Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI


KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS SENARU

Nama : Rahmat Aji Akbar


NIM : C1L016091

Program Studi Kehutanan


Universitas Mataram
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati ini disusun guna melengkapi tugas
mata kuliah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati serta agar dapat lulus mata kuliah Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati.
Judul Laporan : Laporan Praktikum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus Senaru
Nama Mahasiswa : Rahmat Aji Akbar
NIM : C1L016091
Program Studi : Kehutanan

Mataram, 20 November 2017

Menyetujui,

Praktikan Co- Assisten

Rahmat Aji Akbar Akbar Al Imam


NIM : C1L016091 NIM : C1L015003

Mengetahui,
Dosen Pengampu

Kornelia Webliana S.hut.,M.Sc.


NIP : 18805 24 201404 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Senantiasa dipanjatkan, karena berkat Rahmat dan karunia-
Nya Laporan Praktikum Konservasi Sumberdaya Alam Hayati ini dapat diselesaikan.
Laporan ini disusun untuk memenuhi kelengkapan tugas pada mata kuliah Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati Program Studi Kehutanan Universitas Mataram. Laporan ini dapat
membantu dalam memahami dan menambah pengetahuan mengenai praktikum yang telah
dilaksanakan. Dalam menyelesaikan laporan ini, secara tidak langsung penulis telah belajar dari
berbagai sumber dan menelaah berbagai buku. Praktikum yang telah dilakukan sangan bermanfaat
karena dapat membuktikan teori yang ada pada buku.
Melalui kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada pihak yang
telah membantu dalam kegiatan praktikum sehingga laporan akhir ini tersusun dengan sebaik-
baiknya.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritikan yang berjiwa
membangun sangat diharapkan dari semua kalangan agar dalam pembuatan laporan selanjutnya
tidak terulang lagi kesalahan yang sama. Demikian laporan ini disusun untuk dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Mataram, November 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2.Tujuan Praktikum .................................................................................................... 2
1.3.Manfaat Praktikum .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 3
2.1.Tipe Habitat .............................................................................................................. 3
2.2.Komponen Keanekaragaman Hayati ..................................................................... 3
2.3.Upaya Konservasi ..................................................................................................... 4
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ............................................................................ 5
3.1.Waktu dan Tempat .................................................................................................. 5
3.2.Alat dan Bahan ......................................................................................................... 5
3.3.Metodologi Praktikum ............................................................................................. 5
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................................. 6
4.1.Kondisi Umum Habitat ............................................................................................ 6
4.2.Tipe Habitat .............................................................................................................. 6
4.3.Komponen Penyusun Vegetasi ................................................................................ 7
4.4.Satwa Liar ................................................................................................................. 9
4.5.Upaya Konservasi Yang Dilakukan ...................................................................... 11
BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 12
5.1.Kesimpulan ............................................................................................................. 12
5.2.Saran ........................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 13
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 14

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Identifikasi Tipe Habitat KHDTK Senaru. ............................................................ 7


Tabel 1.2 Hasil Identifikasi Vegetasi pada Areal Pengamatan KHDTK Senaru ............................ 8
Tabel 1.3 Hasil Identifikasi Satwa Liar di KHDTK Senaru ............................................................ 9

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Celepuk Rinjani ......................................................................................................... 10


Gambar 1.2 Lutung ........................................................................................................................ 10

