrove karena
terputusnya mata rantai kehidupan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem
lain maupun dalam ekosistem itu sendiri.

Kondisi yang sama terjadi di Kecamatan Sawo yang memiliki potensi


ekosistem mangrove yang cukup luas. Keterbatasan masyarakat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove di wilayah ini menyebabkan
terjadinya degradasi yang cukup tinggi. Minimnya pengetahuan masyarakat akan
jenis, fungsi dan manfaat ekosistem mangrove menyebabkan kecilnya nilai yang
diberikan oleh masyarakat terhadap ekosistem mangrove tersebut. Akibatnya,
masyarakat melakukan penebangan pohon mangrove secara besar-besaran
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kemudian, lahan magrove yang telah
ditebang tersebut dikonversi menjadi lahan pertanian dan bangunan, baik
infrastruktur maupun tempat tinggal masyarakat.

Peranan ekosistem mangrove sangat penting bagi ekosistem pesisir dan

7
makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, perlu untuk mempelajari
dan mengetahui kondisi ekosistem mangrove sesungguhnya di Kecamatan Sawo
saat ini guna merumuskan strategi yang tepat guna pengelolaan ekosistem
mangrove yang lestari. Hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah potensi
ekosistem mangrove dan sosial ekonomi masyarakat nelayan yang tinggal di
sekitar kawasan mangrove, serta perubahan luasan dan faktor kerusakan
ekosistem mangrove. Hal ini dilakukan untuk menetapkan strategi pengelolaan
mangrove yang tepat dan dapat diterapkan dalam pengelolaan ekosistem
mangrove yang ada di Kecamatan Sawo secara berkelanjutan.

8
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran umum Kabupaten Nias Utara


Kabupaten Nias Utara merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di
dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil asistensi pemerintah
Daerah Nias Utara dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan.
Peta administrasi Kabupaten Nias Utara disajikan pada Gambar berikut.
Peta Administrasi Kabupaten Nias Utara

Luas wilayah Kabupaten Nias Utara adalah 1 501,53 km2yang terdiri


dari 11 kecamatan dan 113 desa/kelurahan (112 desa dan 1 kelurahan).
Kecamatan dengan wilayah yang paling luas adalah Kecamatan Lahewa dengan
luas 228,70 km2, diikuti Alasa dengan luas 204,41 km2, kemudian Lahewa Timur
204,12 km2,disusul oleh kecamatan lainnya. Wilayah yang paling kecil adalah
Kecamatan Tuhemberua sebesar 55,96 km2.

9
Pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti di Perairan Lahewa memiliki
topografi yang relatif datar dengan ketinggian < 5 m di atas permukaan laut.
Perairan di sekitar Kabupaten Nias Utara cendrung semakin dalam ke arah barat,
tepatnya yang berbatasan dengan Samudra Hindia dapat mencapai kedalaman >
600 m sedangkan kearah timur sebaliknya perairan lebih dangkal, hanya saja
pada wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah terdapat
bentuk dasar perairan seperti lembah dengan kedalaman dapat mencapai > 500 m.
Dilihat dari tekstur pulau yang berupa pasir dan pecahan karang. Kabupaten Nias
Utara terdiri dari 15 buah pulau besar dan kecil. Banyaknya pulau yang dihuni
sebanyak 6 pulau, sementara yang tidak dihuni sebanyak 9 pulau. Keadaan iklim
Kabupaten Nias Utara dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udara dalam
satu tahun rata-rata 26,3 ºC/bulan dengan rata-rata minimum 23,2ºC dan rata-rata
maksimum 30,8 ºC. Kecepatan angin dalam satu tahun antara 6 knot/jam
sampai 13 knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara. Kondisi
seperti ini disamping curah hujan yang tinggi mengakibatkan sering terjadinya
badai besar. Musim badai laut setiap tahun biasanya terjadi antara bulan
September sampai dengan November, tetapi kadang-kadang terjadi juga pada
bulan Agustus dan cuaca bisa berubah secara mendadak.

