Anda di halaman 1dari 13

USULAN PENELITAIN

Analisis Bakteri Pengurai Di Kawasan Hutan Mangrove Di Gurapin Kota Tidore


Kepulauan

Oleh :

RUSAYANG MAHMUD
NPM. 05161911008

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga penulisan makalah metodologi penilitian saya ini dapat
terselesaikan. Makalah yang berjudul “Analisis Bakteri Pengurai Di Kawasan Hutan Mangrove
Di Gurapin Kota Tidore Kepulauan ” ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
metodologi penelitian.
Dalam penyusunan makalah ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini. Adapun pihak-
pihak tersebut antara lain kedua orang tua saya yang saya cintai, sahabat-sahabat yang selalu
memberikan motivasi kepada saya.
Saya selaku penyusun menyadari bahwa makalah usulan penelitian saya ini belumlah
sempurna. Untuk itu, Saya akan dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca
sekalian. Semoga karya penulisan makalah seminar satu saya ini dapat diterima dan bermanfaat
bagi para pembacanya. Terima kasih

Ternate, 24 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1. 1. Latar Belakang.....................................................................................................................1
1. 2. Tujuan..................................................................................................................................2
1. 3. Rumusan Masalah................................................................................................................3
1. 4. Manfaat................................................................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................4
2. 1. Bakteri Pengurai di Kawasan Hutan Mangrove...................................................................4
2. 2. Laju Dekomposisi Serasah Hutan Mangrove.......................................................................4
Bab 3. METODE PENELITIAN..................................................................................................6
3. 1. Bahan dan cara kerja............................................................................................................6
3. 2. Pengambilan serasah daun mangrove..................................................................................6
3. 3. Isolasi Bakteri Serasah Daun Mangrove..............................................................................6
3. 4. Identifikasi bakteri serasah daun mangrove.........................................................................7
3. 5. Analisis Laju Dekomposisi..................................................................................................7
BAB 5. PENUTUP.........................................................................................................................8
5. 1. Kesimpulan..........................................................................................................................8
5. 2. Saran.....................................................................................................................................8

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara
sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka
mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi
yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di
dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau,
atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah
satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp.
Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan
mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan
hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai. Mangrove adalah individu jenis
tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove
sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar
vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di
atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan
digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa
pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam
campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah,
perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). (Anonim, 2000)
Mangrove berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah mangrove dengan
memberikan sumbangan bahan organik yaitu serasah yang diurai oleh fungi dan bakteri
(Andrianto et al., 2015; Widhitama et al., 2016). Serasah adalah bagian tumbuhan yang telah
mati seperti guguran daun, ranting, akar, bunga, kulit, batang yang menyebar di permukaan tanah
sebelum mengalami dekomposisi (Saban et al., 2013). Serasah daun mangrove di dekomposisi
oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara atau nutrien dan partikel serasah atau detritus dan sebagai
makanan bagi ikan, udang dan kepiting (Tang et al., 2016; Ningsih et al., 2014). Makrobentos
termasuk salah satu dekomposer awal yang menghancurkan/mencacah sisa-sisa dari daun yang
dikeluarkan kembali sebagai kotoran dan dilanjutkan fungi dan bakteri untuk menguraikan bahan
organik menjadi protein (Sari et al., 2017). Mangrove dapat mempengaruhi kandungan karbon