vi
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu dari tujuh negara mega biodiversitas yang dikenal sebagai
pusat konsentrasi keanekaragaman hayati dunia. Salah satu keanekaragaman spesies Indonesia
adalah keanekaragaman mamalia dengan jumlah total sebanyak 436 spesies dan 51% diantaranya
merupakan satwa endemic. Keanekaragaman jenis mamalia pada pulau-pulau besar seperti
Kalimantan dan Papua akan lebih banyak dibandingkan dengan pulau-pulau yang lebih kecil. Hal
ini didasarkan pada teori biogeografi pulau yang menyatakan bahwa jumlah spesies yang terdapat
pada suatu pulau ditentukan oleh luas pulau (BAPPENAS, 2003).
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya
alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang Bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem (UU RI No. 5, 1990). Prioritas
konservasi keanekaragaman hayati selalu terfokus pada konservasi species, ekosistem dan
genetic. Di Indonesia, kawasan yang sangat tinggi keanekaragaman jenisnya biasanya ditetapkan
sebagai taman nasional, hutan lindung dan/atau kawasan konservasi lainnya sesuai dengan
ketentuan Departemen Kehutanan (Budiman, 2002).
Dalam kelompok fauna, informasi lebih lengkap dimiliki oleh invertebrate dibandingkan
vertebrata. Dalam kelompok invertebrate kelompok insekta, hymenoptera dan moluska yang
terbanyak informasinya, yaitu masing-masing sebanyak 151.847 jenis, 30 ribu dan 5.170 jenis.
Sementara itu, dalam kelompok vertebrata, jenis burung sudah lebih banyak informasinya
disbanding yang lain. untuk mamalia tercatat 720 jenis (13% jumlah jenis dunia), burung 1.605
jenis (16% jumlah jenis dunia), reptilia 723 (8%jumlah jenis dunia), amphibia 385 jenis (6% dari
jumlah jenis dunia) dan kupu 1.900 jenis (10% dari jumlah jenis dunia) (BAPPENAS, 2016).
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan seara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU RI No.
5, 1990). Usaha pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada
hakikatnya merupakan usaha pengndalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan secara terus menerus
pada masa mendatang (UU RI No. 5, 1990).
Kawasan konservasi adalah sumber berbagai hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu
karena selama berabad-abad telah dilindungi. Kawasan konservasi didefinisikan sebagai kawasan
yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan
lindung (CIFOR, 2003). Salah satu kawasan yang telah di jadikan kawasan konservasi yang ada
di Nusa Tenggara Barat adalah Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru.
KHDTK Senaru adalah salah satu KHDTK untuk tujuan Pendidikan yang dikelola
Universitas Mataram sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No SK 392/Menhut-II/2004.
KHDTK merupakan kawasan hutan produksi yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional
Gunung Rinjani (TNGR) di bagian selatan dan areal pertanian di bagian utara (Idris et al., 2013).
1
Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air,
dan/atau di udara. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau
di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar,baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
oleh manusia. (UU RI No. 5, 1990).
Vegetasi yang terdapat di KHDTK Senaru sangat beragam, sehingga banyak penelitian yang
telah dilakukan untuk memastikan dan mengetahui apa saja spesies yang terdapat disana.
Dari penjelasan diatas praktikum kali ini penting dilakukan agar mahasiswa dapat
mengetahui dan melihat sendiri spesies yang terdapat di KHDTK Senaru, diantaranya adalah
satwa liat yang menjadi ikon KHDTK Senaru seperti Lutung (Trachypithecus auratus) dan
Celepuk Rinjani (Otus jolandae).

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan pada praktikum kali ini adalah :


1. Untuk mengetahui komposisi vegatasi penyusunan tipe habitat di KHDTK Senaru.
2. Untuk mengetahui komposisi satwa liar penyusun pada tipe habitat di KHDTK Senaru.
3. Untuk mengetahui upaya konservasi spesies kunci di KHDTK Senaru.

1.3. Manfaat Praktikum

Manfaat yang dapat diambil pada praktikum yang telah di lakukan, antara lain :
1. Dengan adanya laporan ini pengelola Program Studi dapat mengetahui satwa liar dan
vegetasi yang ada di KHDTK Senaru.
2. Pengelola juga dapat mengetahui pentingnya menjaga kawasan konservasi.
3. Pemerintah dapat melakukan kebijaan untuk memelihara dan melindungi satwa dan vegetasi
yang ada.
4. Untuk mahasiswa bisa menambah wawasan pengetahuan tentang vegetasi, satwa dan
ekosistem pada KHDTK Senaru serta sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa sendiri.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe Habitat

Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara
alami (UU RI No. 5 1990). Habitat adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik
maupun abiotic yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta
berkembang biaknya satwa liar. Satwa liar menempati habitat yang sesuai dengan lingkungan
yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai fungsi
menyediakan makanan, air dan pelindung (Alikodra, 1990).
Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuhnya terbantuk setelah adanya perusakan total
(lebih dari 90%) dari hutan primer akibat pengaruh manusia, yang tumbuh diatas lahan yang luas,
sehingga karena terjadinya perubahan iklim mikro dan kondisi permudaan yang berbeda
menunjukkan struktur, komposisi jenis pohon dan dinamika yang berbeda dari tegakan aslinya,
serta belum berkembang mencapai keadaan (tegakan) awalnya (masih dapat dibedakan dengan
tegakan aslinya) (Enette et al., 2000 sit. Rodiah, 2013).
Secara umum, Mitsch dan Gosselink (1993) mendefinisikan ekosistem riparian adalah
daratan yang berada didekat sungai atau badan air lainnya yang paling tidak secara periodik
dipengaruhi oleh banjir. Ekosistem riparian ditemukan di mana ada sungai yang pada saat tertentu
terkena menyebabkan banjir atau luapan melampaui badan/saluran sungai. Riparia dapat berupa
lembah aluvial yang besar dengan lebar puluhan kilometer di daerah basah atau vegetassi tepian
sungai dengan lebar sempit di daerah kering.

2.2. Komponen Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman diantara mahkluk hidup dari semua sumber
termasuk diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi
yang merupan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies,
antarspesies, dan ekosistem (UU RI No.5, 1990).
Keanekaragaman hayati pada sumber daya hutan dan daerah perairan di Indonesia sangat
tinggi dan bersifat endemic, oleh karena tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut,
Indonesia disebut sebagai negara megabiodiversitas. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
keanekaragaman hayati di Indonesia terdiri atas mamalia 515 spesies, reptilia 511 jenis, burung
1.531 jenis, amphibia 270 jenis, binatang tak bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan
sebanyak ±38.000 jenis (Dephut, 2007).
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup Bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan Bersama tersebut terdapat
interaksi yang erat, baik diantara sesame individu penysun vegetasi itu sendiri maupun dinamis
(Marsono, 1997).
Satwa merupakan semua jenis hewan atau binatang yang juga berperan penting dalam siklus
kehidupan, dimana satwa ini juga memiliki potensi. Potensi satwa di dunia ini begitu beragam,

3
termasuk di Indonesia, satwa sudah banyak dimanfaatkan, antara lain satwa sudah benyak
dijadikan sebagai makanan dan bahkan ada juga yang berpotensi sebagai obat-obatan. Berikut
menurut, Djalal. Dari sekitar 6 ribu jenis satwa dan tumbuhan domestik di Indonesia telah
digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk makanan, obat-obatan, koosmetik dan keperluan
lainnya (Djalal, 2002).

2.3. Upaya Konservasi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya Alam adalah penglolaan
sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keragamannya.
Menurut Undang-Undang Dasar No. 5 (1990) yang dimaksud dengan penyelamatan jenis
tumbuhan dan satwa adalah suatu upaya penyelamatan yang harus dilakukan apabila dalam
keadaan tertentu tumbuhan dan satwa terancam hidupnya bila tetap berada dihabitatnya dalam
bentuk pengembangbiakan dan pengobatan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Undang-undang Dasar (UUD) (1945) memberikan dasar hukum yang kuat bagi pengelola
sumber daya alam hayati seperti disebutkan dalam pembukaan, khususnya pada pasal 33 ayat 3
UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa kekayaan alam Indonesia termasuk sumber daya
alam hayati didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyatnya.
Merujuk kategorisasi kawasan konservasi oleh IUCN, pengukuhan kawasan konservasi di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 5 Tahun 1990. Pengukuhan
kawasan konservasi di Indonesia merupakan upaya konservasi sumber daya alam hayati yang
dilakukan melalui kegiatan perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam dan ekosistemnya.