2. Potensi Pelestarian Ekosistem Mangrove


Data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Utara (2014)
menunjukkan bahwa luas ekosistem mangrove Kabupaten Nias Utara adalah
178,96 ha dan tersebar dibeberapa kecamatan. Kecamatan Sawo merupakan salah
satu kecamatan yang ada di Kabupaten Nias Utara dengan kawasan pesisir dan
potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari beberapa desa yang ada di
Kecamatan Sawo yang ditumbuhi oleh ekosistem mangrove, ada dua desa yang
memiliki potensi mangrove yang sangat besar yaitu di Desa Lasara Sawo dan
Desa Sisarahili Teluk Siabang. Kawasan mangrove di daerah ini merupakan
kawasan teluk yang terlindungi serta dialiri oleh sungai-sungai kecil yang
merupakan faktor utama terhadap penyebaran mangrove.
Hasil pengamatan memberikan gambaran bahwa daerah penelitian
ditumbuhi oleh beberapa jenis mangrove yang sangat padat, serta didapatkan

10
pohon-pohon besar. Tegakan pohon di kawasan ini memiliki tinggi antara 3
sampai dengan 20 meter.
Pengamatan di kawasan penelitian banyak ditemukan hewan yang
berasosiasi pada mangrove seperti burung, ular, biawak, kerang, siput, kepiting,
dan berbagai jenis ikan. Banyaknya hewan yang berasosiasi di kawasan mangrove
dapat membuktikan bahwa mangrove sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup
yang ada di sekitarnya, baik ekosistem daratan maupun perairan. Secara ekologi,
mangrove dapat menjadi habitat alami bagi fauna dan flora yang berasosiasi.
Meskipun demikian banyak fungsi dan manfaat ekosistem mangrove,
masih banyak ditemukan kerusakan mangrove baik dari dampak bencana alam
maupun dampak ulah masyarakat itu sendiri. Salah satu faktor terbesar kerusakan
yang terjadi terhadap ekosistem mangrove adalah penebangan pohon mangrove
yang dekat dengan daratan. Kemudian lahan hasil penebangan tersebut dijadikan
sebagai lahan pertanian bagi masyarakat setempat.

Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Kawasan Konservasi Laut


Daerah (KKLD) berdasarkan SK Bupati Kabupaten Nias Nomor 050/139/K/2007,
serta merupakan kawasan binaan program Coral Reef Rehabilitation and
Management Program (COREMAP-CTI) baik tahap II dan juga tahap III.
Meskipun kawasan ini sudah ditetapkan sebagai KKLD namun pengamatan
dilapangan tidak menunjukkan pengaruh nyata setelah penetapan kawasan
tersebut, baik dalam segi sosial ekonomi masyarakat maupun untuk ekosistem
pesisir di sekitarnya.

11
Menurut informasi yang didapatkan dari wawancara terhadap masyarakat
di sekitar kawasan mangrove, bahwa kawasan ini juga pernah dilakukan program
rehabilitasi oleh Dinas Lingkungan Hidup yang dalam hal ini adalah penghijauan
atau penanaman kembali pohon mangrove yang sudah rusak. Pengamatan
dilapangan ditemukan bahwa hasil dari program ini sangat tidak memuaskan
karena jumlah ekosistem mangrove yang hidup sangat kecil. Hal ini disebabkan
oleh teknik dalam penanaman bibit mangrove yang tidak disesuaikan dengan
zonasinya sehingga peluang bagi mangrove tersebut untuk hidup sangat kecil.

3. Potensi Kerusakan dan Perubahan Luasan Ekosistem Mangrove


Data mangrove di Kecamatan Sawo dengan menggunakan citra landsat
pada tahun 2006, 2014 dan 2016, diketahui bahwa luasan mangrove di daerah
penelitian dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang sangat besar. Tahun
2006 didapatkan bahwa luas mangrove di daerah penelitian sebesar 109,724 ha,
kemudian pada tahun 2014 mengalami penurunan sehingga diketahui luasan
mangrove sebesar 98,234 ha dan kemudian tahun 2016 tinggal seluas 92,319
ha. Penurunan luasan mangrove dalam waktu 10 tahun sekitar 17,405 ha.

