Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM PERLINDUNGAN HUTAN

ACARA 1
RAGAM KERUSAKAN ABIOTIK DAN GULMA HUTAN

Disusun Oleh :

Nama : Yuliana Rizka Handayani


NIM : 20/464063/SV/18382
Kelompok :3
Co. Ass : Ajeng Gianini

DIPLOMA IV PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA 1
RAGAM KERUSAKAN ABIOTIK DAN GULMA HUTAN

I. PENGANTAR
Kerusakan abiotik merupakan kerusakan tanaman yang disebabkan
oleh faktor lingkungan. Kekurangan atau kelebihan faktor tersebut akan
mengakibatkan penyimpangan proses fisiologi pada tanaman. Sebagai
contoh tanaman yang kekurangan air (kekeringan) atau kelebihan air
(tergenang) dalam jangka lama akan mengakibatkan tanaman menjadi
rusak atau bahkan mati. Kondisi kekurangan atau kelebihan faktor abiotik
ini biasanya disebut dengan cekaman. Terdapat beberapa tipe cekaman
yang umum ditemukan pada tanaman, antara lain: cekaman air, hara,
cahaya,suhu, dll.

Gulma adalah jenis-jenis penyusun vegetasi yang keberadaannya


tidak diinginkan olehpengelola karena menggangu pertumbuhan tanaman
pokok. Gulma secara umum dikelompokkan menjadi 3 yaitu liana,
pencekik, dan penutup tanah. Liana merupakan tumbuhan yang merambat
dan menjalar ke atas pohon. Pencekik merupakan tumbuhanyang tumbuh
dari atas dan memiliki akar yang melilit cabang/batang tanaman pokok
kemudian lama-kelamaan akar tersebut akan mengurung dan mencekik
tanaman pokok.Penutup tanah merupakan tumbuhan bawah yang tumbuh
sangat cepat sehingga menjadi kompetitor bagi tanaman pokok.

II. TUJUAN
Mampu mengenal berbagai kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor
abiotik dan gulma.

III. WAKTU DAN TEMPAT


Waktu : Rabu, 26 Agustus 2021
Pukul : 13.00 WIB
Tempat : Rumah praktikan masing-masing
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Kamera
2. Alat tulis
3. Laptop/handphone
Bahan :
1. Tanaman yang mengalami cekaman air, hara, dan cahaya
2. Ragam gulma berupa tanaman penutup lahan, enalu, liana, serta
pencekik.

V. CARA KERJA
Aktivitas individu :
1. Perhatikan demonstrasi dan penjelasan mengenai cekaman air, hara,
dancahaya.
2. Perhatikan video mengenai gulma
Aktivitas kelompok (tentative) :
1. Rancang sebuah aktivitas kelompok yang berkaitan dengan acara
praktikum (kerusakan abiotik atau gulma) untuk meningkatkan
pemahaman dan ketrampilan dalam pengenalan kerusakan abiotik dan
gulma
2. Presentasikan rencana yang telah dirancang
3. Laksanakan rancangan yang telah disusun
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan Berupa Screenshoot Video :
HASIL PENGAMATAN KERUSAKAN BIOTIK
Keterangan Hasil Screenshoot
Cekaman Air
(Perlakuan
Tergenang)

Setelah 8 hari terlihat


adanya busuk batang
pada semai Kaliandra.

Cekaman Air
(Perlakuan Kering
atau Tidak Disiram)

Setelah 8 hari terlihat


adanya daun yang
sudah layu hingga
mengering pada semai
Kaliandra.
Kontrol Air

Cekaman Unsur Hara


(Pemberian Pupuk
Urea 20 gram)

Setelah 8 hari terlihat


semai yang sehat dan
tidak adanya kerusakan
abiotik pada semai
Kaliandra
Cekaman Unsur Hara
(Pemberian Pupuk
Urea 40 gram)

Setelah 8 hari terlihat


semai jauh lebih sehat,
daunnya lebih banyak
dari gambar
sebelumnya, serta tidak
adanya kerusakan
abiotik pada semai
Kaliandra.
Kontrol Cahaya

Setelah 8 hari terlihat


semai tidak mengalami
perubahan apapun.