1
organik tanah dari serasah yang jatuh ke atas permukaan tanah, serasah terdekomposisi oleh
mikroorganisme yang menyebabkan kandungan bahan organik di dalam tanah menjadi tinggi
(Mahasani et al., 2015; Tang et al., 2016).
Kawasan hutan mangrove sebagai penghasil detritus bagi plankton yang merupakan
makanan yang utama bagi biota laut, dimana detritus yang jatuh ke perairan akan terurai dan
terbentuk menjadi substrat bagi pertumbuhan algae dan bakteri serta sebagai makanan oleh
organisme pengurai (Andrianto et al., 2015; Lestari et al., 2017). Terdapat empat jenis mangrove
di kawasan hutan mangrove yaitu Bruguiera gymnorrhiza (60 batang), Rhizopora Mucronata (2
batang), Rhizopora Stylosa (26 batang) dan Sonneratia Alba (56 batang) (Faiqoh et al., 2016).
Laju dekomposisi serasah merupakan suatu proses penghancuran bagi organisme yang terjadi
secara bertahap sehingga strukturnya tidak lagi kompleks, tetapi telah teruari menjadi
karbondioksida, air dan komponen mineral (Haris et al., 2012). Laju dekomposisi serasah daun
merupakan proses penghancuran bahan organik yang berasal dari daun yang mempunyai
kontribusi sebagian besar nutrien sedimen dan perairan sekitar dan serasah daun lebih mudah
jatuh oleh angin dan hujan karena ukuran dan bentuk daun yang tipis dan lebar (Mahmudi et al.,
2011). Studi menunjukkan bahwa dekomposisi daun lebih tinggi pada pada musim hujan
dibandingkan dengan musim kemarau, karena perendaman air menyebabkan hilangnya serasah
dimana suhu musim hujan yang lebih tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikroba, dan
mempercepat tingkat dekomposisi (Fernando and Bandeira, 2009).
Dekomposisi adalah salah satu tahap terpenting dalam siklus nutrisi, terutama oleh tiga
kelompok variabel: komunitas alam dalam dekomposisi (keanekaragaman dan kelimpahan
organisme makro dan mikro), karakteristik dari bahan organik yang menentukan penguraian
(kualitas substrat) nya, dan kondisi fisika-kimia lingkungan, yang dikendalikan oleh iklim dan
oleh karakteristik sedimen (Barroso-Matos et al., 2012). Dekomposisi merupakan suatu proses
dimana organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan dan menjadi
partikel yang lebih kecil lagi serta menghasilkan unsur hara yang dimanfaatkan untuk menopang
pertumbuhan mangrove (Dharmawan et al., 2016).
1. 2. Tujuan
1. Tujuan yang inggin di capai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri apa
saja yang terdapat di hutan mangrove

2
2. Mengetahui laju dekomposisi serasah daun mangrove di perairan gurapin Kota Tidore
Kepulauan
1. 3. Rumusan Masalah
1. identifikasi bakteri apa saja yang dapat terurai di hutan mangrove
2. Analisis Bakteri Pengurai Di Kawasan Hutan Mangrove Di Gurapin Kota Tidore
Kepulaun
1. 4. Manfaat
Manfaat penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai laju dekomposisi serasah daun
mangrove di perairan guraping kota tidore kepulauan

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Bakteri Pengurai di Kawasan Hutan Mangrove


Ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang sangat tinggi melalui sumbangan
serasah. Serasah mangrove berupa daun, ranting, bunga, buah dan biomassa lainnya yang jatuh
menjadi sumber nutrien bagi biota perairan dan menentukan produktivitas perikanan laut
(Zamroni dan Rohyani, 2008). Salah satu faktor kesuburan pada ekosistem mangrove ialah
serasah daun yang jatuh dan mengalami proses dekomposisi. Laju dekomposisi memberikan
sumbangan bahan organik yang berperan dalam pembentukan pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhtumbuhan, ikan, udang, kepiting dan mikroorganisme lainnya di hutan mangrove.
Ulqodry (2008).
Serasah mangrove yang terdekomposisi oleh mikroorganisme akan menghasilkan bahan
organik yang diserap oleh tanaman dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke
perairan sekitarnya (Dewi, 2010). Salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses
dekomposisi adalah bakteri. Bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem, yang bertanggung
jawab untuk mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon,
nitrogen dan fosfor. Energi yang terdapat dalam tubuh bakteri sebenarnya lebih besar
dibandingkan dengan energi yang terdapat dalam tubuh organisme lainnya, sehingga bakteri
dapat mengatur sistem rantai makanan di perairan dan daratan. Keberadaan bakteri di daerah
hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove
menjadi bahan organik yang sangat penting dalam penyediaan makanan bagi organisme yang
mendiami hutan mangrove (Alongi, 1994)

