SKRIPSI
Oleh :
EFA MEGANANTA KILAT PRATIWI
201710260311098
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
DISTRIBUSI SPASIAL KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KAWASAN
HUTAN MANROVE BUNGKUTOKO KOTA KENDARI SULAWESI
TENGGARA
OLEH :
Malang, ......
Menyetujui :
Dr. Ir. Aris Winaya, MM. M.Si, IPU Dr. Hany Handajani, S.Pi, M.Si
NIP : 196405141990331002 NIP : 110.0309.0406
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................................
1.4 Manfaat...........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
2.1 Biologi Kepiting Bakau (Scylla Serrata)........................................................
2.2 Habitat dan Siklus Hidup Kepiting (Scylla Serrata).......................................
2.3 Perilaku Kepiting Bakau (Scylla Serrata).......................................................
2.4 Distribusi Kepiting Bakau (Scylla Serrata)....................................................
2.5 Kerapatan Mangrove.......................................................................................
2.6 Substrat Tanah Mangrove.............................................................................
2.7 Karbon (C- Organik).....................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................
3.2 Materi dan Alat..........................................................................................
3.3 Metode.......................................................................................................
3.3.1 Pengambilan sampel..............................................................................
3.3.2 Mengamati variabel tanah.....................................................................
3.3.3 Mengamati variabel kerapatan mangrove..............................................
3.3.4 Mengamati variabel kualitas air............................................................
3.3.4.1 Suhu.......................................................................................................
3.3.4.2 pH..........................................................................................................
3.3.4.3 Salinitas.................................................................................................
3.3.5
AnalisisData...........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui distribusi spasial kepiting bakau di kawasan Hutan
Mangrove Bungkutoko Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
2. Untuk mengetahui apabila ada hubungan antara distribusi spasial kepiting
bakau dengan kerapatan mangrove.
3. Untuk menganalisa hubungan antara distribusi spasial kepiting bakau
dengan kerapatan mangrove.
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Kepiting betina yang telah beruaya ke perairan laut akan berusaha mencari
perairan yang kondisinya cocok untuk tempat melakukan pemijahan, khususnya
terhadap suhu dan salinitas air laut. Setelah telur menetas maka muncul larva
tingkat I (Zoea I) dan terus menerus berganti kulit, sambil terbawa arus perairan
pantai, sebanyak lima kali (Zoea V), kemudian berganti kulit lagi menjadi
megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa kecuali
masih memiliki bagian ekor yang panjang (Kasry, 1991). Pada tingkat megalopa,
kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai, dan
biasanya pertama kali memasuki perairan muara sungai, kemudian keperairan
bakau untuk kembali melangsungkan perkawinan.
Kordi (1997) mengatakan, untuk menjadi kepiting dewasa, zoea
membutuhkan pergantian kulit kurang lebih sebanyak 20 kali, proses pergantian
kulit pada zoea berlangsung relatif lebih cepat yaitu sekitar 3 – 4 hari tergantung
pada kemampuan tumbuhnya. Jika tersedia pakan dalam jumlah melimpah, maka
proses pergantian kulit akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan
lingkungan yang tidak mengandung pakan yang memadai. Pada fase Megalopa
proses pergantian kulit berlangsung relatif lama yaitu setiap 15 hari, setiap 9
pergantian kulit tubuh kepiting akan semakin besar sekitar sepertiga kali dari
ukuran semula.
Kepiting memiliki siklus hidup seperti hewan air lainnya yakni terjadi di luar
tubuh, hanya saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang
betina. Kepiting betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin,
tetapi sang betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan
hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan
pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur
ini akan ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen). Jumlah telur yang
dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa
puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas
setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal
dengan “zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-
gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari
abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan
moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di
dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007).
Secara ekosistem, penyebaran kepiting bakau di bagi dua daerah, yaitu daerah
pantai dan daerah perairan laut. Pada perairan pantai yang merupakan daerah
nursery ground dan feeding ground kepiting bakau berada pada stadia muda;
menjelang dewasa; dan dewasa, sedangkan diperairan laut merupakan spawning
ground, kepiting bakau berada pada stadia dewasa (matang gonad), zoea sampai
megalops.
2. Pancang adalah anakan pohon tingginya ≥ 1,5 meter sampai diameter < 20 cm.
Bahan organik yang terdapat dalam ekosistem mangrove dapat berupa bahan
organic yang terlarut dalam air (tersuspensi) dan bahan organik yang tertinggal
dalam sedimen. Sebagian bahan organik lainnya akan digunakan langsung oleh
tingkatan tropik yang lebih tinggi dan akhirnya dilepaskan ke dalam kolom air
melalui autolisis dari sel-sel mati (Kushartono, 2009). Menurut Zamroni dan
Rohyani (2008) menyebutkan bahwa serasah mangrove berupa daun, ranting dan
biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara
yang sangat menentukan produktifitas perikanan laut. Produksi serasah
merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke
dalam substrat. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di
dalam substrat sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber
detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai
organisme akuatik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
No. Alat Fungsi
1. Meter roll Untuk mengukur jarak atau panjang.
2. Refraktometer Untuk mengukur kadar/ konsentrasi garam.
3. Termometer Untuk mengukur suhu atau temperatur.
4. Kertas pH Untuk menentukan larutan yang bersifat asam dan
basa.