Cekaman Cahaya
(Ditempat Tanpa
Sinar Matahari)

Setelah 8 hari terlihat


semai tidak sehat
dibuktikan dengan
adanya rontok daun
pada beberapa semai
Kaliandra.
Cekaman Cahaya
(Ditempat Yang
Terkena Sinar
Matahari)

Setelah 8 hari terlihat


semai sehat dengan
dibuktikannya daun
berwarna hijau pekat,
dimana semai mampu
berfotosintesis dengan
baik pada semai
Kaliandra tersebut,
namun semai sedikit
layu karena terlalu
teriknya cahaya
matahari.

HASIL PENGAMATAN GULMA


Keterangan Gambar Screenshoot
Pencekik dengan jenis
Ficus

Tumbuhan Penutup
Lahan

Benalu

Liana
2. Pembahasan
Dalam jurnal (Pertiwi, 2019) dijelaskan bahwa menurunnya fungsi
kawasan yang berdampak pada penurunan kesehatan hutan. Hutan yang
sehat dapat diketahui dari kesehatan pohon-pohon penyusun tegakan.
Pohon dikatakan sehat apabila pohon tersebut dapat melaksanakan
fungsi fisiologisnya, mempunyai ketahanan ekologi yang tinggi
terhadap gangguan hama serta faktor luar lainnya (Yunasfi, 2002).
Adanya aktivitas manusia, faktor biotik dan abiotik yang makin
meningkat dapat mengakibatkan penurunan kesehatan pohon.
Penurunan kesehatan pohon dapat dilihat berdasarkan kondisi
kerusakannya. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh adanya
penyakit, serangan hama, gulma, api, cuaca, satwa. Identifikasi
kesehatan hutan berdasarkan indikator vitalitas (Safe’i dkk., 2014)
dengan paramater kerusakan pohon perlu dilakukan untuk mengetahui
lokasi kerusakan, tipe kerusakan dan tingkat keparahan.
Berdasakan praktikum acara 1 yang membahas mengenai kerusakan
abiotik serta gulma ini dijelaskan mengenai pengertian dari kerusakan
abiotik. Kerusakan abiotik merupakan sebuah kerusakan yang
diakibatkan oleh lingkungannya. Kerusakan abiotik ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor klimatik yang meliputi
suhu serta adanya badai. Kerusakan akibat suhu sendiri dibedakan
menjadi dua, yaitu apabila suhu terlalu rendah dapat mengakibatkan
pertumbuhan yang lambat, sedangkan apabila suhu terlalu tinggi dapat
mengakibatkan tanaman layu hingga kering. Kemudian untuk penyebab
adanya badai dapat mengakibatkan tanaman tumbang atau patah pada
salah satu bagiannya.
Faktor selanjutnya adalah endafik, faktor ini terdiri dari unsur hara,
kelembaban, pH tanah, serta solum tanah. Akibat dari unsur hara yang
terlalu kurang dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa bagian
tanaman. Selanjutnya untuk kelembaban yang tinggi dapat
menyebabkan adanya busuk akar serta internodia memendek. Lalu
apabila terlalu kering akan berakibat pada tanaman layu dan mati. pH
tanah yang terlalu asam atau basa tidak baik bagi tanaman, tanaman
harus berada pada pH tanah yang normal. Kemudian apabila solum
tanah terlalu dangkal dapat mengakibatkan tanaman menjadi roboh.
Faktor yang terakhir adalah adanya pestisida yang dapat menjadi racun
bagi tanaman, kemudian pencemaran udara yang berupa asap dari
industry besar dapat berpengaruh ke pembentukan hujan, dan yang
terakhir adalah keracunan garam yang dapat menyebabkan kerusakan
sel.
Pada percobaan praktikum sesuai dari video kerusakan yang diuji
untuk praktikum acara 1 ini dalag cekaman air, cekaman unsur hara,
serta cekaman cahaya. Cekaman sendri memiliki pengertian sebagai
kondisi lingkungan yang memberikan tekanan pada tanaman dan
mengakibatkan respons tanaman terhadap faktor lingkungan tertentu
lebih rendah dibandingkan dengan respon optimumnya pada kondisi
normal. Tanaman yang digunakan dalam pengujian beberapa cekaman
ini adalah semai Kaliandra dengan nama latin Calliandra. Perlakuan
pada cekaman air terdiri dari 3 semai kaliandra yang dibiarkan
tergenang air, 3 semai kaliandra yang dibiarkan kering tanpa disiram,