2. 2. Laju Dekomposisi Serasah Hutan Mangrove


Bakau sebagai salah satu ekosistem pesisir merupakan komunitas tumbuhan tinggi yang
mampu beradaptasi dengan baik di kawasan pasang-surut (Kathiresan & Bingham, 2001).
Struktur tumbuhannya yang tinggi dan kokoh menjadikan hutan bakau berfungsi sebagai
komponen penting dalam rantai makanan yang sangat kompleks dan potensial bagi kehidupan
berbagai biota laut maupun terestrial, baik mikroorganisme maupun makroorganisme (Saenger et
al., 2012; Abrantes et al., 2014). Tumbuhan bakau juga berperan sebagai sumber energi melalui
guguran serasah atau bagian tumbuhan yang telah mati (Abrantes & Sheaves, 2009). Biota
herbivora akan memecahnya menjadi bagian yang lebih kecil yang kemudian diuraikan oleh

4
mikroorganisme melalui mekanisme dekomposisi (Camilleri, 1992; Robertson, 1998; Longonje
& Raffaelli, 2015).
Dalam ekosistem bakau, dekomposisi merupakan proses katabolisme yang sangat penting
bagi produktivitas primer kawasan. Pemecahan mekanik dan kimiawi yang dilakukan oleh
organisme pengurai menghasilkan unsur hara esensial sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk
menopang pertumbuhan bakau dan biota lainnya. Kajian tentang dekomposisi sudah banyak
dilakukan, baik di wilayah tropis maupun subtropis, antara lain oleh Ashton et al. (1999),
Ananda et al. (2008), Li & Ye (2014), Tran (2014), dan Keuskamp et al. (2015). Letak geografis
sangat penting dalam memengaruhi laju dekomposisi (Ainley & Bishop, 2015). Peningkatan
aktivitas dekomposisi yang terjadi secara aerobik dapat meningkatkan emisi gas karbon dioksida
ke dalam atmosfer (Cai, 2011). Hal ini disebabkan oleh kandungan organik yang tinggi dan
faktor lingkungan in situ yang optimal bagi pertumbuhan organisme pengurai.
Serasah daun sebagai komponen utama dalam produtivitas primer bakau merupakan
sumber karbon penting dalam proses dekomposisi. Kualitas dan kuantitas serasah dalam
ekosistem memberikan pengaruh kuat bagi aktivitas katabolisme organisme pengurai
(Mooshammer et al., 2012). Kualitas serasah sangat dipengaruhi oleh jenis bakau yang memiliki
kandungan nutrisi dan air yang berbedabeda. Semakin tebal daun, maka semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk menguraikannya (Gartner & Cardon, 2004). Luas dan keragaman bakau
di Indonesia menimbulkan variasi yang cukup tinggi pada kuantitas serasah bakau yang
dihasilkan, yaitu berkisar 7,1–23,7 ton·ha-1 ·tahun-1 (Sukardjo & Yamada, 1992; Sukardjo et
al., 2013). Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan di Indonesia.

5
Bab 3. METODE PENELITIAN

3. 1. Bahan dan cara kerja


Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di lapangan dengan 2 tahap meliputi
pengambilan serasah daun mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB)
kemudian dilanjutkan dengan identifikasi bakteri di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Tarakan. Alat yang digunakan
dalam penelitian meliputi jaring penampung (litter trap), jaring serasah (litter bag), tali, kantong
plastik, aluminium foil, oven, timbangan analitik, alat-alat gelas. Bahan yang digunakan dalam
penelitian meliputi serasah daun mangrove (Bruguiera parviflora, Rhizophora Apiculata,
Sonneratia Alba, dan Avicennia Alba), Larutan H2O2, Trypticase soy agar (TSA), KOH 3%,
parafin, dan kertas strip oksidase.