4
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati ini dilaksanakan pada hari Jum’at dan
Sabtu tanggal 10-11 November 2017, pukul 20.00 WITA-selesai, Kawasan Hutan dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) Senaru, Desa Senaru Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa
Tenggara Barat.
3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain :
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis
2. Kamera
3. Headlamp
4. Jam
5. Teropong (Binokuler/Monokuler)
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini sebagai berikut:
1. Kawasan KHDTK Senaru
2. Satwa Liar
3. Vegetasi

3.3. Metodologi Praktikum

Metodologi praktikum yang di gunakan pada praktikum kali ini, antara lain:
3.3.1. Observasi

Dalam pengambilan data dilakukan dengan metode observasi atau dengan pengamatan
secara langsung, dimana cara pengambilan data yaitu dengan meninjau secara langsung
menggunakan mata dan teropong untuk melihat satwa atau vegetasi yang jaraknya jauh.
Menurut Arikunto (2006:124) observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan
yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke
tempat yang akan diselidiki. Sedangkan menurut Kamus Ilmiah Populer (Dalam
Suardeyasasri, 2010:9) kata observasi berarti suatu pengamatan yang teliti dan sistematis,
dilakukan secara berulang-ulang. Metode observasi seperti yang dikatakan Hadid an
Nurkancana (dalam Suardeyasasri, 2010:9) adalah suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis baik
secara langsung maupun secara tidak langsung pada tempat yang diamati.

5
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Habitat

Kawasan Hutan dengan Tujuan khusus (KHDTK) Senaru merupakan kawasan konservasi
yang dimana terdapat kawasan hutan lindung diatasnya, kawasan tersebut berada di ketinggian
660 mdpl. Sebelumnya, KHDTK Senaru meruapakn Kawasan Hutan Produksi yang ditumbuhi
dengan vegetasi yang begitu alami menutupi setiap kawasannya, namun terjadi kerusakan yang
menyebabkan status kawasannya berubah menjadi kawasan konservasi, meskipun begitu
dikawasan tersebut juga masih banyak terdapat satwa dan vegetasi yang terjaga, tetapi telah
mengalami perubahan tutupan hutan dari pola vegetasi alami menjadi pola tutupan hutan
agroforestry.
Selain sebagai kawasan konservasi, KHDTK Senaru merupakan unit pengelola hutan di
tingkat tapak dengan tujuan untuk menunjang proses pendidikan, penelitian dan pengabdian yang
memiliki luas 225,7 Ha, yang keseluruhan fungsinya adalah hutan produksi tetap bertipe
agroforestri dan terletak di kabupaten Lombok Utara.
Dilihat dari posisi dan Landskapnya, KHDTK Senaru memiliki letak yang strategis, yaitu di
daerah kawasan wisata yang memiliki akses sangat mudah dijangkau dan sudah dilengkapi
berbagai kelengkapan akomodasi. KHDTK Senaru merupakan kawasan hutan produksi yang
berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di bagian selatan
dan kawasan pertanian di bagian utara. Secara geografis wilayah KHDTK Senaru terletak antara
116°22'41'' BT - 116°25'41'' BT dan 08°18'08'' LS - 08°21'07'' LS. Kawasan ini berada pada
ketinggial antara 440 – 850 m Dari Permukaan Laut (d.p.l).
Selain Landskap yang indah, KHDTK Senaru kaya akan keanekaragaman hayati, baik flora
dan fauna. Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah di lakukan, didalam KHDTK Senaru
terdapat berbagai fauna endemik Rinjani, seperti Monyet ekor panjang, Lutung, Burung Elang
Flores, Musang, dan Burung Hantu (Celepuk) Rinjani. Sementara kekayaan flora yang terdapat
didalamnya dan berdasarkan hasil analisis vegetasi didapat bahwa jenis Hasil Hutan Kayu (HHK)
seperti Dadap, Mahoni, dan Sengon merupakan jenis yang mendominasi tutupan KHDTK Senaru.
Selain jenis-jenis tersebut, terdapat jenis-jenis Hasil Hutan bukan Kayu (HHBK) yang
dikembangkan seperti Gaharu, Bambu, Aren, Porang, Ketak dan Madu serta Empon-empon
(Kunyit, Jahe, dan Laos Merah). Sementara untuk penghidupan sehari-hari petani pengelola
banyak memperkaya dengan tanaman perkebunan Kopi dan Kakao. Masih banyak lagi jenis-jenis
spesies yang berada didalam kawasan ini yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti :
pangan, energi, obat-obatan ataupun pewarna.

4.2. Tipe Habitat

Habitat adalah sebuah kawasan atau tempat suatu makhluk hidup ataupun sebuah organisme
tinggal dan berkembang biak. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan fisik yang terdiri dari
komponen biotik dan abiotik yang dikelilingi oleh populasi suatu spesies yang saling
mempengaruhi dan memberikan timbal balik terhadap spesies lainnya. Habitat merupakan sebuat
6
lingkup dimana terdapat interaksi antar individu, spesies, komunitas, ataupun populasi melalui
suatu proses rantai makanan.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah di lakukan, pada kawasan KHDTK Senaru dapat
dilihat bahwa terdapat 2 tipe habitat yang dilewati pada saat melakukan pengamatan satwa liar
endemik Rinjani. Dan pada tabel 1.1 berikut adalah tipe habitat yang telah dilewati sesuai jalur
pengamatan satwa liar endemik Rinjani.

Tabel 1.1 Hasil Identifikasi Tipe Habitat KHDTK Senaru.


No Tipe Habitat Deskripsi umum/ciri Keterangan
1 Hutan Sekunder Hutan yang sudah terjamah oleh
manusia
2 Hutan Riparian Hutan yang terdapat aliran sungai di
dalamnya
Berdasarkan deskripsi umum yang terdapat dalam tabel hutan sekunder merupakan sebuah
hutan primer yang telah mengalami kerusakan ataupun sudah mengalami campur tangan dari
manusia baik dari vegetasi ataupun pola tutupan hutannya serta yang ada didalamnya.
Hutan riparian merupakan sebuah hutan yang didalamnya terdapat atau mencakup tiga hal
yaitu air atau feature yang mengandung air atau mentrasportkan air, riparian adalah ekoton,
riparian memiliki lebar yang sangat bervariasi. Dalam area riparian terdapat interaksi ekosistem
teresterial dan akuating, yang meluas menuju groundwater, ke atas menuju kanopi, melintasi
dataran banjir, ke atas mendekati lereng yang mendrainasi ke air, secara lateral ke ekosistem
teresterial dan sepanjang badan air pada lebar yang bervariasi dan memiliki karakteristik sendiri
yaitu air yang melimpah dan kaya akan tanah aluvial.

4.3. Komponen Penyusun Vegetasi

Komponen penyusun vegetasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjaga
suatu ekosistem hutan maupun keanekaragaman yang berada didalamnya. Oleh karenanya jika
berbicara mengenai vegetasi, pasti tidak bisa lepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri
dan juga komponen tersebutlah yang menjadi focus atau acuan dalam pengukuran suatu vegetasi.
Vegetasi sendiri merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan atau menunjukkan
keseluruhan komunitas tetumbuhan disuatu ekosistem tertentu. Komponen penyusun suatu
vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai
yang tebagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit ( Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan
palma). Epifit mungkin hidup sebbagai parasite atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizome seperti
akar dan berkayu, dimana pada rhizome tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi, tidak
bercabang sampi daun pertama. Daun lebih Panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi adalam
banyak anak daun.

7
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiiri sendiri namun
merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti katu atau belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya
tidak Panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari
2 meter dan memili tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau
tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa
vegetasi yang berada pada jalur yang telah dilewati terdiri dari bermacam-macam komponen,
namun yang paling mendominasi merupakan jenis komponen pepohonan dan terdapat beberapa
tanaman perkebunan yang dirawat masyarakat sekitarnya. Berikut pada tabel 1.2 hasil identifikasi
komponen vegetasi yang berada di KHDTK Senaru sepanjang jalur pengamatan satwa liar rinjani.
Tabel 1.2 Hasil Identifikasi Vegetasi pada Areal Pengamatan KHDTK Senaru
No. Nama lokal / Latin Deskripsi Umum/ ciri Keterangan
1 Mahoni (Swietenia Kulit batang retak-retak, Bernilai ekonomi
mahagoni) percabangan sympodial
2 Randu (Ceiba petandra) Daun menjari, kulit batang Bernilai ekonomi
halus
3 Erytrina subumbrans Batang berduri, daunnya Bernilai ekonomi
berbentuk seperti jantung
4 Bamboo sp. Memiliki pelepah Bernilai ekonomi
5 Sengon Bergerigi saratus Bernilai ekonomi
6 Albizia falcataria Tempat bertengger celepuk Bernilai ekonomi
7 Temek (Mallotas dispar) Daunnya lebih terang dan Bernilai ekonomi
berbentuk lonjong
8 Brune (trigonaficuse Bentuk daunnya lonjong, kulit Bernilai ekonomi
malayana) kasar dan batang bergaris
9 Suren (Toona sureni) Percabangan sympodial, daun Berniali ekonomi
berhadapan
10 Ficus sp Memiliki banir dan berakar Bernilai ekonomi
tunggang dan budaya
11 Tapandawa Kulit batang mengelupas Bernilai ekonomi
12 Lungsir (Syzigium Tempat bertengger lutung, Bernilai ekonomi
jombololdes) bentuk daun bulat lonjong
13 Bajur Warna daun gelap, batang Bernilai ekonomi
bergaris-garis dan memiliki
bulat-bulat putih
14 Mendong Batang retak-retak dan Berniali ekonomi
terdapat bulat-bulat didaun dan
bitnik-bintik

8
Pengamatan vegetasi ini dilakukan dengan metode observasi dan mendapatkan hasil seperti
yang terdapat didalam tabel diatas, dari pengamatan yang dilakukan dapat dilihat komponen
vegetasi yang mendominasi pada areal KHDTK Senaru merupakan pohon atau pepohonan
dimana yang mendominasi merupakan jenis pohon sengon, dadap, mahoni, kakao, dan kopi.
4.4. Satwa Liar

Satwa liar merupakan hewan atau binatang yang masih memiliki sifat asli dan belum ada
pengaruh dari manusia. Satwa liar sendiri hidup pada habitat aslinya tanpa adanya campur tangan
manusia ataupun interaksi kepada manusia, dan juga satwa liar yang masih memiliki atau
membawa sifat aslinya bisa berbahaya bagi manusia. Pada area KHDTK Senaru terdapat dan
tercatat beberapa jenis satwa liar yang diantaranya terdapat satwa endemik gunung Rinjani. Dari
pengamatan yang telah dilakukan selama praktikum dapat ditemukan 2 satwa liar yang berada di
areal KHDTK Senaru, berikut tabel 1.3 hasil identifikasi satwa liar pada areal KHDTK Senaru.
Tabel 1.3 Hasil Identifikasi Satwa Liar di KHDTK Senaru
No. Nama Lokal/Latin Deskripsi Umum/ciri Keterangan Waktu
1 Celepuk Rinjani Berukuran kepalan tangan Endemik, 21.55 - 22.45
(Otus jolandae) orang dewasa, sensitive, langka, bernilai am
berbulu putih dibawah dan ekonomi.
berbulu coklat pada
bagian atas dan bersuara
“puk”
2 Lutung Bulu berwarna hitam, Endemik, 08.45 pm
(Trachypithecus memiliki ekor panjang langka, bernilai
auratus) ekonomi

Pada pengamatan satwa liar endemik rinjani dilakukan pada beberapa titik pengamatan dan
dilakukan pada malam hari dalam pengamatan celepuk rinjani dan pada pagi hari pengamatan
lutung. Pengamatan celepuk dilakukan dengan suasana yang tenang tanpa ada suara ataupun
keributan, dikarenakan celepuk rinjani merupakan satwa liar yang sangat sensitive. Pengamatan
dibantu menggunakan headlamp untuk penerangan dan kamera untuk pengambilan gambar atau
dokumentasi. Pengamatan dimulai pada pukul 21.00 WITA, pada 55 menit pertama terdengar
suara yang dikeluarkan celepuk rinjani hingga pada pukul 22.45 WITA celepuk rinjani mulai
terlihat. Celepuk rinjani merupakan satwa liar endemik dari TNGR dimana berukuran sekepalan
tangan orang dewasa dengan mata yang menyala pada malam hari. Celepuk rinjani merupakan
salah satu satwa nocturnal atau satwa yang aktif pada malam hari. Celepuk rinjani bertahan hidup
dengan memangsa binatang-binatang kecil seperti belalang, kumbang dan jenis-jenis serangga
lainnya. Predator alami celepuk rinjani merupakan elang dan satwa yang lebih besar darinya.
Celepuk rinjani biasa bertengger pada jenis pohon dadap, mahoni , sengon, ara dan pohon
kelenjuh dengan ketinggian tengger 8-10 meter. Jalur pengamatan celepuk rinjani ditempatkan
dibeberapa titik pada kawasan sekitar KHDTK Senaru. Titik pengamatan terdapat lebih dari 10
titik dengan radius masing-masing setiap titiknya berjarak ± 200 m.
9
Gambar 1.1 Celepuk Rinjani
(Sumber : https://alenesia.files.wordpress.com/2013/06/rinjani-scopsowl.jpg)

Pengamatan lutung satwa liar endemik rinjani dilakukan pada pagi hari dimulai pukul 08.00
WITA dengan jalur jelajah Air Terjun Batara Renjang sebagai habitat dari lutung. Lutung
merupakan jenis satwa arboreal. Lutung biasanya hidup dengan kelompok-kelompok kecil
dengan level-level yang berbeda. Habitat lutung mendukung aktifitasnya dalam mencari makan
tidur. Lutung merupakan satwa yang tergolong menghabiskan seluruh hidupnya di atas pohon
baik makan ataupun berkembang biak, kecuali terdapat sesuatu yang penting mereka akan turun
ke tanah. Area jelajah suatu kelompok lutung bisa mencapai 500 meter, dari wilayah yang mereka
tempati atau tandai, lutung juga tergolong hewan yang teritorial. Lutung merupakan satwa yang
pada saat bayi dan remaja belum memperlihatkan jenis kelaminnya. Bayi lutung atau lutung
remaja masih bergantung pada induknya dan belum melepaskan dari gendongan induknya. Ketika
lutung telah dewasa jenis kelamin akan terlihat jelas. Secara kasat mata lutung dapat dibedakan
melalui ciri-ciri yang terlihat, perbedaan paling besar terdapat pada lutung betina dikarenakan
pada bagian punggung bulunya berwarna lebih gelap atau hitam dari pada lutung jantan, dan pada
bagian selangkangan lutung betina berwarna putih. Jenis pohon yang sering di jadikan tempat
beraktifitas lutung antara lain pohon turen, bajur yang cenderung berada di tepi tebing-tebingan.

Gambar 1.2 Lutung


(Sumber : http://www.ecologyasia.com/images-jkl/javan-lutung-juv_0323.jpg)

10
4.5. Upaya Konservasi Yang Dilakukan

Konservasi merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan,


rehabilitasm introduksi, pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan terhadap lingkungan dan
sumber daya yang ada didalamnya. Upaya konservasi yang dilakukan pada KHDTK Senaru
adalah perubahan pola tutupan vegetasi hutan dikarenakan kerusakan hutan yang dilakukan jauh
sebelum pengelolaan yang dilakukan oleh Universitas Mataram. Pola tutupan vegetasi hutan pada
KHDTK Senaru di dominasi pola Agroforestri dimana perpaduan antara tanaman perkebunan dan
tanaman kehutanan tetapi tetap menjaga kelestarian alam sekitar.
Upaya konservasi dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan metode
monitoring. Monitoring merupakan kegiatan mengamati ataupun mengawasi secara terus
menerus dengan jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk mengontrol, mengawasi ataupun
memantau segala sesuatu tentang satwa yang diamati. Dengan melakukan monitoring
kedepannya dapat diketahui bagaimana solusi dalam melestarikan ataupun menjaga
keanekaragaman hayati yang ada.
Selain monitoring juga ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjaga
kelestarian alam seperti menetapkan Undang-Undang mengenai Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan bagaimana atau apa yang akan didapatkan bila melanggar perundang undangan yang
mencakup dengan kelestarian alam baik isi ataupun luarnya.
Spesies satwa liar yang menjadi kunci prioritas di KHDTK Senaru adalah Celepuk Rinjani
(Otus jolandae) dan Lutung (Trachypithecus auratus) karena KHDTK Senaru merupakan tempat
yang cocok dengan karakteristik dan gaya hidup (niche) satwa ini. Sedangkan vegetasi yang
mendominasi di areal KHDTK Senaru adalah pohon sengon dan mahoni untuk jenis pohon,
sedangkan pada jenis tumbuhan perkebunan yaitu kopi dan kakao.

11
BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktikum ini, antara lain :
1. KHDTK Senaru merupakan kawasan yang berada di bawah Taman Nasional Gunung
Rinjani dengan ketinggian 660 mdpl dengan kelembaban 48% dan suhu 26°C.
2. Vegetasi yang berada pada KHDTK Senaru tergolong tidak alami lagi pada beberapa
bagian, dikarenakan telah mengalami perubahan menjadi pola agroforestry.
3. Ditemukan beberapa jenis satwa liar khas atau endemic dari Rinjani adalah Lutung,
Celepuk Rinjani, Elang Flores, dan Musang.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat dilakukan atau menjadi masukan antara lain :
1. Untuk Program Studi Kehutanan sebagai tambahan data perkembangan vegetasi dan
keanekaragaman yang berada pada KHDTK Senaru laporan ini dapat disimpan untuk
manfaat kedepannya.
2. Kepada masyarakat sekitar KHDTK Senaru dapat menjaga dan melestarikan
keanekaragaman ataupun vegetasi sekitar, sebagai mana timbal balik yang akan di hasilkan
kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, IPB: Bogor.
Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bappenas. 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020
[Dokumen Nasional]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Budiman, A., et al., 2002. Peran Museum Zoologi dalam Penelitian dan Konservasi
Keanekaragaman Hayati (Ikan). Jurnal Biologi Indonesia. Pusat Penelitian Biologi:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Darajati, W., et al., 2016. Indonesian Biodeversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020.
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dephut RI. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencara Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan
Hutan. Dephut RI. Jakarta.
Djalal, S.H. 2002. Toksikkologi Lingkungan Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gadjah
Mada: Yogyakarta.
http://www.ecologyasia.com/images-jkl/javan-lutung-juv_0323.jpg
https://alenesia.files.wordpress.com/2013/06/rinjani-scopsowl.jpg
Idris, M.H., et al., 2013. Studi Vegetasi Dan Cadangan Karbon di Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru, Bayan Lombok Utara. Prgoram Studi Kehutanan:
Universitas Mataram.7: (1).
Kamus Besar Bahasa Indonesia ”Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam”.
Marsono, D.J. 1997. Peningkatan Produktivitas dalam Pembangunan Hutan Alam Berkelanjutan.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ekologi Hutan pada Fakultas Kehutnan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Murningtyas E., 2016. Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-
2020.BAPPENAS.
Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 3 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Alam.
Wiryono. 2003. Center for International Forestry Research (CIFOR) No. 11, Mei Klasifikasi
Kawasan Konservasi Indonesia. Universitas Bengkulu.

13
LAMPIRAN

14

Anda mungkin juga menyukai