dan 3 semai kaliandra sebagai kontrol dengan disiran 2 kali sehari.
Perlakuan cekaman air semai yang tergenang memeberikan dampak
setelah dibiarkan 8 hari muncul adanya busuk akar yang mengakibatkan
batang menjadi patah serta berwarna kekuningan. Selain itu daun pada
semai yang tergenang juga menjadi berwarna kuning pada bebrapa
daunnya. Sedangkan pada semai yang dibiarkan kering memeberikan
dampak setelah 8 hari terlihat adanya daun yang sudah layu hingga
mengering pada semai Kaliandra. Pada semai kontrol tidak terjadi
perubahan yang signifikan, semai kontrol menunjukkan keadaan yang
sehat dan tidak adanya kerusakan abiotik.
Selanjutnya pada cekaman unsur hara diberi perlakuan dengan
memberikan pupuk sebanyak 20 gram pada 3 semai, 40 gram pada 3
semai, serta 3 semai untuk perlakuan kontrol. Pada semai dengan
pemberian pupuk sebesar 20 gram memberikan hasil setelah 8 hari yakni
semai lebih sehat dan segar, terlihat sedikit ertumbuhan tingginya
namun tidak terlalu signifikan. Kemudian untuk pemberian urea
sebanyak 40 gram setelah 8 hari terjadi perubahan berupa semai jauh
lebih sehat, daunnya lebih banyak dari gambar sebelumnya, tidak
adanya kerusakan abiotik pada semai Kaliandra, dan pada perlakuan ini
memiliki pertumbuhan tinggi yang paling besar dibandingkan semai
yang lain. Sedangkan pada semai kontrol tidak mengalami perubahan
yang mencolok dan cenderung biasa saja.
Dan yang terakhir pada cekaman cahaya diberi perlakuan 3 semai
ditempatkan di tempat gelap, 3 semai ditempatkan di tempat terang atau
tempat yang terkena cahaya matahari, dan 3 semai untuk kontrol
ditempatkan dibawah paranet. Pada perlakuan semai yang ditempatkan
di tempat gelap setelah 8 hari terjadi perubahan berupa daun yang sedikit
layu serta ada beberapa daun yang rontok serta warnanya menguning.
Pada semai yang ditempatkan di tempat terang atau dibawah sinar
matahari setelah 8 hari terlihat semai sehat dengan dibuktikannya daun
berwarna hijau pekat, dimana semai mampu berfotosintesis dengan baik
pada semai Kaliandra tersebut, namun semai sedikit layu karena terlalu
teriknya cahaya matahari. Sedangkan pada semai kontrol yang
diletakkan dibawah paranet tidak mengalami kondisi seperti dua
perlakuan diatas, semai kontrol cenderung sehat dan tidak menunjukkan
gejala kerusakan abiotik.
Dari pembuktian-pembuktian terhadap cekaman air, unsur hara,
serta cahaya diatas dapat diketahui bahwa adanya kondisi yang frontal
pada lingkungan menyebabkan tanaman sulit mengalami adaptasi
sehingga tidak mampu mempertahankan hidupnya. Adanya perubahan
lingkungan yang ekstrim menjadikan tanaman mudah mengalami
kerusakan-kerusakan abiotik. Kerusakan abiotik tersebut sangat
merugikan pada tanaman itu sendiri serta menurunkan kualitas tanaman
tersebut apabila tanaan tersebut dapat bertahan hidup.
Dalam (Arfianto, Fahrudin. 2016) dijelaskan bahwa vegetasi gulma
adalah sebagai tumbuhan yang bila dibiarkan berkembangbiak dalam
sistem budidaya akan menimbulkan kerugian dalam berbagai tanaman
budidaya dan mengganggu kepentingan terhadap suatu areal atau lahan
budidaya (Tjitrosoedirdjo et al., 1984; Soetikno, 1990). Umumnya
vegetasi gulma mempunyai daya adaptasi dan daya saing yang tinggi
dengan komunitasnya berbeda-beda dari suatu tempat ke tempat lainnya
pada jenis pertanaman yang sama maupun berbeda. Pada umumnya
jenis-jenis gulma akan beradaptasi pada lingkungan yang sesuai bagi
pertumbuhannya. Moenandir (1993), dan Rukmana dan Saputra (1999)
menjelaskan bahwa gulma mudah tumbuh pada setiap tempat yang
berbeda-beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai yang kaya
nutrisi. Kemampuan gulma mengadakan regenerasi yang besar sekali,