3. 2. Pengambilan serasah daun mangrove


Metode umum yang digunakan untuk menampung guguran serasah daun mangrove
dalam waktu tertentu (litterfall) adalah dengan litter-trap (jaring penangkap serasah) (Brown,
1984). Litter-trap berupa jaring penampung berukuran 2 m x 2 m, yang terbuat dari nilon dengan
ukuran mata jaring (mesh size) sekitar 1 mm dan bagian bawahnya diberi pemberat. Litter-trap
dipasang pada setiap stasiun pengamatan masing-masing sebanyak 3 buah yang diletakkan pada
vegetasi mangrove dengan ketinggian di atas garis pasang tertinggi. Serasah mangrove berupa
daun yang telah dikumpulkan kemudian dikeringkan dan dimasukkan ke dalam kantong serasah
(Litter-bag) sebanyak 20 g yang berukuran 30 cm x 30 cm yang terbuat dari nilon dengan mesh
size 1 mm. Litter-bag dipasang di tiap stasiun pengamatan masing-masing sebanyak 8 buah
kantong, 4 buah kantong untuk mengukur laju dekomposisi dan 4 buah kantong untuk
identifikasi bakteri. Litter-bag kemudian diikatkan di setiap stasiun pada bagian akar mangrove
agar tidak terbawa air pasang. Selanjutnya Litter-bag diambil dari masing-masing lokasi
pengamatan pada selang waktu 14, 28, 42, 56 hari kemudian dibersihkan dan dikeringkan
kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

3. 3. Isolasi Bakteri Serasah Daun Mangrove


Isolasi bakteri dilakukan dengan cara menimbang serasah daun mangrove yang telah
dihaluskan sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlemenyer yang berisi air

6
dari lingkungan mangrove yang telah disterilkan untuk pengenceran. Proses pengenceran
dilakukan sampai tingkat 10-7 ,selanjutnya dibiakkan pada media TSA. Biakkan bakteri
diinkubasi selama 24 - 48 jam, kemudian koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan dengan
membuat subkutur di media TSA dan diambil koloni yang berbeda-beda, kemudian diinkubasi
selama 24 jam.

3. 4. Identifikasi bakteri serasah daun mangrove


Identifikasi bakteri dilakukan dengan 3 pengujian yaitu: uji pewarnaan gram (gram
negatif, gram positif dan bentuk bakteri), uji utama (KOH 3%, H2O2 3% dan Oksidase) dan
uji lanjut (O/f, Glukosa dan motility) (Cowan and Steel’s, 1974).

3. 5. Analisis Laju Dekomposisi


Data perubahan massa serasah diamati selama 2 bulan pada selang waktu 14, 28, 42, 56
hari yang mengalami dekomposisi, metode ini digunakan untuk menentukan nilai laju
dekomposisi yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Olson, 1963 dalam
Subkhan, 1991):
R = (W0—W1) / T
Keterangan:
R = Laju dekomposisi (g/hari)
T = Waktu (hari)
WO = Berat kering sampel serasah awal (g)
W1 = Berat kering sampel serasah setelah waktu pengamatan ke-t (g)

7
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Bakteri yang ditemukan pada serasah daun mangrove merupakan bakteri yang berasal
dari perairan laut, tanah maupun dari serasah daun mangrove itu sendiri (bakteri
endofit).Bakteri yang dihasilkan dari serasah daun mangrove memiliki keanekaragaman
namun ada yang paling dominan ditemukan pada semua jenis serasah daun mangrove yang
terdekomposisi seperti Bacillus ada pula bakteri yang hanya ditemukan pada satu jenis
mangrove saja seperti Nocardiae, Corynebacterium, Pseudomonas, Actinobacilus,
Staphylococcus, Clostridium, Plesiomonas dan Streptococcus.Bakteri bacillus merupakan
salah satu bakteri endofit yang berada pada jaringan tanaman, sehingga bakteri ini dapat
ditemukan pada semua vegetasi mangrove.Laju dekomposisi serasah daun mangrove bahan
organik pada serasah daun mangrove sangat mempengaruhi laju dekomposisi serasah daun
mangrove.Rendahnya laju dekomposisi pada hari terakhir disebabkan oleh kehilangan bahan
organik yang mudah larut dan juga berkurangnya mikroorganisme yang berperan dalam
perombakan beberapa zat yang terkandung dalam serasah daun mangrove.Selain itu lama
waktu yang dibutuhkan dalam proses dekomposisi dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya
jenis mangrove yang memiliki bentuk dan struktur daun yang berbeda-beda juga dipengaruhi
oleh lingkungan.

5. 2. Saran
Mungkin dalam penulisan ini masih banyak kesalahan dalam penusisan metose penelian
makan dari itu kritik dan saran dari ibu sangat saya terima.

8
Daftar Pustaka

Andrianto, F., A. Bintoro dan SB. Yuwono. 2015. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah
Mangrove (Rhizopora sp.) Di Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang
Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylvia Lestari. Vol.3 No.1. 9-20.
Cai WJ. 2011. Estuarine and Coastal Ocean Carbon Paradox: CO2 Sinks or Sites of Terrestrial
Carbon Incineration? Annu. Rev. Mar. Sci., 3: 123–45.
Dewi, N. 2010. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat
Salinitas Di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Belawan Medan. [Skripsi]. Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Dharmawan, I. W. E., Zamani, N. P., & Madduppa, H. H. (2016). Laju dekomposisi serasah
daun di ekosistem bakau Pulau Kelong, Kabupaten Bintan. OLDI (Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia), 1(1), 1-10.
Dharmawan, I. W. E., Zamani, N. P., & Madduppa, H. H. (2016). Laju dekomposisi serasah
daun di ekosistem bakau Pulau Kelong, Kabupaten Bintan. Oseanologi dan limnologi di
Indonesia, 1(1), 1-10.
Faiqoh, E., Hayati, H., & Yudiastuti, K. (2016). Studi komunitas makrozoobenthos di kawasan
hutan mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatiq
Sciences, 2(1), 23-28.
Haris, A., Damar, A., Bengen, D. G., & Yulianda, F. (2012). Produksi serasah mangrove dan
kontribusinya terhadap perairan pesisir Kabupaten Sinjai. Octopus: Jurnal Ilmu
Perikanan 1(1), 13-18.
Keuskamp JA, MM Hefting, BJJ Dingemans, JTA Verhoeven & IC Feller. 2015. Effects of
nutrient enrichment on mangrove leaf litter decomposition. Science of the Total
Environment, 508: 402–410
Lestari, J. K. T. A., Karang, I. W. G. A., & Puspitha, N. L. P. R. (2017). Daya dukung ekosistem
mangrove terhadap hasil tangkap nelayan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali.
Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 67-77
Mahmudi, M., Soemarno., Marsoedi., & Arfiati, D. (2011). Produksi dan dekomposisi serasah
Rhizhopora mucronata serta kontribusinya terhadap nutrien di hutan mangrove reboisasi,
Nguling Pasuruan. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus, 6C(19-24), 2011.
Ningsih, Lestya, Siti Khotimah dan Irwan Lovadi. 2014. “Bakteri pendegradasi selulosa dari
serasah daun avicennia alba blume di kawasan hutan mangrove peniti kabupaten
Pontianak”. Jurnal Protobiont. 3 (1):34-40.
Saban., Ramli, M., & Nurgaya, W. (2013). Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove
dengan kelimpahan plankton di perairan mangrove Teluk Moramo. Jurnal Mina Laut
Indonesia, 3(12), 132-146.
Saenger P, D Gartside & S Funge-Smith. 2012. A Review of Mangrove and Seagrass
Ecosystems and Their Linkage to Fisheries and Fisheries Management. FAO Regional
Office for Asia and the Pacific, Bangkok, Thailand. 74 pp

9
Sari, K. W., Yunasfi., & Suryanti, A. (2017). Dekomposisi serasah daun mangrove Rhizhopora
apiculata di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan, Provinsi
Sumatera Utara. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 4(2), 88-94.
Tang, M., Nur, A. I., & Ramli, M. (2016). Studi kondisi ekosistem mangrove dan produksi
detritus di pesisir Kelurahan Lalowaru Kecamatan Morama Utara Kabupaten Konawe
Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(4), 439-450.
Yulma, Y., Ihsan, B., Sunarti, S., Malasari, E., Wahyuni, N., & Mursyban, M. (2017).
Identifikasi Bakteri Pada Serasah Daun Mangrove yang Terdekomposisi di Kawasan
Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan. Journal of Tropical
Biodiversity and Biotechnology, 2(1), 28-33.

10

Anda mungkin juga menyukai