12
Tutupan mangrove di daerah penelitian pada tahun (a) 2006, (b) 2014, dan
(c) 2016

Menurunnya luasan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dan


dampak dari bencana alam. Kaunang dan Kimbal (2009), Wardhani (2011),
serta Giri et al. (2015) mengatakan bahwa ekosistem mangrove rentan terhadap
degradasi yang disebabkan oleh kondisi alam atau kegiatan manusia, seperti
konversi lahan, penebangan berlebihan, pencemaran, ketersediaan air tawar,
banjir, dan badai siklon. Menurut informasi bahwa kerusakan mangrove di Desa
Lasara Sawo dan Sisarahili Teluk Siabang disebabkan oleh banyaknya
penebangan pohon mangrove dan konversi kawasan mangrove menjadi lahan
pertanian akibat kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap jenis, fungsi dan
manfaat hutan mangrove. Lasibani dan Kamal dalam Mendrova (2010)
menambahkan bahwa kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia lebih sering
disebabkan oleh keterbatasan pemahaman masyarakat tentang manfaat ekosistem
mangrove di kawasan pasang surut tersebut. Hal ini didukung oleh kurang adanya
pengawasan dari pemerintah terkait serta tidak adanya aturan pelarangan yang
mengikat seperti aturan adat, peraturan desa, peraturan daerah, dan peraturan

13
provinsi yang bisa ditaati oleh masyarakat setempat. Menurut Kamal (2006),
untuk menjaga kelestarian mangrove dalam pemanfaatannya diperlukan kebijakan
penetapan kawasan hutan mangrove menjadihutan lindung pada daerah
penyangga di kawasan pesisir pantai.

Data DKP Nias Utara dan LIPI (2015) menunjukkan bahwa pendidikan
sumber daya masyarakat berkorelasi positif dengan pengetahuan masyarakat
terhadap ekosistem mangrove dan berpengaruh dalam pengelolaan Sumberdaya
alam. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sisarahili Teluk
Siabang berkorelasi dengan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
fungsi dan manfaat hutan mangrove menyebabkan semakin kecil perhatian
mereka untuk melestarikannya. Akibatnya, mereka memberikan nilai yang sangat
kecil terhadap fungsi ekosistem mangrove, sehingga banyak yang
mengalihfungsikan kawasan mangrove sebagai kawasan per-tanian dan
pembangunan karena dianggap memiliki nilai yang lebih tinggi.
Penurunan luasan mangrove di kawasan penelitian juga dipengaruhi oleh
gempa tektonik yang mengguncang Pulau Nias pada tanggal 28 Maret 2005.
Gempa menyebabkan naiknya daratan pesisir dan turunnya permukaan air laut di
bagian utara Pulau Nias sehingga banyak kawasan mangrove yang tidak
tergenangi oleh air laut. Akibatnya, banyak mangrove Rhizophora sp. yang rusak
dan mengalami kematian. Hal ini dilaporkan oleh Wilknson et al. (2006) dalam
Laporan Final Review Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di
Kabupaten Nias Utara 2014 menyatakan bahwa kejadian gempa susulan tanpa
disertai tsunami Bulan Maret 2005 di Pulau Nias mengakibatkan pengangkatan

14
daratan setinggi 2,5-2,9 meter, sehingga luasan terumbu dan ekosistem lainnya
semakin berkurang.
Kerusakan ekosistem mangrove tersebut berdampak besar terhadap hasil
tangkapan nelayan yang semakin menurun serta daerah penangkapan yang
semakin menjauh. Hasil wawancara dengan nelayan setempat mengatakan bahwa
penurunan hasil tangkapan dan juga semakin menjauhnya daerah penangkapan
ikan terjadi seiring dengan semakin rusaknya ekosistem yang ada di pesisir
terutama ekosistem mangrove dan terumbu karang. Hal ini akan berpengaruh
terhadap perekonomian masyarakat, seperti yang dinyatakan oleh Suargana
(2008). Purwoko (2005) dalam penelitiannya juga menambahkan bahwa
kerusakan ekosistem hutan bakau (mangrove) berdampak secara nyata terhadap
pendapatan masyarakat pantai melalui penurunan keragaman jenis tangkapan
nelayan, ketersediaan bahan baku dan komoditas perdagangan serta kesem-patan
kerja dan berusaha masyarakat pantai secara signifikan. Berdasarkan keterangan
tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kerusakan dan penurunan luasan
ekosistem mangrove sangatlah besar pengaruhnya terhadap peningkatan
perekonomian masyarakat yang ada di sekitarnya.

4. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove secara berkelanjutan di


Kecamatan Sawo
Penelitian ini bertujuan untuk dapat merumuskan strategi pengelolaan
mangrove agar lestari dan berkelanjutan di Kecamatan Sawo Kabupaten Nias
Utara. Beberapa tahapan metode analisis sudah dilakukan dalam mendapatkan
landasan analisis strategi pengelolaan. Agar strategi pengelolaan mangrove lebih
baik dan tidak tumpang tindih maka dalam perumusan strategi pengelolaan
mangrove harus mempertimbangkan berbagai faktor-faktor penting seperti
ekonomi, sosial, ekologi, serta undang-undang yang sudah diterapkan oleh
masyarakat lokal. Strategi dalam hal ini merupakan suatu metode dalam
merumuskan untuk dapat mengubah alur pemikiran dari serangkaian analisis
yang telah dilakukan untuk memperoleh kesimpulan yang lengkap dan tepat
dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria utama yang lebih berpengaruh ber-
dasarkan persepsi masing-masing responden pakar dalam pengelolaan mangrove

15
Kecamatan Sawo. Tahapan perumusan ini akan mengkaji strategi pengelolaan
mangrove di Kecamatan Sawo yang menunjukkan prioritas alternatif yang lebih
tepat yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat, peningkatan ekonomi dan
kelestarian ekosistem mangrove. Beberapa alternatif strategi pengelolaan
mangelolaan mangrove di Kecamatan Sawo yaitu konservasi kawasan dan
pemeliharaan, pemberdayaan masyarakat, pelatihan, pendidikan, dan wisata
pantai.
Prioritas utama strategi pengelolaan mangrove di Kecamatan Sawo ada
dua yaitu pemberdayaan masyarakat dengan skor 0,328 (32,8%) kemudian pen-
didikan dan pelatihan sumberdaya masyarakat pesisir dengan skor 0,289 (28,9%).
Pemberdayaan masyarakat sangat perlu dalam pengelolaan mangrove supaya
masyarakat yang ada di sekitar mangrove dapat membuat usaha dengan
memanfaatkan hasil dari ekosistem mangrove tersebut, serta dapat mengelola dan
mengembangkan ekosistem mangrove yang ada sebagai tempat wisata alam.
Sedangkan strategi alternatif pendidikan dan pelatihan sumberdaya masyarakat
pesisir diperlukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Kecamatan
Sawo, karena mengingat tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat terhadap
jenis dan fungsi serta manfaat ekosistem mangrove sangat terbatas, sehingga perlu
adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan guna
meningkatkan keterampilan masyarakat pesisir yang ada di sekitar ekosistem
mangrove. Sehingga dengan diterapkannya kedua strategi pengelolaan ini maka
diharapkan dapat memberikan kelestarian terhadap ekosistem mangrove yang ada
di Kecamatan Sawo dan juga menunjang ekonomi masyarakat yang ada di
sekitarnya demi mencapai kesejahteraan.

16
BAB V

KESIMPULAN

Data citra landsat menunjukkanbahwa mangrove di daerah penelitian


semakin menurun, dalam jangka waktu 10 tahun sekitar 17,405 ha. Kerusakan
mangrove di Kecamatan Sawo disebabkan oleh manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dan juga karena pengaruh gempa bumi tahun 2005.

Potensi sumberdaya mangrove sangat besar, namun pengetahuan


masyarakat tentang ekosistem mangrove masih minim. Hal ini dibuktikan
dengan sungai-sungai kecil yang merupakan faktor utama terhadap penyebaran
mangrove, serta banyaknya hewan yang berasosiasi di kawasan mangrove dapat
membuktikan bahwa mangrove sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup.

Strategi pengelolaan mangrove di kawasan pesisir Kecamatan Sawo


Kabupaten Nias Utara agar tetap lestari adalah perlu adanya pemberdayaan
masyarakat yang diikuti oleh pendidikan dan pelatihan.

17
DAFTAR REFERENSI

Gaol, J. L., et al. 2007. Pemetaan Sumber Daya Laut Pulau Nias Dengan
Teknologi Penginderaan Jauh Satelit Pasca-Tsunami 2004. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia hal 131-139 ISSN 0853-4217.

Mendrofa, S., Kurnia, R., & Pratiwi, N.T.M. 2017. Perubahan Lahan Dan
Strategi Pengelolaan Mangrove Di Kecamatan Sawo, Kabupaten Nias
Utara, Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis Vol. 9 No. 2, Hlm. 499-506, Desember 2017 ISSN Cetak : 2087-
9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt ISSN Elektronik : 2085-
6695 DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v9i2.19286.

Mendrofa, S. 2017. Perubahan Lahan Dan Strategi Pengelolaan Mangrove Di


Kecamatan Sawo, Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara. Tesis.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2017.

18

Anda mungkin juga menyukai