5. Handphone Untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian.
6. Alat tulis Untuk mencatat hasil yang diperoleh.
7. Gunting dan pisau Untuk memotong tali dan membelah kayu.
8. Botol aqua 600ml Untuk mengambil sampel tanah .
9. Tangkap rakkang Untuk menangkap kepiting mangrove.
10. Pipa paralon ¾ inc
11. Penggaris Untuk mengukur panjang.
3.3 Metode
3.3.1 Pengambilan sampel
Jumlah stasiun ada 3 dimana setiap stasiun terdapat 3 transek dengan jumlah
transek 11. Ulangan setiap transek dilakukan 1x. Metode transek kuatdrat dengan
ukuran 1 x 1 meter. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu surut terendah
untuk mempermudah dalam proses pengambilan sampel Menurut Fajeri et al,
15
(2020). Penangkapan kepiting bakau menggunakan bubu pada zona hutan
mangrove (zona belakang dan tengah) dan jaring pada zona laut, selama sehari
semalam pada tiap stasiun penelitian Siahaineina dan Makatita, (2020).
Pengambilan sampel kepiting bakau dengan menggunakan alat Bubu lipat
(Collapsible trap) ukuran 45x30x15 cm. Peletakan bubu lipat dilakukan pada
pukul 13.00 WIB sampai pukul 16.30 WIB. Pengambilan sampel dilakukan pada
pukul 07.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB (Mahfud et al, 2017).
1
2
3
16
Sampel tanah diambil dengan menggunakan pipa paralon yang berukuran 2,5 inci
dan kemudian ditancapkan ke dalam tanah secara tegak lurus dengan kedalaman
60 cm. Sampel-sampel tanah dari masing-masing zona tersebut dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis sifat kimianya (Nursin et al, 2014).
Menurut Kepmen LH No. 201 Tahun 2004, kriteria nilai kerapatan jenis
mangrove pada nilai ≥1500 maka tergolong kategori sangat rapat dan pada nilai
≤1000 maka tergolong dalam kategori jarang (Agustini et al, 2016).
3.3.5.1 Suhu
3.3.5.2 pH
17
3.3.5.3 Salinitas
Analisis data kuantitatif merupakan suatu cara yang digunakan untuk menjawab
masalah penelitian yang berkaitan dengan data berupa angka dan program
statistik. Untuk dapat menjabarkan dengan baik tentang pendekatan dan jenis
penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,
dan analisis data dalam suatu proposal dan/atau laporan (Wahidmurni, 2017).
18
Distribusi Spasial Kepiting Bakau
Penangkapan kepiting
Pemasangan Transek bakau
19
DAFTAR PUSTAKA
Armin Nursin, Wardah, dan Yusran. 2014. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai
Zonasi Hutan Mangrove Di Desa Tumpapa Kecamatan Balinggi Kabupaten
Parigi. Moutong Warta Rimba, 2 (1) : 17-23.
Didi Kasmadi, Johny S. Tasirin, Maria Y.M.A., Sumakud. 2015. Komposisi Dan
Struktur Jenis Pohon Di Hutan Produksi Terbatas Ake Oba Tanjung Wayamli.
jurnal unsrat, 6 (13):1-8.
Eggy Havid Parmadi J.C., Irma Dewiyanti, Sofyatuddin Karina1. 2016. Indeks
Nilai Penting Vegetasi Mangrove Di Kawasan Kuala Di, Kabupaten Aceh Timur.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(1) : 82-95.
20
Herliany, N.E. dan Zamdial. 2015. Hubungan Lebar Karapas dan Berat Kepiting
Bakau (Scylla spp) Hasil Tangkapan di Desa Kahyapu Pulau Enggano Provinsi
Bengkulu. Jurnal Kelautan, 8 (2): 89 – 94
Suryani, Miti. 2006. Ekologi Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal) dalam
Ekosistem Mangrove di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu. (Tesis). Semarang :
Universitas Diponegoro.
Kalor, J.D., Dimara, L., Ottouw, G. & Piaki, K., 2018. Status kesehatan dan uji
spesies indikator biologi ekosistem mangrove Teluk Yotefa Jayapura, Journal
Biosfera, 35(1): 1-9.
Kasry, A. 1991. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Jakarta: Bhratara.
Kordi, K. 1997. Budidaya Kepiting & Ikan Bandeng. Semarang: Dahara Prize.
Laura Siahainenia dan Miftah Makatita 2020. Aspek Bioekologi Sebagai Dasar
Pengelolaan Sumberdaya Kepiting Bakau (Scylla spp.) Pada Ekosistem Mangrove
Passo. Jurnal Triton, 16 (1) : 8-18.
Nella Tri Agustini, Zamdial Ta’alidin dan Dewi Purnama. 2016. Struktur
Komunitas Mangrove Di Desa Kahyapu Pulau Enggano. Jurnal Enggano, 1(1):
19-31.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.Balai Riset
Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
21
Rizaldi, D. Rosalina, dan E. Utami. 2015. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla sp)
di Perairan Muara Tebo Sungailiat. Akuatik, 9 (2): 14-20.
Rusmadi. 2014. Studi Biologi Kepiting di Perairan Teluk Dalam Desa Malang
Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Universitas Maritim
Raja Ali Haji :Tanjungpinang
Yulianti dan Mega Sari Juane Sofiana. 2018. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla
sp.) di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Setapuk, Singkawang. Jurnal Laut
Khatulistiwa, 1(1): 25-30.
22