khususnya pada gulma parennial yang dapat menyebar dengan cara
penyebaran melalui organ vegetatifnya. Begitu juga beberapa jenis
gulma mampu menyebar dengan bijinya yang tersimpan di dalam sistem
tanah sebagai bank biji gulma.
Vegetasi gulma merupakan salah satu faktor pengganggu, namun
pengendaliannya pada prinsipnya membatasi infestasi tumbuhan
pengganggu (gulma) sehingga secara ekonomis dan ekologis tidak
merugikan. Namun secara pengembangannya ditujukan kepada
pengaturan lingkungan sehingga menekan populasi gulma serendah-
rendahnya tetapi tidak menimbulkan kerugian ekologi (Sukman dan
Yakup, 1991). Sedangkan beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa di Kota Palangka Raya memiliki kerapatan gulma yang cukup
tinggi sehingga secara umum mudah dijumpai dan memungkinkan juga
mudah menyebar (Susilo, Rosawanti, dan Wahyuningsih, 2008; Susilo
dan Saijo, 2009).
Pada penjeasan praktikum sesuai dari video yang membahas
mengenai gulma dijelaskan bahwa gulma merupakan tanaman
pengganggu yang tidak diinginkan oleh tumbuhan inangnya
dikarenakan memberikan dampak yang tidak baik pada tanaman
inangnya. Pada praktikum ini beberapa jenis gulma yang dibahas adalah
pencekik, tumbuhan penutup lahan, benalu serta liana. Persebaran
seluruh gulma ini dibawa oleh burung, dimana burung tersebut
memakan biji dari gulma kemudian saat didalam lambung burung
tersebut terjadi skarifikasi sehingga feses dari burung tersebut
mengandung biji dari gulma ini dan apabila jatuh pada suatu pohon
maka dapat mengaibatkan tumbuhnya gulma ini. Pencekik merupakan
sebuah gulma yang tumhug dari atas kebawah yang sangat merugikan
inangnya karena menjerat inangnya seperti mencekik pohon inangnya.
Pencekik ini merugikan dikarenakan mengambil unsur hara pohon
inangnya dan menyebabkan pohon inangnya mati. Pada video
dijelaskan bahwa jenis pencekik yang menempel pada pohon kayu putih
adalah jenis Ficus atau biasa disebut dengan beringin. Perkembangan
dari pencekik ini berawal dari tumbuhnya akar-akar kecil pada
tumbuhan inang yang dibiarkan begitu saja sehingga mengakibatkan
pertumbuhannya tidak terhambat.
Selanjutnya adalah gulma penutup lahan, gulma jenis ini biasanya
disebut sebagai rumput-rumput liar. Gulma ini dapat berupa suket teki,
tanaman berdaun lebar, dan lain-lain. Tanaman penutup lahan diarasa
merugikan dikarenakan mengganggu pertumbuhan dari tanaman pokok
karena adanya persaingan unsur hara. Selain itu, tanaman penutup lahan
juga berpotensi untuk menimbulkan kebakaran. Kemudian tanaman
penutup lahan juga dapat menjadi tempat bersembunyinya hewan yang
merugikan dari predator.
Benalu merupakan tanaman yang merugikan dikarenakan menempel
pada suatu bagian pohon dan menyerap unsur hara bagian pohon
tersebut serta dapat menyebabkan bagian yang ditempelinya mati.
Benalu umumnya memiliki daun yang lebar. Benalu ini tidak tumbuh
akar akan tetapi masuk ke jaringan tumbuhan dan mengambil unsur
haranya. Efek dari benalu adalah dapat menyebabkan ranting pohon
yang dihinggapinya mati. Cara kerja dari benalu ini adalah merusak
pohon secara perlahan-lahan.
Liana merupakan jenis gulma yang berkayu. Pada musim penghujan
liana ini mendapatkan unsur hara pada dari tanaman pokok. Sedangkan
pada musim kemarau hanya bisa mengambil unsur hara dari tanah saja.
Liana ini mudah merambat melalui lantai hutan. Liana ini merambat dari
bawah ke atas, untuk mencari cahaya. Jenis-jenis dari liana beragam ada
liana berdaun lebar, dapat berupa jenis buah yang dapat dikonsumsi oleh
mamalia/aves. Fungsi dari liana sangat banyak misalnya rotan, rotan ini
merupakan jenis liana yang dapat dijadikan kerajinan. Lalu liana juga
dapat digunakan sebagai tanaman penghias, contohnya adalah monstera.

VII. KESIMPULAN
Kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor abiotik disebabkan oleh
lingkungan. Macam-macam faktor penyebab kerusakan abiotik terdiri dari
faktor klimatik berupa suhu dan badai; faktor edafik berupa unusr hara,
kelembaban atau air, pH tanah, serta solum tanah; dan faktor kimiawi
berupa pengaruh pestisida, pencermaran udara, serta keracunan garam.
Dalam kitannya dengan praktikum ini faktor abiotik penyebab kerusakan
antara lain air, unsur hara, serta cahaya. Dimana apabila tanaman
kekurangan 3 komponen diatas dapat mengakibatkan stress lingkungan.
Kerusakan hutan yang diakibatkan oleh gulma terdiri dari pencekik,
tanaman penutup lahan, benalu, serta liana. Seluruh gulma tersebut
merugikan tanaman karena adanya kompetisi untuk merebut unsur hara
sehingga dapat mengakibatkan tanaman kekurangan unsur hara bahkan
yang paling parah adalah tanaman tersebut mati.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Pertiwi, D., Safe’I, R., Kaskoyo, H., dan Insriyanto. 2019. Identifikasi
Kondisi Kerusakan Pohon Menggunakan Metode Forest Health
Monitoring Di Tahura WAR Provinsi Lampung. Universitas
Lampung, Lampung.
Safe’i, R. Harjanto. Supriyanto. L. Sundawati. (2014). Value of vitality
status in monoculture and agroforestry planting systems of the
community forests. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR) 18, 2, 340—353.
Yunasfi. (2002). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Penyakit dan Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur. Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
Arfianto, Fahrudin. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Gulma Pada
Penyiapan Media Tanam Tanah Gambut Setelah Pemberian Pupuk
Dolomit. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Palangkaraya.
Sukman, Y. dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya.
Rajawali Pers. Jakarta.
Susilo, D.E.H., P.Rosawanti, dan S.H. Wahyuningsih. 2009. Analisis
Vegetasi Gulma Potensial Sebagai Bahan Organik Sebelum dan
Sesudah Pengolahan Lahan Kering: Laporan Hasil Penelitian
Dosen Muda DP2M Dikti Tahun 2008. Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya. Palangka Raya.
Susilo, D.E.H. dan Saijo. 2009. Teknik Pengendalian Gulma Sesudah
Pengolahan Lahan Berpasir Pada Pertanaman Kacang Panjang.
Laporan Hasil Penelitian LP3M Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya. Palangka Raya.
Tjitrosoedirdjo, S.I., Utomo, dan Wiroatmojdo. 1984. Pengelolaan Gulma
di Perkebunan. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai